bab ii pembahasan a. tinjauan pustaka 1. konsep

47
10 BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perlidungan Hukum Sebagai makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen). 11 Suatu hubungan hukum akan memberikan hak dan kewajiban yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, sehingga apabila dilanggar akan mengakibatkan pihak pelanggar dapat dituntut di pengadilan. 12 Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi ketegangan dan konflik maka tampil hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum. Dalam perkembangannya, antara suatu Negara dengan warga negaranya akan terjalin suatu hubungan timbal balik, yang mengakibatkan adanya suatu hak dan kewajiban antara satu sama lain, dan perlindungan hukum merupakan salah satu hak yang wajib diberikan oleh suatu Negara kepada warga negaranya. Sehingga dapat dikatakan, jika suatu Negara mengabaikan dan melanggar hak asasi manusia dengan sengaja dan menimbulakn suatu penderitaan yang tidak 11 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 49. 12 Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, ha;. 131.

Upload: others

Post on 20-Apr-2022

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Perlidungan Hukum

Sebagai makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu

melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum

(rechtsbetrekkingen).11 Suatu hubungan hukum akan memberikan hak dan

kewajiban yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, sehingga

apabila dilanggar akan mengakibatkan pihak pelanggar dapat dituntut di

pengadilan.12 Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban,

selain itu masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan

kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk

mengurangi ketegangan dan konflik maka tampil hukum yang mengatur dan

melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum. Dalam

perkembangannya, antara suatu Negara dengan warga negaranya akan terjalin

suatu hubungan timbal balik, yang mengakibatkan adanya suatu hak dan

kewajiban antara satu sama lain, dan perlindungan hukum merupakan salah satu

hak yang wajib diberikan oleh suatu Negara kepada warga negaranya. Sehingga

dapat dikatakan, jika suatu Negara mengabaikan dan melanggar hak asasi

manusia dengan sengaja dan menimbulakn suatu penderitaan yang tidak

11 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 49. 12 Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, ha;. 131.

Page 2: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

11

mampu diatasi secara adil, maka Negara tersebut tidak dapat dikatakan sebagai

suatu Negara hukum dalam arti sesungguhnya. Perlindungan hukum adalah

segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa

aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan

sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam

berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan

medis, dan bantuan hukum.13 Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum

adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang

dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar

dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat

difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar

adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum

dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi

dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.14 Philipus M. Hadjon

mengemukakan bahwa istilah perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum

berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechbescherming van de burgers”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum

berasal dari bahasa Belanda, yakni “rechbescherming” dengan mengandung

pengertian bahwa dalam kata perlindungan terdapat suatu usaha untuk

memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang

dilakukan. Perlindungan hukum merupakan konsep yang universal dari suatu

13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press. Jakarta, 1984, hal. 133. 14 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 55.

Page 3: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

12

negara hukum. Perlindungan hukum diberikan apabila terjadi pelanggaran

maupun tindakan yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh

pemerintah, baik perbuatan penguasa yang melanggar undang-undang maupun

masyarakat yang harus diperhatikannya. Pengertiannya dalam kata

perlindungan hukum terdapat suatu usaha untuk memberikan hak-hak yang

dilindungi sesuai dengan kewajiban yang harus dilakukan.Perlindungan hukum

bagi pemegang hak atas tanah mengandung pengertian bahwa pemegang hak

atas tanah berhak dilindungi hak–haknya terkait dengan pengadaan tanah yang

dilakukan oleh instansi Pemerintah yang memerlukan tanah. Adapun konsep

yang dijabarkan oleh Philipus M. Hadjon dalam bukunya disebutkan bahwa

pengertian perlindungan hukum bagi rakyat berkaitan dengan rumusan yang

dalam kepustakaan berbahasa Belanda berbunyi “rechtsbescherming van de

burgers tegen de overhead” dan dalam kepustakaan berbahasa Inggris “legal

protection of the individual in relation to acts of administrative authorities”.15

Disebutkan pula bahwa ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu

perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Pada

perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk

mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan

pemerintah mendapat bentuk yang definitif.16 Sehingga tujuan dari

perlindungan hukum preventif adalah mencegah terjadinya sengketa sedangkan

15 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Peradaban, 2007, hal.1. 16 Philipus M. Hadjon. Op.Cit., hal. 2.

Page 4: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

13

perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.17

Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak

pemerintahan yang didasarkan kepada kebebasan bertindak karena dengan

adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk

bersikap hatihati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.18

Perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum dimana hukum

dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan,

kedamaian, ketentraman bagi segala kepentingan manusia yang ada di dalam

masyarakat. Hukum pada hakikatnya sebagai perlindungan kepentingan

manusia agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan dan

ditegakkan. Dalam menegakkan hukum, menurut Sudikno Mertokusumo

terdapat 3 (tiga) unsur yang harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum

(rechtssicherheit), kemanfaatan (zweekmassigkeit) dan keadilan

(gerechtigkeit). Adanya kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel

terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat

memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat

mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian

hukum masyarakat akan lebih tertib.

2. Pengadaan Tanah dan Kepentingan Umum

17Ibid., hal. 2. 18Ibid., hal. 3.

Page 5: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

14

Istilah pengadaan tanah dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum, yaitu: “Pengadaan Tanah adalah kegiatan

menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil

kepada pihak yang berhak”. Pengertian Pengadaan Tanah menurut John

Salindeho arti atau istilah menyediakan kita mencapai keadaan ada, karena didalam

mengupayakan, menyediakan sudah terselib arti mengadakan atau keadaan ada itu,

sedangkan dalam mengadakan tentunya kita menemukan atau tepatnya mencapai

sesuatu yang tersedia, sebab sudah diadakan, kecuali tidak berbuat demikan, jadi

kedua istilah tersebut namun tampak berbeda, mempunyai arti yang menuju kepada

satu pengertian (monosematic) yang dapat dibatasi kepada suatu perbuatan untuk

mengadakan agar tersedia tanah bagi kepentingan pemerintah.

Menurut Boedi Harsono pengadaan tanah merupakan perbuatan hukum

yang berupa melepaskan hubungan hukum yang semula ada antara pemegang

hak dan tanahnya yang diperlukan, dengan pemberian imbalan dalam bentuk

uang, fasilitas atau lainnya, melalui musyawarah untuk mencapai kata sepakat

antara empunya tanah dan pihak yang memerlukannya. Sedangkan menurut

Imam Koeswahyono pengadaan tanah sebagai suatu perbuatan hukum yang

dilakukan oleh pemerintah untuk mendapatkan tanah bagi kepentingan tertentu

dengan cara memberikan ganti kerugian kepada si empunya (baik perorangan

atau badan hukum) tanah menurut tata cara dan besaran nominal tertentu.19

19 Imam Koeswahyono, Artikel, Melacak Dasar Konstitusional Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan

Pembangunan Bagi Umum, 2008, hal 1.

Page 6: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

15

Konsep dasar pengadaan tanah melalui pelepasan atau penyerahan hak atas

tanah dilakukan dengan musyawarah berdasarkan kesepakatan di antara kedua

belah pihak yaitu pemilik tanah dan Pemerintah selaku pihak yang

membutuhkan. Dari definisinya maka pengadaan tanah terdiri dari unsur-unsur:

a. Perbuatan hukum berupa pelepasan ha katas tanah menjadi tanah

negara;

b. Pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan umum’

c. Perbuatan hukum didasarkan pada musyawarah dan kesukarelaan;

d. Adanya ganti rugi yang adil dan layak.

Kegiatan perolehan tanah oleh pemerintah untuk melaksanakan pembangunan

ditujukan kepada pemenuhan kepentingan umum. Kepentingan umum

diselenggarakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Permbangunan Untuk Kepentingan Umum, yaitu: “Kepentingan

Umum adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus

diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat”. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan

umum dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang

banyak atas tujuan yang luas.20 Menurut Iskandar Kepentingan Umum adalah

20 Oloan sitorus dan Dayat Kimbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan

Tanah Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 6.

Page 7: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

16

suatu kepentingan yang menyangkut semua lapisan masyarakat tanpa pandang

golongan, suku, agama, ras, status sosial dan sebagainya. Berarti apa yang

dikatakan kepentingan umum ini menyangkut hajat hidup orang banyak bahkan

termasuk hajat orang yang telah meninggal atau dengan kata lain hajat semua

orang, dikatakan demikian karena orang yang meninggalpun masih

memerlukan tempat pemakaman dan sarana lainnya.21 Pembangunan

pertanahan tidak lepas dari pemahaman tentang kepentingan umum, menurut

John Salindeho belum ada definisi yang sudah dikentalkan mengenai

pengertian kepentingan umum, namun cara sederhana dapat ditarik kesimpulan

atau pengertian bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk

keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan sosial yang

luas. Oleh Karena itu rumusan demikian terlalu umum, luas dan tak ada

batasnya, maka untuk mendapatkan rumusan terhadapnya, kiranya dapat

dijadikan pegangan sambil menanti pengentalannya yakni kepentingan umum

adalah termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama

dari rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis dan

hankamnas atas dasar azas-azas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan

Ketahanan Nasional serta wawasan Nusantara.22

3. Tahapan-Tahapan Pengadaan Tanah

21 Mudakir Iskandar, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Jala Permata

Aksara, Jakarta, hal. 12. 22 John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Kalarta, 1988,

hal. 40.

Page 8: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

17

Dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan

melalui 4 tahapan yang telah di tentukan dalam Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum, yaitu:

a. Tahapan Perencanaan

Pada tahap perencaan ini, proses pengadaan tanah dimulai dengan

instansi yang memerlukan tanah membuat perencaan pengadaan tanah

yang didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Prioritas

Pembangunan Yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah, Rencana Strategis dan Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang

bersangkutan.23 Perencanaan pengadaan tanah unutk kepentingan umum

tersebut disampaikan kepada pemerintah provinsi dalam bentuk dokumen

perencanaan pengadaan tanah yang paling sedikit memuat maksud dan

tujuan rencana pembangunan, kesesuaian dengan rencana tata ruang

wilayah dan renca pembangunan nasional dan daerah, letak tanah, luas

tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, prakiraan jangka

waktu pelaksanaan pembangunan, prakiraan nilai tanah, dan rencana

penganggaran.24 Menurut ketentuan Pasal 15 UU 2/2012 dan

penjelasannya, dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun

23 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum. 24 Djoni Sumardi Gozali, Hukum Pengadaan Tanah, Cetakan Pertama, UII Press Yogyakarta,

Yogyakarta, 2018, hal., 134.

Page 9: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

18

berdasarkan studi kelayakan yang mencangkup survei sosial ekonomi,

kelayakan lokasi, analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah

dan masyarakat, perkiraan nilai tanah, dampak lingkungan dan dampak

sosial yang mungkin timbul akibat dari pengadaan tanah dan

pembangunan. Penyusunan dokumen perencanaan dapat dilakukan secara

bersama-sama oleh instansi yang memerlukan tanah bersama instansi

teknis terkait atau dapat dibantu oleh lembaga professional yang ditunjuk

oleh instansi yang memerlukan tanah.

b. Tahapan Persiapan

Atas dasar dokumen perencanaan yang telah dibuat,instansi yang

memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi melaksanakan kegiatan:

1) Pemberitahuan rencana pembangunan;

2) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan

3) Konsultasi publik rencana pembangunan.

Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, Gubernur membentuk

Tim Persiapan dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak dokumen

perencanaan pengadaan tanah diterima oleh gubernur, yang beranggotakan

bupati/walikota, satuan kerja perangkat saerah provinsi terkait, instansi

yang memerlukan tanah dan instansi terkait lainnya, dengan tugas:25

25 Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 10 Perpres 71/2012 juncto Pepres 148/2015.

Page 10: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

19

1) Melkasanakan pemberitahuan rencana pembangunan;

2) Melakukan pendataan awal lokasi pembangunan;

3) Melaksanakan konsultasi publik rencana pembangunan;

4) Menyiapkan penetapan lokasi pembangunan;

5) Mengumumkan penetapan lokasi pembgnunan untuk kepentingan

umum; dan

6) Melaksanakan tugas lain yang terkait persiapan pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum yang ditugaskan oleh

Gubernur.

Gubernur dapat mendelegasikan kewenangan pelaksanaan persiapan

pengadaan tanah bagi pembanguna untuk kepentingan umum kepada

bupati/walikota berdasarkan pertimbangan efisiensi, efektifitas, kondisi

geografis, sumber daya manusia dan pertimbangan lainnya dalam waktu

paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya dokumen perencanaan

pengadaan tanah. Jika gubernur mendelegasikan kewenangan kepada

bupati/walikota, maka bupati/walikota membentuk tim persiapan dalam

waktu paling lama 5 (lima) hari sejak diterimanya pendelegasian, dan

pelaksaan persiapan pengadaan tanah dilakukan mutatis mutandis dengan

ketika pelaksaan pengadaan tanah dilakukan oleh gubernur (Pasal 47

Perpres 71/2012 juncto Perpres 148/2015).

Page 11: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

20

1) Pemberitahuan rencana pembangunan

Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepada

masyarakat, pada rencana lokasi pembangunan baik langsung

maupun tidak langsung. Pemberitahuan secara langsung antara lain

melalui sosialisai, tatap muka atau surat pemberitahuan. Sedangkan

pemberitahuan secara tidak langusng anatara lain melalui media

ceatak atau media elektronik, berdasarkan penjelasan Pasal 17 UU

2/2012. Pemberitahuan rencana pembangunan yang berisi informasi

mengenai maksud dan tujuan rencana pembangunan, letak tanah dan

luas tanah yang dibutuhkan, tahapan rencana pengadaan tanah,

perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan dan informasi

lainnya yang dianggap perlu, dilaksanakan paling lama 3 (tiga) hari

kerja sejak dibentuknya Tim Persiapan (Pasal 11 dan Pasal 14

Perpres 71/2012 juncto Perpres 148/2015). Pemberitahuan rencana

pembangunan secara langsung melalui sosialisasi, tatap muka dan

surat pemberitahuan, diatur dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Perpres

71/2012 dimana pelaksanaan sosialisasi atau tatap muka

dilaksanakan oleh Tim Persiapan dengan menyampaikan undangan

kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan melalui

lurah/kepala desa atau nama lain dalam jangka waktu paling lambat

3 (tiga) hari kerja sebelum pertemuan dilaksanakan. Hasil

pelaksanaan sosialisasi atau tatap muka dituangkan dalam bentuk

Page 12: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

21

notulen pertemuan yang ditandatangani oleh ketua Tim persiapan

ayau pejabat yang ditunjuk. Sosialisasi dengan surat pemberitahuan

disampaikan kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan

melalui lurah/kepala desa atau nama lain dalam waktu paling lama

3 (tiga) hari sejak ditandatanganinya surat pemberitahuan, diatur

dalam Pasal 14 Perpres 71/2012 juncto Perpres 148/2015. Mengenai

pemberitahuan tidak langsung melalui media cetak dilaksanakan

melalui surat kabar harian local dan nasional paling sedikit satu kali

penerbitan pada hari kerja, sedangkan melalui media elektronik

dilaksanakan melalui laman (website) pemerintah provinsi,

pemerintah kabupaten/kota atau instasi yang memerlukan tanah.

2) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan

Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan

pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan

tanah yang dilaksanakan oleh Tim Persiapan dalam waktu paling

lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan rencana

pembangunan, diatur dalam Pasal 27 Perpres 71/2012, yang

dimaksud pihak yang berhak berupa perseorangan, badan sosial,

badan keagamaan, atau instansi pemerintah yang memeliki atau

menguasai objek pengadaan tanah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Lebih lanjut ditegaskan pihak yang berhak

meliputi pemegang hak atas tanah, pemegang hak pengelolaan,

Page 13: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

22

nadzir untuk tanah wakaf, pemilik tanak bekas milik adat,

masyarakat hukum adat, pihak yang menguasai tanah Negara

dengan itikad baik, pemegang dasar penguasaan atas tanah, dan/atau

pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan

tanah. Tim Persiapan dapat melakukan pendataan awal lokasi

rencana pembangunan bersama pejabat kelurahan/desa atau nama

lain dan hasilnya dituangkan dalam bentuk daftar sementasra lokasi

rencana pembangunan dan ditandatangani oleh ketua Tim Perisapan.

Daftar sementara inilah yang dituangkan sebagai bahan untuk

pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan (Pasal 18 UU

2/2012 juncto Pasal 28 Perpres 71/2012).

3) Konsultasi publik rencana pembangunan

Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk

mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak

yang berhak. Menurut Pasal 1 angka 8 UU 2/2012 juncto Pasal 1

angka 8 Perpres 71/2012 yang dimaksud konsultasi publik adalah

proses komunikasi dialogis atau musyawarah antara pihak yang

berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan

dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum. Undangan konsultasi publik disampaikan

langsung kepada pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena

dampak atau melalui perangkat kelurahan/desa atau nama lain dalam

Page 14: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

23

waktu dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum

pelaksanaan konsultasi publik. Pelaksaan konsultasi publik dapat

dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh

pihak yang berhak. Dalam konsiltasi publik Tim Persiapan

menjelaskan mengenai rencana Pengadaan Tanah yang meliputi:26

Maksud dan tujuan rencana pembangunan untuk kepentingan

umum;

Tahapan dan waktu proses penyelenggaraaan Pengadaan Tanah;

Peran penilai dalam menentukan nilai Ganti Kerugian;

Insentif yang akan diberikan kepada pemegang hak;

Objek yang dinilai Ganti Kerugian;

Bentuk ganti kerugian;

Hak dan kewajiban pihak yang berhak.

Pelaksanaan Konsultasi Publik dilakukan dalam jangka waktu

paling lama 60 (enam puluh) hari kerja yang dihitung mulai tanggal

ditandatangani daftar sementara lokasi rencana pembangunan.

Kemudian Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling 14

(empat belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan

26 Pasal 32 Perpres 71/2012.

Page 15: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

24

permohonan penetapan oleh instansi yan g memerlukan tanah

(Pasal 19 UU 2/2012). Tapi jika sampai dengan waktu 60 (enam

puluh) hari kerja tersebut terdapat pihak yang keberatan, maka

dilaksanakan konsultasi publik ulang dengan pihak yang keberatan

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal berita acara

kesepakatan (Pasal 20 UU 2/2012 juncto Pasal 34 Perpres 71/2012).

Jika dalam konsultasi publik ulang masih belum mendapatkan

keberatan, maka instansi yang memerlukan tanah melaporkan

keberatan tersebut kepada gubernur melalu Tim Persiapan.

Rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan dalam waktu

paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya keberatan

oleh gubernur (Pasal 39 Perpres 71/2012 juncto Perpres 148/2015).

Jika keberatan ditolak gubernur menetapkan lokasi pembangunan,

namun bila keberatan diterma gubernur memberitahukan kepada

instansi yang memerlukan tanah unutk mengajukan rencana lokasi

pembangunan di tempat lain (Pasal 22 UU 2/2102 juncto Pasal 37-

40 Perpres 71/2012).

Dalam hal setelah penetapan lokasi pembangunan masih

terdapat keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi

dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara

setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak

dikeluarkannya penetapan lokasi, dan Pengadilan Tata Usaha

Page 16: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

25

Negara memutus diterima atu ditolaknya gugatan dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan.

Jika masih keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha

Negara, pihak yang berhak dapat mengajukan kasasi kepada

Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari

kerja. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi

diterima. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan

tanah bagi pembagunan untuk kepentingan umum (Pasal 23 UU

2/2012).

c. Tahapan Pelaksanaan

Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan

umum, instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksaaan

pengadaan tanah kepada Lembaga Pertanahan (Pasal 27 UU 2/2012).

Pelaksanaan pengadaan tanah diselenggarakan oleh menteri

berdasarkan Perpres 148/2015, dan dilaksanakan oleh Kepala Kantor

wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Penetapan

pelaksana pengadaan tanah dilakukan dlaam waktu paling lama 2 (dua)

hari kerja sejak diterimanya pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah

(Pasal 49 Perpres 71/2012 juncto Perpres 148/2015). Kepala Kantor

wilyah BPN dapat menugaskan Kepala Kantor Pertanahan sebagai

Page 17: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

26

Ketua Pelaksaana Pengadaan Tanah, dengan mempertimbangkan

efisiensi, efektifitas, kondisi geografis, dan sumber daya manusia,

falam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya pengajuan

pelaksanaan pengadaan tanah. Pelaksanaa pengadaan tanah yang

dilakuakan meliputi:

a. Inventarisasi dan Indentifikasi penguasaan, pemilikan.

Penggunaan dan pemanfaatan tanah;

b. Penilaian ganti kerugian;

c. Musyawarah penetapan ganti kerugian

d. Pemberian ganti kerugian; dan

e. Pelepasan tanah instansi.

d. Tahapan penyerahan hasil

Penyerahan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang

memerlukan tanah dilakuakn setelah:

a. pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dan

pelepasan hak telah dilaksanakan; dan/atau

b. pemberian ganti kerugian telah dititipkan di PEngadilan Negeri.

Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan kepada instansi

yang memerlukan tanah berupa bidang tanah disertai data pengadaan

Page 18: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

27

tanah dan dokumen pengadaan tanah paling lama 3 (tiga) hari kerja

sejak pelepasan hak objek pengadaan tanah. Pemyerahan hasil

pengadaan tanah dilakukan dengan berita acara untuk selanjutnya

dipergunakan oleh instansi yang memerlukan tanah guna

pendaftaran/pensertifikatan yang wajib dilakukan dalam waktu paling

lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penyerahan hasil pengadaan tanah

(Pasal 48 ayat (1) UU 2/2012 juncto Pasal 112 Perpres 71/2012 juncto

Perpres 148/2015).

4. Asas-Asas Dalam Pengadaan Tanah

Asas hukum merupakan dasar atau fondasi dalam peraturan perundang-

undangan, dengan demikian setiap norma hukum dalam peraturan perundang-

undangan haruslah mengacu pada prinsip atau asas hukum. Implementasi dari

asas-asas hukum tersebut, akan menjadi tolak ukur atau dasar pengujian bagi

hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menilai apakah dalam

pelaksanaan pengadaan tanah sudah sesuai sejalan dengan Undang-undang

Nomor 2 Tahun 2012.27 Sebagai sebuah fondasi atau dasar, asas dapat

digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan jika dalam sebuah sistem hukum

terjadi sengketa, misalnya jika dalam suatu peraturan perundang-undangan

terjadi konflik norma. Pranata hukum pengadaan tanah akan lebih utuh

dipahami bila tetap berpegang pada konsepsi hukum tanah nasional. Konsepsi

27 Sudjito, Restorasi Kebijakan Pengadaan, Perolehan, Pelepasan, dan Pendayagunaan Tanah Serta

Kepastian Hukum di Bidang Investasi, Tugujogja Pustaka, Yogyakarta, 2012, hal. 58.

Page 19: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

28

hukum tanah nasional diambil dari hukum adat, yakini berupa konsepsi yang:

”komunalistik religius yang memungkinkan penguasaan tanah secara

individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus

mengandung unsur kebersamaan. Menurut Maria Sumardjono, dalam kegiatan

pengadaan tanah tersangkut kepentingan dua pihak yakni instansi pemerintah

yang memerlukan tanah dan masyarakat yang tanahnya diperlukan untuk

kegiatan pembangunan. Karena tanah sebagai kebutuhan dasar manusia

merupakan perwujudan hak ekomomi, sosial dan budaya maka pengadaan

tanah harus dilakukan melalui suatu proses yang menjamin tidak adanya

“pemaksaan kehendak” satu pihak terhadap pihak lain. Disamping itu,

mengingat bahwa masyarakat harus merelakan tanahnya untuk suatu kegiatan

pembangunan, maka harus dijamin bahwa kesejahteraan sosial ekonomimya

tidak akan menjadi lebih buruk dari keadaaan semula, paling tidak harus setara

dengan keadaan sebelum tanahnya digunakan oleh pihak lain, oleh karena itu

Pengadaan tanah harus dilakukan sesuai dengan asas-asas yang telah diatur

pada Pasal 2 huru a sampai j Undang-Undang Nomor 2/2102 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yaitu:

a. Asas Kemanusiaan dimana Pengadaan tanah harus memberikan

perlindungan serta menghormati terhadap hak asasi manusia, harkat dan

martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

b. Asas Keadilan, kepada masyarakat yang terkena dampak diberikan ganti

kerugian yang dapat memulihkan kondisi sosial ekonominya, minimal setara

Page 20: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

29

dengan keadaan semula, dengan memperhitungkan kerugian terhadap faktor

fisik maupun nonfisik. Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang

berangkat dari nilai-nilai moral manusia. Keadilan merupaka konsep filsafat

yang mengandung pengertian yang abstrak. Hukum selalu menginginkan

terwujudnya idea hukum tertentu. Tujuan hukum untuk sebagian terletak

dalam merealisasikan keadilan, disamping untuk ketertiban, perdamaian,

harmoni, predikbilitas, dan kepastian hukum.28 Dalam pengadaan tanah asas

keadilan diletakkan sebagai dasar penentuan bentuk dan besarnya ganti

kerugian yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah yang tanahnya

diambil untuk kepentingan umum.29

c. Asas Kemanfaatan dimana pengadaan tanah diharapkan mendatangkan

dampak positif bagi pihak yang memerlukan tanah, masyarakat yang terkena

dampak dan masyarakat luas. Manfaat dari hasil kegiatan pembangunan itu

harus dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai keseluruhan.

d. Asas Kepastian, Pengadaan tanah dilakukan menurut tata cara yang diatur

oleh peraturan perundang-undangan, sehingga para pihak mengetahui hak

dan kewajiban masing-masing. Disamping itu, kepastian hukum juga harus

tertuju terhadap pemberian ganti rugi kepada pemilik tanah yang telah

menderita kerugian atas lepasnya hak atas tanahnya akibat diambil oleh

28 B. Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori dan Filsafat

Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007, hal. 37. 29 Achmad Rubai, Hukum Pengadaan Tanah, Bayu Media, Malang, 2007, hal. 31.

Page 21: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

30

pemerintah untuk pembangunan, pada sisi yang lain pihak yang

membutuhkan tanah juga harus memperoleh kepastian untuk dapat

menikmati atau mengusahakan tanah tersebut tanpa mendapat gangguan dari

pihak manapun.30 Menurut Boedi Harsono asas kepastian hukum dalam

pengadaan tanah mempunyai makna penguasaan dan penggunaan tanah oleh

siapapun dan untuk keperluan apapun harus ada landasan haknya.31

e. Asas Keterbukaan, dalam proses Pengadaan tanah dilaksanakan dengan

memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang

berkaitan dengan pengadaan tanah. Peraturan perundang-undangan di

bidang pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus dikomunikasikan

kepada masyarakat agar masyarakat memperoleh pengetahuan mengenai isi

dari peraturan tersebut, demikian pula mengenai rencana pengadaan tanah

untuk kepentingan umum harus dikomunikasikan kepada pemilik tanah

mengenai tujuan peruntukan tanah dan besarnya ganti kerugian, serta tata

cara pembayaran ganti kerugian, dan keseluruhan proses administrasi atas

pelepasan tanah tersebut, hal ini dimaksudkan untuk agar tidak ada

kebohongan diantara para pihak. Penyampaian informasi mengenai rencana

pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat dilakukan melalui

penyuluhan hukum dan media informasi yang dapat dijangkau oleh seluruh

lapisan masyarakat. Informasi yang diberikan oleh pemerintah mulai dari

30 Ibid, hal. 32. 31 Boedi Harsono dalam Oloan Sitorus&Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,

Mitra Kebijakan Tanah, Yogyakarta, 2004, hal. 35.

Page 22: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

31

perencanaan, dan pelaksanaan pengadaan tanah, dengan adanya informasi

yang menyeluruh masyarakat mengetahui tentang proyek pembangunan

untuk kepentingan umum beserta hak-haknya. Informasi yang diberikan oleh

pemerintah seharusnya tidak bersifat sektoral, akan tetapi bersifat

komprehensif (menyeluruh).

f. Asas Kesepakatan bahwa seluruh kegiatan Pengadaan tanah dilakukan

berdasarkan kesepakatan antara pihak yang memerlukan tanah dan

pemegang hak atas tanah. Kegiatan fisik pembangunan baru dapat

dilaksanakan bila telah terjadi kesepakatan antara para pihak dan ganti

kerugian telah diserahkan.

g. Asas Keikutsertaan/Partisipasi, adanya peran serta seluruh pemangku

kepentingan (stakeholder) dalam setiap tahap Pengadaan tanah

(perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) diperlukan agar menimbulkan rasa ikut

memiliki dan dapat meminimalkan penolakan masyarakat terhadap kegiatan

yang bersangkutan. Peran serta semua pihak yang terkait secara aktif dalam

proses pengadaan tanah akan menimbulkan rasa memiliki dan dapat

memperkecil kemungkinan timbulnya penolakan terhadap kegiatan

pembangunan untuk kepentingan umum. Perwujudan asas keikutsertaan

dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 dicantumkan dalam Pasal 57

yang menyebutkan: “Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah untuk

kepentingan umum, masyarakat dapat berperan serta antara lain;

Page 23: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

32

memberikan masukan secara lisan atau tertulis mengenai pengadaan tanah;

dan memberikan dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah”.

h. Asas Kesejahteraan, adalah bahwa Pengadaan tanah untuk pembangunan

dapat nilai tambahan bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak dan

masyarakat secara luas. Karena itu akibat dari adanya pembangunan

kesejahteraan masyarakat harus lebih meningkat bukan malah sebaliknya,

terhadap subyek hak wajib diberikan imbalan berupa uang, fasilitas/tanah

pengganti sehingga keadaan sosial ekonominya tidak merosot/tidak menurun.

i. Asas Keberlanjutan maksudnya adalah kegiatan pembangunan dapat

berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan

yang diharapkan. Asas keberlanjutan ini dimaksudkan bahwa pengelolaan

sumber daya alam dikelola untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa

menghilangkan fungsi dan kelestarian lingkungan hidup, sehingga dapat

memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang43. Dalam istilah lain

pembangunan yang berkelanjutan dikenal dengan pembangunan berwawasan

lingkungan (sustainable development), yang merupakan strategi pengelolaan

sumber daya alam yang mempunyai komitmen terhadap kelestarian mutu dan

fungsi lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan sebagai upaya untuk

mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan

menyerasikan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan

pembangunan. Dengan demikian, gagasan utama pembangunan berkelanjutan

adalah suatu pembangunan yang akrab dengan lingkungan. Dalam kontek ini

Page 24: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

33

secara ekologis pembangunan berkelanjutan menekankan pada adanya

keharusan hubungan antara perilaku pembangunan dengan aspek-aspek

konservasi lingkungan agar dalam jangka panjang pemanfaatan sumber daya

alam tidak menimbulkan dampak destruktif. Dengan demikian gagasan ini

mengandung muatan kepentingan masa depan yang bersifat global, kendati

dalam aplikasinya tidak terlepas dari masalah-masalah lokal yang berkembang

di sekitar tempat hidup manusia.

j. Asas Keselarasan sesuai penjelasan pasal 2 huruf j Undang-Undang Nomor

2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum, bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan

sejalan dengan kepentingan masyarakat dan negara.

5. Hak dan Kewenangan Pemegang Hak Atas Tanah

Menurut Sudikno Mertokusumo, hak atas tanah adalah hak yang memberi

wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau mengambil

manfaat dari tanah yang dihakinya.32 Pemilikan atas suatu hak diberikan

wewenang untuk menggunakan tanah sebagai subyek pemegang hak atas tanah

untuk mendirikan bangunan atau bukan sesuatu diatasnya, maupun

menggunakan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, seperti ditetapkan

dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA. Maksud dari memberi wewenang adalah untuk

menggunakan sesuai dengan sifat dan kemampuan hak tersebut. 33 Sudikno

32 Sudikno Mertokusumo, Hukum Politik dan Agraria, Karunika Universitas Terbuka, Jakarta, 1988,

hal. 45. 33 Sri Harini Dwiyatmi, Op.cit, hal. 36.

Page 25: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

34

Mertokusumo sendiri telah membagi wewenang yang dimiliki oleh pemegang

hak atas tanah menjadi 2, yaitu:34

a. Weewenang Khusus

Diartikan bahwa pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang

dalam hal menggunakan tanah yang dimilikinya sesuai dengan macam

hak atas tanahnya.

b. Wewenang Umum

Wewenang yang bersifat umum, yaitu pemegang hak atas tanah

mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga

tubuh bumi, air, dan ruang yang ada diatasnya, termasuk juga tubuh

bumi, air, dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk

kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu

dalam batas-batas menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA)

dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Secara tersirat kata wewenang juga dapat diartikan sebagai hak, dimana

subyek hukum sebagai pemegang hak atas tanah mempunyai hak-hak sebagai

berikut:35

1) Mempergunakan tanah dan/atau mengambil manfaat tanah

Kata “menggunakan tanah” mengandung pengertian bahwa pemegang

hak atas tanah mempunyai hak untuk menggunakan tanahnya guna

kepentingan mendirikan suatu bangunan, sedangkan kata “mengambil

34 Sudikno Mertokusumo, Op.cit, hal. 99. 35 Urip Santoso, Op.cit, hal. 69.

Page 26: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

35

manfaat dari tanah” mengandung arti bahwa pemegang hak atas tanah

mempunyai hak menggunakan kekayan alam didalam maupun diatas

tanahnya untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan maupun

perkebunan.

2) Mewariskan hak atas tanah

Pemegang hak atas tanah sebagai pewaris berhak mewariskan hak atas

tanahnya kepada ahli warisnya, sepanjang ahli warisnya memenuhi

syarat sebagai ahli waris sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan

yang berlaku.

3) Memindahkan Hak atas tanah

Pemegang hak atas tanah berhak untuk memindahkan hak atas tanah yang

dimilikinya dengan cara jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dlaam

modal perusahaan (inbreng), lelang kepada pihak lain.

4) Membebani hak atas tanah dengan Hak Tanggungan

Pemegang hak atas tanah memiliki hak untuk menjadikan hak atas tanah

yang dimilikinya sebagai jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan

kepada kreditor (bank).

5) Melepaskan atau menyerahkan hak atas tanah

Pemegang hak atas tanah berhak melepaskan atau menyerahkan haknya

kepada instansi pemerintah atau perusahaan swasta yang memberikan ganti

kerugian.

Meskipun subyek hukum pemegang hak atas tanah memiliki hak dan

wewenang yang dilindungi hukum, bukan berarti hak tersebut serta merta dapat

Page 27: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

36

digunakan tanpa memperhitungkan manfaatnya juga bagi kepentingan umum,

melalui Pasal 6 UUPA dinyatakan bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai

fungsi sosial”, sehingga jelas bahwa setiap kegiatan pemanfaatan suatu tanah

haruslah digunakan untuk kepentingan umum, tidak hanya untuk kepentingan

pribadinya, terlebih jika dalam pemanfaatnya banyak menimbulkan kerugian

bagi masyarakat umum.

6. Kewajiban Pemegang Hak Atas Tanah

Dalam setiap pemilikan hak atas tanah melekat hak/wewenang dan suatu

kewajiban (untuk memelihara agar dalam penggunaannya tidak bertentangan

dengan sifat dan ciri hak tersebut serta tidak bertentangan dengan fungsi sosial dari

setiap hak). Maka setiap Hak haruslah juga disertai dengan Kewajiban, sehingga

dalam pelaksanaan hak tersebut tidak akan mengurangi atau membatasi hak

orang lain juga. Dalam UUPA kewajiban tersebut bersifat umum, yang artinya

berlaku terhadap setiap hak atas tanah, diatur dalam:

a. Pasal 6, yang menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai

fungsinya

b. Berhubungan dengan fungsi sosial, salah satu landasan kewajiban

subyek hukum pemegang hak atas tanah dilihat dari Pasal 15 yakni

“memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta

mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan

hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah

itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah”, dihubungkan

Page 28: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

37

dengan Pasal 52 ayat 1 tentang kewajiban memelihara tanah yang

dihaki.

c. Pasal 10 Khusus mengenai tanah pertanian, yaitu kewajiban bagi pihak

yang mempunyainya untuk mengerjakan atau mengusahakannya

sendiri secara aktif.

7. Ganti Kerugian

Ganti kerugian pengertiannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum Pasal 1 angka 10 yang berbunyi bahwa ganti kerugian adalah

penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses

pengadaan tanah. Masalah ganti rugi merupakan isu sentral yang paling rumit

penanganannya dalam upaya pengadaan tanah oleh pemerintah dengan

memanfaatkan tanah-tanah yang sudah mempunyai hak. Penetapan ganti rugi

untuk bangunan dan tanaman relatif lebih mudah dibandingkan dengan tanah

karena di samping nilai nyata tanah yang didasarkan pada NJOP tahun terakhir,

terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi harga tanah. Faktor-faktor

tersebut adalah lokasi, jenis hak atas tanah, status penguasaan atas tanah,

peruntukan tanah, kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah, prasarana,

fasilitas dan utilitas, lingkungan dan faktor-faktor lain. Sudah tentu pemegang

hak harus sangat berhati-hati dalam menyampaikan keinginan terhadap

besarnya ganti rugi terhadap tanahnya. Dalam setiap pengadaan tanah untuk

pembangunan hampir selalu muncul rasa tidak puas, masyarakat yang hak atas

tanahnya terkena proyek tersebut merasakan bahwa korban penggusuran pada

Page 29: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

38

umumnya belum dapat menikmati makna keadilan sesuai dengan

pengorbanannya. Dalam kenyataan ini sudah seharusnya perlu perhatian lebih

dalam penerapan peraturan perundangan.

Sutedi mengatakan bahwa seluruh orang yang terkena pembebasan tanah

dari suatu proyek layak dibayar ganti rugi dan direhabilitasi tanpa

memperhatikan hak kepemilikan yang sah. Misalnya kebijaksanaan pemerintah

juga mencakup petani bagi hasil atau petani upahan, pengguna yang tergantung

pada hak adat, pengguna lahan tanpa hak legal, migrasi musiman dan penghuni

liar. Jumlah dan kategori ganti rugi serta bantuan lainnya tergantung pada sifat

kerugian yang dialami masing-masing rumah tangga. Apabila orang terkena

dampak kehilangan akses ke sumber daya yang belum terkendali, seperti hutan,

saluran air atau lahan makanan ternak, mereka harus diganti rugi dalam bentuk

semacamnya. Tindakan memulihkan pendapatan dan taraf hidup dapat menjadi

pembayaran ganti rugi untuk penggunaan kawasan milik umum, asalkan

tindakan ini cukup sesuai dengan tujuan kebijaksanaan. Akan tetapi, orang yang

menguasai tanah tersebut dan memperoleh sewa tidak sah dari kawasan milik

umum tidak diganti rugi.36

B. Hasil Penelitian

1. Profil Kabupaten Lampung Selatan

36 Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal., 273.

Page 30: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

39

Kabupaten Lampung Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi

Lampung. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kalianda. Kabupaten ini memiliki

luas wilayah 2.109,74 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 972.579

jiwa (LSDA 2016). Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 1050

sampai dengan 1050450 Bujur Timur dan 50150 sampai dengan 60 Lintang

Selatan. Mengingat letak yang demikian ini daerah Kabupaten Lampung

Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis.

Kabupaten Lampung Selatan bagian selatan meruncing dan mempunyai sebuah

teluk besar yaitu Teluk Lampung. Di Teluk Lampung terdapat sebuah

pelabuhan yaitu Pelabuhan Panjang di mana kapal-kapal dalam dan luar negeri

dapat merapat. Secara umum pelabuhan ini merupakan faktor yang sangat

penting bagi kegiatan ekonomi penduduk Lampung, terutama penduduk

Lampung Selatan. Pelabuhan ini sejak tahun 1982 termasuk dalam wilayah

Kota Bandar Lampung. Di bagian selatan wilayah Kabupaten Lampung Selatan

yang juga ujung Pulau Sumatera terdapat sebuah pelabuhan penyeberangan

Bakauheni, yang merupakan tempat transit penduduk dari Pulau Jawa ke

Sumatera dan sebaliknya. Dengan demikian Pelabuhan Bakauheni merupakan

pintu gerbang Pulau Sumatera bagian selatan. Jarak antara Pelabuhan

Bakauheni (Lampung Selatan) dengan Pelabuhan Merak (Provinsi Banten)

kurang lebih 30 kilometer, dengan waktu tempuh kapal penyeberangan sekitar

1,5 jam. Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan kurang lebih

2.109,74 km² (LSDA 2007), dengan kantor pusat pemerintahan di Kota

Page 31: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

40

Kalianda. Mengingat letak yang demikian ini daerah Kabupaten Lampung

Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis.

Kabupaten Lampung Selatan memiliki 17 kecamatan di dalamnya,

salahsatunya adalah kecamatan Penengahan yang terkena pengadaan tanah

proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Mayoritas mata

pencaharian masyarakat di kecamatan penengahan adalah bertani dan

berkebun, karna itu tanah merukan sumber utama dari mata pencaharian

masyarakat setempat. Kecamatan penengahan ini yang sampai sekarang

pemberian ganti ruginya masih masih belum diberikan.

2. Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di kabupaten Lampung Selatan

(Bakauheni-BandarLampung-Terbanggi Besar)

Jalan Tol Trans Sumatera adalah sebuah jalan tol sepanjang 2.818 km

menghubungkan Lampung dengan Aceh di Pulau Sumatera. Jalan Tol ini di

mulai pada tahun 2012 yang diperkirakan akan menelan dana sebesar Rp. 150

Triliun, pada 20 Februari 2012 Menteri Badan Usaha Milik Negara

mengadakan pertemuan dngan para Gubernur di Griya Agung, Palembang

Sumatera Selatan. Dalam pertemuan tersebt membahas mengenai percepatan

pembangunan jalan tol di Sumatera, pertemuan ini juga dihadiri oleh Deputi

Kementrian BUMN bidang Infrastruktur, Direktur Utama PT Jasa Marga, dan

Direktur Pengembangan Usaha Jasa Marga.

Page 32: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

41

Jalan Tol Bakauheni–Terbanggi Besar (Jalan Tol Bakter) adalah jalan tol

sepanjang 140,938 kilometer yang merupakan ruas tol terpanjang di Indonesia

yang rutenya dimulai dari Pelabuhan Bakauheni (Kabupaten Lampung Selatan)

hingga Terbanggi Besar (Kabupaten Lampung Tengah). Jalan tol ini

merupakan jaringan dari Jalan Tol Trans Sumatra. Jalan tol ini ditugaskan

langsung oleh pemerintah kepada PT Hutama Karya (Persero) sebagai Badan

Usaha Jalan Tol (BUJT). Pembangunan ruas tol ini dilakukan oleh PT

Pembangunan Perumahan (PP), PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, serta PT

Adhi Karya melalui skema penugasan dari Kementerian BUMN. Pembangunan

jalan tol ini melintasi 3 Kabupaten, 18 Kecamatan, serta 70 Desa, yakni

Kabupaten Lampung Selatan 13 Kecamatan dan 30 Desa, salah satu yang di

lewati adalah desa Kekiling, Kecamatan Penegahan, Lampung Selatan

Peresmian pembangunan jalan tol ini dilakukan pada 30 April 2015 oleh

Presiden Joko Widodo di Perkebunan Karet PTPN VII Sabah Balau. Jalan tol

ini diresmikan pada 8 Maret 2019 oleh Presiden Joko Widodo di Gerbang Tol

Natar.

3. Tahapan Pengadaan Tanah di Dusun KayuUbi, Desa Kekiling, Kecamatan

Penengahan, Lampung Selatan.

Pengadaan tanah memang sangat berpengaruh besar bagi sutau

pembangunan, tak terkecuali pembangunan untuk sarana dan prasarana bagi

kepentingan umum, salah satunya adalah pembangunan Infrastruktur berupa

jalan bebas hambatan (Jalan Tol). Tanpa adanya Pembebasan Tanah tidak

mungkin pembangunan jalan Tol Trans Sumatera di Kabupaten Kabupaten

Page 33: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

42

Lampung Selatan dapat dilaksanakan. Pembangunan Jalan Tol Trans Sumtera

ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan penyelenggaraanya

berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum, sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Presidein Nomor 148

Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 71

Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum. Mengenai tahapan kegiatan pengadaan tanah untuk

kepentingan umum dalam pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di

Kabupaten Lampung Selatan adalah sebagai berikut:

a. Tahapan Perencanaan

1) Pengajuan Permohonan dan Penetapan Lokasi

Pengajuan permohonan tersebut dituangkan dalam bentuk proposal,

pangajuan proposal untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera di

Kabupaten Lampung Selatan dilakukan oleh pihak instansi yaitu Dirjen

Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum kepada Kantor Pertanahan

Provinsi Lampung, setelah permohonan diajukan maka diadakan koordinasi

dengan Pemerintah Provinsi Lampung dalam hal ini Gubernur Lampung,

kemudian Gubernur memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Provinsi

Lampung untuk melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, dalam

hal ini Pemerintah Daerah kabupaten lampung selatan yang terkena

pembangunan jalan tol baik bupati, kantor pertanahan daerah kabupaten

Page 34: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

43

lampung selatan yang terkena pembangunan jalan tol. Pengkoordinasian

dilakukan untuk melakukan penelitian kesesuaian lahan yang dimohonkan

oleh pemerintah kabupaten lampung selatan untuk pembangunan, agar

sesuai dengan peruntukannya atau tidak, yang merujuk pada Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) baik Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota prosedur/pengkoordinasian

tersebut dilakukan dan sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/Kota yang terkena pembangunan jalan tol Trans Sumatera itu

maka Gubernur akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) ijin penetapan

lokasi.

2) Kesesuaian Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera Dengan Tata

Ruang

Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera memang sudah di rencanakan

sejak lama. Kegiatan pembangunan jalan tol ini memang sudah menjadi

salah satu prioritas yang telah diatur dalam Pasal 18 ayat (5) Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 disebutkan bahwa

Jalan tol dikembangkan untuk mempercepat perwujudan jaringan jalan

bebas hambatan sebagai bagian dari jaringan jalan nasional. Termasuk salah

satunya adalah Jalan Tol Trans Sumatera yang menjadi prioritas pemerintah

saat ini untuk dibangun. Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera ini juga

untuk menunjang pusat kegiatan di provinsi lampung dimana telah

disebutkan dalam Pasal 10 Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1

Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung

Page 35: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

44

Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2029. Selain untuk menunjang pusat

kegiatan di provinsi Lampung pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera ini

dilakukan guna meningkatkan system jaringan transportasi darat (Pasal 23

ayat (10 huruf a Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009

sampai dengan Tahun 2029).

Dalam hal pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera juga harus sesuai

dengan tata ruang kabupaten Lampung Selatan, karena rencana struktur

ruang Wilayah Kabupaten menggambarakan sistem pusat-pusat kegiatan di

wilayah kabupaten yang memberikan layanan bagi kawasan perkotaan dan

kawasan perdesaan disekitarnya yang berada dalam Wilayah Kabupaten,

yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah utama yang

mengintegrasikan kesatuan wilayah kabupaten, serta didukung dan/atau

dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana lainnya sesuai peraturan

perundangan yang berlaku. Sistem jaringan prasarana utama khususnya

transportasi darat yang telah di atur dalam Pasal 11 huruf a Peraturan

Kabupaten Lampung Selatan Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2011-2031.

b. Tahapan Persiapan

1) Konsultasi Publik

Konsultsi Publik ini melibatkan antara masyarakat Dusun Kayuubi

selaku pemilik tanah dengan Pemerintah selaku pihak yang memerlukan

tanah untuk melaksanakan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera yang

Page 36: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

45

dilakukan di balai Dusun Kayuubi yang dihadiri masyrakat Dusun Kayuubi,

pemerintah kabupaten Lampung Selatan. Konsultasi Publik dilakukan untuk

memberikan pemberitahuan rencana pembangunan Jalan Tol Trasn

Sumatera kepada masyarakat, dengan melakukan pendataan awal rencana

pembangunan jalan tol dengan rute Bakauheni-BandarLampung-Terbanggi

Besar.

2) Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah

Panitia pengadaan tanah mempunyai peran utama dalam pembebasan

dan pelaksanaan pengadaan tanah. Panitia Pengadaan Tanah merupakan

kepanjangan tangan pemerintah sebagai aparatur yang menduduki barisan

terdepan, dalam setiap pengadaan tanah baik tanah untuk kepentingan umum

maupun kepentingan lainnya. Panitia ini dibentuk setelah surat penetapan

persetujuan lokasi oleh Gubernur tersebut di keluarkan. Dengan di

keluarkannya surat keputusan Gubernur Nomor G/214/III.09/HK/2015

tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi

Besar II (Ruas Tegineneng STA 104 + 700 Sampai Dengan 110 + 300 km)

tertanggal 21 April 2015. Dilanjutkan dengan penunjukkan penugasan

kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan

sebagai ketua pelaksana Pengadaan Tanah Pada Tanggal 21 Mei 2015

dengan Surat Keputusan Kepala Kantor Wiayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi Lampung Nomor 68/Kep-18.300/V/2015 tentang Penugasan

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan Sebagai Ketua

Pelaksana Pengadaan Tanah. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten

Page 37: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

46

Lampung Selatan sebagai ketua pelaksana pengadaan tanah bertugas

melaksanakan tahapan pengadaan tanah dan memebentuk Tim Satuan

Tugas. Tim satuan bertugas untuk menginventarisasi masalah yang menjadi

alasan keberatan dari masyarakat yang kurang sepakat dalam konsultasi

publik, melakukan pertemuan atau klarifikasi denagn pihak yang keberatan

dan membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan.

c. Tahapan Pelaksanaan

1) Inventarisasi dan Identifikasi

Inventarisasi dan identifikasi meliputi kegiatan pengukuran dan

pemetaan bidang per bidang tanah, pengumpulan data pihak yang berhak

dan objek pengadaan tanah yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah

dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. Hasil inventarisasi dan

indentifikasi yang dilakukan panitia pengadaan tanah di balai Dusun

Kayuubi tempat pengadaan tanah dilakukan.

2) Penilaian Ganti Rugi

Penilaian ganti kerugian di Dusun Kayuubi dilakukan oleh penilai yang

ditetapkan dan diumumkan oleh lembaga pertanahan. Penilaian dilakukan

berdasarkan objek pengadaan tanah dalam hal ini objeknya meliputi tanah,

bangunan di atas tanah, tanaman, dan kerugian lain yang dapat dinilai.

Pemberian ganti kerugian di Dusun Kayuubi diberikan dalam bentuk uang

yang sesuai dengan nilai kerugian objek yang dimiliki masing-masing

masyrakat setempat.

3) Musyawarah Penetapan Ganti Rugi

Page 38: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

47

Dalam musyawarah penetapan ganti kerugian Kantor Pertanahan

Kabupaten Lampung Selatan dan pihak yang berhak melaaksanakan

musyawarah pertama pada tanggal 25 Juli 2016 yang membahas mengenai

besarnya ganti rugi berupa uang 10 miliar, namun pada musyawarah yang

pertama masyarakat belum sepakat mengenai besar nilai ganti rugi yang

diberikan oleh kerugian Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan.

Akhirnya pemerintah melakukan musyarawarah kedua yang dilaksanakan

di balai Dusun Kayuubi pada tanggal 10 Agustus 2016 yang dihadiri oleh

masyrakat Dusun Kayuubi dan panitia pelaksana pengadaan tanah dalam

musyawarah kedua penetapan ganti kerugian Kantor Pertanahan dan pihak

yang berhak telah sepakat dengan bentuk ganti kerugian berupa uang tunai

total senilai 25 miliar sesuai dengan nilai objek masing-masing yang

terkena pengadaan tanah. Dalam musyawarah kedua juga masyarakat

Dusun Kayuubi meyepakati bahwa pemberian ganti kerugian berupa uang

senilai 25 miliar akan diberikan selambat-lambatnya bulan Desember

2017.37 Sebelum dilakukan musyawarah kedua masyarakat diberikan

undangan yang berisi “pelaksanaan musyarawah untuk penetapan ganti rugi

yang akan dilaksanakan di balai Dusun Kayuubi pada 10 Agustus 2016”.38

Undangan musyawarah disampaikan tanggal 8 Agustus 2016 3 (tiga) hari

sebelum musyawarah dilaksanakan. Masyarakat Dusun Kayuubi sepakat

37 Mislan, Ganti Rugi Pembebasan Lahan Tol Trans Sumatera Bermasalah, Tribun Lampung, 24

Oktober, hal. 18. 38 Johny, “Penetapan Ganti Rugi di Dusun Kayuubi, Desa Kekiling, Penengahan, Lampung Selatan”,

Radar lampung, 13 Agustus 2016, hal. 16.

Page 39: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

48

dengan musyawarah yang dilakukan dan akan melepaskan hak atas tanah

kepada pemerintah jika uang ganti kerugian telah diserahkan dan diterima

oleh masing-masing masyarakat yang berhak atas uang ganti kerugian

tersebut. Dalam musyawarah inilah titik temu kesepakatan terjadi, karena

dengan adanya kesepatakan yang dilakukan dalam musyawarah proses

pengedaan tanah untuk melakukan pembanguna Jalan Tol Trans Sumatera

(JTTS) dapat dilaksanakan.

Namun dalam tahap pelaksaan ini ada permasalahan yang timbul yaitu

mengenai ketepatan waktu pemberian uang ganti rugi, karena setelah

masyarakat sepakat dengan waktu pemberian uang ganti rugi yang

terlambat hingga 1 tahun lebih. Bagaimana Tahapan Penyerahan Hasil

Pengadaan Tanah Dapat dilakukan sedangkan uang gari rugi yang harusnya

diserahkan dan diterima oleh masyarakat pada akhir tahun 2017 sebagai

pemegang hak atas tanah mengalami keterlambatan hingga 1 tahun lebih

tepatnya awal tahun 2019. Hal ini menimbulkan masalah hukum mengenai

perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang tanahnya terkena

akibat dari pengadaan tanah untuk melakukan pembangunan bagi

kepentingan umum. Karena pada dasarnya pemegang hak atas berhak

mendapatkan kepastian hukum terutama terhadap pemberian ganti kerugian

yang haruasnya mereka terima. Dasar kepastian hukum itulah yang menjadi

dasar apakah hukum yang telah dibuat dan diatur dalam perundang-

undangan dilaksakan sesuai dengan aturan yang berlaku atau tidak.

Page 40: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

49

C. Analisis

1. Tahapan Perencanaan Pengadaan Tanah di Dusun Kayuubi, Desa

Kekiling, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan.

Pada tahapan perencanaan ini instansi pemerintah selaku pihak yang

memerlukan tanah telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan perautran

perundang-undangan pengadaan tanah, dimana telah melakukan penetapan

lokasi pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera untuk dilakukan penelitian

mengenai lokasi yang akan dilakukan pengadaan tanah. Penetapan lokasi untuk

pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera ini juga dilakukan harus seusia dengan

Tata Ruang. Jalan tol memang menjadi prioritas utama pemerintah unutk

mempercepat jaringan bebas hambatan yang dapat membangun perekonomian

daerah. Dalam Pasal 18 ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 26 Tahun 2008 disebutkan bahwa Jalan tol dikembangkan untuk

mempercepat perwujudan jaringan jalan bebas hambatan sebagai bagian dari

jaringan jalan nasional. Termasuk salah satunya adalah Jalan Tol Trans

Sumatera yang menjadi prioritas pemerintah saat ini untuk dibangun.

Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera ini juga untuk menunjang pusat

kegiatan di provinsi lampung dimana telah disebutkan dalam Pasal 10 Peraturan

Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2029. Selain

untuk menunjang pusat kegiatan di provinsi Lampung pembangunan Jalan Tol

Trans Sumatera ini dilakukan guna meningkatkan system jaringan transportasi

darat (Pasal 23 ayat (10 huruf a Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1

Page 41: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

50

Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun

2009 sampai dengan Tahun 2029). Dalam hal pembangunan Jalan Tol Trans

Sumatera juga harus sesuai dengan tata ruang kabupaten Lampung Selatan,

karena rencana struktur ruang Wilayah Kabupaten menggambarakan sistem

pusat-pusat kegiatan di wilayah kabupaten yang memberikan layanan bagi

kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan disekitarnya yang berada dalam

Wilayah Kabupaten, yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah

utama yang mengintegrasikan kesatuan wilayah kabupaten, serta didukung

dan/atau dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana lainnya sesuai peraturan

perundangan yang berlaku. Sistem jaringan prasarana utama khususnya

transportasi darat yang telah di atur dalam Pasal 11 huruf a Peraturan Kabupaten

Lampung Selatan Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2011-2031.

2. Tahapan Persiapan Pengadaan Tanah di Dusun Kayuubi, Desa Kekiling,

Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan.

Pada tahapan ini pemerintah juga telah meakukan konsultasi publik yang

dilakukan di balai Dusun Kayuubi yang dihadiri masyarakat dan pemerintah

kabupaten Lampung Selatan. Konsultasi Publik dilakukan untuk memberikan

pemberitahuan rencana pembangunan Jalan Tol Trasn Sumatera kepada

masyarakat, dengan melakukan pendataan awal rencana pembangunan jalan tol

dengan rute Bakauheni-BandarLampung-Terbanggi Besar. Pada tahapan ini

juga pemerintah membentuk panitia pengadaan tanah unutk melakukan

penilaian terhadap objek pengadaan tanah. Panitia ini dibentuk setelah surat

Page 42: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

51

penetapan persetujuan lokasi oleh Gubernur tersebut di keluarkan. Dengan di

keluarkannya surat keputusan Gubernur Nomor G/214/III.09/HK/2015 tentang

Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar II (Ruas

Tegineneng STA 104 + 700 Sampai Dengan 110 + 300 km) tertanggal 21 April

2015. Dilanjutkan dengan penunjukkan penugasan kepada Kepala Kantor

Badan Pertanahan Kabupaten Lampung Selatan sebagai ketua pelaksana

Pengadaan Tanah Pada Tanggal 21 Mei 2015 dengan Surat Keputusan Kepala

Kantor Wiayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung Nomor 68/Kep-

18.300/V/2015 tentang Penugasan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten

Lampung Selatan Sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.

3. Tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah di Dusun Kayuubi, Desa

Kekiling, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan.

Dalam tahapan pelakasaan ini panitia pengadaan tanah melakukan

inventarisasi dan identifikasi meliputi kegiatan pengukuran dan pemetaan

bidang per bidang tanah, pengumpulan data pihak yang berhak dan objek

pengadaan tanah yang dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

Panitian pengadaaan tanah juga melakukan penilaian ganti rugi terhadap objek

yang terkena pengadaan tanah. Penilaian dilakukan berdasarkan objek

pengadaan tanah dalam hal ini objeknya meliputi tanah, bangunan di atas tanah,

tanaman, dan kerugian lain yang dapat dinilai. Pemberian ganti kerugian di

Dusun Kayuubi diberikan dalam bentuk uang yang sesuai dengan nilai kerugian

objek yang dimiliki masing-masing masyrakat setempat. Setelah itu pihak yang

membutuhkan tanah melakukan musyawarah penetapan ganti rugi terhadap

Page 43: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

52

objek pengadaan tanah. Musyawarah ini dilakukan di balai Dusun Kayuubi

yang dihadiri oleh masyrakat dusun kauubi dan panitia pelaksanaan pengadaan

tanah. Sebelum dilakukan musyawarah masyarakat diberikan undangan

mengenai “pelaksanaan musyarawah untuk penetapan ganti rugi yang akan

dilaksanakan di balai Dusun Kayuubi pada 10 Agustus 2016”.39 Undangan

disampaikan tanggal 8 Agustus 2016. Dalam musyawarah tersebut membahas

mengenai pemberian ganti kerugian akan diberikan selambat-lambatnya bulan

Desember 2017, namun hingga 1 tahun 6 bulan ganti rugi belum juga diberikan

tepatnya sampai bulan juni tahun 2019. Masyarakat Dusun Kayuubi sepakat

dengan musyawarah yang dilakukan dan akan melepaskan hak atas tanah

kepada pemerintah jika uang ganti kerugian telah diserahkan dan diterima oleh

masing-masing masyarakat yang berhak atas uang ganti kerugian tersebut.

Dalam musyawarah inilah titik temu kesepakatan terjadi, karena dengan adanya

kesepatakan yang dilakukan dalam musyawarah proses pengedaan tanah untuk

melakukan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) dapat dilaksanakan.

Namun dalam tahap pelaksaan ini ada permasalahan yang timbul yaitu

mengenai ketepatan waktu pemberian uang ganti rugi, karena setelah

masyarakat sepakat dengan waktu pemberian uang ganti rugi keterlambatan

pemberian yang ganti kerugian itu terlambat hingga 1 tahun 6 bulan. Bagaimana

Tahapan Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah Dapat dilakukan sedangkan uang

gari rugi yang harusnya diserahkan dan diterima oleh masyarakat pada akhir

39 Febri Pajri, “Penetapan Ganti Rugi”, Radar lampung, 13 Agustus 2016, hal. 10

Page 44: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

53

tahun 2017 sebagai pemegang hak atas tanah mengalami keterlambatan hingga

1 tahun 6 bulan lebih tepatnya sampai tahun 2019. Hal ini menimbulkan

masalah hukum mengenai perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah

yang tanahnya terkena akibat dari pengadaan tanah untuk melakukan

pembangunan bagi kepentingan umum.

4. Perlindungan Hukum Bagi Warga Dusun Kayuubi, Desa Kekiling,

Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan Yang Tanahnya Terkena

Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).

Kabupaten Lampung Selatan sebagai Salah Satu tempat Akses keluar

masuknya para pengguna jalan antar Sumatera dan juga akses jalan bagi Yang

akan menyebrangi Lautan Sumatera dan Jawa, Sehingga Kabupaten Lampung

Selatan dintuntut untuk memiliki Sarana dan Prasarana yang cukup Memadai,

Kabupaten Lampung Selatan memiliki dua Jalur utama bagi pengguna Jalan

Baik pada Jalur Timur atau Jalur Selatan. Sehingga tidak jarang akses jalan

yang ada mudah hancur karena jalan yang ada selalu di lalui oleh pengendara

mobil-mobil berat. Hal ini menjadi pusat perhatian Pemerintah khususnya

Presiden JokoWidodo yang dan memiliki Program Pembangunan Tol Lintas

antar Sumatera yang di awali dari Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan

dan yang rencana akan di akses sampai Kota Medan, Sumatera Utara. Oleh

karena itu agar tujuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat

mencapai tujuan, maka harus terjaminnya pemberian ganti kerugian yang

layak dan adil yang telah diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Page 45: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

54

Kepentingan Umum. Untuk itu pihak yang tanahnya terkena pengadaan tanah

harus mempunyai kesempatan untuk mengajukan keberatan terhadap lokasi

pembangunan dan ganti kerugian yang baik dalam nilai maupun dalam bentuk

ganti kerugian. Karena kesepakatan dalam ganti kerugian yang dapat

memperlancar jalannya pembangunan untuk kepentingan umum yang

dilakukan dengan cara pengadaan tanah.

Setiap pemegang hak atas berhak mendapat ganti kerugian atas objek

pengadaan tanah (Pasal 40 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum). Karena

jika pemegang hak atas tanah tidak mendapat kepastian hukum mengenai

ganti kerugian maka itu sama saja pembangunan yang dilakukan tidak

menjamin hak-hak masyarakat (Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945). Karena itu

pemerintah selaku pihak yang memerlukan tanah wajib memberikan ganti

kerugian yang layak dengan cara melakukan musyawarah untuk mencapai

kesepakatan dengan masyarakat selaku pemegang hak atas tanah (Pasal 31

ayat (1), (2), Pasal 37 dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum).

Jika ganti rugi yang harusnya diterima oleh pemegang hak atas tanah saja

terlambat diberikan maka dapat mempengaruhi kehidupan sosial budaya dan

sosial ekonomi masyarakat setempat. Karena itu hukum dibutuhkan untuk

mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk

memperoleh keadilan sosial. Jika pemberian ganti rugi saja masih mengalami

banyak kendala bagaimana asas-asas pengadaan tanah dapat diterapkan

Page 46: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

55

dengan sempurna (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum). Karena

pemilik tanah hanya dapat melepaskan haknya dan menyerahkan bukti

penguasaan atau kepemilikan objek pengadaaan tanah kepada instansi yang

memerlukan tanah jika ganti kerugian sudah diberkan kepada pihak yang

berhak menerima ganti kerugian (Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012). Sedangkan pada pelaksanaan pembuatan jalan tol di Dusun

Kayuubi pada tahapan pelaksaan, ganti rugi yang dijanjikan akan diberikan

pada akhir tahun 2017 belum juga diberikan sedangkan pelepasan haknya

sudah dilakukan dan proses pembangunan jalan tol telah dilakukan. Hal ini

menimbulkan kerugian bagi pemegang hak atas dimana keadilan dan

kepastian hukum mengenai ganti kerugian belum juga dilakukan. Karena

pemberian ganti rugi belum diberikan kepada pemegang hak atas tanah

seharusnya pemegang hak atas dapat melakukan upaya hukum ke pengadilan

negeri untuk menuntut apa yang menjadi haknya. Karena dalam Undang-

Undang Pengadaan Tanah sendiri belum ada pasal yang mengatur tindakan

pemegang hak atas tanah bila pemberian ganti rugi tidak kunjung diberikan

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini sama saja proses tahapan

pengadaan tanah tidak berpedoman pada asas keadilan dan kepastian yang

telah diatur pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, pengadaan

tanah yang baik dan benar harus dilaksanakan berdasarkan pada asas-asas

pengadaan tanah yang telah diatur. Karena asas-asas itu lah yang menjamin

hak-hak dan kewajiban baik bagi pemegang hak atas tanah yang tanahnya

Page 47: BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep

56

akan digunakan untuk kepentingan umum, maupun pemerintah atau pihak

swasta selaku pihak yang membutuhkan tanah dari masyrakat yang tanah

terkena dampak pengadaaan tanah. Untuk mencapai tujuan berupa kepastian

hukum, keadilan, dan kemanfaatan, maka yang diperlukan adalah perspektif

berfikir untuk terpenuhinya hal-hal yang bersifat formal dan substansial dalam

mewujudkan penghormatan terhadap hak-hak dasar manusia.

Secara ideal, dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan

kepentingan umum, tujuan yang diharapkan adalah kepentingan

pembangunan dapat berjalan tanpa harus merugikan atau menyebabkan

penurunan tingkat kehidupan pemilik tanah dan pemilik hak atas tanah atau

benda di atasnya, setelah proses pembebasan dilaksanakan. Oleh karena itu,

dengan adanya ganti kerugian merupakan bentuk perlindungan hukum yang

diberikan kepada pemilik tanah apabila ruang atas dan bawah tanah terdapat

benda-benda yang memiliki nilai ekonomis untuk dapat dimintakan ganti

kerugiannya. Dalam menegakkan hukum, menurut Sudikno Mertokusumo

terdapat 3 (tiga) unsur yang harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum

(rechtssicherheit), kemanfaatan (zweekmassigkeit) dan keadilan

(gerechtigkeit). Adanya kepastian hukum merupakan perlindungan

yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa

seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan

tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan

adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.