bab ii reza (1)

49
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada BAB ini akan dibahas mengenai 2.1 Konsep dasar penghasilan keluarga, 2.2 Konsep sanitasi lingkungan, 2.3 Konsep Tuberculosis, 2.4 Kerangka teori, 2.5 Kerangka Konseptual dan 2.6 Hipotesis. 2.1 Konsep Dasar Penghasilan Keluarga 2.1.1 Pengertian Penghasilan Keluarga Pendapatan keluarga adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Pendapatan keluarga dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang- barang pokok. Pendapatan keluarga adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Pendapatan keluarga adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau masyarakat yang ditinjau dari segi ekonomi (Kartono, 2009). Pendapatan keluarga perbulan adalah pendapatan yang diterima keluarga yang didasarkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Mojokerto tahun 2015

Upload: pindi-wingki

Post on 30-Sep-2015

232 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bab 2

TRANSCRIPT

97

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Pada BAB ini akan dibahas mengenai 2.1 Konsep dasar penghasilan keluarga, 2.2 Konsep sanitasi lingkungan, 2.3 Konsep Tuberculosis, 2.4 Kerangka teori, 2.5 Kerangka Konseptual dan 2.6 Hipotesis.2.1 Konsep Dasar Penghasilan Keluarga 2.1.1 Pengertian Penghasilan KeluargaPendapatan keluarga adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Pendapatan keluarga dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang-barang pokok. Pendapatan keluarga adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Pendapatan keluarga adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau masyarakat yang ditinjau dari segi ekonomi (Kartono, 2009).Pendapatan keluarga perbulan adalah pendapatan yang diterima keluarga yang didasarkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 sebesar Rp. 2.695.000.,-. Sedangkan Upah Minimum Kota sebesar Rp. 1.437.500.,-2.1.2 Pembagian keluarga berdasarkan tingkat ekonomiGeimar dan Lasorte (1964) dalam Friedman (2010) membagi keluarga terdiri dari 4 tingkat ekonomi:1. Adekuat

Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua. Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara ralisitis.2. Marginal

Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran.

3. Miskin

Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan keuangan yang buruk akan menyebabkan didahulukannya kemewahan. Diatas kebutuhan pokok, manajemen keuangan yang sangat buruk dapat atau tidak membahayakan kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan kebutuhan keuangan melebihi penghasilan.

4. Sangat Miskin

Menejemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan berhutang terlalu banyak serta kurang tersedianya kebutuhan dasar.

2.1.3 Tingkat Ekonomi Menurut Suprajitno (2008) di Indonesia tingkat ekonomi keluarga dikelompokkan menjadi lima tahap, yaitu:1. Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, yaitu kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator Keluarga Sejahtera Tahap I.

2. Keluarga sejahtera 1 (SK 1) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya yaitu kebutuhan pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi. Indikator sejahtera I: melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut, makan dua kali sehari atau lebih, pakaian yang berbeda untuk berbagi keperluan, lantai rumah bukan dari tanah, kesehatan anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) ingin ber KB dibawa kesarana atau petugas kesehatan.

3. Keluarga sejahtera II (KS II) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal serta telah memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya. Tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan yaitu kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. Indikator keluarga sejahtera tahap II: melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut, makan dua kali sehari atau lebih, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari tanah, makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu, memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir, luas lantai tiap penghuni rumah 8 m2 per orang, keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap.

4. Keluarga sejahtera tahap III (KS III) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan tetapi belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat secara teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk material dan keuangan untuk sosial kemasyarakatan, juga berperan serta aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan lain sebagainya. Indikator keluarga sejahtera tahap III: makan dua kali sehari atau lebih, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari tanah, makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu, memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir, luas lantai tiap penghuni rumah 8m2 per orang, dan keluarga mempunyai tabungan.

5. Keluarga sejahtera tahap III plus (KS III plus) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan baik bersifat dasar, sosial, psikologis maupun pengembangan serta telah mampu memberikan sumbangan (kontribusi) yang nyata dan berkelanjutan terhadap masyarakat secara teratur (dalam waktu tertentu) dalam bentuk material dan keuangan untuk sosial kemasyarakatan. Indikator keluarga sejahtera tahap III plus: melaksanakan ibadah menurut agama masing-masing yang dianut, makan dua kali sehari atau lebih, lantai rumah bukan dari tanah, kesehatan (anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB dibawa ke sarana atau petugas kesehatan), makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu, memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir, luas lantai tiap penghuni rumah 8m2 per orang, anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan fungsi masing-masing, keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap, makan bersama paling kurang sekali sehari dan keluarga mempunyai tabungan. 2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Penghasilan KeluargaMenurut Suprajitno (2008) faktor yang mempengaruhi penghasilan keluarga, antara lain :1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh pekerjaan, sehingga semakin banyak pula penghasilan yang diperoleh. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal.

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan adalah jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. Status pekerjaan seseorang yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh oleh seseorang.

3. Latar belakang budaya

Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian-penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual

4. Pendapatan

Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Orang atau keluarga yang mempunyai pendapatan keluarga atau pendapatan tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih komsumtif karena mereka mampu untuk membeli semua yang dibutuhkan bila dibandingkan dengan keluarga yang kelas ekonominya kebawah.

2.2 Konsep Sanitasi Lingkungan Rumah2.2.1 PengertianSanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup lingkungan rumah, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoatmodjo, 2011).Menurut Niko Rianda, Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu kepadatan hunian, ventilasi, suhu, kelembaban, pencahayaan.2.2.2 Syarat-syarat Rumah Sehat

Syarat-Syarat Rumah Sehat Menurut Winslow Dan American Public Health Association (APHA), harus memenuhi beberapa persyaratan (Prisca dalam jurnal 2012):1. Penyediaan air bersih

Penyediaan air bersih, air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa. Sumber air yang banyak dipergunakan oleh masyarakat adalah berasal dari :

a. Air permukaan, yaitu air yang mengalir di permukaan bumi akan membentuk air permukaan. Air ini umumnnya mendapat pengotoran selama pengalirannya.b. Air Tanah, secara umum terbagi menjadi : air tanah dangkal yaitu terjadi akibat proses penyerapan air dari permukaan tanah, sedangkan air tanah dalam terdapat pada lapis rapat air yang pertama.c. Air Atmosfer/meteriologi/air hujan, dalam keadaan murni sangat bersih tetapi sering terjadi pengotoran karena industri, debu dan lain sebagainya (Waluyo, 2005).

Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak diperhatikan, maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, yang dimaksud air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Syarat Fisik : tidak berbau, tidak berasa

b. Syarat Kimia : Kadar besi maksimum yang diperbolehkan 1,0 mg/l, kesadahan maksimal 500 mg/l

c. Syarat Mikrobiologis : Jumlah total koliform dalam 100 ml air yang diperiksa maksimal adalah 50 untuk air yang berasal dari bukan perpipaan dan 10 untuk air yang berasal dari perpipaan.

Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu sumur gali, sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam, tempat penampungan air hujan, penampungan mata air, dan perpipaan.2. Pembuangan Kotoran

Pembuangan Kotoran, Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuhh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine) dan CO2 sebagai hasil dari proses pernafasan.

Pembuangan kotoran manusia dalam ilmu kesehatan lingkungan dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urine, pada umumnya disebut latrine, jamban atau kakus (Notoatmodjo, 2003).

Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air.

Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam penyakit seperti : thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang dan pita), schistosomiasis dan sebagainya.

Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan :

a. Tidak mencemari air

1) Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.2) Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter

3) Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.

4) Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut.b. Tidak mencemari tanah permukaan

1) Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan.2) Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

c. Bebas dari serangga

1) Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah

2) Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk.

3) Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya

4) Lantai jamban harus selalu bersih dan kering

5) Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup

d. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan

1) Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan

2) Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air

3) Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran

4) Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik5) Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain yang terdapat di daerah setempat

e. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

1) Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran

2) Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena dapat menyumbat saluran

3) Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh

4) Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci.

f. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

1) Jamban harus berdinding dan berpintu

2) Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan.3. Kepadatan hunian Kepadatan penghuni akan menyebabkan efek negatif terhadap kesehatan baik fisik maupun mental. Penyebaran penyakit menular pada rumah dengan kepadatan tinggi akan cepat terjadi. Pengalaman menunjukkan bahwa pada ruangan yang padat, penyebaran penyakit menular terutama penyakit pada saluran pernapasan mempercepat terjadinya penyakit tersebut (Notoatmodjo, 2003). Rumah tinggal yang dinyatakan padat, bila jumlah penghuni menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

a. Dua individu dari dua jenis yang berbeda dan berumur diatas sepuluh tahun dan tidak berstatus sebagai suami istri, tidur dalam satu kamar.b. Jumlah orang dalam satu rumah dibandingkan dengan luas melebihi ketentuan yang ditetapkan.

c. Pengaruh psikologis juga menimbulkan oleh adanya penghuni rumah ini akibat jumlah penghuni dalam ruangan melebihi persyaratan yang maksimal untuk dua orang setiap kamar tidur, sehingga dari tiap-tiap anggota keluarga tidak terganggu, tersedianya jumlah ruangan kediaman yang cukup yakni 10 m2 penghuni dimaksukan agar dapat memenuhi kebutuhan penghuninya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.Kepadatan penghuni (in house overcrowding) diketahui akan meningkatkan resiko dan tingkat keparahan penyakit berbasis lingkungan. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dengan m2 /orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana minimum 10 m2/orang, sehingga untuk satu keluarga yang mempunyai 5 orang anggota keluarga dibutuhkan luas rumah minimum 50 m2, sementara untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3m2/orang. Dalam hubungan dengan penularan TB Paru, maka kepadatan hunian dapat menyebabkan infeksi silang (cross infektion). Adanya penderita TB paru dalam rumah dengan kepadatan cukup tinggi, maka penularan penyakit melalui udara ataupun droplet akan lebih cepat terjadi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djasio Sanropie dkk (1991) bahwa kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat seperti tidak sebandingnya luas lantai kamar, jenis lantai, penghuni rumah yang menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, di mana bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi seperti TB Paru, maka akan mudah menular kepada anggota keluarga lain.

4. Ventilasi atau Penghawaan

Ventilasi adalah suatu usaha untuk memelihara kondisi atmosphere yang menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Untuk mendapatkan Ventilasi atau penghawaan yang baik bagi suatu rumah atau ruangan, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu :

a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan luas lubang ventilasi insidental (dapat dibuka dan di tutup) minimum 5% dari luas lantai. Hingga jumlah keduanya 10% dari luas lantai ruangan.

b. Udara yang masuk harus udara yang bersih, tidak di cemari oleh asap dari sampah atau dari pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain lain.

c. Aliran udara tidak menyebabkan penghuninya masuk angin. Untuk itu tidak menempatkan tempat tidur persis pada aliran udara, misalnya di depan jendela atau pintu.

5. Jenis lantai

Jenis lantai yang baik adalah kedap air dan muah dibersihkan, jenis lantai rumah yang ada di Indonesia bermacam-macam tergantung kondisi daerah dan tingkat ekonomi masyarakat, mulai dari jenis lantai tanah, papan, plesetan semen sampai kepada pasangan lantai keramik. Dari beberapa jenis lantai diatas, maka jenis lantai tanah jelas tidak baik dari segi kesehatan, mengingat lantai tanah ini lembab dan menjadi tempat yang baik untuk berkembang biaknya kuman TB Paru.

6. Kelembaban Udara

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 220C-300C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

7. Pencahayaan

Pencahayaan dalam rumah sangat berkaitan erat dengan tingkat kelembaban didalam rumah. Pencahyaan yang kurang akan menyebaban kelembaban yang tinggi di dalam rumah dan sangat berpotensi sebagai tempat berkembang biaknya kuman TBC. Pencahayaan langsung dan tidak langsung atau buatan harus menerangi seluruh ruangan.2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Lingkungan

1. Sosial ekonomi

Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah tingkat sosial ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Tingkat ekonomi terlebih jika yang bersangkutan hidup dibawah garis kemiskinan (keluarga prasejahtera), berguna untuk pemastian apakah keluarga berkemampuan untuk membeli dan memilih makanan yang bernilai gizi tinggi. Tingkat sosial ekonomi meliputi pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan yang merupakan penyebab secara tidak langsung dari masalah kesehatan (Adi, 2004).a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga atau masyarakat (Notoatmodjo, 2011). Dalam tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan tentang penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai prilaku hidup bersih dan sehat (Suarni, 2009).

b. Pendapatan

Menurut (WHO, 2003 dalam Suarni, 2009) juga menyebutkan 90% penderita TB Paru di dunia menyerang kelompok dengan ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara kemiskinan dengan TB paru bersifat timbal balik, TB Paru merupakan penyebab kemiskinan dan karena miskin maka mereka menderita TB Paru. Kondisi ekonomi itu sendiri mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung, namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi gizi memburuk, serta perumahan yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan kesehatan juga menurun.c. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang dapat mengukur status sosial ekonomi serta masalah kesehatan dan kondisi tempat seseorang bekerja (Timmreck, 2005). Pekerjaan juga menentukan besarnya penghasilan yang diterima oleh seseorang, rendahnya jumlah penghasilan memicu peningkatan angka kurang gizi di masyarakat serta masyarakat dengan penghasilan yang rendah sering mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, sehingga penyakit menular seperti TB Paru merupakan ancaman bagi mereka (Tjiptoherijanto, 2008). 2.2.4 Penilaian Sanitasi LingkunganHasil = Nilai x Bobot

Keterangan :

Nilai : nilai / skor yang didapat

Bobot : bobot sanitasi lingkungan 25%

Setelah itu dikriteriakan rumah sehat jika nilai 1068 1200, sedangkan dikatakan rumah tidak sehat jika nilai < 1068 (Meidianti, 2012).

2.3 Tuberkulosis Paru (TB Paru)

2.3.1 Definisi TB Paru

Tuberkolosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2002 dalam Putra, 2011). TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TBC). Meskipun dapat menyerang hampir semua organ tubuh, namun bakteri TBC lebih sering menyerang organ paru (80-85%) (Depkes, 2008).2.3.2 Etiologi

Bakteri TB Paru yang disebut Mycrobacterium tuberculosis dapat dikenali karena berbentuk batang berukuran panjang 1 4 mikron dan tobal 0,3 0,6 mikron. Tahan terhadap pewarnaan yang asam, sehingga dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA). Sebagian besar bakteri terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat lebih tahan asam. Bisa bertahan hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen. Bila dijumpai BTA atau Mycrobacterium tuberculosis dalam dahak orang yang sering batuk-batuk, maka orang tersebut di diagnosis sebagai penderita TB Paru aktif dan memiliki potensi yang sangat berbahaya (Achmadi, 2008).

Secara khas bakteri berbentuk granula, dalam paru menimbulkan nekrosis atau kerusakan jaringan. Bakteri Mycrobacterium tuberculosis akan cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh dapat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun (Achmadi, 2008).2.3.3 Gejala Penyakit TB Paru

Menurut Crofton (2002), gejala yang dirasakan oleh penderita TB Paru dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Permulaan Sakit

Pertumbuhan TB Paru sangat menahun sifatnya, tidak berangsur-angsur memburuk secara teratur, tetapi terjadi secara melompat-lompat. Serangan pertama menyerupai influenzae akan segera mereda dan keadaan akan pulih kembali. Berbulan-bulan kemudian akan timbul kembali serangan influenzae. Tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Serangan kedua bisa terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan seterusnya. Dikatakan sebagai multiplikasi 3 bulan. Serangan kedua akan bertahan lebih lama dari yang pertama sebelum orang sakit sembuh kembali. Pada serangan ketiga serangan sakit akan lebih lama dibandingkan serangan kedua. Sebaliknya masa tidak sakit menjadi lebih pendek dari masa antara serangan pertama dan kedua. Seterusnya masa aktif influenzae makin lama makin panjang, sedangkan masa bebas influenzae makin pendek. Salah satu keluhan pertama penderita TB Paru adalah sering mendapatkan serangan influenzae. Setiap kali mendapat serangan dengan suhu bisa mencapai 40C-41C.2. Malaise

Peradangan ini bersifat sangat kronik dan akan di ikuti tanda-tanda malaise: anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, badan terasa pegal-pegal, demam subfebril yang diikuti oleh berkeringat malam dan sebagainya.

3. Batuk

Mycobacterium tuberculosis mulai berkembang biak dalam jaringan paru. Selama bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, orang sakit tidak akan batuk. Batuk pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang produk-produk ekskresi dari peradangan keluar tubuh.4. Batuk Darah (hemoptoe)

Batuk darah akan terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena dan kemudian pecah. Tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah maka akan terjadi batuk darah ringan, sedang, atau berat tergantung dari berbagai faktor. Satu hal yang harus diingat adalah tidak semua batuk darah dengan disertai gambaran lesi di paru secara radiologis adalah TB Paru. Batuk darah juga terjadi pada berbagai penyakit paru lain seperti penyakit yang namanya bronkiektesi, kanker paru dan lain-lain.5. Sakit/ Nyeri Dada

6. Keringat Malam

7. Demam

8. Sesak Nafas

Tidak semua penderita TB Paru punya semua gejala diatas, kadang-kadang hanya satu atau 2 gejala saja. Berat ringannya masing-masing gejala juga sangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut diatas di jumpai pula pada penyakit paru selain TB Paru. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut diatas, harus di anggap suspek tuberculosis atau tersangka penderita TB Paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Aditama, 2006).2.3.4 Klasifikasi TB Paru

1. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Parua. Tuberkulosis Paru BTA positif

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif

3) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberan antibiotik non OATb. Tuberculosis Paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB Paru BTA positif. Kriteria diagnosis TB Paru BTA negatif harus meliputi :

1) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

2) Foto thoraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT

4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan(Aditama, 2006)

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum penah diobati dengan OAT atau sudah pernah amenelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).b. Kasus kambuh (Relaps)Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). c. Kasus putus berobat (Default/Drop Out/DO)

Adalah pasien TB Paru yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.d. Kasus gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembal menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.e. Kasus pindahan (Transfer in)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. Kasus lainAdalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemerikasaan BTA positif setelah selesai pengobatan ulang.2.3.5 Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau dahak secara mikroskopis. Menurut Aditama (2006) pemeriksaan dahak dilakukan dengan cara spesimen dahak dikumpulakan atau ditampung dalam pot dahak bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor yang telah diberi label. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), yaitu sebagai berikut :

1. S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB Paru datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua

2. P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bagu tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas UPK

3. S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi

Dahak SPS ini kemudian dilakukan pengecatan Ziehl Neelsen, sediaan dibaca dibawah mikroskop dengan perbesaran kuat. Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan menggunakan skala International Union Against Tuberculosis (IUAT) yaitu dalam 100 lapang pandang tidak ditemukan BTA disebut negatif, namun jika ditemukan :1. 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah bakteri yang ditemukan

2. 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + atau (1+)

3. 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ atau (2+)4. > 10 BTA dalam 1 lapang padang, disebut +++ atau (3+)Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesiemn yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang. Jika hasil rontgen mendukung TB Paru, maka penderita di diagnosis sebagai penderita TB paru BTA positif. Dan jika hasil rontgen tidak mendukung TB Paru, maka pemeriksaan dahak SPS diulang (Depkes, 2005).

Pemeriksaan lain seperti foto toraks dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasi. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB Paru hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB Paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit TB Paru (Chin, 2008).2.3.6 Penatalaksanaan

1. Pengobatan

Tujuan terpenting dari tatalaksana pengobatan TB Paru adalah eradikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi.jenis dan Obat Anti TB Paru :

a. Isoniazid (H)

Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam. Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot dan gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.b. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman (persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.

c. Pirazinamid (P)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.d. Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.e. Ethambutol (E)

Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optik neuritis. Pengobatan tuberculosis berdasarkan panduan OAT dan terdiri dari fase intensif dan fase lanjutan (Depkes, 2006) adalah :f. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

Obat ini diberikan untuk:

1) Penderita baru TB Paru BTA positif

2) Penderita TB Paru BTA negatif rontgen positif

3) Penderita TB ekstra Paru beratTabel 2.1 Dosis untuk panduan OAT KDT untuk Kategori 1Berat Badan

Tahap intensif tiap hari selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275)Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu

RH (150/150)

30 37 kg2 tablet 4KDT2 tablet 2KDT

38 54 kg3 tablet 4KDT3 tablet 2KDT

55 70 kg4 tablet 4KDT4 tablet 2KDT

71 kg5 tablet 4KDT5 tablet 2KDT

g. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Obat ini diberikan untuk:

1) Penderita kambuh (relaps)

2) Penderita gagal (failure)

3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)Tabel 2.2 Dosis untuk panduan OAT KDT Kategori 2Berat BadanTahap Intensif tiap hari

RHZE (150/75/400/275) + STahap lanjutan 3 kali seminggu

RH (150/150) + E (275)

Selama 56 hariSelama 28 hariSelama 20 minggu

30 37 kg2 tab 4KDT

+ 500 mg streptomisin inj.2 tab 4KDT2 tab 2KDT

+ 2 tab Etambutol

38 54 kg3 tab 4KDT

+ 750 mg streptomisin inj.3 tab 4KDT3 tab 2KDT

+ 3 tab Etambutol

55 70 kg4 tab 4KDT

+ 1000 mg streptomisin inj.4 tab 4KDT4 tab 2KDT

+ 4 tab Etambutol

71 kg5 tab 4KDT

+ 1000 mg streptomisin inj.5 tab 4KDT5 tab 2KDT

+ 5 tab Etambutol

Catatan :

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.

Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml (1 ml = 250 mg).h. OAT sisipan (HRZE)Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel 2.3. Dosis KDT untuk SisipanBerat BadanTahap Intensif tiap hari selama 28 hari

RHZE (150/75/400/275)

30 37 kg2 tablet 4KDT

38 54 kg3 tablet 4KDT

55 70 kg4 tablet 4KDT

71 kg5 tablet 4KDT

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan deberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Di samping itu dapat juga meningkatkan terjadinya resiko resistensi pada OAT lapis kedua.2. Pembedahan

Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberculosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.

3. Pencegahan

Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberculosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk menigkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis virulen (Depkes, 2008).2.3.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi TB Paru

TB paru dipengaruhi oleh banyak faktor. Pada dasarnya berbagai faktor saling berkaitan satu sama lain. Faktor yang berperan dalam kejadian penyakit TB Paru diantaranya adalah karakteristik individu, sanitasi lingkungan rumah, sosial ekonomi keluarga dan upaya pengendalian penyakit terhadap diri sendiri (Achmadi, 2008).1. Karaktekteristik Individu

Beberapa karakteristik individu yang dapat menjadi faktor resiko terhadap kejadian penyakit TB Paru adalah:

a. Umur

Variabel umur berperan dalam kejadian TB Paru. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi TB Paru BTA positif meningkat secara bermakna sesuai umur. Prevelensi TB Paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada wanita revalensi mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun dan kemudian berkurang sedangkan pada pria prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun (Crofton, 2002).b. Jenis KelaminDi Eropa dan Amerika Utara insiden tertinggi TB Paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia tetapi angka pada wanita cenderung menurun tajam sesudah melampaui usia subur. Wanita sering mendapat TB Paru sesudah bersalin.

Sementara di Afrika dan India tampaknya menunjukkan pola yang sedikit berbeda. Prevalensi TB Paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia pada jenis kelamin. Pada wanita prevalensi menyeluruh lebih rendah dan peningkatan seiring dengan usia adalah kurang tajam di bandingkan dengan pria. Pada wanita prevalensi maksimum pada usia 40-50 tahun dan kemudian berkurang. Pada pria prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai 60 tahun.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chandra Wibowo di RSUP Manado menemukan bahwa pada laki-laki mendapatkan TB Paru Pada kasus kontak 0,36 kali pada perempuan. Penelitian di negara maju didapatkan laki-laki memiliki resiko tertular akibat kontak lebih besar dari pada perempuan (Putra, 2011).2.3.8 Upaya Pengendalian Penyakit Terhadap Diri Sendiri (Perilaku Kesehatan)

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku penderita merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah penyebaran bakteri Mycrobacterium tuberculosis. Seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang anggota keluarganya. Namun demikian pengetahuan dan perilaku penderita dalam mencegah agar anggota keluarga tidak tertular berpengaruh besar dalam kesembuhan dan pencegahan penyakit TB Paru (Sukana, 1999 dalam Putra, 2011).2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.1Kerangka Teori Hubungan Penghasilan Keluarga dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian TB Paru di Dusun Tawangsari Desa Bandarasri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto Tahun 2014.Terdapat karakteristik individu memiliki tingkat sosial ekonomi yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan tentang TB paru, faktor pekerjaan akan beresiko terpapar M.tuberculosa, sedangkan faktor penghasilan akan berpengaruh pada status gizi dan akses pelayanan kesehatan. Ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh pada kejadian TB paru. Pada perilaku kesehatan terdapat sanitasi lingkungan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain lingkungan rumah, pembuangan kotoran dan penyediaan air bersih. Faktor tersebut juga mempengaruhi kejadian TB paru.Kepala keluarga memiliki penghasilan keluarga yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya dan pendapatan, tetapi faktor ini tidak diteliti yang dikategorikan menurut UMR Kabupaten Mojokerto : bawah (Rp. 2.695.000). pada kepala keluarga juga akan memiliki sanitasi lingkungan fisik seperti penyediaan air bersih, pembuangan kotoran, kepadatan penghuni, ventilasi, jenis lantai, kelembaban, pencahayaan yang dikategorikan menjadi memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Faktor penghasilan keluarga dan sanitasi lingkungan tersebut akan mempengaruhi kejadian TB paru yang diaktegorikan menjadi terjadi TBC BTA (+) dan tidak terjadi TBC BTA ().2.6 HipotesisHipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2006). Hipotesis pada penelitian ini adalah :H1 : Ada hubungan Penghasilan Keluarga dengan Kejadian TB Paru di Dusun Tawangsari Desa Bandarasri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto Tahun 2015.

Faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru :

Pengetahuan tentang TB Paru

Pendidikan

Karakteristik individu

Resiko terpapar M. Tuberculosa

Kejadian TB Paru

Tingkat Sosial Ekonomi

Pekerjaan

Status gizi

Akses pelayanan kesehatan

Penghasilan

Lingkungan rumah

Pembuangan kotoran

Sanitasi Lingkungan

Penyediaan air bersih

Perilaku Kesehatan

7

9