bab ii sepsis

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI SIRS adalah suatu bentuk respon inflamasi terhadap infeksi atau non-infeksi yang ditandai dengan dua atau lebih kriteria dibawah ini (5). Tabel 1. Kriteria SIRS. Sepsis adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi (6). Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi yang tidak terbatas hanya pada laktat asidosis, oliguria maupun perubahan mental akut (7). Sedangkan syok sepsis adalah sepsis dengan hipotensi yang ditandai dengan penurunan TDS< 90 mmHg atau penurunan >40 mmHg dari tekanan darah awal

Upload: hayati-rizki-putri

Post on 24-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sepsis

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Sepsis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

SIRS adalah suatu bentuk respon inflamasi terhadap infeksi atau non-infeksi

yang ditandai dengan dua atau lebih kriteria dibawah ini (5).

Tabel 1. Kriteria SIRS.

Sepsis adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yang

disebabkan oleh infeksi (6). Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan disfungsi

organ, hipoperfusi atau hipotensi yang tidak terbatas hanya pada laktat asidosis,

oliguria maupun perubahan mental akut (7). Sedangkan syok sepsis adalah sepsis

dengan hipotensi yang ditandai dengan penurunan TDS< 90 mmHg atau

penurunan >40 mmHg dari tekanan darah awal tanpa adanya obat-obatan yang

dapat menurunkan tekanan darah (7).

Page 2: Bab II Sepsis

4

Gambar 1. Derajat sepsis.

B. ETIOLOGI

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negative dengan

presentase 60-70% kasus yang menghasilkan berbagai produk yang dapat

menstimulasi sel imun yang terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi (8).

Tabel 2. Mikroorganisme yang sering menyebabkan sepsis.

Sistem pendekatan sepsis dikembangkan dengan menjabarkan menjadi

dasar predisposisi, penyakit penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau

Page 3: Bab II Sepsis

5

disingkat menjadi PIRO (predisposing factors, insult, response and organ

dysfunction) seperti pada tabel (1).

Gambar 2. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis,dan disfungsi organ pada Sepsis.

Tabel 3. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada sepsis.

C. PATOGENESIS

Page 4: Bab II Sepsis

6

Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang

berat. Hal ini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan

berlangsung terus menerus dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena

proses ini menggambarkan penyebaran infeksi melalui pembuluh darah dan

dikatakan peradangan karena semua tanda respon sepsis adalah perluasan dari

peradangan biasa (8).

Ketika jaringan terinfeksi, terjadi stimulasi perlepasan mediator-mediator

inflamasi termasuk diantaranya sitokin. Sitokin terbagi dalam proinflamasi dan

antiinflamasi. Sitokin yang termasuk proinflamasi seperti TNF, IL-1,interferon γ

yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang

menyebabkan infeksi. Sedangkan sitokin antiinflamasi yaitu IL-1-reseptor

antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau

represi terhadap respon yang berlebihan. Keseimbangan dari kedua respon ini

bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi

proses penyembuhan. Namun ketika keseimbangan ini hilang maka respon

proinflamasi akan meluas menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi

kerusakan endothelial, disfungsi mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat

gangguan oksigenasi dan kerusakan organ akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan

konskuensi dari kelebihan respon antiinfalmasi adalah alergi dan

immunosupressan. Kedua proses ini dapat mengganggu satu sama lain sehingga

menciptakan kondisi ketidak harmonisan imunologi yang merusak (7,8).

Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika

bakteri gram negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan

Page 5: Bab II Sepsis

7

endotoksin dengan lipopolisakarida (LPS) yang secara langsung dapat mengikat

antibodi dalam serum darah penderita sehingga membentuk lipo-polisakarida

antibody (LPSab). LPSab yang beredar didalam darah akan bereaksi dengan

perantara reseptor CD 14+ dan akan bereaksi dengan makrofag dan

mengekspresikan imunomodulator (7,8).

Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka

dapat berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag

yang berperan sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai

APC (Antigen Presenting Cell). Antigen ini membawa muatan polipeptida

spesifik yang berasal dari MHC (Major Histocompatibility Complex). Antigen

yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit

Th2) dengan perantara T-cell Reseptor (7,8).

Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan

mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai

immodulator akan mengeluarkan IFN-γ, IL2 dan M-CSF (Macrophage Colony

Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-

10, IFN-g, IFN 1β dan TNF α yang merupakan sitokin proinflamantori. IL-1β

yang merupakan sebagai imuno regulator utama juga memiliki efek pada sel

endothelial termasuk didalamnya terjadi pembentukkan prostaglandin E2 (PG-E2)

dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang

menyebabkan neutrofil tersensitisasi oleh GM-CSF mudah mengadakan adhesi.

Neutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding

endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler.

Page 6: Bab II Sepsis

8

Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk kedalam radikal bebas

(nitrat oksida) sehingga mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga

endotel menjadi nekrosis dan terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah.

Adanya kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan gangguan vaskuler dan

hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan organ multiple (7,8).

Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-α, IL-8, IL-

6 menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi

pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik Oksigen Reaktif) sebagai hasil

metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme

asam amino yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. ROS penting artinya

bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan,

membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun

bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia

akan menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan dan

bisa menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi,

kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi (9).

Page 7: Bab II Sepsis

9

Gambar 3. Patogenesis sepsis.

Gambar 4. Pengaktifan komplemen dan sitoki pada sepsis.

Sepsis akan mengaktifkan Tissue Factor yang memproduksi trombin yang

merupakan suatu substansi proinflamasi. Trombin akhirnya menghasilkan suatu

gumpalan fibrin di dalam mikrovaskular. Sepsis selain mengaktifkan tissue factor,

dia juga menggangu proses fibrinolisis melalui pengaktifan IL-1 dan TNFα dan

Page 8: Bab II Sepsis

10

memproduksi suatu plasminogen activator inhibitor-1 yang kuat mengahambat

fibrinolisis. Sitokin proinflamasi juga mengaktifkan activated protein C (APC)

dan antitrombin. Protein C sebenarnya bersirkulasi sebagai zimogen yang inaktif

tetapi karena adanya thrombin dan trombomodulin, dia berubah menjadi enzyme-

activated protein C. Sedangkan APC dan kofaktor protein S mematikan produksi

trombin dengan menghancurkan kaskade faktor Va dan VIIIa sehingga tidak

terjadi suatu koagulasi. APC juga menghambat kerja plasminogen activator

inhibitor-1 yang menghambat pembentukkan plasminogen menjadi plasmin yang

sangat penting dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Semua proses ini

menyebabkan kelainan faktor koagulasi yang bermanisfestasi perdarahan yang

dikenal dengan koagulasi intravaskular diseminata yang merupakan salah satu

kegawatan dari sepsis yang mengancam jiwa (9).

D. GEJALA KLINIS

Umumnya klinis pada sepsis tidak spesifik, biasanya hanya didahului oleh

tanda-tanda non spesifik seperti demam, menggigil dan gejala konstitutif seperti

lelah, malaise, gelisah dan tampak kebingungan. Tempat infeksi yang paling

sering adalah paru-paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak

dan sistem saraf pusat. Gejala sepsis tersebut akan semakin berat pada pendeita

usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama yang sering diikuti

dengan syok (10).

Page 9: Bab II Sepsis

11

E. DIAGNOSIS

Diagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi, pengambilan riwayat

medis yang cermat, pemeriksaan fisik, uji laboratorium yang sesuai, dan tindak

lanjut status hemodinamik (8).

1. Riwayat

Membantu menentukan apakah infeksi didapatkan dari komunitas atau

nosokomial dan apakah pasien imunokompromis. Rincian yang harus diketahui

meliputi paparan pada hewan, perjalanan, gigitan tungau, bahaya di tempat kerja,

penggunaan alkohol, seizure, hilang kesadaran, medikasi dan penyakit dasar yang

mengarahkan pasien kepada agen infeksius tertentu.

Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi (8):

a. Demam atau tanda yang tak terjelaskan disertai keganasan atau

menstrumentasi.

b. Hipotensi, Oliguria atau anuria.

c. Takipneu atau hiperpneu, Hipotermia tanpa penyabab jelas.

d. Perdarahan

2. Pemeriksaan Fisik

Perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada semua pasien

neutropenia dan pasien dengan dugaan infeksi pelvis, pemeriksaan fisik harus

meliputi pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital. Pemeriksaan tersebut akan

mengungkap abses rektal, perirektal, dan/atau perineal, penyakit dan/atau abses

inflamasi pelvis, atau prostatitis (8).

Page 10: Bab II Sepsis

12

3. Data Laboratorium

Uji laboratorium meliputi Complete Blood Count (CBC) dengan hitung

diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, glukosa, urea darah, nitrogen,

kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri,

elektrokardiogram, dan rongen dada. Biakan darah sputum, urin, dan tempat lain

yang terinfeksi harus dilakukan. Lakukan gram stain di tempat steril (darah, CFS,

cairan artikulasi, ruang pleura) dengan aspirasi. Minimal 2 set (ada yang

menganggap 3) biakan darah harus diperoleh dalam periode 24 jam. Volume

sampel sering terdapat kurang dari 1 bakterium/ml pada dewasa (pada anak lebih

tinggi). Ambil 10-20 ml persampling pada dewasa (1-5 pada anak) dan

inkulasikan dengan trypticase soy broth. Waktu sampel untuk spike demam

intermitten, bakteremia dominan 0,5 jam sebelum spike. Jika terapi antibiotik

sudah dimulai, beberapa macam antibiotik dapat dideaktivasi di laboratorium

klinis (8).

4. Temuan Laboratorium Lain

Sepsis awal, Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia,

hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Neutrofil

mengandung granulasi toksik, badan Dohle, atau vakuola sitoplasma.

Hiperventilasi menimbulkan alkalosis respirator. Hipoksemia dapat dikoreksi

dengan oksigen. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum

meningkat (8).

Selanjutnya, Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu

trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukan DIC.

Page 11: Bab II Sepsis

13

Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase (enzim liver)

meningkat. Bila otot pernafasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis

metabolic (peningkatan gap anion) terjadi setelah alkalosis respiratori.

Hipoksemia tidak dapat dikoreksi bahkan dengan oksigen 100%. Hiperglikemia

diabetikum dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi (8).

Mortalitas meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah gejala SIRS dan

berat proses penyakit (8).

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencangkup stabilisasi pasien

langsung (perbaikan hemodinamik), pemberian antibiotik, pengobatan fokus

infeksi dan resusitasi serta terapi suportif apabila telah terjadi disfungsi organ (9).

Perbaikan hemodinamik harus segera dilakukan seperti airway, breathing

circulation, kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis, yaitu: (10).

1. Terapi Cairan

Karena sepsis dapat menyebabkan syok disertai demam, vena dilatasi dan

diffuse capillary leackage akan menyebabkan inadequate preload sehingga terapi

cairan merupakan tindakan utama.

2. Terapi Vasopresor

Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan

perfusi organ tidak adekuat) dapat diberikan vasopresor potensial seperti

norepinefrin, dopamine, epinefrin dan phenylephrine.

Page 12: Bab II Sepsis

14

3. Terapi Inotropik

Bila resusitasi cairan adekuat tetapi kontraktilitas miokard masih

mengalami gangguan dimana kebanyakan pasien akan mengalami cardiac output

yang turun sehingga diperlukan inotropik seperti dobutamin, dopamine dan

epinefrin.

4. Antibiotik

Sesuai jenis kuman atau tergantung suspek tempak infeksinya (10).

Tabel 4. Antibiotik berdasarkan sumber infeksi (Sepsis Bundle: Antibiotic Selection Clinical Pathway from the Nebraska Medical Centre).

Page 13: Bab II Sepsis

15

Page 14: Bab II Sepsis

16

5. Fokus infeksi awal harus diobati

Hilangkan benda asing yang menjadi sumber infeksi. Angkat organ yang

terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang menjadi gangrene, bila perlu

dikonsultasikan ke bidang terkait seperti spesialis bedah, THT dll (10).

6. Terapi suportif

a. Pemberian elektrolit dan nutrisi.

b. Terapi suportif untuk koreksi fungsi ginjal.

c. Koreksi albumin apabila terjadi hipoalbumin.

d. Regulasi ketat gula darah.

e. Heparin sesuai indikasi.

f. Proteksi mukosa lambung dengan AH-2 atau PPI.

g. Transfusi komponen darah bila diperlukan.

h. Kortikosteroid dosis rendah (masih kontroversial).

i. Recombinant Human Activated Protein C:

Merupakan antikoagulan yang menurut hasil uji klinis Phase III

menunjukkan drotrecogin alfa yang dapat menurunkan resiko relative kematian

akibat sepsis dengan disfungsi organ akut yang terkait sebesar 19,4% yang dikenal

dengan nama zovant (3).

Page 15: Bab II Sepsis

17

G. KOMPLIKASI

1. MODS (disfungsi organ multipel)

Penyebab kerusakan multipel organ disebabkan karena adanya gangguan

perfusi jaringan yang mengalami hipoksia sehingga terjadi nekrosis dan gangguan

fungsi ginjal dimana pembuluh darah memiliki andil yang cukup besar dalam

pathogenesis ini (8).

2. KID (Koagulasi Intravaskular Diseminata)

Patogenesis sepsis menyebabkan koagulasi intravaskuler diseminata

disebabkan oleh faktor komplemen yang berperan penting seperti yang sudah

dijelaskan pada patogenesis sepsis diatas (8).

3. Disfungsi hati dan jantung neurologi

4. ARDS

Kerusakan endotel pada sirkulasi paru menyebabkan gangguan pada aliran

darah kapiler dan perubahan permebilitas kapiler, yang dapat mengakibatkan

edema interstitial dan alveolar. Neutrofil yang terperangkap dalam mirosirkulasi

paru menyebabkan kerusakan pada membran kapiler alveoli. Edema pulmonal

akan mengakibatkan suatu hipoxia arteri sehingga akhirnya akan menyebabkan

Acute Respiratory Distress Syndrome (8,9).

5. Gastrointestinal

Pada pasien sepsis di mana pasien dalam keadaan tidak sadar dan

terpasang intubasi dan tidak dapat makan, maka bakteri akan berkembang dalam

saluran pencernaan dan mungkin juga dapat menyebabkan suatu pneumonia

nosokomial akibat aspirasi. Abnormalitas sirkulasi pada sepsis dapat

Page 16: Bab II Sepsis

18

menyebabkan penekanan pada barier normal dari usus, yang akan menyebabkan

bakteri dalam usus translokasi ke dalam sirukulasi (mungkin lewat saluran limfe)

(8).

6. Gagal ginjal akut

Pada hipoksia/iskemi di ginjal terjadi kerusakan epitel tubulus ginjal.

vaskular dan sel endotel ginjal sehingga memicu terjadinya proses inflamasi yang

menyebabkan gangguan fungsi organ ginjal (9).

7. Syok septik

Sepsis dengan hipotensi dan gangguan perfusi menetap walaupun telah

dilakukan terapi cairan yang adekuat karena maldistribusi aliran darah karena

adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara efektif

tidak memadai untuk perfusi jaringan sehingga terjadi hipovelemia relative (8).

Hipotensi disebabkan karena Endotoksin dan sitokin (khususnya IL-1,

IFN-γ, dan TNF-α) menyebabkan aktivasi reseptor endotel yang menginduksi

influx kalsium ke dalam sitoplasma sel endotel, kemudian berinteraksi dengan

kalmodulin membentuk NO dan melepaskan Endothelium Derived

Hyperpolarizing Factor (EDHF) yang meyebabkan hiperpolarisasi, relaksasi dan

vasodilatasi otot polos yang diduga menyebabkan hipotensi (8).