bab ii nunung

52
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1.Tinjauan Tentang Postpartum 1.1. Pengertian postpartum Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas yaitu 6 – 8 minggu (Ambarwati, 2010). Masa nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali pada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam minggu (Maritalia, 2011). Masa nifas dimulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifuddin, 2009). Masa postpartum (nifas) adalah masa sejak melahirkan sampai pulihnya alat-alat reproduksi 8

Upload: ali-fariki

Post on 02-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Tinjauan Tentang Postpartum

1.1. Pengertian postpartum

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari

persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama

masa nifas yaitu 6 – 8 minggu (Ambarwati, 2010).

Masa nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-

organ reproduksi kembali pada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan

waktu sekitar enam minggu (Maritalia, 2011).

Masa nifas dimulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan

kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira

6 minggu (Saifuddin, 2009). Masa postpartum (nifas) adalah masa sejak

melahirkan sampai pulihnya alat-alat reproduksi dan anggota tubuh lainnya yang

berlangsung sampai sekitar 40 hari (Marmi, 2011).

1.2. Pembagian masa postpartum

Pembagian masa nifas terbagi atas 3 bagian, yaitu;

1.2.1. Puerperium dini

Kepulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan berjalan, dianggap bersih dan

boleh bekerja setelah 40 hari.

8

1.2.2. Puerperium intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.

1.2.3. Remote puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila

selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat

sempurna bisa berminggu, bulan atau tahunan (Yeyeh, 2011)

Periode postpartum ialah masa enam minggu setelah bayi lahir sampai organ

reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang

disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan. Immediate postpartum;

berlangsung dalam 24 jam pertama, early postpartum; berlangsung sampai

minggu pertama, late postpartum; berlangsung sampai masa postpartum

berakhir (Ambarwati, 2010).

2. Tinjauan Tentang Perdarahan Postpartum Primer

2.1. Pengertian Perdarahan Postpartum Primer

Pendarahan pasca persalinan (postpartum) adalah pendarahan pervaginam

500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian

nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca

persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, Retensio Plasenta,

Inversio Uteri dan laserasi jalan lahir (Maritalia, 2011).

Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu; ¼ dari kematian

ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan postpartum, plasenta previa,

9

solution plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri) disebabkan oleh

perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas

nifas karena anemia mengurangkan daya tahan tubuh. Perdarahan postpartum

diklasifikasikan menjadi 2, yaitu; 

2.1.1. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau

Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).

Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab

utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, Retensio

Plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan Inversio Uteri. Terbanyak

dalam 2 jam pertama.

2.1.2. Perdarahan masa nifas (Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca

Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan postpartum sekunder terjadi

setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering

diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta

yang tertinggal (Saifuddin, 2009).

2.2. Gejala Klinis

Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah

bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu

penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas

dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah

sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama

(Saifuddin, 2009).

10

2.3. Diagnosis Perdarahan Postpartum

Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak

dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama,

tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat.

Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang

wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total

tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan

darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis

perdarahan postpartum dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak

lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam

sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan postpartum dan plasenta belum lahir,

perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir,

perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena

perlukaan jalan lahir (Sulistyawati, 2010).

Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada

palpasi; sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus

berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu

diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir.

Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan

transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan postpartum dapat dicegah.

Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan, terutama apabila penderita masuk

rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena

11

persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan

postpartum merupakan sebab utama kematian dalam persalinan (Vivian, 2011).

Diagnosis perdarahan postpartum dilakukan dengan;

2.3.1. Palpasi uterus; bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.

2.3.2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.

2.3.3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari; Sisa plasenta atau selaput

ketuban, robekan rahim, plasenta suksenturiat.

2.3.4. Inspekulo; untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah.

2.3.5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation

Test), dll.

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan

menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok,

atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus

yang juga bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah

banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam pre-syok dan syok. Karena itu,

adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar

darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan

periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam (Saifuddin, 2009).

2.4. Penanganan Perdarahan Postpartum

Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah hentikan

perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi infus cairan

(larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi

12

darah, kalau perlu oksigen.Walaupun demikian, terapi terbaik adalah pencegahan.

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus kasus yang disangka

akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan

sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan

"antenatal care" yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat

perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Di rumah

sakit, diperiksa kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila

mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan

keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (Saleha, 2009).

Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas

normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila

sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan

harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada

perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta (Saleha,

2009).

Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum

plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk

mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan

intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta.

Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular.

Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada

presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya

13

lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera

tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin

setelah bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua

pada persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang

timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu

menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat

perdarahan.Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini

dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Pada

perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, dengan segera dilakukan massage

uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intravena (Saifuddin, 2009).

3. Tinjauan Tentang Rest Plasenta

3.1. Pengertian Rest Plasenta

Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya dalam

cavum uteri. (Saifuddin, 2009). Sedangkan menurut Asrinah, dkk (2010) Rest

plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat

menimbulkan perdarahan postpartum primer atau perdarahan postpartum

sekunder.

3.2. Penyebab Rest Plasenta

3.2.1.Pengeluaran plasenta tidak hati-hati.

3.2.2.Salah pimpinan kala III : terlalu terburu - buru untuk mempercepat lahirnya

plasenta.

14

3.3. Tinjauan Faktor Yang Berhubungan Dengan Rest Plasenta

3.3.1.Umur ibu

Usia ibu hamil terlalu muda (< 20 tahun) dan  terlalu  tua (> 35 tahun)

mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini

dikarenakan pada umur dibawah  20 tahun, dari segi biologis  fungsi reproduksi

seorang wanita belum berkembang dengan sempurna untuk menerima keadaan

janin dan segi psikis belum matang dalam menghadapi tuntutan beban moril,

mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35 tahun dan sering

melahirkan, fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami kemunduran

atau degenerasi  dibandingkan  fungsi  reproduksi normal sehingga kemungkinan

untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan  terutama perdarahan  lebih besar

(Saleha, 2009).

Perdarahan postpartum yang mengakibatkan kematian maternal pada

wanita hamil yang melahirkan pada umur dibawah 20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi

daripada perdarahan postpartum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan

postpartum meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun (Bahiyatun, 2012).

3.3.2.Paritas Ibu

Perdarahan  postpartum semakin meningkat pada wanita yang telah

melahirkan tiga anak atau lebih, dimana uterus yang telah melahirkan banyak

anak cenderung bekerja tidak efesien pada semua kala persalinan. Uterus pada

saat persalinan, setelah kelahiran plasenta sukar untuk berkontraksi dan

beretraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding uterus akan

15

tetap terbuka. Hal inilah yang dapat meningkatkan insidensi perdarahan

postpartum (Bahiyatun, 2012).

Jika  kehamilan  “terlalu muda,  terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat

(4 terlalu)”  dapat meningkatkan risiko berbahaya pada proses reproduksi karena

kehamilan yang terlalu sering dan terlalu dekat menyebabkan intake (masukan)

makanan atau gizi menjadi rendah. Ketika tuntunan dan beban fisik terlalu tinggi

mengakibatkan wanita tidak mempunyai  waktu untuk mengembalikan kekuatan

diri dari tuntutan gizi, juga anak yang telah dilahirkan perlu mendapat perhatian

yang optimal dari kedua orangtuanya sehingga perlu sekali untuk mengatur

kapan sebaiknya waktu yang tepat untuk hamil (Saifuddin, 2009).

3.4. Status Anemia dalam kehamilan

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya

kurang dari 12 gr%. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar

haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar

haemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut

dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama

pada trimester 2 (Saifuddin, 2009).

Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazimdisebut hidremia

atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya seldarah kurang dibandingkan

dengan bertambahnya plasma sehinggaterjadi pengenceran darah. Perbandingan

tersebut adalah sebagaiberikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin

19%.Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10

16

minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu.

Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja

jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.

Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut;

3.4.1. Kurang gizi (malnutrisi).

3.4.2. Kurang zat besi dalam diit.

3.4.3. Malabsorpsi.

3.4.4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain.

3.4.5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

(Anggraini, 2010).

3.5. Gejala Klinik Akibat Rest Plasenta

Gejala klinik yang sering di rasakan pada pasien dengan rest plasenta yaitu :

3.5.1.Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka

uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat

menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada

perdarahan dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest plasenta);

3.5.2.Keadaan umum lemah.

3.5.3.Peningkatan denyut nadi.

3.5.4.Tekanan darah menurun.

3.5.5.Pernafasan cepat.

3.5.6.Gangguan kesadaran (syok).

3.5.7.Pasien pusing dan gelisah.

17

3.5.8.Tampak sisa plasenta yang belum keluar (Saleha, 2009).

3.6. Diagnosa Rest Plasenta

Diagnosa rest plasenta dapat di tegakkan berdasarkan;

3.6.1.Anamnese.

3.6.2.Pemeriksaan umum; tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan.

3.6.3.Palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.

3.6.4.Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.

3.6.5.Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari

3.6.5.1. Sisa plasenta atau selaput ketuban.

3.6.5.2. Robekan rahim.

3.6.5.3. Plasenta suksenturiata

3.6.6. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah.

3.6.7.Pemeriksaan laboratorium : Hb, Hematokrit.

3.6.8.Pemeriksaan USG (Marmi, 2011).

3.7. Komplikasi Rest Plasenta

3.7.1.Sumber infeksi dan perdarahan potensial.

3.7.2.Memudahkan terjadinya anemia yang berkelanjutan.

3.7.3.Terjadi plasenta polip.

3.7.4.Degenerasi korio karsinoma.

3.7.5.Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah.

18

3.8. Pencegahan Rest Plasenta

Pencegahan terjadinya perdarahan postpartum merupakan tindakan utama,

sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi upaya

preventif dapat dilakukan dengan;

3.8.1. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam kehamilan.

Dengan cara tingkatkan konsumsi makanan yang membantu mengatasi anemia yang

mengandung zat besi seperti yang berasal dari daging merah, unggas dan ikan.

Sayuran yang memiliki daun hijau gelap, kacang-kacangan dan telur.

3.8.2. Melakukan persiapan pertolongan persalinan secara legeartis.

Cara bagaimana suatu tindakan medis dilakukan, apakah telah mengikuti suatu

prosedur yang standar / baku.

3.8.3. Meningkatkan usaha penerimaan KB.

Tenaga kesehatan (bidan) senantiasa memberikan konseling KB pada ibu hamil

pada tiap kunjungan pemeriksanaan kehamilan

3.8.4. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang mengalami

perdarahan postpartum.

Pastikan bahwa ibu hamil akan memilih fasilitas kesehatan jika terjadi

komplikasi pasca melahirkan

3.8.5. Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi, kelahiran plasenta

dipercepat (Bahiyatun, 2012).

Uterotonika adalah Obat yang digunakan untuk merangsang kontraksi uterus,

ini diberikan pada ibu segera setelah melahirkan

19

3.9. Penanganan Rest Plasenta

Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan

pengeluaran sisa plasenta secara manual atau digital, dengan langkah-langkah

sebagai berikut;

3.9.1. Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus).

3.9.2. Kosongkan kandung kemih.

Mengosongkan kandung kemih dengan menggunakan kateter urine

3.9.3. Memakai sarung tangan steril.

Bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara tangan penolong

dengan ibu

3.9.4. Desinfeksi genetalia eksterna.

3.9.5. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara

obstetri sampai servik.

3.9.6. Lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta.

3.9.7. Lakukan pengeluaran plasenta secara digital.

3.9.8. Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika.

Tindakan ini bertujuan untuk mengeluarkan sisa plasenta

3.9.9. Berikan adanya kotiledon antibiotik untuk mencegah infeksi.

3.9.10. Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3x1 gram.oral

dikombinasikan dngan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan dengan

3x500 mg oral.

3.9.11. Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan.

20

3.9.12. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan (Marmi, 2011).

Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri   berlangsung tidak lancar atau setelah

melakukan plasenta manual atau menemukan yang tidak lengkap pada saat

melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri

eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah

terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara

manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan

setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya

(Saifuddin, 2009).

21

3.10 Standar Operasional Prosedur (SOP) Rest Plasenta

Prosedur

Tetap

Prosedur Prosedur Kebidanan Kasus-kasus perdarahan

postpartum dari Rest Plasenta

Pengertian Asuhan yang diberikan pada saat terjadi perdarahan yang

dikarenakan adanya sisa plasenta dan ketuban yang masih

tertinggal dalam rongga rahim.

Tujuan Sebagai acuan langkah-langkah penerapan proses Kebidanan

dalam menghentikan perdarahan dan kontraksi uterus tetap

normal (keras) dengan tetap menjaga keamanan proses

penghentian perdarahan tersebut.

Kebijakan Adanya diagnosa Kebidanan dengan menghentikan perdarahan

dengan menghentikan perdarahan sesuai dengan pengeluaran

darah nifas yang normal (lockea).

Prosedur 1. Pengkajian;

1.1. Objektif; Pengeluaran darah yang terus menerus keluar

1.2. Data Subjektif; ibu merasa lemas, pucat.

2. Diangnosa Kebidanan; tidak efektifnya kontraksi uterus dan

perdarahan terus menerus keluar hingga lebih dari 500cc

3. Tujuan; gangguan akibat gangguan sisa plasenta dapat

teratasi.

4. Rencana Kebidanan

4.1. Evaluasi pengeluaran darah dan bekuan darah maupun

jaringan yang keluar

4.2.Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala

metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis

awal 1 gram/IV dilanjutkan 3x1 gram oral dikombinasikan

dengan metrodinazol 2 gram.

4.3.Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan

megeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks

22

hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evaluasi sisa

plasenta dengan dilatasi dan kuretasi

4.4.Bila kadar Hb < 8 g/dL. Berikan transfuse darah. Bila kadar

Hb ≥ 8 g/dL, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama

10 hari.

5. Tindakan Kebidanan

5.1. Mengevaluasi pengeluaran darah dan bekuan darah

maupun jaringan yang keluar

5.2.Memberikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan

gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin

dosis awal 1 gram/IV dilanjutkan 3x1 gram oral

dikombinasikan dengan metrodinazol 2 gram.

5.3.Melakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan

megeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks

hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evaluasi sisa

plasenta dengan dilatasi dan kuretasi.

5.4.Bila kadar Hb < 8 g/dL. Berikan transfuse darah. Bila kadar

Hb ≥ 8 g/dL, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama

10 hari.

6. Evaluasi; Tujuan tercapai, belum tercapai, tidak tercapai.

Unit Terkait Ruang Bersalin

Sumber; RSU Abunawas Kota Kendari, 2013.

Tabel 2.1. Standar Operasional Prosedur (SOP) Sisa Plasenta

23

B. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan

1. Pengertian Standar Asuhan Kebidanan

Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan

dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang

lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian,

perumusan diagnosa dan/atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi,

evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan (Depkes RI, 2012).

Pengertian standar asuhan kebidanan dan prosesnya perlu dijelaskan untuk

memberikan kesamaan pandangan. Varney mengatakan seorang bidan dalam

menerapkan manajemen kebidanan perlu lebih kritis dalam melakukan analisis

untuk mengantisipasi diagnosa dan masalah potensial. Kadang kala bidan juga

harus segera bertindak untuk menyelesaikan masalah tertentu dan mungkin juga

melakukan kolaborasi, konsultasi bahkan segera merujuk klien (Anggraeni, 2010).

2. Langkah-langkah Standar Asuhan Kebidanan

Proses manajemen terdiri dari 7 langkah yaitu sebagai berikut;

2.1. Langkah I. Identifikasi data dasar

Langkah awal dari manajemen kebidanan, langkah yang merupakan kemampuan

intelektual dalam mengidentifikasi masalah klien, kegiatan yang dilaksanakan

dalam rangka identifikasi data dasar meliputi data dan pengolahan (Ambarwati,

2010).

24

2.1.1.Pengumpulan data

2.1.1.1. Wawancara

Wawancara atau anamneses adalah Tanya jawab yang dilakukan antara bidan

dan klien, keluarga maupun tim medis lain dan data yang dikumpulkan

mencakup semua keluhan klien tentang masalah yang dimiliki.

2.1.1.2. Observasi dan pemeriksaan fisik

Pada saat observasi dilakukan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.

Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung kepala sampai ujung kaki (head to

toe).

2.1.2.Pengolahan data

Setelah data dikumpulkan secara lengkap dan benar maka selanjutnya

dikelompokkan dalam;

2.1.2.1. Data subyektif

Meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat menstruasi,

riwayat persalinan, riwayat nifas dan laktasi yang lalu, riwayat ginekologi dan

KB, latar belakang budaya, pengetahuan dan dukungan keluarga serta

keadaan psikososial.

2.1.2.2. Data obyektif

Menyangkut keadaaan umum, tinggi dan berat badan, tanda-tanda vital dan

keadaan fisik obstetrik.

2.1.2.3. Data penunjang

Meliputi hasil pemeriksaan laboratorium (Ambarwati, 2010).

25

2.2. Langkah II. Merumuskan diagnosa/masalah aktual

Diagnosa adalah hasil analisis dan perumusan masalah yang diputuskan

berdasarkan identifikasi yang didapat dari analisa dasar. Dalam menetapkan

diagnosa bidan menggunakan pengetahuan professional sebagai data dasar untuk

mengambil tindakan diagnosa kebidanan yang ditegakkan harus berlandaskan

ancaman keselamatan hidup klien (Ambarwati, 2010).

2.3. Langkah III. Merumuskan diagnosa/ masalah potensial

Mengidentifikasi masalah potensial yang mungkin akan terjadi pada klien jika

tidak mendapatkan penanganan yang akurat, yang dilakukan melalui pengamatan,

observasi dan persiapan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi bila tidak

segera ditangani dapat membawa dampak yang lebih berbahaya sehingga

mengancam kehidupan klien (Ambarwati, 2010).

2.4. Langkah IV. Identifikasi Perlunya Tindakan Segera dan Kolaborasi

Menentukan intervensi yang harus segera dilakukan oleh bidan atau dokter

kebidanan.Hal ini terjadi pada penderita gawat darurat yang membutuhkan

kolaborasi dan konsultasi dengan tenaga kesehatan yang lebih ahli sesuai keadaan

klien. Pada tahap ini, bidan dapat melakukan tindakan kewenangannya, kolaborasi

maupun konsultasi untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Pada bagian ini pula,

bidan mengevaluasi setiap keadaan klien untuk menentukan tindakan selanjutnya

yang diperoleh dari hasil kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Bila klien

dalam keadaan normal tidak perlu dilakukan apapun sampai tahap kelima

(Ambarwati, 2010).

26

2.5. Langkah V. Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan

Mengembangkan tindakan yang ditentukan pada tahap sebelumnya, juga

mengantisipasi diagnosa dan masalah kebidanan secara komprehensif yang

didasari atas rasional tindakan yang relevan dan diakui kebenarannya sesuai

kondisi dan situasi berdasarkan analisa dan asumsi yang seharusnya boleh

dikerjakan atau tidak oleh bidan (Ambarwati, 2010).

2.6. Langkah VI. Implementasi

Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan bekerja sama dengan tim

kesehatan lain. Bidan harus bertanggung jawab terhadap tindakan langsung,

konsultasi maupun kolaborasi, implementasi yang efisien akan mengurangi waktu

dan biaya perawatan serta meningkatkan kualitas pelayanan pada klien

(Ambarwati, 2010).

2.7. Langkah VII. Evaluasi

Langkah akhir manajemen kebidanan adalah evaluasi. Pada langkah ini bidan

harus mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan kebidanan yang diberikan

kepada klien (Ambarwati, 2010).

Proses Manajemen Kebidanan

1. Langkah I : Pengkajian

Tanggal : Untuk mengetahui kapan mulai dilakukan pengkajian pada klien

Jam : Untuk mengetahui kapan mulai dilakukan pengkajian pada klien

No. RM : Untuk dapat membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lain

dalam satu ruangan

27

1.1. Data Subjektif

1.1.1. Biodata

Nama : Nama ibu dan suami untuk mengenal, memanggil dan

menghindari terjadinya kekeliruan.

Umur : Untuk mengetahui apakah usia ibu.

Agama : Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya

terhadap kebiasaan pasien, dengan diketahuinya agama pasien

akan memudahkan kita dalam melakukan pendekatan didalam

melaksanakan asuhan kebidanan.

Suku bangsa : Untuk mengetahui dari suku mana, ibu berasal dan

memudahkan bidan dalam memberikan komunikasi kepada ibu

untuk mengadakan persiapan dan agar nasihat yang diberikan

dapat diterima dan dimengerti oleh ibu/ keluarga.

Pendidikan : Tingkat penyampaian komunikasi yang diberikan tergantung

pada tingat pengetahuan dan sebagai dasar dalam memberikan

asuhan.

Pekerjaan : Untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi

penderita agar nasehat yang diberikan nanti sesuai.

Penghasilan : Untuk mengetahui status ekonomi penderita dan mengetahui

pola kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan klien.

28

Alamat : Untuk mengetahui tempat tinggal klien dan menilai apakah

lingkungannya bersih dan aman untuk kesehatannya serta

memudahkan tenaga kesehatan dalam melakukan kunjungan.

1.1.2. Alasan datang

Ibu datang kerumah sakit dirujuk atau datang sendiri dengan alasan-alasan

tertentu dan untuk menegakkan diagnosa serta tindakan yang seharusnya

dilakukan.

1.1.3. Keluhan utama

Keluhan pada umumnya ibu dengan kasus perdarahan postpartum primer, ibu

mengatakan merasa lemah, pusing dan keluar darah banyak.

1.1.4. Riwayat kesehatan yang lalu

Merupakan penyakit yang pernah diderita/ dialami oleh ibu, karena penyakit ini

timbul kembali pada waktu ibu hamil atau sesudah melahirkan, seperti penyakit

menular (TBC, Hepatitis, malaria) penyakit menurun seperti (jantung, darah

tinggi, ginjal, kencing manis dan pernakah ibu dirumah sakit/ tidak.

1.1.5. Riwayat kesehatan sekarang

Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu sedang menderita penyakit menular

seperti, TBC, Hepatitis, malaria atau penyakit keturunan seperti jantung, darah

tinggi, ginjal, kencing manis dan apakah ibu sedang menderita tumor/ kanker.

1.1.6. Riwayat kesehatan keluarga

1.1.6.1. Anggota keluarga yang mempunyai penyakit menular seperti TBC, Hepatitis

dan malaria.

29

1.1.6.2. Penyakit keluarga yang diturunkan seperti kencing manis, jantung, ginjal dan

darah tinggi.

1.1.6.3. Riwayat kehamilan kembar, faktor yang meningkatkan kemungkinan hamil

kembar adalah faktor ras keturunan, umur wanita dan paritas oleh karena itu

apabila ada yang pernah melahirkan atau hamil dengan anak kembar harus

diwaspadai karena hal ini bisa menurun pada ibu.

1.1.7. Riwayat haid

Ditanyakan mengenai;

1.1.7.1. Menarche adalah terjadi haid yang pertama kali. Menarche terjadi pada usia

pubertas yaitu sekitar 12–16 tahun.

1.1.7.2. Siklus haid pada setiap wanita tidak sama. Siklus haid yang normal/dianggap

sebagai siklus adalah 28 hari, tetapi siklus ini bisa maju sampai tiga hari atau

mundur sampai 3 hari. Panjang iklus haid yang biasa pada wanita adalah 25-

32 hari.

1.1.7.3. Lamanya haid. Biasanya antara 2-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah

sedikit-sedikit dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada wanita biasanya lama haid

ini tetap.

1.1.7.4. Keluhan yang dirasakan.

1.1.7.5. Keputihan warnanya, bau, gatal/tidak.

30

1.1.8. Riwayat perkawinan.

Meliputi beberapa kali menikah, berapa lama dan berapa usia pertama kali ibu

menikah dan apakah ibu berganti-ganti pasangan atau tidak (apakah ibu

memiliki resiko dalam IMS atau tidak).

1.1.9. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Ini merupakan kehamilan, persalinan dan nifas ibu yang pertama

1.1.9.1. Riwayat kehamilan

Ditanyakan keluhan, berapa kali ibu periksa hamil, dimana ibu periksa hamil

dan selama periksa ibu diberi apa saja.

1.1.9.2. Riwayat Persalinan

Ditanyakan ibu melahirkan dimana, ditolong oleh siapa, bagaimana caranya

serta penyakit yang dialami selama melahirkan. Kemudian ditanyakan tentang

jenis kelamin, berat badan lahir dan panjang badan bayi yang dilahirkan.

1.1.9.3. Riwayat Post Natal

Ditanyakan ibu mengeluarkan darah yang bagaimana. Seberapa banyak

kontraksi uterus baik/tidak, ASI sudah keluar atau belum, ada luka jahitan

pada jalan lahir/tidak.

1.1.10. Riwayat KB

Ditanyakan pernahkah ibu mengikuti KB/ tidak. Apa jenisnya. Ada keluhan

atau tidak, setelah persalinan rencananya ibu menggunakan KB apa.

31

1.1.11. Pola kebiasaan sehari-hari

1.1.11.1. Nutrisi

Ibu makan dengan komposisi nasi, lauk, sayur, minum teh hangat dan air

putih

1.1.11.2. Eliminasi

Ibu BAK 6-7 kali/ hari dan BAB 1 kali/ hari

1.1.11.3. Istirahat

Ibu tidur malam ± 7 jam/ hari, tidur siang ± 1-2 jam/ hari

1.1.11.4. Aktivitas

Ibu merawat anaknya dan terkadang membantu pekerjaan rumah tangga.

1.1.12. Riwayat psikososial dan budaya

1.1.12.1. Psikologi

Untuk mengetahui keadaan psiologi ibu terhadap kelahiran bayinya.

1.1.12.2. Sosial

Untuk mengetahui ibu tinggal bersama siapa. Bagaimana hubungan ibu dengan

keluarga serta masyarakat sekitar.

1.1.12.3. Budaya

Untuk mengetahui kebiasaan dan tradisi yang dilakukan ibu dan keluarga

berhubungan dengan kepercayaan, kebiasaan berobat dan semua yang

berhubungan dengan kondisi kesehatan ibu.

1.1.12.4. Riwayat Spiritual

Untuk mengetahui kegiatan spiritual ibu.

32

2.1. Data Obyektif

2.1.1. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Baik/ cukup/ lemah

Kesadaran : Komposmentis/ somnolen/ koma

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : Normal (90/60-140/90 mmHg)

Nadi : Normal (60-80 kali/menit)

Suhu : Normal (36,1-37,6oC)

Pernafasan : Normal (16-24 kali/ menit)

2.1.2. Pemeriksaan fisik

2.1.2.1. Inspeksi

Kepala : rambut bersih/kotor, warna, mudah rontok/ tidak.

Wajah : Pucat/ tidak, terdapat cloasma gravidarum/ tidak, oedema/

tidak.

Mata : Sklera kuning/ tidak, konjungtiva pucat/ tidak

Telinga : Simetris / tidak, ada serumen / tidak

Hidung : Ada secret / tidak, ada polip

Mulut : Bibir sianosis / tidak, lidah bersih / tidak, ada caries pada

gigi/ tidak

Leher : Tampak pembesaran kelenjar tyroid/tidak, ada pembesaran

kelenjar limfe/ tidak, ada pembesaran vena jugularis/ tidak

33

Dada : Simetris/ tidak, payudara tegang/ tidak, hiperpigmentasi

areola mammae/ tidak, putting susu menonjol/ datar/ masuk.

Abdomen : Ada striae livida/ tidak, ada linea nigra/ tidak, ada bekas

luka operasi/ tidak

Genetalia : Bersih/ tidak, ada varises/ tidak, oedema/ tidak, ada flour

albus/ tidak, ada condilomata/ tidak, terdapat luka episiotom/

tidak terdapat lochea/ tidak

Anus : ada hemoroid/ tidak

Ekstremitas

Atas : Ada oedema/ tidak, pucat pada kuku jari/ tidak reflek +/-

Bawah : ada oedema/ tidak, pucat pada kuku jari/ tidak reflek +/-

2.1.2.2. Palpasi

Leher : Ada pembesaran kelenjar tyroid/ tidak, ada pembesaran

kelenjar limfe/ tidak, ada pembesaran vena jugularis/ tidak

Dada : payudara sudah mengeluarkan colostrum/ tidak

Abdomen : TFU 3 jari bawah pusat Kontraksi lembek massa tidak ada

2.1.2.3. Auskultasi

Dada : Ada ronchi/ tidak, ada wheezing/ tidak

Abdomen : Terdengar bising usus/ tidak, kembung/ tidak

2.1.2.4. Perkusi

Reflek patella +/-

34

2.1.3. Data Penunjang Lab. Hb : data yang diambil dari hasil tes laboratorium yang

menjelaskan apakah ibu hami mengalami anemia ringan atau tidak

(Ambarwati, 2010).

2. Langkah II : Indentifikasi Diagnosa dan Masalah Aktual

Mengidentifikasi masalah dari data yang ada untuk menentukan diagnosa

yang akurat, yang terdiri dari diagnosa, masalah dan kebutuhan. Interpretasi data

diperoleh dari pengkajian data dasar pasien.

2.1. Diagnosa kebidanan

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek

kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan yang di

kemukakan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa (Ambarwati,

2010).

Diagnosa kebidanan;

Ibu postpartum dengan rest plasenta

Data Dasar;

2.1.1. Data Subjektif

Adalah data yang didapat dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu

situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh tenaga

kesehatan secara independent tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi

(Nursalam, 2009).

2.1.1.1. Ibu mengatakan merasa lemas

2.1.1.2. Ibu mengatakan nyeri pada perut

35

2.1.1.3. Ibu mengatakan merasa pusing

2.1.2. Data Objektif

Adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat oleh tenaga

kesehatan (Nursalam, 2009).

2.1.2.1. Nampak perdarahan yang banyak keluar ± 500 cc.

2.1.2.2. Kontraksi uterus kurang baik dan tidak keras dan tidak teratur (Saifuddin,

2009).

2.1.2.3. Ibu nampak pucat dan lemah.

2.1.3. Masalah

Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang

ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai diagnosa (Ambarwati, 2010).

Masalah yang sering timbul pada ibu postpartum dengan perdarahan pasca

bersalin yaitu atonia uteri, Retensio Plasenta, sisa plasenta, inversion uteri dan

lainnya (Asrinah dkk, 2010).

2.1.4. Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum

teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan

analisa data (Ambarwati, 2010). Kebutuhan pada ibu postpartum dengan

perdarahan pasca bersalin yaitu; cairan infuse Ringer laktat atau NaCl, obat

metil ergometrin 0,2 mg, oksitosin 20 UI, tampon, kateter, sulfas ferosus 600

mg.

36

3. Langkah III : Antisipasi masalah potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan

masalah dan diagnosa yang telah diidentifikasi. Langkah-langkah ini membutuhkan

antisipasi sambil mengamati pasien, bila kemungkinan dilakukan pencegahan

infeksi. Bidan diharapkan dapat bersiap-siap mencegah diagnosa atau masalah

potensial ini benar-benar terjadi (Ambarwati, 2010). Pada kasus rest plasenta pada

ibu postpartum di RSU Abunawas tahun 2014.

4. Langkah IV : Antisipasi

Menentukan kebutuhan klien terhadap tindakan yang segera dilakukan oleh bidan

atau konsultasi, kolaborasi serta melakukan rujukan terhadap penyimpangan yang

abnormal (Ambarwati, 2010).

Dalam kasus ibu postpartum dengan rest plasenta antisipasi yang dilakukan adalah

perawatan ibu postpartum, menjaga agar perdarahan tidak melebihi 500cc,

kolaborasi dengan tim medis (Ambarwati, 2010).

5. Langkah V : Rencana tindakan

Pada langkah ini dilakukan rencana tindakan yang menyeluruh yang merupakan

kelanjutan dari manajemen terhadap diagnosa yang telah teridentifikasi. Tindakan

yang dapat dilakukan berupa observasi, penyuluhan, atau pendidikan kesehatan dan

pengobatan sesuai dengan advis dokter (Ambarwati, 2010).

Setiap rencana harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien agar

dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien diharapkan juga akan melaksanakan

rencana tersebut (Ambarwati, 2010).

37

Rencana yang dapat dilakukan pada kasus ibu postpartum dilakukan adalah sebagai

berikut;

5.1. Lakukan pendekatan pada keluarga pasien.

5.2. Segera infuse ibu dengan Ringer Laktat atau NaCl.

5.3. Observasi TTV dan pengeluaran darah.

5.4. Berikan oksitosin segera 20 IU.

5.5. Lanjutkan dengan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi dan O2.

5.6. Observasi pernapasan tiap 4 jam sekali.

6. Langkah VI : Implementasi

Pada langkah keenam ini rencana asuhan yang menyeluruh seperti diuraikan pada

langkah kelima dilaksanakan oleh bidan dan pasien secara efisien dan aman yaitu;

6.1. Melakukan pendekatan pada keluarga pasien.

6.2. Segera infuse ibu dengan Ringer Laktat atau NaCl.

6.3. Mengobservasi TTV dan pengeluaran darah.

6.4. Memberikan oksitosin segera 20 IU.

6.5. Melanjutkan dengan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi dan

O2.

6.6. Mengobservasi pernapasan tiap 4 jam sekali.

7. Langkah VII Evaluasi

Tujuan Evaluasi adalah adanya kemajuan pada pasien setelah dilakukan tindakan.

Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan Ibu postpartum dengan rest plasenta

adalah ibu dengan postpartum dengan pengeluaran lochia yang normal, tidak terjadi

38

perdarahan, tidak terjadi infeksi, kontraksi uterus baik dan keras dan tidak ada sisa

plasenta ataupun kotiledon yang tertinggal (Ambarwati, 2010).

8. Data perkembangan

Metode pendekomentasian untuk data perkembangan dalam asuhan

kebidanan pada ibu potpartum dengan rest plasenta ini menggunakan SOAP yaitu;

S : Subyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui

anamnesa.

O : Obyektif

Menggambarkan pendekomentasian hasil pemeriksaan fisik pasien, hasil

laboratorium dan test diagnostik yang dirumuskan dalam fokus untuk

mendukung asuhan sebagai langkah 1 (pertama).

A : Assesment atau Analisa

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif

dan obyektif dalam satu identifikasi;

8.1. Diagnosa atau masalah.

8.2. Antisipasi diagnosa atau masalah potensial.

8.3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter. Konsultasi atau kolaborasi dan

atau rujukan.

P : Planning

Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan (P) dan evaluasi (E)

berdasarkan analisa (Ambarwati, 2010).

39

C. Kerangka Konseptual

1. Kerangka Pikir

Perdarahan post partum merupakan masalah penting dalam bidang obstetri

dan ginekologi. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara dramatis

dengan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan persalinan

di rumah sakit dan adanya fasilitas transfuse darah. Namun kematian ibu akibat

perdarahan masih merupakan faktor utama pada kematian maternal. Perdarahan

dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama

jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan atau keterlambatan diagnosa.

40

2. Kerangka Konsep

Keterangan :

= variabel independent/variabel yang diteliti (bebas)

= variabel dependent /terikat

= garis hubungan yang diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

41

Pengkajian Data

Evaluasi

Implementasi

Rencana Asuhan

Identifikasi diagnose/masalah aktual

Identifikasi diagnose / masalah potensial

Asuhan Kebidanan dengan rest plasentaTindakan Segera