bab ii tinjauan pustaka 1. pengertian hukum dan ...repository.ump.ac.id/3012/3/adhiguna wirayudha...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Hukum dan Perlindungan Hukum
1.1 Pengertian Hukum
Definisi tentang hukum menurut Van Apeldoorn adalah sangat sulit
untuk dibuat, karena tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai
dengan kenyataan, kurang lebih 200 tahun yang lalu Immanuel Kant
pernah menulis sebagai berikut: “ Noch suchen die Juristen eine Definition
zu ihrem Begriffe von Recht” (masih juga para sarjana hukum mencari-cari
suatu definisi tentang hukum) (C.S.T. Kansil, 1989: 34).
Dalam buku C.S.T. Kansil (1989: 38) Utrecht memberikan batasan
hukum sebagai berikut:
“Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah
dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan
karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”. Selain Utrecht beberapa
Sarjana Hukum Indonesia lainnya telah berusaha mendifinisikan tentang
apa hukum itu, antara lain:
a. S.M. Amin
Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari
norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum
itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia,
sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara;
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
10
b. J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto
Hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat
yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran
mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya
tindakan yaitu dengan hukuman tertentu;
c. M.H. Tirtaatmadjaja
Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam
tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan
ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar aturan-
aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta,
umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda
dan sebagainya (C.S.T. Kansil, 1989: 38).
Menurut Abdul Muhni dalam kutipannya, Hukum adalah sistem
yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan
dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama
dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam
hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat
menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja
bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas
kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih
(http://abdmuhni. blogspot. com/ 2012/ 03/ pengertian-hukum.html).
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
11
1.1.1 Unsur-unsur Hukum
Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para
Sarjana Hukum Indonesia diatas, dapatlah diambil kesimpulan
bahwa hukum meliputi beberapa unsur sebagai berikut:
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan
masyarakat;
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
c. Peraturan itu bersifat memaksa;
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas
(C.S.T. Kansil, 1989: 39).
1.1.2 Ciri-ciri Hukum
Hukum itu sendiri ada beberapa ciri antara lain:
a. Adanya perintah dan/ atau larangan;
b. Pentah dan/ atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang.
Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam
masyarakat, sehingga tata tertib dalam masyarakat itu tetap
terpelihara dengan sebaik-baiknya (C.S.T. Kansil, 1989: 39).
1.2 Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan konsep rechstaat atau
konsep Rule Of Law karena lahirnya konsep-konsep tersebut tidak lepas
dari keinginan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak
asasi manusia, konsep rechstaat muncul di abad ke-19 yang pertama kali
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
12
dicetuskan oleh Julius Stahl. Pada saatnya hampir bersamaan muncul pula
konsep Negara hukum (Rule Of Law) yang dipelopori oleh A.V.Licey.
Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana
untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga
dalam hubungan antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya
dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan
kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaedah. Hukum sebagai
kumpulan peraturan atau kaedah mengandung isi yang bersifat umum atau
normatif, umum karena berlaku untuk semua orang, dan normatif karena
menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta menentukan
bagaimana cara melaksanakan kepatuhan kepada kaedah (Sudikno
Mertokusumo, 2003:39).
Perlindungan pekerja dapat dilakukan baik dengan jalan
memberikan tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan
hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan
ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja tersebut.
Dengan demikian perlindungan pekerja ini mencakup:
a. Norma Keselamatan Kerja
Meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-
alat kerja bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan
lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan;
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
13
b. Norma Kesehatan Kerja
Meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan kerja,
dilakukan dengan mengatur pemberian obat, perawatan tenaga kerja
yang sakit;
c. Norma Kerja
Meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan
waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja perempuan,
anak, kesusilaan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-
masing yang diakui oleh pemerintah;
d. Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan atau menderita
penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan
rehabilitasi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli
warisnya berhak mendapatkan ganti rugi (Zainal Asikin, 2002: 76).
2. Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan
2.1 Pengertian, tujuan dan sifat hukum perburuhan/ketenagakerjaan
Sendjung H Manulang (2001: 1) berpendapat bahwa, hubungan
antara buruh dan pengusaha, termasuk di dalamnya hak dan kewajiban
yang timbul secara timbal balik sebagai akibat dari adanya hubungan
antara buruh dan pengusaha, diatur dalam hukum ketenagakerjaan. Untuk
mengetahui batasan-batasan hukum ketenagakerjaan, akan dikemukakan
pengertian hukum ketenagakerjaan dari beberapa sarjana, sebagai berikut :
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
14
a. Menurut Molenaar
Hukum ketenagakerjaan (arbeidsrecht) adalah bagian dari hukum yang
berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja
dan pengusaha, antara tenaga kerja dengan tenaga kerja dan antara
tenaga kerja dan penguasa;
b. Menurut Mr. M. G. Levenbach
Hukum ketenagakerjaan (arbeidsrecht) adalah hukum yang berkenaan
dengan hubungan kerja, di mana pekerjaan itu dilakukan di bawah
pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut
paut dengan hubungan kerja itu;
c. Menurut Mr. N. E. H. van Esveld
Hukum ketenagakerjaan (arbeidsrecht) tidak hanya meliputi hubungan
kerja di mana pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi meliputi
pula pekerjaan yang dilakukan oleh swa-pekerja yang melakukan
pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri;
d. Menurut Iman Soepomo
Hukum perburuhan (ketenagakerjaan) adalah himpunan peraturan-
peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan
kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima
upah.
Menurut Abdul Rachmad Budiono (1999: 9) secara sederhana
berpendapat bahwa, hukum imperatif adalah hukum yang harus ditaati
secara mutlak, sedangkan hukum fakultatif adalah hukum yang dapat
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
15
dikesampingkan (biasanya dengan perjanjian). Dilihat dari segi ini,
sebagian besar hukum perburuhan bersifat imperatif. Kenyataan ini sesuai
dengan tujuan hukum perburuhan, yakni mengadakan perlindungan
terhadap buruh. Tanpa hukum yang bersifat imperatif, yang biasanya
dinyatakan dengan perkataan harus, wajib, tidak boleh, tidak dapat,
dilarang, tujuan tersebut sulit untuk dicapai.
Sehubungan dengan tujuan hukum perburuhan/ ketenagakerjaan,
pemerintah ikut serta dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut dengan
mengeluarkan berbagai produk peraturan perundang-undangan. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa hukum perburuhan/ ketenagakerjaan
selain bersifat perdata (privat) juga bersifat publik. Dikatakan bersifat
perdata (privat) karena hukum perburuhan/ ketenagakerjaan mengatur
kepentingan orang per-orangan, dalam hal ini adalah antara tenaga kerja
dan pengusaha. Sedangkan dikatakan bersifat publik (pidana) karena:
1. Dalam hal-hal tertentu negara atau pemerintah turut campur tangan
dalam masalah-masalah ketenagakerjaan, misalnya dalam masalah
pemutusan hubungan kerja;
2. Adanya sanksi-sanksi atau aturan-aturan hukuman di dalam
setiap undang-undang/peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan (Sendjung H Manulang, 2001: 2).
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
16
2.2 Sumber-sumber hukum perburuhan/ketenagakerjaan
Menurut Hilman Nugraha dalam kutipannya, Sumber hukum
Ketenagakerjaan ialah:
1. Sumber hukum ketenagakerjaan dalam artian materiil (tempat dari
mana materi hukum itu diambil) Yang dimaksud dengan sumber
hukum materiil atau lazim disebut sumber isi hukum (karena sumber
yang menentukan isi hukum) ialah kesadaran hukum masyarakat yakni
kesadaran hukum yang ada dalam masyarakat mengenai sesuatu yang
seyogyanya atau seharusnya. Soedikno Mertokusumo (1988: 63)
menyatakan bahwa sumber hukum materiil merupakan faktor yang
membantu pembentukan hukum.
2. Sumber hukum perburuhan dalam artian formil (tempat atau sumber
dari mana suatu peraturan itu memperoleh kekuatan hukum). Sumber
hukum formil merupakan tempat atau sumber di mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum (Sudikno Mertokusumo, 1988: 63).
Iman Soepomo (1972: 21) merangkai Sumber formil hukum
perburuhan antara lain :
a. Perundang-undangan
Undang-undang merupakan peraturan yang dibuat oleh
pemerintah dengan persetujuan DPR. Berdasarkan ketentuan Pasal II
Aturan Peralihan UUD 45 maka beberapa peraturan yang lama yang
masih berlaku karena dalam kenyataannya belum banyak peraturan
yang dibuat setelah kemerdekaan, yaitu:
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
17
1) Wet;
2) Algemeen Maatregal van Bestuur;
3) Ordonantie-ordonantie;
4) Regeeringsverordening;
5) Regeeringsbesluit;
6) Hoofd van afdeling van arbeid.
Setelah Indonesia merdeka ada hal yang perlu dicatat bahwa
politik hukum kodifikasi sudah ditinggalkan diganti dengan politik
hukum yang mengacu pada unifikasi hukum (Budiyono, 1995: 14).
b. Peraturan lainnya
1. Peraturan Pemerintah
Aturan yang dibuat untuk melaksanakan Undang-undang.
2. Keputusan Presiden
Keputusan yang bersifat khusus (einmalig) untuk melaksanakan
peraturan yang ada di atasnya.
3. Peraturan atau keputusan instansi lainnya.
c. Kebiasaan
Paham yang mengatakan bahwa satu-satunya sumber hukum
hanyalah undang-undang sudah banyak ditinggalkan sebab dalam
kenyataannya tidak mungkin mengatur kehidupan bermasyarakat yang
begitu kompleks dalam suatu undang-undang. Di samping itu undang-
undang yang bersifat statis itu mengikuti perubahan kehidupan
masyarakat yang begitu cepat.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
18
Kebiasaan merupakan kebiasaan manusia yang dilakukan
berulang-ulang dalam hal yang sama dan diterima oleh masyarakat,
sehingga bilamana ada tindakan yang dirasakan berlawanan dengan
kebiasaan tersebut dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum.
Masih banyak dan berkembangnya hukum kebiasaan dalam
bidang ketenagakerjaan disebabkan antara lain:
1. Perkembangan masalah-masalah perburuhan jauh lebih cepat dari
perundang-undangan yang ada.
2. Banyak peraturan yang berasal dari zaman Hindia Belanda yang
sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan perburuhan sesudah
Indonesia merdeka (Budiyono, 1995: 15).
d. Putusan
Putusan di sini ialah putusan yang dikeluarkan oleh sebuah
panitia yang menangani sengketa-sengketa perburuhan, yaitu:
1) Putusan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat);
2) Putusan P4D (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah).
Panitia penyelesaian perburuhan sebagai suatu compulsory
arbitration (arbitrase wajib) mempunyai peranan yang penting dalam
pembentukan hukum ketenagakerjaan karena peraturan yang ada
kurang lengkap atau tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang. Panitia
ini tidak jarang melakukan interpretation (penafsiran) hukum, atau
bahkan melakukan rechtvinding (menemukan) hukum.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
19
Mengingat bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12
Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta
sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam rangka untuk
memperoleh keadilan dan kepastian hukum maka dikeluarkanlah
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang menggantikan
peraturan sebelumnya. Sebelum terbentuk Pengadilan Hubungan
Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Daerah dan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat tetap melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 dimungkinkan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui jalur yuridis (litigasi) maupun
jalur non yuridis (non litigasi) seperti perundingan bipartit, arbitrase,
konsiliasi serta mediasi.
e. Perjanjian
Perjanjian merupakan peristiwa di mana pihak yang satu berjanji
kepada pihak yang lainnya untuk melaksanakan sesuatu hal, akibatnya
pihak-pihak yang bersangkutan terikat oleh isi perjanjian yang mereka
adakan.
Kaitannya dengan masalah perburuhan, perjanjian yang
merupakan sumber hukum perburuhan ialah perjanjian perburuhan dan
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
20
perjanjian kerja. Iman Soepomo menegaskan, karena kadang-kadang
perjanjian perburuhan mempunyai kekuatan hukum seperti undang-
undang (Soepomo, 1972: 24).
f. Traktat
Traktat merupakan perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau
lebih. Lazimnya perjanjian internasional memuat peraturan-peraturan
hukum yang mengikat secara umum. Sesuai dengan asas “pacta sunt
servanda” maka masing-masing negara sebagai rechtpersoon (publik)
terikat oleh perjanjian yang dibuatnya.
Hingga saat ini Indonesia belum pernah mengadakan perjanjian
dengan negara lain yang berkaitan dengan perburuhan (Soetikno, 1977:
24). (http:// masukinhilman. blogspot. com/ 2012/ 04/ sumber- hukum -
ketenagakerjaan.html di unduh 1 Desember 2012).
2.3 Pihak-pihak dalam hukum perburuhan/ketenagakerjaan
Para pihak yang terkait dalam hukum perburuhan/ketenagakerjaan
bukan hanya orang-orang biasa, yaitu terutama buruh dan majikan,
melainkan juga organisasi perburuhan, seperti organisasi buruh dan
organisasi majikan serta badan-badan resmi (Iman Soepomo, 2003: 33).
Badan-badan resmi yang dimaksud tidak lain adalah pemerintah.
a. Buruh/pekerja
Pengertian mengenai istilah buruh/pekerja terdapat dalam Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 1
angka 3. Berdasarkan Undang-undang tersebut, buruh/pekerja adalah
setiap orang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
21
lain. Dengan demikian tidak ada pembedaan penyebutan antara buruh
atau pekerja, pegawai maupun karyawan atau karyawati. Dengan kata
lain penyebutan istilah pekerja atau buruh, pegawai, maupun karyawan
atau karyawati hanya seolah kesepakatan atau kemufakatan saja
(ofspraak).
Sehubungan dengan pengertian buruh, peraturan-peraturan
mengenai perburuhan juga ada yang memberikan perumusan tentang
buruh, di antaranya adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat buruh. Perumusan
tentang buruh yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 yaitu:
“Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain”.
b. Majikan atau pengusaha
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan secara implisit tidak memberikan pengertian
mengenai istilah majikan. Namun demikian dengan melihat pengertian
pemberi kerja dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat
diketahui bahwa istilah majikan yang telah populer sebelum lahirnya
Undang-undang ini, dapat disamakan dalam pengertian pemberi kerja
sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
22
Pengertian Pemberi kerja menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
yaitu:
“Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum,
atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Seperti halnya pengertian istilah buruh, pengertian istilah majikan
juga terdapat dalam Undang-undang perburuhan yang lahir terdahulu
sebelum Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang terdahulu yang dimaksud
adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1957
tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Berdasarkan Pasal 1 ayat
(1) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1957
tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, majikan adalah orang
atau badan hukum yang mempekerjakan buruh.
c. Organisasi buruh/pekerja
Pengertian Organisasi buruh/pekerja terdapat dalam Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat
Buruh, dalam Pasal 1 disebutkan:
“Organisasi pekerja adalah organisasi yang dibentuk secara sukarela
dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar
perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya”.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
23
Mengenai pengertian organisasi buruh/pekerja, G. Kartasapoetra
juga memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan organisasi
buruh di Indonesia adalah organisasi yang didirikan oleh dan untuk
kaum buruh secara sukarela dalam bentuk:
1. Serikat buruh
Serikat buruh adalah suatu organisasi yang didirikan oleh dan
untuk buruh secara sukarela, berbentuk kesatuan dan mencakup
lapangan pekerjaan, serta disusun secara vertikal dari pusat sampai
unit-unit kerja.
2. Gabungan serikat buruh
Gabungan serikat buruh adalah suatu organisasi buruh yang
anggota-anggotanya terdiri dari serikat buruh seperti di atas (G
Kartasapoetra, 1986: 211).
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat
Buruh, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan
penyelesaian perselisihan industrial;
2. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
24
3. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis,
dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
4. Sebagai sarana penyalur inspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan anggotanya;
5. Sebagai perencana, pelaksana, dan penanggungjawab pemogokan
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
6. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan
saham di perusahaan;
d. Organisasi pengusaha
Menurut Iman Soepomo (2003: 49) mengenai organisasi
pengusaha, dapat dikatakan bahwa dasar dan tujuannya adalah kerja-
sama antara anggota-anggotanya dalam soal-soal teknis dan ekonomis
belaka, tidak juga atau semata-mata merupakan badan yang mengurus
soal-soal perburuhan, baik atas inisiatif sendiri, maupun atas desakan
dari buruh atau organisasi buruh.
Memang pernah, di masa organisasi pengusaha masih merupakan
organisasi pengurus (beheerders organisatie) belum menjadi organisasi
pemilik (eigenaren-vereniging) karena anggota pengurus ini adalah
buruh, organisasi digunakan sebagai jalan untuk mengajukan
keinginan-keinginan mereka kepada majikan mereka mengenai
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
25
peraturan pensiun, pemberhentian, pengangguran, kecelakaan dan
sebagainya (Iman Soepomo, 2003: 49).
Sejak 31 Januari 1985 dalam Musyawarah Nasional di Surabaya,
Organisasi pengusaha disahkan dengan nama Asosiasi Pengusaha
Indonesia (APINDO) atau dalam bahasa inggris: The Employers’
Association of Indonesia (Iman Soepomo, 2003: 49).
e. Pemerintah
Peran serta pemerintah dalam hubungan ketenagakerjaan sangatlah
diperlukan. Pemerintah sebagai pihak yang netral diharapkan dapat ikut
serta mewujudkan tujuan hukum perburuhan/ketenagakerjaan itu
sendiri, di antaranya adalah menciptakan hubungan ketenagakerjaan
yang adil.
Bukti nyata dari peran serta pemerintah di antaranya adalah dengan
dikeluarkannya berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan masalah ketenagakerjaan. Dikeluarkannya berbagai peraturan
tersebut dimaksudkan untuk memberikan jaminan dan kepastian hak
dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam hubungan
ketenagakerjaan itu sendiri. Dengan kata lain peraturan tersebut
bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum, baik bagi
buruh/pekerja maupun pengusaha.
Sehubungan dengan itu Sjachran Basah menyimpulkan, dapat
dikatakan bahwa perlindungan hukum yang diberikan merupakan
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
26
conditio sine quanon dalam menegakkan hukum (Sjachran Basah,
1992: 12).
3. Pekerja dan Pengusaha
3.1 Pengertian Pekerja
Sebelum adanya istilah pekerja dahulu orang yang bekerja pada
orang lain sering disebut dengan buruh, seiring perkeembangan zaman
digunakanlah istilah “Pekerja” hal itu dilakukan dengan alasan :
1. Istilah buruh yang sebenarnya merupakan istilah teknis biasa
saja, yaitu tenaga kerja yang bekerja kepada orang lain dengan
mendapatkan upah, telah berkembang menjadi istilah yang
melekat padanya hal-hal yang kurang menguntungkan seperti:
a. Dengan adanya kata buruh berarti adanya kata “majikan”
yakni tergambar antara buruh dan majikan terdapat hubungan
yang tidak setingkat dan terdapat polarisasi yang merupakan
2 kelas yang berbeda kepentingan.
b. Dengan mendengar kata buruh seolah terbayang dalam
pikiran bahwa mereka adalah suatu kelompok tenaga kerja
dari golongan bawah yang bekerja hanya mengandalkan otot.
Sehingga orang-orang yang bekerja tidak hanya
menggunakan otot saja enggan dinamakan buruh seperti yang
bekerja administrasi.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
27
c. Dengan dipengaruhi oleh Marxisme, buruh dianggap adalah
suatu kelas yang selalu dieksploitasi oleh majikan. Buruh
juga dianggap suatu kelas yang selalu berusaha
menghancurkan majikan dalam perjuangannya.
2. Memasyarakatkan Hubungan Industrial Pancasila adalah
bagaimana menumbuhkan dan mengembangkan suasana
kekeluargaan, kegotong royongan dan musyawarah dalam
perusahaan.
Penggunaan kata buruh yang telah mempunyai konotasi
yang kurang baik tentu saja tidak dapat mendorong tumbuh dan
berkembangnya suasana kekeluargaan, kegotong royongan dan
musyawarah dalam perusahaan.
3. Untuk mendapat istilah baru yang sesuai dengan keinginan
memang tidak mudah. Karena itu kita harus kembali pada UUD
1945 yang merupakan pedoman pokok. Di dalam UUD 1945
pada penjelasan Pasal 2 disebutkan sebagai berikut:
“yang disebut golongan-golongan ialah Badan-badan seperti
koperasi, serikat pekerja dan lain-lain badan kolektif”.
Jelas dalam UUD 1945 menggunakan istilah “pekerja” untuk
pengertian buruh. Oleh sebab itu kata “pekerja” disepakati
sebagai pengganti istilah “buruh” karena mempunyai dasar
hukum yang kuat (Iman Sjahputra Tunggal, 2013: 280).
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
28
Pengertian mengenai istilah pekerja terdapat pula dalam Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 1
angka 3. Berdasarkan Undang-undang tersebut, pengertian dari pekerja
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
Pengertian buruh/pekerja menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan memberi spekulasi definisi lain dengan
tenaga kerja, menurut Maimun dalam definisi pekerja dan tenaga kerja
dalam Undang-undang diatas ada dua unsur yaitu unsur orang yang
bekerja dan unsur menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Hal ini
berbeda dengan definisi tenaga kerja yaitu setiap orang yang melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun masyarakat (Maimun, 2004: 13).
3.2 Pengertian Pengusaha
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan secara implisit tidak memberikan pengertian mengenai
istilah majikan. Namun demikian dengan melihat pengertian pemberi kerja
dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat diketahui bahwa istilah
majikan yang telah populer sebelum lahirnya Undang-undang ini, dapat
disamakan dalam pengertian pemberi kerja sebagaimana dimaksudkan
oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
29
Pengertian pemberi kerja menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu:
“Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau
badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Hidayat Muharam berpendapat bahwa pengusaha adalah :
1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam poin 1
dan 2 yang berkedudukan diluar wilayah indonesia (Hidayat Muharam,
2006: 1).
4. Perjanjian Kerja dan Hubungan Kerja
4.1 Perjanjian Kerja
Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenai
kerja, yakni dengan adanya perjanjian kerja timbul kewajiban suatu pihak
untuk bekerja.(Iman Soepomo, 2001: 52). Dengan kata lain perjanjian
kerja pada dasarnya memuat ketentuan yang berkenaan dengan hubungan
kerja, yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban majikan.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
30
Perjanjian kerja adalah perjanjian di mana pihak yang satu yaitu buruh
mengikatkan dirinya untuk bekerja pada pihak lainnya yaitu majikan untuk
selama waktu tertentu dengan menerima upah, dan majikan mengikatkan
diri untuk memperkerjakan buruh/pekerja dengan memberi upah (Pasal
1601 a Buku III Bab 7A BW/KUH Perdata). Dari pengertian atau rumusan
di atas dapat diuraikan bahwa perjanjian kerja adalah:
1. Perjanjian antara seorang pekerja (buruh) dengan pengusaha
untuk melakukan pekerjaan. Jadi si pekerja itu sendiri harus
melakukan pekerjaan itu dan tidak dapat dialihkan kepada orang
lain.
2. Dalam melakukan pekerjaan itu, pekerja harus tunduk dan berada
di bawah perintah pengusaha/pemberi kerja. Jadi antara
pengusaha dan pekerja ada suatu hubungan antara yang
memerintah dan yang diperintah.
3. Sebagai imbalan dari pekerjaan yang dilakukan, pekerja berhak
atas upah yang wajib dibayar oleh pengusaha/pemberi kerja
(Sendjung H Manulang, 2001: 63).
Berdasarkan pengertian perjanjian tersebut diatas, dapat disimpulkan
bahwa perjanjian kerja meliputi esensi sebagai berikut :
1. Adanya Upah;
2. Adanya Pekerjaan;
3. Adanya Perintah;
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
31
4. Adanya Waktu Tertentu/Batas Waktu (Iman Sjahputra Tunggal,
2013: 27).
Dalam perkembangan muncul berbagai kritikan terhadap keempat
esensi tersebut. Hal ini dikemukakan oleh beberapa sarjana yaitu :
1. Van de Grintern dan Vander Ven
Menurut Van de Grintern dan Vander ven, esensi perjanjian kerja
adalah :
a. Pekerjaan;
b. Upah;
c. Waktu Tertentu/Batas Waktu.
Mereka menghilangkan esensi adanya perintah, dengan alasan
bahwa :
a. Buku ke-III Bab 7A BW lahir dalam rangka mengatur
hubungan kerja buruh-buruh kasar, sehingga pekerjaan-
pekerjaan intelek tidak tercakup didalamnya.
b. Perkembangan hubungan kerja pada saat ini telah
menunjukkan bahwa hubungan kerja tidak hanya terjadi
antara buruh-buruh kasar melainkan juga banyak pekerjaan
yang harus menggunakan otak tidak menggunakan fisik
semata.
c. Munculnya sistem Management Co-determination, yaitu
buruh dan pengusaha duduk bersama menentukan kebijakan
perusahaan.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
32
2. Sutikno
Sutikno menghilangkan unsur waktu tertentu/batas waktu
perjanjian kerja, karena menurut dia unsur waktu tertentu juga
merupakan unsur dari perjanjian pada umumnya, sehingga dengan
demikian ia bukan ciri khusus dari suautu perjanjian kerja.
3. Theodore Thomandel
Menurut Theodore Thomandel menambah unsur-unsur lain selain
keempat unsur yang tercantum dalam pasal 1601 huruf a BW,
yaitu :
a. Sukarela;
b. Ketergantungan Ekonomis;
c. Sesuatu yang memasyarakat;
d. Kehendak dari para pihak;
e. Ketergantungan pribadi;
f. Upah;
g. Pekerjaan;
h. Waktu tertentu;
i. Perintah (Iman Sjahputra Tunggal, 2013: 28).
Perjanjian kerja, seperti halnya perjanjian pada umumnya sah jika
memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata Pasal 1320. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, maka perjanjian kerja sah jika memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
33
a. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian itu (antara buruh/tenaga kerja dan majikan). Jadi tidak
boleh ada suatu paksaan dari salah satu pihak, jika ada paksaan
maka perjanjian tersebut adalah batal.
b. Adanya kemampuan/kecakapan pihak-pihak untuk membuat
perjanjian.
c. Suatu hal tertentu, artinya bahwa isi dari perjanjian itu tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban
umum maupun kesusilaan (Sendjung H Manulang, 2001: 67).
Perjanjian kerja memuat antara lain:
1. Nama dan alamat pengusaha/perusahaan;
2. Nama, alamat, umur dan jenis kelamin tenaga kerja;
3. Jabatan atau macam pekerjaan;
4. Syarat-syarat kerja, yang memuat tentang:
a. adanya pengakuan terhadap organisasi pekerja/serikat pekerja,
b. fasilitas yang diberikan,
c. jaminan sosial (tunjangan kematian, tunjangan sakit,
pensiun/hari tua),
d. bagaimana sistem upahnya,
e. perselisihan hubungan industrial, dan sebagainya.
5. Hak dan kewajiban pekerja/tenaga kerja
Hak-hak tenaga kerja antara lain:
- berhak atas upah,
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
34
- berhak atas pekerjaan,
- berhak atas perlindungan.
Kewajiban-kewajiban tenaga kerja antara lain:
- melakukan pekerjaan dengan baik,
- mengikuti perintah atasan (pengusaha).
6. Hak-hak dan kewajiban pengusaha
Hak-hak pengusaha antara lain:
- berhak atas hasil pekerjaan,
- berhak untuk mengatur/memerintah tenaga kerja.
Kewajiban pengusaha antara lain:
- membayar upah tenaga kerja,
- menyediakan/memberi pekerjaan, memberi perlindungan.
7. Tempat/lokasi pekerjaan;
8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat serta tanggal mulai
berlakunya perjanjian kerja tersebut. (Sendjung H Manulang,
2001: 68).
Mengenai bentuk perjanjian kerja, tidak ada suatu keharusan untuk
dilakukan secara tertulis dalam arti ada surat perjanjian yang ditanda
tangani oleh kedua belah pihak (buruh/pekerja dan majikan/pemberi
kerja). Perjanjian kerja dapat dilakukan secara lisan, dengan pengangkatan
oleh pihak majikan. Berkaitan dengan bentuk perjanjian kerja, Lalu Husni
menyatakan bahwa secara normatif bentuk tertulis lebih menjamin
kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
35
di kemudian hari, akan sangat membantu dalam proses pembuktian.
Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan-perusahaan yang
tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis disebabkan
karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelaziman,
sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan.
Meskipun pada dasarnya tidak ada aturan khusus mengenai bentuk
perjanjian kerja, namun ada pengecualian untuk beberapa perjanjian kerja
tertentu seperti perjanjian kerja laut, perjanjian kerja AKAD (Antar Kerja
Antar Daerah), dan perjanjian kerja AKAN (Antar Kerja Antar Negara),
harus dibuat secara tertulis (Sendjung H Manulang, 2001: 69).
Perjanjian kerja menurut macamnya dapat dibedakan atas:
1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu, yaitu perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Selanjutnya disebut
PKWT. Perjanjian kerja waktu tertentu ini dapat dibuat:
a. Berdasarkan jangka waktu;
b. Berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu.
2. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, yaitu perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
tetap. Selanjutnya disebut PKWTT. Perjanjian kerja untuk waktu tidak
tertentu ini terjadi karena hal-hal berikut:
a. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dibuat dalam bahasa
Indonesia dan huruf latin;
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
36
b. Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dibuat untuk pekerjaan yang
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai
dalam waktu tertentu, yaitu:
1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
2. Pekerjaan yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu
yang tidak terlalu lama, paling lama 3 (tiga) tahun;
3. Pekerjaan yang bersifat musiman;
4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru,
atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajakan.
c. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.
d. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka
waktu tertentu diadakan untuk lebih dari 2 (dua) tahun dan
diperpanjang lebih dari satu kali untuk jangka waktu lebih dari 1
(satu) tahun.
e. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu
tertentu, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja untuk
waktu tertentu tersebut berakhir tidak memberikan maksudnya
secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
f. Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu diadakan tidak melebihi
masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian
kerja waktu tertentu yang lama. Pembaruan perjanjian kerja untuk
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
37
waktu tertentu ini diadakan lebih dari 1 (satu) kali dan lebih dari 2
(dua) tahun (F.X.Djumialdji, 2005: 11).
4.2 Hubungan kerja
Pengertian hubungan kerja menurut Pasal 1 angka (15) UU RI
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Hubungan Kerja adalah
“hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian
kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Pengertian hubungan kerja menurut Sendjung H Manulang adalah
suatu hubungan antara pengusaha dengan pekerja yang timbul dari
perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu maupun waktu yang
tidak tertentu. Sehubungan dengan pengertian hubungan kerja, Soepomo
menjelaskan pula bahwa:
Pada dasarnya hubungan kerja yaitu hubungan antara buruh dan
majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dan majikan, di
mana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan
dengan menerima upah dan di mana majikan menyatakan kesanggupannya
untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah (Iman Soepomo,
2001: 52).
Dari perumusan hubungan kerja tersebut, dapat dirumuskan
beberapa unsur yang menentukan hubungan kerja, antara lain :
1. Adanya pekerjaan yang harus dilakukan.
2. Adanya perintah (bekerja atas perintah atasan/pengusaha/majikan).
3. Adanya upah.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
38
Ketiga unsur di atas bersifat komulatif, sehingga jika salah satu
unsur tidak terpenuhi maka tidak ada hubungan kerja.
Kalau dalam perjanjian kerja unsur yang sangat penting adalah
adanya atas dan bawah atau yang memimpin dan yang dipimpin yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, maka dalam perjanjian
melakukan pekerjaan tertentu pelaksanaannya sama sekali tidak ada unsur
atas dan bawah atau yang memimpin dan yang dipimpin. Dalam perjanjian
ini, meskipun pelaksanaan pekerjaan dilakukan atas permintaan pihak
lainnya, tetapi pelaksana pekerjaan benar-benar merdeka. Ia benar-benar
bekerja berdasarkan kualitas dirinya (Abdul Rachmad Budiono, 1999: 25).
5. Hubungan Industrial Pancasila
5.1 Pengertian hubungan industrial Pancasila
Hubungan Industrial Pancasila (HIP) adalah hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa
(pekerja, pengusaha, dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai yang
merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas
kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia (http://
melindasito.blogspot.com/2010/04/hubungan-industrial- pancasila.html, di
unduh 19 November 2012).
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
39
5.2 Tujuan hubungan industrial Pancasila
Melindasito dalam kutipannya berkata, mengembangkan cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia 17 agustus 1945 di
dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang berdasarkan pancasila. Dengan demikian jelaslah tujuan
hubungan industrial pancasila adalah:
1. Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengembangkan cita-cita
bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur;
2. Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan social;
3. Menciptakan ketenangan,ketentraman dan ketertiban kerja serta
ketenangan usaha;
4. Meningkatkan produksi dan produktifitas kerja;
5. Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai dengan
martabatnya manusia (http://melindasito. blogspot. com/ 2010/ 04/
hubungan-industrial-pancasila.html).
5.3 Asas-asas hubungan industrial Pancasila
Menurut Dwiangga dalam kutipannya, hubungan industrial pancasila
dalam mencapai tujuannya mendasarkan diri pada asas-asas pembangunan
yang meliputi :
a. Asas manfaat;
b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan;
c. Asas demokrasi;
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
40
d. Asas adil dan merata;
e. Asas keseimbangan (http: //dwiangghina 31207314. wordpress. com/
2010/ 04/ 14/ bab- ii- hubungan-i ndustrial- pancasila, di unduh 19
November 2012 ).
Dalam pelaksanaannya hubungan industrial Pancasila berlandaskan
kepada dua asas kerja yang sangat penting yaitu :
a. Asas kekeluargaan dan gotong royong;
b. Asas musyawarah untuk mufakat (Sendjung H Manulang, 2001: 146).
5.4 Landasan hubungan industrial Pancasila
Yulandini dalam kutipannya menulis bahwa, landasan hubungan
industrial Pancasila di antaranya adalah Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945. Pancasila dalam hal ini merupakan landasan idiil dari
hubungan industrial pancasila, sedangkan Undang-undang Dasar 1945
merupakan landasan konstitusional dari hubungan industrial Pancasila.
(http://yulandini. wordpress. Com / 2010 /04 /07 / hubungan – industrial -
pancasila. diunduh 19 November 2012).
5.5 Ciri-ciri hubungan industrial Pancasila
Dengan memperhatikan pengertian, tujuan, asas dan landasan dari
hubungan industrial Pancasila, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan
industrial Pancasila mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakan dengan
hubungan industrial lainnya. Ciri-ciri khusus tersebut meliputi :
a. Hubungan industrial mengaku dan meyakini bahwa bekerja bukan
hanya bertujuan untuk sekedar mencari nafkah saja, melainkan juga
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
41
sebagai bentuk pengabdian manusia terhadap Tuhannya, terhadap
sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
b. Hubungan industrial Pancasila menganggap pekerja bukan hanya
sekedar sebagai faktor produksi belaka akan tetapi juga sebagai
manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
c. Hubungan industrial Pancasila melihat antara pekerja dan pengusaha
bukanlah mempunyai kepentingan yang bertentangan, akan tetapi
mempunyai kepentingan yang sama yaitu kemajuan perusahaan, karena
dengan majunya perusahaan maka semua pihak akan dapat
meningkatkan kesejahteraan.
d. Di dalam hubungan industrial Pancasila, setiap ada perbedaan pendapat
antara pekerja dan pengusaha harus diselesaikan dengan jalan
musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara
kekeluargaan (bukan dengan adu kekuatan).
e. Di dalam menikmati hasil perusahaan dibagi secara kekeluargaan,
secara adil dan merata sesuai dengan pengorbanan masing-masing.
Dengan demikian hubungan industrial Pancasila pada hakekatnya
merupakan pengamalan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam
usaha mencapai hubungan yang serasi, aman, mantap dan dinamis dalam
sektor industri sehingga diharapkan dapat menjamin keberhasilan program
pembangunan nasional (Sendjung H Manulang, 2001: 149).
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
42
6. Hotel dan Tipe-tipe Hotel
6.1 Pengertian Hotel
Dalam suatu kutipan disebutkan pengertian hotel sebagai berikut:
a. Menurut kamus Oxford, The advance learner’s Dictionary adalah:
“Building where meals and rooms are provided for travelers.” Yang
dapat diartikan sebagai bangunan (fisik) yang menyediakan layanan
kamar, makanan dan minuman bagi tamu.
b. Menurut SK Menparpostel No. KM 37/PW.340/MPPT-86 tentang
peraturan usaha dan pengelolaan hotel menyebutkan bahwa hotel adalah
suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh
bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman
serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara
komersial.
c. Menurut the American Hotel and Motel Association (AHMA)
sebagaimana dikutif oleh Steadmon dan Kasavana: A hotel maybe
defined as an establishment whose primary business is providing
lodging facilities for the general public and which furnishes one or
more of the following services: food and beverage service, room
attendant service, uniformed service, Laundering of linens and use of
furniture and fixtures.
Yang dapat diartikan sebagai berikut:
Hotel dapat didefinisikan sebagai sebuah bangunan yang dikelola
secara komersial dengan memberikan fasilitas penginapan untuk umum
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
43
dengan fasilitas pelayanan sebagai berikut: pelayanan makan dan
minum, pelayanan kamar, pelayanaan barang bawaan, pencucian
pakaian dan dapat menggunakan fasilitas/perabotan dan menikmati
hiasan-hiasan yang ada didalamnya (http:// smipusi. blogspot. com/
2011/ 01/ pengertian-perhotelan. html).
Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor.
PM.86/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Penyediaan Akomodasi pada Pasal 1 angka 3(tiga) menerangkan bahwa
hotel adalah penyedia akomodasi secara harian berupa kamar-kamar
didalam 1 (satu) bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan
makan dan minum, kegiatan hiburan serta fasilitas lainnya.
6.2 Tipe-tipe Hotel
Menurut Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No
KM.3/HK.001/MKP.02 tentang Penggolongan Kelas Hotel. Tipe-tipe
hotel dapat dibedakan berdasarkan:
1. Berdasarkan kelas
a. Hotel melati
b. Hotel bintang satu (*)
c. Hotel bintang dua (**)
d. Hotel bintang tiga (***)
e. Hotel bintang empat (****)
f. Hotel bintang lima (*****)
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
44
2. Berdasarkan plan atau harga
a. Full American Plan
b. Modifield American plan
c. Continental plan
d. European Plan
3. berdasarkan ukuran
a. Hotel kecil (small hotel)
b. Hotel sedang (medium Hotel)
c. Hotel besar (large hotel)
4. berdasarkan lokasi
a. City Hotel
b. Resort Hotel
5. berdasarkan area
a. Downton hotel
b. Suburb hotel
c. Airport hotel
d. Country hotel
e. Inn.
7. Upah/ Pengupahan
7.1 Pengertian upah
Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha
kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
45
dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan
menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan
dibayar atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh
termasuk tunjangan untuk buruh itu sendiri maupun keluarganya (Endang
Rokhani, 2002: 1).
Mengenai pengertian upah, beberapa sarjana juga mengemukakan
pendapatnya dengan berbagai perumusan yang berbeda, diantaranya
sebagai berikut :
a. Menurut Iman Soepomo
Upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama ia
melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.
(Iman Soepomo, 2003: 179).
b. Menurut G. Kartasapoetra
Upah dapat diartikan dengan pembayaran atau imbalan, yang
wujudnya dapat bermacam-macam, yang dilakukan atau
diberikan oleh seorang atau suatu kelembagaan atau instansi
terhadap orang lain atas usaha, kerja dan prestasi kerja atau
pelayanan (servicing) yang telah dilakukannya (G.Kartasapoetra,
1985: 94).
c. Menurut Pasal 1 angka (30), Undang-undang RI Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan
dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi
kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan
menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
46
perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau
akan dilakukan.
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja
dan berakhir pada saat hubungan kerja putus. Pengusaha dalam
menetapkan upah tidak boleh diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh
wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya (Lalu Husni, 2003: 145).
7.2 Komponen upah
Pemberian upah yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal tidak
melebihi 25% dari nilai upah yang seharusnya diterima.
Imbalan/penghasilan yang diterima oleh buruh tidak selamanya disebut
sebagai upah, karena bisa jadi imbalan tersebut bukan termasuk dalam
komponen upah. Dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI Nomor
SE-07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Upah dan Pendapatan Non
Upah yang menerangkan sebagai berikut:
1. Termasuk Komponen Upah:
a. Upah Pokok: imbalan dasar yang dibayarkan kepada buruh menurut
tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan
perjanjian.
b. Tunjangan Tetap: suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan
pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk buruh dan keluarganya
yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok.
Jenis-jenis tunjangan tetap: tunjangan anak, tunjangan kesehatan,
tunjangan perumahan, tunjangan kemahalan, dsb. Sedangkan
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
47
tunjangan makan dan tunjangan transport dapat menjadi
tunjangan tetap bila tidak dikaitkan dengan kehadiran buruh.
b. Tunjangan tidak tetap: suatu pembayaran yang secara langsung atau
tidak langsung berkaitan dengan buruh dan diberikan secara tidak
tetap bagi buruh dan keluarganya serta dibayarkan tidak bersamaan
dengan pembayaran upah pokok.
2. Bukan Termasuk Komponen Upah adalah:
a. Fasilitas: kenikmatan dalam bentuk nyata/natur karena hal-hal yang
bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan buruh,
seperti fasilitas kendaraan antar jemput, pemberian makan secara
cuma-cuma, sarana ibadah, tempat penitipan bayi, kantin, dsb.
b. Bonus: pembayaran yang diterima buruh dari hasil keuntungan
perusahaan atau karena berprestasi melebihi target produksi yang
normal atau karena peningkatan produktifitas.
c. Tunjangan Hari Raya (THR): pendapatan akhir tahun pekerja yang
wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja dan keluarganya
menjelang hari raya keagamaan. THR wajib diberikan kepada
pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan lebih dengan
jumlah proporsional yaitu:
Masa kerja x upah sebulan
12
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
48
Sedangkan yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih,
sebesar 1 (satu) bulan gaji (PERMENAKER NO. PER-04/MEN/1991).
(Endang Rokhani, 2002: 2).
7.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan upah
Kartasapoetra dalam bukunya menyatakan bahwa, tinggi rendahnya
upah dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun sebelum membahas
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan upah, maka akan
dibahas terlebih dahulu mengenai jenis-jenis upah. Jenis-jenis upah
tersebut dibedakan atas :
a. Upah nominal
Upah nominal adalah sejumlah uang yang dibayarkan kepada buruh
yang berhak secara tunai sebagai imbalan atas pengerahan jasa atau
pembayarannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat di
dalam perjanjian kerja di bidang industri/perusahaan ataupun dalam
suatu organisasi kerja, di mana kedalam upah tersebut tidak ada
tambahan atau keuntungan yang lain yang diberikan kepadanya. Upah
nominal sering disebut sebagai upah uang (money wages) sehubungan
dengan wujudnya yang memang berupa uang secara keseluruhan.
b. Upah nyata (real wages).
Upah nyata yaitu upah yang nyata benar-benar harus diterima oleh
seseorang yang berhak. Upah ini ditentukan oleh daya beli yang akan
banyak tergantung dari :
- besar atau kecilnya uang yang diterima,
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
49
- besar atau kecilnya biaya hidup yang diterima.
Adakalanya upah diterima dalam wujud uang dan fasilitas/in
natura, maka upah nyata yang diterima yaitu upah uang dan nilai rupiah
dari fasilitas dan barang in natura tersebut.
c. Upah hidup
Upah hidup yaitu upah yang diterima seorang buruh dan relatif cukup
untuk membiayai keperluan hidup yang lebih luas yang tidak hanya
kebutuhan pokok saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian
dari kebutuhan sosial keluarganya.
d. Upah minimum (minimum wages)
Buruh adalah seorang manusia dan dilihat dari segi kemanusiaan,
sewajarnyalah kalau buruh itu mendapatkan penghargaan yang wajar
dan atau perlindungan yang layak. Upah minimum sebaiknya dapat
mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup buruh tersebut beserta
keluarganya, walaupun dalam arti yang serba sederhana.
e. Upah wajar
Upah wajar yaitu upah yang secara relatif dinilai cukup wajar oleh
pengusaha dan para buruhnya sebagai imbalan uang, imbalan atas jasa
yang telah diberikan buruh kepada pengusaha atau perusahaan, sesuai
dengan perjanjian kerja antara mereka. Upah wajar sangat bervariasi
dan bergerak antara upah minimum dan upah hidup yang diperkirakan
oleh pengusaha cukup untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan buruh dan
keluarganya.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
50
Faktor-faktor yang mempengaruhi upah wajar adalah sebagai
berikut:
1. Kondisi ekonomi negara secara umumnya;
2. Nilai upah rata-rata di daerah mana perusahaan tersebut
beroperasi;
3. Posisi perusahaan dilihat dari struktur ekonomi Negara;
4. Undang-undang terutama yang mengatur masalah upah dan
jam kerja;
5. Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku di dalam lingkungan
perusahaan;
6. Peraturan perpajakan;
7. Pengusaha dan organisasi buruh yang mengutamakan gerak
saling harga menghargai dan musyawarah serta mufakat dalam
mengatasi segala kesulitan;
8. Sadar hidup dari para buruh itu sendiri (G Kartasapoetra, 1985:
102).
Lebih lanjut G. Kartasapoetra menyatakan bahwa, Pada umumnya
penentuan tingkat upah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat upah tersebut di antaranya adalah sebagai
berikut :
1. Keadaan yang menggambarkan hubungan antara kebutuhan
dan tersedianya tenaga kerja;
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
51
2. Kemampuan masing-masing pihak (yaitu manajemen dan para
pekerja/buruh) dalam perundingan kesepakatan (bargaining
power) yaitu berupa tawar menawar dan sebagainya;
3. Biaya kehidupan yang mungkin berubah dari waktu ke waktu
sesuai situasi dan kondisi di masing-masing daerah dan
kawasan-kawasan industry;
4. Kemampuan ekonomis perusahaan atau industri dalam
membayar upah bagi para buruhnya;
5. Ketentuan tentang tingkat tarif upah (rate of wages)
di perusahaan-perusahan umumnya, di kawasan industri bagi
perusahaan-perusahaan/industri sejenis atau tingkat pekerjaan
yang sama;
6. Keterampilan dan pengalaman kerja para buruh;
7. Sikap dan pandangan pengusaha dalam bidang ekonomi,
apakah telah benar-benar dilandasi nilai-nilai Pancasila atau
masih kurang kesadarannya;
8. Sifat dan keadaan tugas kerja yang dihadapi para buruh,
apakah memerlukan konsentrasi, atau tugas-tugas berat
ataupun tugas-tugas ringan;
9. Peraturan perusahaan atau perjanjian perburuhan yang berlaku;
10. Pendapatan-pendapatan ekstra dalam pekerjaan;
11. Prospek perkembangan atau kemajuan pada waktu
yang akan datang;
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
52
12. Hasil evaluasi pekerjaan/jabatan secara menyeluruh yang
diselenggarakan oleh tim ahli untuk menentukan berbagai
tingkat upah di perusahaan (G Kartasapoetra, 1985: 103).
7.4 Upah Minimum
Endang Rokhani (2003: 2) menerangkan bahwa, untuk menuju
kearah pengupahan yang layak bagi buruh dan dalam rangka menghindari
kemungkinan terjadinya tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh
pengusaha terhadap buruh, khususnya dalam bidang pengupahan, maka
pemerintah berusaha ikut serta melindungi kepentingan buruh dengan cara
mengeluarkan ketentuan mengenai upah minimum. Ketentuan tersebut
terdapat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999
tentang Upah Minimum.
Pengertian upah minimum berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum yaitu :
“Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari
upah pokok termasuk tunjangan tetap”.
Tunjangan tetap adalah suatu imbalan yang diterima oleh pekerja
secara tetap jumlahnya dan teratur pembayarannya yang tidak dikaitkan
dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi kerja tertentu (Endang
Rokhani, 2002: 3).
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-226/Men/2000 tentang
Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
53
21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 tentang
Upah Minimum, Upah Minimum terdiri dari Upah Minimum Provinsi,
Upah Minimum Sektoral Provinsi, Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan
Upah Minimum sektoral Kabupaten/Kota. Mengenai penetapan upah
minimum sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia tersebut, dilakukan oleh
Gubernur.
Upah minimum ditetapkan dengan tujuan :
a. Untuk menonjolkan arti dan peranan tenaga kerja (buruh) sebagai
sub sistem yang kreatif dalam suatu sistem kerja;
b. Untuk melindungi kelompok kerja dari adanya sistem
pengupahan yang sangat rendah dan secara materiil kurang
memuaskan;
c. Untuk mendorong kemungkinan diberikannya upah yang sesuai
dengan nilai pekerjaan yang dilakukan setiap pekerja;
d. Untuk mengusahakan terjaminnya ketenangan dan kedamaian
kerja dalam perusahaan;
e. Mengusahakan adanya dorongan peningkatan standar hidup
secara normal (G Kartasapoetra, 1985: 101).
Menurut Ramdlon naning, fungsi dari upah minimum itu sendiri
adalah :
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
54
a. Menonjolkan arti dan peranannya yang penting dari para
karyawan, yaitu sebagai suatu sub sistem yang kreatif dalam
sistem kerja;
b. Melindungi para pegawai, agar tidak terjadi pengupahan baginya
yang sangat rendah dan yang keadaannya secara material kurang
memuaskan;
c. Mendorong kemungkinan diberikan upah yang sesuai dengan
nilai pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai;
d. Mengusulkan agar organisasi kerja dalam organisasi terjamin
adanya ketenangan dan kedamaian;
e. Mengusahakan adanya dorongan bagi peningkatan dalam standar
hidupnya secara normal (Ramdlon Naning, 1983: 203).
Pada dasarnya bagi pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap dan
dalam masa percobaan, upah yang harus diberikan oleh pengusaha
serendah-rendahnya sebesar upah minimum bulanan. Upah minimum
berlaku bagi pekerja dengan masa kerja paling lama satu tahun (Endang
Rokhani, 2002: 3).
Untuk peninjauan besarnya upah dengan masa kerja lebih dari satu
tahun dilakukan atas kesepakatan tertulis antara pekerja/serikat pekerja
dengan pengusaha. Bagi Pekerja harian lepas, upah dibayarkan
berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari sebagai
berikut :
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
55
a. Bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam
seminggu, upah bulanan dibagi 25 (dua puluh lima);
b. Bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam
seminggu, upah bulanan dibagi 21 (dua puluh satu) (Endang
Rokhani, 2002: 4).
Bagi pekerja dengan sistem kerja borongan atau berdasarkan satuan
hasil, upah rata-rata sebulan serendah-rendahnya sebesar upah minimum
bulanan. Untuk perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari
Ketetapan Upah Minimum dilarang mengurangi atau menurunkan upah,
sedangkan bagi pengusaha yang tidak mampu melaksanakan ketetapan
upah minimum, dapat mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan
ketetapan upah minimum kepada Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang
ditunjuk.
Penangguhan pelaksanaan ketetapan upah minimum, harus disertai:
1. Kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja,
kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja yang
mewakili lebih dari 50% pekerja penerima upah minimum bagi
perusahaan yang belum ada serikat pekerjanya;
2. Salinan akte pendirian perusahaan;
3. Laporan keuangan lengkap untuk 2 tahun terakhir;
4. Perkembangan produksi dan pemasaran dua tahun terakhir dan
rencana produksi serta pemasaran dua tahun mendatang;
5. Data upah menurut jabatan pekerja;
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
56
6. Jumlah seluruh pekerja dan jumlah pekerja yang dimohonkan
penangguhan upah minimum;
7. Surat pernyataan kesediaan perusahaan untuk melaksanakan
ketentuan upah minimum yang baru setelah berakhir waktu
penangguhan (Endang Rokhani, 2002: 4).
Sehubungan dengan permohonan penangguhan pelaksanaan
ketetapan upah minimum yang diajukan oleh pengusaha, Gubernur berhak
menolak ataupun menerima permohonan penangguhan pelaksanaan
ketetapan upah minimum tersebut. Persetujuan penangguhan pelaksanaan
upah minimum yang diberikan kepada pengusaha, menurut Pasal 21 ayat
(1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor Kep-226/Men/2000 diberikan dalam bentuk :
1. Membayar upah terendah, tetap sesuai ketetapan upah minimum
yang sama, atau;
2. Membayar lebih rendah dari upah minimum yang baru, atau;
3. Menangguhkan pembayaran upah minimum yang baru secara
bertahap.
Permohonan penangguhan diajukan paling lambat 10 hari sebelum
berlakunya ketetapan upah minimum. Jawaban atas permohonan tersebut
harus sudah diberikan paling lambat 1 bulan terhitung sejak diterimanya
permohonan. Bila dalam waktu yang telah ditentukan tetap belum ada
jawaban, maka permohonan tersebut dianggap telah disetujui. Selama
permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian, perusahaan
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013
57
yang bersangkutan dapat membayar upah sesuai dengan upah yang biasa
diterima oleh pekerja.
Perlindungan Hukum Bagi..., Adhiguna Wirayudha, Fakultas Hukum UMP, 2013