bab ii penyusunan kerangka teoritis a. teori - teori ...repository.uinbanten.ac.id/1881/4/bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIS
A. Teori - Teori Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan sebuah proses yang komplek yang
terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup,sejak
masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat, salah
satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah
adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah
laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan
(kognitif), dan keterampilan (psikomotor), maupun sikap
(afektif).
Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi
terhadap semua situasi yang ada disekitar individu siswa. Belajar
dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada
pencapaian tujuan dan proses berbuat melalui berbagai
pengalaman yang diciptakan guru. Menurut Sudjana(1)
belajar
juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami
sesuatu. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku,
yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah membelajarkan dan
perilaku siswa adalah belajar. Perilaku pembelajaran tersebut
terkait dengan bahan pembelajaran.
H.C.Whiterington menjelaskan pengertian belajar sebagai
suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri
1 Hoesnan dipi, Pendekatan Saintifik dan konstekstual dalam
Pembelajaran Abad 21, (Bogor: Ghalia Indonesia,2016) p.8.
10
sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan kepribadian, atau suatu pengertian. Sedangkan Gage
Berling mendefinisikan belajar sebgai suatu proses dimana suatu
organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman
Harold Spears mengemukakan pengertian belajar dalam
perspektifnya yang lebih detail. Menurut Spears “learning is to
observe, to read, to imittate, to try something them selves, to
listen to follow direction” yang berarti belajar adalah mengamati,
membaca, meniru, mencoba sesuatu pada dirinya sendiri,
mendengar dan mengikuti aturan. Sementara Singer
mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif
tetap yang disebabkan praktik atau pengalaman yang sampai pada
situasi tertentu. Gagne pernah mengemukakan perspektifnyaa
tentang belajar, salah satu definisi belajar yang sederhana namun
mudah diingat adalah yang dikemukakan oleh Gagne: “Learning
is relativelly permanen change in behavior that result from past
experience or purposefull instruction”.(2)
Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif
menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari
pembelajaran yang bertujuan direncanakan.Pengalaman
diperoleh individu dalam interaksinya dengan lingkungan, baik
yang tidak direncanakan ataupun direncanakan sehingga
menghasilkan perubahan yang relatif menetap.
Selanjutnya, Soejanto mengatakan bahwa belajar adalah
segenap rangkaian aktivitas yang dilakukan dengan penambahan
2 Siregar, Evelyn dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran,
(Bogor: Ghalia Indonesia,2014),p.5.
11
pengetahuan secara sadar oleh sesorang dan mengakibatkan
perubahan dalam dirinya yang menyangkut banyak aspek, baik
karena kematangan, maupun karena latihan. Perubahan ini
memang dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama.
Perubahan yang relative lama tersebut diiringi dengan berbagai
usaha. Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam
lingkunan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengelolaan pemahaman.
Menurut Ernest R. Hilgard dalam belajar merupakan proses
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian
menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari
perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya
relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula.
Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat,
seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan
sebagainya.(3)
Moh.Surya definisi belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan
yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada
prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Menurut Slavin pengertian belajar merupakan proses
perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Sedangkan
menurut Gagne pengertian belajar merupakan sebuah sistem yang
3 Ibid, P.5.
12
didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga
menghasilkan perubahan perilaku.
Pengertian belajar menerut Cronbach memberikan definisi
:“Learning is shown by a change in behavior as a result of
experience”. (Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam
perilaku sebagai hasil dari pengalaman). Harold Spears
memberikan batasan pengertian belajar sebagai:“Learning is to
observe, to read, to initiate, to try something themselves, to listen,
to follow direction”. (Belajar adalah mengamati, membaca,
berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti
petunjuk atau arahan). Sedangkan Geoch, memberi batasan
pengertian belajar sebagai: “Learning is a change in performance
as a result of practice”. (Belajar adalah perubahan dalam
penampilan sebagai hasil praktek.
Pengertian belajar juga dapat didifensikan sebagai suatu
proses yang mana suatu kegiatan berasal atau berubah lewat
reaksi dari suatu situasi yang dihadapi, dengan keadaan bahwa
karaktarestik-karaktarestik dari perubahan aktivitas tersebut tidak
dapat dijelaskan dengan dasar kecendrungan-kecendrungan reaksi
asli, kematangan, atau perubahan sementara dari organisme.
(Learning is the process by which an activity that the
characteristics of the change in activity cannot be explained on
the basis of native response tendencies, maturation, and
temporary states of the organism)
Pengertian Belajar menurut W.Gulo adalah suatu proses
yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah
tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap, dan
13
berbuat. James O.Whittaker(4)
menyatakan bahwa pengertian
belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau
diubah melalui latihan atau pengalaman. Sedanghkan menurut
R.Gagne(5)
pengertian belajar adalah suatu proses untuk
memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan
dan tingkah laku.
Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin
S.Winataputra pengertian belajar adalah proses yang dilakukan
oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies,
skills,and attitude.Kemampuan(competencies), keterampilan
(skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap
dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui
rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Menurut Burton dalam buku“The Guidance of Learning
Activities” Belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan
individu dengan lingkungan,sehingga mereka mampu berinteraksi
dengan lingkungannya.
Menurut H.C.Witherington dalam buku “Education
Psychology” Belajar adalah perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian.
Menurut James O.Whittaker Belajar adalah proses dimana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
4 Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zein. Strategi Belajar Mengajar.
Rineka Cipta:Jakarta.2002), P.21. 5 Ibid, P.22
14
pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
di dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Abdillah Belajar adalah suatu usaha sadar yang
dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik
melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.
Menurut Sardiman belajar adalah berubah. Belajar berarti
mengubah individu yang belajar, bukan saja yang berkaitan
dengan penambahan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga
terbentuknya kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga
diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Dengan kata lain belajar
adalah serangkaian kegiatan jiwa raga, psiko fisik untuk menuju
ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti
menyangkut aspek cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif,
dan psikomotorik.(6)
Slameto menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Ngalim Purwanto mengemukakan belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
6 Sardiman, A.M , “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar” (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), P.20.
15
Skinner mengungkapkan, bahwa belajar merupakan
hubungan antara stimulus dan respons yang tercipta melalui
proses tingkah laku. Spears menyatakan, belajar adalah
mengamati, membaca, menirukan, mencoba sesuatu sendiri,
mendengarkan, mengikuti arah. Edward Walter mengungkapkan,
belajar adalah perubahan atau tingkah laku akibat pengalaman
dan latihan. Clifford T. Morgan, belajar merupakan perubahan
tingkah laku karena hasil pengalaman sehingga memungkinkan
seseorang menghadapi situasi selanjutnya dengan cara yang
berbeda-beda. Woodword, belajar merupakan perubahan yang
relatif permanen, akibat interaksi lingkungan.Crow&Crow,
belajar adalah suatu perubahn dalam diri individu karena
kebiasaan pengetahuan dan sikap.
Selain tentang perubahan perilaku, belajar juga mencakup
aspek rohani dan mental seperti yang dikemukakan oleh
Suhartono menyatakan belajar adalah keterlibatan langsung
seseorang secara jasmani dan rohani dalam memperoleh
pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang berguna
dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Sedangkan
Darsono mendefinisikan belajar ialah suatu aktivitas mental atau
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,
keterampilan dan nilai sikap, dan Wingkel mengungkapkan
bahwa belajar pada manusia merupakan suatu proses psikologi
yang berlangsung dalam interaksi aktif subjek dengan
lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam
16
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bersifat konstan atau
menetap.
M.Sobry Sutikno mengemukakan, belajar merupakan suatu
proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Oemar H. Mendefinisikan
belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri
seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru
berkat pengalaman dan latihan.
Slavin(7)
menyatakan, belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Piaget mendefinisikan
belajar adalah suatu proses perolehan pengetahuan yang dibentuk
oleh individu itu sendiri karena individu melakukan interaksi
secara terus menerus dengan lingkungan. Ernest R. Hilgard,
belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang
keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh
lainnya.Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali
kepada keadaan semula.Tidak bisa diterapkan pada perubahan
akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit,
mabuk, dan sebagainya.
Belajar adalah suatu aktivitas yang disengaja dilakukan
oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan
belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu,
menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau anak yang tadinya
7 Slavin, R.E, Cooperative Learning Theory, Research and Practice,
(Boston:Allyn and Bacon,2000), P.143
17
tidak terampil menjadi terampil.Sedangkan menurut Dimyati dan
Mudjiono(8)
Belajar merupakan tindakan perilaku siswa yang
kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh
siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya proses belajar.
Dari beberapa definisi ini dapat disimpulkan ciri-ciri umum
kegiatan belajar sebagai berikut: 1) Belajar menunjukkan adanya
suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja.
2) Belajar merupakan interaksi antara individu dengan
lingkungannya 3) Hasil belajar ditandai dengan adanya
perubahan tingkah laku.
Dalam buku Happiness Inside, Gobind Vasdev(9)
mengumpamakan belajar seperti menuangkan air dari botol ke
gelas. Ia mengatakan ada tiga syarat (sikap mental) dalam belajar,
yaitu: Pertama adalah terbuka, hanya dengan berpikiran terbuka
(open mind) suatu ilmu akan mengalir ke dalam diri seseorang.
Seseorang bersikap terbuka hanya bila ia memiliki keingintahuan
yang besar.
Seperti Gobin Vasdev, Leonardo Da Vinci menjadikan
“rasa ingin tahu” sebagai prinsip utamanya dalam belajar.
Demikian pula Albert Einstein, yang mengatakan bahwa dia
bukanlah orang yang punya bakat khusus, tetapi orang yang
memiliki rasa ingin tahu yang hebat. Kedua adalah kosong,
sesuatu yang penuh tidak akan dapat menampung apa-apa. Hanya
kekosonganlah yang dapat menerima sesuatu. Pikiran yang penuh
8 Dimyati dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka
Cipta. 2002), P.7
9 Vasdev, Gobind, Happiness Inside, (Jakarta: Hikmah. 2009), P.157
18
dengan persepsi yang salah, terkadang menjadi penghalang besar
dalam belajar. Ketiga adalah lebih rendah daripada botol yang
mengisinya. Ini mengandung makna bahwa siapapun yang
belajar, harus merasa lebih rendah daripada yang memberi
pelajaran. Bersikap rendah hati, menyadari bahwa masih banyak
kekurangan adalah salah satu syarat dalam belajar.
Hasil dari rasa ingin tahu dalam proses pembelajaran adalah
perubahan, dan menitik beratkan pada perubahan pada tingkah
laku pemahaman maupun sikap.Dalam perubahan perilaku,dalam
hal ini, Moh Surya mengemukakan ciri-ciri dari perubahan
perilaku, yaitu :
1) Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan
disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga
dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyada
ri bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan.
2) Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki
pada dasarnya merupakan kelanjutan dari keterampilan yang
telah diperoleh sebelumnya.
3) Perubahan yang fungsional: Setiap perubahan perilaku yang
terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu
yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang
maupun masa mendatang.
4) Perubahan yang bersifat positif: Perubahan perilaku yang
terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
19
5) Perubahan yang bersifat aktif: Untuk memperoleh perilaku
baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan
perubahan.
6) Perubahan yang bersifat pemanen; Perubahan perilaku yang
diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi
bagian yang melekat dalam dirinya.
7) Perubahan yang bertujuan dan terarah: Individu melakukan
kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik
tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka
panjang.
8) Perubahan perilaku secara keseluruhan: Perubahan perilaku
belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan
semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam
sikap dan keterampilannya. seorang guru menguasai “Teori-
Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan
dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Selain hal diatas perubahan oleh Moh.Surya, Benyamin
S.Bloom(10)
mengemukakan perubahan perilaku yang terjadi
sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain)
kognitif, afektif dan psikomotor,
Beserta tingkatan aspek-aspeknya.Yaitu: 1) Cognitive Domain
(Kawasan Kognitif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan
aspek-aspek intelektual atau secara logis yang bisa diukur dengan
pikiran atau nalar, kawasan ini terdiri dari: Pemahaman
10
Hoesnan dipi, Pendekatan Saintifik dan konstekstual dalam
Pembelajaran Abad 21, (Bogor: Ghalia Indonesia,2016), P.9.
20
(Comprehension), penerapan (Aplication), penguraian (Analysis),
memadukan (Synthesis), penilaian (Evaluation).
Selain kawasan Cogntif domain, Bloom juga menyatakan
adanya Affective Domain (Kawasan afektif). Adalah kawasan
yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan,
minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Kawasan
ini terdiri dari: penerimaan (receiving/attending), Sambutan
(responding), penilaian (valuing), pengorganisasian
(organization), Karakterisasi (characterization).
Sedangkan sychomotor domain (Kawasan psikomotorik).
Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot
(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri
dari: Kesiapan (set),meniru (imitation), membiasakan
(habitual),dan adaptasi (adaption).
Sedangkan menurut Gagne(11),
perubahan perilaku yang
merupakan hasil belajar dapat berbentuk seperti berikut ini:
1. Informasi verbal yaitu penguasaan informasi dalam bentuk
verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya
pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan
sebagainya.
2. Kecakapan intelektual yaitu keterampilan individu dalam
melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan
menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol
matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual
11 Ibid,p.6.
21
adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination),
memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan
hukum. Keterampilan ini sangat dibutuhkan dalam
menghadapi pemecahan masalah.
3. Strategi kognitif kecakapan individu untuk melakukan
pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya.
Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu
kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir
agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual
menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi
kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.
4. Sikap (attitude) yaitu hasil pembelajaran yang berupa
kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang
akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan
dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan
vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa,
didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang
menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5. Kecakapan motorik ialah hasil belajar yang berupa
kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Jadi dapat disimpulkan berdasarkan beberapa pengertian/
definisi diatas oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar itu
senantiasa merupakan perubahan tingkah laku, emosi,
pengetahuan atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan
misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru
dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau si
subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak
22
bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya
merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim
kepadanya oleh lingkungan. Dengan demikian terjadinya
kegiatan belajar yang dilakukan oleh seorang individu dapat
dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan.
Belajar juga merupakan kegiatan sadar secara jasmani dan
rohani oleh seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang
dibuktikan dengan adanya perubahan tingkah laku yang pada
hakikatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan
dalam rangka perubahan tingkah laku siswa secara konstruktif
yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Proses
belajar disekolah adalah proses yang sifatnya kompleks,
menyeluruh dan berkesinambungan .
Dalam proses belajar mengajar, guru berperan sebagai
pengelola proses belajar-mengajar, bertindak sebagai fasilitator
yang berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang
efektif, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, dan
meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan
menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai.
Untuk memenuhi hal tersebut, guru dituntut mampu mengelola
pembelajaran yang memberikan rangsangan kepada siswa
sehingga ia mau belajar, karena siswalah sumber utama dalam
belajar.
Belajar tidaklah lepas dari proses pembelajaran, sebelum
lebih jauh membahas tentang proses pembelajaran dengan
metode saintifik, hal yang utama harus kita pahami adalah
pengertian pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran secara harfiah
23
berarti proses belajar. Pembelajaran dapat dimaknai sebagai
proses penambahan pengetahuan dan wawasan melalui rangkaian
aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan
mengakibatan perubahan dalam dirinya sehingga terjadi
perubahan yang positif dalam dirinya, dan pada tahap akhir akan
di dapatkan keterampilan kecakapan dan pengetahuan baru.
Selanjutnya,Winkel(12)
menjelaskan bahwa pembelajaran
merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk
mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan
kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian internal yang berlangsung didalam siswa.
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S.
Winataputra pengertian pembelajaran adalah serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses
belajar pada siswa.Sedangkan menurut Duffy dan Roehler
pengertian pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja
melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang
dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum.
Adapun pengertian pembelajaran menurut UU Nomor 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar(13).
Menurut Munandar(14)
yang
menyatakan bahwa pembelajaran dikondisikan agar mampu
12
Winkel,W.S, Psikologi Pengajaran, (Jakarta:Gramedia,1987), P.97 13
UU Nomor 20 tahun 2003 14
Harjanto, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: PT.Asdi
Mahasatya,1997), P.207
24
mendorong kreativitas anak secara keseluruhan, membuat peserta
didik aktif, mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan
berlangsung dal am kondisi menyenangkan.
Kondisi lingkungan sekitar dari siswa juga sangat
berpengaruh terhadap kreativitas yang akan diciptakan oleh
siswa. Disaat ketika siswa merasa nyaman, maka tujuan
pembelajaran akan lebih mudah untuk dicapai.
Adapula pernyataan oleh Winataputra yang menyatakan
bahwa arti pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menginisiasi, memfasilitasi dan meningkatkan intensitas dan
kualitas belajar pada diri peserta didik.
Adapun menurut pendapat Aqib menyatakan bahwa proses
pembelajaran adalah upaya secara sistematis yang dilakukan guru
untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif
dan efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim
Pendidikan Nasional, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 20
(disebutkan Pembelajaran, bukan Belajar)
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar sesuai
dengan UU Nomor 20 Tahun 2003. Pasal 1 ayat 20.
Menurut Miarso, definisi ini mengindikasikan bahwa ada
lima jenis interaksi yang dapat berlangsung dalam proses
pembelajaran, yaitu :
1) Interaksi antara pendidik dengan peserta didik.
2) Interaksi antar sesama peserta didik.
25
3) Interaksi peserta didik dengan narasumber.
4) Interaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber
belajar yang sengaja dikembangkan, dan
5) Interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan
sosial dan alam.
Pembelajaran Menurut Briggs yang dikutip oleh Ahmad
Sugandi dkk. pembelajaran merupakan terjemahan dari kata
“instruction” yang berarti seperangkat peristiwa (events) yang
mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga siswa
memperoleh kemudahan. Seperangkat peristiwa itu membangun
suatu pembelajaran yang bersifat internal jika siswa melakukan
“self instruction” dan mungkin juga bersifat eksternal (external
instruction) dari sumber lain seperti guru. Menurut Omar
Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasiyang tersusun
meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan,
dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk tujuan belajar.
E. Mulyasa(15)
mengemukakan bahwa pembelajaran adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya,
sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang
mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam
diri individu, maupun eksternal yang datang dari lingkungan.
15
E.Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Cet ke-1, (Bandung: Rosda
Karya,2007), P.57.
26
Dalam UU Sisdiknas Tahun 2003(16)
Bab I pasal 1 bahwa
pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dari beberapa teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
guru atau sumber belajar untuk perubahan yang lebih baik.
Kunci pokok pembelajaran itu ada pada seorang guru tetapi
bukan berarti dalam proses pembelajaran hanya guru yang aktif
sedangkan siswa tidak aktif, pembelajaran menuntut keaktifan
kedua pihak. Suatu pembelajaran bisa dikatakan berhasil secara
baik jika guru mampu mengubah diri peserta didik serta mampu
menumbuh kembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar
sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama proses
pembelajaran itu dapat dirasakan manfaatnya.
Menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang terorganisir yang meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedural yang
berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan belajar
mengajar yang didalamnya terdapat interaksi positif antara guru
dengan siswa,dengan menggunakan segala potensi dan sumber
yang ada untuk menciptakan kondisi belajar yang aktif dan
menyenangkan.
Atas dasar-dasar teori pembelajaran menurut ahli diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses
16UU Sisdiknas Tahun 2003
27
interaksi antara siswa dengan guru dan juga beserta seluruh
sumber belajar yang lainnya yang menjadi sarana belajar guna
mencapai tujuan yang diinginkan dalam rangka untuk perubahan
akan sikap serta pola pikir siswa.
Dari data diatas, dapat diidentifikasi bahwa pembelajaran
memiliki ciri-ciri:
1) Merupakan upaya sadar dan disengaja.
2) Pembelajaran harus membuat siswa belajar.
3) Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses
dilaksanakan.
4) Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun
hasil.
Kurikulum 2013 mengisyaratkan bahwa kegiatan
pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi mereka
menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat
dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan
dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta
berkontribusi pada kesejahtraan hidup umt manusia. Oleh karena
itu kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan
semua potensi siswa menjadi potensi yang diharapkan.
Depdiknas menjelaskan bahwa pembelajaran dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong- konyong.
Pembelajaran bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
28
mengkonstruksi pembelajaran itu dan membentuk makna melalui
penglaman nyata.
Beberapa ahli setuju bahwa untuk meraih prestasi yang
tinggi dalam pembelajaran, seseorang harus memiliki intelegensi
yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang
akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan
menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Namun banyak juga
ahli menungkapkan bahwa seorang dikatakan cerdas bukan hanya
karena kemampuan memahami sesuatu, tetapi bagaimana
seseorang mampu mengembangkan dirinya secara afekif dan
psikomotorik. Sebagai contoh, bagaimana seorang pembelajar
dapat menjadi kretif, dapat berinovasi, bekerja sama dengan baik,
dan mempunyai daya juang dari pembelajaran yang diikutinya.
Untuk mencapai hal tersebut, maka proses belajar
sebaiknya dikemas dalam upaya meraih prestasi belajar secara
afektif, kognitif dan psikomotorik yang memuaskan. Hasil dari
proses belajar tersebut tercermin dalam proses belajarnya.
Tujuan pembelajaran pun sebaiknya berorientasi pada
pengembangan kehidupan intelektual siswa supaya kelak sebagai
orang dewasa memiiki kemampuan berpikir seperti yang
diharapkan dari orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya
mampu berfikir logis, objektif dan kritis, sistematis analisis,
sintesis, integratif dan inovatif.
Permendikbud RI nomor 65 tahun 2013(17)
tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah manyatakan bahwa
17 Permendikbud RI nomor 65 tahun 2013
29
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisifsi aktiv, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, krativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Prinsip pembelajaran yang
digunakan:
1. Dari peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik
yang mencari tahu.
2. Dari guru yang satu –satunya sumber belajar menjadi
belajar melalui berbagai aneka sumber belajar.
3. Dari pendekatan tekstual menjadi proses sebagai
penguatan pendekatan ilmiah.
4. Dari pembelajaran berbasis konten,menuju
pembelajaran berbasis kompetensi.
5. Dari pembelajaran parsial menjadi pembelajaran
terpadu.
6. Dari pembelajaran yang menekankan jawban tunggal
menuju pembelajaran yang jawaban pertanyaannya
multidimensi.
7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan
aplikatif.
8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan
fiskal (hardskill), dan keterampilan mental (sofskill)
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan
pemberayaan pesesrta didik sebagai pembelajar
sepanjang hayat.
30
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan
memberi keteladanan (ing ngarsa sing tulodo) ,
membangun kemauan (ing madya mangun karso), dan
mengembngkan kreatifitas peserta didik dalam proses
pembelajaran (tut wuri handayani).
11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah
dan di masyarakat.
12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa
saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan dimana
saja adalah kelas.
13. Pemanfaataan teknologi informasi dan komunikasi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pembelajaran.
14. Pengkuan atas perbedaan individual dan latar belakang
budaya peserta didik.
Selain prinsip pembelajaran yang diperbarui, mindset atau
pola pikir guru dalam mengemas pembelajaran haruslah
diperbaharui. Hal ini tidaklah mudah, lamanya pengalaman
mengajar tidak menyebabkan berubahnya pola berfikir guru dari
gaya mencekoki siswa pada gaya membelajarkan siswa. Banyak
guru yang tak lagi mengasah dan memperluas wawasannya
tentang bagaimana siswa mampu belajar menyerap
pengetahuannya sampai akhirnya mereka mampu belajar dengan
efektif.
Belajar tentang belajar. Artinya seorang guru harus mau
dan tak henti-hentinya belajar tentang bagaimana siswa belajar.
Bagaimana perilaku siswa dapa berubah secara signifikan melalui
31
proses belajar yang dilakukan bersama guru secara efektif. Guru
sebagi seorang desainer sebaiknya mau dan mampu menguasai
berbagai teori tentang belajar untuk mendasarinya berfikir dan
berstrategi dalam pembelajaran.
B. Pembelajaran Saintifik
1. Konsep Dasar Pendekatan Saintifik
Pengertian dari pembelajaran saintifik adalah pembelajaran
yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun
pengetahuan melalui metode ilmiah. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam pembelajaran saintifik menurut Alfred De
Vito,diperlukan agar memungkinkan dapat terbudayakannya
kecakapan berpikir sains, berkembangnya “sense of inquiry”dan
kemampuan berpikir kreatif siswa. Dengan demikian model
pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan
kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap,tetapi yang lebih penting
adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu
diperoleh peserta didik.
Pembelajaransaintifik memandang hasil belajar bukan
hanya sebagai tujuan akhir, akan tetapi lebih menekankan proses
yang terjadi selama pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran
saintifik menekankan pada keterampilan proses. Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Beyer bahwa model
pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains
adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan
proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu.
32
Dengan demikian model pembelajaran yang dilakukan perlu
menekankan pada proses pencarian pengetahuan, dari pada
transfer pengetahuan.
Siswa dipandang sebagai subjek belajar yang perlu
dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah
seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan
kegiatan belajar. Model pembelajaran ini mengajak peserta didik
untuk melakukan proses pencarian pengetahuan berkenaan
dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains
sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam
melakukan penyelidikan ilmiah,(18),
dengan demikian peserta
didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta,
membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk
kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada
pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan
pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta,
konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan.
Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains
berpotensi membangun kompetensi dasar hidup siswa melalui
pengembangan keterampilan proses sains, sikap ilmiah, dan
proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan
proses sains pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk
belajar (basic learning tools) yaitu kemampuan yang berfungsi
untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam
mengembangkan diri.
18
Nur,M.Teori-teori perkembangan, (Surabaya: Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan), P.54
33
Kurikulum 2013 mendefinisikan standar kompetensi
lulusan (SKL) sesuai dengan yang seharusnya, yakni sebagai
kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Acuan dan prinsip penyusunan kurikulum 2013 mengacu
pada pasal 36 undang- undang No.20 tahun 2003, yang
menyatakan bahwa penyusunan kurikulum harus memperhatikan
peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia;
peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat siswa; keragaman
potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah
dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika
perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan.(19)
Tujuan pembelajaran disesuaikan dengan tujuan
pendidikan nasional yang dinyatakan pada pasal 3 UU No. 20
tahun 2003, yakni: ”Berkembangnya potensi siswa agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.(20)
Berlandaskan pada hal tersebut pada maka pada kurikulum
2013 digunakanlah pendekatan yang berbasis pada pendekatan
saintifik. Pendekatan saintifik berkaitan dengan metode saintifik.
Metode saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan
pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan
19
Undang- undang No.20 tahun 2003 20
Ibid
34
hipotesis atau mengumpulkan data. Metode ilmiah pada
umumnya dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh
melalui pengamatan atau percobaan. Oleh sebab itu, kegiatan
memperoleh informasi dengan percobaan dapat diganti dengan
kegiatan memperoleh informasi dari berbagai sumber.(21)
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara
aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-
tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan
konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai
materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa
berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada
informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran
yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong siswa
dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan
bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran
melibatkan keterampilan proses seperti mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan
menyimpulkans. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut,
21
Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi
Kurikulum 2013, (Jakarta: Bumi Aksara,2014), p. 51.
35
bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus
semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa
atau semakin tingginya kelas siswa.
Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar
yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar
Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok
berkaitan dengan teori belajar Bruner. Pertama, individu hanya
belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan
pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif
dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan
kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan
intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat
mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia
memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat,
dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi
ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses
kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan
metode saintifik.
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan
pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema
adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang
dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya(22).
Skema tidak pernah
berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang
menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan
22
Baldwin, A.L.Theories of Childs Development.(New York:John
Wileys and Sons.1967), P.135
36
terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses
terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif
yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat
berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman
baru ke dalam skema yang sudah ada didalam pikirannya.
Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang
dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-
ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya
penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi.
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran
terjadi apabila siswa bekerja atau belajar menangani tugas-tugas
yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam
jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of
proximal development daerah terletak antara tingkat
perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) berpusat pada siswa
2) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi
konsep, hukum atau prinsip
3) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa
37
4) dapat mengembangkan karakter siswa.
2. Pendekatan Pembelajaran Saintifik
Pendekatan saintifik berkaitan dengan metode saintifik.
Metode saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan
pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan
hiotesis atau mengumpulkan data. metode ilmiah pada umumnya
dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh melalui
pengamatan atau percobaan. Oleh sebab itu, kegiatan
memperoleh informasi dengan percobaan dapat diganti dengan
kegiatan memperoleh informasi dari berbagai sumber.
Pembelajaran dengan integrasi kegiatan ilmiah pada
umumnya merupakan kegiatan inquiri. Inquiri adalah proses
berfikir untuk memahami tentang sesuatu dengan mengajukan
pertanyaan. Galileo Educational Network (2004) memberikan
definisi yang lebih luas tentang inkuiri, yakni:
“inquiry is the dynamic process of being open to wonder
and puzzlements and coming to know and understand the
world”.(23)
Inquiri dapat dijadikan sebagai pendekatan pembelajaran,
atau metode pembelajaran. Kegiatan secara inkuiri dapat
dilakukan melalui pembelajaran menemukan (discovery), studi
kasus (case study), pembelajaran berbasis masalah (problem base
learning), pembelajaran berbasis tugas (project base learning),
dan sebagainya.
23
Galileo Editional Network .2004. “what is inquiry?” inquiry & ICT.
Dapat diakses pada http://www.galileo.org/inquiry-what.html
38
Aktivitas belajar dengan inkuiri tidak terlepas dari
pengajuan pertanyaan yang terkait dengan permasalahan yang
dikaji.Upaya mengolah data yang diperoleh membutuhkan
penalaran berdasarkan konsep yang ada.
Perolehan data, pengolahan data, dan penyampaian
informasi juga membutuhkan kerja sama, baik sesama anggota
belajar maupun dengan semua warga sekolah. Aktivitas pertama
tadi bisa disebut pembelajaran saintifik, dan dapat digunakan
untuk membentuk keterampilan siswa yang inovatif seperti yang
dikemukakan oleh Dyer, yakni: observasi, bertanya, melakukan
percobaan, asosiasi menghubungkan atau menalar, dan
membangun jaringan (networking).
Menurut Dyer, seorang inovator adalah pengamat yang
baik dan selalu mempertanyakan suatu kondisi yang ada dengan
mengajukan ide baru. Inovator mengamati lingungan sekitarnya
untuk memperoleh ide dalam melakukan sesuatu yang baru.
Mereka juga aktiv membangun jaringan untuk mencari ide baru,
menyarankan ide baru, atau menguji pendapat mereka. Seorang
innovator selalu mencoba hal baru berdasarkan pemikiran dan
pengalamannya.(24)
Berdasarkan teori Dyerter sebut, dapatlah dikembangkan
pendekatan saintifik (Saintifik approch) dalam pembelajaran yang
memiliki komponen proses pembelajaran saintifik antaralain:
mangamati, menanya, mencoba atau mengumpulkan informasi,
24
Dyer, Hal Gragersen, Clayton M. Christensen, Mel Foster, The
Innovaters’s DNA: Mastering the five skills of disruptive innovators , (Boston:
Harvard Bussiness Review press, 2011), P,130
39
menalar atau asosiasi, dan membentuk jaringan atau melakukan
komunikasi.
Tahapan aktivitas pembelajaran menggunakan
pendekatan saintifik tidak harus dilakukan mengikuti prosedur
yang kaku, namun dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang
hendak dipelajari. Pada suatu pembelajaran mungkin dilakukan
observasi terlebih dahulu sebelum memunculkan pertanyaan,
namun pada pembelajaran lain mungkin siswa mengajukan
pertanyaan terlebih dahulu sebelum melakukan eksperimen atau
observasi. Aktivitas membangun jaringan juga mungkin
dilakukan dalam upaya melakukan eksperimen atau juga
dibutuhkan ketika siswa mendesiminasikan hasil eksperimentnya.
Berikut adalah masing- masing aktivitas yang dilakukan dalam
pembelajaran saintifik. (25)
25
Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi
Kurikulum 2013, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014),.P.54.
komunikasi
Menalar/ Asosiasi
Mencoba/ mengumpulkan informasi
Menanya
Mengamati
40
a. Mengamati atau observasi.
Observasi adalah kegiatan yang menggunakan panca indra
untuk memperoleh informasi. Sebuah benda dapat diobservasi
untuk mengetahui karakteristiknya , misalnya: warna, bentuk,
suhu, volume, berat, bau, suara dan teksturnya. Benda dapat
memiliki karakteristik berbeda jika dikenai pengaruh lingkungan.
Manusia juga dapat diobservasi untuk mengetahui sifat,
kebiasaan, respon, pendapat dan karakteristik lainnya.
Pengamatan dapat dilakukan secara kualitatif atua kuantitatif.
Pengamatan kualitatif mengandalkan panca indra, dan hasilnya
dideskripsikan secara naratif. Sementara itu, pengamatan
kuantitatif untuk melihat karakteristik benda ,pada umumnya
menggunakan alat ukur karena dideskripsikan menggunakan
angka.
Metode mengamati ini baik kualitatif maupun observasi
kuantitatif mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu,
seperti menyajikan media obyek secara nyata, siswa merasa
senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode
mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu
siswa. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan
yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a,
hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan
siswa untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat,
menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi siswa
untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk
41
memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting
dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan
adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.
b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan
secara luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang
sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu
membimbing siswa untuk dapat mengajukan pertanyaan:
pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit
sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep,
prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang
bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.
Dari situasi di mana siswa dilatih menggunakan pertanyaan dari
guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan
pertanyaan sampai ke tingkat di mana siswa mampu mengajukan
pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan
sejumlah pertanyaan.
Siswa juga perlu dilatih untuk merumuskan pertanyaan
terkait topik yang akan dipelajari, atau bisa juga guru
menyampaikan pertanyaan dalam rangka memotivasi siswa untuk
mengajukan pertanyaan. Salah satu cara agar siswa mau
mengajukan pertanyaan adalah dengan metode inkuiri Suchman.
Metode inkuiri Suchman dapat dilakukan dengan menampilkan
sebuah fenomena dan meminta siswa mengajukan pertanyaan
terkait dengan hal tersebut, sedangkan guru hanya menjawab: Ya
atau Tidak
42
Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu
siswa. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu
semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar
untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari
sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan siswa, dari
sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.
Kegiatan“menanya” dalam kegiatan pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a
Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi
yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati
(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang
bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam
kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu,
kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran
kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
c. Mengumpulkan Informasi / eksperimen
Kegiatan“mengumpulkan informasi” merupakan tindak
lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai
cara. Untuk itu siswa dapat membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau
bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul
sejumlah informasi.Aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan
melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks,
43
mengamati objek atau kejadian atau aktivitas wawancara dengan
nara sumber dan sebagainya.(26)
Percobaan dapat dilakukan siswa ketika guru ingin
membuat siswa menemukan konsep yang muncul dari
pertanyaan. Namun sebuah percobaan juga dapat dilakukan untuk
memancing minat siswa menyelidiki fenomena alam yang
diamati ketika melakukan percobaan, tanpa dimulai dengan
pengajuan pertanyaan terlebih dahulu, sedangkan Pertanyaan
diajukan ketika percobaan sedang dilakukan.
Adapun kompetensi yang diharapkan adalah
mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat
orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
d. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar”
dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses
informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil
kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan
mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat
menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang
memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang
26
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013
44
bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan
keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan
pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang
diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin,
taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan
kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam
menyimpulkan.
Aktivitas ini juga distilahkan sebagai kegiatan menalar,
yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata
empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan
berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah
banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran
asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada
kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan
beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa
khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan
peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di
memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman
sebelumnya yang sudah tersedia.
e. Membangun atau mengembangkan jaringan dan
mengkomunikasikan
Pada dasarnya setiap orang memiliki jaringan,walaupun
tidak disadari oleh yang bersangkutan. Jaringan sangat diperlukan
dalam belajar dari aneka sumber, mengembangkan diri dan
memperoleh pekerjaan.Seorang siswa memiliki jaringan pribadi
45
yang terdiri dari keluarga, teman, teman dari keluarga, teman dari
teman, tetangga, guru, dan lain-lain. Sebuah jaringan akan
terbentuk ketika siswa berpartisipasi dalam kegiatan sekolah,
bergotong royong di masyarakat, melakukan kegiatan sosial,
berbicara dengan tetangga, berkomunikasi dengan teman melalui
jejaring sosial seperti facebook dan twitter atau kegiatan lainnya.
Kemampuan untuk membangun jaringan dan
berkomunikasi perlu dimiliki oleh siswa karna kompetensi
tersebut sama pentingnya dengan pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman. Bekerja sama dalam sebuah kelompok merupakan
salah satu cara membentuk kemampuan siswa untuk dapat
membangun jaringan dan berkomunikasi.
Setiap siswa perlu diberi kesempatan untuk berbicara
dengan orang lain, menjalin pesahabatan, mengenal orang yang
dapat diberi nasihat atau informasi, dan dikenal oleh orang lain.
Hal yang perlu dilatihkan pada siswa etika mengenal teman baru
adalah: a) berjabat tangan; b) memperkenalkan diri; c) tersenyum;
dan d) menatap mata lawan bicara.(27)
Selain itu, pada pendekatan scientific guru diharapkan
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan
apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan
melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam
kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan
pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru
sebagai hasil belajar siswa atau kelompok siswa tersebut.
27
Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi
Kurikulum 2013, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), P.71.
46
Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran
sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a
Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau
media lainnya.(28)
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini
adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan
jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan
benar.
3. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik
didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut.Beberapa tujuan
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:
a. Meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa.
b. Membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematik.
c. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa
bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
d. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
e. Melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya
dalam menulis artikel ilmiah.
f. Mengembangkan karakter siswa.
28
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013
47
4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Dengan Pendekatan
Saintifik
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran berpusat pada siswa.
b. Pembelajaran membentuk students’ self concept.
c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan
prinsip.
e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan
kemampuan berpikir siswa.
f. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan
motivasi mengajar guru.
g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
kemampuan dalam komunikasi.
h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip
yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
5. Pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan saintifik
Beberapa model, startegi, atau metode pembelajaran dapat
diterapkan dengn mengintegrasikan elemen-elemen pendekatan
saintifik dalam pembelajaran. Metode yang sesuai dengan
pendekatan pembelajaran saintifik antara lain: pembelajaran
berbasis inquiri, pembelajaran penemuan (problem based
48
learning), dan pembelajaran berbasis proyek (project based
learning), dan metode lain yang relevan.(29)
Pemilihan model atau metode pembelajaran terkait dengan
karakteristik siswa dan materi yang dipelajari. Jika siswa belum
mampu berfikir kreativ dan inovatif, pembelajaran berbasis
proyek akan sulit untuk dilakukan. Pembelajaran berbasis
masalah mungkin tidak membutuhkan inovasi yang tinggi, namun
membutuhkan kemampuan berfikir kreatif. Oleh sebab itu,
pengembangan kemampuan berfikir kreatif dan inovatif harus
dilakukan sedini mungkin.
Pertimbangan memilih model atau metode pembelajaran
yang sesuai untuk materi pelajaran tertentu juga terkait dengan
karakteristik materi tersebut. Model pembelajaran adalah bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Bruce Joyce dan Marsha Weil mengetengahkan 4 (empat)
kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial;
(2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik;
dan (4) model modifikasi tingkah laku.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang
Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam
implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran
Inkuiri (Inquiry Based Learning), model pembelajaran Discovery
29
Sani, Ridwan Abdullah, Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi
Kurikulum 2013,(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), P.76.
49
(Discovery Learning), model pembelajaran berbasis projek
(Project Based Learning), dan model pembelajaran berbasis
permasalahan (Problem Based Learning).(30)
Untuk menentukan model pembelajaran yang akan
dilaksanakan dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Kesesuaian model pembelajaran dengan kompetensi sikap pada
KI-1 dan KI-2 serta kompetensi pengetahuan dan keterampilan
sesuai dengan KD-3 dan/atau KD-4.
b) Kesesuaian model pembelajaran dengan karakteristik
KD-1 (jika ada) dan KD-2 yang dapat mengembangkan
kompetensi sikap, dan kesesuaian materi pembelajaran dengan
tuntutan KD-3 dan KD-4 untuk memgembangkan kompetensi
pengetahuan dan keterampilan.
c) Penggunaan pendekatan saintifik yang mengembangkan
pengalaman belajar peserta didik melalui kegiatan mengamati
(observing), menanya (questioning), mencoba atau
mengumpulkan informasi (experimenting collecting information),
mengasosiasi atau menalar (assosiating),dan mengomunikasikan
(communicating).
Berikut adalah contoh kegiatan dalam model pembelajaran
dikaitkan dengan pendekatan saintifik (5M).
a. Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Pembelajaran berbasis inkuiri IBL adalah pembelajaran
yang melibatkan siswa dalam merumuskan pertanyaan-
pertanyaan yang mengarahkan untuk melakukan investigasi
30
Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model
pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013
50
dalam upaya membangun pengetahuan dan makna baru, seperti
didefinisikan dalam Alberta learning sebagai berikut:
“inquiry based learning is a proceswhere students are
involved in their learning, formulate questions, investigate widely
and then build new understandings, meanings and knowledge”.
Beberapa variasi pembelajaran inkuiri telah dikembangkan
menjadi model, misalnya model latihan inkuiri dan model inkuiri
ilmiah. Namun inkuuiri secara umum merupakan sebuah metode
yang dapat dipadukan dengan metode lainnya dalam sebuah
pembelajaran. Metode inkuiri menekankan pada proses
penyelidikan berbasis pada upaya menjawab pertanyaan. Inkuiri
adalah investigasi tentang ide, pertanyaan, atau permasalahan.
Investigasi yang dilakukan dapat berupa kegiatan
laboratorium atau aktivitas lainnya yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan informasi. Proses yang dilakukan mencakup
pengumpulan informasi, membangun pengetahuan, dan
mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu
yang diselidiki. Pembelajaran berbasis inquiri mencakup proses
mengajukan permasalahan, memperoleh informasi, berfikir
kreatif tentang kemungkinan penyelesaian masalah, membuat
keputusan, dan membuat kesimpulan.
b. Pembelajaran Berbasis Discovery
Discovery mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri
(inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang
prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih
menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang
51
sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada
peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Pada
inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik
harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk
mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses
penelitian.
Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan
menyelesaikan masalah. Pada Discovery Learning materi yang
akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan
tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang
ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri
kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang
mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi
belajar yang pasif menjadi aktvdan kreatif.mengubah
pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented.
Mengubah modus Ekspository peserta didik hanya menerima
informasi secara keseluruhan dari guru ke
modus Discovery peserta didik menemukan informasi sendiri.
Didalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi
aktif dari tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya
perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu
lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap
eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning
Environment, yaitu lingkungan dimana peserta didik dapat
melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum
dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.
52
Lingkungan seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam proses
belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam
bentuk akhir, peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai
kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai
dalam kehidupannya. Pada akhirnya yang menjadi tujuan
dalam Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah
guru memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk
menjadi seorang problem solver,seorang scientist, historin, atau
ahli matematika. Melalui kegiatan tersebut peserta didikakan
menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang
bermanfaat bagi dirinya.
Menurut Syah dalam mengaplikasikan Model Pembelajaran
Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum
sebagai berikut:
1.Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada
sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dan timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai
kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
53
membaca buku,dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi
untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu peserta didik dalam
mengeksplorasi bahan. Dengan demikian seorang Guru harus
menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada peserta
didik agar tujuan mengaktifkan peserta didik untuk
mengeksplorasi dapat tercapai.
2.Problem Statement (Pernyataan atau Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulation guru memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah)
3.Data Collection (Pengumpulan Data)
Pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau
eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para peserta didik
untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang
relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.
Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba
sendiri dan sebagainya.
4.Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah pengolahan data merupakan kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta
didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan.
54
5.Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil data processing.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang
ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu
itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti
atau tidak.
6.Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses
menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum
dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi.
Dalam model pembelajaran discovery, penilaian dapat
dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian
dapat berupa penilaian pengetahuan, keterampilan, sikap, atau
penilaian hasil kerja peserta didik. Jika bentuk penilaiannya
berupa penilaian pengetahuan,maka dalam model pembelajaran
discovery dapatmenggunakan tes tertulis. Jika bentuk
penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau
penilaian hasil kerja peserta didik, maka pelaksanaan penilaian
dapat menggunakan contoh-contoh format penilaian sikap seperti
yang ada pada uraian penilaian proses dan hasil belajar pada
materi berikutnya.
55
c. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Base Learning)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran
yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang
siswa untuk mengembangkan keterampilan/ kreativitas
tingkatanberfikir tinggi (HOTS). Pembelajaran berbasis masalah
merupakan pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar
bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari
solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan
digunakan untuk memancing rasa ingin tahu siswa pada
pembelajaran yang dimaksud. Ada lima cara dalam
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) yaitu
permasalahan sebagai: (1) kajian, (2) penjajakan pemahaman, (3)
contoh, (4) bagian yang tak terpisahkan dari proses, (5) stimulus
aktivitas otentik. Peran guru, siswa dan masalah dalam
pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai
berikut:
56
Guru sebagai pelatih Siswa sebagai
Problem solver
Masalah sebagai
awal tantangan
dan motivasi
1. Asking about
thinking (bertanya
tentang pemikiran)
2. memonitor
pembelajaran probing
(menantang siswa
untuk berfikir)
3. menjaga agar siswa
terlibat
4. mengatur dinamika
kelompok
5. menjaga
berlangsungnya
proses
1. peserta yang
aktif
terlibat la
gsung dalam
pembelajaran
2. membangun
pembelajaran
1. menarik untuk
dipecahkan
2. menyediakan
kebutuhan yang
ada hubungannya
dengan pelajaran
yang dipelajari
Keuntungan menerapkan PBL antara lain bahwa peserta
didik: (1) memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences) yang
berguna untuk memecahkan masalah, (2) belajar secara aktif
dan mandiridengan sajian materi terintegrasi dan relevan dengan
kenyataan sebenarnya, yang sering disebut student-centered,
(3) mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif
d. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Base Learning)
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan cara belajar
dengan menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
57
berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam
melakukan insvestigasidan memahaminya. Pembelajaran
Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta
didik untuk menggali materi dengan menggunakan berbagai cara
yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara
kolaboratif
Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik
seperti peserta didik: (1) membuat keputusan tentang
permasalahan yang diberikan, (2) mendesain solusi atas
permasalahan yang diajukan, (3) secara kolaboratif
bertanggungjawab mengelola informasi untuk memecahkan
permasalahan, (4) secara berkala melakukan refleksi atas
aktivitas yang sudah dijalankan, (5) produk akhir aktivitas belajar
akan dievaluasi secara kualitatif, (6) situasi pembelajaran sangat
toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik
seperti peserta didik: (1) membuat keputusan tentang
permasalahan yang diberikan, (2) mendesain solusi atas
permasalahan yang diajukan, (3) secara kolaboratif
bertanggungjawab mengelola informasi untuk memecahkan
permasalahan, (4) secara berkala melakukan refleksi atas
aktivitas yang sudah dijalankan, (5) produk akhir aktivitas belajar
akan dievaluasi secara kualitatif, (6) situasi pembelajaran sangat
toleran terhadap kesalahan dan perubahan
58
Peran guru dalam PBL adalah sebagai fasilitator, pelatih,
penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal
sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari
siswa. Keuntungan melaksanakan PBL adalah meningkatkan: (1)
kolaborasi, (2) motivasi belajar peserta didik, (3) kemampuan
memecahkan masalah. (4) membuat siswa menjadi lebih aktif, (5)
mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi, (6) keterampilan mengelola sumber,
(7) memberikan pengalaman kepada siswa dalam mengorganisasi
tugas, (8) melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil
informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki,
kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata. Langkah
langkah pelaksanaan PBL.
C. Penilaian Autentik
1. konsep Penilaian Autentik
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke
konstruktivistik tidak hanya menuntut adanya perubahan dalam
proses pembelajaran, tetapi juga perubahan dalam melaksanakan
perubahan. Paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih
Penentuan
permasalahan
Evaluasi Monitoring Menguji hasil
Menyusun
Perencanaan
Proyek
Menyusun
Jadwal
59
ditekankan pada hasil yang cenderung menilai kemampuan aspek
kognitif, dan kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui
bentuk tes seperti pilihan ganda, benar atau salah, menjodohkan
yang telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang
sesungguhnya.
Tes tersebut belum bisa mengetahui gambaran yang utuh
mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik
dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau
masyarakat. Aspek afektif dan psikomotorik juga diabaikan.
Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian
pembelajaran tidak hanya ditujukan untuk mengukur tingkat
kemampuan kognitif semata, tetapi mencakup seluruh aspek
kepribadian siswa, seperti perkembangan moral, perkembangan
emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian
individu lainnya.
Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada
penilaian produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.
Kunandar mengemukakan bahwa “kurikulum 2013 mempertegas
adanya pergeseran dalam melakukan penilaian, yakni dari
penilaian melalui tes (berdasarkan hasil saja), menuju penilaian
autentik (mengukur sikap, keterampilan, dan pengetahuan
berdasarkan proses dan hasil)”. Penilaian ini mampu
menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik
dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, dan
membangun jejaring. Penilaian autentik dilakukan oleh guru
dalam bentuk penilaian kelas melalui penilaian kinerja,
portofolio, produk, projek, tertulis, dan penilaian diri.
60
Asesmen seharusnya didasarkan pada pengetahuan kita
tentang belajar dan tentang bagaimana kompetensi berkembang
dalam materi pelajaran yang kita ajarkan. Hal ini merupakan
kebutuhan yang sangat jelas untuk membuat suatu asesmen
dimana pendidik dapat mempergunakannya untuk meningkatkan
kegiatan pendidikan dan mengawasi hasil belajar dan mengajar
yang kompleks.
Beberapa penelitian ditemukan bahwa para guru mengajar
untuk memberikan keterampilan pada siswa untuk belajar dan
mempraktikkan bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilannya untuk tujuan yang nyata dan jelas. Penilaian
kinerja yang berkisar dari jawaban yang relative pendek sampai
pada proyek jangka panjang yang meminta para siswa untuk
memperagakan hasil kerjanya, dan hal ini membutuhkan peran
serta pemikiran tingkat tinggi siswa untuk menyatukan beberapa
keterampilan yang berbeda-beda.
Suatu sistem penilaian yang lengkap, semestinya terdapat
keseimbangan antara penilaian kinerja yang lebih pendek dan
juga lebih panjang. Asesmen dapat digunakan untuk melihat
keberhasilan KBM yang dilakukan sebagai acuan dalam
membuat kegiatan/program baru dalam rangka mengembangkan
keterampilan dan pengetahuan para siswa dan juga para guru,
juga sebagai bahan petimbangan dalam membuat suatu
kebijakan-kebijakan. Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh
pendidik dan satuan pendidikan merupakan penilaian internal
(internal assessment), sedangkan penilaian yang diselenggarakan
61
oleh pemerintah merupakan penilaian eksternal (external
assessment).
Penilaian kelas merupakan penilaian internal yang
dilaksanakan oleh pendidik dalam hal ini guru di kelas atas nama
satuan pendidikan untuk menilai kompetensi peserta didik pada
saat dan akhir pembelajaran. Sistem penilaian hasil belajar yang
diterapkan dalam kurikulum sekolah adalah sistem penilaian
otentik atau lebih dikenal dengan nama asesmen otentik.
Penilaian otentik ini harus dipahami secara mendalam oleh guru-
guru mengingat bahwa setiap pengukuran kompetensi peserta
didik tidak cukup hanya dengan tes objektif saja, karena tes
tersebut tidak dapat menunjukkan seluruh kompetensi yang
dikuasai siswa. Penilaian otentik merupakan penilaian yang
secara langsung bermakna, dalam arti bahwa apa yang dinilai
adalah merupakan sesuatu yang benar-benar diperlukan siswa
dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan
maupun pelaksanaan proses pembelajaran guru. Penilaian
pembelajaran pada kurikulum 2013 diarahkan pada penilaian
autentik.
Penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan
krikulum 2013. Kunandar mengemukakan bahwa “kurikulum
2013 mempertegas adanya pergeseran dalam melakukan
penilaian, yakni dari penilaian melalui tes (berdasarkan hasil
saja), menuju penilaian autentik (mengukur sikap, keterampilan,
62
dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil)”. Penilaian ini
mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik,
baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, dan
membangun jejaring. Penilaian autentik dilakukan oleh guru
dalam bentuk penilaian kelas melalui penilaian kinerja,
portofolio, produk, projek, tertulis, dan penilaian diri.
Penilaian autentik adalah penilaian yang mengharuskan
siswa untuk menunjukkan pengetahuan (knowledge), sikap
(afective), keterampilan (skills) dan kemampuannya (ability)
dalam situasi yang nyata atau real life situations.
Secara sederhana penilaian autentik sering disebut
authentic assessment. Penilaian autentik adalah salah satu
assessment hasil belajar berupa kemampuan dalam kehidupan
nyata dalam bentuk kinerja atau hasil kerja. Dalam assesment
konvensional anak ditanyakan bagaimana sikap dan perilaku
mereka yang lebih tua. Berbeda pada autentik assessment maka
sikap dan perilaku peserta didik terhadap orang yang lebih tua
dapat dinilai melalui observasi ketika peserta didik berbicara
dengan penjaga sekolah, penjaga kantin, tenaga pendidik, guru
dan kepala sekolah.
Secara lebih luas penilaian autentik didefinisikan sebagai
penilaian yang dilakukan secara komprehensip untuk menilai
mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output)
pembelajaran.(31)
Penilaian autentik dilakukan untuk mengukur
31 permendiknas No 66 tahun 2013.
63
kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan maupun kompetensi
keterampilan.
Permendiknas No.66 tahun 2013 menggariskan penilaian
kompetensi sikap yang dilakukan melalui observasi, penilaian
diri, teman sejawat, oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang
digunakan untuk observasi,
Penilaian diri dan penilaian antar peserta didik adalah daftar
cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik,
sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik. Lebih lanjut
dinyatakan pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes
tulis, tes lisan dan penugasan. Sedangkan kompetensi
keterampilan melalui penilaian knerja, yaitu penilaian yang
menuntut pserta didik mendemonstasikan suatu kompetensi
tertentu.
Abdul Majid mendefinisikan peneilaian autentik merupakan
penilaian yang sebenarnya terhadap hasil belajar siswa. Penilaian
yang sebenarnya tidak hanya melihat hasil akhir, tetapi kemajuan
hasil belajar siswa dinilai dari proses sehingga dalam penilaian
sebenarnya tidak bisa dilakukan hanya dengan satu cara tetapi
menggunakan berbagai ragam cara penilaian, penilaian nyata
adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan
sebuah informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan
oleh siswa.
Sedangkan menurut Wiggins, assesment autentik adalah
sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang
mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam
aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan
64
membahas artikel, memberikan analisis oral terhadap peristiwa,
berkolaborasi dengan antar sesama melalui debat dan sebagainya
Belajar mengajar yang telah dilakukan memiliki nilai
positif atau tidak Elin Rosalin menyebutkan bahwa penilaian
autentik ini merupakan penilaian yang sebenarnya terhadap
perkembangan belajar peserta didik sehingga penilaian tidak
dilakukan oleh guru dalam mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar dan perubahan tingkah laku yang telah di
miliki siswa setelah suatu kegiatan belajar mengajar berakhir.
penilaia autententik dilakukan untuk mengatahui apakah terjadi
perubahan tingkah laku pada siswa, apakah siswa melakukan
pengalaman belajar atau tidak serta mengetahui apakah proses
pergeseran dari penilaian kelas kepada penilaian autentik karena
ada pergeseran-pergeseran sebagai berikut:(32)
a) Pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur
kompetensi pengetahuan melalui hasil saja), menuju
penialan autentik (mengukur semua kompetensi sikap,
keterampilan dan pengetahuan berdasarkan proses dan
hasil).
Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu
pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang
diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal).
b) Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga
kompetensi inti dan SKL.
32 Supardi, Penilaian Autentik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2016), p.25
65
c) Mendorong pemanfaatan portofolio yang di buat siswa
sebagai instrument utama penilaian yang harus dinilai,
baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument
Berdasarkan pergeseran paradigma diatas menurut
kusnandar penilaian autentik “adalah kegiatan menilai peserta
didik yang menekankan kepada apa
penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kopetensi yang
ada di standar kompetensi (SK) atau kompetensi inti (KI) dan
kompetensi dasar (KD).
Pemanfaatan penilaian autentik dalam penilaian
pembelajaran diharapkan “menghasilkan insan Indonesia yang
produktif, kreatif, inovasi dan efektif melalui penguatan sikap
(tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan
(tahu apa yang terintegrasi).
2. Tujuan Penilaian Autentik
Penilaian autentik bertujuan mengevaluasi kemampuan
siswa dalam konteks dunia nyata, dengan kata lain, siswa belajar
bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan
kedalam tugas-tugas yang autentik. Melalui penilaian autentik ini,
diharapkan berbagai informasi yang absah atau benar dan akurat
dapat terjaring berkaitan dengan apa yang benar-benar diketahui
dan dapat dilakukan oleh siswa
3. Fokus Penilaian Autentik
Secara teori, penilaian autentik bertumpu pada dua jenis
penilaian pokok, yaitu penilaian kinerja dan penilaian portofolio.
66
Untuk melaksanakan perangkat penilaian kinerja perlu dua
perangkat lainnya yaitu daftar tugas dan rubrik. Daftar tugas
berisi sejumlah tugas yang harus dilakukan oleh peserta didik
atau dijadikan daftar observasi terhadap perubahan sikap peserta
didik. Hal ini sesuai dengan hakikat penilaian autentik yaitu
kegiatan penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam
menerapkan semua kompetensi (spiritual, sikap, pengetahuan dan
ketrampilan) yang ditunjukkan melalui suatu perbuatan.
Sedangkan perangkat kadua adalah rubrik yang berisi
pedoman atau kriteriapenilaianyang didalamnya ditetapkan
standar-standar tertentu untuk mengidentifikasi hal-hal yang
harus diketahui atau dikuasai oleh peserta didik. Rubrik sendiri
harus menampilkan gradasi mutu kinerja peserta didik mulai dari
kinerja yang paling buruk hingga kinerja yang paling baik disertai
skor untuk setiap gradasi mutu tersebut.
4. Jenis-jenis Penilaian Autentik
Dalam rangka melaksanakan penilaian autentik yang
baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin
dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada dirinya sendiri,
khususnya yang berkaitan dengan: sikap, pengetahan,
keterampilan yang akan dinilai.
Sebagai konsekuensi dari penilaian autentik, jenis
penilaian yang di rekomendasiakan adalah Penilaian Acuan
Kriteria yang kemudian dikenal dengan istilah PAK. Dalam
penilaian dikenla dua jenis pendekatan yaitu Penilaian Acuan
Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Kriteria (PAK).
67
A. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Yaitu penilaian peserta didik dengan cara membandingkan
hasil belajar terhadap hasil dalam kelompoknya. Dengan
demikian, tidak mengukur kemampuan yang sebenarnya karena
hanya membandingkan peserta didik. Jika dikelas yang terpandai
memperoleh nilai 4 (dari skala 1-10), maka yang bersangkutan
telah dianggap tuntas padahal nilai 4 jauh dari kriteria kelulusan.
Cara penilaian PAN tidak relefan dengan kurikulum yang
berbasis kompetensi seperti kurikulum 2013.
B. Penilaian Acuan Kriteria (PAK)
PAK biasanya disebut juga Criterion Evaluation yang
menggunakan acuan penilaian standar. Penetapan keberhasilan
peserta didik dalam prosedur PAK bergantung pada penguasaan
materi dengan kriteria yang telah ditetapkan. Walaupun
sebenarnya masih menyisakan masalah di sekolah karena bagi
peserta didik yang belum tuntas terkadang terpaksa dituntaskan
atau diluluskan dengan alasan harus naik kelas.
Penetapan standar kelulusan pada sistem PAK di sekolah
menggunakan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Untuk
menentukan KKM mempertimbangkan tiga hal penting yaitu
tingkat kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik.
Kompleksitas adalah tingkat kerumitan kompetensi dasar pada
setiap mata pelajaran. Daya dukung adalah segala potensi dan
sumber daya yang dimiliki oleh sekolah seperti ruang kelas,
laboratorium, halaman sekolah, perpustakaan, guru, tenaga
administrasi sekolah, dan lain-lain. Intake peserta didik atau
68
kemampuan rata-rata peserta didik yang masuk ke sekolah
tersebut.
5. Teknik dan Instrumen Penilaian Autentik
Teknik dan instrumen penilaian autentik yang harus
dilakukan guru adalah sebagai berikut: (33)
a. Penilaian Sikap
Pendidik melakukan penilaian sikap melalui observasi, penilaian
diri, penilaian teman sejawat (peer evaluation) oleh peserta didik
dan jurnal.
1. Observasi
Merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman
observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
2. Penilaian diri
Merupakan teknik menilaian dengan cara meminta peserta
didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya
dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang
digunakan berupa lembar penilaian diri.
33
Ibid, P.28
69
3. Penilaian antar peserta didik atau teman
Merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta
didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.
Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antar peserta
didik.
4. Jurnal atau catatan guru
Merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas
yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan
kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan
perilaku.
b. Penilaian Pengetahuan
1. Instrumen tes tertulis
Berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-
salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi
pedoman penskoran.
2. Instrumen tes lisan
Tes lisan yakni tes yang pelaksanaannya dilakukan
denganmengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik
dan peserta didik. Penilaian lisan sering digunakan oleh pendidik
di kelas untuk menilai peserta didik dengan cara memberikan
beberapa pertanyaan secara lisan dan dijawab oleh peserta didik
secara lisan juga.
Pertanyaan lisan merupakan variasi dari tes uraian.
Penilaian ini sering digunakan pada ujian akhir mata pelajaran
70
agama dan sosial. Kelebihan penilaian ini antara lain:
memberikan kesempatan kepada pendidik dan peserta didik untuk
menentukan sampai seberapa baik pendidik atau peserta didik
dapat menyimpulkan atau mengekspresikan dirinya, peserta didik
tidak terlalu tergantung untuk memilih jawaban tetapi
memberikan jawaban yang benar, peserta didik dapat
memberikan respon dengan bebas. Penilaian lisan bertujuan
untuk mengungkapkan sebanyak mungkin pegetahuan dan
pemahaman peserta didik tentang materi yang diuji. Sedangkan
kelemahan tes lisan antara lain subjektivitas pendidik sering
mencemari hasil tes dan waktu pelaksanaan yang diperlukan
relatif cukup lama.
Penilaian lisan dapat dilakukan dengan dengan teknik
sebagai berikut: 1) Sebelum dilaksanakan tes lisan, pendidik
sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan
diajukan kepada peserta didik, sehingga dapat diharapkan
memiliki validitas yang tinggi dan baik dari segi isi maupun
konstruksinya.
2) Siapkan pedoman dan ancar-ancar jawaban bentuknya, agar
mempunyai kriteria pasti dalam penskoran dan tidak terkecok
dengan jawaban yang panjang lebar dan berbelit-belit.
3) Skor ditentukan saat masing-masing peserta didik selesai dites,
agar pemberian skor atau nilai yang diberikan tidak dipengaruhi
oleh jawaban yang diberikan oleh peserta didik yang lain.
4) Tes yang diberikan hendaknya tidak menyimpang atau berubah
arah dari evaluasi menjadi diskusi.
71
5) Untuk menegakan obyektivitas dan prinsip keadilan, Pendidik
tidak diperkenankan memberikan angin segar atau memancing
dengan kata-kata atau kode tertentu yang bersifat menolong
peserta didik dengan aalasan kasihan atau rasa simpati.
6) Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Artinya jangan
sampai menimbulkan rasa takut, gugup atau panik di kalangan
peserta didik.
7) Pendidik mempunyai pedoman waktu bagi peserta didik
dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan pada tes lisan.
8) Pertanyaan yang diajukan hendaknya bervariasi, dalam arti
bahwa sekalipun inti persoalan yang ditanyakan sama, namun
cara pengajuan pertanyaannya dibuat berlainana atau beragam.
9) Pelaksanaan tes dilakukan secara individual (satu demi satu),
agar tidak mempengaruhi mental peserta didik yang lainnya.
Test lisan berupa daftar pertanyaan yang diberikan oleh
guru secara ucap atau oral, sehungga peserta didik merespon
pertanyaan tersebut, sehingga menimbulkan keberanian dari
siswa. Jawaban dapat berupa kata, frase, kalimat atau paragraf
yang di ucapkan.
c. Penilaian Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui
penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik
mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan
menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian porto polio.
Instrumen yang digunakan merupakan daftar cek atau skala
72
penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. Dalam penilaian
keterampilan, dapat dilakukan dengan.
1. Tes praktik atau kinerja atau performance
Penilaian Praktek dilakukan dengan cara mengamati
kegiatan peserta didik dalam melakukan aktivitas pembelajaran.
Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian
kompetensi atau indikator keberhasilan yang menurut peserta
didik menunjukkan unjuk kerja, misalnya bermain peran,
memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi, menggunkan
peralatan laboratorium, mengoperasikan komputer.
Penilaian praktik perlu mempertimbangkan: langkah-
langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk
menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi, kelengkapan dan
ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut,
kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas,
upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak,
sehingga semua dapat diamati, dan kemampuan yang akan dinilai
diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati.
Teknik Penilaian Praktik dibagi dua macam, yaitu daftar
cek dan skala rentang. Daftar Cek Pada penilaian praktek yang
menggunakan daftar cek (ya – tidak), peserta didik mendapat
nilai apabila kriteria penguasaaan kompetensi tertentu dapat
diamati oleh penilai. Kelemahan teknik penilaian ini ialah penilai
hanya mempunyai dua pilihan dan tidak menpunyai nilai tengah.
Misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati.
Sedangkan Skala Rentang pada penilaian unjuk kerja
73
memungkinkan penilai memberikan skor tengah terhadap
penguasaan kompetensi tertentu. Karena pemberian nilai secara
kontinuum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua, misalnya
sangat kompeten– kompeten– tidak kompeten - sangat tidak
kompeten. Penilaian skala rentang sebaiknya dilakukan oleh
lebih dari satu orang agar faktor sujektivitas dapat diperkecil dan
hasil penilaian lebih akurat. Yaitu penilaian yang menuntut
respon berupa keterampilan melakukan suatu aktifitas atau
perilaku sesuatu tuntutan kompetensi.Dalam salinan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 81 Tahun 2013 penilaian unjuk kerja merupakan
penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta
didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian digunakan untuk
menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta
didik melakukan tugas tertentu seperti: praktik di
laboratorium, praktik shalat, praktik olahraga, bermain peran,
memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi atau
deklamasi dan lain-lain. Penilaian unjuk kerja dapat
menggunakan daftar cek dan skala penilaian.(34)
Penilaian
unjuk kerja adalah kegiatan peserta didik dalam melakukan
sesuatu. Oleh karena itu, penilaian unjuk kerja dilakukan
terhadap apa yang dilakukan oleh peserta didik ketika sedang
berbuat melakukan tugas tertentu.(35).
34 Permendikbud No. 80 Tahun 2013 35 Arikunto, Suharsimi, Dasar- Dasar Evaluasi Pendidika, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2011),p.242.
74
Penilaian unjuk kerja adalah penilaian berdasarkan
hasil pengamatan peniiai terhadap aktivitas siswa,
sebagaimana yang terjadi. Penilaian dilakukan terhadap
unjuk kerja, tingkahlaku atau interaksi siswa. Penilaian
unjuk kerja dapat dilakukan untuk menilai praktik shalat,
presentasi, memainkan alat musik, membaca Al-Qur'an/
teks bacaan dan lain-lain.
Adapun langkah-langkah dalam evaluasi unjuk kerja
sebagai berikut:
a. Identifikasi semua langkah penting atau aspek
yang diperlukan atau yang akan memengaruhi
hasil akhir.
b. Tuliskan kemampuan-kemampuan khusus yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
c. Usahakan kemampuan yang akan dinilai tidak
terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati.
d. Urutkan kemampuan yang akan dinilai
berdasarkan urutan yang akan diamati.
Persiapan pelaksanaan dalam hal ini proses sampai dengan
kegiatan penyajian,pengujian, sesuai dengan Kepmendiknas
No:53/4/2002
Dengan demikian project work merupakan suatu kegiatan
penilaian terhadaap suatu tugas yang mencakup beberapa
kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam jangka
waktu tertentu. Tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat
berupa investigasi terhadap suatu proses atau kejadian dengan
tata urutan mulai dari perencanaan, pengumpulan data,
75
pengorganisasian, pengolahan data serta pefsiran dan analisisnya
sampai kepada pembuatan laporan akhir. Menurut Mimin
Haryanti terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam melakukan penilaian terhadap project work sebagai
berikut:
a. Kemampuan pengolahan, kemampuan peserta
didik dalam mencari informasi, mengelola waktu
pengumpulan data serta penulisan laporan.
b. Relevansi, kesesuaian mata pelajaran dengan
mempertimbangkan tahapan pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan dalam pembelajaran
c. Keaslian, proyek yang dilakukan peserta didik adalah
hasil karyanya ,dengan mempertimbangkan kontribusi guru
berupa petunjuk, arahan serta dukungan proyek kepada
peserta didik. Adapun manfaat yang diperoleh peserta didik
dengan penilaian project work antara lain::
a. Merupakan bagian yang terintegrasi dari kegiatan
pembelajaran yang didasari kompetensi dasar yang harus
dicapai, bermuatan pedagogis serta bermakna bagi
peserta didik;
b. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mendemostrasikan kompetensi yang telah dikuasainya;
c. Efisiensi pembelajaran dan dapat
menghasilkan yang bisa bermanfaat bagi dirinya dan
juga bisa dikembangkan memiliki nilai ekonomis;
76
d. Memberikan kemungkinan peserta didik
menguasai kompetensi dasar secara penuh dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Nilai akhir project work merupakan gabungan dari mulai
perencanaan, pengerjaan akhir proyek dan laporan akhir.
2. Penilaian Pengamatan
Pengamatan atau pengindraan atau sering disebut
juga observasi adalah “merupakan teknik penilaian yang
dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan
indra, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan lembar observasi yang berisi sejumlah
indikator perilaku atau aspek yang diamati dalam
pelaksanaannya", pengamatan mesti dilakukan secara
sistematis, berfokus pada tiap-tiap anak dan perilaku tertentu
agar bisa diperoleh gambaran yang lebih jelas dan lebih
akurat. .Tidaklah praktis bila ini dilakukan untuk semua
siswa secara terus-menerus, namun perencanaan yang
cermat dapat menciptakan peluang pengamatan yang
digunakan untuk mengecek simpulan dan penilaian oleh
guru.
Maka pengamatan bersifat pengecekan terhadap
simpulan penilaian dalam pengamatan yang menggunakan
lembar observasi secara sistematis dan terfokus kepada setiap
siswa agar diperoleh gambaran yang akurat terhadap siswa
secara individu.
77
3. Penilaian Portofolio
Yaitu penilaian yang dilakukan dengan cara menilai
kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang
bersifat reflektif integratif untuk mengetahui minat,
perkembangan, prestasi, dan kreatifitas peserta didik dalam kurun
waktu tertentu. karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata
yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap
lingkungannya
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan
artefak yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil
kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari
hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara
berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi
berdasarkan beberapa dimensi.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan
langkah-langkah seperti berikut ini:
1) Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian
portofolio.
2) Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis
portofolio yang akan dibuat.
3) Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri
atau di bawah bimbingan guru menyusun portofolio
pembelajaran.
4) Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta
didik pada tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal
pengumpulannya
78
5) Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria
tertentu.
6) Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik
membahas bersama dokumen portofolio yang
dihasilkan.
7) Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas
hasil penilaian portofolio.
6. Prinsip Penilaian Autentik
Sesuai Permendikbud No. 66 tahun 2013 tentang standar
penilaian, prinsip penilaian autentik pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah didasarkan pada butir-butir sebagai berikut:
Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak
dipengaruhi faktor subjektifitas penilai. Pada intinya, penilaian
autentik mengacu pada ketercapaian standar nasional (didasarkan
pada indikator). Kurikulum dan hasil belajar berdasarkan setiap
mata pelajaran memuat tiga kompetensi utama, yaitu kompetensi
dasar, indikator pencapaian hasil belajar, dan materi pokok.
Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara
terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan
berkesinambungan. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan
efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.
Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian,
dan dasar pengambilan keputusan dan dapat diakses oleh semua
pihak dan Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun
79
eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.; Edukatif,
berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
7. Karakteristik Penilaian Autentik
Suatu penilaian dikatakan autentik apabila sangat
mendekati hasil pendidikan sains yang diinginkan, melibatkan
siswa pada tugas-tugas yang bermanfaat, penting dan bermakna,
mampu menantang siswa menerapkan informasi atau ketrampilan
akademik baru pada situasi reel untuk maksud yang jelas, serta
mampu mengukur perbuatan atau menampilkan yang sebenarnya
pada suatu mata pelajaran, pengukuran penguasaan siswa
terhadap suatu mata pelajaran dengan cara yang dibanding
regulasi sederhana dari pengetahuan.
Pada Penilaian autentik khususnya dalam sistem penilaian
pada kurikulum 2013 memiliki ciri-ciri: belajar tuntas, autentik,
berkesinambungan, menggunakan teknik yang bervariasi, dan
berdasarkan acuan kriteria. Belajar tuntas dimaksudkan
bahwa sebelum peserta didik meneguasai kompetensi pada
kategori pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), tidak
diperkenankan mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Asumsi
dalam belajar tuntas adalah peserta didik yang belajar
lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama,
dibandingkan peserta didik dengan tingkat kemamapuan
sedang dan tinggi.
Autentik dalam arti penilaian dilakukan dengan
berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh
merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
80
Serta penekanan pada pengukuran apa yang dapat
dilakukan peserta didik. Menurut Kunandar bahwa
karakteristik penilaian autentik dari aspek kondisi peserta
didik. Artinya, dalam melakukan penilaian autentik guru
perlu menilai input (kondisi awal) peserta didik, proses (kinerja
dan aktivitas peserta didik dalam proses belajar rnengajar), dan
output (hasil pencapaian kompetensi, baik sikap pengetahuan
maupun keterampilan yang dikuasai atau ditampilkan
peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar).
Berkesinambungan bahwa, penilaian bertujuan
mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan
hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses,
dan berbagai jenis ulangan sec:ara berkelanjutan tidak
dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi dibandingkan
terhadap kriteria yang ditetapkan, seperti ketuntasan minimal,
yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing pada
awal tahun pelajaran.
Pemilihan teknik penilaian pada penilaian autentik
dipilih secara bervariasi disesuaikan dengan karakteristik
masing-masing pencapaian kompetansi yang hendak dicapai.
Penilaian autentik menggunakan berbagai teknik penilaian
meliputi, tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja,
proyek, pengarnatan,dan penilaian diri.
Lebih terperinci karakteristik penilaian autentik menurut
Kunandar meliputi:
81
1. Bisa digunakan untuk formatif dan sumatif. Artinya,
penilaian autentik dapat dilakukan untuk mengukur pencapaian
kompetensi terhadap satu atau beberapa kompetensi dasar
(formatif) maupun pencapaian kompetensi terhadap standar
kompetensi atau kompetensi inti dalam satu semester
(sumatif)..
2.Mengukur keterampilan dan perforrnansi, bukan
mengingat fakta. Artinya, penilaian autentik itu ditujukan untuk
mengukur pencapaian kompetensi yang menekankan aspek
keterampilan (skill dan kinerja (performance), bukan hanya
mengukur kompetensi yang sifatnya mengingat fakta (hafalan
dan ingatan)
3. Berkesinambungan dan terintegrasi. Artinya, dalam
melakukan penilaian autentik harus secara
berkesinambungan (terus-menerus) dan merupakan satu
kesatuan secara utuh sebagai alat untuk mengumpulkan
informasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik.
4. Dapat digunakan sebagai feedback Artinya, penilaian
autentik yang dilakukan oleh guru-guru dapat digunakan
sebagai umpan balik terhadap pencapaian kompetensi peserta
didik secara komprehensif. Berdasarkan karakteristik diatas
penting untuk menjadi perhatian ketika melaksanakan penilaian
autentik dalam kegiatan pembelajaran.
D. Kajian Penelitian yang Relevan
Dalam melakukan penelitian penerapan pendekatan
saintifik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA
82
kabupaten Pandeglang, penulis merujuk pada penelitian-
penelitian tentang pembelajaran saintifik yang sudah dilakukan
sebelumnya, seperti oleh Asla Maria, Darmuji, I Made Tangka,
Asep Subhi, dan Reni sintawati.
Asla Maria dalam tesis nya yang berjudul penerapan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran bahasa arab kelas VII di
MTsN Jogjakarta dan MTs Al-khairiah menyimpulkan bahwa
ada perbedaan penggunaan penilaian autentik antara sekolah
negri dan sekolah swasta,namun pada umumnya kedua sekolah
tersebut sudah baik dalam mengimplementasikan pendekatan
saintifik.(36)
Dalam menyelesaiakan studi S2-nya, Darmuji menulis tesis
, Imlementasi kurikulum 2013 mata plajaran Pendidikan Agama
Islam di SMPN 1 Pecangan Jepara tahun pelajaran 2013/2014
(37).
Darmuji menyimpulkan bahwa kurikulum 2013 yang
sangat ideal yang menggunakan pendekatan saintifik dan
penilaian autentik (mencakup kompetensi berimbang antara
sikap, pengetahuan dan keterampilan).
Dalam implementasi kurikulum 2013 mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam sudah berjalan dengan baik mulai dari
SKL, SI, Standar proses maupun standar penilaian. Dalam
implemetasi kurikulum 2013 mata pelajaran PAI di SMPN 1
36 Maria, Asla, penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran
bahasa arab kelas VII di MTsN Jogjakarta dan MTs Al-khairiah,(Tesis),
(Yogyakarta: UIN Sultan kalijaga, 2015),p.7.
37 Darmuji, Imlementasi kurikulum 2013 mata plajaran Pendidikan
Agama Islam di SMPN 1 Pecangan Jepara thun pelajaran 2013/2014, (Tesis),
(Semarang: PPS Universitas Wahid Hasyim, 2014),p.25.
83
Pencangan Jepara walaupun telah didukung banyak faktor
seperti; sarana prasarana belajar yang lengkap, SDM guru dan
siswa yang bagus, namun masih ada saja faktor penghambat
seperti: guru belum optimal memanfaatkan sarana dan prasarana
yang tersedia utamanya yang berbasis IT, beban penilaian
autentik, keaktifan anak yang masih bergantung pada guru
sebagai pusat belajar.
Dalam tesis Asep Subhi yang berjudul telaah kurikulum
2013 mata pelajaran agama Islam di madrasah aliyah tahun
2016, Asep berpendapat bahwa diantara konsep kurikulum
berbasis kompetensi pada tahun 2004, konsep kurikulum berbasis
karakter pada tahun 2006, dan konsep kurikulum terintegrasi
Reni Sintawati dengan judul ”Implementasi Pendekatan
Saintifik model Discovery Learning pada Pembelajaran
Pendidikan Agama Islamdi SMAN 1 Jetis”.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsian dan
menganalisis secara kritis tentang implementasi pembelajaran
pendekatan saintifik model discovery learning pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Jetis.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
pendekatan saintifik model discovery learning dalam
pembelajaran PAI menunjukkan bahwa guru melaksanakan
proses pembelajaran melalui langkah-langkah pendekatan
saintifik model dicovery learning, dengan mengamati melalui
problem statment, menanya melalui stimulasi, mengumpulkan
data melalui data colection, mengasosiasi melalui data processing
dan generalisasi. Hasil penerapan pendekatan saintifik model
84
discovery learning dalam pembelajaran PAI membuat peserta
didik antusias dalam mengikuti pmbelajaran PAI, rasa ngin
tahunya berkembang , aktif , berpusat pada peserta didik, dan
dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi.(38)
Penelitian lain dari tesis I Made Tangka yang berjudul
Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Inquiri Terbimbing
terhadap kemampuan pemahaman konsep dan keterampilan
proses sains siswa kelas X SMAN 3 Amlapura. Jenis penelitian
ini merupakan penelitian eksperimen. Berdasarkan hasil analisa
data , ditemukan hasil-hasil penelitian sebagai berikut.(39)
Pertama, terdpat pebedaan yang signifikan hasil pemahaman
konsep dan keterampilan, proses sains antara kelompok siswa
dengan model inkuiri terbimbing dan kelompok siswa dengan
model pembelajaran langsung. Kedua , terdapat perbedaan
pemahaman konsep antara kelompok siswa dengan model inkuiri
terbimbing dan kelompok siswa dengan model pembelajarn
ketiga, terdapat perbedaan keterampilan proses.
Dalam tesis Asep Subhi yang berjudul telaah kurikulum
2013 mata pelajaran agama Islam di madrasah aliyah tahun
2016, Asep berpendapat bahwa diantara konsep kurikulum
berbasis kompetensi pada tahun 2004, konsep kurikulum berbasis
karakter pada tahun 2006, dan konsep kurikulum terintegrasi
38 Sintawati, Reni”Implementasi Pendekatan Saintifik model
Discovery Learning pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1
Jetis” UIN Sunan Kalijaga.2016. 39 Tangka, I Made .”Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran
Inquiri Terbimbing terhadap kemampuan pemahaman konsep dan
keterampilan proses sains siswa kelas X SMAN 3 Amlapura” UIN Sunan
Kalijaga. 2016
85
Sebagai konsep tambahan dalam kurikulum 2013 ini. Dari
ketiga konsep tersebut, kurikulum 2013 lah yang merupakan
kurikulum yang ideal karna memiliki pendekatan yang
memaksimalkan potensi siswa.(40)
.
Dalam tesis Penerapan Pendekatan Saintifik Dalam Upaya
Penanaman Kompetensi Inti Anak Usia Dini di PAUD Terpadu
An-Nur Sleman,Yogyakarta, Tri Utami menyatakan bahwa
penelitian yang ia lakukan menghasilkan kesimpulan bahwa
penerapan pendekatan saintifik di Paud An-Nur dilakukan
melalui lima kegiatan, yaitu; mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menalar dan mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan.
Dan penanaman kompetensi yang dilakukan mencakup
penanaman KI-1 untuk kompetensi inti spritual, KI-2 untuk
kompetensi inti sikap sosial, KI-3 untuk kompetensi inti
pengetahuan, dan KI 4 untuk kompetensi inti keterampilan.
Dari hasil penelitian Asla Maria, Darmuji, I Made Tangka,
Reni Sintawati, Tri Utami, dan Asep Subhi diketahuilah bahwa
pendekatan kurikulum 2013 adalah kurikulum yang sampai saat
ini dianggap paling sesuai untuk mencapai hasil maksimal dalam
proses pembelajaran bagi siswa.
Terutama dengan pembelajaran dengan pendekatan
saintifik yang bisa mengembangkan tidak hanya sisi kognitif
siswa tapi juga afektif dan psikomotor. Hal ini mendukung
40 Subhi, Asep, telaah kurikulum 2013 mata pelajaran agama Islam
di madrasah aliyah tahun 2016, (Serang,Institut Agama Islam Negri Sultan
Maulana Hasanudin Banten, 2016), p.30