bab ii revisi 3.docx

Upload: westi-susi-aysa

Post on 09-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tinjauan pustaka

TRANSCRIPT

BAB IILANDASAN TEORI

A. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Lahan PerkotaanPengertian kota menurut Hadi Sabari Yunus (2005:16-17) yaitu, dalam matra morfologi kota, suatu kota dapat didefenisikan sebagai suatu daerah tertentu dengan karakteristik pemanfaatan lahan non-pertanian, pemanfaatan lahan mana sebagian besar tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial (secara umum tutupan bangunan/ building coverage, lebih besar dari tutupan vegetasi/ vegetasi coverage).Nilai lahan atau land value adalah suatu penilaian atas lahan didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivitas dan strategi ekonominya. Harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang untuk satuan luas pada pasaran lahan (Darin- Drabkin, 1977 dalam Yunus,1999).Untuk studi kota, orientasi penggunaan lahannya adalah non pertanian maka penilaian atas lahan semata-mata dilakukan secara tidak langsung yakni produktivitas lahan yang ditimbulkan oleh keberadaan lokasi. Atas dasar inilah struktur penggunaan lahan kota akan terseleksi menurut kemampuan fungsi- fungsi membayar lahan tersebut (Yunus, 1999).Menurut Sujarto (1986), dalam Ely (2006), nilai tanah adalah perwujudan dari kemampuan tanah sehubungan dengan pemanfaatan dan penggunaan tanah, dimana penentuan nilai tanahnya tidak terlepas dari nilai keseluruhan tanah dimana tanah itu berlokasi.Dalu agung darmawan dan indriayati (2005:10-11) tentang penelitian penetapan harga dasar tanah di perkotaan menjelaskan bahwa, terdapat empat jenis harga tanah, yaitu sebagai berikut;a. Harga pasar, yaitu harga tanah yang ditentukan oleh keseimbangan antara penawar (supply) dengan permintaan (demand). Harga pasar umumnya merupakan harga tertinggi dibandingkan versi harga yang lainb. Harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), yaitu harga tanah yang ditetapkan oleh Direktorat PBB, Departemen Keuangan untuk kepentingan penerimaan pemerintah. Dalam hal inilah, maka aparat pemerintah berusaha menetapkan NJOP yang relative lebih tinggi. Meski demikian, NJOP biasanya masih lebih rendah daripada harga pasar.c. Harga PPAT, yaitu nilai transaksi yang tercantum pada Akta Jual Beli (data yang terekam di kantor Notaris).d. Harga dasar tanah, yaitu harga patokan terendah yang ditetapkan oleh tim dengan diketuai oleh Bupati atau Walikotamadya. Anggota tim tersebut terdiri dari Kantor Pertanahan, Instansi PBB, Camat, Lurah dan Kepala Bagian Pemerintahan Pemda Setempat, terutama dalam kasus- kasus pembebasan tanah untuk keperluan umum (public facilities).Sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun1994, maka dalam penentuan NJOP dikenal tiga pendekatan penilaian, yaitu: Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach), Pendekatan Biaya (Cost Approach), dan Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan (Income Approach).Pendekatan data pasar dilakukan dengan cara membandingkan objek pajak yang akan dinilai dengan objek pajak lain yang sejenis yang nilai jualnya sudah diketahui dengan melakukan penyesuaian yang dipandang perlu. Persyaratanutama yang harus dipenuhi dalam penerapan, pendekatan ini adalah tersedianya data jual beli atau harga sewa yang wajar. Pendekatan data pasar terutamaditerapkan untuk penentuan NJOP lahan, dan untuk objek tertentu dapat juga dipergunakan untuk penentuan NJOP bangunan. Pendekatan biaya digunakan untuk penilaian bangunan, yaitu dengan cara memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baruobjek yang dinilai dan dikurangi penyusutan. Perkiraan biaya dilakukan dengancara menghitung biaya setiap komponen utama bangunan, material dan fasilitas lainnya.Pendekatan kapitalisasi pendapatan dilakukan dengan cara menghitung atau memproyeksikan seluruh pendapatan sewa/ penjualan dalam satu tahun dari objek pajak yang dinilai dikurangi dengan kekosongan, biaya operasi dan/atau hak pengusaha. Selanjutnya dikapitalisasikan dengan suatu tingkat kapitalisasitertentu. Pendekatan ini pada umumnya diterapkan untuk objek-objek komersial,yang dibangun untuk usaha/menghasilkan pendapatan seperti hotel, apartemen,gedung perkantoran yang disewakan, pelabuhan udara, pelabuhan laut, tempatrekreasi dan lain sebagainya. Dalam penentuan NJOP, penilaian berdasarkan pendekatan kapitalisasi pendapatan dipakai juga sebagai alat penguji terhadapnilai yang dihasilkan dengan pendekatan lainnya.Mengingat jumlah objek pajak yang sangat banyak dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan jumlah tenaga penilai dan waktu penilaian dilakukan yang tersedia sangat terbatas, maka pelaksanaan dengan dua cara), yaitu: Penilaian Massal yang diterapkan bagi objek standar dan Penilaian secara Individual diterapkan untuk objek nonstandar dan khusus. Pembedaan ini lebih ditekankan pada nilai ekonomis dan potensi pengenaan pajak dari objek yang bersangkutan.1. Penilaian MassalPendekatan penilaian data pasar, biaya dan pendapatan, dapat disebut sebagai penilaian individual. Artinya, proses penilaian dilakukan satu persatu dengan mempertimbangkan berbagai macam karakteristik atau sifat yang ada pada masing masing subjek properti. Namun demikian, penerapan tidak dilakukan secara murni. Proses tersebut masih menggabungkan antara penilaian individu dan massal, termasuk juga menggabungkan beberapa pendekatan. Penilaian individu diterapkan untuk menentukan NJOP objek pajak nonstandar dan objek pajak khusus.Untuk melakukan penilaian objek pajak PBB yang berjumlah jutaan tentunya dibutuhkan teknik tertentu untuk menilainya, yang dinamakan sebagai penilaian massal. Penilaian massal dilakukan oleh tenaga fungsional penilai yang jumlahnya terbatas, biaya yang terbatas, dan dalam waktu yang cepat namun tetap memperhatikan kualitas nilai yang dihasilkan.Penilaian massal (mass appraisal) adalah cara penilaian secara sistematis yang digunakan untuk menilai sejumlah objek pajak tertentu secara bersamaan serta menggunakan prosedur yang sudah distandarkan. Penilaian massal disebut juga dengan computer assisted valuation (CAV). Penilaian massal juga dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda ataupun dengan quality rating (pemeringkatan kualitas). Walaupun secara teoritis kedua cara tersebut dapat diaplikasikan, dalam kenyataannya sangatlah sulit diterapkan sebagai salah satu cara untuk menentukan NJOP. Hal ini disebabkan oleh; Banyaknya faktor yang mempengaruhi nilai Tidak semua faktor yang mempengaruhi nilai tersebut ikut diperhitungkan dalam analisis regresi berganda ataupun quality rating. Contohnya adalah faktor ekonomi, faktor budaya, faktor politik, dan faktor alam.

a. Penilaian Massal LahanPenilaian massal lahan diterapkan untuk menilai objek pajak standar. Caranya adalah hanya dengan memasukkan dua huruf kode ZNT ke dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Maka secara otomatis, NJOP lahan langsung dapat diketahui nilainya. 1) Zona Nilai Tanah (ZNT)Proses penilaian massal untuk lahan adalah hampir sama dengan proses penilaian lahan secara individual. Secara ringkas, langkah- langkah penilaian massal terhadap lahan adalah sebagai berikut:a) Siapkan peta desa atau kelurahanb) Lakukan penelitian terhadap desa atau kelurahanc) Amati dan teliti lingkungan atau kawasan yang ditengarai memiliki sifat fisik dan lokasi yang hamper samad) Buat dan analisis NIR yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona nilai tanah2) Nilai Indikasi Rata rata (NIR)Direktur Jenderal Pajak (2008) mengatur bahwa cara membuat analisis NIR adalah sebagai berikut;a) Cara pertamaLebih dahulu siapkan sekurang- kurangnya tiga data pembanding, baik berupa tanah kosong maupun data yang diatasnya terdapat bangunan. Jika terdapat bangunan diatasnya, nilai bangunan tersebut dikeluarkan lebih dahulu sehingga tersisalah nilai tanah kosongnya saja. Setelah melalui proses adjustment, buatlah nilai rata rata ke atas tanah kosong tersebut. b) Cara kedua Jika data pembanding yang tersedia kurang dari tiga buah, kekurangan tersebut dapat ditutup dengan objek acuan, yaitu objek yang nilainya dibentuk dari sebuah (bukan tiga buah) data pembanding (penawaran dan transaksi) dengan lebih dahulu diberikan adjustment. Objek acuan yang terpilih seharusnya memiliki karakteristik yang mampu mewakili nilai tanah di zona tersebut.c) Cara ketigaJika dalam ZNT sama sekali tidak ditemukan data transaksi atau penawaran, ketiadaan data pembanding dapat digantikan dengan 3 objek acuan. d) Cara keempatJika dalam sebuah ZNT sama sekali tidak ditemukan data transaksi atau penawaran, ketidakadaan data pembanding dapat digantikan dengan perbandingan antar ZNT. Artinya, tidak lagi menggunakan data transaksi atau penawaran ataupun objek acuan. b. Penilaian Massal BangunanPenilaian massal bangunan dilakukan terhadap objek pajak standar ataupun objek pajak nonstandard, dengan menggunakan LSPOP (Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak). Jika semua data bangunan yang akan dinilai sudah dimasukkan ke dalam DBKB (Daftar Biaya Komponen Bangunan), nilai bangunan langsung dapat diketahui berdasar nilai bangunan objek yang dimaksud.Salahsatu kelemahan DBKB adalah belum mampu memperhitungkan depresiasi ekonomi dan depresiasi fungsi. Akibatnya, jika dua buah bangunan yang identik dengan biaya membangun juga sama, yang berbeda hanyalah lokasi (misalnya dekat kuburan dan dekat alun- alun) maka, NJOP Bangunan adalah sama walaupun kita paham nilai pasar kedua bangunan tersebut berbeda.NJOP Bangunan dihitung berdasarkan biaya pembuatan baru untuk bangunan tersebut dikurangi dengan penyusutan. Untuk mempermudah penghitungan NJOP bangunan harus disusun Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). DBKB terdiri atas tiga komponen, yaitu: Komponen utama, Material, dan FasilitasDBKB berlaku untuk setiap daerah Kabupaten / Kota dan dapat disesuaikan dengan perkembangan harga dan upah yang belaku.1) Biaya Komponen UtamaBiaya komponen utama bangunan ditambah komponen bangunan lainnya per meter persegi lantai. Unsur unsur didalamnya : Pekerjaan Persiapan Pekerjaan Pondasi Pekerjaan Beton / Beton Bertulang Pekerjaan Dinding Luar Pekerjaan Kayu dan Pengawetan termasuk pekerjaan cat Pekerjaan Sanitasi Pekerjaan Instalasi Air Bersih Pekerjaan Instalasi Listrik Biaya biaya yang dikeluarkan untuk faktor penyelaras yang besarnya tergantung tipe tiap tiap JPB2) Biaya Komponen Material BangunanBiaya material atap, dinding, langit langit dan lantai per meter persegi lantai. Unsur unsur di dalamnya: Atap Dinding Langit langit Lantai Biaya biaya yang dikeluarkan untuk faktor penyelaras sebesar 38 %3) FasilitasBiaya yang dikeluarkan untuk membayar seluruh unsur pekerjaan yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas bangunan. Komponen atau sarana pelengkap yang termasuk didalamnya seperti : kolam renang, lapangan tenis, AC, lift, tangga berjalan, genset, perkerasan halaman untuk tujuan tertentu, elemen estetika dan lansekap. Dimutakhirkan setiap tahun sesuai perubahan harga jenis bahan/material bangunan dan upah perkerja yang berlaku di wilayah masing-masing.Proses DBKB Fasilitas digunakan untuk Update Daftar Harga Fasilitas AC, AC Lanjutan, Kolam Renang, Perkerasan, Lapangan Tenis,Lift, Tangga Berjalan, Pagar, Prot Api, Gen Set, PABX, Sumur Air, Boiler, Listrik.

2. Penilaian IndividualPenilaian individual adalah penilaian terhadap objek pajak dengan cara memperhitungkan semua karakteristik tiap tiap objek pajak.a. Penilaian Individual terhadap LahanPenilaian individual terhadap lahan dilakukan terhadap objek pajak nonstandard dan objek pajak khusus. Proses atau prosedurnya mengikuti tahapan pendekatan data pasar. Menurut direktur jenderal pajak (2000) dalam Supriyanto (2011:112), cara melakukan penilaian individual terhadap lahan adalah sebagai berikut;1) Kumpulkan data pasar yang akan dijadikan sebagai data pembanding menggunakan formulir 1 tentang data harga jual. Tujuan formulir 1 adalah agar terdapat keseragaman proses analisis data pembanding. 2) Lakukan analisis data pada formulir 1. Analisis ini bertujuan memperoleh nilai pasar yang wajar. Karena itu, dalam pemilihan data pembanding, harus dipertimbangkan faktor sebagai berikut: (a) kesamaan atau kemiripan jenis penggunaan lahan dan luas tanah antara data pembanding dan objek PBB; (b) lokasi yang berdekatan, dan (c) waktu transaksi yang up to date.3) Gunakan sekurang- kurangnya tiga data pembanding yang sesuai dari beberapa data pembanding yang terkumpul. Faktor yang harus diperhatikan dalam proses perbandingan meliputi lokasi, aksesibilitas, waktu transaksi, jenis data (harga transaksi atau harga penawaran), penggunaan tanah, elevasi, lebar depan (terutama untuk objek komersial), bentuk tanah, jenis hak atas tanah, dan lain lain. 4) Lakukan penyesuaian. Besarnya penyesuaian didasarkan pada tingkat pengetahuan dan pengalaman penilai dengan menyebutkan dasar-dasar pertimbangannya.5) Jika selisih nilai tanah hasil penilaian terhadap NIR adalah kurang dari 10%, abaikan hasil penilaian tersebut. Tetapi jika selisih nilai tanah hasil penilaian terhadap NIR adalah lebih tinggi atau sama dengan 10%, nilai tersebut dapat dijadikan bahan rekomendasi untuk penentuan NIR tahun pajak yang akan datang.

b. Penilaian Individual terhadap BangunanPenilaian individual terhadap bangunan dilakukan terhadap objek pajak khusus. Prosedurnya penilaian tersebut berdasarkan pada pendekatan biaya, yaitu sebagai berikut;1) Melakukan penilaian terhadap tanah (dianggap sebagai tanah kosong). Penilaian biasanya menggunakan pendekatan data pasar. 2) Menghitung biaya membangun bangunan, baik sebagai biaya reproduksi, maupun biaya pengganti.3) Menghitung penyusutan (depreciation) bangunan4) Menjumlahkan hasil langkah 1 dan langkah 2 ( yang terlebih dahulu dikurangi hasil dari langkah 3).

Biaya reproduksi (reproduction cost new) adalah perkiraan biaya membangun bangunan, dengan menggunakan harga material dan upah pada saat tanggal penilaian, dengan replika, jenis material, standar konstruksi dan kualitas yang sama.Biaya pengganti (Replacement cost new) adalah perkiraan biaya membangun bnagunan, dengan menggunakan harga material dan upah pada saat tanggal penilaian, sebagai bangunan pengganti dengan kegunaan, ukuran, desain yang sama, tetapi dengan material yang mungkin berbeda.Biaya yang terlibat meliputi; (a) biaya langsung (hard cost) yang terdiri dari material, tenaga kerja, keuntungan kontraktor; dan (b) biaya tidak langsung (soft cost) yang meliputi biaya arsitek, pengacara, quantity surveyor, penilai properti, bunga bank, pajak, komisi, dan lain- lain.

c. Penyusutan BangunanTingkat penyusutan bangunan dihitung berdasarkan umur efektif, keluasan dan kondisi bangunan. Umur efektif bangunan secara umum adalah sebagai berikut;Umur efektif = Tahun Pajak Tahun Dibangun

Bila tahun renovasi terisi, maka:Umur efektif = Tahun Pajak Tahun DirenovasiUntuk bangunan bangunan bertingkat tinggi dan bangunan eksklusif lainnya seperti gedung perkantoran, hotel dan apartemen, penentuan umur efektifnya sebagai berikut;Umur Efektif =

Bila (tahun pajak tahun dibangun) 10 dan tahun direnovasi adalah 0 atau kosong, maka;Umur efektif = Tahun Pajak Tahun Dibangun

Bila (tahun pajak- tahun dibangun) > 10 dan tahun direnovasi adalah 0 atau kosong maka, perlu dianggap tahun direnovasi = tahun pajak 10.

3. Dasar Pengenaan PBBPajak merupakan penghasilan negara yang berasal dari rakyat dan merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan tersebut digunakan untuk membiayai kepentingan umum mencakup kepentingan pribadi individu seperti; kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. Adanya kepentingan masyarakat tersebut menimbulkan pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawadengan kepentingan umum. Pajak mengurangi penghasilan kekayaan individu akan tetapi sebaliknya, perolehan pajak merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat melalui pembangunan- pembangunan yang pada akhirnya dikembalikan lagi kepada seluruh masyarakat. Dalam pungutan pajak, terdapat pihak-pihak (orang maupun badan) yang dikenakan pajak atau disebut sebagai subyek pajak sedangkan segala sesuatu yang akan dikenakan pajak disebut sebagai obyek pajak. Penentuan subyek dan obyek pajak dilihat dari jenis pajak yang dipungut seperti : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN BM), Pajak Lahan dan Bangunan (PBB), serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sektor pedesaan dan perkotaan adalah objek pajak lahan dan bangunan yang meliputi kawasan pertanian, perumahan, perkantoran, pertokoan, industri, serta objek khusus perkotaan. Berdasarkan besaran NJOP, tarif PBB dibagi ke dalam tiga kategori. Untuk NJOP di bawah Rp. 200 juta, tarif PBB ditetapkan sebesar 0,01% dari NJOP yang telah dikurangi NJOP tidak kena pajak. Adapun, tarif PBB 0,1% dikenakan untuk NJOP Rp. 200 juta sampai Rp2 miliar, tarif 0,2% untuk NJOP Rp. 2 miliar hingga Rp. 10 miliar, dan tarif 0,3% untuk NJOP di atas Rp. 10 miliar.Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998. Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.Meskipun pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali, namun untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan nilai jual objek pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan asas self assessment. Nilai jual sebagai Dasar Pengenaan PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan kelompok B (KMK-523/KMK.04/1998). Dalam hal ada objek pajak yang nilai jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai Jual Objek Pajak, Nilai Jual Objek Pajak yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan. Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002, Yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen). Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994. Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah ini:Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOTKP)Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP)Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau = 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP XXXXX XXXXX (-)XXXXX XXXXX XXXXX

Tabel 2.1. Klasifikasi NJOP Lahan Sektor Pedesaan dan Sektor PerkotaanKelasPengelompokan Nilai Jual Lahan(Rp/ m2)Nilai Jual Objek Pajak (Rp/ m2)

001> 67.390.000,00 s/d 69.700.000,0068.545.000,00

002> 65.120.000,00 s/d 67.390.000,0066.255.000,00

003> 62.890.000,00 s/d 65.120.000,0064.000.000,00

004> 60.700.000,00 s/d 62.890.000,0061.795.000,00

005> 58.550.000,00 s/d 60.700.000,0059.625.000,00

006> 56.440.000,00 s/d 58.550.000,0057.495.000,00

007> 54.370.000,00 s/d 56.440.000,0055.405.000,00

008> 52.340.000,00 s/d 54.370.000,0053.355.000,00

009> 50.350.000,00 s/d 52.340.000,0051.345.000,00

010> 48.400.000,00 s/d 50.350.000,0049.375.000,00

011> 46.490.000,00 s/d 48.400.000,0047.445.000,00

012> 44.620.000,00 s/d 46.490.000,0045.555.000,00

013> 42.790.000,00 s/d 44.620.000,0043.705.000,00

014> 41.000.000,00 s/d 42.790.000,0041.895.000,00

015> 39.250.000,00 s/d 41.000.000,0040.125.000,00

016> 37.540.000,00 s/d 39.250.000,0038.395.000,00

017> 35.870.000,00 s/d 37.540.000,0036.705.000,00

018> 34240.000,00 s/d 35.870.000,0035.055.000,00

019> 32.650.000,00 s/d 34.240.000,0033.445.000,00

020> 31.100.000,00 s/d 32.650.000,0031.875.000,00

021> 29.590.000,00 s/d 31.100.000,0030.345.000,00

022> 28.120.000,00 s/d 29.590.000,0028.855.000,00

023> 26.690.000,00 s/d 28.120.000,0027.405.000,00

024> 25.300.000,00 s/d 26.690.000,0025.995.000,00

025> 23.950.000,00 s/d 25.300.000,0024.625.000,00

026> 22.640.000,00 s/d 23.950.000,0023.295.000,00

027> 21.370.000,00 s/d 22.640.000,0022.005.000,00

028> 20.140.000,00 s/d 21.370.000,0020.755.000,00

029> 18.950.000,00 s/d 20.140.000,0019.545.000,00

030> 17.800.000,00 s/d 18.950.000,0018.375.000,00

031> 16.690.000,00 s/d 17.800.000,0017.250.000,00

032> 15.620.000,00 s/d 16.690.000,0016.155.000,00

033> 14.590.000,00 s/d 15.620.000,0015.105.000,00

034> 13.600.000,00 s/d 14.590.000,0014.095.000,00

035> 12.650.000,00 s/d 13.600.000,0013.125.000,00

036> 11.740.000,00 s/d 12.650.000,0012.195.000,00

037> 10.870.000,00 s/d 11.740.000,0011.305.000,00

038> 10.040.000,00 s/d 10.870.000,0010.455.000,00

039> 9.250.000,00 s/d 10.040.000,009.645.000,00

040> 8.500.000,00 s/d 9.250.000,008.875.000,00

041> 7.790.000,00 s/d 8.500.000,008.145.000,00

042> 7.120.000,00 s/d 7.790.000,007.455.000,00

043> 6.490.000,00 s/d 7.120.000,006.805.000,00

044> 5.900.000,00 s/d 6.490.000,006.195.000,00

045> 5.350.000,00 s/d 5.900.000,005.625.000,00

046> 4.840.000,00 s/d 5.350.000,005.095.000,00

047> 4.370.000,00 s/d 4.840.000,004.605.000,00

048> 3.940.000,00 s/d 4.370.000,004.155.000,00

049> 3.550.000,00 s/d 3.940.000,003.745.000,00

050> 3.200.000,00 s/d 3.550.000,003.375.000,00

051> 3.000.000,00 s/d 3.200.000,003.100.000,00

052> 2.850.000,00 s/d 3.000.000,002.925.000,00

053> 2.708.000,00 s/d 2.850.000,002.779.000,00

054> 2.573.000,00 s/d 2.708.000,002.640.000,00

055> 2.444.000,00 s/d 2.573.000,002.508.000,00

056> 2.261.000,00 s/d 2.444.000,002.352.000,00

057> 2.091.000,00 s/d 2.261.000,002.176.000,00

058> 1.934.000,00 s/d 2.091.000,002.013.000,00

059> 1.789.000,00 s/d 1.934.000,001.862.000,00

060> 1.655.000,00 s/d 1.789.000,001.722.000,00

061> 1.490.000,00 s/d 1.655.000,001.573.000,00

062> 1.341.000,00 s/d 1.490.000,001.416.000,00

063> 1.207.000,00 s/d 1.341.000,001.274.000,00

064> 1.086.000,00 s/d 1.207.000,001.147.000,00

065> 977.000,00 s/d 1.086.000,001.032.000,00

066> 855.000,00 s/d 977.000,00916.000,00

067> 748.000,00 s/d 855.000,00802.000,00

068> 655.000,00 s/d 748.000,00702.000,00

069> 573.000,00 s/d 655.000,00614.000,00

070> 501.000,00 s/d 573.000,00537.000,00

071> 426.000,00 s/d 501.000,00464.000,00

072> 362.000,00 s/d 426.000,00394.000,00

073> 308.000,00 s/d 362.000,00335.000,00

074> 262.000,00 s/d 308.000,00285.000,00

075> 223.000,00 s/d 262.000,00243.000,00

076> 178.000,00 s/d 223.000,00200.000,00

077> 142.000,00 s/d 178.000,00160.000,00

078> 114.000,00 s/d 142.000,00128.000,00

079> 91.000,00 s/d 114.000,00103.000,00

080> 73.000,00 s/d 91.000,0082.000,00

081> 55.000,00 s/d 73.000,0064.000,00

082> 41.000,00 s/d 55.000,0048.000,00

083> 31.000,00 s/d 41.000,0036.000,00

084> 23.000,00 s/d 31.000,0027.000,00

085> 17.000,00 s/d 23.000,0020.000,00

086> 12.000,00 s/d 17.000,0014.000,00

087> 8.400,00 s/d 12.000,0010.000,00

088> 5.900,00 s/d 8.400,007.150,00

089> 4.100,00 s/d 5.900,005.000,00

090> 2.900,00 s/d 4.100,003.500,00

091> 2.000,00 s/d 2.900,002.450,00

092> 1.400,00 s/d 2.000,001.700,00

093> 1.050,00 s/d 1.400,001.200,00

094> 760,00 s/d 1.050,00910,00

095> 550,00 s/d 760,00660,00

096> 410,00 s/d 550,00480,00

097> 310,00 s/d 410,00350,00

098> 240,00 s/d 310,00270,00

099> 170,00 s/d 240,00200,00

100170,00140,00

Sumber :http://pajaktaxes.blogspot.comB. Faktor- faktor yang Mempengaruhi NJOP Lahan PerkotaanFaktor non-manusia berkenaan dengan eksternalitas yang diterima oleh tanah tersebut. Jika eksternalitas bersifat positif, seperti dekat dengan pusat perekonomian, bebas banjir, kepadatan penduduk, dan adanya sarana jalan, maka tanah akan bernilai tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang tidak menerima eksternalitas, meskipun luas dan bentuk tanah itu sama.Jika tanah menerima eksternalitas yang bersifat negatif, seperti dekat dengan sampah, jauh dari pusat kota/perekonomian, tidak bebas banjir, maka tanah akan bernilai rendah jika dibandingkan dengan tanah yang tidak menerima eksternalitas yang negative (Pearce and Turner, 1990 dalam Fahirah dkk, 2010).1. Faktor fisik dan lingkunganAda dua konsep yang harus dipahami dalam faktor fisik dan lingkungan, yaitu site dan situasi. Pengertian tentang site adalah semua sifat atau karakter internal dari suatu persil atau daerah tertentu, termasuk didalamnya adalah ukuran, bentuk, topografi dan semua keadaan fisik pada persil tanah. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi adalah berkenaan dengan sifat- sifat eksternalnya. Situasi suatu tempat berkaitan erat dengan relasi tempat itu dengan tempat- tempat di sekitarnya pada suatu ruang geografi yang sama. Termasuk dalam pengertian situasi adalah aksesibilitas (jarak ke pusat pertokoan (CBD), jarak ke sekolah, jarak ke rumah sakit, dan lain- lain), tersedianya sarana dan prasarana (utilitas kota) seperti jaringan transportasi, sambungan telepon, listrik, air minum, dan sebagainya. Site mempengaruhi nilai lahan karena sumberdaya-nya, sedangkan situasi mempengaruhi nilai lahan karena kemudahan atau kedekatannya (aksesibilitas) sengan sumberdaya yang lain disekitarnya. a. Struktur/ jenis tanahJenis tanah berpengaruh terhadap nilai jual lahan, tanah yang berpasir akan memiliki harga yang berbeda dengan tanah berawa atau tanah bergambut (Fahira dkk, 2010).b. Topografi tanahKondisi tanah yang baik untuk mendirikan bangunan rumah adalah tanah yang tidak terlalu miring dan cenderung datar karena untuk memperoleh tingkat stabilitas tanah yang lebih baik sehingga, bangunan yang berdiri diatas tanah tersebut lebih aman (Fahira dkk, 2010). Ketinggian tanah juga sangat berkaitan dengan masalah banjir, tanah yang keadaan topografinya lebih tinggi dibandingkan daerah sekiranya, tentu kerawanan mbanjir juga rendah, begitupun sebaliknya. Kondisi lahan yang bebas banjir sangat penting dalam menentukan lokasi sebagai tempat tinggal untuk memenuhi aspek kenyamanan dan keselamatan. c. Ketersediaan transportasi (angkutan umum)Ketersediaan angkutan umum akan memberikan kemudahan bagi penghuni perumahan yang melakukan pencapaian terhadap tempat- tempat untuk melakukan aktifitas dan rutinitasnya, serta untuk memenuhi kebutuhannya. d. Kondisi jalanBaik atau buruknya kondisi jalan menentukan tingkat kenyamanan suatu pengguna jalan. Jalan yang telah beraspal tentunya lebih baik dibandingkan jalan yang masih memiliki permukaan berupa tanah. Kondisi jalan yang baik dapat dilihat dari lebar jalannya, jalan yang lebih luas/ lebar memberikan tingkat pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat dalam berlalu lintas. Lokasi yang memiliki jalan yang lebih luas/ lebar akan menjadi daya tarik tersendiri dan berdampak positif terhadap nilai jual tanah yang berada disekitarnya. e. Jarak ke pusat kotaMenurut von thunen, kedekatan tanah dengan daerah pemasaran, seperti halnya kawasan perkotaan yang memiliki jumlah penduduk yang relatif banyak akan menyebabkan nilai margin keuntungan penjualan tanah menjadi lebih tinggi dibandingkan lokasi lain yang jauh daeri daerah pemasaran, seperti kawasan pedesaan. Di lain pihak, ketersediaan infrastruktur di kawasan perkotaan juga memiliki hubungan yang positif dan efek saling ketergantungan dengan harga tanah. f. Jarak ke tempat kerjaUntuk mengefektifkan waktu dan biaya transportasi dalam melakukan aktifitas dan rutinitas kerja sehari- hari banyak orang memilih tempat tinggal yang berdekatan dengan lokasi tempat mereka bekerja.

2. Faktor ekonomiFaktor ekonomi berkaitan dengan keadaan ekonomi global/ internasional, nasional, regional, maupun lokal, yang diuraikan sebagai berikut;a. PermintaanTanah mempunyai kemampuan ekonomis dimana nilai atau harga tanah sangat inelastis, ini berarti harga tanah pada wilayah tertentu akan tergantung pada faktor permintaan, seperti kesempatran kerja dan tingkat pendapatan masyarakat serta, kapasitas system transportasi dan tingkat suku bunga (Eckert, 1990: 151-180 dalam Sutawijaya, 2004:72). b. Penawaran1) Jumlah lahan yang tersediaJumlah lahan yang relatif tetap, sementara permintaan akan tanah yang semakin meningkat membuat tanah menjadi benda yang langka. Kelangkaan tanah ini ditandai oleh semakin sulitnya memperoleh tanah untuk memenuhi kebutuhan, khususnya di kota besar yang cenderung mengalami peningkatan jumlah penduduk. 2) Manfaat lahanTanah memiliki kegunaan bagi setiap pemiliknya karena setiap pemilik dapat memanfaatkan tanah untuk mendirikan rumah/ bangunan yang penting bagi pemilik dan lingkungan disekitarnya. Pemilik tanah juga dapat memanfaatkan tanh sebagai faktor produksi, symbol status, dan berbagai kegunaan lainnya.

3. Faktor sosialDitunjukkan dengan karakteristik penduduk yang meliputi:a. Jumlah pendudukJumlah penduduk berdampak terhadap banyaknya permintaan akan suatu lahan pada kawasan permukiman, hal ini member pengaruh terhadap nilai jual lahan pada suatu kawasan permukiman. b. Kepadatan pendudukTingkat kepadatan penduduk yang berkorelasi dengan jumlah tenaga kerja, tingkat upah, tingkat pendapatan dan daya beli, tentunya berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran barang dan jasa. c. Tingkat pendidikanTingkat pendidikan merupakan salahsatu variabel yang dapat menunjukkan karakteristik penduduk yang kemudian akan membentuk suatu pola penggunaan lahan pada suatu wilayah. Tingkat pendidikan masyarakat juga berpengaruh terhadap pola penilaian lahan/ tanah. d. Tingkat kejahatan/ keamananPerumahan yang tingkat keamanannya tidak terjamin akan mengurangi minat masyarakat untuk menempati perumahan tersebut. Kurangnya minat terhadap perumahan tersebut tentu menyebabkan nilai jualnya akan menjadi rendah. e. Pola hidup masyarakatDalam lingkungan masyarakat terjadi aktifitas sosial yang membentuk suatu pola hidup masyarakat tersebut. Pola hidup masyarakat ini mencerminkan karakteristik penduduknya yang meliputi, perilaku, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi masyarakat dan kebutuhannya. Pola hidup masyarakat yang sederhana akan berdampak terhadap pemanfaatan dan kegunaan lahan dan bangunan.

4. Faktor pemerintah (regulasi)Seperti halnya berkaitan dengan ketentuan perundang undangan dan kebijakan pemerintah bidang pengembangan atau penggunaan tanah (zoning). Penyediaan fasilitas dan pelayanan oleh pemerintah mempengaruhi pola penggunaan tanah, misalnya fasilitas keamanan, kesehatan, pendidikan, jaringan transportasi, peraturan perpajakan dan lain- lain.

C. Penelitian Sebelumnya Ada beberapa metode pemodelan yang umumnya digunakan untuk memodelkan nilai tanah, di antaranya yaitu metode hedonic. Metode hedonic menggunakan analisis regresi dan teori statistik sebagai dasar untuk menginterpretasikan variasi dalam sampel nilai tanah, dalam pengertian hubungan variasi nilai tanah dengan karakteristik tanah [Adiarto, 2003 dalam Napoleon dkk, 2008]. Metode lain yang saat ini mulai dikembangkan adalah metode pemodelan dengan menggunakan teknik geostatistika. Metode ini pernah digunakan oleh Luo (2004) untuk Kota Milwaukee, dan Sari, dkk (2010) untuk Kota Bandung. Berdasarkan penelitian sebelumnya, metode ini cukup akurat dalam memprediksi nilai lahan, oleh sebab itu, penulis akan menerapkan metode kriging dalam pemodelan NJOP lahan perkotaan di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar pada penelitian ini.

D. Metode KrigingHubungan antara NJOP lahan tersampel dengan NJOP lahan di Kecamatan Panakkukang Makassar akan memperlihatkan suatu pancaran sistematis. Sampel NJOP lahan bukan merupakan suatu harga estimasi yang paling baik untuk menaksir NJOP lahan perkotaan di Kecamatan Panakkukang Makassar, sehingga diperlukan suatu koreksi. Penentuan koreksi ini diberikan oleh Matheron melalui pembobotan sampel dengan bantuan fungsi variogram. Cara atau metode ini dinamakan metode kriging yang diambil dari pakar geostatistik di afrika Selatan yaitu D. G. Krige yang telah memikirkan metode penaksiran cadangan ini untuk pertama kalinya pada awal tahun 50-an.

NJOP Lahan di wilayah studi(b)A(a)ANJOP Lahan di wilayah studi

Z1

Z1B

Z2

Z2B

AZ1Z2A

NJOP Lahan TersampelNJOP Lahan Tersampel

Gambar 2.3. Hubungan NJOP Lahan Tersampel dengan NJOP Lahan di Kecamatan Panakkukang Makassar, (a) tanpa koreksi (b) dengan koreksi berupa metode kriging

Kriging merupakan prosedur geostatistik canggih yang menghasilkan permukaan diperkirakan dari satu set poin yang tersebar sebagai nilai z. Tidak seperti metode interpolasi lain yang didukung oleh ArcGIS Spatial Analyst, menggunakan alat Kriging lebih efektif karena melibatkan penyelidikan interaktif dari perilaku spasial dari fenomena diwakili oleh nilai z sebelum memilih metode estimasi terbaik untuk menghasilkan permukaan output.Kriging mengasumsikan bahwa jarak atau arah antara titik sampel mencerminkan korelasi spasial yang dapat digunakan untuk menjelaskan variasi dalam permukaan. 1. Persamaan Kriging

Dimana:Z (si) = nilai yang diukur pada lokasi ii = bobot yang tidak diketahui untuk nilai yang terukur pada lokasi is0 = lokasi prediksiN = jumlah nilai yang terukur

Pada IDW (Inverse Distance Weight) bobot i, semata-mata tergantung pada jarak ke lokasi prediksi. Namun, dengan metode kriging, bobot didasarkan tidak hanya pada jarak antara titik-titik yang diukur dan lokasi prediksi tetapi juga pada penataan ruang secara keseluruhan poin diukur.Untuk menggunakan pengaturan tata ruang dalam bobot, autokorelasi spasial harus diukur. Dengan demikian, dalam ordinary kriging, bobot i tergantung pada model dipasang pada titik-titik yang diukur, jarak ke lokasi prediksi, dan hubungan spasial antara nilai yang terukur di sekitar lokasi prediksi. Bagian berikut membahas bagaimana rumus kriging umum digunakan untuk membuat peta permukaan prediksi dan peta keakuratan prediksi.

2. Membuat peta permukaan prediksi dengan krigingUntuk membuat prediksi dengan metode interpolasi kriging dilakukan dengan dua syarat yaitu: Mengungkap aturan ketergantungan Membuat prediksiUntuk memenuhi dua syarat, kriging dilakukan dengan 2 tahapan yaitu sebagai berikut: Menghitung variogram dan kovarians fungsi untuk memperkirakan ketergantungan statistik (disebut autokorelasi spasial) nilai-nilai yang tergantung pada model autokorelasi (fitting model). Memprediksi nilai-nilai yang tidak diketahui (membuat prediksi).

a. VariographyFitting model atau model spasial juga dikenal sebagai analisis struktural atau variography. Dalam pemodelan spasial struktur mengukur poin, dimulai dengan grafik semivariogram empiris, dihitung dengan persamaan berikut untuk semua pasangan dari lokasi terpisah oleh jarak h:Semivariogram(distanceh) = 0.5 * average{(valuei valuej}2]Rumus melibatkan menghitung perbedaan kuadrat antara nilai-nilai dari lokasi dipasangkan. Gambar di bawah menunjukkan pasangan dari satu titik (titik merah) dengan semua lokasi diukur lain. Proses ini berlanjut untuk setiap titik diukur.

Gambar 2.4. Menghitung Perbedaan Kuadrat Antara Lokasi DipasangkanPrinsip dasar mengkuantifikasi Autokorelasi spasial adalah dimana hal-hal yang lebih dekat akan lebih mirip daripada hal-hal yang jauh terpisah. Dengan demikian dapat diperhatikan pada gambar 2.6, pasang lokasi yang lebih dekat (paling kiri pada sumbu x dari awan semivariogram) harus memiliki nilai lebih mirip (rendah pada sumbu y dari awan semivariogram). Sebagai pasang lokasi menjadi jauh terpisah (bergerak ke kanan pada sumbu x dari awan semivariogram), mereka harus menjadi lebih berbeda dan memiliki perbedaan kuadrat tinggi (bergerak pada sumbu y dari awan semivariogram).

Gambar 2.5. Contoh Grafik Semivariogram Empiris

1) Fitting model ke semivariogram empirisLangkah berikutnya adalah untuk menyesuaikan model untuk titik-titik membentuk semivariogram empiris. Pemodelan semivariogram adalah langkah kunci antara deskripsi spasial dan prediksi spasial. Aplikasi utama dari kriging adalah prediksi nilai atribut di lokasi tidak tersampel (unsampled).Semivariogram empiris memberikan informasi mengenai autokorelasi spasial data set. Namun, tidak memberikan informasi untuk semua arah yang mungkin dan jarak. Untuk alasan ini, dan untuk memastikan bahwa prediksi kriging memiliki varians kriging positif, perlu untuk menyesuaikan model berupa, fungsi kontinu atau kurva ke semivariogram empiris. Untuk sesuai dengan model ke semivariogram empiris, maka dilakukan dengan memilih fungsi yang berfungsi sebagai model 2) Model SemivariogramAnalisis spasial ArcGIS menyediakan fungsi-fungsi berikut dari yang untuk memilih untuk pemodelan semivariogram empiris. Model yang dipilih mempengaruhi prediksi nilai-nilai yang tidak diketahui, terutama ketika bentuk kurva dekat titik asal berbeda secara signifikan. Hal tersebut dapat membuat permukaan prediksi menjadi tidak halus. Oleh sebab itu, penentuan model sangat penting dimana, setiap model dirancang untuk memenuhi berbagai jenis fenomena agar lebih akurat. Ilustrasi dan bentuk umum dari model semivariogram (Esri, 2012) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3) Range dan SillJika diperhatikan, model semivariogram memperlihatkan bahwa pada jarak tertentu tingkat model keluar. Jarak di mana model pertama mendatar dikenal sebagai range. Lokasi sampel dipisahkan oleh jarak yang lebih dekat dari range secara spasial berkorelasi, dimana lokasi jauh terpisah dari range adalah tidak ada.

Gambar 2.6. Grafik Model Semivariogram 4) NuggetSecara teoritis, nol pemisahan jarak (yaitu, lag = 0), nilai semivariogram harus nol. Namun, pada jarak pemisahan sangat kecil, perbedaan antara pengukuran sering tidak cenderung ke nol. ini disebut efek nugget. misalnya, jika model semivariogram memotong sumbu y pada 2, maka nugget adalah 2.Efek nugget dapat dikaitkan dengan kesalahan pengukuran atau sumber spasial variasi pada jarak lebih kecil dari interval sampling (atau keduanya). kesalahan pengukuran terjadi karena kesalahan yang melekat dalam alat ukur. fenomena alam dapat bervariasi secara spasial pada skala range. Variasi pada skala mikro kecil dari jarak pengambilan sampel akan muncul sebagai bagian dari nilai nugget. Sebelum mengumpulkan data, adalah penting untuk mendapatkan beberapa pemahaman tentang skala variasi spasial yang diminati.

b. Membuat prediksiSetelah ketergantungan atau autokorelasi dalam data ditemukan maka, pembuatan prediksi dapat dilakukan menggunakan model yang telah dipilih. Sehingga data tersebut dapat digunakan untuk membuat prediksi. Seperti interpolasi IDW, kriging membentuk bobot dari sekitar nilai yang terukur untuk memprediksi lokasi tidak terukur. Nilai yang terukur paling dekat dengan lokasi yang tidak terukur memiliki pengaruh yang paling besar. Namun, bobot kriging untuk diukur poin sekitarnya lebih canggih dibandingkan IDW. IDW menggunakan algoritma sederhana berdasarkan jarak, tapi bobot kriging berasal dari semivariogram yang dikembangkan dengan melihat sifat spasial dari data. Untuk membuat permukaan kontinu dari fenomena tersebut, prediksi yang dibuat untuk setiap lokasi, atau pusat sel, di daerah penelitian didasarkan pada semivariogram dan pengaturan tata ruang dari nilai yang terukur yang berada di dekatnya.Dari bobot kriging untuk nilai yang terukur, Anda dapat menghitung prediksi untuk lokasi dengan nilai yang tidak diketahui. Setelah membuat matriks dan mendapatkan nilai bobot , kemudian kalikan bobot untuk setiap nilai kali nilai diukur. menambahkan produk bersama-sama dan akhirnya, Anda memiliki prediksi akhir untuk lokasi prediksi.Berikutnya, memeriksa hasilnya. gambar yang menunjukkan bobot (dalam tanda kurung) dari lokasi yang diukur untuk memprediksi lokasi tidak terukur. Jika bobot menurun dengan jarak tapi lebih halus daripada bobot jarak lurus karena mereka account untuk pengaturan tata ruang dari data. Maka, prediksi tersebut dapat dikategorikan masuk akal.Untuk prediksi yang baik harus memiliki prediksi mean eror yang mendekati nol, RMSE (root-mean-square-Error) yang lebih kecil lebih baik. Apabila estimasi rata rata standar eror dibandingkan dengan prediksi eror RMS sama maka prediksi bagus. Nilai RMSE (Root-Mean-Square-Error) dapat ditentukan dengan uji validation menggunakan Isotropic fitting model dan Anistropy fitting model.

Ket :(xi) : Nilai Prediksi,Z(xi): observed (known) value,N : jumlah nilai dalam dataset

E. Kerangka Konsep

Batas Administrasi Kecamatan Panakkukang Kota MakassarSampel NJOP Lahan Perkotaan Kec. Panakkukang

Menghitung Semivariogram Empiris (Pembobotan)

Model SemivariogramModel SphericalModel ExponentialModel GaussianModel Linear

Parameter Model Anistropy (Memperhatikan Arah)Parameter Model Isotropy (Tidak Memperhatikan Arah)

Cross Validation

NJOP Lahan Perkotaan Kec. PanakkukangPeta Guna Lahan PerkotaanPeta Elevasi LahanPeta Hirearki Jaringan JalanPeta Radius Pelayanan Sub CBDModel Semivariogram terbaik dengan RSME Terkecil

Diinterpolasi Berdasarkan Hasil Kajian Faktor- faktor yang mempengaruhi NJOP Lahan Perkotaan di Kec. Panakkukang

Hasil Pemodelan dengan Pendekatan Geostatistika (Peta Variasi NJOP Lahan Perkotaan di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar)

Rekomendasi penetapan kebijakan tata ruang berdasarkan hasil pemodelan di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar

27