bab ii pembahasan a. tinjauan pustaka 1. konsep
TRANSCRIPT
10
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Perlidungan Hukum
Sebagai makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu
melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum
(rechtsbetrekkingen).11 Suatu hubungan hukum akan memberikan hak dan
kewajiban yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, sehingga
apabila dilanggar akan mengakibatkan pihak pelanggar dapat dituntut di
pengadilan.12 Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban,
selain itu masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan
kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk
mengurangi ketegangan dan konflik maka tampil hukum yang mengatur dan
melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum. Dalam
perkembangannya, antara suatu Negara dengan warga negaranya akan terjalin
suatu hubungan timbal balik, yang mengakibatkan adanya suatu hak dan
kewajiban antara satu sama lain, dan perlindungan hukum merupakan salah satu
hak yang wajib diberikan oleh suatu Negara kepada warga negaranya. Sehingga
dapat dikatakan, jika suatu Negara mengabaikan dan melanggar hak asasi
manusia dengan sengaja dan menimbulakn suatu penderitaan yang tidak
11 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 49. 12 Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, ha;. 131.
11
mampu diatasi secara adil, maka Negara tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
suatu Negara hukum dalam arti sesungguhnya. Perlindungan hukum adalah
segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa
aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan
sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam
berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan
medis, dan bantuan hukum.13 Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum
adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang
dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar
dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat
difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar
adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum
dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi
dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.14 Philipus M. Hadjon
mengemukakan bahwa istilah perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum
berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechbescherming van de burgers”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum
berasal dari bahasa Belanda, yakni “rechbescherming” dengan mengandung
pengertian bahwa dalam kata perlindungan terdapat suatu usaha untuk
memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang
dilakukan. Perlindungan hukum merupakan konsep yang universal dari suatu
13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press. Jakarta, 1984, hal. 133. 14 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 55.
12
negara hukum. Perlindungan hukum diberikan apabila terjadi pelanggaran
maupun tindakan yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh
pemerintah, baik perbuatan penguasa yang melanggar undang-undang maupun
masyarakat yang harus diperhatikannya. Pengertiannya dalam kata
perlindungan hukum terdapat suatu usaha untuk memberikan hak-hak yang
dilindungi sesuai dengan kewajiban yang harus dilakukan.Perlindungan hukum
bagi pemegang hak atas tanah mengandung pengertian bahwa pemegang hak
atas tanah berhak dilindungi hak–haknya terkait dengan pengadaan tanah yang
dilakukan oleh instansi Pemerintah yang memerlukan tanah. Adapun konsep
yang dijabarkan oleh Philipus M. Hadjon dalam bukunya disebutkan bahwa
pengertian perlindungan hukum bagi rakyat berkaitan dengan rumusan yang
dalam kepustakaan berbahasa Belanda berbunyi “rechtsbescherming van de
burgers tegen de overhead” dan dalam kepustakaan berbahasa Inggris “legal
protection of the individual in relation to acts of administrative authorities”.15
Disebutkan pula bahwa ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu
perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Pada
perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan
pemerintah mendapat bentuk yang definitif.16 Sehingga tujuan dari
perlindungan hukum preventif adalah mencegah terjadinya sengketa sedangkan
15 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Peradaban, 2007, hal.1. 16 Philipus M. Hadjon. Op.Cit., hal. 2.
13
perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.17
Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak
pemerintahan yang didasarkan kepada kebebasan bertindak karena dengan
adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk
bersikap hatihati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.18
Perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum dimana hukum
dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan,
kedamaian, ketentraman bagi segala kepentingan manusia yang ada di dalam
masyarakat. Hukum pada hakikatnya sebagai perlindungan kepentingan
manusia agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan dan
ditegakkan. Dalam menegakkan hukum, menurut Sudikno Mertokusumo
terdapat 3 (tiga) unsur yang harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum
(rechtssicherheit), kemanfaatan (zweekmassigkeit) dan keadilan
(gerechtigkeit). Adanya kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel
terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat
memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat
mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian
hukum masyarakat akan lebih tertib.
2. Pengadaan Tanah dan Kepentingan Umum
17Ibid., hal. 2. 18Ibid., hal. 3.
14
Istilah pengadaan tanah dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum, yaitu: “Pengadaan Tanah adalah kegiatan
menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil
kepada pihak yang berhak”. Pengertian Pengadaan Tanah menurut John
Salindeho arti atau istilah menyediakan kita mencapai keadaan ada, karena didalam
mengupayakan, menyediakan sudah terselib arti mengadakan atau keadaan ada itu,
sedangkan dalam mengadakan tentunya kita menemukan atau tepatnya mencapai
sesuatu yang tersedia, sebab sudah diadakan, kecuali tidak berbuat demikan, jadi
kedua istilah tersebut namun tampak berbeda, mempunyai arti yang menuju kepada
satu pengertian (monosematic) yang dapat dibatasi kepada suatu perbuatan untuk
mengadakan agar tersedia tanah bagi kepentingan pemerintah.
Menurut Boedi Harsono pengadaan tanah merupakan perbuatan hukum
yang berupa melepaskan hubungan hukum yang semula ada antara pemegang
hak dan tanahnya yang diperlukan, dengan pemberian imbalan dalam bentuk
uang, fasilitas atau lainnya, melalui musyawarah untuk mencapai kata sepakat
antara empunya tanah dan pihak yang memerlukannya. Sedangkan menurut
Imam Koeswahyono pengadaan tanah sebagai suatu perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pemerintah untuk mendapatkan tanah bagi kepentingan tertentu
dengan cara memberikan ganti kerugian kepada si empunya (baik perorangan
atau badan hukum) tanah menurut tata cara dan besaran nominal tertentu.19
19 Imam Koeswahyono, Artikel, Melacak Dasar Konstitusional Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Pembangunan Bagi Umum, 2008, hal 1.
15
Konsep dasar pengadaan tanah melalui pelepasan atau penyerahan hak atas
tanah dilakukan dengan musyawarah berdasarkan kesepakatan di antara kedua
belah pihak yaitu pemilik tanah dan Pemerintah selaku pihak yang
membutuhkan. Dari definisinya maka pengadaan tanah terdiri dari unsur-unsur:
a. Perbuatan hukum berupa pelepasan ha katas tanah menjadi tanah
negara;
b. Pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan umum’
c. Perbuatan hukum didasarkan pada musyawarah dan kesukarelaan;
d. Adanya ganti rugi yang adil dan layak.
Kegiatan perolehan tanah oleh pemerintah untuk melaksanakan pembangunan
ditujukan kepada pemenuhan kepentingan umum. Kepentingan umum
diselenggarakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Permbangunan Untuk Kepentingan Umum, yaitu: “Kepentingan
Umum adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus
diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat”. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan
umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang
banyak atas tujuan yang luas.20 Menurut Iskandar Kepentingan Umum adalah
20 Oloan sitorus dan Dayat Kimbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan
Tanah Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 6.
16
suatu kepentingan yang menyangkut semua lapisan masyarakat tanpa pandang
golongan, suku, agama, ras, status sosial dan sebagainya. Berarti apa yang
dikatakan kepentingan umum ini menyangkut hajat hidup orang banyak bahkan
termasuk hajat orang yang telah meninggal atau dengan kata lain hajat semua
orang, dikatakan demikian karena orang yang meninggalpun masih
memerlukan tempat pemakaman dan sarana lainnya.21 Pembangunan
pertanahan tidak lepas dari pemahaman tentang kepentingan umum, menurut
John Salindeho belum ada definisi yang sudah dikentalkan mengenai
pengertian kepentingan umum, namun cara sederhana dapat ditarik kesimpulan
atau pengertian bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk
keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan sosial yang
luas. Oleh Karena itu rumusan demikian terlalu umum, luas dan tak ada
batasnya, maka untuk mendapatkan rumusan terhadapnya, kiranya dapat
dijadikan pegangan sambil menanti pengentalannya yakni kepentingan umum
adalah termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama
dari rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis dan
hankamnas atas dasar azas-azas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan
Ketahanan Nasional serta wawasan Nusantara.22
3. Tahapan-Tahapan Pengadaan Tanah
21 Mudakir Iskandar, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Jala Permata
Aksara, Jakarta, hal. 12. 22 John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Kalarta, 1988,
hal. 40.
17
Dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan
melalui 4 tahapan yang telah di tentukan dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, yaitu:
a. Tahapan Perencanaan
Pada tahap perencaan ini, proses pengadaan tanah dimulai dengan
instansi yang memerlukan tanah membuat perencaan pengadaan tanah
yang didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas
Pembangunan Yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah, Rencana Strategis dan Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang
bersangkutan.23 Perencanaan pengadaan tanah unutk kepentingan umum
tersebut disampaikan kepada pemerintah provinsi dalam bentuk dokumen
perencanaan pengadaan tanah yang paling sedikit memuat maksud dan
tujuan rencana pembangunan, kesesuaian dengan rencana tata ruang
wilayah dan renca pembangunan nasional dan daerah, letak tanah, luas
tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, prakiraan jangka
waktu pelaksanaan pembangunan, prakiraan nilai tanah, dan rencana
penganggaran.24 Menurut ketentuan Pasal 15 UU 2/2012 dan
penjelasannya, dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun
23 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum. 24 Djoni Sumardi Gozali, Hukum Pengadaan Tanah, Cetakan Pertama, UII Press Yogyakarta,
Yogyakarta, 2018, hal., 134.
18
berdasarkan studi kelayakan yang mencangkup survei sosial ekonomi,
kelayakan lokasi, analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah
dan masyarakat, perkiraan nilai tanah, dampak lingkungan dan dampak
sosial yang mungkin timbul akibat dari pengadaan tanah dan
pembangunan. Penyusunan dokumen perencanaan dapat dilakukan secara
bersama-sama oleh instansi yang memerlukan tanah bersama instansi
teknis terkait atau dapat dibantu oleh lembaga professional yang ditunjuk
oleh instansi yang memerlukan tanah.
b. Tahapan Persiapan
Atas dasar dokumen perencanaan yang telah dibuat,instansi yang
memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi melaksanakan kegiatan:
1) Pemberitahuan rencana pembangunan;
2) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan
3) Konsultasi publik rencana pembangunan.
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, Gubernur membentuk
Tim Persiapan dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak dokumen
perencanaan pengadaan tanah diterima oleh gubernur, yang beranggotakan
bupati/walikota, satuan kerja perangkat saerah provinsi terkait, instansi
yang memerlukan tanah dan instansi terkait lainnya, dengan tugas:25
25 Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 10 Perpres 71/2012 juncto Pepres 148/2015.
19
1) Melkasanakan pemberitahuan rencana pembangunan;
2) Melakukan pendataan awal lokasi pembangunan;
3) Melaksanakan konsultasi publik rencana pembangunan;
4) Menyiapkan penetapan lokasi pembangunan;
5) Mengumumkan penetapan lokasi pembgnunan untuk kepentingan
umum; dan
6) Melaksanakan tugas lain yang terkait persiapan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum yang ditugaskan oleh
Gubernur.
Gubernur dapat mendelegasikan kewenangan pelaksanaan persiapan
pengadaan tanah bagi pembanguna untuk kepentingan umum kepada
bupati/walikota berdasarkan pertimbangan efisiensi, efektifitas, kondisi
geografis, sumber daya manusia dan pertimbangan lainnya dalam waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen perencanaan
pengadaan tanah. Jika gubernur mendelegasikan kewenangan kepada
bupati/walikota, maka bupati/walikota membentuk tim persiapan dalam
waktu paling lama 5 (lima) hari sejak diterimanya pendelegasian, dan
pelaksaan persiapan pengadaan tanah dilakukan mutatis mutandis dengan
ketika pelaksaan pengadaan tanah dilakukan oleh gubernur (Pasal 47
Perpres 71/2012 juncto Perpres 148/2015).
20
1) Pemberitahuan rencana pembangunan
Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepada
masyarakat, pada rencana lokasi pembangunan baik langsung
maupun tidak langsung. Pemberitahuan secara langsung antara lain
melalui sosialisai, tatap muka atau surat pemberitahuan. Sedangkan
pemberitahuan secara tidak langusng anatara lain melalui media
ceatak atau media elektronik, berdasarkan penjelasan Pasal 17 UU
2/2012. Pemberitahuan rencana pembangunan yang berisi informasi
mengenai maksud dan tujuan rencana pembangunan, letak tanah dan
luas tanah yang dibutuhkan, tahapan rencana pengadaan tanah,
perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan dan informasi
lainnya yang dianggap perlu, dilaksanakan paling lama 3 (tiga) hari
kerja sejak dibentuknya Tim Persiapan (Pasal 11 dan Pasal 14
Perpres 71/2012 juncto Perpres 148/2015). Pemberitahuan rencana
pembangunan secara langsung melalui sosialisasi, tatap muka dan
surat pemberitahuan, diatur dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Perpres
71/2012 dimana pelaksanaan sosialisasi atau tatap muka
dilaksanakan oleh Tim Persiapan dengan menyampaikan undangan
kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan melalui
lurah/kepala desa atau nama lain dalam jangka waktu paling lambat
3 (tiga) hari kerja sebelum pertemuan dilaksanakan. Hasil
pelaksanaan sosialisasi atau tatap muka dituangkan dalam bentuk
21
notulen pertemuan yang ditandatangani oleh ketua Tim persiapan
ayau pejabat yang ditunjuk. Sosialisasi dengan surat pemberitahuan
disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan
melalui lurah/kepala desa atau nama lain dalam waktu paling lama
3 (tiga) hari sejak ditandatanganinya surat pemberitahuan, diatur
dalam Pasal 14 Perpres 71/2012 juncto Perpres 148/2015. Mengenai
pemberitahuan tidak langsung melalui media cetak dilaksanakan
melalui surat kabar harian local dan nasional paling sedikit satu kali
penerbitan pada hari kerja, sedangkan melalui media elektronik
dilaksanakan melalui laman (website) pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota atau instasi yang memerlukan tanah.
2) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan
Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan
pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan
tanah yang dilaksanakan oleh Tim Persiapan dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan rencana
pembangunan, diatur dalam Pasal 27 Perpres 71/2012, yang
dimaksud pihak yang berhak berupa perseorangan, badan sosial,
badan keagamaan, atau instansi pemerintah yang memeliki atau
menguasai objek pengadaan tanah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Lebih lanjut ditegaskan pihak yang berhak
meliputi pemegang hak atas tanah, pemegang hak pengelolaan,
22
nadzir untuk tanah wakaf, pemilik tanak bekas milik adat,
masyarakat hukum adat, pihak yang menguasai tanah Negara
dengan itikad baik, pemegang dasar penguasaan atas tanah, dan/atau
pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan
tanah. Tim Persiapan dapat melakukan pendataan awal lokasi
rencana pembangunan bersama pejabat kelurahan/desa atau nama
lain dan hasilnya dituangkan dalam bentuk daftar sementasra lokasi
rencana pembangunan dan ditandatangani oleh ketua Tim Perisapan.
Daftar sementara inilah yang dituangkan sebagai bahan untuk
pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan (Pasal 18 UU
2/2012 juncto Pasal 28 Perpres 71/2012).
3) Konsultasi publik rencana pembangunan
Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk
mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak
yang berhak. Menurut Pasal 1 angka 8 UU 2/2012 juncto Pasal 1
angka 8 Perpres 71/2012 yang dimaksud konsultasi publik adalah
proses komunikasi dialogis atau musyawarah antara pihak yang
berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan
dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum. Undangan konsultasi publik disampaikan
langsung kepada pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena
dampak atau melalui perangkat kelurahan/desa atau nama lain dalam
23
waktu dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum
pelaksanaan konsultasi publik. Pelaksaan konsultasi publik dapat
dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh
pihak yang berhak. Dalam konsiltasi publik Tim Persiapan
menjelaskan mengenai rencana Pengadaan Tanah yang meliputi:26
Maksud dan tujuan rencana pembangunan untuk kepentingan
umum;
Tahapan dan waktu proses penyelenggaraaan Pengadaan Tanah;
Peran penilai dalam menentukan nilai Ganti Kerugian;
Insentif yang akan diberikan kepada pemegang hak;
Objek yang dinilai Ganti Kerugian;
Bentuk ganti kerugian;
Hak dan kewajiban pihak yang berhak.
Pelaksanaan Konsultasi Publik dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 60 (enam puluh) hari kerja yang dihitung mulai tanggal
ditandatangani daftar sementara lokasi rencana pembangunan.
Kemudian Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan
26 Pasal 32 Perpres 71/2012.
24
permohonan penetapan oleh instansi yan g memerlukan tanah
(Pasal 19 UU 2/2012). Tapi jika sampai dengan waktu 60 (enam
puluh) hari kerja tersebut terdapat pihak yang keberatan, maka
dilaksanakan konsultasi publik ulang dengan pihak yang keberatan
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal berita acara
kesepakatan (Pasal 20 UU 2/2012 juncto Pasal 34 Perpres 71/2012).
Jika dalam konsultasi publik ulang masih belum mendapatkan
keberatan, maka instansi yang memerlukan tanah melaporkan
keberatan tersebut kepada gubernur melalu Tim Persiapan.
Rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya keberatan
oleh gubernur (Pasal 39 Perpres 71/2012 juncto Perpres 148/2015).
Jika keberatan ditolak gubernur menetapkan lokasi pembangunan,
namun bila keberatan diterma gubernur memberitahukan kepada
instansi yang memerlukan tanah unutk mengajukan rencana lokasi
pembangunan di tempat lain (Pasal 22 UU 2/2102 juncto Pasal 37-
40 Perpres 71/2012).
Dalam hal setelah penetapan lokasi pembangunan masih
terdapat keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
dikeluarkannya penetapan lokasi, dan Pengadilan Tata Usaha
25
Negara memutus diterima atu ditolaknya gugatan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan.
Jika masih keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara, pihak yang berhak dapat mengajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi
diterima. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan
tanah bagi pembagunan untuk kepentingan umum (Pasal 23 UU
2/2012).
c. Tahapan Pelaksanaan
Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan
umum, instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksaaan
pengadaan tanah kepada Lembaga Pertanahan (Pasal 27 UU 2/2012).
Pelaksanaan pengadaan tanah diselenggarakan oleh menteri
berdasarkan Perpres 148/2015, dan dilaksanakan oleh Kepala Kantor
wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Penetapan
pelaksana pengadaan tanah dilakukan dlaam waktu paling lama 2 (dua)
hari kerja sejak diterimanya pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah
(Pasal 49 Perpres 71/2012 juncto Perpres 148/2015). Kepala Kantor
wilyah BPN dapat menugaskan Kepala Kantor Pertanahan sebagai
26
Ketua Pelaksaana Pengadaan Tanah, dengan mempertimbangkan
efisiensi, efektifitas, kondisi geografis, dan sumber daya manusia,
falam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya pengajuan
pelaksanaan pengadaan tanah. Pelaksanaa pengadaan tanah yang
dilakuakan meliputi:
a. Inventarisasi dan Indentifikasi penguasaan, pemilikan.
Penggunaan dan pemanfaatan tanah;
b. Penilaian ganti kerugian;
c. Musyawarah penetapan ganti kerugian
d. Pemberian ganti kerugian; dan
e. Pelepasan tanah instansi.
d. Tahapan penyerahan hasil
Penyerahan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang
memerlukan tanah dilakuakn setelah:
a. pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dan
pelepasan hak telah dilaksanakan; dan/atau
b. pemberian ganti kerugian telah dititipkan di PEngadilan Negeri.
Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan kepada instansi
yang memerlukan tanah berupa bidang tanah disertai data pengadaan
27
tanah dan dokumen pengadaan tanah paling lama 3 (tiga) hari kerja
sejak pelepasan hak objek pengadaan tanah. Pemyerahan hasil
pengadaan tanah dilakukan dengan berita acara untuk selanjutnya
dipergunakan oleh instansi yang memerlukan tanah guna
pendaftaran/pensertifikatan yang wajib dilakukan dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penyerahan hasil pengadaan tanah
(Pasal 48 ayat (1) UU 2/2012 juncto Pasal 112 Perpres 71/2012 juncto
Perpres 148/2015).
4. Asas-Asas Dalam Pengadaan Tanah
Asas hukum merupakan dasar atau fondasi dalam peraturan perundang-
undangan, dengan demikian setiap norma hukum dalam peraturan perundang-
undangan haruslah mengacu pada prinsip atau asas hukum. Implementasi dari
asas-asas hukum tersebut, akan menjadi tolak ukur atau dasar pengujian bagi
hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menilai apakah dalam
pelaksanaan pengadaan tanah sudah sesuai sejalan dengan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2012.27 Sebagai sebuah fondasi atau dasar, asas dapat
digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan jika dalam sebuah sistem hukum
terjadi sengketa, misalnya jika dalam suatu peraturan perundang-undangan
terjadi konflik norma. Pranata hukum pengadaan tanah akan lebih utuh
dipahami bila tetap berpegang pada konsepsi hukum tanah nasional. Konsepsi
27 Sudjito, Restorasi Kebijakan Pengadaan, Perolehan, Pelepasan, dan Pendayagunaan Tanah Serta
Kepastian Hukum di Bidang Investasi, Tugujogja Pustaka, Yogyakarta, 2012, hal. 58.
28
hukum tanah nasional diambil dari hukum adat, yakini berupa konsepsi yang:
”komunalistik religius yang memungkinkan penguasaan tanah secara
individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus
mengandung unsur kebersamaan. Menurut Maria Sumardjono, dalam kegiatan
pengadaan tanah tersangkut kepentingan dua pihak yakni instansi pemerintah
yang memerlukan tanah dan masyarakat yang tanahnya diperlukan untuk
kegiatan pembangunan. Karena tanah sebagai kebutuhan dasar manusia
merupakan perwujudan hak ekomomi, sosial dan budaya maka pengadaan
tanah harus dilakukan melalui suatu proses yang menjamin tidak adanya
“pemaksaan kehendak” satu pihak terhadap pihak lain. Disamping itu,
mengingat bahwa masyarakat harus merelakan tanahnya untuk suatu kegiatan
pembangunan, maka harus dijamin bahwa kesejahteraan sosial ekonomimya
tidak akan menjadi lebih buruk dari keadaaan semula, paling tidak harus setara
dengan keadaan sebelum tanahnya digunakan oleh pihak lain, oleh karena itu
Pengadaan tanah harus dilakukan sesuai dengan asas-asas yang telah diatur
pada Pasal 2 huru a sampai j Undang-Undang Nomor 2/2102 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yaitu:
a. Asas Kemanusiaan dimana Pengadaan tanah harus memberikan
perlindungan serta menghormati terhadap hak asasi manusia, harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
b. Asas Keadilan, kepada masyarakat yang terkena dampak diberikan ganti
kerugian yang dapat memulihkan kondisi sosial ekonominya, minimal setara
29
dengan keadaan semula, dengan memperhitungkan kerugian terhadap faktor
fisik maupun nonfisik. Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang
berangkat dari nilai-nilai moral manusia. Keadilan merupaka konsep filsafat
yang mengandung pengertian yang abstrak. Hukum selalu menginginkan
terwujudnya idea hukum tertentu. Tujuan hukum untuk sebagian terletak
dalam merealisasikan keadilan, disamping untuk ketertiban, perdamaian,
harmoni, predikbilitas, dan kepastian hukum.28 Dalam pengadaan tanah asas
keadilan diletakkan sebagai dasar penentuan bentuk dan besarnya ganti
kerugian yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah yang tanahnya
diambil untuk kepentingan umum.29
c. Asas Kemanfaatan dimana pengadaan tanah diharapkan mendatangkan
dampak positif bagi pihak yang memerlukan tanah, masyarakat yang terkena
dampak dan masyarakat luas. Manfaat dari hasil kegiatan pembangunan itu
harus dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai keseluruhan.
d. Asas Kepastian, Pengadaan tanah dilakukan menurut tata cara yang diatur
oleh peraturan perundang-undangan, sehingga para pihak mengetahui hak
dan kewajiban masing-masing. Disamping itu, kepastian hukum juga harus
tertuju terhadap pemberian ganti rugi kepada pemilik tanah yang telah
menderita kerugian atas lepasnya hak atas tanahnya akibat diambil oleh
28 B. Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori dan Filsafat
Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007, hal. 37. 29 Achmad Rubai, Hukum Pengadaan Tanah, Bayu Media, Malang, 2007, hal. 31.
30
pemerintah untuk pembangunan, pada sisi yang lain pihak yang
membutuhkan tanah juga harus memperoleh kepastian untuk dapat
menikmati atau mengusahakan tanah tersebut tanpa mendapat gangguan dari
pihak manapun.30 Menurut Boedi Harsono asas kepastian hukum dalam
pengadaan tanah mempunyai makna penguasaan dan penggunaan tanah oleh
siapapun dan untuk keperluan apapun harus ada landasan haknya.31
e. Asas Keterbukaan, dalam proses Pengadaan tanah dilaksanakan dengan
memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang
berkaitan dengan pengadaan tanah. Peraturan perundang-undangan di
bidang pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus dikomunikasikan
kepada masyarakat agar masyarakat memperoleh pengetahuan mengenai isi
dari peraturan tersebut, demikian pula mengenai rencana pengadaan tanah
untuk kepentingan umum harus dikomunikasikan kepada pemilik tanah
mengenai tujuan peruntukan tanah dan besarnya ganti kerugian, serta tata
cara pembayaran ganti kerugian, dan keseluruhan proses administrasi atas
pelepasan tanah tersebut, hal ini dimaksudkan untuk agar tidak ada
kebohongan diantara para pihak. Penyampaian informasi mengenai rencana
pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat dilakukan melalui
penyuluhan hukum dan media informasi yang dapat dijangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat. Informasi yang diberikan oleh pemerintah mulai dari
30 Ibid, hal. 32. 31 Boedi Harsono dalam Oloan Sitorus&Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,
Mitra Kebijakan Tanah, Yogyakarta, 2004, hal. 35.
31
perencanaan, dan pelaksanaan pengadaan tanah, dengan adanya informasi
yang menyeluruh masyarakat mengetahui tentang proyek pembangunan
untuk kepentingan umum beserta hak-haknya. Informasi yang diberikan oleh
pemerintah seharusnya tidak bersifat sektoral, akan tetapi bersifat
komprehensif (menyeluruh).
f. Asas Kesepakatan bahwa seluruh kegiatan Pengadaan tanah dilakukan
berdasarkan kesepakatan antara pihak yang memerlukan tanah dan
pemegang hak atas tanah. Kegiatan fisik pembangunan baru dapat
dilaksanakan bila telah terjadi kesepakatan antara para pihak dan ganti
kerugian telah diserahkan.
g. Asas Keikutsertaan/Partisipasi, adanya peran serta seluruh pemangku
kepentingan (stakeholder) dalam setiap tahap Pengadaan tanah
(perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) diperlukan agar menimbulkan rasa ikut
memiliki dan dapat meminimalkan penolakan masyarakat terhadap kegiatan
yang bersangkutan. Peran serta semua pihak yang terkait secara aktif dalam
proses pengadaan tanah akan menimbulkan rasa memiliki dan dapat
memperkecil kemungkinan timbulnya penolakan terhadap kegiatan
pembangunan untuk kepentingan umum. Perwujudan asas keikutsertaan
dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 dicantumkan dalam Pasal 57
yang menyebutkan: “Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum, masyarakat dapat berperan serta antara lain;
32
memberikan masukan secara lisan atau tertulis mengenai pengadaan tanah;
dan memberikan dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah”.
h. Asas Kesejahteraan, adalah bahwa Pengadaan tanah untuk pembangunan
dapat nilai tambahan bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak dan
masyarakat secara luas. Karena itu akibat dari adanya pembangunan
kesejahteraan masyarakat harus lebih meningkat bukan malah sebaliknya,
terhadap subyek hak wajib diberikan imbalan berupa uang, fasilitas/tanah
pengganti sehingga keadaan sosial ekonominya tidak merosot/tidak menurun.
i. Asas Keberlanjutan maksudnya adalah kegiatan pembangunan dapat
berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Asas keberlanjutan ini dimaksudkan bahwa pengelolaan
sumber daya alam dikelola untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa
menghilangkan fungsi dan kelestarian lingkungan hidup, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang43. Dalam istilah lain
pembangunan yang berkelanjutan dikenal dengan pembangunan berwawasan
lingkungan (sustainable development), yang merupakan strategi pengelolaan
sumber daya alam yang mempunyai komitmen terhadap kelestarian mutu dan
fungsi lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan sebagai upaya untuk
mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan
menyerasikan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan
pembangunan. Dengan demikian, gagasan utama pembangunan berkelanjutan
adalah suatu pembangunan yang akrab dengan lingkungan. Dalam kontek ini
33
secara ekologis pembangunan berkelanjutan menekankan pada adanya
keharusan hubungan antara perilaku pembangunan dengan aspek-aspek
konservasi lingkungan agar dalam jangka panjang pemanfaatan sumber daya
alam tidak menimbulkan dampak destruktif. Dengan demikian gagasan ini
mengandung muatan kepentingan masa depan yang bersifat global, kendati
dalam aplikasinya tidak terlepas dari masalah-masalah lokal yang berkembang
di sekitar tempat hidup manusia.
j. Asas Keselarasan sesuai penjelasan pasal 2 huruf j Undang-Undang Nomor
2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan
sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara.
5. Hak dan Kewenangan Pemegang Hak Atas Tanah
Menurut Sudikno Mertokusumo, hak atas tanah adalah hak yang memberi
wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil
manfaat dari tanah yang dihakinya.32 Pemilikan atas suatu hak diberikan
wewenang untuk menggunakan tanah sebagai subyek pemegang hak atas tanah
untuk mendirikan bangunan atau bukan sesuatu diatasnya, maupun
menggunakan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, seperti ditetapkan
dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA. Maksud dari memberi wewenang adalah untuk
menggunakan sesuai dengan sifat dan kemampuan hak tersebut. 33 Sudikno
32 Sudikno Mertokusumo, Hukum Politik dan Agraria, Karunika Universitas Terbuka, Jakarta, 1988,
hal. 45. 33 Sri Harini Dwiyatmi, Op.cit, hal. 36.
34
Mertokusumo sendiri telah membagi wewenang yang dimiliki oleh pemegang
hak atas tanah menjadi 2, yaitu:34
a. Weewenang Khusus
Diartikan bahwa pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang
dalam hal menggunakan tanah yang dimilikinya sesuai dengan macam
hak atas tanahnya.
b. Wewenang Umum
Wewenang yang bersifat umum, yaitu pemegang hak atas tanah
mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga
tubuh bumi, air, dan ruang yang ada diatasnya, termasuk juga tubuh
bumi, air, dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu
dalam batas-batas menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA)
dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Secara tersirat kata wewenang juga dapat diartikan sebagai hak, dimana
subyek hukum sebagai pemegang hak atas tanah mempunyai hak-hak sebagai
berikut:35
1) Mempergunakan tanah dan/atau mengambil manfaat tanah
Kata “menggunakan tanah” mengandung pengertian bahwa pemegang
hak atas tanah mempunyai hak untuk menggunakan tanahnya guna
kepentingan mendirikan suatu bangunan, sedangkan kata “mengambil
34 Sudikno Mertokusumo, Op.cit, hal. 99. 35 Urip Santoso, Op.cit, hal. 69.
35
manfaat dari tanah” mengandung arti bahwa pemegang hak atas tanah
mempunyai hak menggunakan kekayan alam didalam maupun diatas
tanahnya untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan maupun
perkebunan.
2) Mewariskan hak atas tanah
Pemegang hak atas tanah sebagai pewaris berhak mewariskan hak atas
tanahnya kepada ahli warisnya, sepanjang ahli warisnya memenuhi
syarat sebagai ahli waris sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan
yang berlaku.
3) Memindahkan Hak atas tanah
Pemegang hak atas tanah berhak untuk memindahkan hak atas tanah yang
dimilikinya dengan cara jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dlaam
modal perusahaan (inbreng), lelang kepada pihak lain.
4) Membebani hak atas tanah dengan Hak Tanggungan
Pemegang hak atas tanah memiliki hak untuk menjadikan hak atas tanah
yang dimilikinya sebagai jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan
kepada kreditor (bank).
5) Melepaskan atau menyerahkan hak atas tanah
Pemegang hak atas tanah berhak melepaskan atau menyerahkan haknya
kepada instansi pemerintah atau perusahaan swasta yang memberikan ganti
kerugian.
Meskipun subyek hukum pemegang hak atas tanah memiliki hak dan
wewenang yang dilindungi hukum, bukan berarti hak tersebut serta merta dapat
36
digunakan tanpa memperhitungkan manfaatnya juga bagi kepentingan umum,
melalui Pasal 6 UUPA dinyatakan bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial”, sehingga jelas bahwa setiap kegiatan pemanfaatan suatu tanah
haruslah digunakan untuk kepentingan umum, tidak hanya untuk kepentingan
pribadinya, terlebih jika dalam pemanfaatnya banyak menimbulkan kerugian
bagi masyarakat umum.
6. Kewajiban Pemegang Hak Atas Tanah
Dalam setiap pemilikan hak atas tanah melekat hak/wewenang dan suatu
kewajiban (untuk memelihara agar dalam penggunaannya tidak bertentangan
dengan sifat dan ciri hak tersebut serta tidak bertentangan dengan fungsi sosial dari
setiap hak). Maka setiap Hak haruslah juga disertai dengan Kewajiban, sehingga
dalam pelaksanaan hak tersebut tidak akan mengurangi atau membatasi hak
orang lain juga. Dalam UUPA kewajiban tersebut bersifat umum, yang artinya
berlaku terhadap setiap hak atas tanah, diatur dalam:
a. Pasal 6, yang menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai
fungsinya
b. Berhubungan dengan fungsi sosial, salah satu landasan kewajiban
subyek hukum pemegang hak atas tanah dilihat dari Pasal 15 yakni
“memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta
mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan
hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah
itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah”, dihubungkan
37
dengan Pasal 52 ayat 1 tentang kewajiban memelihara tanah yang
dihaki.
c. Pasal 10 Khusus mengenai tanah pertanian, yaitu kewajiban bagi pihak
yang mempunyainya untuk mengerjakan atau mengusahakannya
sendiri secara aktif.
7. Ganti Kerugian
Ganti kerugian pengertiannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum Pasal 1 angka 10 yang berbunyi bahwa ganti kerugian adalah
penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses
pengadaan tanah. Masalah ganti rugi merupakan isu sentral yang paling rumit
penanganannya dalam upaya pengadaan tanah oleh pemerintah dengan
memanfaatkan tanah-tanah yang sudah mempunyai hak. Penetapan ganti rugi
untuk bangunan dan tanaman relatif lebih mudah dibandingkan dengan tanah
karena di samping nilai nyata tanah yang didasarkan pada NJOP tahun terakhir,
terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi harga tanah. Faktor-faktor
tersebut adalah lokasi, jenis hak atas tanah, status penguasaan atas tanah,
peruntukan tanah, kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah, prasarana,
fasilitas dan utilitas, lingkungan dan faktor-faktor lain. Sudah tentu pemegang
hak harus sangat berhati-hati dalam menyampaikan keinginan terhadap
besarnya ganti rugi terhadap tanahnya. Dalam setiap pengadaan tanah untuk
pembangunan hampir selalu muncul rasa tidak puas, masyarakat yang hak atas
tanahnya terkena proyek tersebut merasakan bahwa korban penggusuran pada
38
umumnya belum dapat menikmati makna keadilan sesuai dengan
pengorbanannya. Dalam kenyataan ini sudah seharusnya perlu perhatian lebih
dalam penerapan peraturan perundangan.
Sutedi mengatakan bahwa seluruh orang yang terkena pembebasan tanah
dari suatu proyek layak dibayar ganti rugi dan direhabilitasi tanpa
memperhatikan hak kepemilikan yang sah. Misalnya kebijaksanaan pemerintah
juga mencakup petani bagi hasil atau petani upahan, pengguna yang tergantung
pada hak adat, pengguna lahan tanpa hak legal, migrasi musiman dan penghuni
liar. Jumlah dan kategori ganti rugi serta bantuan lainnya tergantung pada sifat
kerugian yang dialami masing-masing rumah tangga. Apabila orang terkena
dampak kehilangan akses ke sumber daya yang belum terkendali, seperti hutan,
saluran air atau lahan makanan ternak, mereka harus diganti rugi dalam bentuk
semacamnya. Tindakan memulihkan pendapatan dan taraf hidup dapat menjadi
pembayaran ganti rugi untuk penggunaan kawasan milik umum, asalkan
tindakan ini cukup sesuai dengan tujuan kebijaksanaan. Akan tetapi, orang yang
menguasai tanah tersebut dan memperoleh sewa tidak sah dari kawasan milik
umum tidak diganti rugi.36
B. Hasil Penelitian
1. Profil Kabupaten Lampung Selatan
36 Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal., 273.
39
Kabupaten Lampung Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Lampung. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kalianda. Kabupaten ini memiliki
luas wilayah 2.109,74 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 972.579
jiwa (LSDA 2016). Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 1050
sampai dengan 1050450 Bujur Timur dan 50150 sampai dengan 60 Lintang
Selatan. Mengingat letak yang demikian ini daerah Kabupaten Lampung
Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis.
Kabupaten Lampung Selatan bagian selatan meruncing dan mempunyai sebuah
teluk besar yaitu Teluk Lampung. Di Teluk Lampung terdapat sebuah
pelabuhan yaitu Pelabuhan Panjang di mana kapal-kapal dalam dan luar negeri
dapat merapat. Secara umum pelabuhan ini merupakan faktor yang sangat
penting bagi kegiatan ekonomi penduduk Lampung, terutama penduduk
Lampung Selatan. Pelabuhan ini sejak tahun 1982 termasuk dalam wilayah
Kota Bandar Lampung. Di bagian selatan wilayah Kabupaten Lampung Selatan
yang juga ujung Pulau Sumatera terdapat sebuah pelabuhan penyeberangan
Bakauheni, yang merupakan tempat transit penduduk dari Pulau Jawa ke
Sumatera dan sebaliknya. Dengan demikian Pelabuhan Bakauheni merupakan
pintu gerbang Pulau Sumatera bagian selatan. Jarak antara Pelabuhan
Bakauheni (Lampung Selatan) dengan Pelabuhan Merak (Provinsi Banten)
kurang lebih 30 kilometer, dengan waktu tempuh kapal penyeberangan sekitar
1,5 jam. Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan kurang lebih
2.109,74 km² (LSDA 2007), dengan kantor pusat pemerintahan di Kota
40
Kalianda. Mengingat letak yang demikian ini daerah Kabupaten Lampung
Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis.
Kabupaten Lampung Selatan memiliki 17 kecamatan di dalamnya,
salahsatunya adalah kecamatan Penengahan yang terkena pengadaan tanah
proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Mayoritas mata
pencaharian masyarakat di kecamatan penengahan adalah bertani dan
berkebun, karna itu tanah merukan sumber utama dari mata pencaharian
masyarakat setempat. Kecamatan penengahan ini yang sampai sekarang
pemberian ganti ruginya masih masih belum diberikan.
2. Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di kabupaten Lampung Selatan
(Bakauheni-BandarLampung-Terbanggi Besar)
Jalan Tol Trans Sumatera adalah sebuah jalan tol sepanjang 2.818 km
menghubungkan Lampung dengan Aceh di Pulau Sumatera. Jalan Tol ini di
mulai pada tahun 2012 yang diperkirakan akan menelan dana sebesar Rp. 150
Triliun, pada 20 Februari 2012 Menteri Badan Usaha Milik Negara
mengadakan pertemuan dngan para Gubernur di Griya Agung, Palembang
Sumatera Selatan. Dalam pertemuan tersebt membahas mengenai percepatan
pembangunan jalan tol di Sumatera, pertemuan ini juga dihadiri oleh Deputi
Kementrian BUMN bidang Infrastruktur, Direktur Utama PT Jasa Marga, dan
Direktur Pengembangan Usaha Jasa Marga.
41
Jalan Tol Bakauheni–Terbanggi Besar (Jalan Tol Bakter) adalah jalan tol
sepanjang 140,938 kilometer yang merupakan ruas tol terpanjang di Indonesia
yang rutenya dimulai dari Pelabuhan Bakauheni (Kabupaten Lampung Selatan)
hingga Terbanggi Besar (Kabupaten Lampung Tengah). Jalan tol ini
merupakan jaringan dari Jalan Tol Trans Sumatra. Jalan tol ini ditugaskan
langsung oleh pemerintah kepada PT Hutama Karya (Persero) sebagai Badan
Usaha Jalan Tol (BUJT). Pembangunan ruas tol ini dilakukan oleh PT
Pembangunan Perumahan (PP), PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, serta PT
Adhi Karya melalui skema penugasan dari Kementerian BUMN. Pembangunan
jalan tol ini melintasi 3 Kabupaten, 18 Kecamatan, serta 70 Desa, yakni
Kabupaten Lampung Selatan 13 Kecamatan dan 30 Desa, salah satu yang di
lewati adalah desa Kekiling, Kecamatan Penegahan, Lampung Selatan
Peresmian pembangunan jalan tol ini dilakukan pada 30 April 2015 oleh
Presiden Joko Widodo di Perkebunan Karet PTPN VII Sabah Balau. Jalan tol
ini diresmikan pada 8 Maret 2019 oleh Presiden Joko Widodo di Gerbang Tol
Natar.
3. Tahapan Pengadaan Tanah di Dusun KayuUbi, Desa Kekiling, Kecamatan
Penengahan, Lampung Selatan.
Pengadaan tanah memang sangat berpengaruh besar bagi sutau
pembangunan, tak terkecuali pembangunan untuk sarana dan prasarana bagi
kepentingan umum, salah satunya adalah pembangunan Infrastruktur berupa
jalan bebas hambatan (Jalan Tol). Tanpa adanya Pembebasan Tanah tidak
mungkin pembangunan jalan Tol Trans Sumatera di Kabupaten Kabupaten
42
Lampung Selatan dapat dilaksanakan. Pembangunan Jalan Tol Trans Sumtera
ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan penyelenggaraanya
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Presidein Nomor 148
Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 71
Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum. Mengenai tahapan kegiatan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dalam pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di
Kabupaten Lampung Selatan adalah sebagai berikut:
a. Tahapan Perencanaan
1) Pengajuan Permohonan dan Penetapan Lokasi
Pengajuan permohonan tersebut dituangkan dalam bentuk proposal,
pangajuan proposal untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di
Kabupaten Lampung Selatan dilakukan oleh pihak instansi yaitu Dirjen
Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum kepada Kantor Pertanahan
Provinsi Lampung, setelah permohonan diajukan maka diadakan koordinasi
dengan Pemerintah Provinsi Lampung dalam hal ini Gubernur Lampung,
kemudian Gubernur memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Provinsi
Lampung untuk melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, dalam
hal ini Pemerintah Daerah kabupaten lampung selatan yang terkena
pembangunan jalan tol baik bupati, kantor pertanahan daerah kabupaten
43
lampung selatan yang terkena pembangunan jalan tol. Pengkoordinasian
dilakukan untuk melakukan penelitian kesesuaian lahan yang dimohonkan
oleh pemerintah kabupaten lampung selatan untuk pembangunan, agar
sesuai dengan peruntukannya atau tidak, yang merujuk pada Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) baik Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota prosedur/pengkoordinasian
tersebut dilakukan dan sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota yang terkena pembangunan jalan tol Trans Sumatera itu
maka Gubernur akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) ijin penetapan
lokasi.
2) Kesesuaian Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera Dengan Tata
Ruang
Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera memang sudah di rencanakan
sejak lama. Kegiatan pembangunan jalan tol ini memang sudah menjadi
salah satu prioritas yang telah diatur dalam Pasal 18 ayat (5) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 disebutkan bahwa
Jalan tol dikembangkan untuk mempercepat perwujudan jaringan jalan
bebas hambatan sebagai bagian dari jaringan jalan nasional. Termasuk salah
satunya adalah Jalan Tol Trans Sumatera yang menjadi prioritas pemerintah
saat ini untuk dibangun. Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera ini juga
untuk menunjang pusat kegiatan di provinsi lampung dimana telah
disebutkan dalam Pasal 10 Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1
Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung
44
Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2029. Selain untuk menunjang pusat
kegiatan di provinsi Lampung pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera ini
dilakukan guna meningkatkan system jaringan transportasi darat (Pasal 23
ayat (10 huruf a Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009
sampai dengan Tahun 2029).
Dalam hal pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera juga harus sesuai
dengan tata ruang kabupaten Lampung Selatan, karena rencana struktur
ruang Wilayah Kabupaten menggambarakan sistem pusat-pusat kegiatan di
wilayah kabupaten yang memberikan layanan bagi kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan disekitarnya yang berada dalam Wilayah Kabupaten,
yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah utama yang
mengintegrasikan kesatuan wilayah kabupaten, serta didukung dan/atau
dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana lainnya sesuai peraturan
perundangan yang berlaku. Sistem jaringan prasarana utama khususnya
transportasi darat yang telah di atur dalam Pasal 11 huruf a Peraturan
Kabupaten Lampung Selatan Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2011-2031.
b. Tahapan Persiapan
1) Konsultasi Publik
Konsultsi Publik ini melibatkan antara masyarakat Dusun Kayuubi
selaku pemilik tanah dengan Pemerintah selaku pihak yang memerlukan
tanah untuk melaksanakan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera yang
45
dilakukan di balai Dusun Kayuubi yang dihadiri masyrakat Dusun Kayuubi,
pemerintah kabupaten Lampung Selatan. Konsultasi Publik dilakukan untuk
memberikan pemberitahuan rencana pembangunan Jalan Tol Trasn
Sumatera kepada masyarakat, dengan melakukan pendataan awal rencana
pembangunan jalan tol dengan rute Bakauheni-BandarLampung-Terbanggi
Besar.
2) Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah
Panitia pengadaan tanah mempunyai peran utama dalam pembebasan
dan pelaksanaan pengadaan tanah. Panitia Pengadaan Tanah merupakan
kepanjangan tangan pemerintah sebagai aparatur yang menduduki barisan
terdepan, dalam setiap pengadaan tanah baik tanah untuk kepentingan umum
maupun kepentingan lainnya. Panitia ini dibentuk setelah surat penetapan
persetujuan lokasi oleh Gubernur tersebut di keluarkan. Dengan di
keluarkannya surat keputusan Gubernur Nomor G/214/III.09/HK/2015
tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi
Besar II (Ruas Tegineneng STA 104 + 700 Sampai Dengan 110 + 300 km)
tertanggal 21 April 2015. Dilanjutkan dengan penunjukkan penugasan
kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan
sebagai ketua pelaksana Pengadaan Tanah Pada Tanggal 21 Mei 2015
dengan Surat Keputusan Kepala Kantor Wiayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi Lampung Nomor 68/Kep-18.300/V/2015 tentang Penugasan
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan Sebagai Ketua
Pelaksana Pengadaan Tanah. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten
46
Lampung Selatan sebagai ketua pelaksana pengadaan tanah bertugas
melaksanakan tahapan pengadaan tanah dan memebentuk Tim Satuan
Tugas. Tim satuan bertugas untuk menginventarisasi masalah yang menjadi
alasan keberatan dari masyarakat yang kurang sepakat dalam konsultasi
publik, melakukan pertemuan atau klarifikasi denagn pihak yang keberatan
dan membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan.
c. Tahapan Pelaksanaan
1) Inventarisasi dan Identifikasi
Inventarisasi dan identifikasi meliputi kegiatan pengukuran dan
pemetaan bidang per bidang tanah, pengumpulan data pihak yang berhak
dan objek pengadaan tanah yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. Hasil inventarisasi dan
indentifikasi yang dilakukan panitia pengadaan tanah di balai Dusun
Kayuubi tempat pengadaan tanah dilakukan.
2) Penilaian Ganti Rugi
Penilaian ganti kerugian di Dusun Kayuubi dilakukan oleh penilai yang
ditetapkan dan diumumkan oleh lembaga pertanahan. Penilaian dilakukan
berdasarkan objek pengadaan tanah dalam hal ini objeknya meliputi tanah,
bangunan di atas tanah, tanaman, dan kerugian lain yang dapat dinilai.
Pemberian ganti kerugian di Dusun Kayuubi diberikan dalam bentuk uang
yang sesuai dengan nilai kerugian objek yang dimiliki masing-masing
masyrakat setempat.
3) Musyawarah Penetapan Ganti Rugi
47
Dalam musyawarah penetapan ganti kerugian Kantor Pertanahan
Kabupaten Lampung Selatan dan pihak yang berhak melaaksanakan
musyawarah pertama pada tanggal 25 Juli 2016 yang membahas mengenai
besarnya ganti rugi berupa uang 10 miliar, namun pada musyawarah yang
pertama masyarakat belum sepakat mengenai besar nilai ganti rugi yang
diberikan oleh kerugian Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan.
Akhirnya pemerintah melakukan musyarawarah kedua yang dilaksanakan
di balai Dusun Kayuubi pada tanggal 10 Agustus 2016 yang dihadiri oleh
masyrakat Dusun Kayuubi dan panitia pelaksana pengadaan tanah dalam
musyawarah kedua penetapan ganti kerugian Kantor Pertanahan dan pihak
yang berhak telah sepakat dengan bentuk ganti kerugian berupa uang tunai
total senilai 25 miliar sesuai dengan nilai objek masing-masing yang
terkena pengadaan tanah. Dalam musyawarah kedua juga masyarakat
Dusun Kayuubi meyepakati bahwa pemberian ganti kerugian berupa uang
senilai 25 miliar akan diberikan selambat-lambatnya bulan Desember
2017.37 Sebelum dilakukan musyawarah kedua masyarakat diberikan
undangan yang berisi “pelaksanaan musyarawah untuk penetapan ganti rugi
yang akan dilaksanakan di balai Dusun Kayuubi pada 10 Agustus 2016”.38
Undangan musyawarah disampaikan tanggal 8 Agustus 2016 3 (tiga) hari
sebelum musyawarah dilaksanakan. Masyarakat Dusun Kayuubi sepakat
37 Mislan, Ganti Rugi Pembebasan Lahan Tol Trans Sumatera Bermasalah, Tribun Lampung, 24
Oktober, hal. 18. 38 Johny, “Penetapan Ganti Rugi di Dusun Kayuubi, Desa Kekiling, Penengahan, Lampung Selatan”,
Radar lampung, 13 Agustus 2016, hal. 16.
48
dengan musyawarah yang dilakukan dan akan melepaskan hak atas tanah
kepada pemerintah jika uang ganti kerugian telah diserahkan dan diterima
oleh masing-masing masyarakat yang berhak atas uang ganti kerugian
tersebut. Dalam musyawarah inilah titik temu kesepakatan terjadi, karena
dengan adanya kesepatakan yang dilakukan dalam musyawarah proses
pengedaan tanah untuk melakukan pembanguna Jalan Tol Trans Sumatera
(JTTS) dapat dilaksanakan.
Namun dalam tahap pelaksaan ini ada permasalahan yang timbul yaitu
mengenai ketepatan waktu pemberian uang ganti rugi, karena setelah
masyarakat sepakat dengan waktu pemberian uang ganti rugi yang
terlambat hingga 1 tahun lebih. Bagaimana Tahapan Penyerahan Hasil
Pengadaan Tanah Dapat dilakukan sedangkan uang gari rugi yang harusnya
diserahkan dan diterima oleh masyarakat pada akhir tahun 2017 sebagai
pemegang hak atas tanah mengalami keterlambatan hingga 1 tahun lebih
tepatnya awal tahun 2019. Hal ini menimbulkan masalah hukum mengenai
perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang tanahnya terkena
akibat dari pengadaan tanah untuk melakukan pembangunan bagi
kepentingan umum. Karena pada dasarnya pemegang hak atas berhak
mendapatkan kepastian hukum terutama terhadap pemberian ganti kerugian
yang haruasnya mereka terima. Dasar kepastian hukum itulah yang menjadi
dasar apakah hukum yang telah dibuat dan diatur dalam perundang-
undangan dilaksakan sesuai dengan aturan yang berlaku atau tidak.
49
C. Analisis
1. Tahapan Perencanaan Pengadaan Tanah di Dusun Kayuubi, Desa
Kekiling, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan.
Pada tahapan perencanaan ini instansi pemerintah selaku pihak yang
memerlukan tanah telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan perautran
perundang-undangan pengadaan tanah, dimana telah melakukan penetapan
lokasi pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera untuk dilakukan penelitian
mengenai lokasi yang akan dilakukan pengadaan tanah. Penetapan lokasi untuk
pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera ini juga dilakukan harus seusia dengan
Tata Ruang. Jalan tol memang menjadi prioritas utama pemerintah unutk
mempercepat jaringan bebas hambatan yang dapat membangun perekonomian
daerah. Dalam Pasal 18 ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2008 disebutkan bahwa Jalan tol dikembangkan untuk
mempercepat perwujudan jaringan jalan bebas hambatan sebagai bagian dari
jaringan jalan nasional. Termasuk salah satunya adalah Jalan Tol Trans
Sumatera yang menjadi prioritas pemerintah saat ini untuk dibangun.
Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera ini juga untuk menunjang pusat
kegiatan di provinsi lampung dimana telah disebutkan dalam Pasal 10 Peraturan
Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2029. Selain
untuk menunjang pusat kegiatan di provinsi Lampung pembangunan Jalan Tol
Trans Sumatera ini dilakukan guna meningkatkan system jaringan transportasi
darat (Pasal 23 ayat (10 huruf a Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1
50
Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun
2009 sampai dengan Tahun 2029). Dalam hal pembangunan Jalan Tol Trans
Sumatera juga harus sesuai dengan tata ruang kabupaten Lampung Selatan,
karena rencana struktur ruang Wilayah Kabupaten menggambarakan sistem
pusat-pusat kegiatan di wilayah kabupaten yang memberikan layanan bagi
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan disekitarnya yang berada dalam
Wilayah Kabupaten, yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah
utama yang mengintegrasikan kesatuan wilayah kabupaten, serta didukung
dan/atau dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana lainnya sesuai peraturan
perundangan yang berlaku. Sistem jaringan prasarana utama khususnya
transportasi darat yang telah di atur dalam Pasal 11 huruf a Peraturan Kabupaten
Lampung Selatan Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2011-2031.
2. Tahapan Persiapan Pengadaan Tanah di Dusun Kayuubi, Desa Kekiling,
Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan.
Pada tahapan ini pemerintah juga telah meakukan konsultasi publik yang
dilakukan di balai Dusun Kayuubi yang dihadiri masyarakat dan pemerintah
kabupaten Lampung Selatan. Konsultasi Publik dilakukan untuk memberikan
pemberitahuan rencana pembangunan Jalan Tol Trasn Sumatera kepada
masyarakat, dengan melakukan pendataan awal rencana pembangunan jalan tol
dengan rute Bakauheni-BandarLampung-Terbanggi Besar. Pada tahapan ini
juga pemerintah membentuk panitia pengadaan tanah unutk melakukan
penilaian terhadap objek pengadaan tanah. Panitia ini dibentuk setelah surat
51
penetapan persetujuan lokasi oleh Gubernur tersebut di keluarkan. Dengan di
keluarkannya surat keputusan Gubernur Nomor G/214/III.09/HK/2015 tentang
Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar II (Ruas
Tegineneng STA 104 + 700 Sampai Dengan 110 + 300 km) tertanggal 21 April
2015. Dilanjutkan dengan penunjukkan penugasan kepada Kepala Kantor
Badan Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan sebagai ketua pelaksana
Pengadaan Tanah Pada Tanggal 21 Mei 2015 dengan Surat Keputusan Kepala
Kantor Wiayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung Nomor 68/Kep-
18.300/V/2015 tentang Penugasan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten
Lampung Selatan Sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.
3. Tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah di Dusun Kayuubi, Desa
Kekiling, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan.
Dalam tahapan pelakasaan ini panitia pengadaan tanah melakukan
inventarisasi dan identifikasi meliputi kegiatan pengukuran dan pemetaan
bidang per bidang tanah, pengumpulan data pihak yang berhak dan objek
pengadaan tanah yang dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Panitian pengadaaan tanah juga melakukan penilaian ganti rugi terhadap objek
yang terkena pengadaan tanah. Penilaian dilakukan berdasarkan objek
pengadaan tanah dalam hal ini objeknya meliputi tanah, bangunan di atas tanah,
tanaman, dan kerugian lain yang dapat dinilai. Pemberian ganti kerugian di
Dusun Kayuubi diberikan dalam bentuk uang yang sesuai dengan nilai kerugian
objek yang dimiliki masing-masing masyrakat setempat. Setelah itu pihak yang
membutuhkan tanah melakukan musyawarah penetapan ganti rugi terhadap
52
objek pengadaan tanah. Musyawarah ini dilakukan di balai Dusun Kayuubi
yang dihadiri oleh masyrakat dusun kauubi dan panitia pelaksanaan pengadaan
tanah. Sebelum dilakukan musyawarah masyarakat diberikan undangan
mengenai “pelaksanaan musyarawah untuk penetapan ganti rugi yang akan
dilaksanakan di balai Dusun Kayuubi pada 10 Agustus 2016”.39 Undangan
disampaikan tanggal 8 Agustus 2016. Dalam musyawarah tersebut membahas
mengenai pemberian ganti kerugian akan diberikan selambat-lambatnya bulan
Desember 2017, namun hingga 1 tahun 6 bulan ganti rugi belum juga diberikan
tepatnya sampai bulan juni tahun 2019. Masyarakat Dusun Kayuubi sepakat
dengan musyawarah yang dilakukan dan akan melepaskan hak atas tanah
kepada pemerintah jika uang ganti kerugian telah diserahkan dan diterima oleh
masing-masing masyarakat yang berhak atas uang ganti kerugian tersebut.
Dalam musyawarah inilah titik temu kesepakatan terjadi, karena dengan adanya
kesepatakan yang dilakukan dalam musyawarah proses pengedaan tanah untuk
melakukan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) dapat dilaksanakan.
Namun dalam tahap pelaksaan ini ada permasalahan yang timbul yaitu
mengenai ketepatan waktu pemberian uang ganti rugi, karena setelah
masyarakat sepakat dengan waktu pemberian uang ganti rugi keterlambatan
pemberian yang ganti kerugian itu terlambat hingga 1 tahun 6 bulan. Bagaimana
Tahapan Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah Dapat dilakukan sedangkan uang
gari rugi yang harusnya diserahkan dan diterima oleh masyarakat pada akhir
39 Febri Pajri, “Penetapan Ganti Rugi”, Radar lampung, 13 Agustus 2016, hal. 10
53
tahun 2017 sebagai pemegang hak atas tanah mengalami keterlambatan hingga
1 tahun 6 bulan lebih tepatnya sampai tahun 2019. Hal ini menimbulkan
masalah hukum mengenai perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah
yang tanahnya terkena akibat dari pengadaan tanah untuk melakukan
pembangunan bagi kepentingan umum.
4. Perlindungan Hukum Bagi Warga Dusun Kayuubi, Desa Kekiling,
Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan Yang Tanahnya Terkena
Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
Kabupaten Lampung Selatan sebagai Salah Satu tempat Akses keluar
masuknya para pengguna jalan antar Sumatera dan juga akses jalan bagi Yang
akan menyebrangi Lautan Sumatera dan Jawa, Sehingga Kabupaten Lampung
Selatan dintuntut untuk memiliki Sarana dan Prasarana yang cukup Memadai,
Kabupaten Lampung Selatan memiliki dua Jalur utama bagi pengguna Jalan
Baik pada Jalur Timur atau Jalur Selatan. Sehingga tidak jarang akses jalan
yang ada mudah hancur karena jalan yang ada selalu di lalui oleh pengendara
mobil-mobil berat. Hal ini menjadi pusat perhatian Pemerintah khususnya
Presiden JokoWidodo yang dan memiliki Program Pembangunan Tol Lintas
antar Sumatera yang di awali dari Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan
dan yang rencana akan di akses sampai Kota Medan, Sumatera Utara. Oleh
karena itu agar tujuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat
mencapai tujuan, maka harus terjaminnya pemberian ganti kerugian yang
layak dan adil yang telah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
54
Kepentingan Umum. Untuk itu pihak yang tanahnya terkena pengadaan tanah
harus mempunyai kesempatan untuk mengajukan keberatan terhadap lokasi
pembangunan dan ganti kerugian yang baik dalam nilai maupun dalam bentuk
ganti kerugian. Karena kesepakatan dalam ganti kerugian yang dapat
memperlancar jalannya pembangunan untuk kepentingan umum yang
dilakukan dengan cara pengadaan tanah.
Setiap pemegang hak atas berhak mendapat ganti kerugian atas objek
pengadaan tanah (Pasal 40 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum). Karena
jika pemegang hak atas tanah tidak mendapat kepastian hukum mengenai
ganti kerugian maka itu sama saja pembangunan yang dilakukan tidak
menjamin hak-hak masyarakat (Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945). Karena itu
pemerintah selaku pihak yang memerlukan tanah wajib memberikan ganti
kerugian yang layak dengan cara melakukan musyawarah untuk mencapai
kesepakatan dengan masyarakat selaku pemegang hak atas tanah (Pasal 31
ayat (1), (2), Pasal 37 dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum).
Jika ganti rugi yang harusnya diterima oleh pemegang hak atas tanah saja
terlambat diberikan maka dapat mempengaruhi kehidupan sosial budaya dan
sosial ekonomi masyarakat setempat. Karena itu hukum dibutuhkan untuk
mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk
memperoleh keadilan sosial. Jika pemberian ganti rugi saja masih mengalami
banyak kendala bagaimana asas-asas pengadaan tanah dapat diterapkan
55
dengan sempurna (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum). Karena
pemilik tanah hanya dapat melepaskan haknya dan menyerahkan bukti
penguasaan atau kepemilikan objek pengadaaan tanah kepada instansi yang
memerlukan tanah jika ganti kerugian sudah diberkan kepada pihak yang
berhak menerima ganti kerugian (Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012). Sedangkan pada pelaksanaan pembuatan jalan tol di Dusun
Kayuubi pada tahapan pelaksaan, ganti rugi yang dijanjikan akan diberikan
pada akhir tahun 2017 belum juga diberikan sedangkan pelepasan haknya
sudah dilakukan dan proses pembangunan jalan tol telah dilakukan. Hal ini
menimbulkan kerugian bagi pemegang hak atas dimana keadilan dan
kepastian hukum mengenai ganti kerugian belum juga dilakukan. Karena
pemberian ganti rugi belum diberikan kepada pemegang hak atas tanah
seharusnya pemegang hak atas dapat melakukan upaya hukum ke pengadilan
negeri untuk menuntut apa yang menjadi haknya. Karena dalam Undang-
Undang Pengadaan Tanah sendiri belum ada pasal yang mengatur tindakan
pemegang hak atas tanah bila pemberian ganti rugi tidak kunjung diberikan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini sama saja proses tahapan
pengadaan tanah tidak berpedoman pada asas keadilan dan kepastian yang
telah diatur pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, pengadaan
tanah yang baik dan benar harus dilaksanakan berdasarkan pada asas-asas
pengadaan tanah yang telah diatur. Karena asas-asas itu lah yang menjamin
hak-hak dan kewajiban baik bagi pemegang hak atas tanah yang tanahnya
56
akan digunakan untuk kepentingan umum, maupun pemerintah atau pihak
swasta selaku pihak yang membutuhkan tanah dari masyrakat yang tanah
terkena dampak pengadaaan tanah. Untuk mencapai tujuan berupa kepastian
hukum, keadilan, dan kemanfaatan, maka yang diperlukan adalah perspektif
berfikir untuk terpenuhinya hal-hal yang bersifat formal dan substansial dalam
mewujudkan penghormatan terhadap hak-hak dasar manusia.
Secara ideal, dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan
kepentingan umum, tujuan yang diharapkan adalah kepentingan
pembangunan dapat berjalan tanpa harus merugikan atau menyebabkan
penurunan tingkat kehidupan pemilik tanah dan pemilik hak atas tanah atau
benda di atasnya, setelah proses pembebasan dilaksanakan. Oleh karena itu,
dengan adanya ganti kerugian merupakan bentuk perlindungan hukum yang
diberikan kepada pemilik tanah apabila ruang atas dan bawah tanah terdapat
benda-benda yang memiliki nilai ekonomis untuk dapat dimintakan ganti
kerugiannya. Dalam menegakkan hukum, menurut Sudikno Mertokusumo
terdapat 3 (tiga) unsur yang harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum
(rechtssicherheit), kemanfaatan (zweekmassigkeit) dan keadilan
(gerechtigkeit). Adanya kepastian hukum merupakan perlindungan
yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa
seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan
tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan
adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.