bab ii nunung
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Tinjauan Tentang Postpartum
1.1. Pengertian postpartum
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama
masa nifas yaitu 6 – 8 minggu (Ambarwati, 2010).
Masa nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-
organ reproduksi kembali pada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan
waktu sekitar enam minggu (Maritalia, 2011).
Masa nifas dimulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu (Saifuddin, 2009). Masa postpartum (nifas) adalah masa sejak
melahirkan sampai pulihnya alat-alat reproduksi dan anggota tubuh lainnya yang
berlangsung sampai sekitar 40 hari (Marmi, 2011).
1.2. Pembagian masa postpartum
Pembagian masa nifas terbagi atas 3 bagian, yaitu;
1.2.1. Puerperium dini
Kepulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan berjalan, dianggap bersih dan
boleh bekerja setelah 40 hari.
8
1.2.2. Puerperium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
1.2.3. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu, bulan atau tahunan (Yeyeh, 2011)
Periode postpartum ialah masa enam minggu setelah bayi lahir sampai organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang
disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan. Immediate postpartum;
berlangsung dalam 24 jam pertama, early postpartum; berlangsung sampai
minggu pertama, late postpartum; berlangsung sampai masa postpartum
berakhir (Ambarwati, 2010).
2. Tinjauan Tentang Perdarahan Postpartum Primer
2.1. Pengertian Perdarahan Postpartum Primer
Pendarahan pasca persalinan (postpartum) adalah pendarahan pervaginam
500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian
nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca
persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, Retensio Plasenta,
Inversio Uteri dan laserasi jalan lahir (Maritalia, 2011).
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu; ¼ dari kematian
ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan postpartum, plasenta previa,
9
solution plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri) disebabkan oleh
perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas
nifas karena anemia mengurangkan daya tahan tubuh. Perdarahan postpartum
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu;
2.1.1. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau
Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab
utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, Retensio
Plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan Inversio Uteri. Terbanyak
dalam 2 jam pertama.
2.1.2. Perdarahan masa nifas (Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca
Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan postpartum sekunder terjadi
setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering
diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta
yang tertinggal (Saifuddin, 2009).
2.2. Gejala Klinis
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah
bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu
penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas
dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah
sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang lama
(Saifuddin, 2009).
10
2.3. Diagnosis Perdarahan Postpartum
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak
dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama,
tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat.
Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang
wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total
tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan
darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis
perdarahan postpartum dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak
lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam
sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan postpartum dan plasenta belum lahir,
perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir,
perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena
perlukaan jalan lahir (Sulistyawati, 2010).
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada
palpasi; sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus
berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu
diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir.
Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan
transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan postpartum dapat dicegah.
Tetapi kematian tidak data terlalu dihindarkan, terutama apabila penderita masuk
rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena
11
persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan
postpartum merupakan sebab utama kematian dalam persalinan (Vivian, 2011).
Diagnosis perdarahan postpartum dilakukan dengan;
2.3.1. Palpasi uterus; bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
2.3.2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
2.3.3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari; Sisa plasenta atau selaput
ketuban, robekan rahim, plasenta suksenturiat.
2.3.4. Inspekulo; untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah.
2.3.5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation
Test), dll.
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok,
atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus
yang juga bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah
banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam pre-syok dan syok. Karena itu,
adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar
darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan
periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam (Saifuddin, 2009).
2.4. Penanganan Perdarahan Postpartum
Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah hentikan
perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi infus cairan
(larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya), transfusi
12
darah, kalau perlu oksigen.Walaupun demikian, terapi terbaik adalah pencegahan.
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus kasus yang disangka
akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan
sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan
"antenatal care" yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat
perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Di rumah
sakit, diperiksa kadar fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila
mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan
keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (Saleha, 2009).
Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas
normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila
sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan
harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada
perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta (Saleha,
2009).
Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum
plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk
mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan
intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta.
Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular.
Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada
presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya
13
lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera
tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin
setelah bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua
pada persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang
timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu
menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat
perdarahan.Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini
dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Pada
perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, dengan segera dilakukan massage
uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intravena (Saifuddin, 2009).
3. Tinjauan Tentang Rest Plasenta
3.1. Pengertian Rest Plasenta
Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya dalam
cavum uteri. (Saifuddin, 2009). Sedangkan menurut Asrinah, dkk (2010) Rest
plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan postpartum primer atau perdarahan postpartum
sekunder.
3.2. Penyebab Rest Plasenta
3.2.1.Pengeluaran plasenta tidak hati-hati.
3.2.2.Salah pimpinan kala III : terlalu terburu - buru untuk mempercepat lahirnya
plasenta.
14
3.3. Tinjauan Faktor Yang Berhubungan Dengan Rest Plasenta
3.3.1.Umur ibu
Usia ibu hamil terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun)
mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini
dikarenakan pada umur dibawah 20 tahun, dari segi biologis fungsi reproduksi
seorang wanita belum berkembang dengan sempurna untuk menerima keadaan
janin dan segi psikis belum matang dalam menghadapi tuntutan beban moril,
mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35 tahun dan sering
melahirkan, fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami kemunduran
atau degenerasi dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan lebih besar
(Saleha, 2009).
Perdarahan postpartum yang mengakibatkan kematian maternal pada
wanita hamil yang melahirkan pada umur dibawah 20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi
daripada perdarahan postpartum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan
postpartum meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun (Bahiyatun, 2012).
3.3.2.Paritas Ibu
Perdarahan postpartum semakin meningkat pada wanita yang telah
melahirkan tiga anak atau lebih, dimana uterus yang telah melahirkan banyak
anak cenderung bekerja tidak efesien pada semua kala persalinan. Uterus pada
saat persalinan, setelah kelahiran plasenta sukar untuk berkontraksi dan
beretraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding uterus akan
15
tetap terbuka. Hal inilah yang dapat meningkatkan insidensi perdarahan
postpartum (Bahiyatun, 2012).
Jika kehamilan “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat
(4 terlalu)” dapat meningkatkan risiko berbahaya pada proses reproduksi karena
kehamilan yang terlalu sering dan terlalu dekat menyebabkan intake (masukan)
makanan atau gizi menjadi rendah. Ketika tuntunan dan beban fisik terlalu tinggi
mengakibatkan wanita tidak mempunyai waktu untuk mengembalikan kekuatan
diri dari tuntutan gizi, juga anak yang telah dilahirkan perlu mendapat perhatian
yang optimal dari kedua orangtuanya sehingga perlu sekali untuk mengatur
kapan sebaiknya waktu yang tepat untuk hamil (Saifuddin, 2009).
3.4. Status Anemia dalam kehamilan
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya
kurang dari 12 gr%. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar
haemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut
dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama
pada trimester 2 (Saifuddin, 2009).
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazimdisebut hidremia
atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya seldarah kurang dibandingkan
dengan bertambahnya plasma sehinggaterjadi pengenceran darah. Perbandingan
tersebut adalah sebagaiberikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin
19%.Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10
16
minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu.
Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja
jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.
Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut;
3.4.1. Kurang gizi (malnutrisi).
3.4.2. Kurang zat besi dalam diit.
3.4.3. Malabsorpsi.
3.4.4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain.
3.4.5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain
(Anggraini, 2010).
3.5. Gejala Klinik Akibat Rest Plasenta
Gejala klinik yang sering di rasakan pada pasien dengan rest plasenta yaitu :
3.5.1.Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada
perdarahan dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest plasenta);
3.5.2.Keadaan umum lemah.
3.5.3.Peningkatan denyut nadi.
3.5.4.Tekanan darah menurun.
3.5.5.Pernafasan cepat.
3.5.6.Gangguan kesadaran (syok).
3.5.7.Pasien pusing dan gelisah.
17
3.5.8.Tampak sisa plasenta yang belum keluar (Saleha, 2009).
3.6. Diagnosa Rest Plasenta
Diagnosa rest plasenta dapat di tegakkan berdasarkan;
3.6.1.Anamnese.
3.6.2.Pemeriksaan umum; tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan.
3.6.3.Palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
3.6.4.Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
3.6.5.Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari
3.6.5.1. Sisa plasenta atau selaput ketuban.
3.6.5.2. Robekan rahim.
3.6.5.3. Plasenta suksenturiata
3.6.6. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah.
3.6.7.Pemeriksaan laboratorium : Hb, Hematokrit.
3.6.8.Pemeriksaan USG (Marmi, 2011).
3.7. Komplikasi Rest Plasenta
3.7.1.Sumber infeksi dan perdarahan potensial.
3.7.2.Memudahkan terjadinya anemia yang berkelanjutan.
3.7.3.Terjadi plasenta polip.
3.7.4.Degenerasi korio karsinoma.
3.7.5.Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah.
18
3.8. Pencegahan Rest Plasenta
Pencegahan terjadinya perdarahan postpartum merupakan tindakan utama,
sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi upaya
preventif dapat dilakukan dengan;
3.8.1. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam kehamilan.
Dengan cara tingkatkan konsumsi makanan yang membantu mengatasi anemia yang
mengandung zat besi seperti yang berasal dari daging merah, unggas dan ikan.
Sayuran yang memiliki daun hijau gelap, kacang-kacangan dan telur.
3.8.2. Melakukan persiapan pertolongan persalinan secara legeartis.
Cara bagaimana suatu tindakan medis dilakukan, apakah telah mengikuti suatu
prosedur yang standar / baku.
3.8.3. Meningkatkan usaha penerimaan KB.
Tenaga kesehatan (bidan) senantiasa memberikan konseling KB pada ibu hamil
pada tiap kunjungan pemeriksanaan kehamilan
3.8.4. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang mengalami
perdarahan postpartum.
Pastikan bahwa ibu hamil akan memilih fasilitas kesehatan jika terjadi
komplikasi pasca melahirkan
3.8.5. Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi, kelahiran plasenta
dipercepat (Bahiyatun, 2012).
Uterotonika adalah Obat yang digunakan untuk merangsang kontraksi uterus,
ini diberikan pada ibu segera setelah melahirkan
19
3.9. Penanganan Rest Plasenta
Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan
pengeluaran sisa plasenta secara manual atau digital, dengan langkah-langkah
sebagai berikut;
3.9.1. Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus).
3.9.2. Kosongkan kandung kemih.
Mengosongkan kandung kemih dengan menggunakan kateter urine
3.9.3. Memakai sarung tangan steril.
Bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara tangan penolong
dengan ibu
3.9.4. Desinfeksi genetalia eksterna.
3.9.5. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara
obstetri sampai servik.
3.9.6. Lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta.
3.9.7. Lakukan pengeluaran plasenta secara digital.
3.9.8. Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika.
Tindakan ini bertujuan untuk mengeluarkan sisa plasenta
3.9.9. Berikan adanya kotiledon antibiotik untuk mencegah infeksi.
3.9.10. Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3x1 gram.oral
dikombinasikan dngan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan dengan
3x500 mg oral.
3.9.11. Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan.
20
3.9.12. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan (Marmi, 2011).
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan yang tidak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri
eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah
terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara
manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan
setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya
(Saifuddin, 2009).
21
3.10 Standar Operasional Prosedur (SOP) Rest Plasenta
Prosedur
Tetap
Prosedur Prosedur Kebidanan Kasus-kasus perdarahan
postpartum dari Rest Plasenta
Pengertian Asuhan yang diberikan pada saat terjadi perdarahan yang
dikarenakan adanya sisa plasenta dan ketuban yang masih
tertinggal dalam rongga rahim.
Tujuan Sebagai acuan langkah-langkah penerapan proses Kebidanan
dalam menghentikan perdarahan dan kontraksi uterus tetap
normal (keras) dengan tetap menjaga keamanan proses
penghentian perdarahan tersebut.
Kebijakan Adanya diagnosa Kebidanan dengan menghentikan perdarahan
dengan menghentikan perdarahan sesuai dengan pengeluaran
darah nifas yang normal (lockea).
Prosedur 1. Pengkajian;
1.1. Objektif; Pengeluaran darah yang terus menerus keluar
1.2. Data Subjektif; ibu merasa lemas, pucat.
2. Diangnosa Kebidanan; tidak efektifnya kontraksi uterus dan
perdarahan terus menerus keluar hingga lebih dari 500cc
3. Tujuan; gangguan akibat gangguan sisa plasenta dapat
teratasi.
4. Rencana Kebidanan
4.1. Evaluasi pengeluaran darah dan bekuan darah maupun
jaringan yang keluar
4.2.Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala
metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis
awal 1 gram/IV dilanjutkan 3x1 gram oral dikombinasikan
dengan metrodinazol 2 gram.
4.3.Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan
megeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks
22
hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evaluasi sisa
plasenta dengan dilatasi dan kuretasi
4.4.Bila kadar Hb < 8 g/dL. Berikan transfuse darah. Bila kadar
Hb ≥ 8 g/dL, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama
10 hari.
5. Tindakan Kebidanan
5.1. Mengevaluasi pengeluaran darah dan bekuan darah
maupun jaringan yang keluar
5.2.Memberikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan
gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin
dosis awal 1 gram/IV dilanjutkan 3x1 gram oral
dikombinasikan dengan metrodinazol 2 gram.
5.3.Melakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan
megeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks
hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evaluasi sisa
plasenta dengan dilatasi dan kuretasi.
5.4.Bila kadar Hb < 8 g/dL. Berikan transfuse darah. Bila kadar
Hb ≥ 8 g/dL, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama
10 hari.
6. Evaluasi; Tujuan tercapai, belum tercapai, tidak tercapai.
Unit Terkait Ruang Bersalin
Sumber; RSU Abunawas Kota Kendari, 2013.
Tabel 2.1. Standar Operasional Prosedur (SOP) Sisa Plasenta
23
B. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan
1. Pengertian Standar Asuhan Kebidanan
Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan
dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang
lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian,
perumusan diagnosa dan/atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi,
evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan (Depkes RI, 2012).
Pengertian standar asuhan kebidanan dan prosesnya perlu dijelaskan untuk
memberikan kesamaan pandangan. Varney mengatakan seorang bidan dalam
menerapkan manajemen kebidanan perlu lebih kritis dalam melakukan analisis
untuk mengantisipasi diagnosa dan masalah potensial. Kadang kala bidan juga
harus segera bertindak untuk menyelesaikan masalah tertentu dan mungkin juga
melakukan kolaborasi, konsultasi bahkan segera merujuk klien (Anggraeni, 2010).
2. Langkah-langkah Standar Asuhan Kebidanan
Proses manajemen terdiri dari 7 langkah yaitu sebagai berikut;
2.1. Langkah I. Identifikasi data dasar
Langkah awal dari manajemen kebidanan, langkah yang merupakan kemampuan
intelektual dalam mengidentifikasi masalah klien, kegiatan yang dilaksanakan
dalam rangka identifikasi data dasar meliputi data dan pengolahan (Ambarwati,
2010).
24
2.1.1.Pengumpulan data
2.1.1.1. Wawancara
Wawancara atau anamneses adalah Tanya jawab yang dilakukan antara bidan
dan klien, keluarga maupun tim medis lain dan data yang dikumpulkan
mencakup semua keluhan klien tentang masalah yang dimiliki.
2.1.1.2. Observasi dan pemeriksaan fisik
Pada saat observasi dilakukan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung kepala sampai ujung kaki (head to
toe).
2.1.2.Pengolahan data
Setelah data dikumpulkan secara lengkap dan benar maka selanjutnya
dikelompokkan dalam;
2.1.2.1. Data subyektif
Meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat menstruasi,
riwayat persalinan, riwayat nifas dan laktasi yang lalu, riwayat ginekologi dan
KB, latar belakang budaya, pengetahuan dan dukungan keluarga serta
keadaan psikososial.
2.1.2.2. Data obyektif
Menyangkut keadaaan umum, tinggi dan berat badan, tanda-tanda vital dan
keadaan fisik obstetrik.
2.1.2.3. Data penunjang
Meliputi hasil pemeriksaan laboratorium (Ambarwati, 2010).
25
2.2. Langkah II. Merumuskan diagnosa/masalah aktual
Diagnosa adalah hasil analisis dan perumusan masalah yang diputuskan
berdasarkan identifikasi yang didapat dari analisa dasar. Dalam menetapkan
diagnosa bidan menggunakan pengetahuan professional sebagai data dasar untuk
mengambil tindakan diagnosa kebidanan yang ditegakkan harus berlandaskan
ancaman keselamatan hidup klien (Ambarwati, 2010).
2.3. Langkah III. Merumuskan diagnosa/ masalah potensial
Mengidentifikasi masalah potensial yang mungkin akan terjadi pada klien jika
tidak mendapatkan penanganan yang akurat, yang dilakukan melalui pengamatan,
observasi dan persiapan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi bila tidak
segera ditangani dapat membawa dampak yang lebih berbahaya sehingga
mengancam kehidupan klien (Ambarwati, 2010).
2.4. Langkah IV. Identifikasi Perlunya Tindakan Segera dan Kolaborasi
Menentukan intervensi yang harus segera dilakukan oleh bidan atau dokter
kebidanan.Hal ini terjadi pada penderita gawat darurat yang membutuhkan
kolaborasi dan konsultasi dengan tenaga kesehatan yang lebih ahli sesuai keadaan
klien. Pada tahap ini, bidan dapat melakukan tindakan kewenangannya, kolaborasi
maupun konsultasi untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Pada bagian ini pula,
bidan mengevaluasi setiap keadaan klien untuk menentukan tindakan selanjutnya
yang diperoleh dari hasil kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Bila klien
dalam keadaan normal tidak perlu dilakukan apapun sampai tahap kelima
(Ambarwati, 2010).
26
2.5. Langkah V. Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
Mengembangkan tindakan yang ditentukan pada tahap sebelumnya, juga
mengantisipasi diagnosa dan masalah kebidanan secara komprehensif yang
didasari atas rasional tindakan yang relevan dan diakui kebenarannya sesuai
kondisi dan situasi berdasarkan analisa dan asumsi yang seharusnya boleh
dikerjakan atau tidak oleh bidan (Ambarwati, 2010).
2.6. Langkah VI. Implementasi
Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan bekerja sama dengan tim
kesehatan lain. Bidan harus bertanggung jawab terhadap tindakan langsung,
konsultasi maupun kolaborasi, implementasi yang efisien akan mengurangi waktu
dan biaya perawatan serta meningkatkan kualitas pelayanan pada klien
(Ambarwati, 2010).
2.7. Langkah VII. Evaluasi
Langkah akhir manajemen kebidanan adalah evaluasi. Pada langkah ini bidan
harus mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan kebidanan yang diberikan
kepada klien (Ambarwati, 2010).
Proses Manajemen Kebidanan
1. Langkah I : Pengkajian
Tanggal : Untuk mengetahui kapan mulai dilakukan pengkajian pada klien
Jam : Untuk mengetahui kapan mulai dilakukan pengkajian pada klien
No. RM : Untuk dapat membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lain
dalam satu ruangan
27
1.1. Data Subjektif
1.1.1. Biodata
Nama : Nama ibu dan suami untuk mengenal, memanggil dan
menghindari terjadinya kekeliruan.
Umur : Untuk mengetahui apakah usia ibu.
Agama : Ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya
terhadap kebiasaan pasien, dengan diketahuinya agama pasien
akan memudahkan kita dalam melakukan pendekatan didalam
melaksanakan asuhan kebidanan.
Suku bangsa : Untuk mengetahui dari suku mana, ibu berasal dan
memudahkan bidan dalam memberikan komunikasi kepada ibu
untuk mengadakan persiapan dan agar nasihat yang diberikan
dapat diterima dan dimengerti oleh ibu/ keluarga.
Pendidikan : Tingkat penyampaian komunikasi yang diberikan tergantung
pada tingat pengetahuan dan sebagai dasar dalam memberikan
asuhan.
Pekerjaan : Untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi
penderita agar nasehat yang diberikan nanti sesuai.
Penghasilan : Untuk mengetahui status ekonomi penderita dan mengetahui
pola kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan klien.
28
Alamat : Untuk mengetahui tempat tinggal klien dan menilai apakah
lingkungannya bersih dan aman untuk kesehatannya serta
memudahkan tenaga kesehatan dalam melakukan kunjungan.
1.1.2. Alasan datang
Ibu datang kerumah sakit dirujuk atau datang sendiri dengan alasan-alasan
tertentu dan untuk menegakkan diagnosa serta tindakan yang seharusnya
dilakukan.
1.1.3. Keluhan utama
Keluhan pada umumnya ibu dengan kasus perdarahan postpartum primer, ibu
mengatakan merasa lemah, pusing dan keluar darah banyak.
1.1.4. Riwayat kesehatan yang lalu
Merupakan penyakit yang pernah diderita/ dialami oleh ibu, karena penyakit ini
timbul kembali pada waktu ibu hamil atau sesudah melahirkan, seperti penyakit
menular (TBC, Hepatitis, malaria) penyakit menurun seperti (jantung, darah
tinggi, ginjal, kencing manis dan pernakah ibu dirumah sakit/ tidak.
1.1.5. Riwayat kesehatan sekarang
Ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu sedang menderita penyakit menular
seperti, TBC, Hepatitis, malaria atau penyakit keturunan seperti jantung, darah
tinggi, ginjal, kencing manis dan apakah ibu sedang menderita tumor/ kanker.
1.1.6. Riwayat kesehatan keluarga
1.1.6.1. Anggota keluarga yang mempunyai penyakit menular seperti TBC, Hepatitis
dan malaria.
29
1.1.6.2. Penyakit keluarga yang diturunkan seperti kencing manis, jantung, ginjal dan
darah tinggi.
1.1.6.3. Riwayat kehamilan kembar, faktor yang meningkatkan kemungkinan hamil
kembar adalah faktor ras keturunan, umur wanita dan paritas oleh karena itu
apabila ada yang pernah melahirkan atau hamil dengan anak kembar harus
diwaspadai karena hal ini bisa menurun pada ibu.
1.1.7. Riwayat haid
Ditanyakan mengenai;
1.1.7.1. Menarche adalah terjadi haid yang pertama kali. Menarche terjadi pada usia
pubertas yaitu sekitar 12–16 tahun.
1.1.7.2. Siklus haid pada setiap wanita tidak sama. Siklus haid yang normal/dianggap
sebagai siklus adalah 28 hari, tetapi siklus ini bisa maju sampai tiga hari atau
mundur sampai 3 hari. Panjang iklus haid yang biasa pada wanita adalah 25-
32 hari.
1.1.7.3. Lamanya haid. Biasanya antara 2-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah
sedikit-sedikit dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada wanita biasanya lama haid
ini tetap.
1.1.7.4. Keluhan yang dirasakan.
1.1.7.5. Keputihan warnanya, bau, gatal/tidak.
30
1.1.8. Riwayat perkawinan.
Meliputi beberapa kali menikah, berapa lama dan berapa usia pertama kali ibu
menikah dan apakah ibu berganti-ganti pasangan atau tidak (apakah ibu
memiliki resiko dalam IMS atau tidak).
1.1.9. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Ini merupakan kehamilan, persalinan dan nifas ibu yang pertama
1.1.9.1. Riwayat kehamilan
Ditanyakan keluhan, berapa kali ibu periksa hamil, dimana ibu periksa hamil
dan selama periksa ibu diberi apa saja.
1.1.9.2. Riwayat Persalinan
Ditanyakan ibu melahirkan dimana, ditolong oleh siapa, bagaimana caranya
serta penyakit yang dialami selama melahirkan. Kemudian ditanyakan tentang
jenis kelamin, berat badan lahir dan panjang badan bayi yang dilahirkan.
1.1.9.3. Riwayat Post Natal
Ditanyakan ibu mengeluarkan darah yang bagaimana. Seberapa banyak
kontraksi uterus baik/tidak, ASI sudah keluar atau belum, ada luka jahitan
pada jalan lahir/tidak.
1.1.10. Riwayat KB
Ditanyakan pernahkah ibu mengikuti KB/ tidak. Apa jenisnya. Ada keluhan
atau tidak, setelah persalinan rencananya ibu menggunakan KB apa.
31
1.1.11. Pola kebiasaan sehari-hari
1.1.11.1. Nutrisi
Ibu makan dengan komposisi nasi, lauk, sayur, minum teh hangat dan air
putih
1.1.11.2. Eliminasi
Ibu BAK 6-7 kali/ hari dan BAB 1 kali/ hari
1.1.11.3. Istirahat
Ibu tidur malam ± 7 jam/ hari, tidur siang ± 1-2 jam/ hari
1.1.11.4. Aktivitas
Ibu merawat anaknya dan terkadang membantu pekerjaan rumah tangga.
1.1.12. Riwayat psikososial dan budaya
1.1.12.1. Psikologi
Untuk mengetahui keadaan psiologi ibu terhadap kelahiran bayinya.
1.1.12.2. Sosial
Untuk mengetahui ibu tinggal bersama siapa. Bagaimana hubungan ibu dengan
keluarga serta masyarakat sekitar.
1.1.12.3. Budaya
Untuk mengetahui kebiasaan dan tradisi yang dilakukan ibu dan keluarga
berhubungan dengan kepercayaan, kebiasaan berobat dan semua yang
berhubungan dengan kondisi kesehatan ibu.
1.1.12.4. Riwayat Spiritual
Untuk mengetahui kegiatan spiritual ibu.
32
2.1. Data Obyektif
2.1.1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik/ cukup/ lemah
Kesadaran : Komposmentis/ somnolen/ koma
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : Normal (90/60-140/90 mmHg)
Nadi : Normal (60-80 kali/menit)
Suhu : Normal (36,1-37,6oC)
Pernafasan : Normal (16-24 kali/ menit)
2.1.2. Pemeriksaan fisik
2.1.2.1. Inspeksi
Kepala : rambut bersih/kotor, warna, mudah rontok/ tidak.
Wajah : Pucat/ tidak, terdapat cloasma gravidarum/ tidak, oedema/
tidak.
Mata : Sklera kuning/ tidak, konjungtiva pucat/ tidak
Telinga : Simetris / tidak, ada serumen / tidak
Hidung : Ada secret / tidak, ada polip
Mulut : Bibir sianosis / tidak, lidah bersih / tidak, ada caries pada
gigi/ tidak
Leher : Tampak pembesaran kelenjar tyroid/tidak, ada pembesaran
kelenjar limfe/ tidak, ada pembesaran vena jugularis/ tidak
33
Dada : Simetris/ tidak, payudara tegang/ tidak, hiperpigmentasi
areola mammae/ tidak, putting susu menonjol/ datar/ masuk.
Abdomen : Ada striae livida/ tidak, ada linea nigra/ tidak, ada bekas
luka operasi/ tidak
Genetalia : Bersih/ tidak, ada varises/ tidak, oedema/ tidak, ada flour
albus/ tidak, ada condilomata/ tidak, terdapat luka episiotom/
tidak terdapat lochea/ tidak
Anus : ada hemoroid/ tidak
Ekstremitas
Atas : Ada oedema/ tidak, pucat pada kuku jari/ tidak reflek +/-
Bawah : ada oedema/ tidak, pucat pada kuku jari/ tidak reflek +/-
2.1.2.2. Palpasi
Leher : Ada pembesaran kelenjar tyroid/ tidak, ada pembesaran
kelenjar limfe/ tidak, ada pembesaran vena jugularis/ tidak
Dada : payudara sudah mengeluarkan colostrum/ tidak
Abdomen : TFU 3 jari bawah pusat Kontraksi lembek massa tidak ada
2.1.2.3. Auskultasi
Dada : Ada ronchi/ tidak, ada wheezing/ tidak
Abdomen : Terdengar bising usus/ tidak, kembung/ tidak
2.1.2.4. Perkusi
Reflek patella +/-
34
2.1.3. Data Penunjang Lab. Hb : data yang diambil dari hasil tes laboratorium yang
menjelaskan apakah ibu hami mengalami anemia ringan atau tidak
(Ambarwati, 2010).
2. Langkah II : Indentifikasi Diagnosa dan Masalah Aktual
Mengidentifikasi masalah dari data yang ada untuk menentukan diagnosa
yang akurat, yang terdiri dari diagnosa, masalah dan kebutuhan. Interpretasi data
diperoleh dari pengkajian data dasar pasien.
2.1. Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan yang di
kemukakan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa (Ambarwati,
2010).
Diagnosa kebidanan;
Ibu postpartum dengan rest plasenta
Data Dasar;
2.1.1. Data Subjektif
Adalah data yang didapat dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh tenaga
kesehatan secara independent tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi
(Nursalam, 2009).
2.1.1.1. Ibu mengatakan merasa lemas
2.1.1.2. Ibu mengatakan nyeri pada perut
35
2.1.1.3. Ibu mengatakan merasa pusing
2.1.2. Data Objektif
Adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat oleh tenaga
kesehatan (Nursalam, 2009).
2.1.2.1. Nampak perdarahan yang banyak keluar ± 500 cc.
2.1.2.2. Kontraksi uterus kurang baik dan tidak keras dan tidak teratur (Saifuddin,
2009).
2.1.2.3. Ibu nampak pucat dan lemah.
2.1.3. Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai diagnosa (Ambarwati, 2010).
Masalah yang sering timbul pada ibu postpartum dengan perdarahan pasca
bersalin yaitu atonia uteri, Retensio Plasenta, sisa plasenta, inversion uteri dan
lainnya (Asrinah dkk, 2010).
2.1.4. Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan
analisa data (Ambarwati, 2010). Kebutuhan pada ibu postpartum dengan
perdarahan pasca bersalin yaitu; cairan infuse Ringer laktat atau NaCl, obat
metil ergometrin 0,2 mg, oksitosin 20 UI, tampon, kateter, sulfas ferosus 600
mg.
36
3. Langkah III : Antisipasi masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan
masalah dan diagnosa yang telah diidentifikasi. Langkah-langkah ini membutuhkan
antisipasi sambil mengamati pasien, bila kemungkinan dilakukan pencegahan
infeksi. Bidan diharapkan dapat bersiap-siap mencegah diagnosa atau masalah
potensial ini benar-benar terjadi (Ambarwati, 2010). Pada kasus rest plasenta pada
ibu postpartum di RSU Abunawas tahun 2014.
4. Langkah IV : Antisipasi
Menentukan kebutuhan klien terhadap tindakan yang segera dilakukan oleh bidan
atau konsultasi, kolaborasi serta melakukan rujukan terhadap penyimpangan yang
abnormal (Ambarwati, 2010).
Dalam kasus ibu postpartum dengan rest plasenta antisipasi yang dilakukan adalah
perawatan ibu postpartum, menjaga agar perdarahan tidak melebihi 500cc,
kolaborasi dengan tim medis (Ambarwati, 2010).
5. Langkah V : Rencana tindakan
Pada langkah ini dilakukan rencana tindakan yang menyeluruh yang merupakan
kelanjutan dari manajemen terhadap diagnosa yang telah teridentifikasi. Tindakan
yang dapat dilakukan berupa observasi, penyuluhan, atau pendidikan kesehatan dan
pengobatan sesuai dengan advis dokter (Ambarwati, 2010).
Setiap rencana harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien agar
dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien diharapkan juga akan melaksanakan
rencana tersebut (Ambarwati, 2010).
37
Rencana yang dapat dilakukan pada kasus ibu postpartum dilakukan adalah sebagai
berikut;
5.1. Lakukan pendekatan pada keluarga pasien.
5.2. Segera infuse ibu dengan Ringer Laktat atau NaCl.
5.3. Observasi TTV dan pengeluaran darah.
5.4. Berikan oksitosin segera 20 IU.
5.5. Lanjutkan dengan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi dan O2.
5.6. Observasi pernapasan tiap 4 jam sekali.
6. Langkah VI : Implementasi
Pada langkah keenam ini rencana asuhan yang menyeluruh seperti diuraikan pada
langkah kelima dilaksanakan oleh bidan dan pasien secara efisien dan aman yaitu;
6.1. Melakukan pendekatan pada keluarga pasien.
6.2. Segera infuse ibu dengan Ringer Laktat atau NaCl.
6.3. Mengobservasi TTV dan pengeluaran darah.
6.4. Memberikan oksitosin segera 20 IU.
6.5. Melanjutkan dengan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi dan
O2.
6.6. Mengobservasi pernapasan tiap 4 jam sekali.
7. Langkah VII Evaluasi
Tujuan Evaluasi adalah adanya kemajuan pada pasien setelah dilakukan tindakan.
Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan Ibu postpartum dengan rest plasenta
adalah ibu dengan postpartum dengan pengeluaran lochia yang normal, tidak terjadi
38
perdarahan, tidak terjadi infeksi, kontraksi uterus baik dan keras dan tidak ada sisa
plasenta ataupun kotiledon yang tertinggal (Ambarwati, 2010).
8. Data perkembangan
Metode pendekomentasian untuk data perkembangan dalam asuhan
kebidanan pada ibu potpartum dengan rest plasenta ini menggunakan SOAP yaitu;
S : Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa.
O : Obyektif
Menggambarkan pendekomentasian hasil pemeriksaan fisik pasien, hasil
laboratorium dan test diagnostik yang dirumuskan dalam fokus untuk
mendukung asuhan sebagai langkah 1 (pertama).
A : Assesment atau Analisa
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif
dan obyektif dalam satu identifikasi;
8.1. Diagnosa atau masalah.
8.2. Antisipasi diagnosa atau masalah potensial.
8.3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter. Konsultasi atau kolaborasi dan
atau rujukan.
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan (P) dan evaluasi (E)
berdasarkan analisa (Ambarwati, 2010).
39
C. Kerangka Konseptual
1. Kerangka Pikir
Perdarahan post partum merupakan masalah penting dalam bidang obstetri
dan ginekologi. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara dramatis
dengan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan persalinan
di rumah sakit dan adanya fasilitas transfuse darah. Namun kematian ibu akibat
perdarahan masih merupakan faktor utama pada kematian maternal. Perdarahan
dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama
jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan atau keterlambatan diagnosa.
40
2. Kerangka Konsep
Keterangan :
= variabel independent/variabel yang diteliti (bebas)
= variabel dependent /terikat
= garis hubungan yang diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
41
Pengkajian Data
Evaluasi
Implementasi
Rencana Asuhan
Identifikasi diagnose/masalah aktual
Identifikasi diagnose / masalah potensial
Asuhan Kebidanan dengan rest plasentaTindakan Segera