bab ii tinjauan pustakarepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas...

19
4 Universitas Internasional Batam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Berdasarkan referensi jurnal internasional terkait dengan penulisan skripsi ini berikut adalah rekapan dari penelitian tedahulu: Tabel 2.1 Rekapan Penelitian Terdahulu No Tahun Nama Penulis Judul Penelitian Hasil 1 2018 Sudarno Analisis Tebal Perkerasan Jalan Raya Magelang- Purworejo Km 8 Sampai Km 9 Menggunakan Metode Bina Marga 1987 Berdasarkan perhitungan yang ada, Jalan Raya Magelang Purworejo tidak lagi mencukupi. Maka dari itu diperlukan overlay setebal 3 cm. 2 2018 Irwandy Muzaidi Perancangan Tebal Perkerasan Lentur Pada Ruas Jalan Banjarmasin Batas Kalteng Dari pembahasan yang disajikan, hasil yang didapatkan menggunakan metode flexible pavement adalah: lapisan permukaan (AC-WC) 7.5 cm, lapisan permukaan (AC-BC) 7.5 cm, lapisan pondasi atas (agregat kelas A) 15 cm dan lapisan pondasi bawah (agregat kelas B) 20 cm. 3 2019 Murad & Novera Desain Perkerasan Lentur Berdasarkan Metode Bina Marga Ruas Jalan Simpang Seling Muara Jernih Kabupaten Merangin 1. Dari kedua metode yang digunakan dalam perencanaan perkerasan lentur yaitu metode Bina Marga 1987 dan 2002 diperoleh hasil yang berbeda dikarenakan kriteria perencanaan dan tahapan perhitungan yang tidak sama. 2. Perbedaannya terletak pada perhitungan beban lalu lintas, standar minmum tebal perkerasan dan faktor lingkungan. Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Upload: others

Post on 14-Nov-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

4 Universitas Internasional Batam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan referensi jurnal internasional terkait dengan penulisan skripsi

ini berikut adalah rekapan dari penelitian tedahulu:

Tabel 2.1 Rekapan Penelitian Terdahulu

No Tahun Nama

Penulis

Judul Penelitian Hasil

1 2018 Sudarno

Analisis Tebal Perkerasan

Jalan Raya Magelang-

Purworejo Km 8 Sampai Km

9 Menggunakan Metode

Bina

Marga 1987

Berdasarkan perhitungan yang

ada, Jalan Raya Magelang –

Purworejo tidak lagi mencukupi.

Maka dari itu diperlukan overlay

setebal 3 cm.

2 2018 Irwandy

Muzaidi

Perancangan Tebal

Perkerasan Lentur Pada

Ruas Jalan Banjarmasin –

Batas Kalteng

Dari pembahasan yang disajikan,

hasil yang didapatkan

menggunakan metode flexible

pavement adalah: lapisan

permukaan (AC-WC) 7.5 cm,

lapisan permukaan (AC-BC) 7.5

cm, lapisan pondasi atas (agregat

kelas A) 15 cm dan lapisan

pondasi bawah (agregat kelas B)

20 cm.

3 2019 Murad &

Novera

Desain Perkerasan Lentur

Berdasarkan Metode Bina

Marga Ruas Jalan Simpang

Seling – Muara Jernih

Kabupaten Merangin

1. Dari kedua metode yang

digunakan dalam perencanaan

perkerasan lentur yaitu metode

Bina Marga 1987 dan 2002

diperoleh hasil yang berbeda

dikarenakan kriteria perencanaan

dan tahapan perhitungan yang

tidak sama.

2. Perbedaannya terletak pada

perhitungan beban lalu lintas,

standar minmum tebal perkerasan

dan faktor lingkungan.

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

5

Universitas Internasional Batam

No Tahun Nama

Penulis

Judul Penelitian Hasil

3. Diperoleh hasil yang lebih

efisien pada metode Bina Marga

2002.

4 2014 Akbar &

Wesli

Studi Korelasi Daya Dukung

Tanah Dengan Indek Tebal

Perkerasan Jalan

Menggunakan Metode Bina

Marga

Dari hasil yang didapatkan

diambil beberapa kesimpulan,

yaitu:

1. Hubungan DDT dengan ITP

bervariasi namun ada ygn

mempunyai interval yang sama.

Hal ini menjelaskan bahwa nilai

CBR untuk mendapatkan nilai

DDT tidak selalu sebanding

dengan pertambahan nilai ITP.

2.2 Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan biasanya dikelompokkan menjadi beberapa macam, yaitu

perkerasan lentur, perkerasan kaku dan beberapa bentuk perkerasan lainnya seperti:

perkerasan beton prestress, komposit, cakar ayam dan coneblock (Suprapto Tm,

2004).

2.3 Jenis-Jenis Perkerasan Jalan

Kerusakan pada jalan dapat diatasi dengan lapisan perkerasan jalan yang

menerima dan menyebarkan beban kendaraan lalu lintas. Dengan demikian

kenyamanan dapat dirasakan oleh pengemudi kendaraan selama masa pelayanan

jalan tersebut (Sukirman, 1999).

Berdasarkan bahan pengikat yang digunakan, jenis-jenis perkerasan jalan

dapat dikelompokkan menjadi:

1. Perkerasan Jalan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan jalan lentur memiliki lapisan-lapisan di bawah permukaan

aspal dengan bahan pengikat yang berupa lapisan aspal dan lapisan yang di

bawahnya bertujuan untuk menahan beban kendaraan yang lewat. Perkerasan

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

6

Universitas Internasional Batam

lentur memiliki beberapa lapis yaitu: lapis permukaan, lapis pondasi, dan

tanah dasar (Suprapto Tm, 2004).

2. Perkerasan Jalan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan jalan kaku merupakan perkerasan yang menggunakan

lapisan beton yang bertulang ataupun tidak bertulang sebagai penahan beban

kendaraan yang lewat. Pada perkerasan kaku tidak terdapat lapisan yang

bervariasi seperti pada perkerasan lentur sehingga plat beton dapat langsung

diletakkan di atas tanah dasar (Muchtar, 2016).

3. Perkerasan Jalan Komposit (Composite Pavement)

Perkerasan jalan komposit yaitu perkerasan yang menggunakan

perkerasan jalan lentur dan kaku dengan perkerasan kaku di atas perkerasan

lentur atau sebaliknya (Sukirman, 1999).

2.4 Perkerasan Lentur

Menurut (Saodang, 2005) pada perkerasan lentur, struktur perkerasan berupa

lapisan-lapisan yang terdiri dari lapisan permukaan–lapisan pondasi atas– lapisan

pondasi bawah di atas tanah dasar yang berfungsi untuk menerima beban lalu lintas

bersama-sama.

Sumber: Tenriajeng (1999), hal. 2

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur

Pada lapisan permukaan terjadi kontak dengan roda kendaraan yang

memberikan beban merata sehingga harus dapat menahan gaya bekerja yang

arahnya bervariasi, kemudian lapis pondasi hanya akan menerima beban getaran

dan vertikal, dan tanah dasar hanya dianggap akan menerima beban vertikal.

Berikut adalah keuntungan dan kerugian dalam perencanaan perkerasan lentur:

Lapis Permukaan

Lapis Pondasi Atas

Lapis Pondasi Bawah

Lapis Tanah Dasar

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

7

Universitas Internasional Batam

a c b

1. Keuntungan:

a. Gampang diperbaiki.

b. Daerah dengan perbedaan penurunan terbatas tidak menjadi

masalah.

c. Lapisan tambahan yang dapat dikerjakan kapan saja.

d. Ketahanan terhadap gaya geser yang baik.

e. Dapat dikerjakan bertahap apabila biaya atau data perencanaan

terjadi kekurangan.

2. Kerugian:

a. Ketebalan yang melebihi perencanaan perkerasan kaku.

b. Sifat kohesi dan kelenturan berkurang selama masa pelayanan.

c. Apabila tergenang air secara terus menerus dapat menyebabkan

kelemahan pada perkerasan.

d. Agregat yang dibutuhkan lebih banyak.

e. Pemeliharaan yang lebih sering dibandingkan dengan perkerasan

kaku (Sukirman, 2010).

2.4.1 Lapis Tanah Dasar (Subgrade Course)

Lapis tanah dasar merupakan tanah setebal 50-100 cm yang akan

menjadi lapisan yang paling bawah. Lapisan ini dapat berupa tanah yang

bagus kemudian dipadatkan, tanah yang telah distabilisasi oleh kapur atau

bahan lainnya dan tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan.

Hasil yang baik akan dimiliki dengan pemadatan yang dilakukan dengan

kadar air yang optimum dan konstan selama masa pelayanan.

Lapisan tanah dasar dibedakan atas beberapa macam ditinjau dari muka

tanah asli yaitu:

Sumber: Sukirman (2010), hal. 29

Gambar 2.2 Jenis Lapisan Tanah Dasar

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

8

Universitas Internasional Batam

Keterangan:

a. Tanah dasar hasil galian.

b. Tanah dasar hasil timbunan.

c. Tanah dasar tanah asli.

Tanah dasar kemudian dipadatkan hingga mencapai kestabilan tinggi

untuk mengantisipasi terjadinya perubahan volume dikarenakan sifat daya

dukung tanah dasar mempengaruhi keawetan dan kekuatan perkerasan jalan.

Masalah yang biasanya ditemukan pada perihal tanah dasar adalah:

1. Perubahan bentuk yang besar akibat beban kendaraan lalu lintas yang

dapat merusak jalan. Hal ini biasanya terjadi pada tanah yang memiliki

tingkat plastisitas yang tinggi.

2. Sifat kembang susut pada tanah karena perubahan pada kadar air.

Pemadatan tanah pada kadar air optimum dapat mengurangi perubahan

volume yang mungkin akan terjadi dengan mencapai tingkat kepadatan

tertentu untuk tanah.

3. Macam-macam tanah berbeda yang mengakibatkan daya dukung tanah

tidak merata. Hal ini dapat diakali dengan perencanaan tebal perkerasan

yang dibedakan menjadi beberapa segmen sesuai dengan jenis dan sifat

tanah dasar sepanjang jalan.

4. Pelaksanaan kurang baik yang mengakibatkan daya dukung tanah tidak

merata sehingga diperlukan pengawasan yang lebih (Sukirman, 1999).

2.4.2 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapisan ini merupakan lapisan yang terletak di bawah lapis pondasi atas.

Lapisan ini memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Harus memiliki Plastisitas Indeks (PI) ≤10% dan CBR 20% karena

menyebarkan beban ke tanah dasar.

2. Dapat mengurangi ketebalan lapisan di atasnya yang lebih mahal.

3. Efisiensi dalam pemakaian material dikarenakan lapisan ini relatif lebih

murah daripada lapisan di atasnya.

4. Lapisan pertama supaya pekerjaan lebih lancar karena kondisi cuaca

yang mengharuskan tanah dasar ditutup dan karena lemahnya tanah

dasar dalam menahan beban roda kendaraan alat berat.

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

9

Universitas Internasional Batam

5. Lapisan peresapan supaya air tidak tertahan di lapis pondasi atas.

6. Lapisan yang mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke

lapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999).

2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Menurut (Sukirman, 2010), lapisan pondasi atas terletak di atas lapisan

pondasi bawah atau langsung dengan permukaan tanah dasar apabila lapisan

pondasi bawah tidak dipakai. Lapisan ini memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Menyebarkan gaya vertikal kendaraan ke lapisan bawahnya.

2. Sebagai bantalan lapisan permukaan.

3. Lapisan peresapan untuk pondasi bawah.

Pada lapis pondasi atas yang tidak menggunakan bahan pengikat

diperlukan material dengan Plastisitas Indeks (PI) < 4% dan CBR > 50%.

Bahan-bahan yang biasanya digunakan sebagai lapis pondasi atas adalah

sebagai berikut:

1. Stabilitas yang berupa:

a. Stabilitas agregat dengan aspal

b. Stabilitas agregat dengan kapur

c. Stabilitas agregat dengan semen

2. Agregat yang bergradasi baik

a. Batu pecah kelas C (CBR 60%)

b. Batu pecah kelas B (CBR 80%)

c. Batu pecah kelas A (CBR 100%)

Tingkat gradasi dari yang paling kasar berupa A>B>C.

3. Pondasi makadam

4. Penetrasi makadam (lapen)

5. Pondasi Telford

6. Aspal beton pondasi.

2.4.4 Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapisan permukaan terletak pada bagian paling atas yang memiliki fungsi

sebagai berikut:

1. Fungsi struktural:

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

10

Universitas Internasional Batam

a. Menahan beban dari roda, sehingga memiliki stabilitas yang

tinggi untuk memikul beban dari lalu lintas sepanjang masa

pelayanannya.

b. Menyebarkan beban dari lalu lintas ke lapisan bawah supaya

lapisan lain yang daya pikulnya lebih kecil mampu menahan

bebannya.

2. Fungsi non-struktural:

a. Lapisan kedap air, sehingga jalan tidak ditembusi air hujan dan

merusak lapisan-lapisan di bawahnya.

b. Lapisan aus, menerima gaya gesek dari roda kendaraan akibat

rem.

c. Membentuk permukaan yang tidak licin dan rata (Suprapto Tm,

2004).

Berdasarkan (Sukirman, 2010), untuk mendapatkan fungsi-fungsi tersebut,

biasanya lapisan permukaan bahan pengikat berupa aspal sehingga memiliki daya

tahan yang lebih lama dan bersifat kedap air. Lapis permukaan paling atas disebut

lapis aus karena berhadapan langsung dengan beban dari roda kendaraan, hujan

beserta cuaca panas dan dingin sehingga lebih cepat rusak. Lapisan di bawahnya

adalah lapis permukaan antara yang mendistribusi beban kendaraan ke lapisan-

lapisan di bawah. Jenis-jenis lapisan permukaan yang sering digunakan di

Indonesia berupa:

1. Laburan aspal, lapisan penutup yang memiliki fungsi nonstruktural

yaitu:

a. Laburan aspal 1 lapis (burtu), memiliki 1 lapisan yang

menggunakan agregat gradasi seragam dengan ketebalan

maksimum 2 cm.

b. Laburan aspal 2 lapis (burda), lapisan aspal yang dihamparkan

agregat dan dikerjakan 2 kali dengan ketebalan maksimum 3.5

cm.

2. Lapis tipis aspal pasir (Latasir / Sand Sheet), lapisan yang

menggunakan agregat halus yang dicampur dengan aspal dan dihampar

kemudian dipadatkan dengan ketebalan 1-2 cm.

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

11

Universitas Internasional Batam

3. Lapis tipis beton aspal (Lataston / Hot Rolled Sheet), digunakan pada

lalu lintas yang kurang dari 1 juta lss selama masa pelayanan. Terdapat

2 jenis lataston yaitu:

a. Lapis tipis beton aspal lapis aus / Hot Rolled Sheet-Wearing

Course (HRS-WC), dengan tebal minimum 3 cm.

b. Lapis tipis beton aspal lapis antara / Hot Rolled Sheet-Base

Course (HRS-BC), dengan tebal minimum 3.5 cm.

4. Lapis Beton Aspal (Laston / Asphalt Concrete), lapisan yang digunakan

untuk lalu lintas berat. Terdapat 2 jenis laston yaitu:

a. Laston lapis aus / Asphalt Concrete-Wearing Course, dengan

tebal minimum 4 cm.

b. Laston lapis antara / Asphalt Concrete-Binder Course, dengan

tebal minimum 5 cm.

5. Lapis Penetrasi Makadam (Lapen), lapisan permukaan untuk lalu lintas

ringan sampai sedang yang terdiri dari agregat pengunci seragam dan

pokok kemudian disemprotkan aspal, diberikan agregat penutup dan

dipadatkan. Lapisan ini memiliki tebal 4-10 cm tergantung ukuran

agregat pokok yang digunakan.

6. Lapis Asbuton Agregat (Lasbutag), campuran antar peremaja dan

agregat aspal buton yang dihampar kemudian dipadatkan secara dingin.

Tebal minimum lapisan ini adalah 4 cm.

2.5 Perencanaan Ketebalan Lapis Perkerasan Metode Analisa Komponen

SNI 1732-1989-F

Metode analisa komponen merupakan sebuah metode yang telah disusun oleh

(Departemen Pekerjaan Umum, 1987) dengan tujuan interpretasi, evaluasi serta

kesimpulan yang akan dikembangkan dapat diperhitungkan secara lebih ekonomis

dan berdasarkan syarat teknis lainnya sehingga perencanaan tersebut optimal.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkerasan lentur menurut pedoman

perencaan lapisan perkerasan dengan metode analisa komponen No. 01/PD/B/1987,

Dirjen Bina Marga adalah % kendaraan pada lajur rencana, angka ekuivalen sumbu

kendaraan (E), koefisien distribusi arah kendaraan (c), lintas ekuivalen, faktor

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

12

Universitas Internasional Batam

regional (FR), daya dukung tanah (DDT), indeks permukaan (IP), indeks tebal

perkerasan (ITP), dan koefisien kekuatan relatif. Berikut adalah diagram alir

perencanaan lenturnya:

Sumber: Sukirman (2010), hal. 169

Gambar 2.3 Diagram Alir Metode Analisa Komponen

Input Perencanaan

Tidak

Kekuatan tanah dasar

Daya Dukung Tanah Dasar

(DDT)

Faktor Regional (FR)

- Kelandaian jalan

- % kendaraan berat

- Intensitas curah hujan

- Pertimbangan teknis

Penerapan konstruksi bertahap

apabila ada

Koefisien Kekuatan Relatif

Mulai

Beban LER pada lajur rencana

Indeks permukaan

Awal → IPo

Akhir → IPt

Tentukan tebal perkerasan

jalan baru dan tambahan

(overlay)

Menentukan ITP1

Tahap 1

Menentukan ITP1+2

untuk tahap 1 dan

tahap 2

Iya

Tentukan ITP

Selama UR

Selesai

Konstruksi

Bertahap

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

13

Universitas Internasional Batam

2.4.1 Persentase Kendaraan pada Lajur Rencana

Untuk menentukan jumlah lajur pada jalan dapat menggunakan tabel tersebut:

Tabel 2.2 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Jalan

No Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)

1 L<5.5m 1

2 5.5m ≤ L < 8.25m 2

3 8.25m≤ L < 11.25m 3

4 11.25m ≤ L < 15.0m 4

5 15.0m ≤ L < 18.75m 5

6 18.75m ≤ L < 22.0m 6

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 7

2.4.2 Koefisien Distribusi Arah Kendaraan (C)

Menurut (Departemen Pekerjaan Umum, 1987), Nilai koefisien ditentukan

melalui jumlah lajur, jenis kendaraan dan arah lajur.

Tabel 2.3 Koefisien Distribusi Arah Kendaraan (C)

No Jumlah Lajur Kendaraan ringan* Kendaraan berat*

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 1 1.0 1.0 1.0 1.0

2 2 0.6 0.5 0.7 0.5

3 3 0.4 0.4 0.5 0.475

4 4 - 0.3 - 0.45

5 5 - 0.25 - 0.425

6 6 - 0.2 - 0.4

* berat total kendaraan < 5 ton

** berat total kendaraan ≥ 5 ton

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 7

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

14

Universitas Internasional Batam

2.4.3 Angka Ekuivalen Sumbu Kendaraan (E)

Menurut (Departemen Pekerjaan Umum, 1987), angka ini adalah

perbandingan antara tingkat kerusakan yang dihasilkan kendaran lalu lintas

terhadap kerusakan akibat beban standar tunggal sebesar 8160 kg. Beban standar

tunggal didapatkan berdasarkan beban sumbu kendaraan yang dihitung dari letak

titik berat kendaraan dalam persentase pembebanan pada roda depan dan belakang.

Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sumbu Tunggal

𝐸 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 = (𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑔

8160)

4

(1)

Dengan:

E tunggal = sumbu roda tunggal depan dan

belakang

Beban satu sumbu tunggal = beban roda dengan sumbu tunggal

2. Sumbu Ganda

𝐸 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎 = 0,086 𝑥 (𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑔

8160)

4

(2)

Dengan:

E ganda = sumbu roda ganda depan dan

belakang

Beban satu sumbu ganda = beban roda dengan sumbu ganda

Penentuan (E) juga dapat ditentukan berdasarkan tabel Bina Marga.

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

15

Universitas Internasional Batam

Tabel 2.4 Angka Ekuivalen Sumbu Kendaraan (E)

No Golongan Kendaraan Angka Ekuivalen

Kg Lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda

1 1000 2205 0.0002 -

2 2000 4403 0.0036 0.0003

3 3000 6614 0.0183 0.0016

4 4000 8818 0.0577 0.005

5 5000 11023 0.141 0.0121

6 6000 13228 0.2923 0.0251

7 7000 15432 0.5415 0.0466

8 8000 17637 0.9238 0.0794

9 8160 18000 1.000 0.086

10 9000 19841 1.4798 0.1273

11 10000 22046 2.2555 0.194

12 11000 24251 3.3022 0.284

13 12000 26455 4.677 0.4022

14 13000 28660 6.4419 0.554

15 14000 30864 8.6647 0.7452

16 15000 33069 11.4148 0.982

17 16000 35276 14.7815 1.2712

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 8

2.4.4 Lintas Ekuivalen

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987), lintas ekuivalen adalah

repetisi beban yang terjadi pada konstruksi jalan yang terhadap jumlah lalu lintas

harian rata-rata (LHR).

1. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), jumlah lintas ekuivalen harian jalur

yang diperhitungkan terjadi pada awal umur rencana yang

menggunakan rumus:

𝐿𝐸𝑃 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗

𝑛

𝑗=1

(3)

2. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), jumlah lintas ekuivalen harian jalur

yang diperhitungkan terjadi pada akhir umur rencana yang

menggunakan rumus:

𝐿𝐸𝐴 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 (1 + 𝑖)𝑈𝑅 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗

𝑛

𝑗=1

(4)

𝑖 = (𝐿𝐻𝑅 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑛 + 1) − (𝐿𝐻𝑅 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑛)

𝐿𝐻𝑅 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑛× 100% (5)

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

16

Universitas Internasional Batam

3. Lintas Ekuivalen Tengah (LET), jumlah lintas ekuivalen harian jalur

yang diperhitungkan terjadi pada pertengahan umur rencana yang

menggunakan rumus:

𝐿𝐸𝑇 = 𝐿𝐸𝑃 + 𝐿𝐸𝐴

2 (6)

4. Lintas Ekuivalen Rencana (LER), jumlah lalu lintas yang

diperhitungkan akan menggunakan jalan dari awal sampai akhir umur

rencana.

𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇 × 𝐹𝑃 (7)

Dengan faktor penyesuaian (FP):

𝐹𝑃 = 𝑈𝑅

10 (8)

2.4.5 Daya Dukung Tanah (DDT)

Daya dukung tanah adalah kesanggupan tanah menahan beban yang

dibebankan padanya. Nilai DDT ditetapkan dengan grafik korelasi yang bisa

didapatkan setelah mengetahui nilai CBR. Untuk perhitungan CBR per segmen

dapat menggunakan metode analisa komponen SKBI 2.3.26.1987.UDC: 625.73.

Rumus untuk perhitungan nilai CBR secara analitis adalah:

𝐶𝐵𝑅 𝑆𝑒𝑔𝑚𝑒𝑛 = 𝐶𝐵𝑅 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝐶𝐵𝑅𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝐶𝐵𝑅𝑚𝑖𝑛

𝑅 (9)

Dengan:

CBR Segmen = CBR pada segmen tertentu

CBR Rata-rata = CBR rata-rata dari semua titik yang dipakai

CBRmaks = Nilai CBR paling tinggi

CBRmin = Nilai CBR paling rendah

R = Berdasarkan tabel nilai R yang bergantung pada jumlah

titik pengamatan

Untuk nilai R, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

17

Universitas Internasional Batam

Tabel 2.5 Nilai R

No Jumlah Titik Pengamatan Nilai R

1 2 1.41

2 3 1.91

3 4 2.24

4 5 2.48

5 6 2.67

6 7 2.83

7 8 2.96

8 9 3.08

9 ≥10 3.18

Sumber: Sukirman (1999), hal. 117

Selain itu, DDT juga dapat dicari menggunakan metode analitis yaitu:

Cara Analitis:

1.7 + 4.3 log (CBR%) (10)

Sumber: Sukirman (2010), hal. 147

Gambar 2.4 Grafik korelasi DDT dan CBR

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

18

Universitas Internasional Batam

2.4.6 Faktor Regional (FR)

Nilai faktor regional (FR) adalah dipengaruhi % kendaraan yang berat dan

kendaraan yang berhenti, iklim dan bentuk alinyemen. Berdasarkan “Peraturan

Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya” edisi SKBI 2.3.26, maka efek kondisi di

lapangan yang membahas tentang perlengkapan drainase dan permeabilitas tanah

dianggap sama.

Tabel 2.6 Tabel Faktor Regional

Kelandaian I

(<6%)

Kelandaian II

(6-10%)

Kelandaian III

(>10%)

% Kendaraan Berat

>30% ≤30% >30% ≤30% >30% ≤30%

Iklim I <900mm/th 1.0-1.5 0.5 1.5-2.0 1.0 2.0-2.5 1.5

Iklim II >900mm/th 2.0-2.5 1.5 2.5-3.0 2.0 3.0-3.5 2.5

Catatan: FR ditambah 0.5 pada persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam

(jari-jari 30m). FR ditambah 1.0 pada daerah rawa-rawa.

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 10

Untuk perhitungan % kendaraan berat, dapat menggunakan persamaan berikut:

% 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝐿𝐻𝑅× 100% (11)

2.4.7 Indeks Permukaan (IP)

Berdasarkan (Departemen Pekerjaan Umum, 1987), indeks permukaan

mengutarakan nilai kehalusan/kerataan suatu permukaan yang berhubungan dengan

tingkat pelayanan kendaraan lalu lintas. Berikut adalah nilai IP beserta artinya:

IPt = 2.5, artinya permukaan jalan masih stabil dan baik.

IPt = 2.0, artinya tingkat layanan terendah jalan yang masih mantap.

Ipt = 1.5, artinya tingkat pelayanan terendah jalan yang masih memungkinkan.

IPt = 1.0, artinya permukaan jalan sangat mengganggu lalu lintas kendaraan

karena dalam keadaan rusak berat.

Pada penentuan indeks permukaan akhir usia rencana, diperhatikan lintas

ekuivalen rencana beserta klasifikasi jalan. Berikut adalah tabelnya:

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

19

Universitas Internasional Batam

Tabel 2.7 Indeks Permukaan Pada Akhir Usia Rencana (IPt)

No LER* Klasifikasi Jalan

Tol Arteri Kolektor Lokal

1 <10 - 1.5-2.0 1.5 1.0-1.5

2 10-100 - 2.0 1.5-2.0 1.5

3 100-1000 - 2.0-2.5 2.0 1.5-2.0

4 >1000 2.5 2.5 2.0-2.5 -

* LER dalam satuan angka ekuivalen 8160 kg beban sumbu tunggal

Catatan: Proyek jalan darurat, penunjang atau jalan darat, digunakan IPt = 1.0.

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 10

Pada penentuan indeks permukaan awal usia rencana, diperhatikan lapisan

permukaan beserta kekesatan jalan. Berikut adalah tabelnya:

Tabel 2.8 Indeks Permukaan Pada Awal Usia Rencana (IPo)

No Jenis Lapis Perkerasan Roughness*

(mm/km)

IPo

1 Laston ≤1000 ≥4

>1000 3.9 - 3.5

2 Lasbutag ≤2000 3.9 - 3.5

>2000 3.4 - 3.0

3 HRA ≤2000 3.9 - 3.5

>2000 3.4 - 3.0

4 Burda >2000 3.9 - 3.5

5 Burtu >2000 3.4 - 3.0

6 Lapen ≤3000 3.4 - 3.0

>3000 2.9 - 2.5

7 Buras - 2.9 - 2.5

8 Latasir - 2.9 - 2.5

9 Latasbum - 2.9 - 2.5

10 Jalan kerikil - ≤2.4

11 Jalan tanah - ≤2.4

*Menggunakan roughmeter NAASRA yang terpasang pada kendaraan standar

Datsun 1500 station wagon dengan kecepatan ±32km/h.

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 11

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

20

Universitas Internasional Batam

2.4.8 Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Perkerasan jalan didasarkan pada kekuatan relatif masing masing lapisan

sehingga ketebalan lapisan yang cukup tebal dan masih ekonomis diperlukan dalam

perkerasan jangka panjang. Untuk penentuan indeks tebal perkerasan (ITP) dapat

menggunakan rumus dan tabel berikut:

ITP = 𝑎1𝐷1 + 𝑎2𝐷2 + 𝑎3𝐷3 (12)

Tabel 2.9 Tebal Minimum Lapis Perkerasan

ITP Bahan Tebal min. (cm)

1. Lapis Permukaan

<3.00 Lapis pelindung: (Buras/Burtu/Burda) 5

3.00 - 6.70 Lapen/Aspal macadam, HRA, Lasbutag, Laston 5

6.71 – 7.49 Lapen/Aspal macadam, HRA, Lasbutag, Laston 7.5

7.50 – 9.99 Lasbutag, Laston 7.5

≥10.00 Laston 10

2. Lapis Pondasi Atas

<3.00 Batu pecah, stabilitas tanah dengan kapur,

stabilitas tanah dengan semen

15

3.00 – 7.49 Batu pecah, stabilitas tanah dengan kapur,

stabilitas tanah dengan semen

20*

7.50 – 9.99 Batu pecah, stabilitas tanah dengan kapur,

stabilitas tanah dengan semen, pondasi makadam

20

Laston atas 10

10 – 12.14 Laston atas 15

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,

stabilitas tanah dengan kapur, pondasi makadam,

Lapen, Laston atas

20

≥12.25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan kapur,

stabilitas tanah dengan semen, pondasi makadam,

Lapen, Laston atas

25

3. Lapis Pondasi Bawah, untuk setiap nilai ITP menggunakan tebal 10 cm

* Bila material pondasi bawah berbutir kasar, dapat diturunkan menjadi 15 cm

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 13

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

21

Universitas Internasional Batam

Setelah IPo dan IPt telah ditentukan, dapat digunakan untuk mencari Indeks

Tebal Perkerasan menggunakan nomogram. Berikut adalah contoh nomogram 1:

Sumber: Hendarsin (2000), hal. 355

Gambar 2.5 Nomogram 1 (IPt = 2.5 dan IPo ≥4)

2.4.9 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekuatan relatif pada setiap bahan lapisan perkerasan ditentukan

oleh nilai tes Marshall untuk bahan aspal, kuat tekan untuk stabilitas tanah dengan

kapur atau semen dan CBR lapis pondasi bawah. Berikut adalah tabel koefisien

kekuatan relatif:

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.uib.ac.id/2342/5/s-1611019-chapter2.pdflapisan pondasi atas (Tenriajeng, 1999). 2.4.3 Lapis Pondasi Atas (Base Course) Menurut (Sukirman, 2010), lapisan

22

Universitas Internasional Batam

Tabel 2.10 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

No Jenis Bahan

Kekuatan Bahan Koefisien

Kekuatan Relatif

MS

(kg)

Kt

(kg/cm)

CBR

(%) a1 a2 a3

1 Laston 744

590

454

340

-

-

-

-

-

-

-

-

0.40

0.35

0.35

0.30

-

-

-

-

-

-

-

-

2 Lasbutag 744

590

454

340

-

-

-

-

-

-

-

-

0.35

0.31

0.28

0.26

-

-

-

-

-

-

-

-

3 HRA 340 - - 0.30 - -

4 Aspal Macadam 340 - - 0.26 - -

5 Lapen (Mekanis) - - - 0.25 - -

6 Lapen (Manual) - - - 0.20 - -

7 Laston atas 590

454

340

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0.28

0.26

0.24

-

-

-

8 Lapen (Mekanis) - - - - 0.23 -

9 Lapen (Manual) - - - - 0.19 -

10 Stabilitas tanah dengan

semen

-

-

22

18

-

-

-

-

0.15

0.13

-

-

11 Stabilitas tanah dengan

kapur

-

-

22

18

-

-

-

-

0.15

0.13

-

-

12 Batu pecah (Kelas A) - - 100 - 0.14 -

13 Batu Pecah (Kelas B) - - 80 - 0.13 -

14 Batu Pecah (Kelas C) - - 60 - 0.12 -

15 Sirtu/pitrun (Kelas A) - - 70 - - 0.13

16 Sirtu/pitrun (Kelas B) - - 50 - - 0.12

17 Sirtu/pitrun (Kelas C) - - 30 - - 0.11

18 Tanah/lempung kepasiran - - 20 - - 0.10

Catatan: - Kuat tekan stabilitas tanah dengan kapur akan diperiksa pada hari-21

- Kuat tekan stabilitas tanah dengan semen akan diperiksa pada hari-7

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (1987), hal. 12

2.5 Metode AASHTO 1972

Menurut (Dinata et al., 2017), Metode ini dikembangkan oleh American

Association of State Highway and Transportation Officials di Amerika. Metode ini

kemudian dijadikan acuan dan dimodifikasi untuk menyesuaikan kondisi iklim

tropis di Indonesia dikarenakan perbedaan iklim pada Amerika dan Indonesia. Dari

ini, tersusunlah metode analisa komponen Bina Marga 1987.

Jason, Analisis Perencanaan Ketebalan Perkerasan Lentur Jalan Diponegoro, Kota Batam UIB Repository©2020