bab ii memori kolektif dan tradisi lisan...
TRANSCRIPT
13
BAB II
MEMORI KOLEKTIF DAN TRADISI LISAN
Pengantar
Pendidikan Adat Kambik merupakan budaya asli Suku Moi yang mendiami
Kota Sorong (Provinsi Papua). Kambik merupakan pendidikan adat yang didalamnya
terkandung sistem nilai dan norma tentang hakekat keberadaan manusia dalam
hubungan dengan sesamanya, alam dan yang ilahi, selain itu dalam Pendidikan Adat
Kambik terkandung nilai-norma kekeluargaan, kedamaian dan keadilan guna
mengatur seluruh kehidupan suku Moi. Namun seiring perkembangan zaman
Pendidikan Adat Kambik sudah tidak lagi dilaksanakan sekarang, dikarenakan
pengaruh external (globalisasi)1 yang menyebabkan pendidikan tersebut hilang.
Dengan hilangnya Pendidikan Adat Kambik, maka terciptanya kesenjangan sosial dan
rawan konflik dalam masyarakat Moi maupun masyarakat diluarnya.
Oleh sebab itu, penulis merasa perlu untuk mengkaji tentang Pendidikan Adat
Kambik. Penulis meyakini bahwa ingatan-ingatan berupa pengetahuan tentang
pendidikan Kambik masih hidup. Karena itu penulis tertarik untuk meneliti salah satu
budaya yang telah pudar guna mengangkat kembali nilai kekayaan budaya yang
menjadi pedoman nilai dimasa lalu untuk dijalankan dimasa sekarang. Maka itu,
penulis akan mengunakan dan menguraikan tentang memori kolektif menurut para
ahli dan akan di pertegas dengan memori kolektif menurut Maurice Halbwach, La
Memoire Collective, bahasa Prancis yang diterjemahkan oleh Lewis A. Coser, ke
1 Lihat bab 1 hal 1.
14
dalam bahasa Inggris On Collective Memory. Mengapa penulis tertarik untuk
mengunakan memori kolektif Maurice Halbwach, karena berbagai macam teori
memori kolektif. Halbwach lebih menekankan aspek makna dan nilai yang
terkandung dari ingatan bersama kelompok sosial, khususnya masyarakat tradisional
dengan tradisi dan adat istiadatnya, tetapi juga juga Halbwach memfokuskan pada
peran kelompok (kolektif) sehingga memori bersama tersebut terbentuk. Dalam
pandangan Maurice tentunya tidak berdiri sendiri, melainkan ia di pengaruhi oleh
tokoh-tokoh besar pada zamannya dan sebelumnya, seperti Emiel Durkheim dan
Henri Bergson. Karena ituuntuk melengkapinya menjadi satu kesatuan dalam
bahasan, maka penulis juga akan mengunakan teori tradisi lisan, jadi dapat
disimpulkan dalam bab ini bahwa memori kolektif Pendidikan Adat Kambik
merupakan tradisi lisan Suku Moi.
2.1. Pengertian Memori Kolektif
Memori kolektif merupakan dua kalimat yang mengandung makna yang
berbeda, memori dapat dipahami sebagai ingatan yang didalamnya tersimpan
segudang pengetahuan dan pengetahuan tersebut hanya dapat diingat oleh orang yang
pernah mengalaminya. Sedangkan kolektif ialah bersama atau lebih dari satu,
manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial karena itu manusia tidak dapat hidup
sendiri ia memerlukan orang lain, itulah yang disebut kolektif. Jadi memori kolektif
ialah gabungan dari ingatan dan kesadaran bersama dari suatu kelompok yang
didalamnya bertindak dan berlaku bersama. Tetapi istilah memori kolektif kerapkali
dipersandingkan dengan memori individu atau personal namun semua istilah ini pada
15
dasarnya bersumber pada lintas ilmu disipliner yang baru berkembang pada abad ke
20 dan disebut sebagai studi memori yang perkembangannya menjadi industry
memori.2
Filsuf pertama yang berbicara mengenai memori kolektif adalah Henri
Bergson, ia mendefinisikan memori kolektif sebagai sebuah gudang yang berisikan
beragam bentuk ide dan informasi, dimana ingatan adalah suatu proses dialektis
antara tubuh manusia dan peristiwa yang dialaminya, lebih dari itu ingatan adalah
hubungan antara pikiran dan materi. Hal tersebut ditambahkan oleh Fowler dengan
konsep “persepsi” bahwa segala bentuk informasi yang diterima dari dunia luar akan
disaring melalui gambaran ingatan dari masa lalu, didalam pusat visual dari ingatan
didalam otak.3 Jadi dapat disimpulkan bahwa pemikiran Bergson dan Fowler
bagaikan penghubung antara paham subyektifisme dan obyektifisme. Subyektifisme
artinya ingatan hanya dimengerti oleh orang yang mengalaminya dan tidak
terpengaruhi dari orang diluar dirinya, sementara obyektifisme mengatakan bahwa
ingatan bagaikan cermin dari dunia diluar diri manusia, ingatan bagaikan sebuah film
yang mengulang suatu kejadian yang pernah terjadi diluar diri manusia.
Pemikir berikutnya yang coba mengembangkan memori kolektif ialah Walter
Benjamin, dua konsep yang ditawarkan oleh Walter, pertama: memori kolektif
bagaikan cerita masa lalu yang telah menyatu dalam tradisi. Kedua: pengalaman
2 Tinjauan lebih mendalam baca misalnya karya Fentress dan Wichman, Sosial Memory;
Jeffrey K. Olick dan Joyce Robbins, Social Memory Studies From Collective Memory to the Historical
Sociology of Mnemonic Practices, Annul Review of Sociology 24 (1998). 3 Fowler, The Obituary as Collective Memory (London : Roudledge, 2007), 26.
16
hidup yang sungguh terjadi dimasa lalu.4 Baginya cerita masa lalu biasanya tersirat
cerita rakyat yang bertujuan memberikan nilai-nilai moral yang hendak diajarkan
kegenerasi berikutnya. Cerita tersebut menjadi bermakna karena terdapat
kebijaksanaan di dalamnya, dan hal tersebut perlu diwariskan dan ditafsirkan oleh
generasi akan datang. Didalam cerita-cerita masa lalu yang terkandung nilai, moral
dan kebijaksanaan ingatan kolektif turut memainkan peran penting dalam
memberikan makna dan konteks.jadi dapat di simpulkan Ingatan kolektif turut
memberikan identitas bagi suatu kelompok masyarakat tertentu.5
Sedangkan Paul Ricoeur menyatakan: bahwa memori kolektif selalu hidup
dalam distorsi atau gangguan, baik pada individu maupun kelompok. Ia memberikan
contoh seperti seorang pahlawan yang hidup dimasa lalu selalu digambarkan penuh
keagungan identik berlebihan kalau dipandang pada masa sekarang. Bagi Ricoeur
kecenderungan seperti ini selalu memiliki distorsi dan tak pernah akurat sesuai fakta
yang telah terjadi, jadi menurutnya memori kolektif merupakan suatu distorsi, oleh
karena itu ingatan bersama tidak boleh dimutlakan. Karena ingatan yang dimutlakan
berindikasi menipu, karena ingatan pada dasarnya adalah ingatan yang terhambat atau
manipulasi.6
Berbeda dengan Emile Durkheim dalam memahami konsep ingatan,
memposisikan kolektif dalam komunitas masyarakat disebutnya sebagai fakta sosial.
4 Fowler, The Obituary as Collective Memory, 30.
5 Fowler, The Obituary as Collective Memory, 90.
6 in thus supplying factual materials which can be interpreted through a wider socio historical
perspective these exemplary intances contribute a vital resource for actively shaping and demystifying
collective memory, baca Eiland dan Jennings 2002, 66-143.
17
Bagi Durkheim, makna simbolik dalam suatu masyarakat lahir melalui interaksi
setiap individu yang hadir dengan dalam berbagai bentuk simbol-simbol, kemudian
masing-masing individu tersebut menggunakannya sebagai proses berinteraksi
dengan individu lain sehingga menciptakan kolektivitas. Hal itu menyatakan
keberadaan individu secara utuh dalam exsistensinya, dan meleburkan diri dalam
komunitas dengan simbol kolektif. Simbol itu kemudian diteruskan ke generasi
selanjutnya melalui ingatan bersama dalam waktu tertentu, sehingga membentuk
struktur ingatan kolektif.7
2.2. Memori Kolektif dalam Prespektif Maurice Halbwachs
Halbwachs lahir di Reims pada tahun 1877. Keluarganya beragama Katolik
asal Alsatian, ayahnya seorang guru bahasa Jerman, namun telah meninggalkan
Alsace setelah dianeksasi oleh Jerman sebagai akibat dari perang Franco-Prusia pada
tahun 1871. Halbwachs merupakan murid dari Bergson dan Emil Durkheim yang
mengembangkan studi tentang memori kolektif. Halbwach adalah sosiolog Prancis
pertama, yang menanggapi pentingnya ilmuwan asing seperti Weber, Pareto, Veblen,
dan Schumpeter, ia mencurahkan esai ilmiah yang panjang, sehingga membantu
koleganya di Prancis untuk mengatasi persoalan paroki terhadap bentuk intelektual
mereka.8
7 Bridget, The Obituary as Collective Memory, 31.
8 Maurice Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 1.
18
Halbwach pada awalnya merupakan seorang filsuf di bawah pengaruh
Bergson9 dengan paham subjektivisme
10 yang mengatakan bahwa kebenaran hanya
terletak pada seorang individu tanpa di pengaruhi oleh individu-individu yang lain,
artinya bahwa dalam realitas sosial, kelompok sosial terbentuk berdasarkan
kebenaran individu yang di dalamnya terkandung pesan dan makna yang membentuk
memori bersama. Bergson membantah teori Durkheim paham objektivisme yang
mengatakan dalam interaksi individu dengan individu yang lain, membentuk
kelompok sosial yang di dalamnya terkandung pesan dan makna berupa simbol-
simbol. Artinya bahwa kebenaran tidak terletak pada seorang individu, melainkan
individu-individu yang lain yang membentuk ingatan bersama. Dari kedua pandangan
inilah Halwach menghubungkan keduanya.11
Maurice Halbwachs, mendefinisikan memori kolektif dalam bentuk
kerangka kontsruksi sosial12
, dimana ingatan adalah sesuatu yang berproses dalam
9Henri Bergson merupakan seorang filsuf Prancis yang lahir di Paris pada tahun 1859.
Ayahnya adalah seorang Yahudi dari Polandia dan ibunya bernama Anglo dari Irlandia. Banyak karya-
karya dari seorang tokoh Henri Bergsen ini, antara lain: Matière et mémoire (Materi dan ingatan) terbit
tahun 1896,Le rire (Tertawa) terbit tahun 1900, L’evolution creatice (Evolusi Kreatif) terbit tahun
1907, Durée et simultanéité (Lamanya dan keserentakan) terbit tahun 1922, Les deux sources de la
morale et de la religion (Kedua Sumber dari Moral dan Agama) terbit tahun 1932, sedang artikel-
artikelnya di kumpulkan L’énergie spirituelle (Energi Spiritual) terbit tahun 1932, La pensée et le
mouvant (Pemikiran dan Yang Bergerak) terbit tahun 1934, Ecrits et paroles (Karangan-Karangan dan
Perkataan-Perkataan) 3 jilid terbit tahun 1957-1959. 10
Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 09. 11
Maurice Halbwachs, La Memoire Collective, (Paris: Alban Michael, 1997), diterjemahkan
oleh Lewis A. 12
Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2005), 35. Penelitian ini menggunakan teori
konstruksi sosial untuk melihat realitas fenomena sosial. Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan
dari pendekatan teori fenomenologi yang pada awalnya merupakan teori filsafat yang dikembangkan
oleh Hegel, Husserl dan kemudian diteruskan oleh Schutz. Lalu, melalui Weber, fenomenologi
menjadi teori sosial yang menarik untuk digunakan sebagai alat analisis sosial. Jika teori struktural
fungsional dalam paradigma fakta sosial terlalu menyanjung peran struktur dalam mempengaruhi
perilaku manusia, maka teori tindakan terlepas dari struktur di luarnya. Manusia memiliki kebebasan
untuk mengekspresikan dirinya tanpa terikat oleh struktur dimana ia berada inilah yabg di pakai oleh
Maurice dalam menyatakan perilaku manusia.
19
konteks sosial yang diungkapkan dalam berbagai simbol-simbol. yang dapat
dipahami oleh dirinya serta menunjukan identitasnya dalam dunia sosial. Konstruksi
sosial tersebut dibentuk oleh rasa keprihatinan melainkan juga kebutuhan akan masa
kini. Memori kolektif tidak dapat berfungsi sebagai motivasi masa lalu jika hal itu
dipandang sebagai bagian terpisah dalam diri.13
Sedangkan ingatan individu bersifat terpisah-pisah (fragmentaris), sehingga
proses mengingat adalah suatu tindakan sosial. Ingatan akan utuh jika dibangkitkan
kembali melalui hubungan dengan orang lain dalam sebuah konteks sosial. Memori
kolektif sebagai konstruksi sosial sangat penting sebab memberikan tempat bagi
realitas sosial masa lalu terhadap masyarakat masa kini dalam berbagai proses waktu
dan situasi yang telah terlewati.
Berhubungan dengan memori kolektif Halbwachs menjelaskan perwujudan
ingatan sosial tersebut melalui beberapa pokok pikiran yang akan di uraikan berupa
:mimpi dan gambar ingatan ingatan dan gambar, bahasa dan ingatan, rekonstruksi
masa lalu, pelokalan kenangan, ingatan keluarga bersama dan ingatan bersama
beragama.
2.2.1. Mimpi dan Gambar Ingatan
Dalam mimpi dan gambar ingatan, Maurice menjelaskan bahwa: tidak ada
memori yang nyata dan lengkap yang muncul dalam mimpi kita seperti yang terlihat
dalam keadaan terjaga. Namun Impian kita terdiri dari fragmen ingatan yang telah
terpisah-pisah dan bercampur dengan orang lain sehingga kita bisa mengenalinya.
13
Maurice Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memo, 25.
20
Dalam mimpi kita, kita tidak menemukan sensasi sejati seperti yang kita alami saat
kita tak tidur. Sensasi semacam itu membutuhkan perhatian tingkat tertentu yang
selaras dengan tatanan hubungan alami kita dan orang lain alami. Begitupun,
rangkaian gambar dalam mimpi kita tidak akan mengandung kenangan sejati jika
tidak adanya komunikasi individu dalam konteks sosial yang melibatkan perasaan
yang dapat membentuk integritas ingatan. Hal itu di tambahkan oleh Jacet bahwa kita
tidak mampu menghidupkan kembali masa lalu kita saat kita bermimpi.14
Lebih jauh Halwachs menjelaskan bahwa mimpi dan gambar pada dasarnya
tidak pernah bersifat individu melainkan suatu proses sosial yang didalamnya tercipta
simbol-simbol yang merupakan bagian dari sosial masyarakat. Mimpi dan gambar
merupakan suatu proses sosial yang didalamnya menciptakan simbol dan gambar
yang menyimpan cerita kenangan masa lalu yang merupakan memori kolektif.
Kenyataan sesungguhnya tidak muncul dalam mimpi, melainkan hal tersebut hanya
bagian kepingan kenyataan. Mimpi bukanlah suatu kesadaran utuh yang menyatakan
suatu peristiwa yang lengkap, bagaikan sebuah contoh dengan kenyataan yang pada
hakekatnya belum tentu benar.15
Gambar dan ingatan masa lalu selalu menciptakan
simbol yang mengambarkan identitas suatu kelompok masyarakat. Karena itu
penelitian dan studi tentang mimipi berupaya untuk membuktikan apakah gambar
mimpi merupakan keseluruhan peristiwa yang terjadi dimasa lalu? Selain itu juga
apakah mimpi merupakan bagian dari sebuah sejarah yang akurat? Ataukah mimpi
14 Lih: jacet, languet que sopore (De rerum natura) Ingatan sangat lembek dan mengantuk
sehingga si pemimpi terkadang tidak ingat bahwa seseorang yang nampak hidup dalam mimpinya
sudah lama meninggal. 15
Maurice Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 41-42.
21
merupakan ingatan peristiwa masa lalu dan masa kini yang tampak melalui gambar
mimpi yang didalamnya tersirat makna dari komunitas sosial.
Melalui mimpi mengulang kembali masa lalu yang dihadirkan pada masa
kini, mimpi merupakan representasi kenangan, kenangan tersebut ditampilkan
melalui gambar dan simbol, namun symbol dan gambar dalam mimpi tidak
sepenuhnya murni dan akurat melainkan samar-samar dalam mengambarkan masa
lalu. Mimpi merupakan bagian yang tak dapat mengandung aspek kepribadian
individu, melainkan melalui mimpi segala kenangan individu dalam komunitas sosial
mendapat tempatnya supaya individu-personal dapat belajar dari dunia sosial masa
lalunya untuk membentuk dirinya pada masa sekarang.
Mengenai mimpi dan gambar Halbwash memberikan contoh seorang anak
kecil (anak usia dini) ketika dalam keadaan tidur ia bermimpi gambar dan simbol,
namun ketika ia tersadar mimpi tersebut tak dapat ia ingat, itulah representasi yang
samar-samar dari mimpi yang dibentuk oleh anak untuk menimbulkan kenangan yang
benar, mimpi yang dibentuk oleh kepribadian anak yang menjelaskan masa lalu yang
muncul melalui gambar. Kenyataannya bahwa kenangan masa lalu tidak dapat
dikembalikan melalui gambar mimpi. Hal ini membuktikan bahwa dalam mimpi
kesadaran pribadi terisolasi pada dirinya sendiri, dimana segala sesuatu serba terbatas
melalui mimpi, keterbatasan tersebut akan hilang hanya ketika tersadar, disitulah
kesadaran utuh diperoleh dalam berbagai aspek serta sistem sosial yang membentuk
diri kita.16
16
Maurice Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 42.
22
2.2.2. Bahasa Dan Ingatan
Tidak ada memori yang pada hakekatnya berada di luar kerangka kerja
manusia yang digunakan dalam interaksi sosial, dikarenakan kelompok masyarakat
menentukan, mengambil dan memperoleh ingatan mereka. Ini merupakan kesimpulan
tertentu yang ditunjukkan oleh studi tentang ingatan dan bahasa, keadaan dimana
bidang mengenai ingatan merupakan sesuatu yang paling khas dan implisit dengan
mengigat sudah merupakan proses sosial.
Ada banyak bentuk bahasa yang berbeda-beda, namun yang menarik ialah
bahasa merupakan bagian dari masyarakat, bahwa setiap orang berbicara
mengunakan bahasa untuk mengungkapkan keberadaan dirinya, dengan bahasa ia
memanifestasikan keberadaan dirinya dalam lingkungan sosial baik dalam keadaan
cemas, kesal, terhina bahkan tertekan. Ingatan terbentuk melalui dialog dalam
lingkungan sosial, seperti sebuah kenangan akan menjadi resmi dan diakui jika
berada dalam kelompok masyarakat. Dalam situasi memori kolektif, tentunya setiap
orang akan mempunyai pikiran yang berbeda-beda tentang sebuah kenangan atau
peristiwa masa lalu berupa narasi, cerita yang terjadi dalam masyarakat, namun dalam
perbedaan tersebut secara langsung telah menjadi bahasa bersama dalam menyatakan,
mengambarkan dan menjelaskan masa lalu yang terjadi. Dimana masalalu menjadi
cermin yang dihadirkan dimasa sekarang.17
17
Halbwachs dalam Bridget, Collective Memory,43.
23
Dalam ingatan yang diambil melalui pikiran seringkali terpisah-pisah. Yang
hanya dikenali melalui akal sehingga dapat dipahami. Orang yang sedang mengiggat
seringkali membedakan sesuatu tindakan pada linkungan sosial, dilain sisi seseorang
yang sedang mengigat serigkali menemukan realitas dirinya melalui lingkungan
sosial. Seseorang tidak dapat berpikir tentang masa lalunya tanpa terlebih dahulu
mengimpikannya. Akan tetapi untuk mengimpikan sesuatu seringkali terhubung
dengan ide-ide yang tunggal dari berbagai pendapat dalam lingkungan sosial. Ingatan
kolektif memori menggikat pikiran individu yang satu dengan individu yang lain
sehingga membentuk ingatan yang sangat kuat melalui simbol bahasa.18
2.2.3. Rekonstruksi Masa Lalu
Rekonstruksi masalalu merupakan kenangan masa yang telah dilewati yang
terus-menerus dikembangkan dalam hubungannya dengan diri sendiri maupun orang
lain yang dapat membentuk memori kolektif serta identitas diri secara individu
maupun kelompok sosial, individu atau kelompok masyarakat seringkali terhubung
kedalam kenangan masa lalu dikarenakan kenangan masalalu merupakan dasar
ingatan yang dapat menghubungkan masa lalu dengan masa sekarang yang
menyangkut sifat, indikasi, proposisi dan refleksi.
Contohnya buku favorit kita dimasa kecil, ketika sekarang menemukan buku
tersebut, muncul hasrat yang mendalam untuk kembali membacanya, akan tetapi
buku tersebut diketahui telah diterbitkan dalam versi yang lebih baru dengan
perubahan-perubahan pada isinya, maka dengan sendirinya akan membuat perasaan
18
Halbwachs dalam Bridget, Collective Memory, 44.
24
proposisi dan lain sebagainya sebagai bentuk dari kenangan kembali terhadap isi
buku yang dahulu dan yang sekarang, hal tersebut menyatakan bahwa proses
kenangan masa lalu dan masa sekarang tak seutuhnya sama persis.
Oleh karena itu rekonstruksi masa lalu memunculkan serta melengkapi
kenangan samar-samar untuk menghidupkan kembali ingatan masa lalu yang
tersimpan dalam memori demi tercapainya sebuah impian masa akan datang.
Kenangan tersebut tersimpan sebagai kenangan utuh dalam hidup kita, dan ini terus-
menerus hadirkan ulang, melalui hubungan yang terus-menerus diabadikan sebagai
identitas. Kenangan ini akan selalu berada dalam sistem pemikiran yang berbeda pada
masa hidup yang terus berubah.
Namun seringkali dalam merekonstruksi kenangan masa lalu mengalami
distorsi, dimana orang dewasa seringkali terbuai dalam keasyikan masa dewasanya
dan merusak masa kecilnya, tanpa mau mengigat kenangan masa kecilnya, sebab
keadaan pada masa dewasa dirasakan lebih asyik dan keadaan masa lalu dipandang
sudah tidak relevan. Menurut Bergson kemungkinan orang dewasa lebih
mengutamakan masa sekarang dibandingkan mengigat kembali masa kecilnya
dipengaruhi oleh keluarga, profesi dan exsistensi aktif dalam masyarakat.19
2.2.4. Pelokalan ingatan
Pelokalan ingatan, pelokalan ingatan merupakan bagian dari keseluruhan
ingatan-ingatan dalam kelompok sosial yang umum, dimana pikiran satu dengan yang
19
Maurice Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 47-51.
25
lain saling berhubungan, didalam kelompok sosial tersebut dengan siapa dan dimana
hubungan itu terjalin pada saat ini atau hari-hari sebelumnya, untuk dapat
mengigatnya maka kita harus mampu menempatkan posisi diri kita pada prespektif
bersama agar ingatan tersebut dapat bertahan.
Bahwa dalam kelompok sosial, individu mampu menempatkan kepentingan
orang lain menjadi kepentingan dirinya juga, dimana totalitas kenangan yang umum
dapat ditempatkan pada kelompok yang lebih kecil seperti keluarga kita, dalam
kelompok keluarga biasanya seseorang menyusun dan merekontsruksi ingatannya
serta menempatkannya dalam logika supaya menjadi kenangan bersama tanpa
membedakan sesuatu yang baru ataupun sesuatu yang lama. Dalam hal ini unsur
kesamaan ataupun kedekatan tidak memainkan peran serta saling mempengaruhi,
melainkan kenangan yang berasal dari keluarga satu dengan yang lain pasti mengacu
pada hakekat dari keluarga itu sendiri, hal-hal yang menjelaskan terjadi pelokalan
ingatan ialah dimana orang-orang dari banyak kelompok yang berbeda-beda, namun
pada saat yang bersamaan ingatan akan fakta yang terjadi dapat dipahami dan
dimengerti dalam bentuk kerja masing-masing kelompok yang pada akhirnya
menghasilkan ingatan kolektif yang berbeda.
Pada umumnya kenangan seringkali terjadi dalam bentuk sistem sosial,
dimana pikiran yang hidup seringkali terjebak pada kenangan yang sama, dalam arti
peristiwa dan kepentingan dijalani secara besama-sama tanpa kesengajaan, dimana
saling mempengaruhi serta merekonstruksi satu dengan yang lain terjadi. Hal itu
membuktikan bahwa kenangan terjadi dalam setiap individu dalam suatu kelompok,
26
namun kenangan dari masing-masing individu dalam kelompok yang lain dapat
dikaitkan dan bersangkutan.20
Namun harus disadari bahwa setiap orang memiliki kapasitas ingatan yang tak
sama, berhubung keadaan psikologi seperti tempramen, lanjut usia dan unsur
kehidupan lainnya, namun setiap bagian dari fakta dan kesan tidak sepenuhnya hilang
meskipun menyangkut (pribadi) dirinya dan orang lain yang dianggap sangat privasi,
akan tetapi pada hakekatnya ingatan tersebut bersifat abadi tergantung sejauh mana
hal tersebut dipikirkannya.
Setiap kenangan seringkali berasal dari lingkungan sosial, dimana seseorang
pada dasarnya tidak pasti dapat mengiggat kejadian masa-lalu, namun secara tidak
sadar seseorang dari luar dirinya dapat memikirkannya, hal tersebut mengambarkan
bahwa ketika kita memikirkan sesuatu maka kita telah mengiggatnya, dan pada saat
mengingat maka kita telah terhubung dalam sistem ide. Sistem ide tersebut lahir dari
kenangan individu dari satu kelompok tertentu ataupun kelompok yang lain, hal
tersebut membuktikan bahwa setiap individu ataupun kelompok yang satu dengan
yang lain terhubung dalam kerangka fakta dan momen tertentu yang mengikat
ingatan bersama.
20
Maurice Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 54-58.
27
2.2.5. Ingatan Keluarga
Ingatan keluarga bukanlah sebuah metafora, melainkan kenangan keluarga
yang berkembang pada banyak tempat yang berbeda yang terbentuk pada setiap
anggota, terlebih ketika kehidupan membuat mereka jauh, maka setiap anggota
menggigat dengan caranya sendiri-sendiri, kesadaran seperti ini tidak dapat
dihilangkan berkenan dengan satu sama lain, terlepas dari jarak yang memisahkan
maka kehidupan berjalan normal. Jika hanya mempertimbangkan memori individu,
maka kita akan gagal memahami prinsip ingatan keluarga.
Hubungan yang tercipta akan menciptakan kesan yang berturut-turut yang
mampu bertahan dalam periode lama atau singkat, akan tetapi stabilitas tersebut
tergantung pada kesadaran individu yang mengalaminya. Selanjutnya dalam keluarga
terdiri dari individu-individu yang dalam proses waktu akan mengubah kenangan
dalam keluarga menjadi serangkaian gambar-gambar yang mencerminkan perasaan
setiap anggota, terlebih dari pada itu setiap anggota terikat dalam suatu kesepakatan
untuk saling mematuhi seperti anak kepada ayah dan istri kepada suami, sehingga
hidup terus berjalan dan tradisi keluarga akan bertahan.
Dengan begitu kenyataan akan hubungan yang terjadi dalam keluarga
mampu membentuk makna yang memiliki pesan sehingga dapat di konsepsikan
sebagai suatu realitas sederhana, keintiman yang terjalin dalam setiap anggota
didasari pada perasaan saling sayang kepada orang-orang disekitar, karena itu
perasaan seperti ini tidak dapat dijelaskan, namun pada intinya memberikan
kesadaran bahwa menghormati orang yang lebih kuat dan pada siapa kita bergantung.
28
Dengan kata lain bersyukur mendapatkan pelayanan perasaan sayang dari orang-
orang disekitar kita.
Membandingkan kenyataan diatas dengan berbagai organisasi keluarga
yang lain disekitar kita, maka sudah pasti kita akan terkejut dan menemukan berbagai
macam kaitan perasaan-perasaan yang terjalin secara universal, kenyataan tersebut
secara tidak sadar telah membentuk identitas secara universal dari setiap individu-
indivu dalam keluarga akan kesadaran status dan posisinya seperti apa, akan tetapi
seringkali dalam pembentukan identitas dipengaruhi oleh garis keturunan, yang
paling dominan ialah patrilinear, dimana identitas terbentuk dari seorang ayah sebagai
laki-laki, namun sebaliknya apakah dari seorang ibu di sisi lain.
Halbwachs lebih dalam berpendapat bahwa aspek terpenting dari memori
kolektif ialah keluarga, berkaitan dengan sistem sosial masyarakat, yang
dimaksudkan dengan keluarga tidak terbatas pada keturunan darah, melainkan pada
konsepsi diri secara individu dalam realitas keterkaitan dengan individu-individu
yang lain dalam dunia sosial, sehingga terbentuklah ingatan secara kolektif yang
dapat meciptakan harapan masa depan yang lebih baik.
Geertz dalam bukunya “Mojokuto; Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa”,
mengatakan bahwa budaya adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun
dalam pengertian dimana individu-individu mendefinisikan dunianya, menyatakan
perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya, suatu pola makna yang
ditransmisikan melaluimasa lalu, diwujudkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui
sarana dimana orang-orang mengkomunikasikan, mengabdikan, dan mengembangkan
29
pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik maka haruslah
dibaca, diterjemahkan dan diinterpretasikan.21
Contohnya pekerja sosial, Menurutnya memori kolektif yang membentuk
identitas sosial kelas pekerja dibentuk oleh kondisi kelas pekerja sendiri dalam
kesehariannya yang selama bertahun-tahun kekurangan ekonomis. Akibatnya pekerja
tidak bisa hidup dalam keadaan yang sejahtera. Kenyataan seperti ini menciptakan
Ingatan akan kesadaran akan kerendahan diri dalam keadaan tersebut. Pekerjaan
dalam bentuk seperti itu memberikan indikasi bahwa realitas dunia sosial
memberikan ingatan baru bagi setiap individu, dalam memaknai identitasnya sebagai
individu dalam keluarga inti serta keberadaannya dalam dunia sosial.
Secara umum dalam keluarga ada adat-istiadat dan cara berpikir tertentu
yang pada hakekatnya mengambarkan kultus atau kepercayaannya yang melibatkan
rasa kebebasan tanpa indikasi memaksakan atau mengatur, setiap anggota dalam
keluarga mempunyai bentuk perayaannya sendiri-sendiri, bahkan hari-hari raya
tertentu agamanya yang didalamnya mengajarkan bahkan diajarkan, maka itu ritual,
syarat, doa dan nyanyian merupakan bagian terpenting dan sangat fundamental yang
menjadi warisan suci dalam keluarga yang tak dapat dibagikan atau diungkapkan
kepada orang asing.
Dalam masyarakat, gaya hidup petani dibedakan dari pekerjaan, dan itu
dilakukan dalam kerangka domestik, pertanian, kandang dan gudang tetap berada
21
Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011) 154.
30
dalam fokus keluarga, oleh karena itu sangat wajar bahwa keluarga dan tanah
bagaikan bagian yang tak terpisahkan dan saling terkait, karena kaum petani
keseharian berada ditanah maka representasi dari tanah terukir dalam benar setiap
anggotannya dengan segala ikatan khusus.
Selama hidup, kita terlibat dalam waktu yang bersamaan baik dalam
keluarga inti maupun dengan keluarga dalam kelompok lain, melaluinya kita
memperluas ingatan keluarga kita, atau dengan kata lain, menempatkan ingatan
keluarga kita dalam kerangka dimana masyarakat kita mengambil masa lalunya,
artinya mempertimbangkan keluarga kita dari sudut pandang kelompok lain atau
sebaliknya, untuk mengabungkan persamaan ingatan dengan cara berpikir, sudut
pandang kita, prinsip serta penilaian kita.
Ketika berada dalam dunia luar, sebaiknya kita meninggalkan dunia
intim,focus ingatan ditempatkan pada keberadaan diri sekarang, maka hidup
terbentuk melalui hubungan dengan orang lain, sehingga cerita menjadi milik
bersama, tentunya akan melalui proses gangguan dari orang lain, akan tetapi harus
dipahami hal ini merupakan bentuk dari kehidupan, namun pada akhirnya kita
mampu memainkan peran ganda, baik individu (personal) ataupun keberadaan dalam
masyarakat, maka otomatis kita akan menerima ingatan dan cara mengigat
masyarakat,ini merupakan bentuk dari evolusi setiap orang dalam masyarakat,
sehingga jadi diri sebenarnya tidak menjadi milik sendiri melainkan milik bersama,
bentuk seperti ini mengindikasikan titik tertinggi dalam hidup.
31
Harus dimengerti, sebuah keluarga harus mempunyai kesadaran, bahwa
untuk dapat memenuhi segala kebutuhannya ia harus menyesuaikan keberadaan
dirinya dalam lingkungan sosial, dimana ia harus hidup bersama dalam tradisi
kelompok lain, bentuk seperti ini merupakan logika umum dalam masyarakat, maka
ingatannya diperkaya dari hari ke hari, namun perlu di pahami bahwa pada umumnya
setiap keluarga inti mempunyai logika dan tardisi yang mirip dengan masyarakat pada
umumnya. Tetapi logika dan tradisi-tradisi ini tetap berbeda karena sedikit demi
sedikit dikelompokkan oleh pengalaman khusus keluarga dan peran mereka akan
semakin memastikan kohesi keluarga untuk menjamin kontinuitasnya.22
2.2.6. Memori Keagamaan
Menurut Halbwachs dinamika perubahan sosial akan terus terjadi dalam
bentuk periode yang tak dapat di tebak, hal tersebut diciptakan oleh manusia yang
pada hakekatnya sebagai makhluk sosial, dalam setiap kebutuhan motif dan hidup
yang merekatkannya pada lingkungan di sekitarnya. Dimana melalui proses tersebut
terbentuklah ingatan bersama dalam suatu masyarakat, sehingga menciptakan hukum-
hukum yang tujuannya mengatur setiap dinamika perubahan sosial.
Hakekat dari ingatan kolektif suatu masyarakat yang di tampil oleh
Halbwachs melalui studi terhadap orang-orang kristen, proses ingatan bersama dalam
masyarakat Kristen terbentuk melalui Alkitab sebagai kitab suci bersama yang
menjadi hukum dalam mengatur setiap perubahan dalam dinamika sosial. Bentuk
ingatan bersama dari orang-orang kristen, juga termanifestasi dalam symbol-simbol
22
Maurice Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory,54-83.
32
berupa ukiran dan gambar-gambar yang banyak di jumpai dalam tempat peribadatan
(gereja). Keseluruhan ingatan yang terbentuk seperti ini tak hanya sebatas intuisi
melainkan sebuah rasa yang paling dalam (iman) yang terwujud dalam bentuk
keyakinan yang sakral.
Bagi Halbwachs memori kolektif merupakan unsur terpenting dalam dunia
sosial, karena pada dasarnya ingatan bersama mendapat ruang dalam setiap keadaan,
yang melaluinya menciptakan struktur masyarakat yang memiliki solidaritas yang
kuat (bersatu dan bersama) yang pada akhirnya menciptakan identitas diri sebagai
Orang kristen. Ingatan seperti ini tidak hanya terbatas pada ingatan bersama akan
keyakinan namun lebih dari pada itu, adanya unsur-unsur yang sangat fundamental
dari keyakinan akan Alkitab, bahwa didalamnya terkandung sebuah harapan besar
yang mencakup keseluruhan anggota.
Dalam segala bentuk ingatan yang terwujud dalam hari raya besar Agama
kristen (Natal, Paskah, Perjamuan, Babtis dan lain-lain) orang kristen membentuk
ingatan masa lalu bersama bahwa terciptanya momen-momen tersebut, lahir dari
konteks Israel, dimana Israel merupakan titik dasar perkembangan keyakinan mereka,
hal ini dipandang tidak terbatas hanya kepada Israel saja, melainkan lebih dari itu,
perayaan momen tersebut menjadi symbol identitas dalam kepelbagaian masyarakat.
namun Halbwachs kembali menggigatkan bahwa ingatan kolektif masa lalu tak dapat
dimutlakan menjadi kebenaran bersama, melainkan menjadikannya harapan wujud
masa depan bersama yang lebih baik.23
23
Maurice Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 147-148.
33
2.3. Tradisi Lisan
Bahasa lisan yang digunakan oleh masyarakat tradisoinal yang belum
mengenal tulisan, ingin menegaskan bahwa, bukan berarti dalam keseharian
kehidupan mereka tidak mampu untuk merekam dan mewariskan pengalaman hidup
yang di dalamnya terkandung nilai-nilai fundamental yang mengatur totalitas
keberadaannya melalui tradisi lisan, diartinya bahwa Tradisi lisan sebagai kebiasaan
atau adat-istiadat yang berkembang dalam suatu komunitas masyarakat yang direkam
dan diwariskan dari generasi ke generasi melalui bahasa lisan. Dalam tradisi lisan
terkandung kejadian-kejadian sejarah, adat istiadat, cerita, dongeng, peribahasa, lagu,
mantra, nilai moral, dan nilai religious. Tetapi juga makna-makna simbolik yang
menyatakan watak, suasana, hati, situasi dari peeristiwa serta hubungan antar peran
individu dalam kelompok.24
. Kata “tradisi” berasal dari bahasa Latin traditio, sebuah nomina yang
dibentuk dari kata kerja traderereatau trader‘mentransmisi, menyampaikan, atau
mengamankan. Sebagai nomina, kata traditio berarti kebiasaan yang disampaikan
dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam waktu yang cukup lama sehingga
kebiasaan itu menjadi bagian dari kehidupan suatu komunitas sosial.
Terdapat tiga bentuk tradisi. Pertama: tradisi merupakan kebiasaan (lore) dan
sekaligus proses (process) kegiatan milik bersama suatu komunitas. Pengertian ini
24
Pudentia Mpps. Metodologi Kajian Tradisi Lisan, ( Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia 2015 ), 10.
34
mengimplikasikan bahwa tradisi itu memiliki makna kontinuitas (keberlanjutan),
materi, adat, dan ungkapan verbal sebagai milik kolektif yang diteruskan untuk
dipraktikkan dalam kelompok suatu masyarakat.
Kedua: tradisi merupakan sesuatu yang menciptakan dan mengukuhkan suatu
identitas. Memilih tradisi memperkuat nilai dan keyakinan pembentukan kelompok
komunitas. Ketika terjadi proses kepemilikan tradisi, maka pada saat itulah tradisi
menciptakan dan mengukuhkan rasa identitas kelompok.
Ketiga: tradisi merupakan sesuatu yang dikenal serta diakui oleh kelompok
tersebut sebagai tradisi bersama. Sisi lain menciptakan dan mengukuhkan identitas
dengan bentuk berpartisipasi dalam suatu tradisi, bahwa tradisi itu sendiri harus
dikenal dan diakui sebagai sesuatu yang bermakna oleh kelompok itu. Sepanjang
kelompok masyarakat mengklaim tradisi itu sebagai miliknya dan berpartisipasi
dalam tradisi itu, hal itu memperbolehkan mereka berbagi bersama atas nilai dan
keyakinan yang merupakan dasar kesepakatan bersama yang penting bagi mereka.25
Pengertian “lisan” pada tradisi lisan mengacu pada proses artikulasi
penyampaian sebuah tradisi dengan media lisan. Tradisi lisan bukan berarti tradisi
tanpa unsur-unsur verbal saja, melainkan penyampaian tradisi itu secara turun-
temurun secara lisan. Dengan demikian, tradisi lisan terdiri atas tradisi yang
mengandung unsur-unsur verbal, sebagian verbal (partly verbal), atau nonverbal
25
Sibarani, Robert. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan ( Jakarta :
Asosiasi Tradisi Lisan 2003 ), 44.
35
(non-verbal). Konsep “tradisi lisan” mengacu pada tradisi yang disampaikan secara
turun-temurun atau satu generasi ke generasi lain dengan media lisan melalui “mulut
ke telinga atau tutur” .Tradisi lisan, terutama tradisi yang memiliki unsur-unsur verbal
seperti tradisi bermantra, bercerita rakyat, berteka-teki, berpidato adat, berpantun,
berdoa, dan permainan rakyat yang disertai nyanyian dapat dikaji dari pendekatan
antropolinguistik
Tradisi lisan yang tidak terdiri atas unsur-unsur verbal seperti proses
arsitektur, pengobatan tradisional, penampilan tari, bertenun, permainan rakyat, dan
bercocok tanam tradisional dapat dikaji secara antropolinguistik dengan menjelaskan
proses komunikatif tradisi-tradisi itu dari satu generasi kepada generasi lain.
Berdasarkan tiga pusat perhatian (performansi, indeksikalitas, partisipasi) dan tiga
parameter antropolinguistik (keterhubungan, kebernilaian, keberlanjutan) tersebut di
atas, tradisi lisan sebagai penggunaan bahasa yang memadukan keseluruhan ekspresi
linguistik bersama dengan aspek-aspek sosio-kultural merupakan objek kajian yang
menarik dan bermanfaat dengan pendekatan antropolinguistik. Kajian
anropolinguistik seperti ini tidak hanya menjelaskan proses penggunaan bahasa
secara liguistik, tetapi juga mengungkapkan nilai budaya tradisi lisan itu secara
antropologis.26
Jadi dapat dikatakan tradisi lisan mengacu pada sebuah proses dan hasil dari
proses itu. Hasilnya berupa pesan-pesan lisan terdahulu, yang setidaknya satu
generasi. Proses tersebut menciptakan pesan yang didapat dalam bentuk perkataan
26
Sibarani, Robert. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan, 47.
36
mulut ke mulut. Manusia setiap kali berbicara maka pesan-pesan dihasilkan dan
pesan itu kemungkinan akan diulangi dalam jumlah yang tak terbatas pada konteks
yang mendorong manusia untuk berbicara kepada manusia yang lain. Inti dari pesan
tersebut mengandung nilai yang esensi, sehingga isi dari pesan itu akan selalu diulang
dan hal tersebut tidak hanya berasal dari masa lalu saja melainkan masa kini yang
menandakan suatu masa akan datang.27
27
Lih Bab 1 hal 5-6.