bab ii penyusunan kerangka teoritis a. teori - teori ...repository.uinbanten.ac.id/1881/4/bab...

78
9 BAB II PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIS A. Teori - Teori Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan sebuah proses yang komplek yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup,sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat, salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor), maupun sikap (afektif). Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu siswa. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada pencapaian tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman yang diciptakan guru. Menurut Sudjana (1) belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah membelajarkan dan perilaku siswa adalah belajar. Perilaku pembelajaran tersebut terkait dengan bahan pembelajaran. H.C.Whiterington menjelaskan pengertian belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri 1 Hoesnan dipi, Pendekatan Saintifik dan konstekstual dalam Pembelajaran Abad 21, (Bogor: Ghalia Indonesia,2016) p.8.

Upload: phungmien

Post on 24-Aug-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIS

A. Teori - Teori Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan sebuah proses yang komplek yang

terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup,sejak

masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat, salah

satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah

adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah

laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan

(kognitif), dan keterampilan (psikomotor), maupun sikap

(afektif).

Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi

terhadap semua situasi yang ada disekitar individu siswa. Belajar

dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

pencapaian tujuan dan proses berbuat melalui berbagai

pengalaman yang diciptakan guru. Menurut Sudjana(1)

belajar

juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami

sesuatu. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku,

yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah membelajarkan dan

perilaku siswa adalah belajar. Perilaku pembelajaran tersebut

terkait dengan bahan pembelajaran.

H.C.Whiterington menjelaskan pengertian belajar sebagai

suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri

1 Hoesnan dipi, Pendekatan Saintifik dan konstekstual dalam

Pembelajaran Abad 21, (Bogor: Ghalia Indonesia,2016) p.8.

10

sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap,

kebiasaan kepribadian, atau suatu pengertian. Sedangkan Gage

Berling mendefinisikan belajar sebgai suatu proses dimana suatu

organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman

Harold Spears mengemukakan pengertian belajar dalam

perspektifnya yang lebih detail. Menurut Spears “learning is to

observe, to read, to imittate, to try something them selves, to

listen to follow direction” yang berarti belajar adalah mengamati,

membaca, meniru, mencoba sesuatu pada dirinya sendiri,

mendengar dan mengikuti aturan. Sementara Singer

mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif

tetap yang disebabkan praktik atau pengalaman yang sampai pada

situasi tertentu. Gagne pernah mengemukakan perspektifnyaa

tentang belajar, salah satu definisi belajar yang sederhana namun

mudah diingat adalah yang dikemukakan oleh Gagne: “Learning

is relativelly permanen change in behavior that result from past

experience or purposefull instruction”.(2)

Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif

menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari

pembelajaran yang bertujuan direncanakan.Pengalaman

diperoleh individu dalam interaksinya dengan lingkungan, baik

yang tidak direncanakan ataupun direncanakan sehingga

menghasilkan perubahan yang relatif menetap.

Selanjutnya, Soejanto mengatakan bahwa belajar adalah

segenap rangkaian aktivitas yang dilakukan dengan penambahan

2 Siregar, Evelyn dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,

(Bogor: Ghalia Indonesia,2014),p.5.

11

pengetahuan secara sadar oleh sesorang dan mengakibatkan

perubahan dalam dirinya yang menyangkut banyak aspek, baik

karena kematangan, maupun karena latihan. Perubahan ini

memang dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama.

Perubahan yang relative lama tersebut diiringi dengan berbagai

usaha. Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental

atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam

lingkunan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengelolaan pemahaman.

Menurut Ernest R. Hilgard dalam belajar merupakan proses

perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian

menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari

perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya

relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula.

Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat,

seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan

sebagainya.(3)

Moh.Surya definisi belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu

itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan

yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada

prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.

Menurut Slavin pengertian belajar merupakan proses

perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Sedangkan

menurut Gagne pengertian belajar merupakan sebuah sistem yang

3 Ibid, P.5.

12

didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga

menghasilkan perubahan perilaku.

Pengertian belajar menerut Cronbach memberikan definisi

:“Learning is shown by a change in behavior as a result of

experience”. (Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam

perilaku sebagai hasil dari pengalaman). Harold Spears

memberikan batasan pengertian belajar sebagai:“Learning is to

observe, to read, to initiate, to try something themselves, to listen,

to follow direction”. (Belajar adalah mengamati, membaca,

berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti

petunjuk atau arahan). Sedangkan Geoch, memberi batasan

pengertian belajar sebagai: “Learning is a change in performance

as a result of practice”. (Belajar adalah perubahan dalam

penampilan sebagai hasil praktek.

Pengertian belajar juga dapat didifensikan sebagai suatu

proses yang mana suatu kegiatan berasal atau berubah lewat

reaksi dari suatu situasi yang dihadapi, dengan keadaan bahwa

karaktarestik-karaktarestik dari perubahan aktivitas tersebut tidak

dapat dijelaskan dengan dasar kecendrungan-kecendrungan reaksi

asli, kematangan, atau perubahan sementara dari organisme.

(Learning is the process by which an activity that the

characteristics of the change in activity cannot be explained on

the basis of native response tendencies, maturation, and

temporary states of the organism)

Pengertian Belajar menurut W.Gulo adalah suatu proses

yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah

tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan

13

berbuat. James O.Whittaker(4)

menyatakan bahwa pengertian

belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau

diubah melalui latihan atau pengalaman. Sedanghkan menurut

R.Gagne(5)

pengertian belajar adalah suatu proses untuk

memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan

dan tingkah laku.

Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin

S.Winataputra pengertian belajar adalah proses yang dilakukan

oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies,

skills,and attitude.Kemampuan(competencies), keterampilan

(skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap

dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui

rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

Menurut Burton dalam buku“The Guidance of Learning

Activities” Belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu

berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan

individu dengan lingkungan,sehingga mereka mampu berinteraksi

dengan lingkungannya.

Menurut H.C.Witherington dalam buku “Education

Psychology” Belajar adalah perubahan di dalam kepribadian yang

menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa

kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian.

Menurut James O.Whittaker Belajar adalah proses dimana

tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau

4 Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zein. Strategi Belajar Mengajar.

Rineka Cipta:Jakarta.2002), P.21. 5 Ibid, P.22

14

pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri

di dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Abdillah Belajar adalah suatu usaha sadar yang

dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik

melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.

Menurut Sardiman belajar adalah berubah. Belajar berarti

mengubah individu yang belajar, bukan saja yang berkaitan

dengan penambahan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga

terbentuknya kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga

diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Dengan kata lain belajar

adalah serangkaian kegiatan jiwa raga, psiko fisik untuk menuju

ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti

menyangkut aspek cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif,

dan psikomotorik.(6)

Slameto menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Ngalim Purwanto mengemukakan belajar adalah setiap

perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi

sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.

6 Sardiman, A.M , “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar” (Jakarta:

Rajawali Pers, 2011), P.20.

15

Skinner mengungkapkan, bahwa belajar merupakan

hubungan antara stimulus dan respons yang tercipta melalui

proses tingkah laku. Spears menyatakan, belajar adalah

mengamati, membaca, menirukan, mencoba sesuatu sendiri,

mendengarkan, mengikuti arah. Edward Walter mengungkapkan,

belajar adalah perubahan atau tingkah laku akibat pengalaman

dan latihan. Clifford T. Morgan, belajar merupakan perubahan

tingkah laku karena hasil pengalaman sehingga memungkinkan

seseorang menghadapi situasi selanjutnya dengan cara yang

berbeda-beda. Woodword, belajar merupakan perubahan yang

relatif permanen, akibat interaksi lingkungan.Crow&Crow,

belajar adalah suatu perubahn dalam diri individu karena

kebiasaan pengetahuan dan sikap.

Selain tentang perubahan perilaku, belajar juga mencakup

aspek rohani dan mental seperti yang dikemukakan oleh

Suhartono menyatakan belajar adalah keterlibatan langsung

seseorang secara jasmani dan rohani dalam memperoleh

pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang berguna

dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Sedangkan

Darsono mendefinisikan belajar ialah suatu aktivitas mental atau

psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,

yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,

keterampilan dan nilai sikap, dan Wingkel mengungkapkan

bahwa belajar pada manusia merupakan suatu proses psikologi

yang berlangsung dalam interaksi aktif subjek dengan

lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam

16

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bersifat konstan atau

menetap.

M.Sobry Sutikno mengemukakan, belajar merupakan suatu

proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya. Oemar H. Mendefinisikan

belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri

seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru

berkat pengalaman dan latihan.

Slavin(7)

menyatakan, belajar merupakan akibat adanya

interaksi antara stimulus dan respon. Piaget mendefinisikan

belajar adalah suatu proses perolehan pengetahuan yang dibentuk

oleh individu itu sendiri karena individu melakukan interaksi

secara terus menerus dengan lingkungan. Ernest R. Hilgard,

belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan

sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang

keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh

lainnya.Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali

kepada keadaan semula.Tidak bisa diterapkan pada perubahan

akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit,

mabuk, dan sebagainya.

Belajar adalah suatu aktivitas yang disengaja dilakukan

oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan

belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu,

menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau anak yang tadinya

7 Slavin, R.E, Cooperative Learning Theory, Research and Practice,

(Boston:Allyn and Bacon,2000), P.143

17

tidak terampil menjadi terampil.Sedangkan menurut Dimyati dan

Mudjiono(8)

Belajar merupakan tindakan perilaku siswa yang

kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh

siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya proses belajar.

Dari beberapa definisi ini dapat disimpulkan ciri-ciri umum

kegiatan belajar sebagai berikut: 1) Belajar menunjukkan adanya

suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja.

2) Belajar merupakan interaksi antara individu dengan

lingkungannya 3) Hasil belajar ditandai dengan adanya

perubahan tingkah laku.

Dalam buku Happiness Inside, Gobind Vasdev(9)

mengumpamakan belajar seperti menuangkan air dari botol ke

gelas. Ia mengatakan ada tiga syarat (sikap mental) dalam belajar,

yaitu: Pertama adalah terbuka, hanya dengan berpikiran terbuka

(open mind) suatu ilmu akan mengalir ke dalam diri seseorang.

Seseorang bersikap terbuka hanya bila ia memiliki keingintahuan

yang besar.

Seperti Gobin Vasdev, Leonardo Da Vinci menjadikan

“rasa ingin tahu” sebagai prinsip utamanya dalam belajar.

Demikian pula Albert Einstein, yang mengatakan bahwa dia

bukanlah orang yang punya bakat khusus, tetapi orang yang

memiliki rasa ingin tahu yang hebat. Kedua adalah kosong,

sesuatu yang penuh tidak akan dapat menampung apa-apa. Hanya

kekosonganlah yang dapat menerima sesuatu. Pikiran yang penuh

8 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka

Cipta. 2002), P.7

9 Vasdev, Gobind, Happiness Inside, (Jakarta: Hikmah. 2009), P.157

18

dengan persepsi yang salah, terkadang menjadi penghalang besar

dalam belajar. Ketiga adalah lebih rendah daripada botol yang

mengisinya. Ini mengandung makna bahwa siapapun yang

belajar, harus merasa lebih rendah daripada yang memberi

pelajaran. Bersikap rendah hati, menyadari bahwa masih banyak

kekurangan adalah salah satu syarat dalam belajar.

Hasil dari rasa ingin tahu dalam proses pembelajaran adalah

perubahan, dan menitik beratkan pada perubahan pada tingkah

laku pemahaman maupun sikap.Dalam perubahan perilaku,dalam

hal ini, Moh Surya mengemukakan ciri-ciri dari perubahan

perilaku, yaitu :

1) Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan

disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga

dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyada

ri bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan.

2) Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki

pada dasarnya merupakan kelanjutan dari keterampilan yang

telah diperoleh sebelumnya.

3) Perubahan yang fungsional: Setiap perubahan perilaku yang

terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu

yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang

maupun masa mendatang.

4) Perubahan yang bersifat positif: Perubahan perilaku yang

terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.

19

5) Perubahan yang bersifat aktif: Untuk memperoleh perilaku

baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan

perubahan.

6) Perubahan yang bersifat pemanen; Perubahan perilaku yang

diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi

bagian yang melekat dalam dirinya.

7) Perubahan yang bertujuan dan terarah: Individu melakukan

kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik

tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka

panjang.

8) Perubahan perilaku secara keseluruhan: Perubahan perilaku

belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan

semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam

sikap dan keterampilannya. seorang guru menguasai “Teori-

Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan

dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

Selain hal diatas perubahan oleh Moh.Surya, Benyamin

S.Bloom(10)

mengemukakan perubahan perilaku yang terjadi

sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain)

kognitif, afektif dan psikomotor,

Beserta tingkatan aspek-aspeknya.Yaitu: 1) Cognitive Domain

(Kawasan Kognitif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan

aspek-aspek intelektual atau secara logis yang bisa diukur dengan

pikiran atau nalar, kawasan ini terdiri dari: Pemahaman

10

Hoesnan dipi, Pendekatan Saintifik dan konstekstual dalam

Pembelajaran Abad 21, (Bogor: Ghalia Indonesia,2016), P.9.

20

(Comprehension), penerapan (Aplication), penguraian (Analysis),

memadukan (Synthesis), penilaian (Evaluation).

Selain kawasan Cogntif domain, Bloom juga menyatakan

adanya Affective Domain (Kawasan afektif). Adalah kawasan

yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan,

minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Kawasan

ini terdiri dari: penerimaan (receiving/attending), Sambutan

(responding), penilaian (valuing), pengorganisasian

(organization), Karakterisasi (characterization).

Sedangkan sychomotor domain (Kawasan psikomotorik).

Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek

keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot

(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri

dari: Kesiapan (set),meniru (imitation), membiasakan

(habitual),dan adaptasi (adaption).

Sedangkan menurut Gagne(11),

perubahan perilaku yang

merupakan hasil belajar dapat berbentuk seperti berikut ini:

1. Informasi verbal yaitu penguasaan informasi dalam bentuk

verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya

pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan

sebagainya.

2. Kecakapan intelektual yaitu keterampilan individu dalam

melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan

menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol

matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual

11 Ibid,p.6.

21

adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination),

memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan

hukum. Keterampilan ini sangat dibutuhkan dalam

menghadapi pemecahan masalah.

3. Strategi kognitif kecakapan individu untuk melakukan

pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya.

Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu

kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir

agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual

menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi

kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.

4. Sikap (attitude) yaitu hasil pembelajaran yang berupa

kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang

akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan

dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan

vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa,

didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang

menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.

5. Kecakapan motorik ialah hasil belajar yang berupa

kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

Jadi dapat disimpulkan berdasarkan beberapa pengertian/

definisi diatas oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar itu

senantiasa merupakan perubahan tingkah laku, emosi,

pengetahuan atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan

misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru

dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau si

subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak

22

bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya

merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim

kepadanya oleh lingkungan. Dengan demikian terjadinya

kegiatan belajar yang dilakukan oleh seorang individu dapat

dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan.

Belajar juga merupakan kegiatan sadar secara jasmani dan

rohani oleh seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang

dibuktikan dengan adanya perubahan tingkah laku yang pada

hakikatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan

dalam rangka perubahan tingkah laku siswa secara konstruktif

yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Proses

belajar disekolah adalah proses yang sifatnya kompleks,

menyeluruh dan berkesinambungan .

Dalam proses belajar mengajar, guru berperan sebagai

pengelola proses belajar-mengajar, bertindak sebagai fasilitator

yang berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang

efektif, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, dan

meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan

menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai.

Untuk memenuhi hal tersebut, guru dituntut mampu mengelola

pembelajaran yang memberikan rangsangan kepada siswa

sehingga ia mau belajar, karena siswalah sumber utama dalam

belajar.

Belajar tidaklah lepas dari proses pembelajaran, sebelum

lebih jauh membahas tentang proses pembelajaran dengan

metode saintifik, hal yang utama harus kita pahami adalah

pengertian pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran secara harfiah

23

berarti proses belajar. Pembelajaran dapat dimaknai sebagai

proses penambahan pengetahuan dan wawasan melalui rangkaian

aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan

mengakibatan perubahan dalam dirinya sehingga terjadi

perubahan yang positif dalam dirinya, dan pada tahap akhir akan

di dapatkan keterampilan kecakapan dan pengetahuan baru.

Selanjutnya,Winkel(12)

menjelaskan bahwa pembelajaran

merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk

mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan

kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap rangkaian

kejadian-kejadian internal yang berlangsung didalam siswa.

Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S.

Winataputra pengertian pembelajaran adalah serangkaian

kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses

belajar pada siswa.Sedangkan menurut Duffy dan Roehler

pengertian pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja

melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang

dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum.

Adapun pengertian pembelajaran menurut UU Nomor 20

tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar(13).

Menurut Munandar(14)

yang

menyatakan bahwa pembelajaran dikondisikan agar mampu

12

Winkel,W.S, Psikologi Pengajaran, (Jakarta:Gramedia,1987), P.97 13

UU Nomor 20 tahun 2003 14

Harjanto, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: PT.Asdi

Mahasatya,1997), P.207

24

mendorong kreativitas anak secara keseluruhan, membuat peserta

didik aktif, mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan

berlangsung dal am kondisi menyenangkan.

Kondisi lingkungan sekitar dari siswa juga sangat

berpengaruh terhadap kreativitas yang akan diciptakan oleh

siswa. Disaat ketika siswa merasa nyaman, maka tujuan

pembelajaran akan lebih mudah untuk dicapai.

Adapula pernyataan oleh Winataputra yang menyatakan

bahwa arti pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk

menginisiasi, memfasilitasi dan meningkatkan intensitas dan

kualitas belajar pada diri peserta didik.

Adapun menurut pendapat Aqib menyatakan bahwa proses

pembelajaran adalah upaya secara sistematis yang dilakukan guru

untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif

dan efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi.

Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim

Pendidikan Nasional, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 20

(disebutkan Pembelajaran, bukan Belajar)

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar sesuai

dengan UU Nomor 20 Tahun 2003. Pasal 1 ayat 20.

Menurut Miarso, definisi ini mengindikasikan bahwa ada

lima jenis interaksi yang dapat berlangsung dalam proses

pembelajaran, yaitu :

1) Interaksi antara pendidik dengan peserta didik.

2) Interaksi antar sesama peserta didik.

25

3) Interaksi peserta didik dengan narasumber.

4) Interaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber

belajar yang sengaja dikembangkan, dan

5) Interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan

sosial dan alam.

Pembelajaran Menurut Briggs yang dikutip oleh Ahmad

Sugandi dkk. pembelajaran merupakan terjemahan dari kata

“instruction” yang berarti seperangkat peristiwa (events) yang

mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga siswa

memperoleh kemudahan. Seperangkat peristiwa itu membangun

suatu pembelajaran yang bersifat internal jika siswa melakukan

“self instruction” dan mungkin juga bersifat eksternal (external

instruction) dari sumber lain seperti guru. Menurut Omar

Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasiyang tersusun

meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan,

dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk tujuan belajar.

E. Mulyasa(15)

mengemukakan bahwa pembelajaran adalah

proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya,

sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.

Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang

mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam

diri individu, maupun eksternal yang datang dari lingkungan.

15

E.Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Cet ke-1, (Bandung: Rosda

Karya,2007), P.57.

26

Dalam UU Sisdiknas Tahun 2003(16)

Bab I pasal 1 bahwa

pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Dari beberapa teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan

guru atau sumber belajar untuk perubahan yang lebih baik.

Kunci pokok pembelajaran itu ada pada seorang guru tetapi

bukan berarti dalam proses pembelajaran hanya guru yang aktif

sedangkan siswa tidak aktif, pembelajaran menuntut keaktifan

kedua pihak. Suatu pembelajaran bisa dikatakan berhasil secara

baik jika guru mampu mengubah diri peserta didik serta mampu

menumbuh kembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar

sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama proses

pembelajaran itu dapat dirasakan manfaatnya.

Menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah suatu

kombinasi yang terorganisir yang meliputi unsur-unsur

manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedural yang

berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan belajar

mengajar yang didalamnya terdapat interaksi positif antara guru

dengan siswa,dengan menggunakan segala potensi dan sumber

yang ada untuk menciptakan kondisi belajar yang aktif dan

menyenangkan.

Atas dasar-dasar teori pembelajaran menurut ahli diatas,

maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses

16UU Sisdiknas Tahun 2003

27

interaksi antara siswa dengan guru dan juga beserta seluruh

sumber belajar yang lainnya yang menjadi sarana belajar guna

mencapai tujuan yang diinginkan dalam rangka untuk perubahan

akan sikap serta pola pikir siswa.

Dari data diatas, dapat diidentifikasi bahwa pembelajaran

memiliki ciri-ciri:

1) Merupakan upaya sadar dan disengaja.

2) Pembelajaran harus membuat siswa belajar.

3) Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses

dilaksanakan.

4) Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun

hasil.

Kurikulum 2013 mengisyaratkan bahwa kegiatan

pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi mereka

menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat

dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan

dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta

berkontribusi pada kesejahtraan hidup umt manusia. Oleh karena

itu kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan

semua potensi siswa menjadi potensi yang diharapkan.

Depdiknas menjelaskan bahwa pembelajaran dibangun oleh

manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong- konyong.

Pembelajaran bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah

yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus

28

mengkonstruksi pembelajaran itu dan membentuk makna melalui

penglaman nyata.

Beberapa ahli setuju bahwa untuk meraih prestasi yang

tinggi dalam pembelajaran, seseorang harus memiliki intelegensi

yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang

akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan

menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Namun banyak juga

ahli menungkapkan bahwa seorang dikatakan cerdas bukan hanya

karena kemampuan memahami sesuatu, tetapi bagaimana

seseorang mampu mengembangkan dirinya secara afekif dan

psikomotorik. Sebagai contoh, bagaimana seorang pembelajar

dapat menjadi kretif, dapat berinovasi, bekerja sama dengan baik,

dan mempunyai daya juang dari pembelajaran yang diikutinya.

Untuk mencapai hal tersebut, maka proses belajar

sebaiknya dikemas dalam upaya meraih prestasi belajar secara

afektif, kognitif dan psikomotorik yang memuaskan. Hasil dari

proses belajar tersebut tercermin dalam proses belajarnya.

Tujuan pembelajaran pun sebaiknya berorientasi pada

pengembangan kehidupan intelektual siswa supaya kelak sebagai

orang dewasa memiiki kemampuan berpikir seperti yang

diharapkan dari orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya

mampu berfikir logis, objektif dan kritis, sistematis analisis,

sintesis, integratif dan inovatif.

Permendikbud RI nomor 65 tahun 2013(17)

tentang Standar

Proses Pendidikan Dasar dan Menengah manyatakan bahwa

17 Permendikbud RI nomor 65 tahun 2013

29

proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisifsi aktiv, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, krativitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik

serta psikologis peserta didik. Prinsip pembelajaran yang

digunakan:

1. Dari peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik

yang mencari tahu.

2. Dari guru yang satu –satunya sumber belajar menjadi

belajar melalui berbagai aneka sumber belajar.

3. Dari pendekatan tekstual menjadi proses sebagai

penguatan pendekatan ilmiah.

4. Dari pembelajaran berbasis konten,menuju

pembelajaran berbasis kompetensi.

5. Dari pembelajaran parsial menjadi pembelajaran

terpadu.

6. Dari pembelajaran yang menekankan jawban tunggal

menuju pembelajaran yang jawaban pertanyaannya

multidimensi.

7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan

aplikatif.

8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan

fiskal (hardskill), dan keterampilan mental (sofskill)

9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan

pemberayaan pesesrta didik sebagai pembelajar

sepanjang hayat.

30

10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan

memberi keteladanan (ing ngarsa sing tulodo) ,

membangun kemauan (ing madya mangun karso), dan

mengembngkan kreatifitas peserta didik dalam proses

pembelajaran (tut wuri handayani).

11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah

dan di masyarakat.

12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa

saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan dimana

saja adalah kelas.

13. Pemanfaataan teknologi informasi dan komunikasi

untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas

pembelajaran.

14. Pengkuan atas perbedaan individual dan latar belakang

budaya peserta didik.

Selain prinsip pembelajaran yang diperbarui, mindset atau

pola pikir guru dalam mengemas pembelajaran haruslah

diperbaharui. Hal ini tidaklah mudah, lamanya pengalaman

mengajar tidak menyebabkan berubahnya pola berfikir guru dari

gaya mencekoki siswa pada gaya membelajarkan siswa. Banyak

guru yang tak lagi mengasah dan memperluas wawasannya

tentang bagaimana siswa mampu belajar menyerap

pengetahuannya sampai akhirnya mereka mampu belajar dengan

efektif.

Belajar tentang belajar. Artinya seorang guru harus mau

dan tak henti-hentinya belajar tentang bagaimana siswa belajar.

Bagaimana perilaku siswa dapa berubah secara signifikan melalui

31

proses belajar yang dilakukan bersama guru secara efektif. Guru

sebagi seorang desainer sebaiknya mau dan mampu menguasai

berbagai teori tentang belajar untuk mendasarinya berfikir dan

berstrategi dalam pembelajaran.

B. Pembelajaran Saintifik

1. Konsep Dasar Pendekatan Saintifik

Pengertian dari pembelajaran saintifik adalah pembelajaran

yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun

pengetahuan melalui metode ilmiah. Langkah-langkah yang

dilakukan dalam pembelajaran saintifik menurut Alfred De

Vito,diperlukan agar memungkinkan dapat terbudayakannya

kecakapan berpikir sains, berkembangnya “sense of inquiry”dan

kemampuan berpikir kreatif siswa. Dengan demikian model

pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan

kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah

pengetahuan, keterampilan, dan sikap,tetapi yang lebih penting

adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu

diperoleh peserta didik.

Pembelajaransaintifik memandang hasil belajar bukan

hanya sebagai tujuan akhir, akan tetapi lebih menekankan proses

yang terjadi selama pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran

saintifik menekankan pada keterampilan proses. Hal ini sesuai

dengan pendapat yang dikemukakan oleh Beyer bahwa model

pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains

adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan

proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu.

32

Dengan demikian model pembelajaran yang dilakukan perlu

menekankan pada proses pencarian pengetahuan, dari pada

transfer pengetahuan.

Siswa dipandang sebagai subjek belajar yang perlu

dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah

seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan

kegiatan belajar. Model pembelajaran ini mengajak peserta didik

untuk melakukan proses pencarian pengetahuan berkenaan

dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains

sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam

melakukan penyelidikan ilmiah,(18),

dengan demikian peserta

didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta,

membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk

kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada

pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan

pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta,

konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan.

Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains

berpotensi membangun kompetensi dasar hidup siswa melalui

pengembangan keterampilan proses sains, sikap ilmiah, dan

proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan

proses sains pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk

belajar (basic learning tools) yaitu kemampuan yang berfungsi

untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam

mengembangkan diri.

18

Nur,M.Teori-teori perkembangan, (Surabaya: Institut Keguruan dan

Ilmu Pendidikan), P.54

33

Kurikulum 2013 mendefinisikan standar kompetensi

lulusan (SKL) sesuai dengan yang seharusnya, yakni sebagai

kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup

sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Acuan dan prinsip penyusunan kurikulum 2013 mengacu

pada pasal 36 undang- undang No.20 tahun 2003, yang

menyatakan bahwa penyusunan kurikulum harus memperhatikan

peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia;

peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat siswa; keragaman

potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah

dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika

perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai

kebangsaan.(19)

Tujuan pembelajaran disesuaikan dengan tujuan

pendidikan nasional yang dinyatakan pada pasal 3 UU No. 20

tahun 2003, yakni: ”Berkembangnya potensi siswa agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”.(20)

Berlandaskan pada hal tersebut pada maka pada kurikulum

2013 digunakanlah pendekatan yang berbasis pada pendekatan

saintifik. Pendekatan saintifik berkaitan dengan metode saintifik.

Metode saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan

pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan

19

Undang- undang No.20 tahun 2003 20

Ibid

34

hipotesis atau mengumpulkan data. Metode ilmiah pada

umumnya dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh

melalui pengamatan atau percobaan. Oleh sebab itu, kegiatan

memperoleh informasi dengan percobaan dapat diganti dengan

kegiatan memperoleh informasi dari berbagai sumber.(21)

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses

pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara

aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-

tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan

masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan

hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,

menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan

konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan

pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai

materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa

berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada

informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran

yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong siswa

dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan

bukan hanya diberi tahu.

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran

melibatkan keterampilan proses seperti mengamati,

mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan

menyimpulkans. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut,

21

Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi

Kurikulum 2013, (Jakarta: Bumi Aksara,2014), p. 51.

35

bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus

semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa

atau semakin tingginya kelas siswa.

Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar

yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar

Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok

berkaitan dengan teori belajar Bruner. Pertama, individu hanya

belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan

pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif

dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan

kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan

intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat

mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia

memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat,

dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi

ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses

kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan

metode saintifik.

Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan

pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema

adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang

dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan

mengkoordinasi lingkungan sekitarnya(22).

Skema tidak pernah

berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang

menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan

22

Baldwin, A.L.Theories of Childs Development.(New York:John

Wileys and Sons.1967), P.135

36

terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses

terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif

yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat

berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman

baru ke dalam skema yang sudah ada didalam pikirannya.

Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang

dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau

memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-

ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya

penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi.

Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran

terjadi apabila siswa bekerja atau belajar menangani tugas-tugas

yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam

jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of

proximal development daerah terletak antara tingkat

perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai

kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang

dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki

karakteristik sebagai berikut:

1) berpusat pada siswa

2) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi

konsep, hukum atau prinsip

3) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam

merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan

berpikir tingkat tinggi siswa

37

4) dapat mengembangkan karakter siswa.

2. Pendekatan Pembelajaran Saintifik

Pendekatan saintifik berkaitan dengan metode saintifik.

Metode saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan

pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan

hiotesis atau mengumpulkan data. metode ilmiah pada umumnya

dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh melalui

pengamatan atau percobaan. Oleh sebab itu, kegiatan

memperoleh informasi dengan percobaan dapat diganti dengan

kegiatan memperoleh informasi dari berbagai sumber.

Pembelajaran dengan integrasi kegiatan ilmiah pada

umumnya merupakan kegiatan inquiri. Inquiri adalah proses

berfikir untuk memahami tentang sesuatu dengan mengajukan

pertanyaan. Galileo Educational Network (2004) memberikan

definisi yang lebih luas tentang inkuiri, yakni:

“inquiry is the dynamic process of being open to wonder

and puzzlements and coming to know and understand the

world”.(23)

Inquiri dapat dijadikan sebagai pendekatan pembelajaran,

atau metode pembelajaran. Kegiatan secara inkuiri dapat

dilakukan melalui pembelajaran menemukan (discovery), studi

kasus (case study), pembelajaran berbasis masalah (problem base

learning), pembelajaran berbasis tugas (project base learning),

dan sebagainya.

23

Galileo Editional Network .2004. “what is inquiry?” inquiry & ICT.

Dapat diakses pada http://www.galileo.org/inquiry-what.html

38

Aktivitas belajar dengan inkuiri tidak terlepas dari

pengajuan pertanyaan yang terkait dengan permasalahan yang

dikaji.Upaya mengolah data yang diperoleh membutuhkan

penalaran berdasarkan konsep yang ada.

Perolehan data, pengolahan data, dan penyampaian

informasi juga membutuhkan kerja sama, baik sesama anggota

belajar maupun dengan semua warga sekolah. Aktivitas pertama

tadi bisa disebut pembelajaran saintifik, dan dapat digunakan

untuk membentuk keterampilan siswa yang inovatif seperti yang

dikemukakan oleh Dyer, yakni: observasi, bertanya, melakukan

percobaan, asosiasi menghubungkan atau menalar, dan

membangun jaringan (networking).

Menurut Dyer, seorang inovator adalah pengamat yang

baik dan selalu mempertanyakan suatu kondisi yang ada dengan

mengajukan ide baru. Inovator mengamati lingungan sekitarnya

untuk memperoleh ide dalam melakukan sesuatu yang baru.

Mereka juga aktiv membangun jaringan untuk mencari ide baru,

menyarankan ide baru, atau menguji pendapat mereka. Seorang

innovator selalu mencoba hal baru berdasarkan pemikiran dan

pengalamannya.(24)

Berdasarkan teori Dyerter sebut, dapatlah dikembangkan

pendekatan saintifik (Saintifik approch) dalam pembelajaran yang

memiliki komponen proses pembelajaran saintifik antaralain:

mangamati, menanya, mencoba atau mengumpulkan informasi,

24

Dyer, Hal Gragersen, Clayton M. Christensen, Mel Foster, The

Innovaters’s DNA: Mastering the five skills of disruptive innovators , (Boston:

Harvard Bussiness Review press, 2011), P,130

39

menalar atau asosiasi, dan membentuk jaringan atau melakukan

komunikasi.

Tahapan aktivitas pembelajaran menggunakan

pendekatan saintifik tidak harus dilakukan mengikuti prosedur

yang kaku, namun dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang

hendak dipelajari. Pada suatu pembelajaran mungkin dilakukan

observasi terlebih dahulu sebelum memunculkan pertanyaan,

namun pada pembelajaran lain mungkin siswa mengajukan

pertanyaan terlebih dahulu sebelum melakukan eksperimen atau

observasi. Aktivitas membangun jaringan juga mungkin

dilakukan dalam upaya melakukan eksperimen atau juga

dibutuhkan ketika siswa mendesiminasikan hasil eksperimentnya.

Berikut adalah masing- masing aktivitas yang dilakukan dalam

pembelajaran saintifik. (25)

25

Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi

Kurikulum 2013, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014),.P.54.

komunikasi

Menalar/ Asosiasi

Mencoba/ mengumpulkan informasi

Menanya

Mengamati

40

a. Mengamati atau observasi.

Observasi adalah kegiatan yang menggunakan panca indra

untuk memperoleh informasi. Sebuah benda dapat diobservasi

untuk mengetahui karakteristiknya , misalnya: warna, bentuk,

suhu, volume, berat, bau, suara dan teksturnya. Benda dapat

memiliki karakteristik berbeda jika dikenai pengaruh lingkungan.

Manusia juga dapat diobservasi untuk mengetahui sifat,

kebiasaan, respon, pendapat dan karakteristik lainnya.

Pengamatan dapat dilakukan secara kualitatif atua kuantitatif.

Pengamatan kualitatif mengandalkan panca indra, dan hasilnya

dideskripsikan secara naratif. Sementara itu, pengamatan

kuantitatif untuk melihat karakteristik benda ,pada umumnya

menggunakan alat ukur karena dideskripsikan menggunakan

angka.

Metode mengamati ini baik kualitatif maupun observasi

kuantitatif mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran

(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu,

seperti menyajikan media obyek secara nyata, siswa merasa

senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode

mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu

siswa. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan

yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran

sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a,

hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan

siswa untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat,

menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi siswa

untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk

41

memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting

dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan

adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

b. Menanya

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan

secara luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang

sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu

membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan:

pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit

sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep,

prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang

bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.

Dari situasi di mana siswa dilatih menggunakan pertanyaan dari

guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan

pertanyaan sampai ke tingkat di mana siswa mampu mengajukan

pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan

sejumlah pertanyaan.

Siswa juga perlu dilatih untuk merumuskan pertanyaan

terkait topik yang akan dipelajari, atau bisa juga guru

menyampaikan pertanyaan dalam rangka memotivasi siswa untuk

mengajukan pertanyaan. Salah satu cara agar siswa mau

mengajukan pertanyaan adalah dengan metode inkuiri Suchman.

Metode inkuiri Suchman dapat dilakukan dengan menampilkan

sebuah fenomena dan meminta siswa mengajukan pertanyaan

terkait dengan hal tersebut, sedangkan guru hanya menjawab: Ya

atau Tidak

42

Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu

siswa. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu

semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar

untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari

sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan siswa, dari

sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.

Kegiatan“menanya” dalam kegiatan pembelajaran

sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a

Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi

yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk

mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati

(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang

bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam

kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu,

kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran

kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

c. Mengumpulkan Informasi / eksperimen

Kegiatan“mengumpulkan informasi” merupakan tindak

lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan

mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai

cara. Untuk itu siswa dapat membaca buku yang lebih banyak,

memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau

bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul

sejumlah informasi.Aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan

melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks,

43

mengamati objek atau kejadian atau aktivitas wawancara dengan

nara sumber dan sebagainya.(26)

Percobaan dapat dilakukan siswa ketika guru ingin

membuat siswa menemukan konsep yang muncul dari

pertanyaan. Namun sebuah percobaan juga dapat dilakukan untuk

memancing minat siswa menyelidiki fenomena alam yang

diamati ketika melakukan percobaan, tanpa dimulai dengan

pengajuan pertanyaan terlebih dahulu, sedangkan Pertanyaan

diajukan ketika percobaan sedang dilakukan.

Adapun kompetensi yang diharapkan adalah

mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat

orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan

mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,

mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

d. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar

Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar”

dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam

Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses

informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil

kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan

mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.

Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat

menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan

informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang

memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang

26

Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013

44

bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan

keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan

pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang

diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin,

taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan

kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam

menyimpulkan.

Aktivitas ini juga distilahkan sebagai kegiatan menalar,

yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata

empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan

berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks

pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah

banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran

asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada

kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan

beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi

penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa

khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan

peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di

memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman

sebelumnya yang sudah tersedia.

e. Membangun atau mengembangkan jaringan dan

mengkomunikasikan

Pada dasarnya setiap orang memiliki jaringan,walaupun

tidak disadari oleh yang bersangkutan. Jaringan sangat diperlukan

dalam belajar dari aneka sumber, mengembangkan diri dan

memperoleh pekerjaan.Seorang siswa memiliki jaringan pribadi

45

yang terdiri dari keluarga, teman, teman dari keluarga, teman dari

teman, tetangga, guru, dan lain-lain. Sebuah jaringan akan

terbentuk ketika siswa berpartisipasi dalam kegiatan sekolah,

bergotong royong di masyarakat, melakukan kegiatan sosial,

berbicara dengan tetangga, berkomunikasi dengan teman melalui

jejaring sosial seperti facebook dan twitter atau kegiatan lainnya.

Kemampuan untuk membangun jaringan dan

berkomunikasi perlu dimiliki oleh siswa karna kompetensi

tersebut sama pentingnya dengan pengetahuan, keterampilan, dan

pengalaman. Bekerja sama dalam sebuah kelompok merupakan

salah satu cara membentuk kemampuan siswa untuk dapat

membangun jaringan dan berkomunikasi.

Setiap siswa perlu diberi kesempatan untuk berbicara

dengan orang lain, menjalin pesahabatan, mengenal orang yang

dapat diberi nasihat atau informasi, dan dikenal oleh orang lain.

Hal yang perlu dilatihkan pada siswa etika mengenal teman baru

adalah: a) berjabat tangan; b) memperkenalkan diri; c) tersenyum;

dan d) menatap mata lawan bicara.(27)

Selain itu, pada pendekatan scientific guru diharapkan

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan

apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan

melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam

kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan

pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru

sebagai hasil belajar siswa atau kelompok siswa tersebut.

27

Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi

Kurikulum 2013, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), P.71.

46

Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran

sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a

Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan,

kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau

media lainnya.(28)

Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini

adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan

berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan

jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan

benar.

3. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik

didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut.Beberapa tujuan

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:

a. Meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan

berpikir tingkat tinggi siswa.

b. Membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu

masalah secara sistematik.

c. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa

bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.

d. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

e. Melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya

dalam menulis artikel ilmiah.

f. Mengembangkan karakter siswa.

28

Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013

47

4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Dengan Pendekatan

Saintifik

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan

pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran berpusat pada siswa.

b. Pembelajaran membentuk students’ self concept.

c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.

d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk

mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan

prinsip.

e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan

kemampuan berpikir siswa.

f. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan

motivasi mengajar guru.

g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih

kemampuan dalam komunikasi.

h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip

yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

5. Pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan saintifik

Beberapa model, startegi, atau metode pembelajaran dapat

diterapkan dengn mengintegrasikan elemen-elemen pendekatan

saintifik dalam pembelajaran. Metode yang sesuai dengan

pendekatan pembelajaran saintifik antara lain: pembelajaran

berbasis inquiri, pembelajaran penemuan (problem based

48

learning), dan pembelajaran berbasis proyek (project based

learning), dan metode lain yang relevan.(29)

Pemilihan model atau metode pembelajaran terkait dengan

karakteristik siswa dan materi yang dipelajari. Jika siswa belum

mampu berfikir kreativ dan inovatif, pembelajaran berbasis

proyek akan sulit untuk dilakukan. Pembelajaran berbasis

masalah mungkin tidak membutuhkan inovasi yang tinggi, namun

membutuhkan kemampuan berfikir kreatif. Oleh sebab itu,

pengembangan kemampuan berfikir kreatif dan inovatif harus

dilakukan sedini mungkin.

Pertimbangan memilih model atau metode pembelajaran

yang sesuai untuk materi pelajaran tertentu juga terkait dengan

karakteristik materi tersebut. Model pembelajaran adalah bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang

disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model

pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan

suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Bruce Joyce dan Marsha Weil mengetengahkan 4 (empat)

kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial;

(2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik;

dan (4) model modifikasi tingkah laku.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang

Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam

implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran

Inkuiri (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery

29

Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi

Kurikulum 2013,(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), P.76.

49

(Discovery Learning), model pembelajaran berbasis projek

(Project Based Learning), dan model pembelajaran berbasis

permasalahan (Problem Based Learning).(30)

Untuk menentukan model pembelajaran yang akan

dilaksanakan dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a) Kesesuaian model pembelajaran dengan kompetensi sikap pada

KI-1 dan KI-2 serta kompetensi pengetahuan dan keterampilan

sesuai dengan KD-3 dan/atau KD-4.

b) Kesesuaian model pembelajaran dengan karakteristik

KD-1 (jika ada) dan KD-2 yang dapat mengembangkan

kompetensi sikap, dan kesesuaian materi pembelajaran dengan

tuntutan KD-3 dan KD-4 untuk memgembangkan kompetensi

pengetahuan dan keterampilan.

c) Penggunaan pendekatan saintifik yang mengembangkan

pengalaman belajar peserta didik melalui kegiatan mengamati

(observing), menanya (questioning), mencoba atau

mengumpulkan informasi (experimenting collecting information),

mengasosiasi atau menalar (assosiating),dan mengomunikasikan

(communicating).

Berikut adalah contoh kegiatan dalam model pembelajaran

dikaitkan dengan pendekatan saintifik (5M).

a. Pembelajaran Berbasis Inkuiri

Pembelajaran berbasis inkuiri IBL adalah pembelajaran

yang melibatkan siswa dalam merumuskan pertanyaan-

pertanyaan yang mengarahkan untuk melakukan investigasi

30

Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model

pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013

50

dalam upaya membangun pengetahuan dan makna baru, seperti

didefinisikan dalam Alberta learning sebagai berikut:

“inquiry based learning is a proceswhere students are

involved in their learning, formulate questions, investigate widely

and then build new understandings, meanings and knowledge”.

Beberapa variasi pembelajaran inkuiri telah dikembangkan

menjadi model, misalnya model latihan inkuiri dan model inkuiri

ilmiah. Namun inkuuiri secara umum merupakan sebuah metode

yang dapat dipadukan dengan metode lainnya dalam sebuah

pembelajaran. Metode inkuiri menekankan pada proses

penyelidikan berbasis pada upaya menjawab pertanyaan. Inkuiri

adalah investigasi tentang ide, pertanyaan, atau permasalahan.

Investigasi yang dilakukan dapat berupa kegiatan

laboratorium atau aktivitas lainnya yang dapat digunakan untuk

mengumpulkan informasi. Proses yang dilakukan mencakup

pengumpulan informasi, membangun pengetahuan, dan

mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu

yang diselidiki. Pembelajaran berbasis inquiri mencakup proses

mengajukan permasalahan, memperoleh informasi, berfikir

kreatif tentang kemungkinan penyelesaian masalah, membuat

keputusan, dan membuat kesimpulan.

b. Pembelajaran Berbasis Discovery

Discovery mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri

(inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang

prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih

menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang

51

sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada

peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Pada

inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik

harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk

mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses

penelitian.

Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan

menyelesaikan masalah. Pada Discovery Learning materi yang

akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan

tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang

ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri

kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang

mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.

Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi

belajar yang pasif menjadi aktvdan kreatif.mengubah

pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented.

Mengubah modus Ekspository peserta didik hanya menerima

informasi secara keseluruhan dari guru ke

modus Discovery peserta didik menemukan informasi sendiri.

Didalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi

aktif dari tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya

perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu

lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap

eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning

Environment, yaitu lingkungan dimana peserta didik dapat

melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum

dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.

52

Lingkungan seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam proses

belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.

Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam

bentuk akhir, peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai

kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,

mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,

mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan

dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori,

aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai

dalam kehidupannya. Pada akhirnya yang menjadi tujuan

dalam Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah

guru memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk

menjadi seorang problem solver,seorang scientist, historin, atau

ahli matematika. Melalui kegiatan tersebut peserta didikakan

menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang

bermanfaat bagi dirinya.

Menurut Syah dalam mengaplikasikan Model Pembelajaran

Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus

dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum

sebagai berikut:

1.Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada

sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dan timbul

keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai

kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran

53

membaca buku,dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada

persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi

untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat

mengembangkan dan membantu peserta didik dalam

mengeksplorasi bahan. Dengan demikian seorang Guru harus

menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada peserta

didik agar tujuan mengaktifkan peserta didik untuk

mengeksplorasi dapat tercapai.

2.Problem Statement (Pernyataan atau Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan stimulation guru memberi kesempatan

kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin

masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah

satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban

sementara atas pertanyaan masalah)

3.Data Collection (Pengumpulan Data)

Pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau

eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para peserta didik

untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang

relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati

objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba

sendiri dan sebagainya.

4.Data Processing (Pengolahan Data)

Menurut Syah pengolahan data merupakan kegiatan

mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta

didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu

ditafsirkan.

54

5.Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara

cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang

telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil data processing.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang

ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu

itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti

atau tidak.

6.Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses

menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum

dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,

dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil

verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari

generalisasi.

Dalam model pembelajaran discovery, penilaian dapat

dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian

dapat berupa penilaian pengetahuan, keterampilan, sikap, atau

penilaian hasil kerja peserta didik. Jika bentuk penilaiannya

berupa penilaian pengetahuan,maka dalam model pembelajaran

discovery dapatmenggunakan tes tertulis. Jika bentuk

penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau

penilaian hasil kerja peserta didik, maka pelaksanaan penilaian

dapat menggunakan contoh-contoh format penilaian sikap seperti

yang ada pada uraian penilaian proses dan hasil belajar pada

materi berikutnya.

55

c. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Base Learning)

Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran

yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang

siswa untuk mengembangkan keterampilan/ kreativitas

tingkatanberfikir tinggi (HOTS). Pembelajaran berbasis masalah

merupakan pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar

bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari

solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan

digunakan untuk memancing rasa ingin tahu siswa pada

pembelajaran yang dimaksud. Ada lima cara dalam

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) yaitu

permasalahan sebagai: (1) kajian, (2) penjajakan pemahaman, (3)

contoh, (4) bagian yang tak terpisahkan dari proses, (5) stimulus

aktivitas otentik. Peran guru, siswa dan masalah dalam

pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai

berikut:

56

Guru sebagai pelatih Siswa sebagai

Problem solver

Masalah sebagai

awal tantangan

dan motivasi

1. Asking about

thinking (bertanya

tentang pemikiran)

2. memonitor

pembelajaran probing

(menantang siswa

untuk berfikir)

3. menjaga agar siswa

terlibat

4. mengatur dinamika

kelompok

5. menjaga

berlangsungnya

proses

1. peserta yang

aktif

terlibat la

gsung dalam

pembelajaran

2. membangun

pembelajaran

1. menarik untuk

dipecahkan

2. menyediakan

kebutuhan yang

ada hubungannya

dengan pelajaran

yang dipelajari

Keuntungan menerapkan PBL antara lain bahwa peserta

didik: (1) memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences) yang

berguna untuk memecahkan masalah, (2) belajar secara aktif

dan mandiridengan sajian materi terintegrasi dan relevan dengan

kenyataan sebenarnya, yang sering disebut student-centered,

(3) mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif

d. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Base Learning)

Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan cara belajar

dengan menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam

mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru

57

berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.

Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada

permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam

melakukan insvestigasidan memahaminya. Pembelajaran

Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta

didik untuk menggali materi dengan menggunakan berbagai cara

yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara

kolaboratif

Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik

seperti peserta didik: (1) membuat keputusan tentang

permasalahan yang diberikan, (2) mendesain solusi atas

permasalahan yang diajukan, (3) secara kolaboratif

bertanggungjawab mengelola informasi untuk memecahkan

permasalahan, (4) secara berkala melakukan refleksi atas

aktivitas yang sudah dijalankan, (5) produk akhir aktivitas belajar

akan dievaluasi secara kualitatif, (6) situasi pembelajaran sangat

toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik

seperti peserta didik: (1) membuat keputusan tentang

permasalahan yang diberikan, (2) mendesain solusi atas

permasalahan yang diajukan, (3) secara kolaboratif

bertanggungjawab mengelola informasi untuk memecahkan

permasalahan, (4) secara berkala melakukan refleksi atas

aktivitas yang sudah dijalankan, (5) produk akhir aktivitas belajar

akan dievaluasi secara kualitatif, (6) situasi pembelajaran sangat

toleran terhadap kesalahan dan perubahan

58

Peran guru dalam PBL adalah sebagai fasilitator, pelatih,

penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal

sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari

siswa. Keuntungan melaksanakan PBL adalah meningkatkan: (1)

kolaborasi, (2) motivasi belajar peserta didik, (3) kemampuan

memecahkan masalah. (4) membuat siswa menjadi lebih aktif, (5)

mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktikkan

keterampilan komunikasi, (6) keterampilan mengelola sumber,

(7) memberikan pengalaman kepada siswa dalam mengorganisasi

tugas, (8) melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil

informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki,

kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata. Langkah

langkah pelaksanaan PBL.

C. Penilaian Autentik

1. konsep Penilaian Autentik

Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke

konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam

proses pembelajaran, tetapi juga perubahan dalam melaksanakan

perubahan. Paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih

Penentuan

permasalahan

Evaluasi Monitoring Menguji hasil

Menyusun

Perencanaan

Proyek

Menyusun

Jadwal

59

ditekankan pada hasil yang cenderung menilai kemampuan aspek

kognitif, dan kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui

bentuk tes seperti pilihan ganda, benar atau salah, menjodohkan

yang telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang

sesungguhnya.

Tes tersebut belum bisa mengetahui gambaran yang utuh

mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik

dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau

masyarakat. Aspek afektif dan psikomotorik juga diabaikan.

Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian

pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat

kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek

kepribadian siswa, seperti perkembangan moral, perkembangan

emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian

individu lainnya.

Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada

penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.

Kunandar mengemukakan bahwa “kurikulum 2013 mempertegas

adanya pergeseran dalam melakukan penilaian, yakni dari

penilaian melalui tes (berdasarkan hasil saja), menuju penilaian

autentik (mengukur sikap, keterampilan, dan pengetahuan

berdasarkan proses dan hasil)”. Penilaian ini mampu

menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik

dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, dan

membangun jejaring. Penilaian autentik dilakukan oleh guru

dalam bentuk penilaian kelas melalui penilaian kinerja,

portofolio, produk, projek, tertulis, dan penilaian diri.

60

Asesmen seharusnya didasarkan pada pengetahuan kita

tentang belajar dan tentang bagaimana kompetensi berkembang

dalam materi pelajaran yang kita ajarkan. Hal ini merupakan

kebutuhan yang sangat jelas untuk membuat suatu asesmen

dimana pendidik dapat mempergunakannya untuk meningkatkan

kegiatan pendidikan dan mengawasi hasil belajar dan mengajar

yang kompleks.

Beberapa penelitian ditemukan bahwa para guru mengajar

untuk memberikan keterampilan pada siswa untuk belajar dan

mempraktikkan bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dan

keterampilannya untuk tujuan yang nyata dan jelas. Penilaian

kinerja yang berkisar dari jawaban yang relative pendek sampai

pada proyek jangka panjang yang meminta para siswa untuk

memperagakan hasil kerjanya, dan hal ini membutuhkan peran

serta pemikiran tingkat tinggi siswa untuk menyatukan beberapa

keterampilan yang berbeda-beda.

Suatu sistem penilaian yang lengkap, semestinya terdapat

keseimbangan antara penilaian kinerja yang lebih pendek dan

juga lebih panjang. Asesmen dapat digunakan untuk melihat

keberhasilan KBM yang dilakukan sebagai acuan dalam

membuat kegiatan/program baru dalam rangka mengembangkan

keterampilan dan pengetahuan para siswa dan juga para guru,

juga sebagai bahan petimbangan dalam membuat suatu

kebijakan-kebijakan. Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh

pendidik dan satuan pendidikan merupakan penilaian internal

(internal assessment), sedangkan penilaian yang diselenggarakan

61

oleh pemerintah merupakan penilaian eksternal (external

assessment).

Penilaian kelas merupakan penilaian internal yang

dilaksanakan oleh pendidik dalam hal ini guru di kelas atas nama

satuan pendidikan untuk menilai kompetensi peserta didik pada

saat dan akhir pembelajaran. Sistem penilaian hasil belajar yang

diterapkan dalam kurikulum sekolah adalah sistem penilaian

otentik atau lebih dikenal dengan nama asesmen otentik.

Penilaian otentik ini harus dipahami secara mendalam oleh guru-

guru mengingat bahwa setiap pengukuran kompetensi peserta

didik tidak cukup hanya dengan tes objektif saja, karena tes

tersebut tidak dapat menunjukkan seluruh kompetensi yang

dikuasai siswa. Penilaian otentik merupakan penilaian yang

secara langsung bermakna, dalam arti bahwa apa yang dinilai

adalah merupakan sesuatu yang benar-benar diperlukan siswa

dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan

maupun pelaksanaan proses pembelajaran guru. Penilaian

pembelajaran pada kurikulum 2013 diarahkan pada penilaian

autentik.

Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap

pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan

krikulum 2013. Kunandar mengemukakan bahwa “kurikulum

2013 mempertegas adanya pergeseran dalam melakukan

penilaian, yakni dari penilaian melalui tes (berdasarkan hasil

saja), menuju penilaian autentik (mengukur sikap, keterampilan,

62

dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil)”. Penilaian ini

mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik,

baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, dan

membangun jejaring. Penilaian autentik dilakukan oleh guru

dalam bentuk penilaian kelas melalui penilaian kinerja,

portofolio, produk, projek, tertulis, dan penilaian diri.

Penilaian autentik adalah penilaian yang mengharuskan

siswa untuk menunjukkan pengetahuan (knowledge), sikap

(afective), keterampilan (skills) dan kemampuannya (ability)

dalam situasi yang nyata atau real life situations.

Secara sederhana penilaian autentik sering disebut

authentic assessment. Penilaian autentik adalah salah satu

assessment hasil belajar berupa kemampuan dalam kehidupan

nyata dalam bentuk kinerja atau hasil kerja. Dalam assesment

konvensional anak ditanyakan bagaimana sikap dan perilaku

mereka yang lebih tua. Berbeda pada autentik assessment maka

sikap dan perilaku peserta didik terhadap orang yang lebih tua

dapat dinilai melalui observasi ketika peserta didik berbicara

dengan penjaga sekolah, penjaga kantin, tenaga pendidik, guru

dan kepala sekolah.

Secara lebih luas penilaian autentik didefinisikan sebagai

penilaian yang dilakukan secara komprehensip untuk menilai

mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output)

pembelajaran.(31)

Penilaian autentik dilakukan untuk mengukur

31 permendiknas No 66 tahun 2013.

63

kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan maupun kompetensi

keterampilan.

Permendiknas No.66 tahun 2013 menggariskan penilaian

kompetensi sikap yang dilakukan melalui observasi, penilaian

diri, teman sejawat, oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang

digunakan untuk observasi,

Penilaian diri dan penilaian antar peserta didik adalah daftar

cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik,

sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik. Lebih lanjut

dinyatakan pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes

tulis, tes lisan dan penugasan. Sedangkan kompetensi

keterampilan melalui penilaian knerja, yaitu penilaian yang

menuntut pserta didik mendemonstasikan suatu kompetensi

tertentu.

Abdul Majid mendefinisikan peneilaian autentik merupakan

penilaian yang sebenarnya terhadap hasil belajar siswa. Penilaian

yang sebenarnya tidak hanya melihat hasil akhir, tetapi kemajuan

hasil belajar siswa dinilai dari proses sehingga dalam penilaian

sebenarnya tidak bisa dilakukan hanya dengan satu cara tetapi

menggunakan berbagai ragam cara penilaian, penilaian nyata

adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan

sebuah informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan

oleh siswa.

Sedangkan menurut Wiggins, assesment autentik adalah

sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang

mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam

aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan

64

membahas artikel, memberikan analisis oral terhadap peristiwa,

berkolaborasi dengan antar sesama melalui debat dan sebagainya

Belajar mengajar yang telah dilakukan memiliki nilai

positif atau tidak Elin Rosalin menyebutkan bahwa penilaian

autentik ini merupakan penilaian yang sebenarnya terhadap

perkembangan belajar peserta didik sehingga penilaian tidak

dilakukan oleh guru dalam mengumpulkan informasi tentang

perkembangan belajar dan perubahan tingkah laku yang telah di

miliki siswa setelah suatu kegiatan belajar mengajar berakhir.

penilaia autententik dilakukan untuk mengatahui apakah terjadi

perubahan tingkah laku pada siswa, apakah siswa melakukan

pengalaman belajar atau tidak serta mengetahui apakah proses

pergeseran dari penilaian kelas kepada penilaian autentik karena

ada pergeseran-pergeseran sebagai berikut:(32)

a) Pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur

kompetensi pengetahuan melalui hasil saja), menuju

penialan autentik (mengukur semua kompetensi sikap,

keterampilan dan pengetahuan berdasarkan proses dan

hasil).

Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu

pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang

diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal).

b) Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga

kompetensi inti dan SKL.

32 Supardi, Penilaian Autentik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2016), p.25

65

c) Mendorong pemanfaatan portofolio yang di buat siswa

sebagai instrument utama penilaian yang harus dinilai,

baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument

Berdasarkan pergeseran paradigma diatas menurut

kusnandar penilaian autentik “adalah kegiatan menilai peserta

didik yang menekankan kepada apa

penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kopetensi yang

ada di standar kompetensi (SK) atau kompetensi inti (KI) dan

kompetensi dasar (KD).

Pemanfaatan penilaian autentik dalam penilaian

pembelajaran diharapkan “menghasilkan insan Indonesia yang

produktif, kreatif, inovasi dan efektif melalui penguatan sikap

(tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan

(tahu apa yang terintegrasi).

2. Tujuan Penilaian Autentik

Penilaian autentik bertujuan mengevaluasi kemampuan

siswa dalam konteks dunia nyata, dengan kata lain, siswa belajar

bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan

kedalam tugas-tugas yang autentik. Melalui penilaian autentik ini,

diharapkan berbagai informasi yang absah atau benar dan akurat

dapat terjaring berkaitan dengan apa yang benar-benar diketahui

dan dapat dilakukan oleh siswa

3. Fokus Penilaian Autentik

Secara teori, penilaian autentik bertumpu pada dua jenis

penilaian pokok, yaitu penilaian kinerja dan penilaian portofolio.

66

Untuk melaksanakan perangkat penilaian kinerja perlu dua

perangkat lainnya yaitu daftar tugas dan rubrik. Daftar tugas

berisi sejumlah tugas yang harus dilakukan oleh peserta didik

atau dijadikan daftar observasi terhadap perubahan sikap peserta

didik. Hal ini sesuai dengan hakikat penilaian autentik yaitu

kegiatan penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam

menerapkan semua kompetensi (spiritual, sikap, pengetahuan dan

ketrampilan) yang ditunjukkan melalui suatu perbuatan.

Sedangkan perangkat kadua adalah rubrik yang berisi

pedoman atau kriteriapenilaianyang didalamnya ditetapkan

standar-standar tertentu untuk mengidentifikasi hal-hal yang

harus diketahui atau dikuasai oleh peserta didik. Rubrik sendiri

harus menampilkan gradasi mutu kinerja peserta didik mulai dari

kinerja yang paling buruk hingga kinerja yang paling baik disertai

skor untuk setiap gradasi mutu tersebut.

4. Jenis-jenis Penilaian Autentik

Dalam rangka melaksanakan penilaian autentik yang

baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin

dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada dirinya sendiri,

khususnya yang berkaitan dengan: sikap, pengetahan,

keterampilan yang akan dinilai.

Sebagai konsekuensi dari penilaian autentik, jenis

penilaian yang di rekomendasiakan adalah Penilaian Acuan

Kriteria yang kemudian dikenal dengan istilah PAK. Dalam

penilaian dikenla dua jenis pendekatan yaitu Penilaian Acuan

Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Kriteria (PAK).

67

A. Penilaian Acuan Norma (PAN)

Yaitu penilaian peserta didik dengan cara membandingkan

hasil belajar terhadap hasil dalam kelompoknya. Dengan

demikian, tidak mengukur kemampuan yang sebenarnya karena

hanya membandingkan peserta didik. Jika dikelas yang terpandai

memperoleh nilai 4 (dari skala 1-10), maka yang bersangkutan

telah dianggap tuntas padahal nilai 4 jauh dari kriteria kelulusan.

Cara penilaian PAN tidak relefan dengan kurikulum yang

berbasis kompetensi seperti kurikulum 2013.

B. Penilaian Acuan Kriteria (PAK)

PAK biasanya disebut juga Criterion Evaluation yang

menggunakan acuan penilaian standar. Penetapan keberhasilan

peserta didik dalam prosedur PAK bergantung pada penguasaan

materi dengan kriteria yang telah ditetapkan. Walaupun

sebenarnya masih menyisakan masalah di sekolah karena bagi

peserta didik yang belum tuntas terkadang terpaksa dituntaskan

atau diluluskan dengan alasan harus naik kelas.

Penetapan standar kelulusan pada sistem PAK di sekolah

menggunakan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Untuk

menentukan KKM mempertimbangkan tiga hal penting yaitu

tingkat kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik.

Kompleksitas adalah tingkat kerumitan kompetensi dasar pada

setiap mata pelajaran. Daya dukung adalah segala potensi dan

sumber daya yang dimiliki oleh sekolah seperti ruang kelas,

laboratorium, halaman sekolah, perpustakaan, guru, tenaga

administrasi sekolah, dan lain-lain. Intake peserta didik atau

68

kemampuan rata-rata peserta didik yang masuk ke sekolah

tersebut.

5. Teknik dan Instrumen Penilaian Autentik

Teknik dan instrumen penilaian autentik yang harus

dilakukan guru adalah sebagai berikut: (33)

a. Penilaian Sikap

Pendidik melakukan penilaian sikap melalui observasi, penilaian

diri, penilaian teman sejawat (peer evaluation) oleh peserta didik

dan jurnal.

1. Observasi

Merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara

berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman

observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.

2. Penilaian diri

Merupakan teknik menilaian dengan cara meminta peserta

didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya

dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang

digunakan berupa lembar penilaian diri.

33

Ibid, P.28

69

3. Penilaian antar peserta didik atau teman

Merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta

didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.

Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antar peserta

didik.

4. Jurnal atau catatan guru

Merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas

yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan

kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan

perilaku.

b. Penilaian Pengetahuan

1. Instrumen tes tertulis

Berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-

salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi

pedoman penskoran.

2. Instrumen tes lisan

Tes lisan yakni tes yang pelaksanaannya dilakukan

denganmengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik

dan peserta didik. Penilaian lisan sering digunakan oleh pendidik

di kelas untuk menilai peserta didik dengan cara memberikan

beberapa pertanyaan secara lisan dan dijawab oleh peserta didik

secara lisan juga.

Pertanyaan lisan merupakan variasi dari tes uraian.

Penilaian ini sering digunakan pada ujian akhir mata pelajaran

70

agama dan sosial. Kelebihan penilaian ini antara lain:

memberikan kesempatan kepada pendidik dan peserta didik untuk

menentukan sampai seberapa baik pendidik atau peserta didik

dapat menyimpulkan atau mengekspresikan dirinya, peserta didik

tidak terlalu tergantung untuk memilih jawaban tetapi

memberikan jawaban yang benar, peserta didik dapat

memberikan respon dengan bebas. Penilaian lisan bertujuan

untuk mengungkapkan sebanyak mungkin pegetahuan dan

pemahaman peserta didik tentang materi yang diuji. Sedangkan

kelemahan tes lisan antara lain subjektivitas pendidik sering

mencemari hasil tes dan waktu pelaksanaan yang diperlukan

relatif cukup lama.

Penilaian lisan dapat dilakukan dengan dengan teknik

sebagai berikut: 1) Sebelum dilaksanakan tes lisan, pendidik

sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan

diajukan kepada peserta didik, sehingga dapat diharapkan

memiliki validitas yang tinggi dan baik dari segi isi maupun

konstruksinya.

2) Siapkan pedoman dan ancar-ancar jawaban bentuknya, agar

mempunyai kriteria pasti dalam penskoran dan tidak terkecok

dengan jawaban yang panjang lebar dan berbelit-belit.

3) Skor ditentukan saat masing-masing peserta didik selesai dites,

agar pemberian skor atau nilai yang diberikan tidak dipengaruhi

oleh jawaban yang diberikan oleh peserta didik yang lain.

4) Tes yang diberikan hendaknya tidak menyimpang atau berubah

arah dari evaluasi menjadi diskusi.

71

5) Untuk menegakan obyektivitas dan prinsip keadilan, Pendidik

tidak diperkenankan memberikan angin segar atau memancing

dengan kata-kata atau kode tertentu yang bersifat menolong

peserta didik dengan aalasan kasihan atau rasa simpati.

6) Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Artinya jangan

sampai menimbulkan rasa takut, gugup atau panik di kalangan

peserta didik.

7) Pendidik mempunyai pedoman waktu bagi peserta didik

dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan pada tes lisan.

8) Pertanyaan yang diajukan hendaknya bervariasi, dalam arti

bahwa sekalipun inti persoalan yang ditanyakan sama, namun

cara pengajuan pertanyaannya dibuat berlainana atau beragam.

9) Pelaksanaan tes dilakukan secara individual (satu demi satu),

agar tidak mempengaruhi mental peserta didik yang lainnya.

Test lisan berupa daftar pertanyaan yang diberikan oleh

guru secara ucap atau oral, sehungga peserta didik merespon

pertanyaan tersebut, sehingga menimbulkan keberanian dari

siswa. Jawaban dapat berupa kata, frase, kalimat atau paragraf

yang di ucapkan.

c. Penilaian Keterampilan

Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui

penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik

mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan

menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian porto polio.

Instrumen yang digunakan merupakan daftar cek atau skala

72

penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. Dalam penilaian

keterampilan, dapat dilakukan dengan.

1. Tes praktik atau kinerja atau performance

Penilaian Praktek dilakukan dengan cara mengamati

kegiatan peserta didik dalam melakukan aktivitas pembelajaran.

Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian

kompetensi atau indikator keberhasilan yang menurut peserta

didik menunjukkan unjuk kerja, misalnya bermain peran,

memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi, menggunkan

peralatan laboratorium, mengoperasikan komputer.

Penilaian praktik perlu mempertimbangkan: langkah-

langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk

menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi, kelengkapan dan

ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut,

kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas,

upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak,

sehingga semua dapat diamati, dan kemampuan yang akan dinilai

diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati.

Teknik Penilaian Praktik dibagi dua macam, yaitu daftar

cek dan skala rentang. Daftar Cek Pada penilaian praktek yang

menggunakan daftar cek (ya – tidak), peserta didik mendapat

nilai apabila kriteria penguasaaan kompetensi tertentu dapat

diamati oleh penilai. Kelemahan teknik penilaian ini ialah penilai

hanya mempunyai dua pilihan dan tidak menpunyai nilai tengah.

Misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati.

Sedangkan Skala Rentang pada penilaian unjuk kerja

73

memungkinkan penilai memberikan skor tengah terhadap

penguasaan kompetensi tertentu. Karena pemberian nilai secara

kontinuum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua, misalnya

sangat kompeten– kompeten– tidak kompeten - sangat tidak

kompeten. Penilaian skala rentang sebaiknya dilakukan oleh

lebih dari satu orang agar faktor sujektivitas dapat diperkecil dan

hasil penilaian lebih akurat. Yaitu penilaian yang menuntut

respon berupa keterampilan melakukan suatu aktifitas atau

perilaku sesuatu tuntutan kompetensi.Dalam salinan Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor 81 Tahun 2013 penilaian unjuk kerja merupakan

penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta

didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian digunakan untuk

menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta

didik melakukan tugas tertentu seperti: praktik di

laboratorium, praktik shalat, praktik olahraga, bermain peran,

memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi atau

deklamasi dan lain-lain. Penilaian unjuk kerja dapat

menggunakan daftar cek dan skala penilaian.(34)

Penilaian

unjuk kerja adalah kegiatan peserta didik dalam melakukan

sesuatu. Oleh karena itu, penilaian unjuk kerja dilakukan

terhadap apa yang dilakukan oleh peserta didik ketika sedang

berbuat melakukan tugas tertentu.(35).

34 Permendikbud No. 80 Tahun 2013 35 Arikunto, Suharsimi, Dasar- Dasar Evaluasi Pendidika, (Jakarta :

Bumi Aksara, 2011),p.242.

74

Penilaian unjuk kerja adalah penilaian berdasarkan

hasil pengamatan peniiai terhadap aktivitas siswa,

sebagaimana yang terjadi. Penilaian dilakukan terhadap

unjuk kerja, tingkahlaku atau interaksi siswa. Penilaian

unjuk kerja dapat dilakukan untuk menilai praktik shalat,

presentasi, memainkan alat musik, membaca Al-Qur'an/

teks bacaan dan lain-lain.

Adapun langkah-langkah dalam evaluasi unjuk kerja

sebagai berikut:

a. Identifikasi semua langkah penting atau aspek

yang diperlukan atau yang akan memengaruhi

hasil akhir.

b. Tuliskan kemampuan-kemampuan khusus yang

diperlukan untuk menyelesaikan tugas.

c. Usahakan kemampuan yang akan dinilai tidak

terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati.

d. Urutkan kemampuan yang akan dinilai

berdasarkan urutan yang akan diamati.

Persiapan pelaksanaan dalam hal ini proses sampai dengan

kegiatan penyajian,pengujian, sesuai dengan Kepmendiknas

No:53/4/2002

Dengan demikian project work merupakan suatu kegiatan

penilaian terhadaap suatu tugas yang mencakup beberapa

kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam jangka

waktu tertentu. Tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat

berupa investigasi terhadap suatu proses atau kejadian dengan

tata urutan mulai dari perencanaan, pengumpulan data,

75

pengorganisasian, pengolahan data serta pefsiran dan analisisnya

sampai kepada pembuatan laporan akhir. Menurut Mimin

Haryanti terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam melakukan penilaian terhadap project work sebagai

berikut:

a. Kemampuan pengolahan, kemampuan peserta

didik dalam mencari informasi, mengelola waktu

pengumpulan data serta penulisan laporan.

b. Relevansi, kesesuaian mata pelajaran dengan

mempertimbangkan tahapan pengetahuan, pemahaman dan

keterampilan dalam pembelajaran

c. Keaslian, proyek yang dilakukan peserta didik adalah

hasil karyanya ,dengan mempertimbangkan kontribusi guru

berupa petunjuk, arahan serta dukungan proyek kepada

peserta didik. Adapun manfaat yang diperoleh peserta didik

dengan penilaian project work antara lain::

a. Merupakan bagian yang terintegrasi dari kegiatan

pembelajaran yang didasari kompetensi dasar yang harus

dicapai, bermuatan pedagogis serta bermakna bagi

peserta didik;

b. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

mendemostrasikan kompetensi yang telah dikuasainya;

c. Efisiensi pembelajaran dan dapat

menghasilkan yang bisa bermanfaat bagi dirinya dan

juga bisa dikembangkan memiliki nilai ekonomis;

76

d. Memberikan kemungkinan peserta didik

menguasai kompetensi dasar secara penuh dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Nilai akhir project work merupakan gabungan dari mulai

perencanaan, pengerjaan akhir proyek dan laporan akhir.

2. Penilaian Pengamatan

Pengamatan atau pengindraan atau sering disebut

juga observasi adalah “merupakan teknik penilaian yang

dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan

indra, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

menggunakan lembar observasi yang berisi sejumlah

indikator perilaku atau aspek yang diamati dalam

pelaksanaannya", pengamatan mesti dilakukan secara

sistematis, berfokus pada tiap-tiap anak dan perilaku tertentu

agar bisa diperoleh gambaran yang lebih jelas dan lebih

akurat. .Tidaklah praktis bila ini dilakukan untuk semua

siswa secara terus-menerus, namun perencanaan yang

cermat dapat menciptakan peluang pengamatan yang

digunakan untuk mengecek simpulan dan penilaian oleh

guru.

Maka pengamatan bersifat pengecekan terhadap

simpulan penilaian dalam pengamatan yang menggunakan

lembar observasi secara sistematis dan terfokus kepada setiap

siswa agar diperoleh gambaran yang akurat terhadap siswa

secara individu.

77

3. Penilaian Portofolio

Yaitu penilaian yang dilakukan dengan cara menilai

kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang

bersifat reflektif integratif untuk mengetahui minat,

perkembangan, prestasi, dan kreatifitas peserta didik dalam kurun

waktu tertentu. karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata

yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap

lingkungannya

Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan

artefak yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil

kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari

hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara

berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi

berdasarkan beberapa dimensi.

Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan

langkah-langkah seperti berikut ini:

1) Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian

portofolio.

2) Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis

portofolio yang akan dibuat.

3) Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri

atau di bawah bimbingan guru menyusun portofolio

pembelajaran.

4) Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta

didik pada tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal

pengumpulannya

78

5) Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria

tertentu.

6) Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik

membahas bersama dokumen portofolio yang

dihasilkan.

7) Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas

hasil penilaian portofolio.

6. Prinsip Penilaian Autentik

Sesuai Permendikbud No. 66 tahun 2013 tentang standar

penilaian, prinsip penilaian autentik pada jenjang pendidikan

dasar dan menengah didasarkan pada butir-butir sebagai berikut:

Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak

dipengaruhi faktor subjektifitas penilai. Pada intinya, penilaian

autentik mengacu pada ketercapaian standar nasional (didasarkan

pada indikator). Kurikulum dan hasil belajar berdasarkan setiap

mata pelajaran memuat tiga kompetensi utama, yaitu kompetensi

dasar, indikator pencapaian hasil belajar, dan materi pokok.

Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara

terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan

berkesinambungan. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan

efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.

Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian,

dan dasar pengambilan keputusan dan dapat diakses oleh semua

pihak dan Akuntabel, berarti penilaian dapat

dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun

79

eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.; Edukatif,

berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.

7. Karakteristik Penilaian Autentik

Suatu penilaian dikatakan autentik apabila sangat

mendekati hasil pendidikan sains yang diinginkan, melibatkan

siswa pada tugas-tugas yang bermanfaat, penting dan bermakna,

mampu menantang siswa menerapkan informasi atau ketrampilan

akademik baru pada situasi reel untuk maksud yang jelas, serta

mampu mengukur perbuatan atau menampilkan yang sebenarnya

pada suatu mata pelajaran, pengukuran penguasaan siswa

terhadap suatu mata pelajaran dengan cara yang dibanding

regulasi sederhana dari pengetahuan.

Pada Penilaian autentik khususnya dalam sistem penilaian

pada kurikulum 2013 memiliki ciri-ciri: belajar tuntas, autentik,

berkesinambungan, menggunakan teknik yang bervariasi, dan

berdasarkan acuan kriteria. Belajar tuntas dimaksudkan

bahwa sebelum peserta didik meneguasai kompetensi pada

kategori pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), tidak

diperkenankan mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Asumsi

dalam belajar tuntas adalah peserta didik yang belajar

lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama,

dibandingkan peserta didik dengan tingkat kemamapuan

sedang dan tinggi.

Autentik dalam arti penilaian dilakukan dengan

berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh

merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap).

80

Serta penekanan pada pengukuran apa yang dapat

dilakukan peserta didik. Menurut Kunandar bahwa

karakteristik penilaian autentik dari aspek kondisi peserta

didik. Artinya, dalam melakukan penilaian autentik guru

perlu menilai input (kondisi awal) peserta didik, proses (kinerja

dan aktivitas peserta didik dalam proses belajar rnengajar), dan

output (hasil pencapaian kompetensi, baik sikap pengetahuan

maupun keterampilan yang dikuasai atau ditampilkan

peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar).

Berkesinambungan bahwa, penilaian bertujuan

mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan

hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan, dan

perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses,

dan berbagai jenis ulangan sec:ara berkelanjutan tidak

dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi dibandingkan

terhadap kriteria yang ditetapkan, seperti ketuntasan minimal,

yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing pada

awal tahun pelajaran.

Pemilihan teknik penilaian pada penilaian autentik

dipilih secara bervariasi disesuaikan dengan karakteristik

masing-masing pencapaian kompetansi yang hendak dicapai.

Penilaian autentik menggunakan berbagai teknik penilaian

meliputi, tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja,

proyek, pengarnatan,dan penilaian diri.

Lebih terperinci karakteristik penilaian autentik menurut

Kunandar meliputi:

81

1. Bisa digunakan untuk formatif dan sumatif. Artinya,

penilaian autentik dapat dilakukan untuk mengukur pencapaian

kompetensi terhadap satu atau beberapa kompetensi dasar

(formatif) maupun pencapaian kompetensi terhadap standar

kompetensi atau kompetensi inti dalam satu semester

(sumatif)..

2.Mengukur keterampilan dan perforrnansi, bukan

mengingat fakta. Artinya, penilaian autentik itu ditujukan untuk

mengukur pencapaian kompetensi yang menekankan aspek

keterampilan (skill dan kinerja (performance), bukan hanya

mengukur kompetensi yang sifatnya mengingat fakta (hafalan

dan ingatan)

3. Berkesinambungan dan terintegrasi. Artinya, dalam

melakukan penilaian autentik harus secara

berkesinambungan (terus-menerus) dan merupakan satu

kesatuan secara utuh sebagai alat untuk mengumpulkan

informasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik.

4. Dapat digunakan sebagai feedback Artinya, penilaian

autentik yang dilakukan oleh guru-guru dapat digunakan

sebagai umpan balik terhadap pencapaian kompetensi peserta

didik secara komprehensif. Berdasarkan karakteristik diatas

penting untuk menjadi perhatian ketika melaksanakan penilaian

autentik dalam kegiatan pembelajaran.

D. Kajian Penelitian yang Relevan

Dalam melakukan penelitian penerapan pendekatan

saintifik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA

82

kabupaten Pandeglang, penulis merujuk pada penelitian-

penelitian tentang pembelajaran saintifik yang sudah dilakukan

sebelumnya, seperti oleh Asla Maria, Darmuji, I Made Tangka,

Asep Subhi, dan Reni sintawati.

Asla Maria dalam tesis nya yang berjudul penerapan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran bahasa arab kelas VII di

MTsN Jogjakarta dan MTs Al-khairiah menyimpulkan bahwa

ada perbedaan penggunaan penilaian autentik antara sekolah

negri dan sekolah swasta,namun pada umumnya kedua sekolah

tersebut sudah baik dalam mengimplementasikan pendekatan

saintifik.(36)

Dalam menyelesaiakan studi S2-nya, Darmuji menulis tesis

, Imlementasi kurikulum 2013 mata plajaran Pendidikan Agama

Islam di SMPN 1 Pecangan Jepara tahun pelajaran 2013/2014

(37).

Darmuji menyimpulkan bahwa kurikulum 2013 yang

sangat ideal yang menggunakan pendekatan saintifik dan

penilaian autentik (mencakup kompetensi berimbang antara

sikap, pengetahuan dan keterampilan).

Dalam implementasi kurikulum 2013 mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam sudah berjalan dengan baik mulai dari

SKL, SI, Standar proses maupun standar penilaian. Dalam

implemetasi kurikulum 2013 mata pelajaran PAI di SMPN 1

36 Maria, Asla, penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran

bahasa arab kelas VII di MTsN Jogjakarta dan MTs Al-khairiah,(Tesis),

(Yogyakarta: UIN Sultan kalijaga, 2015),p.7.

37 Darmuji, Imlementasi kurikulum 2013 mata plajaran Pendidikan

Agama Islam di SMPN 1 Pecangan Jepara thun pelajaran 2013/2014, (Tesis),

(Semarang: PPS Universitas Wahid Hasyim, 2014),p.25.

83

Pencangan Jepara walaupun telah didukung banyak faktor

seperti; sarana prasarana belajar yang lengkap, SDM guru dan

siswa yang bagus, namun masih ada saja faktor penghambat

seperti: guru belum optimal memanfaatkan sarana dan prasarana

yang tersedia utamanya yang berbasis IT, beban penilaian

autentik, keaktifan anak yang masih bergantung pada guru

sebagai pusat belajar.

Dalam tesis Asep Subhi yang berjudul telaah kurikulum

2013 mata pelajaran agama Islam di madrasah aliyah tahun

2016, Asep berpendapat bahwa diantara konsep kurikulum

berbasis kompetensi pada tahun 2004, konsep kurikulum berbasis

karakter pada tahun 2006, dan konsep kurikulum terintegrasi

Reni Sintawati dengan judul ”Implementasi Pendekatan

Saintifik model Discovery Learning pada Pembelajaran

Pendidikan Agama Islamdi SMAN 1 Jetis”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsian dan

menganalisis secara kritis tentang implementasi pembelajaran

pendekatan saintifik model discovery learning pada mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Jetis.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan

pendekatan saintifik model discovery learning dalam

pembelajaran PAI menunjukkan bahwa guru melaksanakan

proses pembelajaran melalui langkah-langkah pendekatan

saintifik model dicovery learning, dengan mengamati melalui

problem statment, menanya melalui stimulasi, mengumpulkan

data melalui data colection, mengasosiasi melalui data processing

dan generalisasi. Hasil penerapan pendekatan saintifik model

84

discovery learning dalam pembelajaran PAI membuat peserta

didik antusias dalam mengikuti pmbelajaran PAI, rasa ngin

tahunya berkembang , aktif , berpusat pada peserta didik, dan

dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi.(38)

Penelitian lain dari tesis I Made Tangka yang berjudul

Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Inquiri Terbimbing

terhadap kemampuan pemahaman konsep dan keterampilan

proses sains siswa kelas X SMAN 3 Amlapura. Jenis penelitian

ini merupakan penelitian eksperimen. Berdasarkan hasil analisa

data , ditemukan hasil-hasil penelitian sebagai berikut.(39)

Pertama, terdpat pebedaan yang signifikan hasil pemahaman

konsep dan keterampilan, proses sains antara kelompok siswa

dengan model inkuiri terbimbing dan kelompok siswa dengan

model pembelajaran langsung. Kedua , terdapat perbedaan

pemahaman konsep antara kelompok siswa dengan model inkuiri

terbimbing dan kelompok siswa dengan model pembelajarn

ketiga, terdapat perbedaan keterampilan proses.

Dalam tesis Asep Subhi yang berjudul telaah kurikulum

2013 mata pelajaran agama Islam di madrasah aliyah tahun

2016, Asep berpendapat bahwa diantara konsep kurikulum

berbasis kompetensi pada tahun 2004, konsep kurikulum berbasis

karakter pada tahun 2006, dan konsep kurikulum terintegrasi

38 Sintawati, Reni”Implementasi Pendekatan Saintifik model

Discovery Learning pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1

Jetis” UIN Sunan Kalijaga.2016. 39 Tangka, I Made .”Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran

Inquiri Terbimbing terhadap kemampuan pemahaman konsep dan

keterampilan proses sains siswa kelas X SMAN 3 Amlapura” UIN Sunan

Kalijaga. 2016

85

Sebagai konsep tambahan dalam kurikulum 2013 ini. Dari

ketiga konsep tersebut, kurikulum 2013 lah yang merupakan

kurikulum yang ideal karna memiliki pendekatan yang

memaksimalkan potensi siswa.(40)

.

Dalam tesis Penerapan Pendekatan Saintifik Dalam Upaya

Penanaman Kompetensi Inti Anak Usia Dini di PAUD Terpadu

An-Nur Sleman,Yogyakarta, Tri Utami menyatakan bahwa

penelitian yang ia lakukan menghasilkan kesimpulan bahwa

penerapan pendekatan saintifik di Paud An-Nur dilakukan

melalui lima kegiatan, yaitu; mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi, menalar dan mengasosiasi, dan

mengkomunikasikan.

Dan penanaman kompetensi yang dilakukan mencakup

penanaman KI-1 untuk kompetensi inti spritual, KI-2 untuk

kompetensi inti sikap sosial, KI-3 untuk kompetensi inti

pengetahuan, dan KI 4 untuk kompetensi inti keterampilan.

Dari hasil penelitian Asla Maria, Darmuji, I Made Tangka,

Reni Sintawati, Tri Utami, dan Asep Subhi diketahuilah bahwa

pendekatan kurikulum 2013 adalah kurikulum yang sampai saat

ini dianggap paling sesuai untuk mencapai hasil maksimal dalam

proses pembelajaran bagi siswa.

Terutama dengan pembelajaran dengan pendekatan

saintifik yang bisa mengembangkan tidak hanya sisi kognitif

siswa tapi juga afektif dan psikomotor. Hal ini mendukung

40 Subhi, Asep, telaah kurikulum 2013 mata pelajaran agama Islam

di madrasah aliyah tahun 2016, (Serang,Institut Agama Islam Negri Sultan

Maulana Hasanudin Banten, 2016), p.30

86

penelitian yang dilakukan penulis tentang pengimplementasian

pendekatan saintifik pada mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam di SMAN kabupaten Pandeglang.