bab ii - abstrak.ta.uns.ac.id · terkait materi dan tujuan dari pembelajaran sejarah maka mata ......

31
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks. Secara sederhana, pembelajaran dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks, pembelajaran merupakan usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna ini pembelajaran diartikan sebagai interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelajaran merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber daya yang ada, baik potensi yang bersumber dari dalam siswa itu sendiri seperti bakat, minat, dan kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar, maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (Agung& Wahyuni, 2013). Suyanto dan Jihad (2013) berpendapat, “Pembelajaran merupakan proses interaksi siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik” (hlm.250). Sedangkan pembelajaran menurut Sagala (2014), “Membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan” (hlm.61). Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.

Upload: buidiep

Post on 10-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Sejarah

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks.

Secara sederhana, pembelajaran dapat diartikan sebagai produk interaksi

berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna

yang lebih kompleks, pembelajaran merupakan usaha sadar dari seorang guru

untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber

belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna

ini pembelajaran diartikan sebagai interaksi dua arah dari seorang guru dan

peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang

intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pembelajaran merupakan proses kerja sama antara guru dan siswa

dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber daya yang ada, baik potensi

yang bersumber dari dalam siswa itu sendiri seperti bakat, minat, dan

kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar, maupun potensi yang

ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai

upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (Agung& Wahyuni, 2013).

Suyanto dan Jihad (2013) berpendapat, “Pembelajaran merupakan proses

interaksi siswa dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke

arah yang lebih baik” (hlm.250). Sedangkan pembelajaran menurut Sagala

(2014), “Membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori

belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan” (hlm.61).

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan

oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta

didik atau murid.

10

Pembelajaran adalah ujung tombak dari pendidikan, sehingga

keberhasilan pendidikan sangat tergantung dari keberhasilan pembelajaran.

Atas dasar pemikiran di atas, pemerintah Indonesia telah merumuskan

pengertian dari pembelajaran yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional yakni, pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar. Dengan demikian, pembelajaran yang baik adalah

pembelajaran yang memberikan kegiatan interaksi yang aktif dari peserta

didik dan guru atau pendidik.

Proses pembelajaran merupakan proses yang terpenting karena dari

sinilah terjadi interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik. Di sini

pula campur tangan langsung antara pendidik dan peserta didik berlangsung

sehingga dapat dipastikan bahwa hasil pendidikan sangat tergantung dari

perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Dengan demikian dapat diyakini

bahwa perubahan hanya akan terjadi jika terjadi perubahan perilaku pendidik

dan peserta didik.

Dari beberapa definisi tentang pembelajaran di atas, dapat ditarik

simpulan bahwa pembelajaran adalah usaha membelajarkan siswa

menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar melalui interaksi dua arah

antara pendidik dan peserta didik yang mana keduanya saling terjadi

komunikasi yang intens sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang

lebih baik.

b. Pengertian Sejarah

Istilah Sejarah memiliki kedekatan pelafalan dan sekaligus pengertian

dengan istilah kata syajarah yang berarti “pohon” atau syajarah yang berarti

“terjadi” (Kuntowijoyo, 2005 : 1). Kedua kata ini dalam bahasa Arab inilah

yang kemudian dilafalkan sebagai Sejarah dalam bahasa Indonesia.

Sebagaimana diketahui bahwa lazimnya pohon ( syajarah ) itu memiliki

cabang-cabang akar yang kuat menghunjam ke dalam perut bumi,

11

menumbuhkan batang yang berdiri tegak, serta memiliki cabang-cabang dan

ranting-ranting tempat tumbuh dan berkembangnya dedaunan, bunga, dan

juga buah yang lebat. Diinspirasikan dari keadaan pohon yang seperti itulah

dikembangkan dari pengertian dasar dari sejarah, bahwa pengertian sejarah

sebagai (1) suatu urutan asal-usul keturunan yang berkesinambungan sejak

jauh sebelum buyut, lalu secara berturut-turut diteruskan oleh buyut, kakek,

ayah, hingga sampai keberadaanya saat ini; (2) suatu silsilah keturunan yang

bercabang-cabang sejak orang tua, anak, cicit, dan seterusnya; (3)

pertumbuhan dan perkembangan dari peristiwa yang lain secara

berkesinambungan (kontinuitas) sesuai dengan garis waktu.

Selain merujuk pada kata syajarah seperti yang diuraikan diatas,

pengertian sejarah juga dapat digali dari kata historia ( bahasa Yunani Kuno )

yang kemudian berkembang menjadi kata history ( bahasa Inggris ) yang

berarti orang pandai (Kuntowijoyo, 2005) dalam hubungan ini Syamsudin dan

Ismangun (1996) menjelaskan bahwa istilah historia atau history mengandung

pengertian belajar dengan bertanya-tanya. Istilah ini juga mengandung

pengertian sebagai pertelaan tentang hal ihwal manusia secara kronologis.

Dijelaskan bahwa, dalam kehidupan masyarakat kuno di Yunani dan Inggris,

terdapat keinginan yang kuat untuk mengetahui peristiwa yang terkait dengan

kehidupan manusia secara kronologis. Keinginan tersebut mendorong mereka

untuk membuat dan menyampaikan pertanyaan – pertanyaan seperti, apa yang

telah terjadi, kapan peristiwa itu terjadi, dimana peristiwa itu terjadi, mengapa

peristiwa itu bisa terjadi, dan bagaimana alur peristiwanya. Dengan

pertanyaan – pertanyaan tadi maka akan didapatkan gambaran yang utuh

tentang kehidupan masa lampau.

c. Pengertian Pembelajaran Sejarah

Widja (1989) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah

perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya

mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa

12

kini. Pendapat Widja tersebut dapat disimpulkan jika mata pelajaran sejarah

merupakan bidang studi yang terkait dengan fakta-fakta dalam ilmu sejarah

namun tetap memperhatikan tujuan pendidikan pada umumnya.

Peran pendidikan sejarah dalam pembentukan sikap nasionalisme

guna mengantisipasi tantangan global dan berbagai gejolak disintegrasi

yang melanda Indonesia akhir-akhir ini sangat dibutuhkan, hal ini

mengingat pengalaman sejarah membuktikan sikap nasionalisme mampu

membangkitkan dinamika sosial di masa lalu. Sikap nasionalisme yang

dimiliki rakyat Indonesia telah mampu menghantarkan bangsa menuju

kemerdekaan di tengah keterbelakangan pengetahuan rakyat Indonesia dan

kuatnya persenjataan penjajah, dalam kontek saat itu. Namun saat ini peran

pendidikan sejarah patut dipertanyakan, sikap nasionalisme yang dimiliki

bangsa menunjukkan kerapuhan. Konflik antar suku dan agama karena

perbedaan nilai, dan upaya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri

dari Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bukti bahwa kesatuan

nasional masih rapuh ( Hizam, 2007 ).

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang tercantum dalam lampiran

Peraturan Menteri, untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dijelaskan

terkait materi dan tujuan dari pembelajaran sejarah maka mata pelajaran

Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban

bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang

memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara umum materi sejarah:

1) Mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan,

patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang

mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik;

2) Memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk

peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan

13

yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban

bangsa Indonesia di masa depan;

3) Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas

untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi

bangsa;

4) Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna \dalam mengatasi

krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari;

5) Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung

jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup

Atas dasar hal tersebut, maka sejarah diberikan kepada seluruh siswa di

sekolah dari tingkat dasar (SD dan sederajat) sampai tingkat menengah (SMA

dan sederajat) dalam bentuk mata pelajaran. Kedudukannya yang penting dan

strategis dalam pembangunan watak bangsa merupakan fungsi yang tidak bisa

digantikan oleh mata pelajaran lainnya. Meskipun demikian, terkait dengan

materi sejarah dari tingkat dasar sampai menengah, Taufik Abdullah

berpendapat agar siswa tidak bosan menerima materi sejarah, maka jika secara

faktual yang disampaikan sama namun dalam setiap jenjang pendidikan,

peristiwa tersebut akan tampil pada tingkat pengetahuan, pemahaman, serta

pemberian keterangan sejarah yang semakin tinggi dan kompleks. Dengan

demikian, setiap tingkatan atau tahap diharapkan bisa memberikan kesegaran

dan kematangan intelektual ( Abdullah, 1996 ).

Dari pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah

tidak mengkhususkan mempelajari fakta-fakta dalam sejarah sebagai ilmu

namun perpaduan antara sejarah dan tujuan pendidikan pada umumnya. Meski

demikian, pembelajaran sejarah berusaha menampilkan fakta sejarah secara

obyektif meskipun tetap dalam kerangka fakta sejarah yang sesuai dengan

tujuan pendidikan itu sendiri.

14

d. Tujuan Pembelajaran Sejarah

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa pembelajaran

sejarah merupakan perpaduan antara pembelajaran itu sendiri dan ilmu

sejarah, yang mana keduanya tetap memperhatikan tujuan pendidikan secara

umum. Pemerintah sebagai pemegang otoritas pendidikan berpendapat

tentang tujuan dari mata pelajaran sejarah melalui Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi yang tercantum

dalam lampiran Peraturan Menteri ini, bahwa mata pelajaran Sejarah

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat

yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa

depan

2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara

benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi

keilmuan

3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap

peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa

lampau

4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya

bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga

masa kini dan masa yang akan dating

5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari

bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat

diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional

maupun internasional (Gafur, 2012).

Pengajaran sejarah penting dalam pembentukan jiwa patriotisme dan

rasa kebangsaan. Suatu pengetahuan sejarah yang ditunjang pengalaman

praktis warga negara yang baik di sekolah membantu memperkuat loyalitas

15

dan membantu anak-anak menemukan dirinya dengan latar belakang sejarah

luas (Jarolimek, 1971). Rowse (1963) menegaskan bahwa sejarah adalah suatu

mata pelajaran yang bernilai pendidikan tinggi. Sementara itu Collingwod (

1973 ) mengatakan bahwa nilai sejarah adalah mengajarkan kepada kita

tentang manusia dan apa yang telah dilakukannya. Dalam konteks

pembentukan identitas nasional, pengetahuan sejarah mempunyai fungsi

fundamental (Kartodirdjo, 1993 ).

Menurut Hamid Hasan dalam Kongres Nasional Sejarah tahun 1996,

secara tradisional tujuan kurikulum pendidikan sejarah selalu diasosiasikan

dengan tiga pandangan yaitu:

a) Perenialisme yang memandang bahwa pendidikan sejarah haruslah

mengembangkan tugas sebagai wahana “ transmission of culture”.

Pengajaran sejarah hendaklah diajarkan sebagai pengetahuan yang dapat

membawa siswa kepada penghargaan yang tinggi terhadap “the glorius

past”. Kurikulum sejarah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan

anak didik dan generasi penerus untuk mampu menghargai hasil karya

agung bangsa di masa lampau, memupuk rasa bangga sebagai bangsa, rasa

cinta tanah air, persatuan dan kesatuan nasional.

b) Esensialisme, menurut pandangan ini, kurikulum sejarah haruslah

mengembangkan pendidikan sejarah sebagai pendidikan disiplin ilmu dan

bukan hanya terbatas pada pendidikan pengetahuan sejarah. Dalam

pandangan aliran esensialisme, siswa yang belajar sejarah harus diasah

kemampuan intelektualnya sesuai dengan tradisi intelektual sejarah

sebagai disiplin ilmu. Kemampuan intelektual keilmuan antara lain

menghendaki kemampuan berfikir kritis dan analitis terutama dikaitkan

dalam konteks berfikir yang didasarkan filsafat keilmuan.

c) Rekonstruksi sosial, pandangan ini menganggap bahwa kurikulum

pendidikan sejarah haruslah diarahkan pada kajian yang mengangkut

kehidupan masa kini dengan problema masa kini. Pengetahuan sejarah

16

diharapkan dapat membantu siswa mengkaji masalah untuk memecahkan

permasalahan. Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam sejarah

masa lampau sebagai pelajaran yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan

siswa masa kini ( Hasan , 1997 ).

Namun klasifikasi seperti pandangan di atas tidak perlu dijadikan

pegangan mutlak dan terpisah oleh para pengembang kurikulum sejarah.

Sebagai wahana pendidikan, kurikulum sejarah harus diarahkan untuk

mencapai berbagai tujuan seperti pengembangan rasa kebangsaan,

kebanggaan atas prestasi gemilang masa lalu bangsa, mampu menarik

pelajaran dari peristiwa masa lampau untuk digunakan dalam melanjutkan

prestasi gemilang bangsa bagi kehidupan masa sekarang dan yang akan

datang (Hasan , 1997).

2. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Gerlach dan Ely ( 1971 ) mengatakan bahwa media apabila dipahami

secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun

kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan

dan sikap. Dalam pengertian ini Guru, buku teks, dan lingkungan sekolah

adalah media. Secara lebih khusus pengertian media dalam proses belajar

mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau

elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi

visual atau verbal. Kalau menurut Bovee ( 1997 ) media adalah sebuah alat

yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Pembelajaran adalah proses

komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Maka dapat diartikan

bahwa Media Pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan dapat

digunakan untuk penyampaian pesan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa

bentuk komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana untuk

penyampaian pesan. Bentuk-bentuk stimulus dapat digunakan sebagai media,

17

diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia, realitas, gambar

bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam. Maka dengan kelima

bentuk stimulus ini, akan membantu pembelajar mempelajari bahan pelajaran.

Dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk stimulus yang dapat digunakan

sebagai media pembelajaran adalah suara, lihat dan gerakan.

Pengertian media mengarah kepada sesuatu yang mengantar atau

meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima

pesan. Ada beberapa pengertian media yang dikemukakan oleh para ahli

seperti Santoso S. Hamidjojo, Mc Luhan, serta Oemar Hamalik. (Sadiman,

1996) berpendapat bahwa media adalah semua bentuk perantara yang

digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, sehingga

ide atau gagasan yang dikemukakan itu bisa sampai pada penerima. (Sadiman,

1996) menyatakan bahwa media disebut juga channel (saluran) karena

menyampaikan pesan dari sumber informasi itu kepada penerima informasi.

Sementara itu Hamalik (1994) menyatakan bahwa hubungan komunikasi

interaksi akan berjalan dengan lancar dan tercapainya hasil yang maksimal

apabila digunakan alat bantu yang disebut media.

Dari berbagai pengertian dan pembatasan yang telah diberikan

oleh para ahli tentang media, ada beberapa unsur yang terkandung dalam

media ( Sadiman, 1996 ), yaitu (1) segala sesuatu (fisik) yang dapat

menyampaikan informasi atau pesan, (2) dapat merangsang pikiran,

perasaan dan perhatian penerima pesan, (3) sehingga tercipta bentuk-bentuk

komunikasi.

Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam aktivitas

pembelajaran, (Furqon, 2005) menyatakan bahwa media dapat didefinisikan

sebagai sesuatu yang membawa informasi atau pengetahuan dalam

interaksi yang berlangsung antara guru dan murid atau dosen dan mahasiswa.

18

Dari berbagai pengertian tentang media dan pembelajaran tersebut,

diambil suatu pemahaman bahwa media pembelajaran adalah semua alat

(bantu) yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk

menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (guru

maupun sumber lain) kepada penerima (dalam hal ini anak didik atau warga

belajar) yang dapat merangsang pemikiran, perasaan, dan perhatian penerima

pesan sehingga tercipta bentuk komunikasi (pembelajaran).

Berkaitan dengan masalah pendidikan, media pendidikan dapat

diartikan sebagai segala jenis sesuatu yang dapat menyampaikan pesan-pesan

pendidikan yang dapat merangsang pemikiran, perasaan dan perhatian

penerima pesan sehingga tercipta bentuk komunikasi. Penggunaan media

pendidikan pada dasarnya adalah sebagai upaya efektivitas pencapaian tujuan

dari pendidikan tersebut.

Setiap media yang digunakan pada umumnya memiliki manfaat untuk

tujuan pencapaian proses belajar mengajar. Menurut Sudjana (2002) media

pembelajaran memiliki empat manfaat. Pertama, pembelajaran akan lebih

menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

Kedua, bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih

dipahami oleh para peserta didik, dan memungkinkan peserta didik menguasai

tujuan dari pembelajaran yang lebih baik. Ketiga, metode mengajar akan lebih

bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata

oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,

apalagi guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. Keempat, siswa lebih

banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan

uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan,

mendengarkan, mendemonstratsikan dan lain-lain.

Hakikat media dalam kegiatan proses belajar mengajar telah berfungsi

sebagai instrumental, dengan kata lain media berarti tidak hanya sekedar

alat saja, namun untuk mencapai/memiliki tujuan. Alat yang dimaksud dalam

19

media adalah alat untuk membantu proses belajar, alat untuk mempermudah

pemahaman masalah yang sedang dibahas, alat untuk mempermudah

mengungkapkan hal-hal yang rumit. Jadi sebagai alat, media bisa digunakan

untuk berbagai tujuan, tetapi tidak semua tujuan, karena setiap media

memiliki ciri atau karakteristik, memiliki kekhasannya masing-masing,

sehingga hanya tepat digunakan untuk tujuan-tujuan yang khas dan sesuai

pula.

Setiap penggunaan media pembelajaran juga memiliki tujuan dalam

pencapaian tujuan pembelajaran. Raharjo (2005) menjelaskan penggunaan

media pembelajaran memiliki enam tujuan. Pertama, sebagai ilustrator yaitu

berperan menggambarkan masalah secara jelas. Kedua, membentuk kode

(sandi). Ketiga, mampu menunjukkan gambaran hidup (animasi). Keempat,

memahami maknanya (kodifikasi). Kelima, melahirkan kesadaran baru

(dekodifikasi). Keenam, mewujudkan terjadinya perubahan kearah perbaikan

(transformasi).

Karakteristik media yang lazim digunakan dalam kegiatan pendidikan

atau pembelajaran adalah: (1) media pandang yang tidak diproyeksikan

termasuk di dalamnya gambar diam, grafis (termasuk sketsa, bagan, diagram,

grafik, kartun, gambar kronologi, poster, peta dan globe, papan flanel dan

papan buletin), serta model dan realita, (2) media pandang yang

diproyeksikan, (3) media audio, (4) sistem media, (5) simulasi dan permainan

(Latuheru, 1988 ; Sadiman, 1996).

Menurut pengembangan dan persiapan pengadaannya, media

dibedakan menjadi dua, yaitu media by utilization dan media by design.

Media by utilization merupakan media yang tersedia, dimanfaatkan, serta

dibuat secara komersial dan telah siap pakai. Sedangkan media by

design adalah media yang dirancang dan dipersiapkan secara khusus

(Sadiman, 1996).

20

Dari keseluruhan pengertian diatas secara umum dapat dikatakan

bahwa substansi dari media pembelajaran adalah : (1) bentuk saluran, yang

digunakan untuk menyalurkan pesan, informasi atau bahan pelajaran kepada

penerima pesan atau pembelajar, (2) berbagai jenis komponen dalam

lingkungan pembelajar yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar. (3)

bentuk alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang pembelajar

untuk belajar, (4) bentuk-bentuk komunikasi yang dapat merangsang

pembelajar untuk belajar, baik cetak maupun audio, visual dan audio visual.

b. Manfaat Media Pembelajaran

Manfaat Media Pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses

pembelajaran, adalah sebagai berikut :

1) Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar,

2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih

dipahami pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguasai tujuan

pengajaran dengan baik,

3) Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi

verbal melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan,

dan pengajar tidak kehabisan tenaga,

4) Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya

mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain yang

dilakukan seperti : mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-

lain.

Selain itu manfaat media pembelajaran bagi pengajar dan pembelajar,

sebagai berikut :

a) Manfaat media pembelajaran bagi pengajar :

(1) Memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan,

(2) Menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik,

(3) Memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik,

21

(4) Memudahkan kendali pengajar terhadap materi pembelajaran,

(5) Membantu kecermatan, ketelitian, dalam penyajian materi pelajaran,

(6) Membangkitkan rasa percaya diri seorang pengajar,

(7) Meningkatkan kualitas pengajar.

b) Manfaat media pembelajaran bagi pembelajar :

(1) Meningkatkan motivasi belajar pembelajar,

(2) Memberikan dan meningkatkan variasi belajar pembelajar,

(3) Memberikan struktur materi pelajaran dan memudahkan pembelajar untuk

belajar,

(4) Memberikan inti informasi, pokok-pokok, secara sistematik sehingga

memudahkan pembelajar untuk belajar,

(5) Merangsang pembelajar untuk berfikir dan beranalisis,

(6) Menciptakan kondisi dan situasi belajar tanpa tekanan, dan

(7) Pembelajar dapat memahami materi pelajaran dengan sistematis yang

disajikan pembelajar lewat media pembelajaran.

Banyak manfaat yang diperoleh dari penggunaan media pembelajaran untuk

proses pembelajaran, keterkaitan antara media pembelajaran dengan tujuan,

materi, metode dan kondisi pembelajar, harus menjadi perhatian dan

pertimbangan pengajar untuk memilih dan menggunakan media dalam proses

pembelajaran dikelas, sehingga media pembelajaran yang digunakan lebih efektif

dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Livie dan Lentz ( 1982 ) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran

yang khususnya pada media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi

kognitif, dan fungsi kompensatoris. Masing-masing fungsi tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut :

(a) Fungsi Atensi berarti media visual merupakan inti, menari, dan mengarahkan

perhatian pembelajar untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan

dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

22

(b) Fungsi Afektif maksudnya media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan

pembelajar ketika belajar membaca teks bergambar. Gambar atau lambang

visual akan dapat menggugah emosi dan sikap pembelajar.

(c) Fungsi kognitif bermakna media visual mengungkapkan bahwa lambang

visual memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mendengar

informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

(d) Fungsi kompensatoris artinya media visual memberikan konteks untuk

memahami teks membantu pembelajar yang lemah dalam membaca untuk

mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatkanya kembali

(Arsyad, 2004).

Dari empat fungsi media visual dapat dikatakan bahwa belajar dari pesan

visual memerlukan keterampilan tersendiri, karena melihat pesan visual tidak

dengan sendirinya akan memahami atau mudah belajar. Pembelajar harus

dibimbing dalam menerima dan menyimak pesan visual secara tepat. Misalnya,

kita meminta pembelajar untuk menerjemahkan suatu gambar visual dalam

bentuk draft, tentu saja pengajar akan mendapatkan jawaban yang berbeda dari

masing-masing pembelajar.

Teknik afektif untuk memahami pesan visual adalah menuntut penerima

pesan atau pembelajar untuk melihat dan membaca pesan-pesan visual pada

berbagai tahapan, yang dimulai dari : (1) fase differenisasi, yaitu dimana

pembelajar mula-mula mengamati, mengidentifikasi, dan menganalisis terlebih

dahulu unsure-unsur suatu unit pengajaran dalam bentuk pesan-pesan visual

tersebut. (2) fase integrasi, yaitu dimana pembelajar menempatkan unsur-unsur

visual secara serempak, menghubungkan keseluruhan pesan visual kepada

pengalaman-pengalamanya, dan (3) kesimpulan, yaitu dari pengalaman visualisasi

untuk kemudian menciptakan konseptualisasi baru dari apa yang telah mereka

pelajari sebelumnya.

Hasil penelitian Edmund Faison,dkk dalam Nana Sudjana dan Ahmad Rivai,

tentang penggunaan gambar dan grafik (visual) dalam pembelajaran, disimpulkan:

23

1) Terdapat beberapa hasil penelitian bahwa untuk memperoleh hasil belajar

bagi pembelajar secara maksimal :

a) Gambar-gambar yang digunakan harus erat kaitanya dengan materi

pembelajaran,

b) Gambar harus familier dengan pembelajar, dan

c) Gambar yang digunakan ukuranya cukup besar sehingga rincian

unsur-unsurnya mudah diamati, sederhana, direproduksi bagus, lebih

realistis, dan menyatu dengan teks.

2) Terdapat bukti, gambar-gambar berwarna (selain warna hitam putih) lebih

menarik minat pembelajar dari pda yang ditampilkan dengan warna hitam

putih saja.

3) Hasil penelitian Mabel Rudisil, mengatakan gambar-gambar yang lebih

disukai anak-anak menunjukan bahwa suatu penyajian visual yang

sempurna realismenya adalah pewarnaan, karena pewarnaan pada gambar

akan menumbuhkan impresi atau kesan realistik.

Menurut Munadi (2008) fungsi media pembelajaran, yaitu : sebagai sumber

belajar, fungsi semantic, fungsi manipulatif dan fungsi psikologis.

(1) Sebagai sumber belajar

Secara teknis media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar,

yaitu sebagai penyalur, penyampai dan penghubung antara Guru dan

peserta didik. Menurut Yudhi, media pembelajaran adalah bahasanya

Guru. Media pembelajaran dapat menggantikan fungsi Guru terutama

sebagai sumber pembelajaran.

(2) Fungsi Semantik

Fungsi Semantik merupakan media dalam perbendaharaan kata

(simbol verbal) yang makna dan maksudnya benar-benar dipahami

peserta didik ( tidak verbalistik ),pemanfaatan bahasa untuk penyampaian

pesan oleh Guru dapat digantikan dengan penggunaan media.

(3) Fungsi Manipulatif

24

Fungsi manipulatif ditunjukan oleh karakteristik media yang

mampu mengatasi batas ruang dan waktu, contohnya yaitu dengan

menghadirkan objek-objek tempat, benda dan peristiwa yang ada dalam

bentuk gambar atau film.

(4) Fungsi Psikologis

Yaitu fungsi media sebagai berikut :

(a) Fungsi atensi

(b) Fungsi afektif

(c) Fungsi kognitif

(d) Fungsi imajinatif

(e) Fungsi motifasi

(f) Fungsi sosio-kultural

c. Klasifikasi Media Pembelajaran

Media pembelajaran apabila dilihat dari sudut pandang yang luas, tidak

hanya terbatas pada alat-alat video, visual, audio-visual saja. Melainkan

sampai pada kondisi pribadi pembelajar dan tingkah laku pengajar. Maka

media pembelajaran diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Bahan yang mengutamakan kegiatan membaca atau dengan menggunakan

simbol-simbol kata dan visual (bahan-bahan cetakan dan bacaan).

2) Alat-alat audio visual, alat-alat yang tergolong dalam kategori ini, yaitu :

a) Media proyeksi ( overhead projector, slide, film dan LCD )

b) Media non-proyeksi ( papan tulis, poster, papan temple, kartun,

papan plannel, komik, bagan, diagram, gambar, grafik, dan lain-

lain), dan

c) Benda tiga dimensi antara lain benda tiruan, diorama, boneka,

topeng, lembaran balik, peta, globe, pameran, dan museum sekolah.

3) Media yang menggunakan teknik atau masinal, yaitu, slide, film strif, film

rekaman, radio, televisi, video, VCD, laboratorium elektronik, perkakas

25

otointruktif, ruang kelas otomatis, system interkomunikasi, komputer,

internet.

4) Kumpulan benda-benda (material collections), yaitu berupa peninggalan

sejarah, dokumentasi, bahan-bahan yang memiliki nilai sejarah, jenis

kehidupan, mata pencaharian, industri, perbankan, perdagangan,

pemerintahan, agama, kebudayaan, politik, dan lain-lain.

5) Contoh- contoh kelakuan, perilaku pengajar. Pengajar memberi contoh

perilaku atau suatu perbuatan. Misalnya, mencontohkan suatu perbuatan

dengan gerakan tangan dan kaki, gerakan badan, mimik, dan lain-lain.

Media pembelajaran dalam bentuk ini, sangat tergantung pada inisiatif dan

kreasi pengajar dan jenis media seperti ini, hanya dapat dilihat, dan

ditirukan oleh pengajar .

Media pembelajaran sangat banyak macam dan jenisnya. Maka, untuk

menggunakan suatu media pembelajaran secara baik, efektif dan efisien dalam

proses pembelajaran diperlukan kemampuan, pengetahuan dalam memilih,

menggunakan dan kemampuan untuk mendesain serta membuat suatu media

pembelajaran tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keterkaitan

media dengan tujuan pembelajaran, metode, materi pembelajaran, kondisi

pembelajar. Selain itu, pengembangan dan penggunaan media pembelajaran,

sangat tergantung pada kreasi dan inisiatif pengajar itu sendiri. Sebab,

kemampuan, kreasi, dan inisiatif pengajar dalam memdesain, membuat dan

mengembangkan media pembelajaran merupakan hal yang mutlak, perlu

mengetahui beberapa taksonomi dan klasifikasi media yang dikemukakan oleh

beberapa para ahli media, sebagai usaha untuk mengklasifikasikan media

pembelajaran.

Klasifikasi tersebut sebagai upaya untuk menyederhanakan kompleksitas

berbagai masalah yang berkaitan dengan perkembangan fenomena media

pembelajaran. Salah satu klasifikasi media yang dikemukakan para ahli,

diantaranya Edgar Dale dan Rudy Bretz, sebagai berikut :

26

a) Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Edgar Dale menggambarkan tingkat pengalaman dan alat-alat yang

diperlukan untuk memperoleh pengalaman. Menurut Edgar Dale, pengalaman

berlangsung dari tingkat yang konkret naik menuju tingkat yang lebih abstrak.

Pada tingkat yang konkret, seseorang dapat belajar dari kenyataan atau

pengalaman langsung yang bertujuan dalam kehidupan kita. Kemudian

meningkat ketingkat yang lebih atas menuju kepuncak kerucut, dalam tingkat

yang abstrak bentuk simbol-simbol.

Kerucut pengalaman yang dikemukakan Edgar Dale sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Sumber : Sanaky (2009 : 41)

verbal

simbolvisual

gambar

rekaman radio,gambar tetap

gambar hidup

televisi

pameran

karyawisata

demonstrasi

pengalaman dramatisasi

pengalaman tiruan

pengalaman langsung dan bertujuan

27

Keterangan gambar 2.1 :

(1) Pengalaman langsung yang bertujuan, yaitu pengalaman yang diperoleh

dengan jalan hubungan langsung dengan benda-benda, kejadian, dan

pembelajar bekerja sendiri, mengalami sendiri, dan memecahkan masalah

sendiri. Semua yang dilakukan berdasarkan pada tujuan yang telah

direncanakan dan ditetapkan sebelumnya.

(2) Pengalaman tiruan yang diatur, yaitu pengalaman yang diperoleh dari benda-

benda atau kejadian tiruan dari yang sebenarnya atau penciptaan kembali

benda-benda tersebut. Alasan penciptaan karena: mungkin sulit didapatkan,

terlalu keci atau terlalu besar, dan tempatnya terlalu jauh.

(3) Pengalaman dramatisasi, yaitu penyajian dalam bentuk drama, dari berbagai

gerakan sampai ke permainan yang lengkap dengan pakaian dan dekorasi.

Manfaatnya :

(a) Banyak menarik perhatian

(b) Para pelaku menyelami watak yang diperankan

(c) Mempunyai nilai penyembuh

(d) Melatih kerjasama, dan

(e) Melatih penguasaan bahasa, sikap, suara, mimik dan gaya.

(4) Demonstrasi yaitu, percontohan atau pertunjukan cara membuat atau melayani

sesuatu proses. Misalnya : percontohan pemandian jenazah, wudzu, sholat, dan

lain-lain. Dalam proses pembelajaran, demonstrasi juga memerlukan alat-alat,

bahasa yang sederhana, persiapan yang baik, waktu yang cukup, tempat yang

memadai, dan minat dari pemirsa.

(5) Karyawisata, yaitu membawa pembelajar ke objek luar dengan maksud

memperkaya dan memperluas pengalaman pembelajar. Kegiatan yang

dilakukan pembelajar ,dalam karyawisata adalah : a) pembelajar aktif

melakukan observasi, b) Tanya jawab, c) mencatat, dan d) membuat laporan.

28

(6) Pameran, tujuanya, untuk mempertunjukan hasil pekerjaan pembelajar,

perkembangan dan kemajuan sekolah kepada warga sekolah dan masyarakat

pada umumnya.

(7) Televisi, yaitu suatu media yang menyampaikan pesan pendidikan dengan

pengajaran kepada anak-anak dan masyarakat. Program televisi pendidikan

dinilai selain menarik minat yang lebih besar dan gambar yang mudah

dipahami.

(8) Gambar hidup (Film), yaitu rangkaian gambar yang dapat diproyeksikan

kelayar dengan kecepatan tertentu. Rangkaian suatu gambar dan suara yang

menampilkan cerita dan gambar yang mudah dipahami.

(9) Radio, yaitu dengan siaran radio dapat disampaikan pengajaran secara efektif,

dan akan menambah pengalaman, pengetahuan, dan menimbulkan motivasi

belajar. Programnya berupa cerita, ceramah, wawancara, sandiwara, dan

sebagainya.

(10) Gambar, segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua

dimensi dan sebagai curahan perasaan dan pikiran. Lukisan dapat berbentuk

ilustrasi, karikatur, kartun, poster, gambar seni, slide, dan filmship.

(11) Lambang visual, yaitu gambar yang secara keseluruhan dari sesuatu yang

dijelaskan ke dalam suatu bentuk yang dapat divisualisasikan, misalnya :

(a) Sketsa, yaitu hasil lukis yang bentuknya belum lengkap atau tidak

lengkap,

(b) Bagan, yaitu kombinasi garis atau tulisan dengan gambarnya yang

dijelmakan secara logis untuk menerangkan fakta dan ide,

(c) Grafik, yaitu gambar yang memberi keterangan tentang angka-

angka dan hubunganya,

(d) Poster gambar, yaitu berfungsi sebagai pemberitahuan atau

peringatan atau penggugah,

(e) Komik, yaitu gambar atau lukisan yang bersambung yang

merupakan cerita,

29

(f) Kartun gambar, digunakan untuk menghibur, mengkritik, dan

menganjurkan,

(g) Diagram, yaitu kombinasi antara garis dan gambar yang

menunjukan hubungan intern dan bersifat abstrak,

(h) Peta gambar, melukiskan lambang keadaan yang sebenarnya.

(12) Lambang kata ( verbal ), lambang kata dapat dijumpai dalam buku dan

bahan-bahan lainya, seperti majalah, Koran, dan lain-lain.

Dari bagan dan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan itu dapat diperoleh dari pengalaman langsung dan pengalaman tidak

langsung. Pengalaman yang abstrak fungsi yang dapat mengubah indera peserta

didik sehingga mereka merasa memiliki pengalaman dalam pembelajaran tanpa

memakan proses dengan waktu yang panjang. Melalui media pembelajaran hal

yang bersifat abstrak bisa menjadi konkret dan praktis.

3. Film Dokumenter sebagai Media Pembelajaran

a. Film Dokumenter

Asal mula adanya pengertian dokumenter secara umum adalah Istilah

“dokumenter” pertama digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh

Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di

New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926. Di Perancis, istilah dokumenter

digunakan untuk semua film non-fiksi, termasuk film mengenai perjalanan

dan film pendidikan. Berdasarkan definisi ini, film-film pertama semua adalah

film dokumenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk

ke stasiun, pada dasarnya, film dokumenter merepresentasikan kenyataan. Jadi

secara umum pengertian film dokumenter adalah menampilkan kembali fakta

yang ada dalam kehidupan.

Ada beberapa pendapat para ahli mengenai film dokumenter, yaitu :

30

1) Menurut Raharjo (2005) film dokumenter adalah alat yang mampu

menggambarkan suatu kejadian atau keadaan tertentu secara hidup

sebagaimana adanya.

2) Menurut Sambas (2006) membuat film dokumenter adalah kegiatan

menyimpan peristiwa di belakang agar peristiwa dalam film itu tidak

hanya sebatas menjadi kenangan, tapi juga mengonstruksi kembali suatu

semangat di balik peristiwa itu. Video dan film-film dokumenter haruslah

dilihat sebagai sebuah feedback, sesuatu yang terjadi di belakang yang

dipresentasikan dan hadirkan kembali, sehingga dapat dimaknai sebagai

suatu fase interupsi untuk dibaca kembali dan menjadi referensi untuk ke

depan. Bagi publik, video dan film-film dekomenter dapat dimengerti

sebagai catatan historis. Sebelum mendokumentasikan peristiwa,

hendaknya kandungan dari konsep materi yang akan didokumenasikan

harus dipelajari. Kemudian mengetahui ke mana arah dan apa subtansinya.

Kemudian pembuat film melakukan observasi pendahuluan yang bertujuan

untuk mengetahui kondisi di lapangan. Konsep dapat berawal dari hal

sederhana, namun persoalan yang diangkat dapat ditarik pada persoalan

yang lebih luas konteksnya.

3) Menurut Marcel Danesi (2010) film dokumenter merupakan non fiksi yang

menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu

menggambarkan perasaan dan pengalamanya dalam situasi apa adanya,

tanpa persiapan atau langsung pada kamera atau pewawancara.

Pada tahun 1926 Robert Grierson menjabarkan definisi atau kriteria film

dokumenter yaitu ”Karya film dokumenter merupakan sebuah laporan yang

aktual yang kreatif (creative treatment of actualy)” kriteria ini dijabarkan pada

saat Robert Grierson mengulas film Moena karya Robert Flaherty.

Lima kriteria yang menerangkan bahwa dokumenter adalah film non

fiksi adalah; (1) setiap adegan dalam film dokumenter merupakan rekaman

kejadian sebenarnya tanpa intrepretasi imajinatif seperti halnya dalam film

31

fiksi; (2) (setting) adegan dirancang pada dokumenter latar belakang harus

spontan otentik dengan situasi dan kondisi asli (apa adanya); (3) yang

dituturkan dalam film documenter berdasarkan peristiwa nyata (realita),

sedangkan pada film fiksi isi cerita berdasarkan karangan (imajinatif); (4)

sebagai sebuah film non fiksi sutradara melakukan observasi pada suatu

peristiwa nyatalalu melakukan perekaman gambar sesuai dengan apa adanya;

(5) apabila struktur cerita pada film fiksi mengacu pada alur cerita atau plot,

dalam film dokumenter konsentrasinya lebih pada isi dan pemaparan.

Setiap adegan dalam film dokumenter merupakan rekaman kejadian

sebenarnya tanpa inteoretasi imajinatifseperti halnya dalam film fiksi. Bila

pada film fiksi latar belakang (setting) adegan dirancang, pada film

documenter latar belakang harus spontanotentik dengan situasi dan kondisi

asli (apa adanya), yang dituturkan dalam film dokumenter berdasarkan

peristiwa nyata (realita) sedangkan pada film fiksi isi cerita berdasarkan

karangan (imajinatif). Bila film dokumenter memiliki interpretasi kreatif

maka film fiksi memiliki interpretasi imajinatif.

b. Film Dokumenter sebagai Media Pembelajaran

Menggunakan film dalam pendidikan dan pengajaran di kelas sangat

berguna atau bermanfaat terutama untuk:

1) Mengembangkan pikiran dan pendapat para peserta didik,

2) Menambah daya ingat pada pelajaran,

3) Mengembangkan daya fantasi anak didik,

4) Menumbuhkan minat dan motivasi belajar (Sadiman 2008).

Carpenter dan Greenhill 1956 dalam (Harmadi 2011) mengkaji hasil-

hasil penelitian tentang film menyimpulkan sebagai berikut:

a) Film yang diproduksi dengan baik, bila digunakan baik sendirian maupun

dalam suatu seri dapat diterapkan sebagai alat utama untuk mengajar

ketrampilan penampilan (performance) tertentu dan untuk menyampaikan

beberapa jenis data faktual,

32

b) Tes setelah menonton akan meningkatkan belajar, jika peserta didik telah

diberi tahu apa yang harus diperhatikannya dalam film, dan bahwa mereka

akan di tes tentang isi film tersebut,

c) Peserta didik akan belajar lebih banyak jika diberi petunjuk studi untuk

tiap film yang dipakai dalam kegiatan belajar-mengajar,

d) Mencatat sambil menonton film hendaknya dicegah, karena hal itu akan

mengganggu perhatian peserta didik terhadap film itu sendiri,

e) Pertunjukan film secara bergantian dapat meningkatkan belajar,

f) Film-film pendek dapat dipenggal menjadi film sambung dan bermanfaat

untuk kepentingan praktek atau latihan,

g) Peserta didik dapat menonton film selama satu jam tanpa mengurangi

keefektifan dari tujuan pertemuan tersebut,

h) Keefektifan belajar melalui film harus dievaluasi,

i) Sesudah sebuah film dipertunjukkan, lalu pokok-pokok isinya dijelaskan

dan diinvestigasikan, akan mengurangi salah pengertian di kalangan

peserta didik,

j) Kegiatan lanjutan setelah menonton film hendaknya digalakkan untuk

memungkinkan pemahaman yang lebih tuntas,

Film harus dipilih agar sesuai dengan pelajaran yang sedang diberikan.

Untuk itu guru harus mengenal film yang tersedia dan lebih dahulu

melihatnya untuk mengetahui manfaatnya bagi pelajaran. Sesudah film

dipertunjukkan perlu diadakan investigasi, yang juga perlu disisapkan

sebelumnya. Ada kalanya film tertentu perlu diputar dua kali atau lebih utuk

memperhatikan aspek-aspek tertentu. Agar peserta didik jangan hanya

memandang film itu sebagai hiburan, sebelumnya mereka ditugaskan untuk

memperhatikan hal-hal tertentu. Sesudah itu dapat ditest berapa banyakkah

yang dapat mereka tangkap dari film itu.

33

B. Penelitian yang Relevan

Dari hasil penelusuran referensi, terutama terhadap hasil-hasil studi dan

pengkajian sebelumnya memperlihatkan adanya sejumlah studi atau penelitian

sebelumnya yang menaruh perhatian yang sama dengan penelitian ini, yakni terhadap

masalah analisis penggunaan film dokumenter sebagai media pembelajaran sejarah.

Sekalipun demikian, fokus masalah yang menjadi perhatian utama dari studi-studi

dan penelitian-penelitian selama ini memiliki perbedaan yang signifikan dengan

fokus masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Adapun beberapa hasil penelitian

yang relevan dengan penelitian ini antara lain:

Pertama, Jurnal Kajian Pendidikan Akuntansi Indonesia. Farida Kurniasih.

2013. Volume 2 No. 1. Pengembangan media Film Dokumenter sebagai pendukung

pembelajaran akuntansi pokok bahasan siklus akuntansi Persahaan dagang bagi

siswa SMK Kelas X Akuntansi. Jurusan Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Nageri Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan menguji kelayakan media film

dokumenter untuk digunakan sebagai pendukung pembelajaran Akuntansi pokok

bahasan Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang bagi siswa SMK kelas X Akuntansi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (Research and

Development) yang bertempat di SMK Negeri 1 Yogyakarta. Objek penelitian ini

berupa pengembangan media film dokumenter untuk mata pelajaran Akuntansi pokok

bahasan Siklus Akuntansi Perusahaan Dagang. Pengumpulan data menggunakan

angket, selanjutnya dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif.

Media film dokumenter dikembangkan dengan program Adobe Flash CS3.

Hasil penelitian berupa media film dokumenter yang dikemas dalam bentuk CD

(Compact Disk). Tahapan pengembangan media yang dilakukan, yaitu (1) identifikasi

masalah dan potensi, (2) alternatif solusi, (3) rancangan produk, (4) rancangan

pemilihan materi dan pengembangan perangkat lunak, (5) produk awal, (6) uji ahli,

(7) revisi I, (8) uji coba I, (9) revisi II, (10) uji coba II, (11) revisi III, dan (12) produk

akhir. Uji kelayakan media film dokumenter yang dikembangkan menurut ahli materi

34

memperoleh hasil sebesar 93%, ahli media pembelajaran memperoleh hasil sebesar

88%, dan uji dari siswa memperoleh hasil 84%. Berdasarkan hasil uji kelayakan

tersebut dapat disimpulkan bahwa media film dokumenter yang dikembangkan

menurut ahli materi, ahli media pembelajaran, dan siswa sangat layak, serta bisa

digunakan untuk mendukung pembelajaran Akuntansi pokok bahasan Siklus

Akuntansi Perusahaan Dagang bagi siswa SMK kelas X Akuntansi.

Relevansinya penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama – sama

menggunakan Film Dokumenter sebagai Media Pembelajaran yang bertujuan untuk

mempermudah penyampaian materi belajar. Perbedaanya yaitu jika dalam penelitian

ini Media Film dokumenter dikembangkan sedemikian rupa sehingga akan menjadi

Media Pembelajaran yang mudah diterima oleh siswa SMK khususnya dalam

pembelajaran Akuntansi, jika di penelitian saya bagaimana penggunaan film

documenter sebagai media pembelajaran sejarah mulai dari perencanaan

pembelajaran, proses pengajaranya, evaluasi serta kendala dan solusi.

Kedua, Jurnal Pendidikan, Novia Ayu Puspitasari. 2013. Volume 2 No. 3.

Penggunaan Film Dokumenter Sebagai Media Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar

Siswa Pada Mata Pelajaran Ppkn Di Kelas X-Mm Smk Muhammadiyah 5 Kepanjen.

Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jl. Semarang No 5

Malang.

Dalam penelitian ini menunjukan bahwa : (1) penggunaan media pada mata

pelajaran PPKn di kelas X MM SMK Muhammadiyah 5 Kepanjen; (2) penggunaan

film dokumenter dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran

PPKn di kelas X MM SMK Muhammadiyah 5 Kepanjen. Penelitian ini menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif ini didasarkan

bahwa peneliti ingin melihat dan mengetahui bagaimana penggunaan film dokumenter

sebagai media dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian ini merupakan

jenis penelitian tindakan kelas dimana peneliti berperan aktif atau sebagai instrumen

utama dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

35

ini adalah observasi, wawancara, angket, dokumentasi, tes dan catatan lapangan.

Sedangkan teknik analisis data dengan menggunakan reduksi data, penyajian data,

dan penarikan kesimpulan.

Relevansinya penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama

menggunakan media film dokumenter sebagai media pembelajaran, jika dalam

penelitian ini media film dokumenter digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa tetapi dalam penelitian saya mendeskripsikan bagaimana penggunaan film

dokumenter sebagai media pembelajaran sejarah mulai dari perencanaan

pembelajaran, proses pengajaranya, evaluasi serta kendala dan solusi

Ketiga, Jurnal Pendidikan, Meliyan Rinja Mustika. 2015. Volume 2 No. 1.

Pengaruh Pemanfaatan Film Dokumenter terhadap Hasil Belajar IPS, FKIP Unila

Bandar Lampung.

Berdasarkan hasil analisis data mengenai pengaruh pemanfaatan media film

dokumenter terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VIII di SMPN 1 Buay Bahuga

Way Kanan tahun ajaran 2014/2015 , dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Ada

pengaruh yang signifikan pemanfaatan media film dokumenter terhadap peningkatan

hasil belajar IPS siswa kelas VIII di SMPN 1 Buay Bahuga Way Kanan Tahun

Pelajaran 2014/2015. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui uji hipotesis dengan hasil

thitung sebesar 4,51 sedangkan ttabel 2,052, karena thitung > dari ttabel maka H1

diterima sedangkan H0 ditolak. Besarnya taraf signifikansi dari pengaruh

pemanfaatan media film dokumenter terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VIII di

SMPN 1 Buay Bahuga Way Kanan Tahun Pelajaran 2014/2015 sebesar 0,481 yang

jika dimasukkan kedalam interpretasi korelasi termasuk kedalam kategori cukup.

Relevansinya penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama

menggunakan media audio visual yang berupa film dokumenter sebagai media

pembelajaran sejarah dan perbedaanya penelitian ini dengan penelitian saya adalah

jika penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh yang signifikan dan besarnya taraf signifikansi pengaruh

pemanfaatan media film dokumenter terhadap hasil belajar IPS siswa Kelas VIII di

36

SMPN 1 Buay Bahuga Way Kanan tahun pelajaran 2014/2015 tetapi dalam penelitian

saya untuk mengethui bagaimana penggunaan film dokumenter sebagai media

pembelajaran sejarah mulai dari perencanaan pembelajaran, proses pengajaranya,

evaluasi serta kendala dan solusi.

Keempat, Jurnal Penelitian, Irul Tuflikhah, 2013. Volume 1 No. 2. Penggunaan

Film Dokumenter Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips

Kelas V Sekolah Dasar, Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Dalam penelitian ini, Tujuanya adalah mendiskripsikan aktifitas guru dan

siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan media film dokumenter pada

mata pelajaran IPS, mendeskripsikan hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran

dengan menggunakan media film dokumenter, mendeskripsikan motivasi belajar

siswa dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan media film dokumenter, serta

mendeskripsikan dan mengatasi kendala yang dihadapi selama proses pembelajaran

IPS menggunakan media film dokumenter. Penelitian ini menggunakan metode

Penelitian Tindakan Kelas yang menggunakan pendekatan penelitian diskriptif

kualitatif. Dilakukan melalui tiga siklus dan setiap siklus terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan, refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas

VA SDN Simomulyo I Kecamatan Sukomanunggal Surabaya yang berjumlah 36

siswa dengan jumlah laki-laki 16 siswa dan perempuan 20 siswa. Teknik

pengumpulan data menggunakan metode observasi, tes hasil belajar, dan angket.

Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif yaitu observasi, tes

dan angket. Hasil penelitian menggunakan menunjukkan bahwa aktivitas guru selama

pembelajaran mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase

ketuntasan 75% pada siklus I, 83,75% pada siklus II, 95% pada siklus III. Aktivitas

siswa mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan

69,44% pada siklus I, 77,78% pada siklus II, 91,67% pada siklus III. Hasil belajar

siswa juga mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan

63,88% pada siklus I, 77,78% pada siklus II, 88,88% pada siklus III. Respon siswa

juga mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan 76,52%

37

pada siklus I, 81,87% pada siklus II, 96,31% pada siklus III. Dengan demikian

kesimpulannya adalah penggunaan media film dokumenter dalam pembelajaran IPS

dapat meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, hasil belajar siswa dan respon

siswa pada pembelajaran IPS di kelas VA SDN Simomulyo I Kecamatan

Sukomanunggal Surabaya.

Relevansinya penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama

menggunakan media film dokumenter sebagai Media Pembelajaran, jika dalam

penelitian ini media film dokumenter digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa dengan cara melakukan penelitian tindakan kelas tetapi dalam penelitian saya

untuk mengetahui bagaimana penggunaan film dokumenter sebagai media

pembelajaran sejarah mulai dari perencanaan pembelajaran, proses pengajaranya,

evaluasi serta kendala dan solusi dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif.

Kelima, Jurnal Pendidikan. Heni Alvionita. 2014. Volume 3 No. 2.

Penggunaan Media dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Kabupaten Semarang

Tahun ajaran 2014/2015. Jurusan Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri

semarang.

Dalam penelitian ini media pembelajaran yang digunakan guru dalam

pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum KTSP dan

Kurikulum 2013 yakni SMA N 1 Ungaran, SMA Islam Sudirman Ambarawa, dan

SMA Virgo Fidelis Bawen hampir sama yaitu LCD, peta, globe, film dokumenter,

CD pembelajaran, gambar-gambar tokoh, buku, internet, dan lain sebagainya.

Kendala yang ditemui guru dalam penggunaan media pembelajaran di sekolah yang

menerapkan Kurikulum KTSP adalah guru kurang memaksimalkan media yang telah

tersedia sebagai fasilitas sekolah, dan kreatifitas guru dalam inovasi media

pembelajaran yang kurang, sedangkan kendala yang ditemui guru dalam penggunaan

media pembelajaran di sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 tidak terlalu

spesifik, hanya saja kendala itu bersifat kondisional saja. Solusi yang digunakan guru

untuk mengatasi kendala dalam penggunaan media pembelajaran sejarah di sekolah

yang menerapkan Kurikulum KTSP adalah harus disesuaikan dengan materi dan

38

lebih memaksimalkan penggunaan media yang telah tersedia sebagai fasilitas

sekolah, sedangkan solusi yang digunakan guru untuk mengatasi kendala dalam

penggunaan media pembelajaran sejarah di sekolah yang menerapkan Kurikulum

2013 adalah harus disesuaikan dengan materi dan KD serta KI nya, apalagi dengan

Kurikulum yang dipakai yakni Kurikulum 2013 ada K1, K2, K3, dan K4 itu harus

disesuaikan.

Relevansinya penelitian ini dengan penelitian saya adalah sama-sama

menggunakan media sebagai cara untuk menumbuhkan minat belajar peserta didik

dan penelitian ini juga menunjukan kesamaan dalam analisis data, sebagai penelitian

kualitatif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian saya adalah, jika penelitian ini

tidak hanya film dokumenter tetapi ada media lainya seperti peta, globe dan CD

pembelajaran tetapi kalau dipenelitian saya terfokus pada satu media pembelajaran

yaitu film dokumenter.

C. Kerangka Berfikir

Gambar 2.2. Kerangka Berfikir

Pembelajaran Sejarahkelas XII SMA

Negeri Gondangrejo

Film Dokumentersebagai Media

Pembelajaran Sejarah

Hasil Belajar Siswadengan MenggunakanMedia Pembelajaran

Film Dokumenter

Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi Kendala danSolusi

39

Keterangan:

Dari gambar kerangka berfikir di atas maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

Dari latar belakang masalah yang sudah dijelaskan di awal maka perlu adanya

gagasan untuk mencanangkan suatu model pembelajaran yang dapat menyelesaikan

masalah tersebut. Salah satunya adalah model pembelajaran sejarah berbasis media,

yaitu suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik

memahami teori secara mendalam melalui pemanfaatan media audio visual.

Dalam pelaksanaannya pembelajaran berbasis media memanfaatkan sebuah

media berbentuk tayangan audio visual tentang peristiwa-peristiwa sejarah yang

berbentuk film dokumenter sejarah, dari film-film inilah, peserta didik akan diajak

melihat peristiwa-peristiwa sejarah dalam bentuk audio visual, sehingga peserta didik

akan lebih mudah memahami sebuah peristiwa sejarah tanpa harus berimajinasi yang

belum sesuai dengan yang sebenarnya terjadi dalam sebuah peristiwa sejarah.

Pembelajaran sejarah dengan menggunakan film dokumenter terdapat 4 tahap

dalam pembelajaran, yaitu tahap pertama adalah perencanaan pembelajaran, kedua

adalah proses pembelajaran yang terdiri dari pendahuluan, inti yang terdapat

eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi dan terakhir adalah penutup, ketiga evaluasi

pembelajaran, dan yang terakhir adalah kendala dan solusi dalam pembelajaran. Dari

semua kegiatan pembelajaran maka akan diketahui bagaimana hasil pembelajaran

sejarah dengan menggunakan film dokumenter.