bab ii pertanggungjawaban pidana, lingkungan hidup dan ...repository.unpas.ac.id/27304/4/g bab...

45
38 BAB II PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA, LINGKUNGAN HIDUP DAN REKLAMASI A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban atau yang dikenal dengan konsep “liability” dalam segi falsafah hukum, yakni seorang filosof besar dalam bidang hukum pada abad ke 20, J.J. Roscoe Pound, menyatakan bahwa : 1 “I.. use simple word “liability” for the situation where by one may exact legally and other is legally subjected to the exaction” Dalam hukum pidana konsep “pertanggungjawaban” itu merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa latin ajaran kesalahan dikenal dengan sebutan mens rea dilandaskan pada suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran orang itu jahat. Dalam bahasa inggris doktin tersebut dirumuskan dengan an act does not make a person guility, unless the mind is legally blameworthy. Berdasarkan asas tersebut, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memidana seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah yang terlarang/perbuatan pidana (actus reus) dan ada sikap batin jahat/ tercela (mens rea). 2 1 Romli Atmasasmita, Op.Cit, hlm. 65. 2 Mahrus Ali, Op Cit. hlm. 156.

Upload: hatuyen

Post on 28-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

38

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA, LINGKUNGAN

HIDUP DAN REKLAMASI

A. Pertanggungjawaban Pidana

1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban atau yang dikenal dengan konsep “liability” dalam

segi falsafah hukum, yakni seorang filosof besar dalam bidang hukum pada

abad ke 20, J.J. Roscoe Pound, menyatakan bahwa :1

“I.. use simple word “liability” for the situation where by one may

exact legally and other is legally subjected to the exaction”

Dalam hukum pidana konsep “pertanggungjawaban” itu merupakan

konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa latin ajaran

kesalahan dikenal dengan sebutan mens rea dilandaskan pada suatu perbuatan

tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran orang itu jahat.

Dalam bahasa inggris doktin tersebut dirumuskan dengan an act does not make

a person guility, unless the mind is legally blameworthy. Berdasarkan asas

tersebut, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memidana seseorang,

yaitu ada perbuatan lahiriah yang terlarang/perbuatan pidana (actus reus) dan

ada sikap batin jahat/ tercela (mens rea).2

1 Romli Atmasasmita, Op.Cit, hlm. 65. 2 Mahrus Ali, Op Cit. hlm. 156.

39

Pertanggungjawaban pidana dapat diartikan Pound adalah sebagai suatu

kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku dari

seseorang yang telah dirugikan .3 Menurut Pound juga bahwa

pertanggungjawaban yang dilakukan tersebut tidak hanya menyangkut masalah

hukum semata akan tetapi pula menyangkut masalah nilai-nilai moral ataupun

kesusilaan dalam masyarakat.

Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing disebut juga

“toerekenbaarheid”, Criminal responsibility, criminal liability,

pertanggungjawaban pidana di sini dimaksudkan untuk menentukan apakah

seseorang tersebut dapat dipertanggungjawabkan atas pidana atau tidak

terhadap tindakan yang dilakukan itu.4 Dengan demikian menurutnya seseorang

mendapatkan pada dua hal yaitu:

1. Harus ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum, atau dengan kata

lain, harus ada unsur melawan hukum jadi harus ada unsur objektif, dan

2. Terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan

atau kealpaan, sehingga perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan

kepadanya jadi ada unsur subjektif.

Untuk adanya pertanggungjawaban pidana, suatu syarat yang

diperlukan adalah si pembuat harus mampu bertanggung jawab, dengan lain

3 Ibid, hlm. 65. 4 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia Dan Penerapannya, Cet. Iv,

Alumni Ahaem-Petehaem, Jakarta, 1996, hlm. 245.

40

perkataan harus ada kemampuan bertanggung jawab dari si pembuat. Mengenai

apa yang dimaksud dengan kemampuan bertanggung jawab

(toerekeningsvatbaarheid) ini KUHP tidak merumuskannya, sehingga harus

dicari dalam doktrin atau Memorie Van Toelichting(MvT).

Simons mengatakan, “kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan

sebagai suatu keadaan psikis sedemikian, yang membenarkan adanya

penerapan suatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari

orangnya”. Selanjutnya dikatakan, bahwa seseorang mampu bertanggung

jawab, jika jiwanya sehat, yaitu apabila:

1. Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya

bertentangan dengan hukum.

2. Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran

tersebut. 5

Menurut Van Hamel :“Kemampuan bertanggung jawab adalah suatu

keadaan normalitas psikis dan kematangan (kecerdasan) yang membawa 3

(tiga) kemampuan :

a. Mampu untuk mengerti nilai dari akibat perbuatannya sendiri;

b. Mampu untuk menyadari bahwa perbuatannya itu menurut

pandangan masyarakat tidak diperbolehkan;

c. Mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatannya itu.”

5 I Made Widnyana, Asas-Asas Hukum Pidana Buku Panduan Mahasiswa, PT

FIKAHATI ANESKA Jakarta, 2010, hlm.58.

41

Menurut Memorie Van Toelichting (MVT), tidak ada kemampuan

bertanggungjawab pada si pembuat, apabila:

1. Si Pembuat tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak

berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-

undang;

2. Si pembuat ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehingga tidak

dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum

dan tidak dapat menentukan akibat perbuatannya.6

Pertanggungjawaban pidana dalam konsep Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) tersebut bertolak dari pemikiran yang disebut ide

keseimbangan yang mencakup:

a. Keseimbangan monodualistik antara kepentingan umum atau masyarakat dan

kepentingan umum atau individu;

b. Keseimbangan antara unsur atau faktor objektif (perbuatan lahiriah) dan faktor

subjektif (orang/batin/sikap batin);

c. Keseimbangan antara kriteria formal dan materil;

d. Keseimbangan antara kepastian hukum, kelenturan, elastisitas, fleksibilitas

dan keadilan;

6 Ibid. hlm. 59.

42

2. Macam-macam Pertanggungjawaban pidana

Menurut Djojodirdjo, macam-macam pertanggungjawaban adalah sebagai

berikut:7

a. Tanggung Jawab Individu

Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat

bertanggung jawab. Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan mereka.

Oleh karenanya, istilah bertanggung jawab pribadi atau bertanggung jawab

sendiri sebenarnya “mubazir”. Suatu masyarakat yang tidak mengakui bahwa

setiap individu mempunyai nilai sendiri yang berhak diikutinya tidak mampu

menghargai martabat individu tersebut dan tidak mampu mengenali hakikat

kebebasan.

b. Tanggung Jawab Kebebasan

Kebebasan dan tanggung jawab tidak dapat dipisahkan. Orang yang

dapat bertanggung jawab terhadap tindakannya dan mempertanggungjawabkan

perbuatannya hanya orang yang mengambil keputusan dan bertindak tanpa

tekanan dari pihak manapun atau secara bebas. Liberalisme menghendaki satu

bentuk kehidupan bersama yang memungkinkan manusianya untuk membuat

keputusan sendiri tentang hidup mereka. Karena itu bagi suatu masyarakat

liberal hal yang mendasar adalah bahwa setiap individu harus mengambil alih

7 Djojodirdjo, M. A. Moegni, Perbuatan Melawan Hukum : Tanggung Gugat

(Aansprokelijkheid) Untuk Kerugian Yang DIsebabkan Karena Perbuatan Melawan Hukum, Pradya Paramita, Jakarta, 1976, hlm. 55.

43

tanggung jawab. Ini merupakan kebalikan dari konsep sosialis yang

mendelegasikan tanggung jawab dalam ukuran yang seperlunya kepada

masyarakat atau Negara. Kebebasan berarti tanggung jawab, itulah sebenarnya

mengapa kebanyakan manusia takut terhadapnya.

Persaingan yang merupakan unsur pembentuk setiap masyarakat bebas

baru mungkin terjadi jika ada tanggung jawab individu, seorang manusia baru

akan dapat menerapkan seluruh pengetahuan dan energinya dalam bentuk

tindakan yang efektif dan berguna jika ia sendiri harus menanggung akibat dari

perbuatannya, baik itu berupa keuntungan maupun kerugian. Justru di sinilah

gagalnya ekonomi terpimpin dan masyarakat sosialis, secara resmi memang

semua bertanggung jawab untuk segala sesuatunya, tetapi faktanya tak seorang

pun bertanggung jawab. Akhirnya masih kita alami sampai sekarang.

c. Tanggung jawab sosial

Dalam diskusi politik sering disebut-sebut istilah tanggung jawab sosial.

Istilah ini dianggap sebagai bentuk khusus, lebih tinggi dari tanggung jawab

secara umum. Namun berbeda dari penggunaan bahasa yang ada, tanggung

jawab sosial dan solidaritasnya muncul dari tanggung jawab pribadi dan

sekaligus menuntut kebebasan dan persaingan dalam ukuran yang tinggi.

Untuk mengimbangi tanggung jawab sosial tersebut maka pemerintah

membuat sejumlah sistem, mulai dari lembaga federal untuk pekerjaan sampai

asuransi dana pensiun yang dibiayai dengan uang pajak atau sumbangan-

sumbangan paksaan, institusi yang terkait ditentukan dengan keanggotaan

44

paksaan, karena itu institusi-institusi tersebut tidak mempunyai kualitas moral

organisasi-organisasi seperti ini adalah mereka yang melaksanakan tanggung

jawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain. Semboyan umum semua

birokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggung jawab.

Pelaku Pasal 55 (1) KUHPidana : Dipidana sebagai pembuat (dader)

sesuatu perbuatan pidana. Terkategorikan sebagai unsur-unsur tindak di bidang

lingkungan hidup terkait dengan ketentuan-ketentuan pada UU No.32 Tahun

2009 adalah (1) setiap orang, orang perorangan atau badan yang (2) secara

melawan hukum di bidang lingkungan hidup:

a. Dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran

dan/atau perusakan lingkungan hidup;

b. Karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran

dan/ atau perusakan lingkungan hidup;

c. Melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan

atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau

beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air

permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut,

menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal

mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut

45

dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau

membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain.8

3. Pengertian Pertanggungjawaban Korporasi

Di Indonesia prinsip pertanggungjawaban korporasi (corporate

liability) tidak diatur dalam hukum pidana umum (KUHP), melainkan tersebar

dalam hukum pidana khusus. Tidak dikenalnya prinsip pertanggungjawaban

korporasi dalam KUHP ini dikarenakan subjek tindak pidana yang dikenal

dalam KUHP adalah orang dalam konotasi biologis yang alami (natuurlijke

person). Apabila dalam suatu perkumpulan terjadi tindak pidana, maka dicari

siapa yang bersalah terhadap terjadinya tindak pidana tersebut, atau para

pengurus/pemimpin perkumpulan itu yang harus dipertanggungjawabkan

secara pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hal ini

terlihat pada Pasal 59 KUHP dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7/

Drt/ 1995, korporasi dipandang dapat melakukan tindak pidana dan dapat

dipertanggungjawabkan pidana, yang kemudian disusul dengan peraturan

hukum pidana yang tersebar di luar KUHP lainnya.

Secara etimologis kata korporasi Corporatie (Belanda), Corporation

(Inggris), Corporation (Jerman), berasal dari kata “Corporation” dalam bahasa

latin. Seperti halnya dengan kata-kata lain yang berakhiran “No”,

“Corporation” sebagai kata benda (Substantivum) berasal dari kata kerja

8 Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 46.

46

“Corporate”, sedangkan kata “Corporate” berasal dari kata “Corpus” yang

dalam bahasa Indonesia diartikan dengan badan yang mempunyai arti

memberikan badan atau membadankan. Dengan demikian kata “Corporatio”

berasal dari hasil pekerjaan membadankan.badan yang dijadikan orang, badan

yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap badan

manusia yang terjadi menurut alam. Corporatie dalam bahasa Belanda berarti

korporasi atau badan hukum, sedangkan rechtpersoon diartikan badan hukum,

korporasi atau pribadi hukum. Kemudian menurut ilmu hukum di samping

manusia pribadi (de natuurlijke persoon) juga dikenal badan hukum (recht

persoon), yang dianggap sebagai subjek hukum, yaitu sebagai pendukung hak

dan kewajiban. Sedangkan rechtpersoon diartikan badan hukum, korporasi atau

pribadi hukum.

Menurut Chaidir Ali :9

“Badan hukum atau korporasi bisa diketahui dari jawaban atas pertanyaan apakah subjek hukum itu?, pengertian subjek hukum pada pokoknya adalah manusia dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.” Di Indonesia kajian terhadap pertanggungjawaban badan usaha atau

yang dalam akademis juga disebut pertanggungjawaban korporasi telah muncul

sejak akhir dasawarsa 1980-an melalui penyelenggaraan Seminar Internasional

Kejahatan Korporasi, 23-24 November 1989 di Fakultas Hukum Universitas

9 Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991, hlm. 18.

47

Diponegoro, Semarang. Dengan demikian, pertanggungjawaban badan hukum

tetap membuka kemungkinan untuk menuntut dan mempidana individu-

individu, termasuk para pengurus atau manager, di samping badan hukum itu

sendiri. Pengurus adalah individu-individu yang mempunyai kedudukan atau

kekuasaan sosial, setidaknya dalam lingkup perusahaan tempat mereka bekerja.

Berbicara mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi. Tidak dapat

dilepaskan dengan tindak pidana. Walaupun dalam pengertian tindak pidana

tidak termasuk masalah pertanggungjawaban. Tindak pidana hanya

menunjukkan kepada dilarangnya suatu perbuatan.10 Pandangan diatas sejalan

dengan pendapat yang dikemukakan oleh Moelyatno, yakni : 11

“Yang membedakan dengan tegas dapat di pidananya perbuatan (de strafbaarheid van het feit atau het verboden zjir het feit) dan dapat di pidananya orang (strafbaarheid van den persoon) dan sejalan dengan itu beliau memisahkan antara pengertian perbuatan manusia (criminal act) dan pertanggung jawab pidana (criminal responsibility atau criminal liability). Oleh karena hal tersebut dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana

tidak meliputi pertanggungjawaban pidana. Pandangan ini disebut pandangan

dualistis mengenai perbuatan pidana. Pandangan ini merupakan penyimpangan

dari pandangan monistis antara lain yang dikemukakan oleh Simons yang

merumuskan “strafbaar feit”adalah : een strafbaar gestelde, onrechtmatige

10 Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana

Korporasi Di Indonesia, Cv Utomo, Bandung, 2004, hlm. 30. 11 Sudarto, Hukum Pidana I, Cetakan Ke II, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990, hlm.

40.

48

met scguld verband staande hadeling van een toerekeningsvatbaar persoon”.

Jadi unsur-unsur strafbaar feit adalah:

1. Perbuatan Manusia (positif atau negatif, berbuat atau

tidak berbuat atau membiarkan);

2. Diancam dengan pidana (strafbaar gesield);

3. Melawan hukum (onrechtmatig);

4. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband

stand);

5. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab

(toerekeningsvaatbaar persoon);

4. Sifat Dan Tujuan Pertanggungjawaban Korporasi

Korporasi sebagai subjek hukum, menjalankan kegiatannya sesuai

dengan prinsip ekonomi yakni mencari keuntungan sebesar-besarnya, dan

mempunyai kewajiban untuk mematuhi peraturan hukum di bidang ekonomi

yang digunakan pemerintah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan

keadilan sosial. Pertanggungjawaban pidana korporasi pertama kali ditetapkan

oleh Negara-negara common law, seperti Inggris, Amerika Serikat dan Kanada,

dikarenakan sejarah revolusi industri yang terjadi lebih dahulu pada Negara-

negara ini. Pengakuan terhadap pertanggungjawaban pidana korporasi di

pengadilan Inggris mulai pada tahun 1842, saat korporasi di denda karena gagal

menjalankan tugasnya menurut peraturan perundang-undangan.

49

Mengenai sifat pertanggungjawaban korporasi (badan hukum) dalam

hukum pidana terdapat beberapa cara atau sistem perumusan yang ditempuh

Undang-Undang, yaitu:12

a. Pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurusnya yang bertanggung jawab

Dalam hal pengurus korporasi sebagai pembuat (pelaku) dan

penguruslah bertanggung jawab kepada pengurus dibebankan kewajiban-

kewajiban tertentu, yang dibebankan kepada korporasi. Pengurus yang tidak

memenuhi kewajiban itu diancam dengan pidana dan memiliki suatu alasan

yang menghapuskan pidana. Dasar pemikirannya yaitu korporasi itu sendiri

tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap pelanggaran, melainkan

penguruslah yang melakukan tindak pidana dan diancam pidana serta dipidana.

b. Korporasi Sebagai Pembuat dan Pengurus Bertanggung Jawab

Dalam hal korporasi sebagai pembuat (pelaku) dan pengurus yang

bertanggung jawab, dipandang dilakukan oleh korporasi yang menurut

wewenang berdasarkan anggaran dasarnya. Sifat dari perbuatan yang

menjadikan tindak pidana itu adalah onpersoonlijk. Orang yang memimpin

korporasi bertanggung jawab pidana, terlepas dari apakah ia tahu atau tidak

tentang dilakukannya perbuatan itu.

12 Alvi Syahrin, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Pencemaran Dan Atau

Kerusakan Lingkungan Hidup, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar USU, Medan, 2003, hlm. 8-9.

50

c. Korporasi Sebagai Pembuat dan Juga Sebagai Yang Bertanggung Jawab.

Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab

motivasinya adalah dengan memperhatikan perkembangan korporasi itu

sendiri. Ditetapkannya pengurus saja sebagai yang dapat dipidana ternyata tidak

cukup karena badan hukum menerima keuntungan dan masyarakat sangat

menderita kerugian atas tindak terlarang tersebut.

Dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup mengadopsi asas

pembuktian terbalik yang seimbang dan terbatas, yaitu terdakwa mempunyai

hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana dan wajib

memberikan keterangan tentang seluruh kerusakan lingkungan dan harta benda

perusahaan atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang

diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan dan Penuntut

Umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya. Tujuan dari

pertanggungjawaban pidana korporasi yaitu memberikan suatu dampak penting

bagi direktur untuk mengatur manajemen agar korporasinya berjalan sesuai

dengan kewajiban korporasi tersebut pemidanaan terhadap korporasi, pada

dasarnya memiliki tujuan yang sama dengan hukum pidana pada umumnya

yaitu :

1. Menghentikan dan mencegah kejahatan di masa yang akan datang;

2. Mengandung unsur penghukuman yang mencerminkan kewajiban

masyarakat untuk menghukum siapapun yang membawa kerugian;

51

3. Merehabilitasi para penjahat korporasi;

4. Pemidanaan korporasi harus mewujudkan sifat kejelasan, dapat

diprediksi dan konsistensi dalam prinsip hukum pidana secara

umum;

5. Efisien; dan

6. Keadilan.

5. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu

strafbaar feit dan dalam bahasa inggris criminal act, sementara dalam bahasa

latin bisa disebut actus reus.

Menurut Moeljatno dalam pidato Dies Natalis Universitas Gajah mada,

tanggal 19 Desember 1955 dengan judul “Perbuatan pidana dan

pertanggungjawaban dalam hukum pidana”, mengatakan “tidak terdapatnya

istilah yang sama didalam menterjemahkan Strafbaar feit di Indonesia, yaitu

sebagai berikut:

1. Istilah Peristiwa Pidana, yang terdapat didalam Pasal 14 ayat (1) UUDS

1950.

2. Istilah perbuatan pidana atau perbuatan yang dapat atau boleh dihukum,

yang terdapat didalam Undang-Undang No.1 Tahun 1951 Tentang Tindakan

Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan Dan

Acara Pengadilan Sipil, Pasal 5 ayat (5) Undang-Undang Darurat Tentang

52

mengubah Ordonansi Tijdelijk Bijzondere Bepalingen Strafrech. L.N.1951

No. 78, dan dalam buku Mr. Karni Tentang Ringkasan Hukum Pidana 1850

3.Tindak pidana, yang terdapat didalam Undang-Undang No.7 Tahun 1953

Tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan DPR.

4.Pelanggaran Pidana dalam bukunya Mr. Tirtaamidaja : Pokok-pokok Hukum

Pidana 1955

Moeljatno menggunakan istilah “perbuatan pidana” dengan alasan-alasan

sebagai berikut :

a. Perkataan peristiwa, tidak menunjukan bahwa yang menimbulkan adalah

handeling atau gedraging seseorang, mungkin juga hewan atau kekuatan

alam.

b. Perkataan tindak, berarti langkah dan baru dalam bentuk tindak tanduk atau

tingkah laku.

c. Perkataan perbuatan sudah lazim dipergunakan dalam kehidupan sehari-

hari, juga istilah tekhnis seperti perbuatan melawan hukum (onrechtmatige

daad)

Adapun beberapa pengertian mengenai tindak pidana yang dikemukakan oleh

para sarjana, yaitu sebagai berikut:

Vos menyebutkan bahwa tindak pidana adalah “suatu kelakuan manusia yang

oleh peraturan undang-undang diberi pidana, jadi kelakuan manusia yang pada

umumnya dilarang dan diancam dengan pidana”.

53

Menurut R.Tresna, tindak pidana adalah “suatu perbuatan atau rangkaian

perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau aturan undang-

undang lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan hukum”.13

Strafbaar feit, adalah istilah belanda yang dalam bahasa Indonesia

diterjemahkan dengan berbagai istilah, karena pemerintah tidak menetapkan

terjemahan resmi atas istilah belanda tersebut. Oleh karena itu, timbullah pandangan

yang bervariasi dalam bahasa Indonesia sebagai padanan dari istilah “strafbaar feit”,

seperti “perbuatan pidana”, “peristiwa pidana”, “tindak pidana”, “perbuatan yang dapat

dihukum” dan lain sebagainya.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap perbuatan seseorang yang melanggar

hukum, tidak mematuhi perintah-perintah dan larangan-larangan dalam Undang-

Undang pidana dengan ancaman sanksi disebut dengan tindak pidana.

Satochid Kartanegara menyebutkan syarat-syarat tindak pidana, yaitu sebagai

berikut:

1. Harus ada perbuatan manusia.

2. Perbuatan manusia itu harus bertentangan dengan hukum

3. Perbuatan itu harus dilarang oleh Undang-Undang dan diancam dengan

hukuman.

4. Harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.

5. Perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepada si pembuat.

13 R. Tresna, Azas-azas Hukum Pidana, PT. Tiara, Bandung, 1959, hlm. 27

54

6. Adanya pemidanaan.

Pemidanaan terhadap pelaku kejahatan pada umumnya dapat dipidana dengan

Pasal 10 KUHP Pidana terdiri atas:

a. Pidana Pokok:

1. Pidana mati

2. Pidana penjara

3. Kurungan

4. Denda

b. Pidana tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman putusan hakim

6.Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana

Perkembangan korporasi di Indonesia dalam waktu singkat menjadi

sangat cepat dan pesat karena sifatnya yang sangat ekspansif menjangkau

seluruh wilayah bisnis yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dengan

subur dan mendatangkan keuntungan. Hal lain ditandai juga dengan peranan

oleh pemerintah melalui peraturan-peraturan yang memberikan kemudahan

berusaha dan fasilitas lainnya. Korporasi sebagai pelaku kejahatan dan tindak

pidana lingkungan hidup sebagai sebuah delik harus dilihat dalam kerangka

pembangunan berkesinambungan.

55

Menurut Alvin Syahrin : 14

“Untuk menetapkan korporasi sebagai pelaku tindak pidana, dapat dengan berpatokan pada kriteria pelaksanaan tugas dan/atau pencapaian tujuan-tujuan korporasi tersebut. Korporasi diperlakukan sebagai pelaku jika terbukti tindakan bersangkutan dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan/atau pencapaian tujuan badan hukum/korporasi, juga termasuk dalam hal orang (karyawan perusahaan) yang secara faktual melakukan tindakan bersangkutan yang melakukannya atas inisiatif sendiri serta bertentangan dengan instruksi yang diberikan. Namun dalam hal ini tidak menutup kemungkinan badan hukum mengajukan keberatan atas alasan tiadanya kesalahan dalam dirinya.”

Untuk menetapkan suatu badan hukum sebagai pelaku tindak pidana, dapat

dilihat dari kewenangan yang ada pada badan hukum tersebut. Badan hukum secara

faktual mempunyai wewenang mengatur/menguasai dan/atau pemerintah pihak yang

dalam kenyataan melakukan tindak terlarang. Dalam upaya pengelolaan lingkungan

hidup, badan hukum mempunyai kewajiban untuk membuat kebijakan/langkah-

langkah yang harus diambilnya, yaitu :15

a. Merumuskan kebijakan di bidang lingkungan;

b. Merumuskan rangkaian/struktur organisasi yang layak serta

menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan

kebijakan lingkungan tersebut;

c. Merumuskan instruksi/ aturan-aturan internal bagi pelaksanaan

aktivitas-aktivitas yang mengganggu lingkungan dimana juga harus

14 Alvi Syahrin, Op Cit, hlm. 12. 15 Ibid, hlm. 13-14.

56

diperhatikan bahwa pegawai-pegawai perusahaan mengetahui dan

memahami instruksi-instruksi yang diberlakukan perusahaan yang

bersangkutan;

d. Penyediaan sarana-sarana finansial atau menganggarkan biaya

pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup;

Jika terhadap kewajiban-kewajiban di atas badan hukum tidak atau

kurang memfungsikan dengan baik, hal ini dapat merupakan alasan

untuk mengasumsikan bahwa badan hukum kurang berupaya atau

kurang kerja keras dalam mencegah (kemungkinan) dilakukan

tindak terlarang sehingga menimbulkan suatu akibat hukum yang

seharusnya dapat dicegah oleh pemimpin korporasi atau badan

hukum tersebut. Agar suatu badan hukum dapat ditetapkan sebagai

pelaku tindak pidana lingkungan ada beberapa faktor yang harus

diperhatikan, yaitu : 16

a. Apakah kasus tersebut berkenaan dengan tindak pidana dimana

gangguan terhadap kepentingan yang dilindungi dinyatakan

sebagai tindak pidana;

b. Norma-norma ketelitian/kecermatan yang terkait pada perilaku

yang mengganggu lingkungan;

c. Sifat, struktur dan bidang kerja dari badan hukum tersebut.

16 Ibid, hlm. 14-15.

57

7. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korporasi

Sebagaimana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa ada tiga instrumen penegakan

hukum lingkungan, yaitu dimulai dari penegakan hukum Administrasi (Pasal 76 s/d

83), penegakan hukum perdata melalui upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan

atau melalui pengadilan (Pasal 84 s/d 93), dan penegakan Hukum Pidana (Pasal 94 s/d

120).

Penegakan hukum pidana merupakan ultimum remedium, yaitu tuntutan pidana

merupakan akhir mata-rantai yang panjang, yang bertujuan untuk menghapus atau

mengurangi akibat-akibat yang merugikan terhadap lingkungan, mata rantai tersebut

yaitu : 17

a. Penentuan kebijaksanaan, desain dan perencanaan serta dampak lingkungan;

b. Peraturan tentang standar atau pedoman minimum prosedur perizinan;

c. Keputusan administratif terhadap pelanggaran, penentuan tenggang waktu

dan hari terakhir agar peraturan ditaati;

d. Gugatan perdata untuk mencegah atau menghambat pelanggaran dengan

tuntutan denda atau ganti rugi;

e. Gugatan masyarakat untuk memaksa atau mendesak pemerintah untuk

mengambil tindakan gugatan ganti rugi.

17 Harun M. Husin, Lingkungan Hidup Pengelolaan Dan Penegakan Hukumnya, Bumi Aksara,

Jakarta, 198, hlm. 171.

58

Penegakan hukum lingkungan dengan instrument Hukum Pidana sangat

penting dalam mengantisipasi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Sebagai

penunjang hukum administrasi berlakunya ketentuan hukum pidana tetap

memperhatikan asas subsidaritas (ultimum remedium), yaitu bahwa hukum pidana

hendaknya digunakan apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi,

sanksi perdata dan alternative penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif

menyelesaikan sengketa para pihak, dan/atau tingkat kesalahan pelaku relative berat,

dan/atau akibat perbuatannya relative besar menimbulkan keresahan masyarakat.

Banyak orang berpandangan bahwa instrument hukum pidana sebagai ultimum

remedium atau senjata pamungkas yang paling dahsyat dan mampu menuntaskan

masalah kriminalitas secara lokal dan tuntas.

B. Lingkungan Hidup

1. Pengertian Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu

“Environment”, dalam bahasa jerman “Umwelt”, dalam bahasa prancis

“I’evironement”, dalam bahasa belanda “ milieu”. Sekalipun arti lingkungan dan

lingkungan hidup dapat diberikan bahasan yang berbeda berdasarkan persepsi dan

disiplin ilmu, dalam tulisan ini istilah lingkungan dan lingkungan hidup diartikan

sama.18

18 Sumaatmadja, Studi Lingkungan Hidup, Alumni, Bandung, 1989, hlm. 3.

59

Lingkungan hidup dapat didefinisikan sebagai :19

a. Daerah tempat suatu makhluk hidup berada;

b. Keadaan atau kondisi yang melingkupi suatu makhluk hidup;

c. Keseluruhan keadaan yang meliputi suatu makhluk hidup atau sekumpulan

makhluk hidup.

Pengertian lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 butir 1,

menyatakan bahwa :

“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan peri kehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.”

Ada satu hal yang perlu ditekankan dalam pengertian lingkungan hidup diatas,

yaitu bahwa antara satu unsur dengan unsur lainnya yang terdapat dalam satu

lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu

dengan yang lainnya, bahkan diantaranya saling mempengaruhi terutama dalam hal

kualitas lingkungan itu sendiri, namun demikian ada satu kecenderungan besar untuk

mengadakan pembedaan antara lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan

sosial.

Pembagian lingkungan dibagi menjadi tiga kelompok dasar yang dimaksudkan

untuk memudahkan dalam menjelaskan lingkungan itu sendiri, pertama adalah

19 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta, 2005, hlm. 877.

60

lingkungan fisik (Physical Environment), yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar

manusia yang berbentuk benda mati seperti rumah, kendaraan, gunung, udara, air dan

lain-lain. Kedua adalah lingkungan biologis (Biological Environment), yaitu segala

sesuatu yang ada di sekitar manusia yang berupa organisme hidup selain dari manusia

itu sendiri seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Ketiga adalah lingkungan sosial

(Social Environment), yaitu manusia-manusia lain yang ada di sekitarnya seperti

tetangga, teman bahkan orang yang belum dikenal. Beberapa pendapat mengenai

pengertian lingkungan hidup,

Menurut Otto Sumarwoto :20

“Lingkungan atau lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi hidup kita” Menurut Emil Salim : 21

“Lingkungan hidup adalah segala, benda, daya, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempunyai hal-hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.” Menurut Mohamad Soerjani dan Surna T. Djajadiningrat:22

“Dikaji oleh ilmu lingkungan yang landasan pokoknya adalah ekologi, serta dengan mempertimbangkannya disiplin lain, terutama ekonomi dan geografi.” Menurut Munadjat Danusaputro : 23

20 Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Di

Indonesia, Alumni, Bandung, 1996. Hlm. 8. 21 Amos Neolaka, Kesadaran Lingkungan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 27. 22 Ibid, hlm. 30. 23 Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Buku I: Umum, Binacipta, Jakarta, 1985, hlm.

67.

61

“Lingkungan hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad-jasad lainnya.” Berdasarkan pendapat tokoh-tokoh di atas, maka harus adanya

pemahaman yang seimbang tentang prinsip dan konsep dasar, serta saling

keterkaitan antara ekologi, ekonomi dan geografi untuk mewujudkan

lingkungan hidup yang selaras. Pengertian lingkungan hidup dari pendapat

para ahli di atas, dapat dirangkum dalam suatu rangkaian unsur-unsur

sebagai berikut:

1. Semua benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan, organisms,

tanah, air, udara,rumah, sampah, mobil, angin, dan lain-lain.

Keseluruhan yang disebutkan ini golongan sebagai materi.

Sedangkan satuan-satuannya disebut sebagai komponen. Materi

menurut lingkungan hidup ialah segala sesuatu yang berada pada

suatu tempat serta pada suatu waktu.

2. Daya, disebut juga dengan energi.

3. Keadaan, disebut juga kondisi atau situasi.

4. Perilaku atau tabiat.

5. Ruang, yaitu wadah berbagai komponen benda.

6. Proses interaksi, disebut juga saling mempengaruhi, atau biasa

disebut dengan jaringan kehidupan.

62

Balasan tentang lingkungan berdasarkan isinya untuk kepentingan

praktis atau kebutuhan analisis perlu dibatasi hingga lingkungan dalam arti

biosphere saja, yaitu permukaan bumi, air, dan atmosfer saja. Batas

lingkungan dalam arti ini adalah semua benda daya kehidupan termasuk di

dalamnya manusia dan tingkah lakunya yang terdapat di dalam satu ruangan

yang mempengaruhi kelangsungan dan kesejahteraan manusia serta jasad-

jasad hidup lainnya dari pengertian tersebut tingkah laku manusia pun

menjadi bagian dari lingkungannya.

2. Pengaturan Hukum Mengenai Lingkungan Hidup

Masalah lingkungan hidup dewasa ini merupakan masalah yang banyak disorot

oleh berbagai pihak, sebab lingkungan hidup adalah sumber kebutuhan manusia dalam

melangsungkan hidupnya. Dalam hal ini R.T.M. Sutammihardja mengatakan bahwa :24

“Suatu permasalahan yang ada dalam lingkungan hidup ini adalah hal-hal yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesejahteraan hidup manusia.”

Mengenai hal-hal langsung mempengaruhi kesejahteraan manusia adalah

misalnya terganggunya kesehatan karena pencemaran atau keracunan, rusaknya usaha

karena erosi dan banjir, dan sebagainya. Sedangkan hal-hal yang tidak langsung

mempengaruhi kesejahteraan manusia adalah misalnya merosotnya produktivitas dan

lain sebagainya. Diantara berbagai masalah lingkungan hidup, ada beberapa hal yang

banyak dipersoalkan adalah pencemaran air, pencemaran udara dan perusakan hutan.

24 R.T.M. Sutamihadrja, Kualitas Dan Pencemaran Lingkungan, Pascasarjana IPB, Bogor,

1987, hlm. 1.

63

Peraturan yang mengatur tentang lingkungan hidup diantaranya adalah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Undang-Undang Tersebut sudah mengalami tiga kali perubahan

agar dapat dikatakan sempurna atau berguna bagi manusia dan semua yang berkaitan.

Suatu lingkungan hidup dikatakan dalam keadaan serasi apabila selama interaksi

manusia dengan berbagai komponen-komponen lingkungan lainnya berada dalam

batas-batas keseimbangan atau dapat pulih seketika dalam keadaan seimbang, tetapi

apabila timbul ketergantungan antara interaksi manusia dengan lingkungannya

disebabkan batas-batas kemampuan salah satu komponen lingkungan sudah

terlampaui, sehingga akibatnya tidak lagi menjalankan fungsinya, maka lingkungan

sudah menjadi tidak serasi atau tidak seimbang lagi. Di sini timbul apa yang disebut

dengan masalah lingkungan. jadi lingkungan mempunyai dua dimensi :

1) Pertama, adalah ketentuan tentang tingkah laku masyarakat, semuanya

bertujuan supaya anggota masyarakat dihimbau atau bahkan kalau perlu

dipaksa memenuhi hukum lingkungan yang tujuannya memecahkan

masalah lingkungan.

2) Kedua, adalah dimensi yang memberi hak, kewajiban, dan wewenang

badan-badan pemerintah dalam mengelola lingkungan.

Beberapa teori pengertian hukum lingkungan, Koesnadi Hardjasoemantri

mengambil pendapat dari Moenadjat, bahwa hukum lingkungan adalah :25

25 Koesnadi Hardjasoemantri, Aspek Hukum Peran Masyarakat Serta Masyarakat Dalam

Pengelolaan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1990, hlm. 32.

64

“….hukum lingkungan modern menetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya, demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang.” Menurut Siti Sundari Rangkuti : 26

“ Hukum lingkungan tidak hanya berhubungan dengan fungsi hukum, tetapi juga sebagai perlindungan, pengendalian dan kepastian hukum bagi masyarakat (Social Control) dengan peran Agent of Stability, tetapi lebih menonjol lagi sebagai sarana pembangunan (A Tool Of Engineering) dengan peran sebagai Agent Of Development atau Agent Of Change” Menurut Gatot Soemartono: 27

“Hukum lingkungan adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tingkah laku orang tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan terhadap lingkungan yang pelaksanaan peraturannya tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi pada pihak yang berwenang”

Pengaturan Hukum mengenai lingkungan hidup dapat menjamin kepastian

ketertiban dalam pengelolaan lingkungan untuk mewujudkan keadilan, karena bukan

memiliki sanksi untuk memaksakan kehendaknya, peranan hukum dalam pengelolaan

lingkungan hanya sebagai sarana penunjang.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya Sumaatmadja:28

“Sebagai sarana penunjang, manfaat dan keampuhan hukum akan tergantung kepada siapa dan dengan cara bagaimana digunakannya, betapapun ampuh dan sempurnanya suatu “sarana” namun jika yang menggunakan tidak memiliki

26 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,

Airlangga University Press, Surabaya, 1996, hlm. 1-2. 27 Gatot Soemartono, Hukum LIngkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 46.

28 Sumaatmadja, Studi Lingkungan Hidup, Alumni, Bandung, 1989. Hlm. 116.

65

keahlian dan kemahiran, sudah pasti tidak ada manfaat yang dapat diambil dari “sarana” tersebut begitu juga jika tata penggunaannya tidak ditepati secara saksama, mustahil kesempurnaan dan keampuhan sarana tersebut dapat diwujudkan.”

Pengaturan hukum tentang lingkungan hidup perlu dipenuhi secara mutlak

sekurang-kurangnya tiga syarat, antara lain yaitu:

1.Bentuk dan isi peraturan hukumnya harus tepat dan jelas serta sesuai dengan

syarat-syarat hukum.

2.Para pelaksanaannya harus memiliki keterampilan dan kemahiran yang

diperlukan untuk menjamin agar pelaksanaannya dapat terselenggara dengan

tepat dan lancar.

3.Cara serta prosedur pelaksanaannya hendak jelas, tegas dan dapat dimengerti.

3.Asas, Sifat dan Tujuan Lingkungan Hidup

Pada bagian ke II (dua) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan Dan pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan asas-asas dalam

penyelenggaraan lingkungan hidup, meliputi :

a. Asas Lingkungan Hidup

Pada bagian ke II (dua) Pasal 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan asas-asas dalam

penyelenggaraan lingkungan hidup meliputi:

1. Asas Tanggung Jawab Negara

Yang dimaksud dengan “asas Tanggung jawab Negara” adalah:

66

a. Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat,

baik generasi masa kini maupun generasi masa depan.

b. Negara menjamin hak warga Negara atas lingkungan hidup yang baik dan

sehat.

c. Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam

yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

2. Asas kelestarian dan keberlanjutan

Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalah

bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap

generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan

melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki

kualitas lingkungan hidup.

3. Asas Keserasian dan Keseimbangan

Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan” adalah

bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek

seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta

pelestarian ekosistem.

4. Asas Keterpaduan

Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan

memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.

67

5. Asas Manfaat

Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa segala usaha

dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan

potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan

lingkungannya.

6. Asas Kehati-hatian

Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa

ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena

keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan

alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari

ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

7. Asas keadilan

Yang dimaksud dengan “asas keadilan adalah bahwa perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga Negara, baik lintas daerah, lintas generasi,

maupun lintas gender.

8. Asas Ekoregion

Yang dimaksud dengan “asas ekoregion” adalah bahwa

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan

karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya

masyarakat setempat, dan kearifan lokal.

68

9. Asas Keanekaragaman Hayati

Yang dimaksud dengan “asas keanekaragaman hayati” adalah

bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus

memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan,

keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas

sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama

dengan unsur non-hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk

ekosistem.

10. Asas pencemar membayar

Yang dimaksud dengan “asas pencemar membayar” adalah bahwa

setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya

pemulihan lingkungan.

11. Asas Partisipatif

Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa setiap

anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses

pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

12. Asas Kearifan Lokal

Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah bahwa dalam

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan

nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.

69

13. Asas Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik

Yang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan yang baik”

adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh

partisipasi , transparasi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.

14. Asas Otonomi Daerah

Yang dimaksud dengan “asas Otonomi daerah” adalah bahwa

pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam

bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan

tentang asas-asas akhlak (moral). Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara

mengenai nilai dan norma dalam menentukan perilaku manusia.29 Etika lingkungan

merupakan kebijakan moral manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya. Etika

lingkungan sangat diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan

dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Di

dalam etika lingkungan terdapat prinsip-prinsip yang digunakan. Adapun prinsip-

prinsip etika lingkungan menurut Sony Keraf antara lain:30

29 Nadjmuddin Ramly, Membangun Lingkungan Hidup Yang Harmonis & Berperadaban,

Grafindo Khazanah Ilmu, Jakarta, 2005, hlm. 22. 30 Prabang Setyono, Etika Moral Dan Bunuh Diri Lingkungan Dalam Perspektif Ekologi (

Solusi Berbasis Environmental Insight Quotient), UNS Press Dan LPP UNS, Surakarta, 2011, hlm. 8-10.

70

a. Sikap hormat terhadap alam

b. Prinsip bertanggung jawab

c. Solidaritas kosmis

d. Kasih sayang dan kepedulian terhadap alam

e. Tidak merugikan

f. Hidup sederhana dan serasi dengan alam

g. Keadilan

h. Demokrasi

i. Integritas moral

Dengan Memahami etika lingkungan kita tidak hanya mengimbangi hak dan

kewajiban terhadap lingkungan, tetapi kita dapat membatasi tingkah laku dan berupaya

mengendalikan berbagai kegiatan yang dapat merusak lingkungan. salah satu prinsip

dari etika lingkungan adalah kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau

lingkungan, kata peduli adalah menaruh perhatian, mengindahkan, memperhatikan,

dan menghiraukan.31 Sedangkan kepedulian adalah perilaku sangat peduli atau sikap

menginahkan. Maka dapat disimpulkan bahwa kepedulian lingkungan adalah peka dan

peduli terhadap hal hal yang berkaitan dengan lingkungan sekitar dan senantiasa

memperbaiki bila terjadi pencemaran atau ketidakseimbangan.

b.Sifat Lingkungan Hidup

31 Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, Op Cit, hlm. 1114.

71

Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh beberapa faktor yakni : 32

1. Jenis dan masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut.

2. Hubungan atau interaksi antar unsur dalam lingkungan hidup itu.

3. Kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup.

4. Faktor non-materiil suhu, cahaya dan kebisingan.

Faktor-faktor inilah yang menentukan lingkungan hidup akan menjadi lebih

baik atau akan menjadi lebih buruk. Untuk menciptakan lingkungan yang hamonis,

antara faktor lingkungan dan lingkungannya haruslah seimbang, dengan peka atau

sadar terhadap lingkungan, maka lingkungan akan menjadi lebih baik serta dapat

memberikan sesuatu yang positif yang dapat kita manfaatkan dengan baik. Etika

lingkungan sangat dibutuhkan untuk menyeimbangkan alam semesta, sementara itu

manusia beranggapan bahwa manusia bukan bagian dari alam semesta sehingga

manusia secara bebas mengelolanya bahkan sampai merusak lingkungan hidup.

c.Tujuan Lingkungan Hidup

Pada bagian ke II (dua) Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan tujuan

dalam penyelenggaraan Lingkungan Hidup, meliputi:

1. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

2. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

32 Otto Soemarwono, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Bandung,

1994, hlm. 54-54.

72

3. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;

4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;

6. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;

7. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai

bagian dari hak asasi manusia;

8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;

9. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan

10. Mengantisipasi isu lingkungan global.

Dalam tujuan-tujuan diatas sangatlah harus di junjung tinggi, karena tujuan

tersebut sudah memenuhi apa terjadi terhadap lingkungan. adanya pencemaran air,

pencemaran udara dan perusakan lingkungan banyak terjadi, sehingga mengganggu

aktivitas manusia sehari-hari, oleh karena itu, tujuan yang tertuang dalam Pasal 3

Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup harus dilaksanakan oleh individu, masyarakat, kelompok-

kelompok, badan hukum dan Negara sebagai organisasi tertinggi.

11. Hak Masyarakat Atas Lingkungan Yang Baik dan sehat.

Hak masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup tertera dalam Pasal

65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan:

“ Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai

bagian dari hak asasi manusia.”

73

Hak atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan salah satu kaidah

yang paling mendasar dan sering kali dianggap sebagai bagian dari hak dasar

atau hak asasi manusia atas lingkungan yang baik dan sehat

Menurut Otto Sumarwoto : 33

“Tanggung jawab yang dibebankan pada pelaksanaan hak ini juga mewajibkan padanya untuk menjaga agar pelaksanaan hak yang dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan gangguan atau kerugian terhadap orang lain” Hidup mempunyai segi kualitas yang sukar tertuang dalam ukuran

angka seperti lingkungan alam yang utuh, udara yang segar, air bersih,

kesadaran lingkungan masyarakat dan lain sebagainya adalah sumber daya alam

yang bersifat langsung yang dapat kita rasakan langsung selama kita menjaga

keseimbangan lingkungan hidup. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan

kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, pencemaran dan pengrusakan

lingkungan adalah perbuatan yang melawan hukum (Onrechtmatige Daad).

Ada dua unsur yang sangat mempengaruhi ini, pertama adalah melanggar hak

orang lain atas lingkungan yang baik dan sehat seperti yang tertuang dalam

pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan

Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan yang kedua adalah pelanggaran

terhadap diri sendiri atas kewajiban untuk memelihara lingkungan hidup dan

mencegah serta menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

33 Otto Sumarwoto, Op Cit, hal. 39.

74

Hak dapat atas lingkungan yang baik dan sehat ini memberikan hak

menuntut pada korban yang lingkungannya tercemar akibat kerusakan

lingkungan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau korporasi. Untuk itu

dalam pelaksanaannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup harus dapat memelihara dan

menjaga hak atas lingkungan yang baik dan sehat, lebih lanjut terutama tentang

pelaksanaan hukum yang dikandungnya serta perlindungan hukum bagi yang

dijalaninya.

12. Hak Atas Informasi Lingkungan Hidup

Hak atas informasi lingkungan hidup tertera dalam Pasal 65 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan :

“Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat” Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan

efektifitas peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan

membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas

lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hak memperoleh informasi lingkungan

hidup pada tingkat masyarakat pada saat ini berada pada taraf yang sangat

minim, oleh karena itu potensi peran masyarakat ini belum dapat efektif seperti

yang diharapkan.

75

Kepedulian terhadap lingkungan hidup dapat ditinjau dengan dua tujuan

utama: pertama, dalam hal tersedianya sumber daya alam, sampai sejauh mana

sumber-sumber tersebut secara ekonomi menguntungkan untuk digali dan

kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan guna membiayai kegiatan

pembangunan. Kedua, jika kekayaan yang dimiliki memang terbatas dan secara

ekonomi tidak menguntungkan untuk digali dan diolah, maka untuk selanjutnya

strategi apa yang perlu ditempuh untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan

pembangunan bangsa yang bersangkutan.34

Peduli terhadap lingkungan berarti ikut melestarikan lingkungan hidup

dengan sebaik-baiknya, bisa dengan cara memelihara, mengelola, memulihkan

serta menjaga lingkungan hidup. Pedoman yang harus diperhatikan dalam

kepedulian atau pelestarian lingkungan antara lain: 35

a. Menghindarkan dan menyelamatkan sumber bumi dari pencemaran dan

kerusakan.

b. Menghindari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan pencemaran,

merusak kesehatan dan lingkungan.

c. Memanfaatkan sumber daya alam yang renewable (yang tidak dapat

diganti) dengan sebaik-baiknya.

d. Memelihara dan memperbaiki lingkungan untuk generasi mendatang.

34 Nadjmuddin ramly, Op Cit, hlm. 28. 35 Imam Supardi, Lingkungan Hidup Dan Kelestariannya, Alumni, Bandung, 2003,

hlm. 4.

76

Peran serta masyarakat memerlukan penyaluran informasi kepada

masyarakat dengan cara yang berdayaguna. Menurut Koesnadi

Hardjasoemantri dalam hubungan ini hal yang harus dapat diperhatikan

diantaranya sebagai berikut :36

a. Pemastian Penerimaan Informasi

Ketentuan yang mengharuskan badan-badan yang bersangkutan

untuk mengumumkan rencana kegiatan, memperhatikan dokumen seperti

uraian proyek, permohonan izin, laporan hasil studi serta berbagai pendapat

dan saran.

b. Informasi Lintas Batas (Transfrontier Information)

Bentuk dan kegiatan pencemaran tertentu di daerah perbatasan dapat

melintasi batas Negara dan memberikan dampak kepada warga masyarakat

yang hidup di Negara yang berbatasan.

c. Informasi Tepat Waktu ( Timely Information)

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup harus

dibarengi dengan terbukanya informasi yang bersifat transparan, informasi

diberikan pada saat belum diambil keputusan yang mengikat serta masih

ada kesempatan untuk mengumpulkan alternatif-alternatif.

d. Informasi Lengkap (Comprehensive Information)

36 Koesnadi Hardjasoemantri, Op Cit, hlm. 5-6.

77

Mengenai isi yang perlu dituangkan dalam informasi terdapat

banyak perbedaan dari Negara ke Negara. Dalam hal ini harus

mempertimbangkan alternatif-alternatif lainnya mengenai suatu rencana

kegiatan.

e. Informasi Yang Dapat Dipahami (Comprehensible Information)

Pengambilan keputusan di bidang lingkungan hidup meliputi

masalah –masalah yang kompleks dan bersifat teknis ilmiah yang sangat

rumit, namun harus tetap diusahakan agar informasi mengenai masalah

tersebut dapat dipahami oleh masyarakat luas.

Pengelolaan lingkungan dapat kita artikan sebagai usaha sadar

untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan

dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.37 Sadar lingkungan

adalah kesadaran untuk mengarahkan sikap dan pengertian masyarakat

terhadap pentingnya lingkungan yang bersih, sehat dan sebagainya. Faktor-

faktor yang mempengaruhi kesadaran lingkungan.38

a) Faktor Ketidaktahuan

Tidak tahu berlawanan dengan kata tahu. Poedjawijatna

menyatakan bahwa sadar dan tahu itu sama (sadar=tahu). Jadi apabila

berbicara tentang ketidaktahuan maka hal itu juga membicarakan

ketidaksadaran. Seseorang yang tahu akan arti pentingnya lingkungan

37 Otto Soemarwono, Op Cit, hlm. 76. 38 Amos Neolaka, Op Cit, hlm. 41.

78

sehat bagi makhluk hidup, maka orang tersebut akan senantiasa menjaga

dan memelihara lingkungan.

b) Faktor Kemiskinan

Kemiskinan membuat orang tidak peduli dengan lingkungan

kemiskinan adalah keadaan ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup minimum. Dalam keadaan miskin, sulit sekali

berbicara tentang kesadaran lingkungan, yang dipikirkan hanya cara

mengatasi kesulitannya, sehingga pemikiran tentang pengelolaan

lingkungan menjadi terabaikan.

c) Faktor Kemanusiaan

Kemanusiaan diartikan sebagai sifat-sifat manusia. Menurut Chiras: 39

“Manusia adalah bagian dari alam atau pengatur alam. Pengatur atau Penguasa di sini diartikan manusia memiliki sifat serakah, yaitu sifat yang menganggap semuanya untuk dirinya dan keturunannya.”

Adanya sifat dasar manusia yang ingin berkuasa maka manusia

tersebut mengenyampingkan sifat peduli terhadap sesama.

d) Faktor Gaya Hidup

Dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

(Iptek) dan teknologi informasi serta komunikasi yang sangat pesat,

tentunya berpengaruh pula terhadap gaya hidup manusia. Gaya hidup

39 Amos Neolaka, Op CIt, hlm. 111.

79

yang mempengaruhi perilaku manusia untuk merusak lingkungan

adalah :

a. Gaya hidup hedonism (berfoya-foya),

b. Materialistik ( mengutamakan materi),

c. Sekularisme ( mengutamakan dunia),

d. Konsumerisme ( hidup konsumtif), serta

e. Individualisme (mementingkan diri sendiri).

Pandangan yang beranggapan alam bernilai hanya sejauh ia bermanfaat bagi

kepentingan manusia akan menimbulkan kepedulian lingkungan yang dangkal serta

perhatian kepada kepentingan lingkungan sering diabaikan.40 Lingkungan Hidup pada

mulanya berada dalam keseimbangan dan keserasian, karena komponen-komponen

ekosistem berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.41 Namun sangat disayangkan

, keadaan alam sekarang dibandingkan 10-20 tahun yang lalu sangat terasa adanya

perbedaan yang mencolok, hal ini tidak lain karena terjadinya eksploitasi besar-besaran

oleh manusia baik secara sadar maupun tak sadar. Lingkungan hidup baik biotik

maupun abiotic berpengaruh dan dipengaruhi oleh manusia. Ini adalah mereka yang

melaksanakan tanggung jawab pribadi untuk diri sendiri ini adalah mereka yang

melaksanakan tanggung jawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain. Semboyan

umum semua birokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggung jawab.

40 Prabang Setyono, Op Cit, hlm. 36. 41 Harun M. Husin, Lingkungan Hidup Pengelolaan Dan Penegakan Hukumnya, Bumi Aksara,

Jakarta, 1998, hlm. 28.

80

C. Reklamasi

Pengertian Reklamasi dalam Undang-Undang No 4 Tahun 2009 Tentang

Pertambangan Mineral; dan Batubara: “kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan

usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan

dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya”.

Reklamasi sebagai usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali tanah

yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi secara

optimal sesuai dengan kemampuannya (Direktorat Jenderal Rehabilitasi Hutan dan

Lahan Departemen Kehutanan)

Ruang lingkup reklamasi lahan meliputi :

1. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu

ekologinya

2. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya

untuk pemanfaatan

Selanjutnya sasaran akhir dari reklamasi tersebut adalah terciptanya lahan bekas

tambang yang kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat

dimanfaatkan kembali sesuai dengan peruntukannya (Direktorat Jenderal Mineral

Batubara Dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2006)

Menurut Sujitno (2007) arah dari upaya rehabilitasi lahan bekas tambang

ditinjau dari aspek teknis adalah upaya untuk mengembalikan kondisi tanah agar stabil

dan tidak rawan erosi. Dari aspek ekonomis dan estetika lahan, kondisi tanah diperbaiki

81

agar nilai/potensi ekonomisnya dapat dikembalikan sekurang-kurangnya seperti

keadaan semula . dari aspek ekosistem upaya pengembalian kondisi ekosistem ke

ekosistem semula. Dalam hal ini revegetasi/reforestisasi adalah upaya yang dapat

dinilai mencakup kepada kepentingan aspek-aspek tersebut reklamasi hampir selalu

identik dengan revegetasi. Revegetasi adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali

lahan bekas tambang. Bentuk-bentuk reklamasi yaitu berupa revegetasi, budi daya ikan

air tawar dan sektor pariwisata.

82