bab ii memori kolektif dan tradisi lisan...

24
13 BAB II MEMORI KOLEKTIF DAN TRADISI LISAN Pengantar Pendidikan Adat Kambik merupakan budaya asli Suku Moi yang mendiami Kota Sorong (Provinsi Papua). Kambik merupakan pendidikan adat yang didalamnya terkandung sistem nilai dan norma tentang hakekat keberadaan manusia dalam hubungan dengan sesamanya, alam dan yang ilahi, selain itu dalam Pendidikan Adat Kambik terkandung nilai-norma kekeluargaan, kedamaian dan keadilan guna mengatur seluruh kehidupan suku Moi. Namun seiring perkembangan zaman Pendidikan Adat Kambik sudah tidak lagi dilaksanakan sekarang, dikarenakan pengaruh external (globalisasi) 1 yang menyebabkan pendidikan tersebut hilang. Dengan hilangnya Pendidikan Adat Kambik, maka terciptanya kesenjangan sosial dan rawan konflik dalam masyarakat Moi maupun masyarakat diluarnya. Oleh sebab itu, penulis merasa perlu untuk mengkaji tentang Pendidikan Adat Kambik. Penulis meyakini bahwa ingatan-ingatan berupa pengetahuan tentang pendidikan Kambik masih hidup. Karena itu penulis tertarik untuk meneliti salah satu budaya yang telah pudar guna mengangkat kembali nilai kekayaan budaya yang menjadi pedoman nilai dimasa lalu untuk dijalankan dimasa sekarang. Maka itu, penulis akan mengunakan dan menguraikan tentang memori kolektif menurut para ahli dan akan di pertegas dengan memori kolektif menurut Maurice Halbwach, La Memoire Collective, bahasa Prancis yang diterjemahkan oleh Lewis A. Coser, ke 1 Lihat bab 1 hal 1.

Upload: trinhtu

Post on 30-Apr-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

13

BAB II

MEMORI KOLEKTIF DAN TRADISI LISAN

Pengantar

Pendidikan Adat Kambik merupakan budaya asli Suku Moi yang mendiami

Kota Sorong (Provinsi Papua). Kambik merupakan pendidikan adat yang didalamnya

terkandung sistem nilai dan norma tentang hakekat keberadaan manusia dalam

hubungan dengan sesamanya, alam dan yang ilahi, selain itu dalam Pendidikan Adat

Kambik terkandung nilai-norma kekeluargaan, kedamaian dan keadilan guna

mengatur seluruh kehidupan suku Moi. Namun seiring perkembangan zaman

Pendidikan Adat Kambik sudah tidak lagi dilaksanakan sekarang, dikarenakan

pengaruh external (globalisasi)1 yang menyebabkan pendidikan tersebut hilang.

Dengan hilangnya Pendidikan Adat Kambik, maka terciptanya kesenjangan sosial dan

rawan konflik dalam masyarakat Moi maupun masyarakat diluarnya.

Oleh sebab itu, penulis merasa perlu untuk mengkaji tentang Pendidikan Adat

Kambik. Penulis meyakini bahwa ingatan-ingatan berupa pengetahuan tentang

pendidikan Kambik masih hidup. Karena itu penulis tertarik untuk meneliti salah satu

budaya yang telah pudar guna mengangkat kembali nilai kekayaan budaya yang

menjadi pedoman nilai dimasa lalu untuk dijalankan dimasa sekarang. Maka itu,

penulis akan mengunakan dan menguraikan tentang memori kolektif menurut para

ahli dan akan di pertegas dengan memori kolektif menurut Maurice Halbwach, La

Memoire Collective, bahasa Prancis yang diterjemahkan oleh Lewis A. Coser, ke

1 Lihat bab 1 hal 1.

14

dalam bahasa Inggris On Collective Memory. Mengapa penulis tertarik untuk

mengunakan memori kolektif Maurice Halbwach, karena berbagai macam teori

memori kolektif. Halbwach lebih menekankan aspek makna dan nilai yang

terkandung dari ingatan bersama kelompok sosial, khususnya masyarakat tradisional

dengan tradisi dan adat istiadatnya, tetapi juga juga Halbwach memfokuskan pada

peran kelompok (kolektif) sehingga memori bersama tersebut terbentuk. Dalam

pandangan Maurice tentunya tidak berdiri sendiri, melainkan ia di pengaruhi oleh

tokoh-tokoh besar pada zamannya dan sebelumnya, seperti Emiel Durkheim dan

Henri Bergson. Karena ituuntuk melengkapinya menjadi satu kesatuan dalam

bahasan, maka penulis juga akan mengunakan teori tradisi lisan, jadi dapat

disimpulkan dalam bab ini bahwa memori kolektif Pendidikan Adat Kambik

merupakan tradisi lisan Suku Moi.

2.1. Pengertian Memori Kolektif

Memori kolektif merupakan dua kalimat yang mengandung makna yang

berbeda, memori dapat dipahami sebagai ingatan yang didalamnya tersimpan

segudang pengetahuan dan pengetahuan tersebut hanya dapat diingat oleh orang yang

pernah mengalaminya. Sedangkan kolektif ialah bersama atau lebih dari satu,

manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial karena itu manusia tidak dapat hidup

sendiri ia memerlukan orang lain, itulah yang disebut kolektif. Jadi memori kolektif

ialah gabungan dari ingatan dan kesadaran bersama dari suatu kelompok yang

didalamnya bertindak dan berlaku bersama. Tetapi istilah memori kolektif kerapkali

dipersandingkan dengan memori individu atau personal namun semua istilah ini pada

15

dasarnya bersumber pada lintas ilmu disipliner yang baru berkembang pada abad ke

20 dan disebut sebagai studi memori yang perkembangannya menjadi industry

memori.2

Filsuf pertama yang berbicara mengenai memori kolektif adalah Henri

Bergson, ia mendefinisikan memori kolektif sebagai sebuah gudang yang berisikan

beragam bentuk ide dan informasi, dimana ingatan adalah suatu proses dialektis

antara tubuh manusia dan peristiwa yang dialaminya, lebih dari itu ingatan adalah

hubungan antara pikiran dan materi. Hal tersebut ditambahkan oleh Fowler dengan

konsep “persepsi” bahwa segala bentuk informasi yang diterima dari dunia luar akan

disaring melalui gambaran ingatan dari masa lalu, didalam pusat visual dari ingatan

didalam otak.3 Jadi dapat disimpulkan bahwa pemikiran Bergson dan Fowler

bagaikan penghubung antara paham subyektifisme dan obyektifisme. Subyektifisme

artinya ingatan hanya dimengerti oleh orang yang mengalaminya dan tidak

terpengaruhi dari orang diluar dirinya, sementara obyektifisme mengatakan bahwa

ingatan bagaikan cermin dari dunia diluar diri manusia, ingatan bagaikan sebuah film

yang mengulang suatu kejadian yang pernah terjadi diluar diri manusia.

Pemikir berikutnya yang coba mengembangkan memori kolektif ialah Walter

Benjamin, dua konsep yang ditawarkan oleh Walter, pertama: memori kolektif

bagaikan cerita masa lalu yang telah menyatu dalam tradisi. Kedua: pengalaman

2 Tinjauan lebih mendalam baca misalnya karya Fentress dan Wichman, Sosial Memory;

Jeffrey K. Olick dan Joyce Robbins, Social Memory Studies From Collective Memory to the Historical

Sociology of Mnemonic Practices, Annul Review of Sociology 24 (1998). 3 Fowler, The Obituary as Collective Memory (London : Roudledge, 2007), 26.

16

hidup yang sungguh terjadi dimasa lalu.4 Baginya cerita masa lalu biasanya tersirat

cerita rakyat yang bertujuan memberikan nilai-nilai moral yang hendak diajarkan

kegenerasi berikutnya. Cerita tersebut menjadi bermakna karena terdapat

kebijaksanaan di dalamnya, dan hal tersebut perlu diwariskan dan ditafsirkan oleh

generasi akan datang. Didalam cerita-cerita masa lalu yang terkandung nilai, moral

dan kebijaksanaan ingatan kolektif turut memainkan peran penting dalam

memberikan makna dan konteks.jadi dapat di simpulkan Ingatan kolektif turut

memberikan identitas bagi suatu kelompok masyarakat tertentu.5

Sedangkan Paul Ricoeur menyatakan: bahwa memori kolektif selalu hidup

dalam distorsi atau gangguan, baik pada individu maupun kelompok. Ia memberikan

contoh seperti seorang pahlawan yang hidup dimasa lalu selalu digambarkan penuh

keagungan identik berlebihan kalau dipandang pada masa sekarang. Bagi Ricoeur

kecenderungan seperti ini selalu memiliki distorsi dan tak pernah akurat sesuai fakta

yang telah terjadi, jadi menurutnya memori kolektif merupakan suatu distorsi, oleh

karena itu ingatan bersama tidak boleh dimutlakan. Karena ingatan yang dimutlakan

berindikasi menipu, karena ingatan pada dasarnya adalah ingatan yang terhambat atau

manipulasi.6

Berbeda dengan Emile Durkheim dalam memahami konsep ingatan,

memposisikan kolektif dalam komunitas masyarakat disebutnya sebagai fakta sosial.

4 Fowler, The Obituary as Collective Memory, 30.

5 Fowler, The Obituary as Collective Memory, 90.

6 in thus supplying factual materials which can be interpreted through a wider socio historical

perspective these exemplary intances contribute a vital resource for actively shaping and demystifying

collective memory, baca Eiland dan Jennings 2002, 66-143.

17

Bagi Durkheim, makna simbolik dalam suatu masyarakat lahir melalui interaksi

setiap individu yang hadir dengan dalam berbagai bentuk simbol-simbol, kemudian

masing-masing individu tersebut menggunakannya sebagai proses berinteraksi

dengan individu lain sehingga menciptakan kolektivitas. Hal itu menyatakan

keberadaan individu secara utuh dalam exsistensinya, dan meleburkan diri dalam

komunitas dengan simbol kolektif. Simbol itu kemudian diteruskan ke generasi

selanjutnya melalui ingatan bersama dalam waktu tertentu, sehingga membentuk

struktur ingatan kolektif.7

2.2. Memori Kolektif dalam Prespektif Maurice Halbwachs

Halbwachs lahir di Reims pada tahun 1877. Keluarganya beragama Katolik

asal Alsatian, ayahnya seorang guru bahasa Jerman, namun telah meninggalkan

Alsace setelah dianeksasi oleh Jerman sebagai akibat dari perang Franco-Prusia pada

tahun 1871. Halbwachs merupakan murid dari Bergson dan Emil Durkheim yang

mengembangkan studi tentang memori kolektif. Halbwach adalah sosiolog Prancis

pertama, yang menanggapi pentingnya ilmuwan asing seperti Weber, Pareto, Veblen,

dan Schumpeter, ia mencurahkan esai ilmiah yang panjang, sehingga membantu

koleganya di Prancis untuk mengatasi persoalan paroki terhadap bentuk intelektual

mereka.8

7 Bridget, The Obituary as Collective Memory, 31.

8 Maurice Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 1.

18

Halbwach pada awalnya merupakan seorang filsuf di bawah pengaruh

Bergson9 dengan paham subjektivisme

10 yang mengatakan bahwa kebenaran hanya

terletak pada seorang individu tanpa di pengaruhi oleh individu-individu yang lain,

artinya bahwa dalam realitas sosial, kelompok sosial terbentuk berdasarkan

kebenaran individu yang di dalamnya terkandung pesan dan makna yang membentuk

memori bersama. Bergson membantah teori Durkheim paham objektivisme yang

mengatakan dalam interaksi individu dengan individu yang lain, membentuk

kelompok sosial yang di dalamnya terkandung pesan dan makna berupa simbol-

simbol. Artinya bahwa kebenaran tidak terletak pada seorang individu, melainkan

individu-individu yang lain yang membentuk ingatan bersama. Dari kedua pandangan

inilah Halwach menghubungkan keduanya.11

Maurice Halbwachs, mendefinisikan memori kolektif dalam bentuk

kerangka kontsruksi sosial12

, dimana ingatan adalah sesuatu yang berproses dalam

9Henri Bergson merupakan seorang filsuf Prancis yang lahir di Paris pada tahun 1859.

Ayahnya adalah seorang Yahudi dari Polandia dan ibunya bernama Anglo dari Irlandia. Banyak karya-

karya dari seorang tokoh Henri Bergsen ini, antara lain: Matière et mémoire (Materi dan ingatan) terbit

tahun 1896,Le rire (Tertawa) terbit tahun 1900, L’evolution creatice (Evolusi Kreatif) terbit tahun

1907, Durée et simultanéité (Lamanya dan keserentakan) terbit tahun 1922, Les deux sources de la

morale et de la religion (Kedua Sumber dari Moral dan Agama) terbit tahun 1932, sedang artikel-

artikelnya di kumpulkan L’énergie spirituelle (Energi Spiritual) terbit tahun 1932, La pensée et le

mouvant (Pemikiran dan Yang Bergerak) terbit tahun 1934, Ecrits et paroles (Karangan-Karangan dan

Perkataan-Perkataan) 3 jilid terbit tahun 1957-1959. 10

Bertens, K. Filsafat Barat Abad XX. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 09. 11

Maurice Halbwachs, La Memoire Collective, (Paris: Alban Michael, 1997), diterjemahkan

oleh Lewis A. 12

Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2005), 35. Penelitian ini menggunakan teori

konstruksi sosial untuk melihat realitas fenomena sosial. Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan

dari pendekatan teori fenomenologi yang pada awalnya merupakan teori filsafat yang dikembangkan

oleh Hegel, Husserl dan kemudian diteruskan oleh Schutz. Lalu, melalui Weber, fenomenologi

menjadi teori sosial yang menarik untuk digunakan sebagai alat analisis sosial. Jika teori struktural

fungsional dalam paradigma fakta sosial terlalu menyanjung peran struktur dalam mempengaruhi

perilaku manusia, maka teori tindakan terlepas dari struktur di luarnya. Manusia memiliki kebebasan

untuk mengekspresikan dirinya tanpa terikat oleh struktur dimana ia berada inilah yabg di pakai oleh

Maurice dalam menyatakan perilaku manusia.

19

konteks sosial yang diungkapkan dalam berbagai simbol-simbol. yang dapat

dipahami oleh dirinya serta menunjukan identitasnya dalam dunia sosial. Konstruksi

sosial tersebut dibentuk oleh rasa keprihatinan melainkan juga kebutuhan akan masa

kini. Memori kolektif tidak dapat berfungsi sebagai motivasi masa lalu jika hal itu

dipandang sebagai bagian terpisah dalam diri.13

Sedangkan ingatan individu bersifat terpisah-pisah (fragmentaris), sehingga

proses mengingat adalah suatu tindakan sosial. Ingatan akan utuh jika dibangkitkan

kembali melalui hubungan dengan orang lain dalam sebuah konteks sosial. Memori

kolektif sebagai konstruksi sosial sangat penting sebab memberikan tempat bagi

realitas sosial masa lalu terhadap masyarakat masa kini dalam berbagai proses waktu

dan situasi yang telah terlewati.

Berhubungan dengan memori kolektif Halbwachs menjelaskan perwujudan

ingatan sosial tersebut melalui beberapa pokok pikiran yang akan di uraikan berupa

:mimpi dan gambar ingatan ingatan dan gambar, bahasa dan ingatan, rekonstruksi

masa lalu, pelokalan kenangan, ingatan keluarga bersama dan ingatan bersama

beragama.

2.2.1. Mimpi dan Gambar Ingatan

Dalam mimpi dan gambar ingatan, Maurice menjelaskan bahwa: tidak ada

memori yang nyata dan lengkap yang muncul dalam mimpi kita seperti yang terlihat

dalam keadaan terjaga. Namun Impian kita terdiri dari fragmen ingatan yang telah

terpisah-pisah dan bercampur dengan orang lain sehingga kita bisa mengenalinya.

13

Maurice Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memo, 25.

20

Dalam mimpi kita, kita tidak menemukan sensasi sejati seperti yang kita alami saat

kita tak tidur. Sensasi semacam itu membutuhkan perhatian tingkat tertentu yang

selaras dengan tatanan hubungan alami kita dan orang lain alami. Begitupun,

rangkaian gambar dalam mimpi kita tidak akan mengandung kenangan sejati jika

tidak adanya komunikasi individu dalam konteks sosial yang melibatkan perasaan

yang dapat membentuk integritas ingatan. Hal itu di tambahkan oleh Jacet bahwa kita

tidak mampu menghidupkan kembali masa lalu kita saat kita bermimpi.14

Lebih jauh Halwachs menjelaskan bahwa mimpi dan gambar pada dasarnya

tidak pernah bersifat individu melainkan suatu proses sosial yang didalamnya tercipta

simbol-simbol yang merupakan bagian dari sosial masyarakat. Mimpi dan gambar

merupakan suatu proses sosial yang didalamnya menciptakan simbol dan gambar

yang menyimpan cerita kenangan masa lalu yang merupakan memori kolektif.

Kenyataan sesungguhnya tidak muncul dalam mimpi, melainkan hal tersebut hanya

bagian kepingan kenyataan. Mimpi bukanlah suatu kesadaran utuh yang menyatakan

suatu peristiwa yang lengkap, bagaikan sebuah contoh dengan kenyataan yang pada

hakekatnya belum tentu benar.15

Gambar dan ingatan masa lalu selalu menciptakan

simbol yang mengambarkan identitas suatu kelompok masyarakat. Karena itu

penelitian dan studi tentang mimipi berupaya untuk membuktikan apakah gambar

mimpi merupakan keseluruhan peristiwa yang terjadi dimasa lalu? Selain itu juga

apakah mimpi merupakan bagian dari sebuah sejarah yang akurat? Ataukah mimpi

14 Lih: jacet, languet que sopore (De rerum natura) Ingatan sangat lembek dan mengantuk

sehingga si pemimpi terkadang tidak ingat bahwa seseorang yang nampak hidup dalam mimpinya

sudah lama meninggal. 15

Maurice Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 41-42.

21

merupakan ingatan peristiwa masa lalu dan masa kini yang tampak melalui gambar

mimpi yang didalamnya tersirat makna dari komunitas sosial.

Melalui mimpi mengulang kembali masa lalu yang dihadirkan pada masa

kini, mimpi merupakan representasi kenangan, kenangan tersebut ditampilkan

melalui gambar dan simbol, namun symbol dan gambar dalam mimpi tidak

sepenuhnya murni dan akurat melainkan samar-samar dalam mengambarkan masa

lalu. Mimpi merupakan bagian yang tak dapat mengandung aspek kepribadian

individu, melainkan melalui mimpi segala kenangan individu dalam komunitas sosial

mendapat tempatnya supaya individu-personal dapat belajar dari dunia sosial masa

lalunya untuk membentuk dirinya pada masa sekarang.

Mengenai mimpi dan gambar Halbwash memberikan contoh seorang anak

kecil (anak usia dini) ketika dalam keadaan tidur ia bermimpi gambar dan simbol,

namun ketika ia tersadar mimpi tersebut tak dapat ia ingat, itulah representasi yang

samar-samar dari mimpi yang dibentuk oleh anak untuk menimbulkan kenangan yang

benar, mimpi yang dibentuk oleh kepribadian anak yang menjelaskan masa lalu yang

muncul melalui gambar. Kenyataannya bahwa kenangan masa lalu tidak dapat

dikembalikan melalui gambar mimpi. Hal ini membuktikan bahwa dalam mimpi

kesadaran pribadi terisolasi pada dirinya sendiri, dimana segala sesuatu serba terbatas

melalui mimpi, keterbatasan tersebut akan hilang hanya ketika tersadar, disitulah

kesadaran utuh diperoleh dalam berbagai aspek serta sistem sosial yang membentuk

diri kita.16

16

Maurice Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 42.

22

2.2.2. Bahasa Dan Ingatan

Tidak ada memori yang pada hakekatnya berada di luar kerangka kerja

manusia yang digunakan dalam interaksi sosial, dikarenakan kelompok masyarakat

menentukan, mengambil dan memperoleh ingatan mereka. Ini merupakan kesimpulan

tertentu yang ditunjukkan oleh studi tentang ingatan dan bahasa, keadaan dimana

bidang mengenai ingatan merupakan sesuatu yang paling khas dan implisit dengan

mengigat sudah merupakan proses sosial.

Ada banyak bentuk bahasa yang berbeda-beda, namun yang menarik ialah

bahasa merupakan bagian dari masyarakat, bahwa setiap orang berbicara

mengunakan bahasa untuk mengungkapkan keberadaan dirinya, dengan bahasa ia

memanifestasikan keberadaan dirinya dalam lingkungan sosial baik dalam keadaan

cemas, kesal, terhina bahkan tertekan. Ingatan terbentuk melalui dialog dalam

lingkungan sosial, seperti sebuah kenangan akan menjadi resmi dan diakui jika

berada dalam kelompok masyarakat. Dalam situasi memori kolektif, tentunya setiap

orang akan mempunyai pikiran yang berbeda-beda tentang sebuah kenangan atau

peristiwa masa lalu berupa narasi, cerita yang terjadi dalam masyarakat, namun dalam

perbedaan tersebut secara langsung telah menjadi bahasa bersama dalam menyatakan,

mengambarkan dan menjelaskan masa lalu yang terjadi. Dimana masalalu menjadi

cermin yang dihadirkan dimasa sekarang.17

17

Halbwachs dalam Bridget, Collective Memory,43.

23

Dalam ingatan yang diambil melalui pikiran seringkali terpisah-pisah. Yang

hanya dikenali melalui akal sehingga dapat dipahami. Orang yang sedang mengiggat

seringkali membedakan sesuatu tindakan pada linkungan sosial, dilain sisi seseorang

yang sedang mengigat serigkali menemukan realitas dirinya melalui lingkungan

sosial. Seseorang tidak dapat berpikir tentang masa lalunya tanpa terlebih dahulu

mengimpikannya. Akan tetapi untuk mengimpikan sesuatu seringkali terhubung

dengan ide-ide yang tunggal dari berbagai pendapat dalam lingkungan sosial. Ingatan

kolektif memori menggikat pikiran individu yang satu dengan individu yang lain

sehingga membentuk ingatan yang sangat kuat melalui simbol bahasa.18

2.2.3. Rekonstruksi Masa Lalu

Rekonstruksi masalalu merupakan kenangan masa yang telah dilewati yang

terus-menerus dikembangkan dalam hubungannya dengan diri sendiri maupun orang

lain yang dapat membentuk memori kolektif serta identitas diri secara individu

maupun kelompok sosial, individu atau kelompok masyarakat seringkali terhubung

kedalam kenangan masa lalu dikarenakan kenangan masalalu merupakan dasar

ingatan yang dapat menghubungkan masa lalu dengan masa sekarang yang

menyangkut sifat, indikasi, proposisi dan refleksi.

Contohnya buku favorit kita dimasa kecil, ketika sekarang menemukan buku

tersebut, muncul hasrat yang mendalam untuk kembali membacanya, akan tetapi

buku tersebut diketahui telah diterbitkan dalam versi yang lebih baru dengan

perubahan-perubahan pada isinya, maka dengan sendirinya akan membuat perasaan

18

Halbwachs dalam Bridget, Collective Memory, 44.

24

proposisi dan lain sebagainya sebagai bentuk dari kenangan kembali terhadap isi

buku yang dahulu dan yang sekarang, hal tersebut menyatakan bahwa proses

kenangan masa lalu dan masa sekarang tak seutuhnya sama persis.

Oleh karena itu rekonstruksi masa lalu memunculkan serta melengkapi

kenangan samar-samar untuk menghidupkan kembali ingatan masa lalu yang

tersimpan dalam memori demi tercapainya sebuah impian masa akan datang.

Kenangan tersebut tersimpan sebagai kenangan utuh dalam hidup kita, dan ini terus-

menerus hadirkan ulang, melalui hubungan yang terus-menerus diabadikan sebagai

identitas. Kenangan ini akan selalu berada dalam sistem pemikiran yang berbeda pada

masa hidup yang terus berubah.

Namun seringkali dalam merekonstruksi kenangan masa lalu mengalami

distorsi, dimana orang dewasa seringkali terbuai dalam keasyikan masa dewasanya

dan merusak masa kecilnya, tanpa mau mengigat kenangan masa kecilnya, sebab

keadaan pada masa dewasa dirasakan lebih asyik dan keadaan masa lalu dipandang

sudah tidak relevan. Menurut Bergson kemungkinan orang dewasa lebih

mengutamakan masa sekarang dibandingkan mengigat kembali masa kecilnya

dipengaruhi oleh keluarga, profesi dan exsistensi aktif dalam masyarakat.19

2.2.4. Pelokalan ingatan

Pelokalan ingatan, pelokalan ingatan merupakan bagian dari keseluruhan

ingatan-ingatan dalam kelompok sosial yang umum, dimana pikiran satu dengan yang

19

Maurice Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 47-51.

25

lain saling berhubungan, didalam kelompok sosial tersebut dengan siapa dan dimana

hubungan itu terjalin pada saat ini atau hari-hari sebelumnya, untuk dapat

mengigatnya maka kita harus mampu menempatkan posisi diri kita pada prespektif

bersama agar ingatan tersebut dapat bertahan.

Bahwa dalam kelompok sosial, individu mampu menempatkan kepentingan

orang lain menjadi kepentingan dirinya juga, dimana totalitas kenangan yang umum

dapat ditempatkan pada kelompok yang lebih kecil seperti keluarga kita, dalam

kelompok keluarga biasanya seseorang menyusun dan merekontsruksi ingatannya

serta menempatkannya dalam logika supaya menjadi kenangan bersama tanpa

membedakan sesuatu yang baru ataupun sesuatu yang lama. Dalam hal ini unsur

kesamaan ataupun kedekatan tidak memainkan peran serta saling mempengaruhi,

melainkan kenangan yang berasal dari keluarga satu dengan yang lain pasti mengacu

pada hakekat dari keluarga itu sendiri, hal-hal yang menjelaskan terjadi pelokalan

ingatan ialah dimana orang-orang dari banyak kelompok yang berbeda-beda, namun

pada saat yang bersamaan ingatan akan fakta yang terjadi dapat dipahami dan

dimengerti dalam bentuk kerja masing-masing kelompok yang pada akhirnya

menghasilkan ingatan kolektif yang berbeda.

Pada umumnya kenangan seringkali terjadi dalam bentuk sistem sosial,

dimana pikiran yang hidup seringkali terjebak pada kenangan yang sama, dalam arti

peristiwa dan kepentingan dijalani secara besama-sama tanpa kesengajaan, dimana

saling mempengaruhi serta merekonstruksi satu dengan yang lain terjadi. Hal itu

membuktikan bahwa kenangan terjadi dalam setiap individu dalam suatu kelompok,

26

namun kenangan dari masing-masing individu dalam kelompok yang lain dapat

dikaitkan dan bersangkutan.20

Namun harus disadari bahwa setiap orang memiliki kapasitas ingatan yang tak

sama, berhubung keadaan psikologi seperti tempramen, lanjut usia dan unsur

kehidupan lainnya, namun setiap bagian dari fakta dan kesan tidak sepenuhnya hilang

meskipun menyangkut (pribadi) dirinya dan orang lain yang dianggap sangat privasi,

akan tetapi pada hakekatnya ingatan tersebut bersifat abadi tergantung sejauh mana

hal tersebut dipikirkannya.

Setiap kenangan seringkali berasal dari lingkungan sosial, dimana seseorang

pada dasarnya tidak pasti dapat mengiggat kejadian masa-lalu, namun secara tidak

sadar seseorang dari luar dirinya dapat memikirkannya, hal tersebut mengambarkan

bahwa ketika kita memikirkan sesuatu maka kita telah mengiggatnya, dan pada saat

mengingat maka kita telah terhubung dalam sistem ide. Sistem ide tersebut lahir dari

kenangan individu dari satu kelompok tertentu ataupun kelompok yang lain, hal

tersebut membuktikan bahwa setiap individu ataupun kelompok yang satu dengan

yang lain terhubung dalam kerangka fakta dan momen tertentu yang mengikat

ingatan bersama.

20

Maurice Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 54-58.

27

2.2.5. Ingatan Keluarga

Ingatan keluarga bukanlah sebuah metafora, melainkan kenangan keluarga

yang berkembang pada banyak tempat yang berbeda yang terbentuk pada setiap

anggota, terlebih ketika kehidupan membuat mereka jauh, maka setiap anggota

menggigat dengan caranya sendiri-sendiri, kesadaran seperti ini tidak dapat

dihilangkan berkenan dengan satu sama lain, terlepas dari jarak yang memisahkan

maka kehidupan berjalan normal. Jika hanya mempertimbangkan memori individu,

maka kita akan gagal memahami prinsip ingatan keluarga.

Hubungan yang tercipta akan menciptakan kesan yang berturut-turut yang

mampu bertahan dalam periode lama atau singkat, akan tetapi stabilitas tersebut

tergantung pada kesadaran individu yang mengalaminya. Selanjutnya dalam keluarga

terdiri dari individu-individu yang dalam proses waktu akan mengubah kenangan

dalam keluarga menjadi serangkaian gambar-gambar yang mencerminkan perasaan

setiap anggota, terlebih dari pada itu setiap anggota terikat dalam suatu kesepakatan

untuk saling mematuhi seperti anak kepada ayah dan istri kepada suami, sehingga

hidup terus berjalan dan tradisi keluarga akan bertahan.

Dengan begitu kenyataan akan hubungan yang terjadi dalam keluarga

mampu membentuk makna yang memiliki pesan sehingga dapat di konsepsikan

sebagai suatu realitas sederhana, keintiman yang terjalin dalam setiap anggota

didasari pada perasaan saling sayang kepada orang-orang disekitar, karena itu

perasaan seperti ini tidak dapat dijelaskan, namun pada intinya memberikan

kesadaran bahwa menghormati orang yang lebih kuat dan pada siapa kita bergantung.

28

Dengan kata lain bersyukur mendapatkan pelayanan perasaan sayang dari orang-

orang disekitar kita.

Membandingkan kenyataan diatas dengan berbagai organisasi keluarga

yang lain disekitar kita, maka sudah pasti kita akan terkejut dan menemukan berbagai

macam kaitan perasaan-perasaan yang terjalin secara universal, kenyataan tersebut

secara tidak sadar telah membentuk identitas secara universal dari setiap individu-

indivu dalam keluarga akan kesadaran status dan posisinya seperti apa, akan tetapi

seringkali dalam pembentukan identitas dipengaruhi oleh garis keturunan, yang

paling dominan ialah patrilinear, dimana identitas terbentuk dari seorang ayah sebagai

laki-laki, namun sebaliknya apakah dari seorang ibu di sisi lain.

Halbwachs lebih dalam berpendapat bahwa aspek terpenting dari memori

kolektif ialah keluarga, berkaitan dengan sistem sosial masyarakat, yang

dimaksudkan dengan keluarga tidak terbatas pada keturunan darah, melainkan pada

konsepsi diri secara individu dalam realitas keterkaitan dengan individu-individu

yang lain dalam dunia sosial, sehingga terbentuklah ingatan secara kolektif yang

dapat meciptakan harapan masa depan yang lebih baik.

Geertz dalam bukunya “Mojokuto; Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa”,

mengatakan bahwa budaya adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun

dalam pengertian dimana individu-individu mendefinisikan dunianya, menyatakan

perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya, suatu pola makna yang

ditransmisikan melaluimasa lalu, diwujudkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui

sarana dimana orang-orang mengkomunikasikan, mengabdikan, dan mengembangkan

29

pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik maka haruslah

dibaca, diterjemahkan dan diinterpretasikan.21

Contohnya pekerja sosial, Menurutnya memori kolektif yang membentuk

identitas sosial kelas pekerja dibentuk oleh kondisi kelas pekerja sendiri dalam

kesehariannya yang selama bertahun-tahun kekurangan ekonomis. Akibatnya pekerja

tidak bisa hidup dalam keadaan yang sejahtera. Kenyataan seperti ini menciptakan

Ingatan akan kesadaran akan kerendahan diri dalam keadaan tersebut. Pekerjaan

dalam bentuk seperti itu memberikan indikasi bahwa realitas dunia sosial

memberikan ingatan baru bagi setiap individu, dalam memaknai identitasnya sebagai

individu dalam keluarga inti serta keberadaannya dalam dunia sosial.

Secara umum dalam keluarga ada adat-istiadat dan cara berpikir tertentu

yang pada hakekatnya mengambarkan kultus atau kepercayaannya yang melibatkan

rasa kebebasan tanpa indikasi memaksakan atau mengatur, setiap anggota dalam

keluarga mempunyai bentuk perayaannya sendiri-sendiri, bahkan hari-hari raya

tertentu agamanya yang didalamnya mengajarkan bahkan diajarkan, maka itu ritual,

syarat, doa dan nyanyian merupakan bagian terpenting dan sangat fundamental yang

menjadi warisan suci dalam keluarga yang tak dapat dibagikan atau diungkapkan

kepada orang asing.

Dalam masyarakat, gaya hidup petani dibedakan dari pekerjaan, dan itu

dilakukan dalam kerangka domestik, pertanian, kandang dan gudang tetap berada

21

Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya:

IAIN Sunan Ampel Press, 2011) 154.

30

dalam fokus keluarga, oleh karena itu sangat wajar bahwa keluarga dan tanah

bagaikan bagian yang tak terpisahkan dan saling terkait, karena kaum petani

keseharian berada ditanah maka representasi dari tanah terukir dalam benar setiap

anggotannya dengan segala ikatan khusus.

Selama hidup, kita terlibat dalam waktu yang bersamaan baik dalam

keluarga inti maupun dengan keluarga dalam kelompok lain, melaluinya kita

memperluas ingatan keluarga kita, atau dengan kata lain, menempatkan ingatan

keluarga kita dalam kerangka dimana masyarakat kita mengambil masa lalunya,

artinya mempertimbangkan keluarga kita dari sudut pandang kelompok lain atau

sebaliknya, untuk mengabungkan persamaan ingatan dengan cara berpikir, sudut

pandang kita, prinsip serta penilaian kita.

Ketika berada dalam dunia luar, sebaiknya kita meninggalkan dunia

intim,focus ingatan ditempatkan pada keberadaan diri sekarang, maka hidup

terbentuk melalui hubungan dengan orang lain, sehingga cerita menjadi milik

bersama, tentunya akan melalui proses gangguan dari orang lain, akan tetapi harus

dipahami hal ini merupakan bentuk dari kehidupan, namun pada akhirnya kita

mampu memainkan peran ganda, baik individu (personal) ataupun keberadaan dalam

masyarakat, maka otomatis kita akan menerima ingatan dan cara mengigat

masyarakat,ini merupakan bentuk dari evolusi setiap orang dalam masyarakat,

sehingga jadi diri sebenarnya tidak menjadi milik sendiri melainkan milik bersama,

bentuk seperti ini mengindikasikan titik tertinggi dalam hidup.

31

Harus dimengerti, sebuah keluarga harus mempunyai kesadaran, bahwa

untuk dapat memenuhi segala kebutuhannya ia harus menyesuaikan keberadaan

dirinya dalam lingkungan sosial, dimana ia harus hidup bersama dalam tradisi

kelompok lain, bentuk seperti ini merupakan logika umum dalam masyarakat, maka

ingatannya diperkaya dari hari ke hari, namun perlu di pahami bahwa pada umumnya

setiap keluarga inti mempunyai logika dan tardisi yang mirip dengan masyarakat pada

umumnya. Tetapi logika dan tradisi-tradisi ini tetap berbeda karena sedikit demi

sedikit dikelompokkan oleh pengalaman khusus keluarga dan peran mereka akan

semakin memastikan kohesi keluarga untuk menjamin kontinuitasnya.22

2.2.6. Memori Keagamaan

Menurut Halbwachs dinamika perubahan sosial akan terus terjadi dalam

bentuk periode yang tak dapat di tebak, hal tersebut diciptakan oleh manusia yang

pada hakekatnya sebagai makhluk sosial, dalam setiap kebutuhan motif dan hidup

yang merekatkannya pada lingkungan di sekitarnya. Dimana melalui proses tersebut

terbentuklah ingatan bersama dalam suatu masyarakat, sehingga menciptakan hukum-

hukum yang tujuannya mengatur setiap dinamika perubahan sosial.

Hakekat dari ingatan kolektif suatu masyarakat yang di tampil oleh

Halbwachs melalui studi terhadap orang-orang kristen, proses ingatan bersama dalam

masyarakat Kristen terbentuk melalui Alkitab sebagai kitab suci bersama yang

menjadi hukum dalam mengatur setiap perubahan dalam dinamika sosial. Bentuk

ingatan bersama dari orang-orang kristen, juga termanifestasi dalam symbol-simbol

22

Maurice Halbwachs, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory,54-83.

32

berupa ukiran dan gambar-gambar yang banyak di jumpai dalam tempat peribadatan

(gereja). Keseluruhan ingatan yang terbentuk seperti ini tak hanya sebatas intuisi

melainkan sebuah rasa yang paling dalam (iman) yang terwujud dalam bentuk

keyakinan yang sakral.

Bagi Halbwachs memori kolektif merupakan unsur terpenting dalam dunia

sosial, karena pada dasarnya ingatan bersama mendapat ruang dalam setiap keadaan,

yang melaluinya menciptakan struktur masyarakat yang memiliki solidaritas yang

kuat (bersatu dan bersama) yang pada akhirnya menciptakan identitas diri sebagai

Orang kristen. Ingatan seperti ini tidak hanya terbatas pada ingatan bersama akan

keyakinan namun lebih dari pada itu, adanya unsur-unsur yang sangat fundamental

dari keyakinan akan Alkitab, bahwa didalamnya terkandung sebuah harapan besar

yang mencakup keseluruhan anggota.

Dalam segala bentuk ingatan yang terwujud dalam hari raya besar Agama

kristen (Natal, Paskah, Perjamuan, Babtis dan lain-lain) orang kristen membentuk

ingatan masa lalu bersama bahwa terciptanya momen-momen tersebut, lahir dari

konteks Israel, dimana Israel merupakan titik dasar perkembangan keyakinan mereka,

hal ini dipandang tidak terbatas hanya kepada Israel saja, melainkan lebih dari itu,

perayaan momen tersebut menjadi symbol identitas dalam kepelbagaian masyarakat.

namun Halbwachs kembali menggigatkan bahwa ingatan kolektif masa lalu tak dapat

dimutlakan menjadi kebenaran bersama, melainkan menjadikannya harapan wujud

masa depan bersama yang lebih baik.23

23

Maurice Halbwach, Memoire Collective, terj. Coser, Collective Memory, 147-148.

33

2.3. Tradisi Lisan

Bahasa lisan yang digunakan oleh masyarakat tradisoinal yang belum

mengenal tulisan, ingin menegaskan bahwa, bukan berarti dalam keseharian

kehidupan mereka tidak mampu untuk merekam dan mewariskan pengalaman hidup

yang di dalamnya terkandung nilai-nilai fundamental yang mengatur totalitas

keberadaannya melalui tradisi lisan, diartinya bahwa Tradisi lisan sebagai kebiasaan

atau adat-istiadat yang berkembang dalam suatu komunitas masyarakat yang direkam

dan diwariskan dari generasi ke generasi melalui bahasa lisan. Dalam tradisi lisan

terkandung kejadian-kejadian sejarah, adat istiadat, cerita, dongeng, peribahasa, lagu,

mantra, nilai moral, dan nilai religious. Tetapi juga makna-makna simbolik yang

menyatakan watak, suasana, hati, situasi dari peeristiwa serta hubungan antar peran

individu dalam kelompok.24

. Kata “tradisi” berasal dari bahasa Latin traditio, sebuah nomina yang

dibentuk dari kata kerja traderereatau trader‘mentransmisi, menyampaikan, atau

mengamankan. Sebagai nomina, kata traditio berarti kebiasaan yang disampaikan

dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam waktu yang cukup lama sehingga

kebiasaan itu menjadi bagian dari kehidupan suatu komunitas sosial.

Terdapat tiga bentuk tradisi. Pertama: tradisi merupakan kebiasaan (lore) dan

sekaligus proses (process) kegiatan milik bersama suatu komunitas. Pengertian ini

24

Pudentia Mpps. Metodologi Kajian Tradisi Lisan, ( Jakarta : Yayasan Pustaka Obor

Indonesia 2015 ), 10.

34

mengimplikasikan bahwa tradisi itu memiliki makna kontinuitas (keberlanjutan),

materi, adat, dan ungkapan verbal sebagai milik kolektif yang diteruskan untuk

dipraktikkan dalam kelompok suatu masyarakat.

Kedua: tradisi merupakan sesuatu yang menciptakan dan mengukuhkan suatu

identitas. Memilih tradisi memperkuat nilai dan keyakinan pembentukan kelompok

komunitas. Ketika terjadi proses kepemilikan tradisi, maka pada saat itulah tradisi

menciptakan dan mengukuhkan rasa identitas kelompok.

Ketiga: tradisi merupakan sesuatu yang dikenal serta diakui oleh kelompok

tersebut sebagai tradisi bersama. Sisi lain menciptakan dan mengukuhkan identitas

dengan bentuk berpartisipasi dalam suatu tradisi, bahwa tradisi itu sendiri harus

dikenal dan diakui sebagai sesuatu yang bermakna oleh kelompok itu. Sepanjang

kelompok masyarakat mengklaim tradisi itu sebagai miliknya dan berpartisipasi

dalam tradisi itu, hal itu memperbolehkan mereka berbagi bersama atas nilai dan

keyakinan yang merupakan dasar kesepakatan bersama yang penting bagi mereka.25

Pengertian “lisan” pada tradisi lisan mengacu pada proses artikulasi

penyampaian sebuah tradisi dengan media lisan. Tradisi lisan bukan berarti tradisi

tanpa unsur-unsur verbal saja, melainkan penyampaian tradisi itu secara turun-

temurun secara lisan. Dengan demikian, tradisi lisan terdiri atas tradisi yang

mengandung unsur-unsur verbal, sebagian verbal (partly verbal), atau nonverbal

25

Sibarani, Robert. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan ( Jakarta :

Asosiasi Tradisi Lisan 2003 ), 44.

35

(non-verbal). Konsep “tradisi lisan” mengacu pada tradisi yang disampaikan secara

turun-temurun atau satu generasi ke generasi lain dengan media lisan melalui “mulut

ke telinga atau tutur” .Tradisi lisan, terutama tradisi yang memiliki unsur-unsur verbal

seperti tradisi bermantra, bercerita rakyat, berteka-teki, berpidato adat, berpantun,

berdoa, dan permainan rakyat yang disertai nyanyian dapat dikaji dari pendekatan

antropolinguistik

Tradisi lisan yang tidak terdiri atas unsur-unsur verbal seperti proses

arsitektur, pengobatan tradisional, penampilan tari, bertenun, permainan rakyat, dan

bercocok tanam tradisional dapat dikaji secara antropolinguistik dengan menjelaskan

proses komunikatif tradisi-tradisi itu dari satu generasi kepada generasi lain.

Berdasarkan tiga pusat perhatian (performansi, indeksikalitas, partisipasi) dan tiga

parameter antropolinguistik (keterhubungan, kebernilaian, keberlanjutan) tersebut di

atas, tradisi lisan sebagai penggunaan bahasa yang memadukan keseluruhan ekspresi

linguistik bersama dengan aspek-aspek sosio-kultural merupakan objek kajian yang

menarik dan bermanfaat dengan pendekatan antropolinguistik. Kajian

anropolinguistik seperti ini tidak hanya menjelaskan proses penggunaan bahasa

secara liguistik, tetapi juga mengungkapkan nilai budaya tradisi lisan itu secara

antropologis.26

Jadi dapat dikatakan tradisi lisan mengacu pada sebuah proses dan hasil dari

proses itu. Hasilnya berupa pesan-pesan lisan terdahulu, yang setidaknya satu

generasi. Proses tersebut menciptakan pesan yang didapat dalam bentuk perkataan

26

Sibarani, Robert. Kearifan Lokal Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan, 47.

36

mulut ke mulut. Manusia setiap kali berbicara maka pesan-pesan dihasilkan dan

pesan itu kemungkinan akan diulangi dalam jumlah yang tak terbatas pada konteks

yang mendorong manusia untuk berbicara kepada manusia yang lain. Inti dari pesan

tersebut mengandung nilai yang esensi, sehingga isi dari pesan itu akan selalu diulang

dan hal tersebut tidak hanya berasal dari masa lalu saja melainkan masa kini yang

menandakan suatu masa akan datang.27

27

Lih Bab 1 hal 5-6.