bab ii teori dasar - digilib.itb.ac.id · teori dasar 2.1 representasi citra ... 2.4.2 feature...

16
4 Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra Citra dapat direpresentasikan sebagai kumpulan picture element (pixel) pada sebuah fungsi analog dua dimensi f(x,y) yang menyatakan intensitas cahaya yang terpantul pada setiap koordinat posisi (x,y). Gambar 2.1 Representasi citra Gambar 2.1 merupakan contoh representasi citra. Pada contoh ini koordinat citra dimulai dari kiri atas, dan berakhir di kanan bawah. Citra yang direpresentasikan pada gambar 2.1 mempunyai ukuran MxN. Ukuran citra tersebut akan mempengaruhi kapasitas memori yang dibutuhkan dan kecepatan pengolahan citra oleh komputer. Semakin kecil ukuran citra maka kapasitas memori yang dibutuhkan akan semakin sedikit dan kecepatan pengolahan citra akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin besar ukuran citra maka akan semakin besar kapasitas memori yang dibutuhkan dan akan semakin rendah pula kecepatan pengolahan citra. Setiap pixel pada citra mempunyai suatu nilai tertentu yang menyatakan intensitas warna dari pixel bersangkutan. Berdasarkan informasi intensitas warna

Upload: vanthuy

Post on 31-Aug-2018

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

4

Bab II

Teori Dasar

2.1 Representasi Citra

Citra dapat direpresentasikan sebagai kumpulan picture element (pixel)

pada sebuah fungsi analog dua dimensi f(x,y) yang menyatakan intensitas cahaya

yang terpantul pada setiap koordinat posisi (x,y).

Gambar 2.1 Representasi citra

Gambar 2.1 merupakan contoh representasi citra. Pada contoh ini

koordinat citra dimulai dari kiri atas, dan berakhir di kanan bawah. Citra yang

direpresentasikan pada gambar 2.1 mempunyai ukuran MxN. Ukuran citra

tersebut akan mempengaruhi kapasitas memori yang dibutuhkan dan kecepatan

pengolahan citra oleh komputer. Semakin kecil ukuran citra maka kapasitas

memori yang dibutuhkan akan semakin sedikit dan kecepatan pengolahan citra

akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin besar ukuran citra maka akan semakin

besar kapasitas memori yang dibutuhkan dan akan semakin rendah pula kecepatan

pengolahan citra.

Setiap pixel pada citra mempunyai suatu nilai tertentu yang menyatakan

intensitas warna dari pixel bersangkutan. Berdasarkan informasi intensitas warna

Page 2: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

5

tersebut, terdapat tiga jenis citra digital, yaitu citra digital biner, citra digital

grayscale, dan citra digital berwarna.

Untuk citra digital biner, nilai pada setiap pixel berharga 0 atau 1. Gambar

2.2 merupakan contoh representasi citra digital biner. Komponen warna yang ada

adalah putih dan hitam. Warna hitam direpresentasikan dengan nilai 0, sedangkan

warna putih direpresentasikan dengan nilai 1.

Gambar 2.2 Representasi sebuah citra digital biner beserta nilai pixelnya

Untuk citra digital grayscale, nilai pada setiap pixel menyatakan tingkat

keabu-abuan. Gambar 2.3 merupakan contoh representasi citra digital grascale.

Komponen warna yang ada adalah hitam, abu-abu, dan putih. Warna hitam

direpresentasikan dengan nilai 0 sedangkan warna putih direpresentasikan dengan

nilai 255. Nilai diantaranya merupakan intensitas keabu-abuan pixel yang

bersangkutan.

Page 3: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

6

Gambar 2.3 Representasi sebuah citra digital grayscale beserta nilai pixelnya

Berbeda dengan citra digital biner dan grayscale, citra digital berwarna

memiliki informasi warna yang terdiri dari lebih dari satu kanal. Kanal yang

dimaksud umumnya berjumlah tiga buah kanal warna. Pada Gambar 2.4 dapat

dilihat representasi sebuah citra digital berwarna beserta nilai pixelnya. Citra pada

gambar tersebut mempunyai tiga buah kanal warna, yaitu R (red), G (green), dan

B (blue). Dengan demikian citra tersebut disebut memiliki model warna RGB.

Pada citra digital berwarna sebenarnya terdapat model warna yang lain seperti

HSV, HSL, ataupun CMYK. Namun pada tugas akhir ini analisis yang dilakukan

hanya terbatas melalui model warna RGB saja. Hal ini ditujukan demi

penyederhanaan masalah dalam pemrograman. Selain itu, format citra yang diolah

sejatinya memang dalam format RGB, sehingga dibutuhkan suatu algoritma awal

tambahan bila ingin mengkonversi model warna yang digunakan menjadi model

warna selain RGB.

Page 4: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

7

Gambar 2.4 Representasi sebuah citra digital berwarna beserta nilai pixelnya

2.2 Akuisisi Citra

Akuisisi citra adalah proses untuk menangkap citra dengan kamera

kemudian mengubah citra tersebut menjadi citra digital yang akan diproses oleh

komputer. Untuk mengakusisi citra diperlukan kamera dan digitizer. Kamera

berfungsi untuk menangkap citra dari obyek sedangkan digitizer berfungsi untuk

mengubah citra tersebut menjadi citra digital.

Gambar 2.5 Proses akuisisi citra

2.3 Pengolahan Citra

Setelah mendapatkan citra digital yang diinginkan, pengolahan citra

dilakukan untuk menghasilkan keputusan tertentu terhadap citra tersebut. Di sini

manipulasi dilakukan pada citra dengan tujuan untuk memperoleh citra yang lebih

Page 5: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

8

baik dan memperoleh suatu data atau informasi dari citra. Dalam bidang ilmu

computer vision terdapat banyak sekali teknik pengolahan citra. Namun pada

bagian ini hanya akan dibahas teknik-teknik yang digunakan dalam tugas akhir

ini.

2.3.1 Thresholding

Thresholding diperlukan untuk memisahkan obyek utama dari obyek lain

atau lingkungan pada suatu citra. Dengan thresholding diharapkan citra hanya

mempunyai dua kondisi intensitas nilai pixel, yaitu intensitas high yang

menandakan obyek utama dan intensitas low untuk menandakan lingkungan.

Proses thresholding pada umumnya dilakukan dengan pemberian suatu nilai

ambang intensitas. Jika nilai intensitas suatu pixel berada di atas nilai ambang

tersebut maka intensitas pixel yang bersangkutan pada citra hasil thresholding

akan diubah menjadi high. Sebaliknya jika nilai intensitas suatu pixel berada di

bawah nilai ambang tersebut maka intensitas pixel yang bersangkutan pada citra

hasil thresholding akan diubah menjadi low. Pemberian nilai ambang harus

dilakukan secara hati-hati karena pemberian nilai ambang yang salah akan

mengakibatkan kesalahan dalam pemisahan obyek utama dan lingkungan.

Dalam persamaan matematis, operasi thresholding dapat dinyatakan

sebagai berikut :

TyxfG

TyxfGyxg

b

o

),(,

),(,),( ... (2.1)

dimana:  

f(x,y) : nilai greylevel citra sebenarnya

g(x,y) : nilai greylevel citra hasil operasi threshold

oG : nilai greylevel obyek citra setelah operasi threshold

bG : nilai greylevel latar belakang citra setelah operasi threshold

T : nilai ambang

Page 6: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

9

Gambar 2.6 menunjukkan contoh operasi thresholding. Citra di sebelah

kiri adalah suatu citra grayscale. Sedangkan citra di sebelah kanan adalah citra

hasil operasi thresholding.

Gambar 2.6 Contoh operasi thresholding pada citra

2.4.2 Feature Detection

Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

abstraksi-abstraksi yang berasal dari informasi citra dan membuat keputusan-

keputusan lokal pada setiap titik pada citra mengenai keberadaan suatu fitur pada

titik tersebut. Fitur yang dimaksud bisa berupa garis, titik, ataupun area. Jika pada

suatu citra terdapat lebih dari satu fitur, maka diperlukan proses penandaaan

(labelling) untuk memilah-milah diantara fitur-fitur yang terdeteksi.

Pada tugas akhir kali ini fitur yang ingin dideteksi adalah berupa sebuah

titik laser. Sedangkan data yang ingin diperoleh adalah posisi ketinggian titik laser

tersebut. Oleh karena itu, feature detection yang digunakan dalam tugas akhir ini

disederhanakan dengan tidak menggunakan labelling. Pada citra titik laser akan

menjadi suatu area yang titik beratnya dalam sumbu vertikal (y) dapat dihitung

menggunakan persamaan:

A

ydAy _

… (2.2)

Gambar 2.7 menunjukkan contoh citra yang sudah diolah terlebih dahulu

sehingga yang terlihat hanya sebuah fitur berupa area putih. Dengan

menggunakan feature detection, dapat dihitung titik berat area putih tersebut

Page 7: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

10

sehingga dapat ditemukan bahwa posisi area tersebut pada sumbu vertikal berada

pada 60 pixel dari ujung bawah citra.

Gambar 2.7 Contoh citra dengan sebuah fitur berupa area putih

2.4 Pengolahan Citra Untuk Mendapatkan Jarak

Teori tentang pengolahan citra tunggal berbantuan laser pointer untuk

mendapatkan jarak dapat diturunkan dari teori pada metode yang paling umum

digunakan, yaitu metode pengolahan citra stereo untuk mendapatkan jarak.

2.4.1 Pengolahan Citra Stereo[1]

Sistem penglihatan stereo menggunakan prinsip kesebangunan segitiga

untuk dapat menentukan jarak obyek terhadap kamera. Pada Gambar 2.8 dapat

dilihat prinsip dari penglihatan stereo, dimana titik yang sama pada obyek (scene

point) akan dipetakan menjadi titik yang berbeda pada citra kiri dan citra kanan

yaitu A dan A’.

Gambar 2.8 Prinsip penglihatan stereo [2]

Page 8: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

11

Cara penghitungan jarak adalah dengan menggunakan data disparity.

Disparity, d, didefinisikan sebagai pergeseran yang terjadi pada titik-titik yang

bersesuaian. Dapat dimisalkan jarak antara titik A pada citra kiri dan titik pusat

kamera kiri adalah u, sedangkan jarak antara titik A’ pada citra kanan dan titik

pusat kamera kanan adalah u’. Sehingga disparity dapat dirumuskan sebagai

berikut :

'uud ...(2.3)

Untuk lebih jelasnya, prinsip penghitungan jarak menggunakan data

disparity ini dapat dilihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Prinsip penghitungan jarak menggunakan data disparity

Pada gambar di atas, f adalah panjang fokus lensa kamera, T adalah jarak antara

dua titik pusat (sumbu optik) dua kamera, dan Z adalah jarak yang dicari. Dengan

memakai hubungan kesebangunan segitiga, didapatkan hubungan sebagai berikut:

d

f

T

Z ...(2.4)

Page 9: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

12

Sehingga Z dapat dihitung dengan persamaan:

d

fTZ …(2.5)

Persamaan 2.5 di atas menunjukkan bahwa dengan panjang fokus lensa yang

konstan dan jarak antar kamera yang konstan maka jarak akan berbanding terbalik

dengan disparity. Sehingga semakin besar disparity maka semakin dekat titik

yang diamati terhadap kamera. Adapun asumsi yang dipakai pada penurunan

persamaan di atas yaitu:

1. Kedua kamera mempunyai panjang fokus yang sama.

2. Kedua kamera sejajar sumbu optiknya.

Untuk dapat memperoleh nilai jarak dari suatu titik, maka titik yang

bersangkutan harus ditemukan pada citra sebelah kiri maupun citra sebelah kanan.

Permasalahan terbesar dalam sistem penglihatan stereo adalah pencocokan obyek

atau titik pada satu citra dan menemukan pasangannya, yaitu proyeksi titik atau

obyek yang sama pada citra yang lain.

Contoh cara pencocokan titik dapat dilihat pada gambar di bawah ini yang

didapat dari tugas akhir yang dibuat oleh rekan Tutut Prasetyo[3].

Gambar 2.10 Contoh metode pencocokan titik pada sistem penglihatan stereo.

Untuk mendapatkan dua titik yang bersesuaian, pertama-tama sistem harus

mampu mendefinisikan yang mana yang merupakan obyek, dan mana yang

merupakan latar. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan thresholding yang

Page 10: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

13

sedemikian rupa sehingga citra berwarna yang ada di atas diubah bentuknya

menjadi citra hitam putih yang ada di bawahnya. Kemudian sistem harus dapat

menentukan yang mana benda pertama, yang mana benda kedua, dan seterusnya

dengan menggunakan proses labelling. Setelah itu sistem melakukan

penghitungan titik berat tiap-tiap benda sehingga didapatkan titik-titik merah yang

terlihat pada gambar. Titik merah ini kemudian dicocokkan antara titik merah

benda pertama di kiri dengan di kanan, titik merah benda kedua di kiri dan di

kanan, dan seterusnya sehingga didapat nilai disparity untuk tiap-tiap obyek.

Metode yang sedemikian panjang ini pada prakteknya masih sulit untuk

diterapkan untuk penangkapan citra secara live video (bukan dengan analisa

gambar hasil pemotretan).

2.4.2 Pengolahan Citra Tunggal Berbantuan Laser Pointer

Gambar 2.11 Prinsip penghitungan jarak pada citra tunggal berbantuan laser

pointer

Prinsip penghitungan jarak pada citra tunggal berbantuan laser pointer

serupa dengan prinsip penghitungan jarak citra stereo. Hanya saja dalam metode

Page 11: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

14

ini kamera di sebelah kiri digantikan oleh laser pointer, sehingga hanya

dibutuhkan satu buah kamera. Garis SC pada gambar adalah lintasan tembakan

sinar laser, sedangkan u’ dalam hal ini berada pada suatu bidang imajiner yang

menggantikan bidang citra. Dari persamaan 2.3 dan 2.4, diketahui bahwa untuk

mencari Z menggunakan u dan u’ dapat digunakan persamaan:

'uu

f

T

Z

...(2.6)

Pada metode penghitungan jarak menggunakan citra tunggal berbantuan

laser pointer, u’ tidak bisa didapatkan dari citra. Yang bisa kita dapatkan adalah

sudut kemiringan arah tembakan laser terhadap sumbu optik imajiner yang sejajar

dengan sumbu optik kamera. Sudut kemiringan ini pada gambar dilambangkan

dengan . Dengan demikian persamaan tadi dapat diubah menjadi:

fTanu

f

T

Z

...(2.7)

Sehingga Z dapat dihitung melalui persamaan:

Tanf

uT

Z

...(2.8)

Persamaan 2.8 menunjukkan bahwa kita dapat menghitung jarak apabila

kita mendapatkan data u dari citra, dan data dari suatu alat pengukur sudut.

Namun demikian, persamaan ini tidak dapat diterapkan secara langsung untuk

mengolah citra digital. Hal ini disebabkan pada persamaan tersebut satuan u

haruslah sama dengan satuan f, yaitu dalam satuan panjang seperti meter atau

milimeter. Sedangkan data yang bisa diperoleh dari suatu citra digital adalah

panjang dalam satuan pixel. Namun demikian kita tahu bahwa:

pu ... (2.7)

Dimana p adalah panjang dalam satuan pixel. Sehingga:

Cpf

u ... (2.8)

Dengan demikian persamaan 2.6 dapat diubah bentuknya menjadi:

TanCp

TZ

... (2.9)

Page 12: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

15

Persamaan 2.9 inilah yang nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam

pengukuran jarak yang dilakukan pada tugas akhir ini.

Dengan mengggunakan metode pengolahan citra tunggal berbantuan laser

pointer, masalah pencocokan titik pada metode pengolahan citra stereo akan

disederhanakan menjadi masalah pencarian titik laser pada citra.

2.5 Laser Distance Sensor / Optical Distance Sensor

Laser distance sensor pada tugas akhir ini akan digunakan sebagai alat

ukur pembanding yang hasil pembacaannya dianggap benar. Titik laser yang akan

ditangkap pada citra adalah titik laser yang berasal dari alat ukur ini. Dengan

demikian bisa dipastikan bahwa sistem visual dan laser distance sensor mengukur

jarak terhadap suatu titik yang sama.

Laser distance sensor yang digunakan pada tugas akhir ini yaitu seri

O1D100 buatan IFM mengukur jarak berdasarkan prinsip time of flight. Cara kerja

prinsip ini adalah bahwa setiap photon yang ditransmisikan membutuhkan waktu

yang tertentu untuk “terbang” ke arah target dan kembali ke sensor. Periode waktu

ini besarnya berbanding lurus dengan jarak. Besarnya periode waktu ini dapat

diukur oleh perangkat elektronik yang ada pada sensor dan dikonversikan

besarannya menjadi jarak untuk ditampilkan kepada pengguna.

Gambar 2.12 menggambarkan cara kerja laser distance sensor O1D100

buatan IFM yang menggunakan prinsip time of flight.

Gambar 2.12 Cara kerja laser distance sensor O1D100 buatan IFM

Page 13: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

16

2.6 Motor Servo DC

Sebuah motor servo DC terdiri dari motor DC kecil, gearset, sebuah

feedback potentiometer (variable resistor), dan beberapa perangkat elektronik lain

sebagai sistem kontrol. Motor berputar pada kecepatan yang berubah-ubah dan

dikopel pada sebuah gearset reduksi. Gearset ini mereduksi kecepatan motor yang

tinggi untuk mendapatkan torsi yang lebih baik.

Gambar 2.13 Komponen-komponen motor servo DC

Servo merupakan contoh klasik dari sebuah sistem closed loop feedback.

Potensiometer dikopel pada gear output sehingga tahanannya akan proporsional

terhadap posisi output servo. Sinyal dari tahanan ini akan diambil oleh sirkuit

kontrol untuk menghasilkan sinyal error ketika posisi yang diinginkan tidak

sesuai dengan posisi saat ini. Misalkan servo diperintahkan berputar ke posisi 90°

dan hasil sebenarnya 80°, maka sinyal error akan menyebabkan motor akan

memutar porosnya kembali sehingga sinyal error-nya menjadi nol, yaitu pada saat

posisi poros mencapai 90°. Proses tersebut akan terjadi berulang-ulang dan

menjadi sebuah closed loop feedback yang akan mempertahankan sinyal error

agar besarnya selalu nol.

Servo dikendalikan dengan pengiriman sinyal berupa pulsa. Pulsa tersebut

memiliki tiga parameter yaitu lebar pulsa minimum, lebar pulsa maksimum dan

periode pengulangan. Pulsa yang diberikan akan menentukan seberapa jauh poros

berputar. Sebagai contoh, pada motor servo jenis HS322-HD buatan Hitec, lebar

Page 14: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

17

pulsa maksimum sebesar 1,5 milisekon akan menyebabkan poros berputar ke

posisi 90° (posisi netral). Periode pengulangan pada motor servo ini sudah tertentu

yaitu sebesar 20 milisekon, atau dengan kata lain frekuensinya sebesar 50 Hz. Jika

lebar pulsa maksimum yang diberikan kurang dari 1,5 milisekon, maka poros

akan menuju ke posisi kurang dari 90°. Sebaliknya bila pulsa maksimum yang

diberikan lebarnya lebih dari 1,5 milisekon, maka poros akan berputar menuju ke

posisi yang lebih dari 90°. Teknik pemberian sinyal untuk menentukan posisi ini

disebut Pulse Width Modulation (PWM).

Gambar 2.14 PWM pada motor servo

Gambar 2.15 Contoh perintah PWM dan outputnya pada motor servo

2.7 Rotary Encoder

Rotary encoder atau shaft encoder adalah suatu perangkat elektromekanik

yang digunakan untuk mengkonversi perpindahan angular dari suatu poros

menjadi kode-kode analog ataupun digital. Terdapat dua jenis utama dari rotary

encoder, yaitu tipe absolut dan tipe incremental. Absolute rotary encoder

menghasilkan kode yang unik untuk tiap-tiap posisi sudut poros tertentu,

Page 15: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

18

sedangkan incremental rotary encoder menghasilkan kode-kode yang bisa

diterjemahkan sebagai jarak perpindahan sudut relatif terhadap posisi awal. Dalam

tugas akhir ini yang digunakan dalah rotary encoder tipe incremental karena

pertimbangan biaya yang murah untuk kecermatan pembacaan yang cukup baik.

Incremental encoder bekerja dengan cara menerjemahkan putaran poros

encoder tersebut menjadi sinar cahaya terputus-putus yang selanjutnya diolah

menjadi bentuk pulsa-pulsa listrik. Sinar cahaya terputus-putus tersebut dihasilkan

dari konstuksi gabungan sumber cahaya, glass disk, dan photosensor seperti pada

gambar 2.15.

Gambar 2.16 Contoh skema konstruksi bagian dalam incremental rotary encoder

Kosntruksi berpasangan seperti gambar di atas akan menghasilkan dua

buah sinyal sinusoidal seperti pada gambar 2.16. Perbedaan fasa sebesar 90

derajat diperoleh dengan cara mengatur posisi relatif dantara kedua photosensor

yang ada.

Gambar 2.17 Output sinusoidal dari dua buah photosensor

Page 16: Bab II Teori Dasar - digilib.itb.ac.id · Teori Dasar 2.1 Representasi Citra ... 2.4.2 Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung

19

Sinyal tersebut kemudian diubah oleh suatu rangkaian Schmitt Trigger

menjadi bentuk pulsa. Gabungan kedua pulsa, yang disebut pulsa A dan B ini

kemudian digolongkan ke dalam empat kondisi seperti pada gambar 2.16,

sehingga disebut quadrature outputs. Tabel kondisi dapat dilihat pada tabel 2.1.

Gambar 2.18 Quadrature outputs

Tabel 2.1 Pengkodean kondisi quadrature outputs

Tabel di atas dapat digunakan untuk menghitung suatu hitungan untuk

mengetahui posisi angular relatif. Misalkan kita menggunakan konvensi arah

putaran clockwise dan output berubah dari kondisi 00 ke 01, maka diketahui

bahwa hitungan bertambah satu. Hal ini berarti encoder telah berputar sejauh 1

per pulsa incremental rotary encoder dalam satu putaran dikalikan dengan 360

derajat. Bila jumlah pulsa incremental rotary encoder berjumlah 1000, berarti

poros telah berputar sejauh 0,36 derajat searah jarum jam. Sebaliknya, jika output

berubah dari kondisi 00 ke 10, berarti poros telah berputar 0,36 derajat

berlawanan arah jarum jam.