bab ii stabilo

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Hipertensi intrakanial Otak ditutupi kranium sehingga rongga kranium merupakan suatu ruangan yang kaku dengan volume yang tetap kira-kira 1500 cm 3 pada manusia dewasa. Isi intrakranial dapat dibagi atas tiga bagian: jaringan otak (kira-kira 90% dari volume intrakranial), cairan serebrospinal dan darah dengan jumlahnya kira-kira 10-20%. Jumlah cairan serebrospinal dan darah bervariasi dapat menurun bergantung dari intervensi terapi. Secara umum, volume darah otak berhubungan dengan aliran darah otak yang dipengaruhi oleh kontrol mekanisme fisiologis. Peningkatan tekanan intrakranial terlihat pada banyak proses patologis yang menambah volume isi intrakranial. Hipertensi intrakranial dapat berkembang dengan mekanisme sebagai berikut: 1 ) peningkatan volume cairan serebrospinal sebagai akibat hambatan sirkulasi atau absorpsi cairan serebrospinal, 2) peningkatan volume darah akibat vasodilatasi,dan 3) space-occupying lesion misalnya tumor, hematoma, atau edema.

Upload: ranieffendi

Post on 04-Dec-2015

240 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Manajemen hipertensi intrakranial

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Stabilo

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Patofisiologi Hipertensi intrakanial

Otak ditutupi kranium sehingga rongga kranium merupakan suatu

ruangan yang kaku dengan volume yang tetap kira-kira 1500 cm3 pada

manusia dewasa. Isi intrakranial dapat dibagi atas tiga bagian: jaringan otak

(kira-kira 90% dari volume intrakranial), cairan serebrospinal dan darah

dengan jumlahnya kira-kira 10-20%. Jumlah cairan serebrospinal dan darah

bervariasi dapat menurun bergantung dari intervensi terapi. Secara umum,

volume darah otak berhubungan dengan aliran darah otak yang dipengaruhi

oleh kontrol mekanisme fisiologis.

Peningkatan tekanan intrakranial terlihat pada banyak proses patologis

yang menambah volume isi intrakranial. Hipertensi intrakranial dapat

berkembang dengan mekanisme sebagai berikut: 1) peningkatan volume

cairan serebrospinal sebagai akibat hambatan sirkulasi atau absorpsi cairan

serebrospinal, 2) peningkatan volume darah akibat vasodilatasi,dan 3)

space-occupying lesion misalnya tumor, hematoma, atau edema.

Edema otak diklasifikasikan kedalam sitotoksik atau vasogenik.

Sitotoksik disebabkan karena kerusakan neuron, yang akan menyebabkan

peningkatan sodium dan air dalam sel otak dan keadaan ini akan

meningkatkan volume intraseluler.

Hipoksia dan iskemia pada cedera kepala dan stroke dapat membawa

kearah terjadinya edema sitotoksik. Vasogenik edema disebabkan karena

rusaknya barier darah-otak dan pergerakan protein dari darah kedalam

ruangan ekstrakulikuler otak. Air berpindah berdasarkan tekanan osmotik

protein, meningkatan volume cairan dalam ruang ekstraseluler otak.

Vasogenik edema terlihat pada infeksi dan tumor otak.

Tekanan intrakranial pada manusia umumnya kurang dari 10 mmHg.

Dalam keadaan normal, sedikit peningkatan volume intracranial dan dengan

Page 2: Bab II Stabilo

translokasi cairan serebropspinal dan darah vena kedalam ruangan cairan

serebrospinal spinal dan vena ekstrakranial. Setelah suatu titik tertentu,

kapasitas dari sistim yang mengatur peningkatan volume menjadi lelah dan

sedikit penambah volume akan menyebabkan peningkatan tekanan

intracranial (gambar 1)

Suatu peningkatan tekanan intrakranial akan menyebabkan dua

perubahan besar yaitu terjadinya iskemia serebral dan herniasi (gambar 2).

Tekanan perfusi otak ditentukan dengan rumus MAP (Tekanan Arteri

Rerata) tekanan intrakranial. Jika tekanan intrakranial meningkat lebih

besar dari tekanan arteri rerata, tekanan perfusi otak menurun. Pada kasus

berat, keadaan ini akan

membawa kearah iskemia, cedera neuron, dan kematian. Efek

buruk kedua dari peningkatan tekanan intracranial adalah kemungkinan

terjadinya herniasi otak. Herniasi ini dapat melalui meningen, masuk

kedalam kanalis spinalis atau melalui suatu kraniotomi. Herniasi dapat

dengan cepat membawa kearah memburuknya fungsi neurologis dan

kematian.

Page 3: Bab II Stabilo

Gambar 2. Patofisiologihipertensi intrakranial. Dikutip dari :

Bendo AA, Luba K, International Anesthesiology Clinics;

2000.

Indikator klinik adanya kenaikan tekanan intrakranial adalah sakit

kepala (khas dengan adanya postural headache pada pasien yang bangun

pada malam hari), mual dan muntah, pandangan kabur, somnolen, edema

papil dan dengan lebih tingginya hipertensi intracranial, terjadi penurunan

kesadaran dan depresi nafas. Hipertensi intracranial yang tidak terkendali

sering digembar-gemborkan dengan terjadinya trias Cushing (hipertensi

intracranial, hipertensi arterial dan reflex bradikardi),

CT scan menunjukan adanya peningkatan tekanan intracranial

dengan adanya midline shift, obliterasi sistema basalis, hilangnya sulkus,

hilangnya ventrikel (atau pembesaran, dalam kasus hidrosefalus, dan

ederma (adanya daerah hipodensitas)

2.2. Patofisiologi kerusakan Neuron sekunder terhadap IskemiaOtak adalah organ yang paling sensitif bila pasokan darah terbatas.

Efek sentral yang mempresipitasi kerusakan adalah pengurangan produksi

energi disebabkan karena blokade fosforilase oksidatif. Hal ini dapat

mengurangi produksi ATP per molekul glukosa sampai 95%, jatuhnya

konsentrasi ATP akan menyebabkan hilangnya energi untuk mekanisme

hemeostasis pompa ion yang kerjanya tergantung dari ATP akan rusak dan

Page 4: Bab II Stabilo

Ca dan Na intraseluler akan meningkat, sedangkan K intraseluler akan

menurun. Perubahan ion ini akan menyebabkan depolariseluler neuron dan

melepaskan EAA seperti glutamat. Kadar glutamat yang tinggi akan

menyebabkan depolarisasi membran lebih lanjut dan lebih banyak Ca masuk

kedalam sel. Kadar Ca interseluler yang tinggi dipikirkan sebagai pemicu

sejumlah kejadian yang akan membawa kearah kerusakan anoksis atau

iskemik. Hal itu termasuk antara lain peningkatan aktivitas protease

phospholipase. Tingginya phopholipase akan meningkatkan level asam

lemak bebas (Free fatty Acids / FFA) dan radikal bebas. Radikal bebas akan

merusak protein dan lipid, sedangkan FFA mengpengharui fungsi membran.

Sebagai tambahan, ada peningkatan produksi laktat dan ion hidrogen.

Semua proses ini, bersama-sama dengan pengurangan kemampuan untuk

sintesa protein dan lipid mengakibatkan penurunan kadar ATP, yang akan

membawa kearah kerusakan ireversibel dengan iskemia. Sebagai tambahan,

aktivasi fosfolipase membawa kearah akses produksi asam arakhidonik,

yang mana, pada reoksigenasi dapat berbentuk eicosanoid (thromboksan,

postaglandin, dan leukotrin). Thomboksan menyebabkan vasokontriksi dan

mengurangi aliran darah pada periode post iskemik, sedangkan leukotrin

dapat meningkatkan ederma.

Trauma otak dapat secara langsung membawa kearah kerusakan

neuron secara fisik yang permanen. Kerusakan primer dapat juga

disebabkan oleh herniasi otak atau terputusnya pembuluh darah otak.

Kerusakan primer bersifat ireversibel, tetapi, kebanyakan cedera otak pada

pasien trauna bersifat cedera sekunder dan terjadi setelah kecelakaan

pertama influks Ca akibat adanya trauma telah jelas bekerja sebagai

pemicu dari kerusakan otak. Adalah penting untuk mencegah iskemia

sekunder yang mengikuti trauma otak dan mungkin disebabkan pelepasan

substansi vasokontriksi selama reperfusi. Sebagai tambahan, pendarahan

mungkin meningkatkan tekanan intrakranial, mengurangi tekanan perfusi

otak. Darah intracranial dapat merusak melalui efeknya merangsang

pembentukan radikal bebas secara langsung dengan menggunakan Fe

Page 5: Bab II Stabilo

dalam hemoglobin. Kerusakan sekunder dapat dikurangi dengan

monitoring dan pengobatan yang tepat. Pengobatan termasuk pengurangan

tekanan intrakranial, mempertahankan aliran darah, mengurangi

vasospasme, membuang darah dari ruangan subarachnoid, dan

menggunakan obat-obatan yang memutuskan kaskade yang menimbulkan

kerusakan neuron.

Tumor otak secara nyata meningkatkan tekanan intrakranial dan

membawa kearah penurunan tekanan perfusi otak dan herniasi otak.

Sering, pembuluh darah yang memasok tumor mengalami kebocoran

sawar darah otak yang dapat menimbulkan edema vasogenik.

Jadi, untuk beberapa kejadian patofisiologi pada otak,

ketidakseimbangan ion (terutama CA intraseluler yang tinggi) mempunyai

implikasi sebagai suatu kemungkinan penyebab kerusakan otak.

2.2.1. Pemantauan

Sebagai tambahan terhadap pemantauan hemodinamik sistemik,

pemantauan otak termasuk tekanan intrakranial dan oksigenasi atau

metabolisme serebral menjadi penting dalam pengelolaan hipertensi

intrakranial.

Pemantauan tekanan intrakranial: untuk panduan pengobatan

peningkatan tekanan intrakranial menjadi standard pengobatan

peningkatan tekanan intrakranial menjadi standar pada pasien yang koma

dan resiko tinggi untuk kenaikan tekanan intrakranial. Kebanyakan centre

di USA menggunakan ambang tekanan intrakranial 20 mmHg sebagai

batas tertinggi sebelum mulai terapi.

Brain tissue oxygenation/ Metabolism monitor: suatu sensor

multiparameter dipakai untuk mengukur brain tissue PO2, CO2, pH dan

temperature.

SJO2: dapat dilakukan secara kontinu atau intermittent untuk

mengukur keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen otak. Bila

Page 6: Bab II Stabilo

nilai SJO2 < 50% menunjukan peningkatan ekstraksi oksigen dan

menunjukan suatu resiko cedera iskemik.

Transcranial oxymetry: Near Infrared spectroscopy (NIRSS) adalah

suatu noninvasiif optical method untuk memantau regioanal serebral

oksigeniasasi

2.2.2. Pengelolaan Hipertensi Intraknial

Telah dibicarakan bahwa perbedaan penyebab kenaikan ICP akan

mengakibatkan perbedaan terapinya. Tetapi tidak mungkin dalam keadaan

emergensi di UGD kita dapat menentukan dengan tepat apa penyebab

kenaikan ICP. Adanya kenaikan ICP ditentukan hanya dari gejala klinis.

Pada pasien dengan GCS < 7, mutlak harus dipasang monitor ICP, sebab

pemeriksaan fisik tidak akan mampu memberikan nilai actual pada pasien-

pasien yang koma. ICP sampai 20 mmHg cukup baik, walaupun klinisi

yang lain memberikan terapi yang lebih agresif untuk mencapai ICP 15

mmHg.

Berbagai maneuver dan obat digunakan untuk menurunkan tekanan

intracranial. Sebagai contoh, pemberian diuretic atau steroid,

hiperventilasi, pengendalian tekanan darah sistemik telah digunakan untuk

mengurangi edema selebral dan brain bulk, dengan demikian akan

menurunkan tekanan inrakranial.

Diuretik:

Page 7: Bab II Stabilo

Penurunan tekanan intracranial yang cepat dapat dicapai dengan

pemberian diuretic. Dua macam diuretik yang umum digunakan yaitu

ostomik diuretic mannitol dan loop diuretic furosemid. Mannitol diberikan

secara bolus intravena dengan dosis 0,25-1 gr/kg BB. Bekerja dalam

waktu 10-15 menit dan efektif kira-kira selama 2 jam. Mannitol tidak

menembus sawar darah otak yang intact. Dengan peningkatan osmolalitas

darah relative terhadap otak, mannitol menarik air dari otak dari otak

kedalam darah. Bila sawar darah otak rusak, mannitol dapat memasuki

otak dan menyebabkan rebound kenaikan tekanan intracranial sebab ada

suatu reversal dari perbedaan osmotic. Akumulasi mannitol dalam otak

terjadi pada dosis bedak dan pengulangan pemberian.

Mannitol dapat menyebabkan vasodilatasi, yang bergantung dari

besarnya dosis dan kecepatan pemberiannya. Vasodilatasi akibat mannitol

dapat menyebabkan peningkatan volume darah otak dan tekanan

intracranial secara selintas yang simultan dengan penurunan tekanan darah

sistemik. Disebabkan karena mannitol pertama-tama dapat meningkatkan

tekanan intrakranial, maka harus diberikan secara perlahan (infus ≥ 10

menit) dan dilakukan bersama dengan maneuver yang menurunkan

volume intracranial (misalnya hiperventilasi).

1. Obat hipertonik misalnya harus diberikan secara hati-hati pada pasien

dengan penyakit kardiovaskuler. Pada pasien ini, peningkatan selintas

volume intravaskuler. Pada pasien ini, penggunaan manntol jangka

panjang dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit,

hiperosmolalitas, dan gangguan fungsi ginjal. Hal ini terutama bila serum

osmolitas meningkat diatas 320 mOsm/kg.

Furosemid mengurangi tekanan intracranial dengan menimbulkan

diuresis, menurunkan produksi cairan serebrospianal, dan memperbaiki

transport air seluler. Furosemid menurunkan tekanan intracranial tanpa

meningkatkan volume darah otak atau osmolitas darah, tetapi tidak

seefektif mannitol dalam menurunkan tekanan intracranial. Furosemid

dapat diberikan tersendiri dengan dosis 0,5-1 mg/kg atau dengan mannitol,

Page 8: Bab II Stabilo

dengan dosis yang lebih rendah (0,15-0,3 mg/kg). Suatu kombinansi

mannitol dengan furosemid lebih efektif daripada mannitol saja dalam

mengurangi brain bulk dan tekanan intrakranial tapi lebih menimbulkan

dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Bila dilakukan

kombiinasi terapi, diperlukan pemantauan serum elektrolit osmolalitas dan

mengganti kalium bila ada indikasi.

NaCI hipertronik, lebih berguna pada pasien tertentu misal

refraktori hipertensi intrakranial atau memerlukan restorasi cepat dari

volume intravaskuler dan penurunan tekanan intrakranial. Kerugian utama

dari NaCI hipertonik adalah intracranial. Kerugian utama dari NaCI

hipertonik adalah terjadinya hipernatremia. Pada suatu penelitian pasien

saraf selama operasi elektif tumor supratentorial, volume yang sama

mannitol 20% dan NaCI 7,5% dapat mengurangi brain bulk dan tekanan

cairan serebrospinal, tapi serum Na meningkat selama pemberian NaCI

hipertronik dan menapai puncak 150 meq/lt.

Diuretik merupakan jalan kedua dalam terapi kenaikan ICP dengan

memberikan mannitol dan atau furisemid. Lasix adalah suatu loop diuretic

yang bekerja ditubulus distal ginjal Untuk menghambat reabsorpsi sodium

(Na). Juga menghambat karbonik anhydrase, maka akan menurunkan

kecepatan produksi CSF. Dosis 0.5-0.1 mg/kg intravena, dan diberikan

sebelum mannitol untuk mencegah rebound peningkatan ICP dan CBV.

Posisi

Penggunaan posisi head up untuk menurunkan ICP harus hati-hati

karena MAP lebih menurun daripada ICP saat posisi head up sehingga

akan menurunkan CPP. Tetapi head up 10-20 % akan menguntungkan.

Steroid

Kortikosteroid mengurangi edema sekeliling tumor otak.

Kortikosteroid memerlukan beberapa jam atau hari sebelum mengurangi

tekanan intrakranial. Pemberian kortikosteroid sebelum reseksi tumor

sering menimbulkan perbaikan neurologis mendahului pengurangan

tekanan intrakranial. Steroid dapat pengurangi kerusakan barrier darah-

Page 9: Bab II Stabilo

otak. Postulat mekanisme steroid dapat mengurangi edema otak adalah

dehidrasi otak, perbaikan barier darah otak, pencegahan aktivitas lisoso,

mempertinggi transport elektrolit serebral, merangsang eksresi air dan

elektrolit , da menghambat aktivitas fosfolipase A2. Komplikasi yang

potensial dari pemberian steroid yang lama adalah hiperglikemia, ulkus

peptikum akut, peningkatan kejadian infeksi. Walaupun pada tahun 70-an

dan permulaan tahun 80-an digunakan secara ekstensif , untuk terapi

edema serebral pada cedera kepala akut, sekarang steroid jarang digunakan

pada protokol pengelolaan cedera kepala.

2.2.3. PENGELOLAAN VENTILASI

Hipokapnea yang bisa dicapai dengan hiperventilasi merupakan

standar terapi. Dengan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah cerebral,

maka volume darah intrakranial akan menurun dan ICP akan menurun.

CBF berubah kira-kira 4% (0,95-1,75 ml/100g/menit) setiap mmHg

perubahan PAco2 antara 25-80 MMhG Level optimal dari hipokapni

adalah25-30 mmHg. Bila < 25 mmHg kemungkina terjadi cerebral

iskemia.

Teknik hipokapnia adalah jalan tercepat untuk menurunkan ICp.

Efeknya transient, terapi, pH CSF kembali normal dalam 24jam (maka

teknik hipokapni untuk menurunkan CBF hanya sampai , setelah itu pasien

di normokapni.

Hiperventilasi telah dipakai untuk pengelolaan hipertensi

intracranial acut dan subakut CO2 adalah serebrovasodilator kuat dan

penurunan CO2 serebrovaskular kuat dan penurunan CO2 serebrovaskular

menurunkan volume otak dengan menurunkan aliran darah otak melalui

vasokontriksi serebral yang cepat. Setiap perubahan 1 mmHg PaCO2,

aliran darah otak berubah 1-2 ml/100gr/menit. Hiperventilasi efektif dalam

menurunkan tekanan intrakranial hanya 4-6 jam, bergantung dari pH

cairan serebrospinal dan utuhnya reaktivitas terhadap CO2 pada pembuluh

Page 10: Bab II Stabilo

darah otak. Gangguan reaksi dihungkan dengan penyakit intracranial luas

seperti iskemia, trauma, tumor, dan infeksi.

Hiperventilasi dapat berbahaya. Ada bukti bahwa agresif

hiperventilasi dan vasokontriksi dapat menimbulkan iskemia terutama bila

aliran darah otak rendah. Telah ditunjukkan bahwa aliran darah otak

setelah cedera kepala paling rendah pada hari pertama dan secara perlahan

meningkat pada 3-6 hari kemudian. Telah diperlihatkan adanya korelasi

langsung dari hiperventilasi agresif (PaCO2 ≤ 25 mmHg) dan outcome

yang lebih buruk setelah cedar kepala berat.

Bila hiperventilasi dimulai untuk pengendalian hippertensi

intracranial, PaCO2 harus dipertahankan dalam rentang 30-35 mmHg

untuk mencapai pengendalian tekanan intracranial seraya mengurangi

risiko iskemia. Hiperventilasi dipertimbangkan hanya bila diperlukan

terapi sekuner untuk hipertensi intracranial yang refrakter.

2. Pengukuran SJO2 kontinu digunakan dalam praktek klinik untuk

menentukan mendapatkan hasil yang menguntungkan atau merugikan

akibat hiperventilasi. Pada situasi emergensi, harus dikontinu melakukan

hiperventilasi bila ada pertimbangan pasien dalam keadaan hipettensi

intracranial. Tetapi, bila situasi klini tidak memerlukan hiperventilasi lebih

lama atau ada bukti adanya iskemia serebral, maka harus dilakukan

normoventilasi.

2.2.4. Pengelolaan cairan dan tekanan arteri

Penelitian yang dilakukan pada hewan percobaan dan survei klinik

menyokong konsep bahwa otak yang cedera sangat rentan terhadap

perubahan kecil hipoksia atau hipotensi. Keterangannya adalah setelah

cedera kepala , pada beberapa pasien menunjukkan adanya daerah otak

yang sangat rendah aliran darahnya, dengan gangguan otoregulasi. Bila

otoregulasi hilang, aliran darah otak menjadi tergantung dari tekanan

darah. Karena itu pasien cedera kepala dengan aliran darah otak rendah

sangat rentan terhadap hipotensi sitemik. Observasi ini mempunyai akibat

Page 11: Bab II Stabilo

dalam lebih besarnya dukungan pada support tekanan darah yang agresif

pada pasien cedera kepala. Penelitian dengan SJO2 dan TCD menunjukkan

bahwa tekanan perfusi otak yang adekuat mulai memburuk pada tekanan

fungsi otak rerata < 50mmHg. The Brain Trauma Foundation dan

American Associaton of neurologic Surgeon menganjurkan target tekanan

perfusi otak adalah 50-70 mmHg pada pasien cedera kepala.

Retriksi intake cairan merupakan cara tradisional untuk terapi

dekompresi intrakranial tetapi sekarang jarang digunakan untuk terapi

menurunkan tekanan intrakranial. Retriksi cairan yang berat dalam

beberapa hari dapatmenimbulkan hipovolemia dan menyebabkan

hipotensi, penurunan aliran darah otak dan hipoksia. Kekurangan volume

intravaskular harus diperbaiki sebelum induksi anestesi untuk mencegah

hipotensi. Resusitasi dan rumatan cairan untuk pasien bedah saraf adalah

larutan kristaloid iso-osmolar yang bebas glukosa. Larutan hiposmolar

misalnya NaCl 0,45% dan RL lebih meningkatkan air otak daripada

larutan isoosmolar NaCl 0,9%. Larutan yang mengandung glukosa

dihindari pada semua pasien bedah saraf dengan metabolisme glukosa

yang normal, sebab larutan ini dapat mengekseserbasi kerusakan iskemik.

Hiperglikemia memperberat kerusakan iskemik dengan mempromosi

produksi laktat neuron, yang memperberat cedera seluler. Cairan intravena

yang mengandung glukosa dan air (dekstrosa 5% dalam air atau dekstrosa

5% dalam 0,45 NaCl) juga memperberat edema otak Sebab glokusa

dometobolisme dan air akan tetap tinggal ruangan cairan intracranial.

Studi klinis menunjukkan suatu hubungan yang kuat kadar glukosa plasma

dan utcome neurologis setelah stroke dan cedera otak. Karena itu, glukosa

darah harus dipantau dan dipertahankan pada rentang bawa dan nilai

normal.

Selama resusitasi cairan pasien cedera kepala, sasarannya adalah

untuk mempertahankan osmolalitas serum normal, menghindari penurunan

tekanan koloid osmotik yang besar, dan mengembalikan sirkulasi darah

yang normal. Terapi yang segera adalah langsung pada mencegah

Page 12: Bab II Stabilo

hipotensi dan mempertahankan tekanan perfusi otak 50-70 mmHg. Bila

ada indikasi, pasang monitor tekanan intracranial untuk panduan resusitasi

cairan dan mencegah kenaikan tekanan intracranial. Kristaloid iso-

osmolar, koloid sirkukasi. Pendarahan yang banyak memerlukan transfuse

darah. Hemattokrit minimal antara 30-33% dianjurkan untuk

memaksimalkan transportasi oksigen.

Larutan NaCI hipertonik mungkin sangat berguna untuk resusitasi volume

pada pasien cedar kepala karena mempertahankan volume intravaskuler

seraya menurunkan ICP dan memperbaiki aliran darah otak regional. NaCI

hipertonik menimbulkan suatu efek osmotic diuretic sama seperti mannitol

kompliasi dari peningkatan Na serum, penurunan kesadaran dan kejang.

2.2.5. Posisi

Untuk kebanyakan pasien bedah saraf, posis netral, head up

15-300 dianjurkan untuk mengurangi tekanan intracranial dengan

jalan memperbaiki drainase vena serebral. Kepala fleksi atau rotasi

dapat menimbulkan obstruksi drainase vena serebral, menyebabkan

gangguan drainase vena serebral, yang secara cepat meningkatkan

brain bulk dan tekanan intracranial.

2.2.6. Obat yang menimbulkan vasokontriksi serebral.

Pemberian obat yang meningkatkan resisitensi pembuluh

darah serebral dapat secara cepat mengurangi tekanan intracranial.

Barbiturat, yaitu Pentotal dan pentobarbital adalah obat yang

paling banyak digunakan untuk tujuan ini. Barbiturat menurunkan

metabolism daru akurab darah otak. Masalah utama dengan

barbiurat adalah menyebabkan penurunan tekanan arteri rerata,

yang apabila tidak dapat dikendalikan dapat menurunkan tekanan

perfusi otak. Pada tinggi (10-55 mg/kg) pentotal dapat

menimbulkan EEG isoelektrik dan menurunkan metabolism otak

sampai 50% Metabolik efek pentotal yang langsung adalah

menyebabkan kontriksi pembuluh darah serebral, yang menurun

Page 13: Bab II Stabilo

aliran darah otak dank arena itu menurunkan peningkatan tekanan

intrakranial

Pentobarbital digunakan untuk mengatur tekanan itrakranial

apabila cara terapi gagal. Dosisi bolus mg/kg selama lebih dari 30

menit dilanjutkan dengan dosis 1-1,5 mg/kg dapat menimbulkan

koma. Level dalam darah secara periodic diukur untuk mencegah

overdosisi dan adjusted kira-kira 3 mg/dl. Pasien memerlukan

ventilasi mekanin, hidrasi, pemantauan tekanan intracranial, dan

pemantauan tekanan arteri invasive dan mungkin vasopresor. EEG

digunakan untuk memantau pola burst supresi sebagai bukti

penekanan adekuat dari aktifitas serebral.

Sasaran dari barbiturat koma adalah pengendalian tekanan

intracranial jangka panjang sampai factor yang memperburuk

tekanan intracranial dapat dihilangkan.

Barbiturat mungkin juga memberikan proteksi otak dengan

menurunkan metabolisme otak. Bebarapa dari proximate

mekanisme yang mana barbiturate menurunkan metabolism otak

termasuk penurunan Ca Influks, blockade terowongan Na

menghambat pembentukan radikak bebas, memperbesar aktifitas,

GABA, dan menghambat transfer glukosa menembus barier darah-

otak. Semua dari mekanisme ini konsisten dengan laporan

Goodman dkk bahwa pentobarbital koma mengurangi laktat,

glutamate dan aspartat pada ruangan ekstraseluler pada pasien

cedera kepala dengan peningkatan tekanan intracranial yang hebat.

Pada penellitian invitro menyokong bahwa thiopental

memperlambat hilangnya perbedaan elektrik transmembran yang

disebabkan karena aplikasi NMDA dan AMPA, sayangnya hanya

trial klinis yang memberikan bukti dari proteksi barbiturat.

Penelitian binatang dan laporan pendahuluan penggunaan

indomethasin dalam pengelolaan hipertensi intrakranial.

Indomethasine menyebabkan vasokonstriksi serebral dan

Page 14: Bab II Stabilo

penurunan aliran darah otak dengan tanpa mengpengharui

CMRO2. Mungkin menurunkan tekanan intrakranial dengan

menurunkan edema serebral, menghambat produksi cairan

serebrospinal dan mengendalikan hipertermia.

Mekanisme penurunan aliran darh otak oleh indomethasine

tidak dimengerti dengan jelas. Penelitian binatang menyokong

bahwa sintesa prostaglandin diperlukan untuk aliran darah otak-

PaCO2 coupling. Pembuluh darah otak dipengharui efek vasolidasi

dan vasokonstriksi protaglandin. Indomethasin, menghambat

COX/silooksigenase, mencega pembentukan protaglandin dari

asam arachidonik dan dapat merubah keseimbangan protaglandin

dalam pembuluh darah otak dan menjadi dominan adalah efek

vasokonstriksinya.

Iskemia otak meningkatkan produksi asam arachidonik dan

COX, implicating prostaglandin dalam pembentukan edema

sitotoksis. Pretreatment dengan indomethasin telah ditemukan

ameliarate edema sitotoksis dan vasogenik setelah cidera otak pada

binatang percobaan.

Indromethasin potentiates efek inhibisi dari endotelin pada

produksi cairan serebrospinal oleh fleksus choroideus.

Indomethasin juga menurunkan tekanan intakranial dengan

menurunkan temperatur dan mungkin berefek proteksi otak melalui

efeknya mencega hipertermia. Dua penelitian oleh jesen dan

biestro dan satu laporan kasus mendukung bahwa indomethasin

dapat mengurangi tekanan intrakrani8al pada pasien cedera kepala.

Semua penelitian menggunakan obat setelah metode konvesional

(hiperventalisi-barbiturat-diuretik gaggal mengendalikan)

2.2.7. Pengendalian temperatur

Page 15: Bab II Stabilo

Hipotermia ringan telah ditunjukan untuk mengurangi tekanan

intrakranial pada pasien dengan cedera kepala dengan menurunkan

metabolisme otak, aliran darah otak, volume darah otak dan produksi

cairan serebrospinalis. Obat yang menekan menggigil secara sentral,

pelumpuh otot, dan ventilasi mekanis diperlukan bila dilakukan tekhnik

hipotermi.

Drainase cairan serebrospinal :

Drainase cairan serebrospinal 10-2- ml dengan tusukan langsung

pada ventrikel lateral atau dari kateter spinal lumbal dapat mengurangi

brain tension secara cepat. Drainase cairan serebrospinal lumbal harus

dilakukan secara hati-hati hanya bila dura terbuka dan pasien dilakukan

hiperventilasi ringan untuk mencegah hernia otak akut.

Pengendalian tekanan Intrakranial

Telah kita ketehaui ada 3 komponen isi ruangan intracranial yaitu

otak, darah dan CSF. Pada cedera kepala sering terjadi penambahan lesi

massa misalnya darah (EDH, SDH) atau benda asing.

Otak :

Page 16: Bab II Stabilo

Edema sering berkembang dengan cepat setelah cedera kepala.

Untuk secara rutin diberikan. Mannitol 20% dengan dosis 0,25-1 gram/kg.

Keterangan klasik dari mekanisme nya adalah osmotic dehidrasi

(osmolalitas mannitol 20% adalah 1098, sedangkan osmolitas normal

serum 290). Tetapi efek dehidrasi ini lambat, sedangkan mannitol bekerja

cepat. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa mannitol bekerja pada

ketiga komponen isi intracranial, yaitu otak, darah, dan CSF.

Mannitol menurunkan resistensi vaskuler sistemik dan serebral

sehingga terjadi hipotensi selintas dan kemudian diikuti hipertensi akibat

penambahan volume intravaskuler. Pasien dengan fungsi jantung yang

jelek bisa terjadi gagal jantung dan edema paru. Penggunaan mannitol

tekanan intrakranial yang meningkat adalah bila tekanan intrakranial > 15

mmHg.

Loop diuretic seperti sering digunakan untuk operasi efektif bedah

saraf dan juga cedera kepala. Terdapat efek hemodinamik yang nyata.

Penggunaan osmotik diuretik dan loop diuretik dapat menyebabkan

electrolit imbalance dan pemberiaan cairan harus dituntun oleh

pemeriksaan osmolalitu dan elektrolit. Bila pasein resisten terhadap

mannitol dapat diberikan NaCI hipertonis.

Volume darah :

Hipoksia dan hiperkapnia otak dapat menyebabkan serebral

vasodilatasi dan meningkatkan volume darah otak. Hiperventilasi adalah

salah satu mekanisme paling efektif untuk mengendalikan volume darah

serebral (CBV). Perubahan 1 mmHG PaCO2 akan menurunkan 1% CBV

dan 3% CBF,

tetapi harus diingat bahwa walaupun penurunan CBV terjadi

sebagai akibat peningkatan CVR, penurunan simultan dari CBF harus

diperhatian sebagai suatu efek samping yang tidak bisa dicegah, lebih dari

pada sebagai suatu sasaran tetapi primer. Ini penting karena iskemia

merupakan faktor yang berperan pada jeleknya outcome pada pasien cedar

kepala.

Page 17: Bab II Stabilo

Disamping bisa menyebabkan serebral iskemia, kerugian lain dari

hiperventilasi adalah :

--kurfe disosiase Oxy-HB bergeser kekiri, jadi ada penurunan pengeluaran

oksigen ke jaringan.

--CBF dan CBV kembali normali setelah hiperventilasi yang lama.

Tetapi hiperventilasi adalah tindakan cepat untuk mengurangi

CBV, meruapakan life saving pada hipertensi intrakranial akut. Suatu

pendekatan rasional adalah hiperventilasi hanya untuk sementara, tidak

definitif.

Bila tidak ada tekanan intrakranial monitor, PaCo2 jangan ,

25mmHg. Monitoring saturasi oksigen dari v.jugularis dapat menolong

untuk mengurangi kejadian iskemia global akibat hiperventilasi. Baru-baru

ini,tromethamine (THAM) diketahui dapat melawan asiodosis jaringan,

dilaporkan mempunyai keuntungan efek pada tekanan intrakranil,

walaupun outcome keselurahan tidak berubah.

CBV dapat dikurangi secara farmakologis dengan mannitol.

Muizelar mengatakan bahwa autoregulasi diatur oleh viskositass, maka

pengurangan viskositas akan meningkatkan CBF, akhirnya terjadi

vasokontriksi untuk mempertahankan CBF konstan. Disebabkan mannitoal

akan mengurangi viskositas dan meningkatkan CBF, menyebabkan

viskositas mediated maka akan mengurangi CBV.

Penelitian lain, menunjukkan bahwa pemberian mannitol

menyebabkan peningkatan blood flow dan blood volume secara selintas

dan dapat menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial. Paradoksnya, pada

pasien dengan tekanan intrakranial yang tinggi, tekanan intrakranial tidak

meningkat setelah pemberian mannitol.

Obat vasokontriksi serebral termasuk obat anestesi intravena

seperti barbiturate (Pentotal) dan profonol semuanya menurunkan CBF

dan metabolism, hal ini karena metabolism turun maka CBF akan turun

CBV akan turun. Tetapi karena Terjadi penurunan tekanan darah, maka

Page 18: Bab II Stabilo

penurunan CBF lebih besar dari metabolism. Lidokain juga mengurangi

CBF.

Ada bukti bahwa pasien yang kehilangan reaktifitas terhadap CO2

juga tidak berespon terhadap terapi barbiturate. Hal yang sama, disebabkan

Vasokontriksi serebral sekunder terhadap penurunan metabolisme. Pasien

dengan EEG negative, tidak berespon terhadap terapi barbiturate. Karena

itu terapi barbiturate koma jarang digunakan lagi untuk terapi cidera

kepala, alasan lain adalah meningkatnya resiko infeksi nasochomial dan

pneumonia, keuntungannya sedikit dalam memperbaiki outcome dan biaya

perawatan di ICU mahal.

Hipotermia mengurangi CMRO2 menurunkan CBF dan CBP

karaena itu akan menurunkan ICF. Tidak dianjurkan hipotermia dalam,

tetapi cukup hipotermia ringan sampai sedang (35o) dimana pengaturan

suhu cukup dgn AC ruangan, secara nyata mengurangi injuri neuron pada

cidera kepala eksperimental, mungkin karena mengurangi pelepasan

glutamate.

Kebanyakan maneuver klinis digunakan untuk mengurangi CBV

adalah melalui compartment volume darah arteri dan kapiler dengan

mengubah CVR. Walaupun volume darah pena serebral merupakan

volume yang dominan (75%), tetapi bertendensi mengikuti komponen

arteri secara pasif. Kegagalan menjamin drainase vena serebral yang ada

kuat, akan menyebabkan pembengkakkan pena dan kenaikan tekanan

intrakranial yang tidak terkendalikan. Jadi, betul-betul sangat penting

untuk mempertahankan posisi headup untuk memperbaiki drainase pena,

untuk menjamin bahwa posisi leher tidak menyebabkan kindking atau

kompresi penajugularis interna, dan periksa semua hal yg menyabbkan

penekanan vena ( collar, tracheal ties, tracheostomi ties).

Volume CSF :

Walau beberapa obat anastesi inhalasi seperti halothane dan

enflurane meninggikan volume CSF dengan jalan meningkatkan produksi

dan mengurangi absorpsi, hal ini tidak perlu dipikirkan karena sekarang

Page 19: Bab II Stabilo

untuk anatesi beda saraf dipakai isoflurane atau sevoflurane yang tidak

menambah volume CSF malahan mengurangi volume CSF, Pemberian

NaCI hipertonik dan mannitol akan mengurangi produksi CSF.

Pada gambar di bawah ini terlihat patofisiologi dan ICP

Gambar patofisiologi hipertensi intrakranial

Dikutip dari Edwards N. Principles and practice of Neuroanesthesia, 1991

Terapi Adjuvan

1. Setelah intubasi dan vertilasi kendali, berikan fentanil 50-100 ug atau

benzodiazepin, minsalnya midazolam 0,01-0,05 mg/kg untuk

menghilangkan sakit yang menyebabkan hiperkatekholamime, juga untuk

sedasi

Kejang sering terjadi setelah cedera kepala, terutama akibat peluru,

dimana insidensinya dapat mencapai 40-60%. Adanya pada minggu

pertama setelah trauma dapat berarti timbulnya pendarahan intrakranial,

manifestasi dari cedera cerebral, hipoksia atau gangguan elektrolit. Kejang

sendiri dapat menguba dinamika intrakranial dan berakibat kerusakan

lebih lanjut, pendarahan atau bermiasi otak kejang dapat Menyebabkan

laktik asidosis. Penyebab utama dari kematian penderita yang masih dapat

berbiaca pada saat dating adalah penanganan kejang yang tidak betul, dan

Page 20: Bab II Stabilo

pencegahannya adalah tujuan utama dari resusitasi otak. Disebabkan

karena kejang dihubungkan dengan meningkatnya serebral metabolism

dan ICF, jadi rutin diberikan profilaksis phenytoin

-dosisi penitoin 10-15 mg/kg disuntikkan perlahan-lahan dgn kecepatan 50

mg/menit sebagai dosis tungal, dan dosis selanjutnya tergantung

dari kadarnya dalam darah.

Phenytoin mempunyai keuntungan tambahan dengan mengurangi CBV

dan CMR. Bila terjadi seizure ketika sedang diberi profilaksis,

maka diberikan. midazolam 0,01-0,05 mg/kg atau pentotal 1-3

mg/kg. Succinylcholin 1 mg/kg akan memblok ventilasi, tetapi

tidak mempengeruhi aktifitas serebral.

-Bukti keefektifan steroid pada cedera kepala sangat lemah. Pada

kebanyakan center, Steroid sudah tidak diberikan lagi. Pada

beberapa center lain, anak-anak dengan GCS< 6 dan dewasa

dengan GCS < 8 diberikan dosis tinggi dexamethasone (1-1,5

mg/kg) yang kemudian diturunkan secara bertahap. Tetapi pada

penelitian –penelitan menunjukkan bahwa pemberian steroid ini

tak ada keuntungannya, malahan ada komplikasi hiperglikemia ,

sehingga sekarang steroid tidak dipakai lagi untuk cedera kepala.

Barbiturat (tiopental) untuk menurunkan ICP telah digunakan dengan dosis 1-3

mg/kgBB. Pentotal berefek cerebral vasokonstriksor, menurunkan CBF, CBV,

dan ICP.