bab ii menkep

Upload: amalul-fadly-hasibuan

Post on 09-Jul-2015

504 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era saat ini, organisasi kesehatan harus bekerja keras dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas menjadi lebih baik. Hal ini merupakan hasil dari ekonomi global yang meningkatkan kompetisi. Bagi organisasi pelayanan kesehatan, dibutuhkan sistem yang bagus dan struktural yang dapat mengoptimalkan kualitas kerja para pekerjanya. Kepemimpinan dan manajemen dalam bidang keperawatan merupakan suatu kemampuan dan ketrampilan yang harus dimiliki oleh perawat profesional jika ingin berhasil dalam lingkungan perawatan kesehatan sekarang. Selama bertahun-tahun keperawatan menyandarkan kedua hal tersebut dalam hirarki organisasi untuk mengatur dan memimpin unitnya. Suatu jenis kepemimpinan yang baru dapat memfasilitasi kerja tim dan proses peningkatan dapat berjalan. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penyusunan makalalah ini adalah dalam rangka memenuhi tugas yang telah diberikan oleh fasilitator mata ajar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan kepada penulis. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah: a. Mahasiswa mampu menambah dan memperkaya ilmu serta pengetahuan mengenai manajemen dan kepemimpinan dalam dunia keperawatan dan pentingnya kedua hal tersebut bagi perawat saat ini. b. Mahasiswa mampu mengaplikasikan konsep manajemen dan kepemimpinan pada asuhan keperawatan. C. Rumusan Masalah

1

Penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dalam beberapa pertanyaan, yaitu: 1. Bagaimana konsep manajemen asuhan keperawatan?2. Bagaimana konsep perawat sebagai leader?

3. Bagaimana metode penugasan dalam manajemen asuhan keperawatan? 4. Apa saja peran dan tugas perawat dalam manajemen asuhan keperawatan?5. Bagaimana proses timbang terima per-shift dan ronde asuhan keperawatan?

6. Bagaimana dokumentasi dalam asuhan keperawatan? 7. Bagaimana kualitas asuhan keperawatan? D. Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka, yaitu dengan mencari materi yang terkait melalui literatur-literatur baik itu buku, maupun internet dan juga melalui diskusi kelompok. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dibagi menjadi tiga bab. Bab pertama berisis latar belakang penulisan makalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan makalah. Bab kedua berisi pembahasan mengenai pemicu yang diberikan dan asuhan keperawatan mengenai masalah kejiwaan yang ada pada pemicu. Bab terkahir yaitu bab penutup berisi tentang simpulan isi makalah dan saran.

BAB II2

PEMBAHASAN A. Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan dan Perawat Sebagai Leader Kepemimpinan dalam bahasa Inggris adalah leadership yang berasal dari kata lead yang berarti pergi. Pemimpin secara umum memiliki gambaran kemana akan pergi-suatu arah di mana seseorang dipengaruhi untuk mengikuti. Pemimpin merupakan orang yang memperlihatkan cara dan telah mendapatkan gambaran jelas tentang sesuatu (Potter & Perry, 2005). Manajemen berkaitan erat dengan kepemimpinan. Kata manajemen berasal dari kata yang berarti tangan. Manajer memegang kendali sehari-hari untuk mencapai hasil yang diinginkan. Manajemen mendorong ketepatan dan menaiki tangga kesuksesan; kepemimpinan menentukan apakah tangga yang dinaiki bersandar pada dinding yang kokoh (Potter & Perry, 2005). 1. Kepemimpinan dalam Keperawatan Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi kelompok, serta sebagai suatu upaya untuk memotivasi orang untuk mencapai tujuan tertentu tanpa paksaan. Teori kepemimpinan dibagi menjadi tiga, yaitu teori sifat (The Great Man Theory/Trait Theories), teori perilaku (Behavioral Theories), teori situasional (Situational and Contigency Leadership Theoris (Marquis & Huston, 2000).a.

Teori Sifat (The Great Man Theory/Trait Theories) Pendekatan pada teori sifat berfokus dalam mengidentifikasi karakter atau sifat spesifik dari pemimpin Huber (2006). Bennis dalam Huber (2006) mengidentifikasi resep kepemimpinan yang terdiri dari enam bahan yaitu visi yang menuntun, keinginan besar, integritas (termasuk pengetahuan diri, kejujuran, dan kedewasaan), kepercayaan, keingintahuan, dan keberanian. Kemampuan kepemimpinan harus diciptakan dengan cara belajar kemampuan kepemimpinan leadership skill secara bertahap.

b. Teori Perilaku (Behavioral Theories)

Teori perilaku adalah teori yang mengemukakan bahwa perilaku khusus membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Berbeda dengan teori sifat yang akan menjadi dasar dari memilih orang yang tepat, teori perilaku dapat

3

melatih orang yang tepat. Menurut teori ini, ada tiga jenis pemimpin, yaitu pemimpin yang otoriter, pemimpin yang demokratis, dan pemimpin yang apatis. Gaya kepemimpinan seseorang memiliki andil yang besar dalam mempengaruhi suasana dan hasil dari kerja kelompok.c.

Teori Situasional (Situational and Contigency Leadership Theoris) 1) Model Fiedler Model Fiedler mengemukakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada penyesuaian yang tepat antara gaya pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahan. 2) Teori Situasi Hershey dan Blancard Teori ini merupakan teori situasi yang memusatkan perhatian pada pengikut. Teori ini mengatakan bahwa jika pengikut tidak mampu dan tidak ingin melakukan tugas, pemimpin perlu memberikan alasan yang khusus dan jelas. Jika pengikut tidak mampu namun ingin melakukan tugas maka pemimpin perlu memaparkan orientasi tugas yang tinggi. Jika pengikut mampu dan tidak ingin megerjakan tugas, pemimpin perlu mendukung dan partisipatif.

2.

Konsep Manajemen dalam Asuhan Keperawatan Konsep manajemen begitu banyak dan beragam. Berikut adalah 4 diantara

konsep manajemen yang terkenal:a.

Total Quality Management (TQM). TQM merupakan konsep perbaikan yang dilakukan secara terus menerus, yang melibatkan semua karyawan di setiap level organisasi, untuk mencapai kualitas yang excellent dalam semua aspek organisasi melalui proses manajemen. TQM juga merupakan strategi organisasional menyeluruh yang melibatkan semua jenjang dan jajaran manajemen dan karyawan. Konsep TQM menekankan kepada pelayanan kualitas yang mensyaratkan adanya perubahan organisasional dan manajerial total dan fundamental yang mencangkup misi, visi, orientasi strategi, dan berbagai praktek manajemen vital lainnya.

b.

Management by Objective (MBO) merupakan suatu pendekatan yang terorganisir dan sistematis yang menjadikan manajemen fokus kepada sasaran

4

kerja dan pencapaian hasil terbaik yang mungkin tercapai dari sumber daya yang tersedia. MBO bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi dengan merumuskan tujuan organisasi dan sasaran kerja karyawan yang berada di dalamnya.c.

Konsep Competency Based Human Resources Management (CBHRM). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Prof Dr David McClelland di Amerika Serikat 33 tahun lalu. Competency-Based Human Resources Management (CBHRM) adalah suatu pola pendekatan di dalam membangun suatu sistem manajemen sumber daya manusia yang handal dengan memanfaatkan kompetensi sebagai titik sentralnya.

d.

Konsep Kaizen. Konsep Kaizen merupakan suatu perbaikan kualitas langsung di tempat kerja. Konsep Kaizen meliputi pandangan terhadap fungsi tugas, pandangan terhadap konsep perbaikan, hubungan proses dan hasil, siklus plando-check-act dan standardize-do-check-act. Kaizen menekankan pola pikir berorientasi proses karena harus disempurnakan terus menerus agar hasil dapat meningkat. Dalam konsep Kaizen, kegagalan dari hasil berarti kegagalan dalam proses. Prinsip-prinsip manajemen merupakan suatu dasar dan nilai yang menjadi inti dari keberhasilan sebuah manajemen. Prinsip-prinsip umum manajemen terdiri dari pembagian kerja sesuai kemampuan, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, kesatuan perintah, kesatuan pengarahan, serta keadilan dan kejujuran. Adapun prinsip-prinsip yang mendasari manajemen keperawatan adalah sebagai berikut:a.

Manajemen keperawatan seyogyanya berlandaskan perencanaan efektif.

b. Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang

c.

Manajemen keperawatan akan melibatkan pengambilan keputusan. manajer perawat dengan mempertimbangkan apa yang pasien lihat, fikir, yakini dan ingini.

d. Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus perhatian

e.

Manajemen keperawatan harus terorganisir.

5

f.

Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang meliputi proses pendelegasian, supervisi, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan rencana yang telah diorganisasikan.

g. Divisi keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk memperlihatkan

penampilan kerja yang baik.h. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif.

B.

Metode Penugasan dalam Manajemen Asuhan Keperawatan Model asuhan keperawatan atau modalitas perawatan merupakan metode pengorganisasian dan pemberian asuhan keperawatan dalam rangka mencapai hasil yang diinginkan klien (Hubber, 2006). Penugasan dan delegasi adalah metode yang digunakan oleh organisasi untuk memberikan pelayanan perawatan klien dalam konteks pemberian perawatan klien. Ada enam tipe metode penugasan dalam manajemen asuhan keperawatan, yaitu keperawatan private duty, keperawatan fungsional, keperawatan tim, keperawatan primer, keperawatan manajemen kasus, dan keperawatan evolving type (Hubber, 2006). Keperawatan fungsional, tim, primer dan manajemen kasus berhubungan dengan praktik keperawatan di rumah sakit sedangkan private duty dan evolving type dihubungkan dengan kesehatan umum, home health care dan kesehatan masyarakat.

1.

Keperawatan Private Duty Keperawatan private duty didefinisikan bahwa seorang perawat memberikan asuhan keperawatan untuk satu orang klien. Jadi, seorang perawat teregistrasi (RN) akan memberikan perawatan total untuk satu orang klien. Pada metode ini perawat berperan sebagai manajer di rumah. Perawat melakukan pekerjaan seperti memasak, memandikan, membersihkan luka, dan mengatur fungsi rumah tangga ketika berada di rumah klien. Keuntungan dari metode ini adalah perawat dapat fokus sepenuhnya pada kebutuhan satu klien. Namun, kerugian dari metode ini, yaitu lebih mahal dan kurang efisien, serta perawat memiliki mobilitas pekerjaan yang sedikit dan relatif terisolasi dari rekan-rekan mereka (Hubber, 2006).2. Keperawatan Fungsional

6

Keperawatan fungsional merupakan metode pembagian kerja berdasarkan tugas tertentu dan aspek teknis pekerjaan (Hubber, 2006). Hal ini dapat diartikan bahwa pembagian tugas berdasarkan fungsi atau pekerjaan tertentu. Contohnya, yaitu seorang perawat terdaftar (RN) bertanggung jawab untuk pemberian obatobatan, seorang yang lain untuk tindakan, seorang lagi mengatur pemberian cairan intravena. Jadi, dalam metode ini tidak ada perawat yang bertanggung jawab penuh untuk perawatan seorang klien. Keuntungan utama dari metode ini adalah sangat efisien terutama bila dihadapkan pada jumlah pasien yang besar dan terjadi keterbatasan perawat professional di rumah sakit dan dalam keadaan darurat serta dalam kondisi bencana. Keuntungan lain dari metode ini adalah dapat mengerjakan banyak pekerjaan dalam waktu yang singkat (Swanburg, 2006). Kerugian dari metode ini antara lain adalah pengalaman kerja yang mereka lakukan berulang-ulang dan membosankan. Selain itu mereka juga sering salah dalam menafsirkan reaksi tertentu dari klien karena mereka tidak merawat pasien secara holistic serta dokumen keperawatan klien yang tidak memenuhi standar (Booyen, 2007). 3. Keperawatan Tim Keperawatan tim adalah metode pembagian tugas asuhan keperawatan dengan melibatkan sekelompok orang yang dipimpin oleh seorang perawat professional. Metode ini menggunakan pendekatan memberikan perawatan kepada sekelompok pasien dengan koordinasi dari perawat teregistrasi (RN), perawat praktik (LPN), serta perawat pembantu dibawah pengawasan seorang perawat yang disebut ketua tim. Metode keperawatan tim mengubah orientasi pembagian tugas dari yang berorientasi pada tugas menjadi berorientasi pada klien. Keperawatan tim dirancang untuk memanfaatkan kemampuan masing-masing anggota untuk memenuhi kebutuhan klien (Hubber, 2006). Keuntungan dari metode keperawatan tim dibandingkan keperawatan fungsional, yaitu masing-masing anggota tim dapat menggunakan kemampuannya secara maksimal, dan meningkatkan interaksi antara perawat dan klien. Metode ini mendukung produktivitas kelompok dan pengembangan anggota tim. Keuntungan yang lain, yaitu dalam keperawatan tim melibatkan semua anggota tim dalam

7

perencanaan asuhan keperawatan melalui konferensi tim dan penulisan rencana asuhan keperawatan. Adapun kerugian dari metode ini adalah keperawatan tim dapat menimbulkan fragmentasi perawatan bila konsepnya tidak diimplementasikan dengan total, dan sulit menemukan waktu untuk konferensi tim (Swanburg, 2006). 4. Keperawatan Primer Keperawatan primer merupakan suatu pendekatan dimana perawat memiliki tanggung jawab dan akuntabilitas untuk membimbing klien tertentu secara terusmenerus dari saat mereka masuk rumah sakit melalui discharge (Hubber, 2006). Dengan metode ini maka masing-masing perawat diberikan tanggung jawab penuh untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi asuhan keperawatan untuk 4 sampai 6 orang pasien (Basavanthappa. 2000). Jadi, perawatan total individu adalah tanggung jawab seorang perawat bukan beberapa perawat. Kemandirian, otoritas, dan akuntabilitas dalam peran perawat primer merupakan dasar keperawatan primer. Karakteristik dari keperawatan primer antara lain adalah perawat primer mempunyai tanggung jawab asuhan keperawatan pasien selama 24 jam sehari dari penerimaan sampai pemulangan. Selain itu pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh perawat primer ke perawat sekunder selama shift lain, serta perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan penyelia. Keuntungan dari metode keperawatan primer, yaitu meningkatkan autonomi perawat sehingga meningkatkan motivasi, menjamin kontinuitas perawatan, meningkatkan pelaporan dan kepercayaan antara perawat dan klien serta memperbaiki komunikasi dengan dokter (Swanburg, 2006). Kerugian dari metode ini adalah tidak semua perawat RN merasa dirinya cukup siap untuk mengambil tanggung jawab seluruh klien seperti yang diharapkan dalam keperawatan ini. Karena terbiasa bekerja dalam penugasan menggunakan metode keperawatan fungsional maka mereka membutuhkan pendidikan tambahan untuk dapat menjadi perawat primer (Booyen, 2007). 5. Keperawatan Manajemen Kasus

8

Metode

manajemen

kasus

adalah

model

yang

digunakan

untuk

mengidentifikasi, koordinasi, monitoring, implementasi kebutuhan pelayanan untuk mencapai asuhan yang diinginkan dalam periode waktu tertentu. Elemen penting dalam manajemen kasus antara lain adalah a. Kerjasama dan dukungan dari semua anggota pelayanan b. Kualifikasi perawat manajer kasus c. Praktik kerjasama tim d. Kualitas sistem manajemen yang diterapkan e. Menggunakan prinsip perbaikan mutu yang terus menerus f. Menggunakan Critical Pathway (hasil) atau asuhan MAPS (Multidisiplinary Action Plans), yaitu kombinasi Critical Path dan Care Plans. g. Promosi praktik keperawatan professional Keuntungan dari metode ini adalah meningkatkan mutu asuhan karena perkembangan kesehatan klien dimonitor terus menerus sehingga selalu ada perbaikan bila asuhan yang diberikan tidak memberikan perbaikan. Selain itu juga ada kerjasama antara manajer kasus dengan tim kesehatan lainnya.

6.

Keperawatan Modular Keperawatan modular merupakan modifikasi dari keperawatan tim dan primer.

Metode ini biasanya digunakan ketika tidak ada cukup perawat RN yang tersedia. Klien dibagi sesuai dengan tata letak bangsal mereka. Masing-masing pasien dirawat oleh sebuah tim kecil yang terdiri dari dua atau tiga orang staf perawat.

9

Masing-masing tim harus dipimpin oleh seorang pemimpin yaitu perawat senior atau perawat RN, jika tersedia. Keuntungan dari metode ini adalah produktivitas asuhan keperawatan dengan metode ini lebih baik dibandingkan keperawatan tim atau primer. Hal ini karena lebih banyak komunikasi dan kerjasama antar staf yang berbeda dibandingkan pada keperawatan primer atau tim. Kerugian dari metode ini, yaitu ketika klien berpindah dari satu kamar ke kamar yang lain, maka mereka mungkin akan dirawat oleh tim yang berbeda sehingga mereka perlu menyesuaikan diri dengan perawat yang baru (Booyen, 2007). C. Peran dan Tugas Perawat dalam Manajemen Asuhan Keperawatan 1. Peran dan Fungsi Perawat Fungsi perawat menurut Aziz (2004), merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah sesuai dengan keadaan yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan beberapa fungsi dianataranya: a. Fungsi Independen yaitu: mandiri dan tidak tergantung pada orang lain dimana perawat dalam melaksanakannya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia b. Fungsi Dependen yaitu: dalam melaksanakan kegiatan atas pesan dan instruksi dari perawat lain ataupun dari dokter. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat kepada perawat umum atau perawat yang fungsinya sebagai perawat pelaksana, juga dokter melimpahkan ke perawat. c. Fungsi Interdependen yaitu: dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu degan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit komplek. 2. Peran Manajer

10

Secara umum peran manajer dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan staf. Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis, dimana kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam memperlakukan stafnya. Hal ini dapat ditanamkan kepada manajer agar diciptakan suasana keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada staf untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. 3. Peran Kepala Ruangan Adapun tanggung jawab kepala ruangan menurut Gillies (1994) adalah peran kepala ruangan harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan keperawatan yang berkwalitas, dan menghindari terjadinya kebosanan perawat serta menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan. Kepala ruangan disebuah ruangan keperawatan, perlu melakukan kegiatan koordinasi kegiatan unit yang menjadi tanggung jawabnya dan melakukan kegiatan evaluasi kegiatan penampilan kerja staf dalam upaya mempertahankan kualitas pelayanan pemberian asuhan keperawatan. Berbagai metode pemberian asuhan keperawatan dapat dipilih disesuaikan dengan kondisi dan jumlah pasien, dan kategori pendidikan serta pengalaman staf di unit yang bersangkutan (Arwani, 2005). 4. Fungsi Kepala Ruangan Fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000) sebagai berikut: 1) Perencanaan: dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, dan peraturan-peraturan, membuat perencanaan jangka pendek dan jangka panjang, menetapkan biaya-biaya untuk setiap kegiatan serta merencanakan dan pengelola rencana perubahan. 2) Pengorganisasian: meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan, menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewengan dengan tepat.

11

3) Ketenagaan: pengaturan ketegagaan dimulai dari rekruetmen, interview, mencari, dan orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosialisasi staf. 4) Pengarahan: mencangkup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi, dan memfasilitasi kolaborasi. 5) Pengawasan meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika aspek legal, dan pengawasan professional. Seorang manajer dalam mengerjakan kelima fungsinya tersebut sehari sehari akan bergerak dalam berbagai bidang penjualan, pembelian, produksi, keuangan, personalia dan lain lain. 5. Kepala Ruangan Sebagai Manager Keperawatan Sebagai manajer keperawatan, uraian tugas kepala ruangan menurut Depkes (1994), adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan fungsi perencanaan, seperti merencanakan jumlah dan kategori tenaga perawatan serta tenaga lain sesuai kebutuhan, jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan serta jenis kegiatan/ asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien. 2. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, seperti mengatur dan mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat, melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu atau tenaga lain yamg bekerja di ruang rawat, serta memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan untuk melaksanakan asuhan perawatan sesuai standar 3. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penelitian, meliputi: 1) Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan, melaksanakan penilaian terhadap uapaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan. 2) Melaksanakan penilaian dan mencantumkan kedalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai (D.P.3) bagi pelaksana keperawatan dan tenaga lain di ruang yang berada di bawah tanggung jawabnya untuk berbagai kepentingan (naik pangkat/ golongan,

12

melanjutkan sekolah) mengawasi dan mengendalikan pendayagunaan peralatan perawatan serta obat-obatan secara efektif dan efisien. 3) Mengawasi pelaksanaan system pencatatan dan pelaporan kegiatan asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat. 6. Perawat Pelaksana Perawat sebagai pelaksana secara langsung maupun tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada pasien individu, keluarga, dan masyarakat. Peran perawat sebagai perawat pelaksana disebut Care Giver yaitu perawat menggunakan metode pemecahan masalah dalam membantu pasien mengatasi masalah kesehatan (Praptianingsi, 2006). Peran sebagai perawat pelaksana, yaitu: a. Comferter Perawat mengupayakan kenyamanan dan rasa aman pasien (Praptianingsi, 2006). Menurut Potter & Perry (2005), peran sebagai pemberi kenyamanan yaitu memberikan pelayanan keperawatan secara utuh bukan sekedar fisik saja, maka memberikan kenyamanan dan dukungan emosi sering kali memberikan kekuatan kepada klien untuk mencapai kesembuhan. Dalam memberikan kenyamanan kepada klien, perawat dapat mendemonstrasikan dengan klien. b. Protector dan Advocat Perawat berupaya melindungi pasien, mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban pasien dalam pelayanan kesehatan (Praptianingsi, 2006). Menurut Potter untuk & Perry (2005), terjadinya sebagai pelindung perawat membantu klien dari mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan mencegah kecelakaan dan melindungi kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. c. Communication Perawat sebagai mediator antara pasien dan anggota tim kesehatan, hal ini terkait dengan keberadaan perawatyang mendampingi pasien selama 24 jam untuk memberikan asuhan keperawatan (Praptianingsi, 2006). Menurut Potter

13

& Perry (2005), peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat pelaksana yang lain. Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien, keluarga, antara sesama perawat san profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. d. Rehabilitator Rehabilitas merupakan proses dimana individu kembali ketingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Rentang aktivitas rehabilitas dan restoratif mulai dari mengajar klien berjalan dengan menggunakan alat pembantu berjalan sampai membantu klien mengatasi perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit kronis (Potter & Perry, 2005) D.1.

Proses Timbang Terima Per-shift dan Ronde Keperawatan Timbang Terima Per-shift Proses timbang terima per-shift atau biasa disebut sebagai operan adalah suatu proses dimana suatu tim perawat menyampaikan laporan yang berkaitan dengan kondisi pasien, contohnya mengenai informasi tentang asuhan keperawatan kepada tim perawat yang lain, dan biasanya dilaksanakan pada akhir shift (Smith, 2004). Perawat yang melaksanakan timbang terima mengkaji secara penuh terhadap masalah, kebutuhan dan segenap tindakan yang telah dilaksanakan serta hal-hal yang penting lainnya selama masa perawatan. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengakurasi, mereliabilisasi komunikasi tentang perpindahan informasi yang relevan yang digunakan untuk kesinambungaan dalam keselamatan dan keefektifan dalam bekerja (Nursalam, 2002). Gaya utama dalam proses timbang terima terdiri dari timbang terima verbal yang bertempat di ruangan khusus, rekaman (tape recorder), timbang terima di samping tempat tidur dan timbang terima secara tertulis (Sexton, 2004). Gaya timbang terima yang diterapkan pada tiap rumah sakit berbeda tergantung dari masing-masing manajemen rumah sakit tersebut. Timbang terima secara verbal dilakukan saat kedua tim perawat yang akan bertukar shift berkumpul dalam ruangan khusus dan melakukan konferensi dan bertukar informasi, model ini memakan waktu lama sehingga banyak keluhan pasien yang tidak dapat

14

tersampaikan. Sedangkan timbang terima yang dilakukan di samping tempat tidur memungkinkan perawat menerima informasi terbaru dari pasien dan tidak memakan banyak waktu dalam prosesnya. Proses timbang terima dilakukan kepada masing-masing penanggung jawab dan dilaksanakan setiap penggantian shift. Dari nurse station, perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima dengan mengkaji secara komprehensif halhal yang berkaitan tentang masalah keperawatan klien. Hal-hal yang sifatnya khusus, memerlukan perincian yang matang dicatat secara khusus untuk diserah terimakan pada petugas berikutnya. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima (Nursalam, 2002): a) Identitas pasien dan diagnosa medis b) Masalah keperawatan yang masih muncul c) Tindakan mandiri keperawatan yang telah dilaksanakan d) Intervensi kolaboratif yang telah dilaksanakan e) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan terhadap prosedur yang tidak rutin dijalankan. Perawat yang melaksanakan timbang terima dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbang terimakan atau berhak bertanya terhadap keterangan-keterangan yang kurang jelas. Timbang terima harus dilakukan seefektif mungkin dan proses ini dilakukan tidak lebih dari 5 menit untuk setiap pasien, kecuali dalam kondisi khusus dan memerlukan keterangan yang rumit. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna (Nursalam, 2002). Prinsip dalam proses timbang terima terdiri dari (Brown, 2010): a) b) c) terima d) Merupakan proses komunikasi dua arah, terdapat kesempatan untuk melakukan klarifikasi Informasi harus disampaikan secara verbal dan tertulis Diberikan atau disampaikan oleh perawat yang secara langsung Menunda pekerjaan atau kegiatan klinis selama proses timbang

menangani pasien atau mengetahui kondisi pasien

15

e)

Ruang khusus, terpisah dari pekerjaan klinis dan kemungkinan

distraksi lainnya f)Menggunakan dokumentasi atau laporan yang telah tersedia untuk menghindari adanya dokumentasi ganda atau kesalahan transkripsi g) h) Berisi laporan singkat dan dikhususkan pada masalah klinis Menghindari penggunaan singkatan dan istilah non spesifik

i) Menghindari asumsi lokal dan pengetahuan budaya Kontinuitas dari sebuah pelayanan keperawatan profesional di rumah sakit dapat dicapai dengan cara pengoptimalan peran dan fungsi masing-masing anggota tim kesehatan. Hal ini dapat diwujudkan bergantung dari adanya suatu mekanisme komunikasi yang efisien dan efektif dari seluruh anggota tim kesehatan (Sexton, 2004). Apabila komunikasi antar tim kesehatan yang ada berjalan dengan lancar, maka peran dan fungsi masing-masing anggota tim akan berjalan secara optimal, yang nantinya secara otomatis dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. 2. Ronde Keperawatan Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan, akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, perawat associate dengan melibatkan seluruh anggota tim. Karakteristik dari ronde keperawatan adalah klien dilibatkan secara langsung dan merupakan fokus kegiatan, perawat asosiet, perawat primer dan konselor melakukan diskusi bersama dan konselor memfasilitasi kreatifitas serta membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiet dan perawat primer dalam mengatasi masalah (Sitorus, 2005). Tujuan dari ronde keperawatan adalah menumbuhkan cara berpikir secara kritis, menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah klien, meningkatkan validitas data klien, menilai kemampuan justifikasi, meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja, dan meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan (Sitorus, 2005). Intinya,

16

ronde keperawatan ialah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dasar dari masing-masing perawat agar skill atau kemampuan yang dimiliki semakin meningkat dan menjadi setara antara perawat yang satu dengan perawat yang lainnya. Peran dari masing-masing anggota tim dalam ronde keperawatan sangat penting untuk memaksimalkan keberhasilan dalam pekerjaan, diantaranya yaitu (Sitorus, 2005): a) Peran perawat primer (ketua tim) dan perawat asosiet (anggota tim)

Menjelaskan keadaan dan data demografi klien Menjelaskan masalah keperawatan utama Menjelaskan intervensi yang belumdan yang akan dilakukan Menjelaskan tindakan selanjutnya Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil Memberikan justifikasi Memberikan reinforcement Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan yang rasional Mengarahkan dan koreksi Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari Pelaksanaan ronde keperawatan dimulai dari penjelasan tentang klien

b) Peran ketua tim lain dan konselor

oleh perawat primer, dalam hal ini penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan atau telah dilaksanakan. Proses selanjutnya adalah diskusi antar anggota tim mengenai kasus tersebut, pemberian justifikasi oleh perawat primer, konselor atau kepala ruangan tentang masalah klien, serta tindakan yang akan dilakukan dan tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah atau yang akan ditetapkan (Sitorus, 2005). E. Dokumentasi dalam Asuhan Keperawatan Pelaporan terhadap hasil kerja merupakan hal yang mutlak diantara pemberi perawatan kesehatan. Pelaporan ini dikenal dengan dokumentasi keperawatan.17

Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Catatan medis harus mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang kompeherensif, juga layanan yang di berikan untuk perawatan klien. Sebuah dokumentasi keperawatan pada dasarnya memiliki informasi tentang (Perry & Potter 2001) : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Identifikasi klien dan data demografi klien Surat izin untuk pengobatan dan prosedur Riwayat keperawatan saat masuk Diagnosa keperawatan atau masalah keperawatan Rencana asuhan keperawatan atau multi disiplin Catatan tentang tindakan asuhan keperawatan dan evaluasi keperawatan Riwayat medis Diagnosis Medis Pesanan terapeutik

10. Catatan perkembangan medis dan displin kesehatan 11. Laporan tentang pemeriksaan fisik 12. Ringkasan tentang pemeriksaan diagnostik 13. Ringkasan tentang prosedur operatif 14. Rencana pemulangan dan ringkasan tentang pemulangan Dokumentasi atau catatan merupakan sumber data yang bermanfaat bagi semua anggota tim perawatan kesehatan yang tujuannya adalah untuk: 1. Komunikasi Dokumentasi dalam hal ini berperan sebagai tim keperawatan mengkomunikasikan kontribusinya terhadap perawatan klien., termasuk terapi individual, edukasi klien, dan pengguaan rujukan untuk pemulangan.

18

2.

Tagihan Finansial Catatan perawatan klien adalah suatu dokumen yang memperlihatkan sampai dimana lembaga kesehatan itu harus di-reimburse untuk pelayanan yang telah diberikan.

3.

Edukasi Catatan klien mengandung berbagai informasi, termasuk diagnose medis & keperawatan, tandan dan gejala penyakit, temuan diagnostik, dan perilaku klien. Peserta didik keperawatan dan kedokteran dan didik yang lain menggunakan ini sebagai sumber edukasi.

4.

Pengkajian Dokumentasi memberikan data yang digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mendukung diagnose keperawatan dan merencakanan intervensi yang sesuai oleh asuhan keperawatan.

5.

Riset Data stastistik dapat di kumpulkan dari catatan klien hal tersebut bermanfaat untuk menjabarkan karakteristik populasi klien dalam lembaga keperawatan kesehatan. Perawat dapat menggunanakan catatan klien selama studi riset untuk mengumpulkan informasi tentang factor-faktor tertentu.

6.

Audit & Pemantauan Tinjauan literature tentang informasi pada dokumentasi klien memberikan dasar untuk evaluasi tentang kualitas dan ketepatan yang di berikan dalam suatu institusi.

7.

Dokumentasi Legal Catatan medis harus akurat karena catatan tersebut merupakan dokumen legal ketika ada tuntutan hokum. Dokumentasi dan pelaporan kualitas dalam manajemen keperawatan penting untuk meningkatkan efisiensi, perawatan klien secara individual. Terdapat enam pedoman penting yang harus di ikuti oleh dokumentasi dan

pelaporan kualitas, yaitu: 1. Dasar Flaktual Informasi tentang klien dan perawatan harus berdasarkan fakta. Catatan harus mengandung deskripsi, informasi objektif tentang apa yang Perawat lihat, dengar,

19

rasakan, dan cium. (eggland 1993). Suatu deskripsi objektif adalah hasil dari pengamatan dan pengukuran langsung. Informasi factual tidak akan menyebabkan salah arah atau salah interpetasi. Penggunaan kata tampak, terlihat, atau sepertinya/kelihatan nya tidak dapat di terima karena kata kata tersebut mengarah ke konklusi yang tidak dapat dikuatkan oleh informasi objektif. Jika Perawat mendokumentasikan kesimpulan atau konklusi tanpa informasi flaktual, kesalahan dalam perawatan dapat terjadi. 2. Keakuratan Catatan pada klien harus akurat sehingga dokumentasi yang tepat dapat di pertahankan. Penggunaan pengukuran yang tepat dapat di pertahankan. Penggunaan pengukuran yang tepat memastikan bahwa cacatan adalah akurat. Pengejaan yang tepat penting untuk pendokumentasian dan pelaporan yang akurat. Istilah istilah mudah membingungkan atau salah interprestasi ( mis disfangia dengan disfasia). Entri yang akurat mencerimnkan apa yang Perawat lakukan selama rentang waktu pengentrian. Perawat tidak boleh menuliskan catatan klien untuk Perawat lain menuliskan catatan klien bagi mereka. Standar JCAHO mengharuskan semua entri dalam catatan harus di beri tanggal dan tanda tangan identitas, dan suatu metoda di terapkan untuk menidentifikasi tulisan tersebut. 3. Kelengkapan Informasi di dalam entri yang dicatatkan atau laporan harus lengkap, mengandung informasi singkat, lengkap tentang perawatan klien. Data singkat dan mudah dipahami. Laporan atau dokumentasi yang baik ialah menyeluruh dan mengandung informasi lengkap tentang klien. Criteria untuk komunikasi menyeluruh ada untuk masalah kesehatan tertentu atau aktivitas keperawatan tertentu. 4. Keterkinian Mengentri data secara tepat waktu penting dalam perawatan bersama klien (JCAHO). Penundaan dalam pencatatan atau pelaporan dapat mengakibatkan omisi seriusdan penundaan tidak tepat waktu untuk perawatan yang di perlukan. Setiap institusi menggunakan system untuk melaporkan waktu kejadian. 5. Organisasi

20

Perawat mengkomunikasikan informasi dalam format atau urutan yang logis. Anggota tim perawatan kesehatan memahami informasi lebih baik bila informasi tersebut disajikan sesuai ketika situasi tersebut terjadi. Dokumentasi yang tidak terorganisasi adalah catatan yang terpencar-pencar dan tidak jelas mengambarkan apa yang terjadi pertama kali. 6. Kerahasiaan Komunikasi yang terjaga adalah informasi yang diberikan oleh seseorang dengan orang lain dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa informasi tersebut tidak akan bocor. Hukum melindungi informasi tentang klien dikumpulkan melalui pemeriksaan, pengamatan, percakapan, atau pengobatan. Perawat tidak berhak mendiskusikan tentang status klien dengan klien lainnya atau dengan staf yang tidak terlibat dengan klien. Catatan klien dapat diakses oleh banyak personel. Perawat bertanggung jawab untuk melindungi catatan dari pembaca yang tidak berwenang. Catatan di simpan oleh lembaga yang berwenang hingga pengobatan berakhir. F. Kualitas Asuhan Keperawatan Kualitas asuhan kesehatan dapat didefinisikan sejauh mana pelayanan kesehatan bagi individu dan populasi meningkatkan hasil kesehatan yang diinginkan dan konsisten dengan pengetahuan professional saat ini (Hubber, 2006). Kualitas asuhan kesehatan dapat diukur melalui analisis catatan mortalitas dan morbiditas, perbaikan dalam pendidikan professional, dan pembentukan standar professional perawatan (Rowland, 1997). Perawat memiliki tanggung jawab professional untuk bertanggung jawab atas kualitas perawatan dan hasil kesehatan di semua tingkat serta berkontribusi memperbaiki sistem perawatan kesehatan secara terus menerus. Standar didefinisikan sebagai pernyataan nilai tertulis (Hubber, 2006). Standar dan ukuran kualitas perawatan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu struktur, proses dan hasil (Hubber, 2006). Dalam pengukuran kualitas kedua parameter struktur dan proses sangat penting. Standar atau ukuran struktur berfokus pada karakterisktik organisasi dan personelnya. Standar struktur mengatur lingkungan untuk menjamin kualitas. Contoh dari standar struktur antara lain adalah sumber daya manusia (SDM), organisasi, dan karakteristik fisik.

21

Standar proses berfokus pada aktivitas/perilaku dalam organisasi yang dilakukan secara tepat, efektif, dan efisien perawat professional sebagai pemberi asuhan keperawatan. Standar proses melihat pada kegiatan, intervensi, dan urutan asuhan atau kadang-kadang disebut sebagai alur kerja. Salah satu contoh dari standar proses, yaitu perawat melakukan intevensi yang direkomendasikan dalam praktik klinis. Standar dan ukuran hasil mengacu pada apakah pelayanan yang disediakan oleh organisasi memiliki banyak perubahan atau tidak bagi klien (Hubber, 2006). Peningkatan mutu berkelanjutan merupakan suatu proses terus menerus untuk memperbaiki sistem dengan menggumpulkan data tentang kinerja dan menggunakan tim multidisplin untuk menganalisis sistem, mengumpulkan, mengukur, dan mengusulkan perubahan. Ada empat prinsip utama peningkatan mutu berkelanjutan, yaitu fokus klien, identifikasi proses penting untuk meningkatkan kualitas, menggunakan statistik kualitas, dan melibatkan seluruh orang atau departemen dalam menyelesaikan masalah (Hubber, 2006). Untuk menilai atau mengukur kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar keperawatan dapat digunakan sebagai instrumen penilaian kerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan implementasi keperawatan sampai dengan evaluasi. (Nursallam, 2000). 1. Standar I: Pengkajian Keperawatan Kriteria dari sistem ini adalah: a. Penyimpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik dan penunjang b. Sumber data adalah klien, keluarga, tim kesehatan lain, atau catatan medis c. Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien masa lalu, saat ini, status biopsikososial dan spritual 2. Standar II: Diagnosa Keperawatan Kriteria proses ini antara lain: a. Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah dan perumusan diagnosa.

22

b. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (p), penyebab (E), dan tanda ataugejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasidiagnosa keperawatan.

3.

Standar III: Perencanaan Keperawatan Kriteria proses ini meliputi: a. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan b. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi klien d. Mendokumentasikan rencana keperawatan

4.

Standar IV: Implementasi Keperawatan Kriterianya adalah:a. Bekerja sama dengan klien dalam tindakan rencana keperawatan. b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. d. Memberikan pendidikan kepada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serat membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan. e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawtan berdasarkan respon klien

5.

Standar V: Evaluasi Keperawatana. Menyusun rencana evaluasi dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan ke

arah pencapaian tujuan. c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.d. Bekerja sama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuahan

keperawatan. e. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi hasil perencanaan.

23

BAB III PENUTUPA. Kesimpulan

Kepemimpinan

dapat

diartikan

sebagai

kemampuan

seseorang

untuk

mempengaruhi kelompok serta memotivasinya untuk melakukan tindakan tanpa paksaan. Manajemen berkaitan erat dengan kepemimpinan. Konsep dalam manajemen adalah mempertahankan sesuatu yang sudah baik untuk tetap dilaksanakan dalam suatu sitem. Rumah sakit memiliki manajemen asuhan keperawatan yang mengatur metode penugasan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Beberapa metode penugasan yang berkembang di rumah sakit antara lain adalah keperawatan private duty, keperawatan fungsional, keperawatan tim, keperawatan primer, keperawatan manajemen kasus, dan keperawatan modular. Setiap metode penugasan ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga tentu memiliki keuntungan dan kelebihan masing-masing. Perawat memiliki beberapa fungsi dan peran dalam manajemen asuhan keperawatan, yaitu fungsi independen, dependen dan interdependen. Selain itu perawat juga memiliki peran sebagai manajer, kepala ruangan, perawat pelaksana. Sebagai perawat pelaksana, perawat bertindak sebagai comferter, protector dan advocate, communicator atau mediator, dan juga rehabilitator. Melihat perannya sebagai komunikator, di setiap akhir shif tim perawat akan melaporkan infomasi tentang asuhan keperawatan klien kepada tim perawat lain. Proses ini dinamakan timbang-terima atau biasa dikenal dengan operan. Selama proses timbang terima ini, kedua tim perawat yang akan bertukar shift berkumpul dalam ruangan khusus untuk melakukan konferensi dan bertukar informasi tentang kondisi klien. Selain proses timbang terima, dalam manajemen asuhan keperawatan, seluruh tim perawat juga melakukan ronde keperawatan. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan24

cara berpikir kritis, menyamakan persepsi antara perawat yang satu dengan yang lain, serta meningkatkan kemampuan perawat. Dokumentasi keperawatan tidak hanya sebagai catatan asuhan keperawatan klien tetapi juga dapat digunakan sebagai tagihan finansial, sumber riset, dan media edukasi. B. Saran

25

DAFTAR PUSTAKABooyen, S. W. (2007). Dimension of Nursing Management. Cape Town: Zebra Publication. Brown, A. (2010). Review of Nursing Shift to Shift Handover at a Regional Hospital. http://www.changechampions.com.au/resource/Andrew_Brown.pdf. (diunduh 21 September 2011) Cohen, E.L and Cesta, T.G. (2005). Nursing Case Management: From Essentials to Advanced Practice Application. St.Louis: Elsevier, Mosby. Hubber, D.L. (2006). Leadership and Nursing Care Management. United of America: Saunders Elsevier. Nurachmah, E. (2001). Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit. http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=786&tbl=artikel. (diunduh 20 September 2011) Nursalam (2002). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika. Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing: Concept, Process, and Practice. 4th Ed. St. Louis: Mosby-Year Book Inc. Sexton, A.C., et al. (2004). Journal of Nursing Management: Nursing handovers: do we really need them?. http://publicationslist.org/data/m.elliott/ref-10/Nursing %20handovers%20-%20do%20we%20really%20need%20them.pdf. (diunduh 20 September 2011) Sitorus, R. (2005). Model Praktek Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Jakarta: EGC. Smith, G.D. (2004). Get Set for Nursing. Edinburgh: Edinburgh University Press. Swanburg, R.C. (2006). Management and Leadership for Nurse Administration. Boston: Jones and Bartlert Pub.

26

_________. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16685/4/Chapter%20II.pdf. _________.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16685/4/Chapter%20II.pdf. diunduh pada tanggal: 25 september 2011 pukul 17.00

27