bab ii skenario 1 blok 10

51
BAB I PENDAHULUAN Rangka tubuh manusia tersusun atas berbagai macam tulang yang dilekati oleh otot skeleton. Agar tetap kuat dan tidak rapuh, tulang membutuhkan kalsium dan vitamin yang cukup. Seiring bertambahnya usia sesorang, kalsium yang ada di dalam tubuh semakin lama berkurang sehingga tulang menjadi rapuh. Oleh karena itu dianjurkan bagi lansia terutama pada wanita yang sudah menopause untuk mengonsumsi suplemen kalsium dan rajin berolah raga. Jika tidak, kondisi tulang akan semakin rapuh dan mengeropos seperti pada penyakit osteoporosis seperti kasus dibawah ini, Seorang perempuan berusia 76 tahun dating ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada pinggangnya, terutama bila untuk berdiri, berjalan atau perubahan posisi. Keluhan ini timbul sejak 4 bulan yang lalu, yang muncul tiba-tiba dan semakin lama bertambah nyeri. Hasil pemeriksaan dokter, didapatkan adanya punggung Dowager, kifosis, kedua lutut ada tanda radang, keterbatasan ROM, disertai krepitasi. Hasil foto rontgen adalah didapatkan adanya fraktur kompresi di L2 dan L3, dan pernah dilakukan pemeriksaan BMD. Kemudian direncanakan pemeriksaan lanjutan yaitu asam urat, factor rematoid, CRP dan DEXA. Dokter kemudian memberikan

Upload: bayu-praasetyo

Post on 09-Aug-2015

202 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

qwerty

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Skenario 1 Blok 10

BAB I

PENDAHULUAN

Rangka tubuh manusia tersusun atas berbagai macam tulang yang dilekati

oleh otot skeleton. Agar tetap kuat dan tidak rapuh, tulang membutuhkan kalsium dan

vitamin yang cukup. Seiring bertambahnya usia sesorang, kalsium yang ada di dalam

tubuh semakin lama berkurang sehingga tulang menjadi rapuh. Oleh karena itu

dianjurkan bagi lansia terutama pada wanita yang sudah menopause untuk

mengonsumsi suplemen kalsium dan rajin berolah raga. Jika tidak, kondisi tulang

akan semakin rapuh dan mengeropos seperti pada penyakit osteoporosis seperti kasus

dibawah ini,

Seorang perempuan berusia 76 tahun dating ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada

pinggangnya, terutama bila untuk berdiri, berjalan atau perubahan posisi. Keluhan

ini timbul sejak 4 bulan yang lalu, yang muncul tiba-tiba dan semakin lama

bertambah nyeri. Hasil pemeriksaan dokter, didapatkan adanya punggung Dowager,

kifosis, kedua lutut ada tanda radang, keterbatasan ROM, disertai krepitasi. Hasil

foto rontgen adalah didapatkan adanya fraktur kompresi di L2 dan L3, dan pernah

dilakukan pemeriksaan BMD. Kemudian direncanakan pemeriksaan lanjutan yaitu

asam urat, factor rematoid, CRP dan DEXA. Dokter kemudian memberikan obat

analgesic dan menyarankan untuk fisioterapi ke bagian rehabilitasi medis.

A. Rumusan Masalah :

1. Bagaimana anatomi, histology dan fisiologi tulang?

2. Apa saja klasifikasi nyeri dan apa penyebabnya?

3. Bagaimana mekanisme nyeri?

4. Apa saja penyakit pada tulang belakang dan sendi pada lansia?

5. Bagaimana hubungan antara punggung dowager dan kifosis?

6. Bagaimana patofisiologi dan pathogenesis dari kasus tersebut?

7. Pemeriksaan apa saja yang diperlukan untuk menentukan diagnosis?

Page 2: BAB II Skenario 1 Blok 10

8. Bagaimana diagnosis banding dan diagnosis pastinya?

9. Apa saja faktor resiko dan predisposisi terjadinya osteoporosis?

10. Bagaimana gejala dan tanda osteoporosis?

11. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahannya?

B. Tujuan Penulisan :

1. Mengetahui anatomi, histology dan fisiologi tulang

2. Mengetahui klasifikasi nyeri dan apa penyebabnya

3. Mengetahui mekanisme nyeri

4. Mengetahui penyakit pada tulang belakang dan sendi pada lansia

5. Mengetahui hubungan antara punggung dowager dan kifosis

6. Mengetahui patofisiologi dan pathogenesis dari kasus tersebut

7. Mengetahui pemeriksaan yang diperlukan untuk menentukan diagnosis

8. Mengetahui diagnosis banding dan diagnosis pastinya

9. Mengetahui faktor resiko dan predisposisi terjadinya osteoporosis

10. Mengetahui gejala dan tanda osteoporosis

11. Menjelaskan penatalaksanaan dan pencegahannya

C. Manfaat Penulisan:

Mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan anatomi, histology dan fisiologi tulang

2. Menjelaskan klasifikasi nyeri dan apa penyebabnya

3. Menjelaskan mekanisme nyeri

4. Menjelaskan penyakit pada tulang belakang dan sendi pada lansia

5. Menjelaskan hubungan antara punggung dowager dan kifosis

6. Menjelaskan patofisiologi dan pathogenesis dari kasus tersebut

7. Menjelaskan pemeriksaan yang diperlukan untuk menentukan diagnosis

8. Menjelaskan diagnosis banding dan diagnosis pastinya

9. Menjelaskan faktor resiko dan predisposisi terjadinya osteoporosis

Page 3: BAB II Skenario 1 Blok 10

10. Menjelaskan gejala dan tanda osteoporosis

11. Menjelaskan penatalaksanaan dan pencegahannya

D. Hipotesis :

Pasien diduga menderita osteoporosis

Page 4: BAB II Skenario 1 Blok 10

BAB II

PEMBAHASAN

I. ANATOMI VERTEBRAE

Vertebrae merupakan tulang-tulang pendek yang berderet-deret membentuk

suatu tiang, disebut Columna Vertebralis. Columna vertebralis merupakan pilar utama

tubuh, berfungsi menyangga cranium, gelang bahu, ekstremitas superior, dinding

thorax, serta meneruskan berat badan ke extremitas inferior. Secara umum vertebrae

dibagi menjadi :

1. V. Cervicales, berjumlah 7 ruas & terletak di daerah leher

2. V. Thoracales, berjumlah 12 ruas & terletak di daerah dada

3. V. Lumbales, berjumlah 5 ruas & terletak di daerah pinggang

4. V. Sacrales, pada saat embrio berjumlah 5 buah, sedangkan saat dewasa bersatu

menjadi os sacrum. Terletak di daerah kelangkang

5. V. Coccygeae, berjumlah 3-6 buah & terletak di daerah ekor

Vertebrae tersusun atas 2 bagian pokok, yaitu corpus, yang merupakan segmen

ventral, serta arcus, yang merupakan segmen dorsal yang keduanya melingkupi suatu

ruangan disebut foramen vertebralis. Antara corpus yang saling berurutan

dihubungkan dengan jaringan fibrocartilaginea, disebut discus intervertebralis. Discus

ini berfungsi untuk meredam benturan. Pada regio cervical dan lumbal, discusnya

lebih tebal karena dua regio ini terjadi banyak gerakan. Discus intervertebralis terdiri

atas dua bagian, yaitu annulus fibrosus pada bagian tepi, dan nucleus pulposus pada

bagian pusat. Bila terjadi tekanan yang trelalu kuat, nucleus pulposus akan keluar,

secara klinis disebut Hernia Nucleus Pulposus (HNP).

II. KELAINAN PADA TULANG BELAKANG

A. Skoliosis

Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah

samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada) maupun

Page 5: BAB II Skenario 1 Blok 10

lumbal (pinggang).

Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang berumur 10-14 tahun mengalami skoliosis;

40-60% diantaranya ditemukan pada anak perempuan. Kebanyakan pada punggung

bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan dan pada punggung bagian

bawah, tulang belakang membengkok ke kiri; sehingga bahu kanan lebih tinggi dari

bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri.

Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:

Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan dalam

pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu

Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau

kelumpuhan akibat penyakit berikut:

- Cerebral palsy

- Distrofi otot

- Polio

- Osteoporosis juvenil

Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.

Gejalanya berupa:

- tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping

- bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya

- nyeri punggung

- kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama

- skoliosis yang berat bisa menyebabkan gangguan pernafasan.

B. Kifosis

Kifosis merupakan kelainan bentuk tulang belakang dimana kavartura vertebra

melengkung secara berlebihan ke arah anterior. Kelainan ini dapat terlihat dengan

jelas bila dilakukan inspeksi dari lateral. Kifosis dapat disebabkan oleh trauma,

gangguan perkembangan, dan penyakit degredatif

Gejalanya berupa:

- nyeri punggung yang menetap tetapi sifatnya ringan

Page 6: BAB II Skenario 1 Blok 10

- kelelahan

- nyeri bila ditekan dan kekakuan pada tulang belakang

- punggung tampak melengkung

- lengkung tulang belakang bagian atas lebih besar dari normal.

C. Lordosis

Lordosis adalah suatu gangguan pada tulang belakang di mana tulang belakang

melengkung ke belakang yang mengakibatkan penderita menjadi terlihat bongkok ke

belakang. Penyebab dari lordosis belum diketahui namun kelainan ini diduga

berhubungan dengan sikap duduk yang salah, bawaan sejak lahir atau masalah

pinggul.

Gejala yang timbul akibat lordosis berbeda-beda untuk tiap orang. Gejala lordosis

yang paling sering adalah penonjolan bokong. Gejala lain bervariasi sesuai dengan

gangguan lain yang menyertainya seperti distrofi muskuler, gangguan perkembangan

paha, dan gangguan neuromuskuler. Nyeri pinggang, nyeri yang menjalar ke tungkai,

dan perubahan pola buang air besar dan buang air kecil dapat terjadi pada lordosis,

tetapi jarang.

III. MEKANISME NYERI

Mekanisme nyeri :

Stimulus noxious

kerusakan jaringan

pelepasan bahan kimia endogen

aktivasi nosiseptor

transmisi impuls nosiseptik ke SSP

Page 7: BAB II Skenario 1 Blok 10

integrasi informasi nosiseptik pada level spinal

integrasi pada level supraspinal

respon nyeri

Nyeri dibagi menjadi 3 :

1. Neuropatik : nyeri akibat kerusakan jaringan saraf karena operasi, trauma, keganasan, penyakit metabolik

2. Psikogen : Nyeri karena gangguan psikologis3. Nosiseptif : terjadi bila ujung saraf sensorik pada kulit atau organ menerima

rangsangan yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan akibat stimulus mekanis, termal, kekurangan O2, dan bahan kimia.

IV. OSTEOPOROSIS

Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh menurunnya massa tulang akibat berkurangnya matriks dan mineral tulang yang disertai kerusakan mikro arsitektur. Pada osteoporosis terjadi abnormalitas bone turnover, yaitu terjadinya proses penyerapan tulang (oleh osteoklas) lebih banyak daripada pembentukan tulang (oleh osteoblast).

A. Faktor Risiko dan Epidemiologi Osteoporosis

Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur dan

densitas tulang merupakan faktor risiko osteoporosis yang berhubungan erat dengan

risiko terjadinya fraktur osteoporotik. Fraktur osteoporotik akan meningkat dengan

meningkatnya umur.Insidens fraktur pergelangan tangan meningkat secara bermakna

setelah umur 50-an, fraktur vertebra setelah umur 60-an dan fraktur pinggul setelah

umur 70-an.Pada perempuan, risiko fraktur 2 kali dibandingkan laki-laki pada umur

yang sama.Densitas massa tulang juga berhubungan dengan risiko fraktur. Setiap

Page 8: BAB II Skenario 1 Blok 10

penurunan densitas tulang 1SD berhubungan dengan peningkatan risiko fraktur 1,5-

3,0.

Epidemiologi osteoporosis juga dipengaruhi oleh perbedaan ras dan

geografik.Insidensi lebih tinggi terjadi pada orang putih dan lebih rendah pada orang

kulit hitam di Amerika dan di Afrika Selatan; demikian juga pada orang Jepang

maupun yang tinggal di Amerika Serikat.

Tabel 1. Faktor Risiko Osteoporosis

●Umur

Setiap peningkatan umur 1 dekade berhubungan dengan peningkatan risiko 1,4-1,8

●Genetik

Etnis (Kaukasus/Oriental > Orang hitam/Polinesia)

Gender (Perempuan > Laki-laki)

Riwayat Keluarga

●Lingkungan

Makanan, defisiensi makanan

Aktifitas fisik dan pembebanan mekanik

Obat-obatan, misalnya kortikosteroid, anti konvulsan, heparin

Merokok

Alkohol

Jatuh(trauma)

●Hormon endogen dan penyakit kronik

Defisiensi estrogen

Defisiensi androgen

Gastrektomi, sirosis, tirotoksikosis, hiperkortisolisme

●Sifat fisik tulang

Densitas massa tulang

Ukuran dan geometri tulang

Mikroarsitektur tulang

Page 9: BAB II Skenario 1 Blok 10

Komposisi tulang

B. Patogenesis dan Patofisiologi Osteoporosis

Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan

aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel

pembentuk tulang). Keadaan ini mengakikatkan penurunan massatulang. Ada

beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel osteoklas meningkat dan

meningkatkan aktivitasnya yaitu:

1. Defisiensi estrogen

2. Faktor sitokin

3. Pembebanan

1. Defisiensi estrogen

Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan

beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,

mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1),

Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan

sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen

meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang merupakan

satu-satunya factor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan mediator untuk

menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel

osteoklas. Sel osteoblast merupakan sel target utama dari estrogen, untuk

melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas,

sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada

sel osteoklas.

Efek Estrogen pada Sel Osteoblas

Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat

penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun

osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui

Page 10: BAB II Skenario 1 Blok 10

pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Seperti

dikemukakan diatas bahwa sel osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha dan

betha (ERa dan ERb) di dalam sitosol. Dalam diferensiasinya sel osteoblas

mengekspresikan reseptor betha (ERb) 10 kali lipat dari reseptor estrogen alpha

(ERa). Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya

osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan pemberian

estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan penurunan produksi

dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu juga selanjutnya akan terjadi penurunan

produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain estrogen akan

merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-b (Transforming

Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut akan

menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas.

Induksi fungsi suatu sel oleh berbagai faktor yang sangat kompleks serta

regulasinya yang berbeda-beda masih sedikit diketahui sampai saat ini. Suatu

sitokin, ligand, maupun hormon yang dapat menghambat atau merangsang fungsi

suatu sel bergantung pada berbagai hal, di antaranya adalah tingkat aktivasi sel

tersebut, sinyal yang memicu, dan waktu (timing), seperti misalnya pada sel

makrofag. Hal yang sama terjadi juga pada sel stroma osteoblastik dan osteoblas.

Jadi tingkat aktivasi dari sel stroma osteoblastik bergantung pada kontak antara

reseptor dan ligand. Estrogen merupakan salah satu yang berfungsi menstimulasi

ekspresi gene dan produksi protein pada sel osteoblastik manusia, seperti

misalnya produksi OPG, RANK-L, dan IL-6. Besar kecilnya protein yang

diproduksi bergantung pada aktivasi sel stroma osteoblastik. Efek biologis dari

estrogen diperantarai oleh reseptor yang dimiliki oleh sel osteoblastik

diantaranya: estrogen receptor-related receptor a (ERRa), reseptor estrogen a, b

(ERa, ERb). Sub tipe reseptor inilah yang melakukan pengaturan homeostasis

tulang dan berperan akan terjadinya osteoporosis. Dalam sebuah studi didapatkan

bahwa kemampuan estrogen mengatur produksi sitokin sangat bervariasi dari

masing-masing organ maupun masing-masing spesies, begitu juga terhadap

Page 11: BAB II Skenario 1 Blok 10

produksi dari IL-6. Dikatakan produksi dari IL-6 pada osteoblas manusia (human

osteoblast) dan stromal sel sumsum tulang manusia (human bone marrow stromal

cells), terbukti diinduksi oleh IL-1 dan TNFa, tidak secara langsung oleh steroid

ovarium. Dengan demikian dimungkinkan pada sel stroma osteoblastik dan sel

osteoblas terjadi perbedaan tingkat aktivasi sel, sehingga akan terjadi perbedaan

produksi dari protein yang dihasilkannya seperti misalnya: IL-6, RANK-L, dan

OPG, dengan suatu stimulasi yang sama.

Efek estrogen pada sel osteoklas

Dalam percobaan binatang, defisiensi estrogen akan menyebabkan terjadinya

osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan tulang.

Halini dapat dicegah dengan pemberian estrogen. Sedangkan efek langsung dari

estrogen terhadap osteoklas adalah melalui reseptor estrogen pada sel osteoklas,

yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga mencegah terjadinya diferensiasi sel

prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa.

2. Faktor Sitokin

Pada stadium awal dari proses hematopoisis dan osteoklastogenesis, melalui

suatu jalur yang memerlukan suatu mediator berupa sitokin dan faktor koloni-

stimulator. Diantara group sitokin yang menstimulasi osteoklastogenesis antara

lain adalah: IL-1, IL-3, IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M

(OSM), Ciliary Neurotropic Factor (CNTF), Tumor Necrosis Factor (TNF),

Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor (GM-CSF), dan

Macrophage-Colony Stimulating Factor (M-CSF). Sedangkan IL-4, IL-10, IL-18,

dan interferon-g, merupakan sitokin yang menghambat osteoklastogenesis.

Dikatakan terjadi peningkatan kadar dan aktivitas sitokin proinflamasi (IL-1, IL-

6, TNF-a) secara spontan apabila fungsi ovarium menurun, misalnya pada masa

menopause. Bagaimana mekanisme secara pasti hubungan penurunan estrogen

dengan peningkatan sitokin ini belum diketahui secara jelas. Tetapi ini didugaa

erat hubungannya dengan interaksi dari reseptor estrogen (ER = Estrogen

Receptor) dengan faktor transkripsi, modulasi dari aktivitas nitrik-oksid (NO),

Page 12: BAB II Skenario 1 Blok 10

efek,antioksidan, aksi plasma membran, dan perubahan dalam fungsi sel imun.

Maka pada studi klinis dan eksperimental ditemukan ada hubungannya antara

penurunan massa tulang dengan peningkatan sitokin proinflamasi ini.

3. Pembebanan Tulang

Pembebanan mekanik pada tulang (skletal load) menimbulkan stres mekanik

dan strain atau resultant tissue deformation yang menimbulkan efek pada jaringan

tulang yaitu membentukan tulang pada permukaan periosteal sehingga

memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan

tulang. Dengan demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran,

bentuk, dan kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas jaringan

tulang dan arsitektur tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses

seluler yang memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan

mekanik. Informasi pembebanan ini harus dikomunikasikan ke sel efektor yang

akan membuat tulang baru dan merusak tulang yang tua.

Fraktur Kompresi

Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk (akibat tubrukan)

tulang ke tiga yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra

lainnya. Fraktur pada korpus vertebra ini dapat didiagnosis dengan radiogram.

Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukkan pengurangan tinggi vertikal

dan sedikit membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra. Pada orang muda,

fraktur kompresi dapat disertai perdarahan retroperitoneal yang cukup berat

(Carter, 2006).

Fraktur pada tulang belakang lumbal terjadi karena sejumlah alasan. Pada

pasien yang lebih muda, patah tulang biasanya akibat. Melompat atau jatuh dari

ketinggian menyebabkan fraktur kompresi. Patah tulang ini juga bisa

menyebabkan cedera neurologis yang serius. Pada pasien yang lebih tua, fraktur

kompresi lumbal biasanya terjadi tanpa adanya trauma, atau dalam konteks

trauma ringan, seperti jatuh. Alasan yang mendasari paling umum untuk patah

Page 13: BAB II Skenario 1 Blok 10

tulang pada pasien geriatri, terutama perempuan, adalah osteoporosis. Gangguan

lain yang dapat berkontribusi pada terjadinya fraktur kompresi termasuk

keganasan, infeksi, dan penyakit ginjal.

Penyebab utama fraktur kompresi lumbal adalah osteoporosis. Pada wanita, faktor

risiko utama untuk osteoporosis adalah menopause, atau defisiensi estrogen.

Faktor risiko tambahan yang mungkin memperburuk tingkat keparahan

osteoporosis termasuk merokok, aktivitas fisik, penggunaan obat prednison dan

lainnya, dan gizi buruk. Pada laki-laki, semua faktor risiko di atas nonhormonal

berlaku, namun, kadar testosteron rendah juga dapat dikaitkan dengan fraktur

kompresi.

Gagal ginjal dan gagal hati keduanya terkait dengan osteopenia. Kekurangan

nutrisi dapat menurunkan remodeling tulang dan meningkatkan osteopenia.

Akhirnya, genetika juga berperan dalam pengembangan fraktur kompresi.

Keganasan dapat bermanifestasi awalnya sebagai fraktur kompresi. Metastasis

kanker yang paling umum ke tulang belakang. Keganasan khas yang

bermetastasis ke tulang belakang adalah sel ginjal, prostat, payudara, dan paru-

paru, meskipun jenis lainnya dapat bermetastasis ke tulang belakang pada

kesempatan yang langka. Infeksi yang menghasilkan osteomielitis juga dapat

menyebabkan fraktur kompresi. Biasanya, organisme yang paling umum dalam

infeksi kronis staphylococci atau streptokokus. Tuberkulosis dapat terjadi pada

tulang belakang dan disebut penyakit Pott.

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis penyakit osteoporosis kadang-kadang baru diketahui setelah

terjadinya patah tulang punggung, tulang pinggul, tulang pergelangan tangan atau

patah tulang lainnya pada orang tua, baik pria atau wanita. Fraktur dan nyeri tulang

tidak tampak sampai lebih dari 10 tahun setelah pasca menopause (bagi wanita).

Fraktur sering terjadi pada vertebrae, humerus, upper femur, distal, forearm, dan

tulang iga. Gejala lain seperti penurunan tinggi badan, gangguan pergerakan, pegal,

Page 14: BAB II Skenario 1 Blok 10

linu, dan nyeri tulang, khususnya didaerah tulang pangkal paha, tulang belakang dan

pergelangan tangan, dan tumit. Osteoporosis juga menyebabkan tubuh cenderung

bungkuk. (Kawiyana, I Ketut Siki. 2009. Osteoporosis : Patogenesis Diagnosis dan

Penanganan Terkini. Bali : Bagian Bedah FK UNUD.)

Sebetulnya sampai saat ini prosedur diagnostik yang lazim digunakan

untuk menentukan adanya penyakit tulang metabolik seperti osteoporosis, adalah:

1. Penentuan massa tulang secara radiologis, dengan densitometer DEXA (Dual

Energy X-ray Absorptiometry).

2. Pemeriksaan laboratorium berupa parameter biokimiawi untuk bone turnover ,

terutama mengukur produk pemecahan kolagen tulang oleh osteoklas.

Penentuan massa tulang

Pengukuran massa tulang dapat memberi informasi massa tulangnya saat

itu, dan terjasdinya risiko patah tulang di masa yang akan datang. Salah satu

prediktor terbaik akan terjadinya patah tulang osteoporosis adalah besarnya massa

tulang. Pengukuran massa tulang dilakukan oleh karena massa tulang berkaitan

dengan kekuatan tulang. Ini berarti semakin banyak massa tulang yang dimiliki,

semakin kuat tulang tersebut dan semakin besar beban yang dibutuhkan untuk

menimbulkan patah tulang. Untuk itu maka pengukuran massa tulang merupakan

salah satu alat diagnose yang sangat penting. Selama 10 tahun terakhir, telah

ditemukan beberapa tehnik yang non-invasif untuk mengukur massa tulang.

Pemeriksaan X-ray absorptiometry

Pesawat X-ray absorptiometry menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah.

Selain itu keuntungan lain densitometer X-ray absorptiometry dibandingkan DPA

(Dual Photon Absorptiometry) dapat mengukur dari banyak lokasi, misalnya

pengukuran vertebral dari anterior dan lateral, sehingga pengaruh bagian belakang

corpus dapat dihindarkan, sehingga presisi pengukuran lebih tajam. Ada dua jenis X-

ray absorptiometry yaitu: SXA (Single X-ray Absorptiometry) dan DEXA (Dual

Page 15: BAB II Skenario 1 Blok 10

Energy X-ray Absorptiometry). Saat ini gold standard pemeriksaan osteoporosis

pada laki-laki maupun osteoporosis pascamenopause pada wanita adalah DEXA,

yang digunakan untuk pemeriksaan vertebra, collum femur, radius distal, atau

seluruh tubuh. Tujuan dari pengukuran massa tulang:

1. Menentukan diagnosis.

2. Memprediksi terjadinya patah tulang.

3. Menilai perubahan densitas tulang setelah pengobatan atau senam badan.

Bagian tulang seperti tulang punggung (vertebralis) dan pinggul (Hip) dikelilingi

oleh jaringan lunak yang tebal seperti jaringan lemak, otot, pembuluh darah, dan

organ-organ dalam perut. Jaringan-jaringan ini membatasi penggunaan SPA (Single

Photon Absorptiometry) atau SXA, oleh karena dengan sistem ini tidak dapat

menembus jaringan lunak tersebut, akan tetapi hanya dapat digunakan untuk tulang

yang berada dekat kulit. DEXA atau absorptiometri X-ray energi ganda

memungkinkan kita untuk mengukur baik massa tulang di permukaan maupun

bagian yang lebih dalam.

Dalam pemeriksaan massa tulang dengan densitometer DEXA kita akan

mendapatkan informasi beberapa hal tentang densitas mineral tulang antara lain:

Densitas mineral tulang pada area tertentu dalam gram/cm2.

Perbandingan kadar rerata densitas mineral tulang dibandingkan dengan

kadar rerata densitas mineral tulang dengan orang dewasa etnis yang sama,

yang disebut dengan T Score dalam %.

Perbandingan kadar rerata densitas mineral tulang dibandingkan dengan

kadar rerata densitas mineral tulang orang dengan umur yang sama dan etnis

yang sama, disebut Z Score dalam %.

Ada empat kategori diagnosis massa tulang (densitas tulang) berdasarkan T-score

adalah sebagai berikut:

1. Normal: nilai densitas atau kandungan mineral tulang tidak lebih dari 1

selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau kira-kira 10% di bawah

Page 16: BAB II Skenario 1 Blok 10

rata-rata orang dewasa atau lebih tinggi (T-score lebih besar atau sama dengan

-1 SD).

2. Osteopenia (massa tulang rendah): nilai densitas atau kandungan mineral

tulang lebih dari 1 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, tapi tidak

lebih dari 2,5 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau 10 Ð 25%

di bawah rata-rata (T-score antara -1 SD sampai -2,5 SD).

3. Osteoporosis: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5

selisih pokok di bawah nilai rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-

rata atau kurang (T-score di bawah -2,5 SD).

4. Osteoporosis lanjut: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari

2,5 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-

rata ini atau lebih, dan disertai adanya satu atau lebih patah tulang

osteoporosis (T-score di bawah -2,5 SD dengan adanya satu atau lebih patah

tulang osteoporosis).

Pemeriksaan DEXA dianjurkan pada:

1. Wanita lebih dari 65 tahun dengan faktor risiko.

2. Pascamenopause dan usia < 65 tahun dengan minimal 1 faktor risiko

disamping menopause atau dengan fraktur.

3. Wanita pascamenopause yang kurus (Indek Massa Tubuh < 19 kg/m2).

4. Ada riwayat keluarga dengan fraktur osteoporosis.

5. Mengkonsumsi obat-obatan yang mempercepat timbulnya osteoporosis.

6. Menopause yang cepat (premature menopause).

7. Amenorrhoea sekunder > 1 tahun.

8. Kelainan yang menyebabkan osteoporosis seperti: Anorexia nervosa,

malabsorpsi, primary hyperparathyroid, post-transplantasi, penyakit ginjal

kronis, hyperthyroid, immobilisasi yang lama, Cushing syndrom.

9. Berkurangnya tinggi badan, atau tampak kiphosis.

Penatalaksanaan

Page 17: BAB II Skenario 1 Blok 10

Secara teoritis, osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja

osteoklas (anti respontif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang).

Walau demikian, saat ini obat yang beredar pada umunya bersifat resorptif. Yang

termasuk golongan obat anti resorptif adalah estrogen, anti estrogen, bisfosnat dan

kalsitonin. Sedangkan yang termasuk stimulator tulang adalah Na-fluorida, PTH dan

lain sebagainya. Kalsium dan vitamin D tidak mempunyai efek anti resorptif maupun

stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi osteoid setelah

proses formasi osteoblas. Kekurangan kalsium akan menyebabkan peningkatan

produksi PTH yang menyebabkan pengobatan osteoporosis menjadi tidak efektif.

Edukasi dan Pencegahan

1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktivitas fisik yang tertatur memelihara

kekuatan, kelenturan dan koordinasi sistem neuromuskular serta kebugaran,

sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat

dilakukan meliputi berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda maupun berenang.

2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari

maupun suplementasi.

3. Hindari merokok dan minum alkohol

4. Diognasis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosteronpada laki-

laki dan menopause awalpada wanita.

5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatn yang dapat menimbulkan

osteoporosis

6. Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada penderita yang sudah

pasti osteoporosis

7. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh, misal lantai

licin, obat-obat sedatif dan obat antihipertensi yang dapat menyebabkan

hipotensi ortistatik

8. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang-orang yang kurang terpajan

sinar matahari atau pada penderita dengan fotosintesis, misalnya SLE

Page 18: BAB II Skenario 1 Blok 10

9. Hindari peningkatan eksresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan

Natrium sampai 3 gr/hari untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus

ginjal.

10. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka

panjang, usahakan pemberian glukokortikod pada dosis serendah mungkin.

11. Pada penderita Artritirs Reumatoid dan artritis inflamasi lainnya, sangat

penting mengatasi aktifitas penyakitnya, karena hal ni akan mengurangi nyeri

dan penurunan densitas massa tulang akbat artritius inflamasi yang aktif

Fisioterapi Osteoporosis

Latihan Bagi Penderita Osteoporosis / Keropos tulang

Latihan ini bertujuan untuk membantu kekuatan otot dan tulang pada posisi

menyangga berat badan. Latihan ini bukan berarti sebagai pengganti penanganan

dokter dan fisioterapi. Latihan ini hanya dapat dilakukan pada penderita osteoporosis

ringan dan disesuaikan dengan rekomendasi dari dokter.

Latihan naik dan turun

Papan step aerobic harus berada di depan.

Ketika musik mulai, naikkan kaki kanan ke atas papan.

Di ikuti dengan kaki kiri.

Turunkan kaki kanan dari papan.

Di ikuti oleh kaki anda.

Hal ini di ulangi sampai 20 kali.

Gerakan pada posisi ini tahan selama 30 detik.

Latihan otot Biceps

Lakukan latihan naik seperti diatas.

Ketika naik dan turun, lakukan latihan otot biceps dengan dumble, kemudian

lakukan gerakan menekuk dan meluruskan siku.

Pertahankan siku di samping.

Ulangi sebanyak 30 kali.

Gerakan pada posisi ini selama 30 detik.

Page 19: BAB II Skenario 1 Blok 10

Latihan semi jongkok

Dengan punggung membelakangi dinding dan kaki dilebarkan sekitar 20 cm.

Tekuk lutut secara perlahan ke bawah.

Pertahankan hingga hitungan 5 kali kemudian berdiri kembali.

Ulangi sebanyak 20 kali.

Gerakan pada posisi semi jongkok ini selama 30 detik.

Latihan push - up

Duduklah pada permukaan yang keras atau lantai.

Letakan tangan pada lantai disamping badan.

Dorong ke atas melalui tangan.

Ulangi sebanyak 20 kali.

Berdiri dan gerakan pada posisi ini selama 30 detik.

Latihan naik dan turun

Ulangi latihan ini sebelum sesi pendinginan di mulai.

Yang penting diketahui

Latihan berjalan selama 1 jam setiap hari tidak terlalu bermanfaat untuk

osteoporosis.

V. DIAGNOSIS BANDING

A. Rheumatoid Artritis

Etiologi

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,

namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi),

faktor metabolik, dan infeksi virus.

Gejala

Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat

peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika

jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara

spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau

Page 20: BAB II Skenario 1 Blok 10

tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa

sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali. Ketika penyakit

ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan

energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan

kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari.

Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi

dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri,

pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang

klasik untuk rheumatoid arthritis. Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah

mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia. Pola karakteristik

dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan,

pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul,

siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan

biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku

pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki

adalah hal yang umum.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

1. Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai

hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak

dan kekakuan.

2. Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga

pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.

3. Stadium deformitas

Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,

deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini

sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada

Page 21: BAB II Skenario 1 Blok 10

sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah

digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan

imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur

sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh

ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya

dan menghilangkan rongga sendi.

Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi

pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari,

bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan

kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba

akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak

tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.

Penatalaksanaan

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan

penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien

dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa

hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap

berobat dalam suatu jangka waktu yang lama. Penanganan medik pemberian salsilat

atau NSAID (Non Steriodal AntiInflammatory Drug) dalam dosis terapeutik. Kalau

diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan efek

anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk

menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah

bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai

tingkat yang optimal.

Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis

menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih

dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit

terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut. Menjaga supaya rematik

tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya digunakan air hangat bila

Page 22: BAB II Skenario 1 Blok 10

mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah

bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini, seperti:

tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil,

menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama

banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama

yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk

memelihara persendian agar tetap lentur.

B. Spondylosis

Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada column vertebrae dan diskus intervertrebalis. Penderita spondilosis umumnya merasakan adanya kekakuan dan fiksasi pada tulang belakang. Spondilosis dapat terjadi pada vertebrae cervical (leher), vertebrae thoracal (punggung) maupun vertebrae lumbar (punggung bawah). Umumnya terjadi pada T12-L3 karena merupakan tempat tumpuan berat tubuh. Etiologi dari penyakit ini umumnya dikaitkan pada usia. Terjadi degenerasi diskus intervertebralis dimana diskus intervertebralis mengalami kerapuhan. Penelitian menyebutkan tidak ada hubungan antara gaya hidup, berat badan, konsumsi alkohol, rokok, maupun riwayat reproduksi. Akan tetapi riwayat trauma pada tulang belakang juga dapat meningkatkan kejadian spondilosis.Gejala

Umumnya pasien mengeluhkan adanya nyeri punggung akibat kompresi saraf regional, kaku yang progresif. Keluhan bertambah berat setelah duduk atau berbaring. Penatalaksanaan. Perawatan yang dapat diberikan antara lain medikasi, olahraga dan fisioterapi maupun operasi. Medikasi termasuk pemberian analgesic NSAID seperti ibuprofen dan naproxen. Untuk mengurangi nyeri punggung kronik dapat digunakan antidepresan seperti amitriptyline dan doxepin. Operasi dapat dilakukan dengan discectomy (pengambilan diskus).

C. Gout Arthritis

Etiologi dan patofisiologi

Page 23: BAB II Skenario 1 Blok 10

Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, suatu produk sisa

yang tidak mempunyai peran fisiologi. Manusia tidak memiliki urikase yang

dimiliki hewan, suatu enzim yang menguraikan asam urat menjadi alantoin yang

larut dalam air (Hawkins D.W et al, 2005). Asam urat yang terbentuk setiap hari

di buang melalui saluran pencernaan atau ginjal (Bandolier).

Pada keadaan normal, jumlah asam urat terakumulasi pada laki-laki kurang

lebih 1200mg dan pada perempuan 600mg. Jumlah akumulasi ini meningkat

beberapa kali lipat pada penderita gout. Berlebihnya akumulasi ini dapat berasal

dari produksi berkelebihan atau ekskresi yang kurang (Hawkins D.W et al, 2005).

Meskipun asupan purin berlebih, dalam keadaan normal, seharusnya ginjal dapat

mengekskresikannya. Pada kebanyakan pasien gout (75-90%), clearence asam

urat oleh ginjal sangat menurun (Bandolier).

Produksi normal asam urat dalam tubuh manusia dengan fungsi ginjal normal

dan diet bebas purin adalah 600mg per hari (Pittman J R et al. 1999). Meningkat

pada penderita gout maupun hiperurisemia. Hiperurisemia didefinisikan sebagai

konsentrasi asam urat dalam serum yang melebihi 7mg/dL. Konsentrasi ini adalah

batas kelarutan monosodium urat dalam plasma. Pada konsentrasi 8mg/dL atau

lebih, monosodium urat lebih cenderung mengendap di jaringan. Pada PH 7 atau

lebih asam urat ada dalam bentuk monosodium urat (Pittman J R et al. 1999).

Purin dalam tubuh yang menghasilkan asam urat, berasal dari tiga sumber:

purin dari makanan, konversi asam nukleat dari jaringan, pembentukan purin dari

dalam tubuh. Ketiga-tiganya masuk dalam lingkaran metabolisme menghasilkan

diantaranya asam urat (Hawkins D.W et al, 2005).

Beberapa sistim enzim mengatur metabolisme purin. Bila terjadi sistim

regulasi yang abnormal maka terjadilah produksi asam urat yang berlebihan.

Produksi asam urat berlebihan ini dapat juga terjadi karena adanya peningkatan

penguraian asam nukleat dari jaringan, seperti pada myeloproliferative dan

lymphoproliferative disorder. Purin dari makanan tidak ada artinya dalam

Page 24: BAB II Skenario 1 Blok 10

hiperurisemia, selama semua sistim berjalan dengan normal (Hawkins D.W et al,

2005).

Dua abnormalitas dari dua enzim yang menghasilkan produksi asam urat

berlebih: peningkatan aktivitas Phosphoribosylpyrophosphate (PRPP) synthetase

menyebabkan peningkatan konsentrasi PRPP. PRPP adalah kunci sintesa purin,

berarti juga asam urat. Yang kedua adalah defisiensi hypoxanthine guanine

phosphoribosyl transferase (HGPRT). Defisiensi HGPRT meningkatkan

metabolisme guanine dan hipoxantin menjadi asam urat (Hawkins D.W et al,

2005).

Berkurangnya ekskresi asam urat ditemukan pada kurang lebih 90 %

penderita gout. Penyebab kurangnya ekskresi asam urat tidak diketahui, tetapi

faktor seperti obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, menurunnya fungsi ginjal,

konsumsi alkohol dan obat obatan tertentu memegang peranan. Beberapa obat-

obatan dapat menyebabkan hiperurisemia dan gout. Diuretik loop dan tiazid, yang

menghalangi ekskresi asam urat pada distal tubular, adalah obat penyebab

hiperurisemia. Jarang menyebabkan gout akut, tetapi mendorong terbentuknya

tofi di sekitar sendi yang rusak, terutama pada jari. Salisilat dosis rendah memberi

efek yang sama. Obat sitoksik menyebabkan produksi asam nukleat berlebih pada

pengobatan leukemia, limfoma, karena mereka meningkatkan kecepatan sel mati

(Wood J. et al 1999).

Yang perlu diketahui juga berkaitan dengan patofisiologi GA adalah kelarutan

asam urat berkurang pada cuaca yang dingin dan pH yang rendah. Kemungkinan

penyebab mengapa pada cuaca dingin lebih terasa nyeri. Selain itu estrogen

cenderung mendorong ekskresi asam urat, kemungkinan penyebab mengapa

insidensi perempuan premenopause rendah (Setter S.M et al, 2005).

Tanda-Tanda Klinis dan Diagnosis

Gout adalah penyakit yang didiagnosis oleh simtom bukan oleh hasil

pemeriksaan labororium. Kenyataan hiperurisemia yang asimtomatis yang

Page 25: BAB II Skenario 1 Blok 10

ditemukan secara kebetulan, biasanya jarang membutuhkan terapi (Hawkins D.W

et al, 2005).

Hiperurisemia adalah faktor risiko gout, tetapi beberapa pasien dengan serum

asam urat normal dapat mendapat serangan gout. Sebaliknya banyak orang

hiperurisemia yang tidak mendapat serangan gout.

Gout adalah Diagnosis klinis, sedangkan hiperurisemia adalah kondisi

biokimia . Membedakan pasien GA dengan penderita gout like syndrom termasuk

membedakan dengan septic Arthritis, rheumatoid Arthritis, osteoArthritis,

errosive osteoArthritis, psoriasis, calcium pyrophosphate dehydrate crystal

(CPPD) deposition penyakit (pseudogout), xanthomatosis, amyliodosis16.

Diagnosis definitive, dikonfirmasikan dengan analisa cairan sendi. Cairan

synovial pasien GA mengandung kristal monosodium urat (MSU) yang negatif

birefringent (refraktif ganda) yang juga ditelan oleh neutrofil (dilihat dengan

mikroskop sinar terpolarisasi)

Analisa cairan sinovial dan kultur sangat penting untuk membedakan septic

Arthritis dengan GA

RA cenderung terjadi simetris dan lebih dari 60% kasus adalah faktor

reumatoid positif (RF+)

GA cenderung tidak simetris dan faktor rheumatoid negatif (RF-)

Erosive Arthritis kebanyakan terjadi pada perempuan, yang terkena: tangan,

pergelangan tangan.

Hiperurisemia sering terjadi pada pasien psoriasis, dan adanya lesi kulit

membedakan kasus ini dengan GA.

Pseudogout, disebabkan oleh deposisi kristal CPPD di persendian, terjadi

secara umum pada manula.

Kalsifikasi CPPD di cartilage terjadi di beberapa sendi, sedangkan GA

cenderung monoartikular (terjadi pada sendi tunggal) dan diasosiasikan

dengan pembengkakan jaringan lunak dengan jarak artikular normal bila

diperiksa secara radiografis.

Page 26: BAB II Skenario 1 Blok 10

Nodul jaringan lunak pada permukaan extensor sering terlihat dengan

xanthomatosis, seperti hiperkolesterolemia. Selanjutnaya xanthomatosis tidak

ada kaitannya dengan kristal MSU. Amyloidosis sering dikelirukan dengan

gout tophaceous . Untungnya, amyloidosis sering simetris.16

Untuk banyak orang, gout awalnya menyerang sendi dari ibu jari kaki. Kadang

selama penyakit berjalan, gout akan menyerang ibu jari kaki sebanyak 75% pasien.

Bagian lain yang dapat terserang diantaranya adalah pergelangan kaki, tumit,

pergelangan tangan, jari, siku.

Kriteria Diagnosis Gout Akut

Pada pasien yang sesuai dengan paling sedikit 6 kriteria Diagnosis di bawah ini

• Lebih dari satu serangan Arthritis akut

• Maksimum inflamasi timbul dalam waktu 24 jam

• Serangan monoArthritis (85%-90% dari serangan awal)

• Sendi kemerah-merahan

• Sendi MTP pertama nyeri atau bengkak

• Serangan unilateral sendi MTP pertama (50%-70% awal, akhirnya 90% )

• Serangan unilateral pada sendi tarsal (ct, instep= dorsal arkus kaki, kura-kura

kaki)

• Tofi (dugaan klinis atau dibuktikan secara histologi)

• Hiperurisemia

• Sendi bengkak asimetris (klinis atau x-ray)

• Temuan x-ray termasuk subkortikal cyst(s) tanpa erosi dalam sendi

• Serangan berhenti total (hilangnya semua simtom dan tanda-tanda)

• Tidak ada mikroba dalam cairan sinovial

Pada pasien yang mempunyai semua kriteria Diagnosis di bawah ini

• Sejarah berulang monoArthritis akut

• Respons cepat terhadap obat antiinflamasi

• Hiperurisemia atau tofi

Terapi Gout dan Hiperurisemia

Page 27: BAB II Skenario 1 Blok 10

Tujuan dari terapi adalah

• menghentikan serangan akut,

• mencegah serangan kembali dari GA,

• mencegah komplikasi yang berkaitan dengan deposit kristal asam urat kronis di

jaringan

Sangatlah penting bagi pasien untuk memahami diagnosis gout dan

pentingnya pengobatan. Terapi jangka panjang biasanya dianjurkan untuk

menindaklanjuti serangan akut yang parah. Untuk serangan akut dan pencegahan

berulangnya serangan dibutuhkan terapi obat. Banyak brosur dan tulisan-tulisan

tentang gout yang dapat dibaca pasien. Perubahan gaya hidup, dapat dipakai sebagai

pilihan-pilihan dalam pengobatan.

Terapi non Obat

Berikut ini contoh-contoh tindakan yang dapat berkontribusi dalam

menurunkan kadar asam urat:

• Penurunan berat badan (bagi yang obes)

• Menghindari makanan (misalnya yang mengandung purin tinggi) dan minuman

tertentu yang dapat menjadi pencetus gout

• Mengurangi konsumsi alkohol (bagi peminum alkohol)

• Meningkatkan asupan cairan

• Mengganti obat-obatan yang dapat menyebabkan gout (mis diuretik tiazid)

• Terapi es pada tempat yang sakit

Intervensi dengan diet dengan mengurangi karbohidrat menurunkan kadar urat

sampai 18% dan frekuensi serangan gout sampai 67%

Sudah lama buah cherry dilaporkan membantu menurunkan serangan gout.

Dugaan karena kandungan antosianin dalam cherry mempunyai sifat inhibitor COX

2. Diet rendah purin pada masa lalu dianggap menurunkan kadar asam urat, ternyata

keberhasilannya mempunyai batas. Walau terapi non obat ini sederhana, tetapi dapat

mengurangi simtom gout apabila dipakai bersama dengan terapi obat.

Page 28: BAB II Skenario 1 Blok 10

Terapi Farmakologi

Arthritis Gout Akut

Tujuan terapi serangan Arthritis gout akut adalah menghilangkan simtom.

Penting untuk menghindarkan fluktuasi konsentrasi urat dalam serum karena dapat

memperpanjang serangan atau memicu episoda lebih lanjut. Sebab itu hipourisemik

seperti alopurinol tidak diberikan sampai paling sedikit tiga minggu setelah serangan

akut berhenti dan diteruskan pada pasien yang mengalami serangan pada saat minum

alopurinol.

Sendi yang sakit harus diistirahatkan dan terapi obat dilaksanakan secepat

mungkin untuk menjamin respons yang cepat dan sempurna. Ada tiga pilihan obat

untuk Arthritis gout akut: NSAID, kolkhisin, kortikosteroid.Setiap obat ini memiliki

keuntungan dan kerugian. Pemilihan untuk pasien tetentu tergantung pada beberapa

faktor, termasuk waktu onset dari serangan yang berhubungan dengan terapi awal,

kontraindikasi terhadap obat karena adanya penyakit lain, efikasi versus resiko

potensial. NSAID biasanya lebih dapat ditolerir disbanding kolkhisin dan lebih

mempunyai efek yang dapat diprediksi. NSAID tidak mempengaruhi kadar urat

dalam serum. Ada beberapa NSAID yang sering diperuntukan untuk Arthritis gout

Diklofenak, indometasin, ketoprofen, naproksen, piroxikam, sulindak.

Indometasin cenderung paling sering dipakai, walau tidak ada perbedaan yang

signifikan antara obat ini dengan obat NSAID lain. Pemakaian aspirin harus

dihindarkan sebab mengakibatkan retensi asam urat, kecuali kalau dipakai dalam

dosis tinggi

Tergantung pada keparahan serangan dan waktu antara onset dan permulaan

terapi, dosis 50-100mg indometasin oral akan menghilangkan nyeri dalam dua-empat

jam. Dapat diikuti menjadi 150-200mg sehari, dengan dosis dikurangi bertahap

menjadi 25mg tiga kali sehari untuk 5 sampai 7 hari, hingga nyeri hilang. Cara ini

dapat mengurangi toksisitas gastrointestinal. NSAID biasanya dibutuhkan antara 7

Page 29: BAB II Skenario 1 Blok 10

sampai 14 hari tergantung respons pasien, walau pasien dengan kronik atau gout tofi

membutuhkan terapi NSAID lebih lama untuk mengendalikan simtom. Pemanfaatan

NSAID menjadi terbatas karena efek sampingnya, yang menimbulkan masalah

terutama pada manula dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada manula, atau

mereka dengan riwayat PUD (Peptic Ulcer Disease), harus diikuti dengan H2

antagonis, misoprostol atau PPI (Proton Pump Inhibitor) 21. Untuk Misoprostol,

perlu kehati-hatian dalam pemakaiannya, kontraindikasi untuk wanita hamil, dan

penggunaannya masih sangat terbatas di Indonesia.

Untuk pasien dengan gangguan ginjal, NSAID harus dihindarkan sedapat

mungkin, atau diberikan dengan dosis sangat rendah, apabila keuntungan masih lebih

tinggi dibanding kerugian. Apabila demikian maka harus dilakukan pemantauan

creatinin clearance, urea, elektrolit secara regular.

NSAID selektif COX-2 (Celecoxib), pada dosis 120mg sehari sebanding

dengan indometasin dosis tinggi (150 mg/hari) dalam mengobati tanda-tanda gout

akut dalam waktu 4 jam, ini akan sangat berguna bagi pasien yang tidak dapat

memakai NSAID.

Gout Kronis

Pengobatan gout kronis membutuhkan waktu jangka panjang untuk mereduksi

serum urat sampai dibawah normal; Harus dijaga agar tidak terjadi seranganserangan

gout akut, mengurangi volume tofi, mencegah perusakan selanjutnya. Terapi

penurunan urat hendaknya tidak direkomendasikan saat terjadi serangan akut.

Sebelum memberi pasien alopurinol, beberapa hal harus dipertimbangkan

apakah pasien adalah kandidat yang tepat untuk urikosurik

Obat penurun urat diindikasikan untuk :

• Pasien dengan serangan lebih dari 2 kali setahun

• Gout tofi yang kronis

• Produksi berlebih asam urat (primary dan purin enzyme defect)

Page 30: BAB II Skenario 1 Blok 10

• Gout kronis yang berkaitan dengan kerusakan ginjal atau batu ginjal urat

• Tambahan terapi sitotoksik untuk hematological malignancy

Obat ini dibagi menjadi 3 kategori

• Urikostatik (xantin oksidase inhibitor) misalnya alopurinol

• Urikosurik misalnya benzbromaron, sulfinperazon, probenesid

• Urikolitik misalnya urat oksidase

Arthritis Gout Interkitikal

Pasien dengan GA, pada saat ada periode bebas simtom di antara

seranganserangan disebut interkritikal gout.. Hiperurisemia mungkin masih menetap

dan kristal MSU mungkin ada dalam cairan sinovial. Interkritikal gout adalah saat di

mana pasien harus proaktif mengendalikan kadar asam urat dan mengambil langkah

lain untuk menurunkan risiko serangan gout lain.

Evaluasi kondisi pasien yang berkaitan dengan dasar penyebab disorder

(misalnya: peminum alkohol dengan gout, dll) identifikasi dan obati penyakit yang

berkaitan dengan gout bila ada: hipertensi, obesitas, peminum alkohol, pemakaian

diuretik, hipotiroid, hiperkoleterolemia, intoksikasi timbal.

Page 31: BAB II Skenario 1 Blok 10

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Osteoporosis merupakan penyakit kelainan tulang belakang, biasanya pada

orang-orang usia lanjut. Penyakit ini cukup sering mengintai seseorang, terutama

wanita. Ada banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko terkena osteoporosis,

diantaranya peningkatan usia, menopouse, kurang olahraga, kebiasaan merokok dan

minum alkohol, dan juga faktor genetik. Namun pada kebanyakan kasus, osteoporosis

disebabkan oleh hilangnya massa tua karena proses penuaan, sehingga tulang menjadi

lemah dan mudah patah.

B. Saran

Untuk mengurangi resiko terkena osteoporosis, maka kita perlu menjaga pola

hidup sehat sejak dini. Selain itu kita juga harus menghindari mengonsumsi rokok

dan alkohol, olahraga yang teratur, makan makanan yang banyak mengandung serat

dan kalsium, dan juga menjaga berat badan agar tidak terlalu rendah.

Page 32: BAB II Skenario 1 Blok 10

DAFTAR PUSTAKA

Kawiyana, IKS. 2009. Osteoporosis Patogenesis Diagnosis Dan Penanganan Terkini.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/9_dr%20siki.pdf ( 26 September 2012)

Nancy. 2003. Lebih Lengkap Tentang Osteoporosis. Jakarta: Raja Garvindo Persada.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Edisi 6 Vol. 2. Jakarta: EGC, page: 1366

Siswono. 2004. Konsumsi Kalsium Cegah Osteoporosis.

http://www.mediaindo.co.id. ( 26 September 2012)

Syarif, Amir; Estuningtyas, Ari. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gema Baru.