bab ii landasan teori - library & knowledge...

33
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Pengertian Pusat Perbelanjaan Menurut International Council of Shopping Centre (ICSC), definisi pusat perbelanjaan adalah sekelompok lokasi usaha ritel dan usaha komersial lainnya yang direncanakan, dikembangkan, dimiliki, dan dikelola sebagai satu property tunggal. Menurut Jeffrey D. Fisher, Robert, Martin dan Paige Mosbaugh, definisi pusat perbelanjaan adalah sebuah bangunan yang terdiri dari beberapa toko eceran, yang umumnya dengan satu atau lebih tokoserba ada,toko grosir dan tempat parkir. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007, pusat perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan Perbelanjaan barang. 2.1.2 Jenis - Jenis Pusat Perbelanjaan Pusat perbelanjaan memiliki skala luas yang berbeda – beda. Biasanya semakin besar skalanya, semakin banyak penyewa yang bisa ditampung oleh pusat perbelanjaan. Variasi produk juga semakin meningkat. Jenis – jenis pusat perbelanjaan berdasarkan skala luas menurut buku The 4Rs of ASIAN Shopping Centre Management : 1. Pusat Perbelanjaan Regional Super Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 1.000.000 ke atas. Penyewa utama : tiga toserba atau lebih, toko diskon, toko busana, toko spesialis lain Populasi yang dilayani : 300.000 ke atas 2. Pusat Perbelanjaan Regional Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 400.000 - 1.000.000 Penyewa utama : satu toserba atau lebih Populasi yang dilayani : 150.000 - 300.000 3. Sentra Belanja Lokal (Community)

Upload: vuongdat

Post on 18-Sep-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Umum

2.1.1 Pengertian Pusat Perbelanjaan

Menurut International Council of Shopping Centre (ICSC), definisi pusat

perbelanjaan adalah sekelompok lokasi usaha ritel dan usaha komersial lainnya yang

direncanakan, dikembangkan, dimiliki, dan dikelola sebagai satu property tunggal.

Menurut Jeffrey D. Fisher, Robert, Martin dan Paige Mosbaugh, definisi pusat

perbelanjaan adalah sebuah bangunan yang terdiri dari beberapa toko eceran, yang

umumnya dengan satu atau lebih tokoserba ada,toko grosir dan tempat parkir.

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007, pusat

perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan

yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada

pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan Perbelanjaan barang.

2.1.2 Jenis - Jenis Pusat Perbelanjaan

Pusat perbelanjaan memiliki skala luas yang berbeda – beda. Biasanya semakin

besar skalanya, semakin banyak penyewa yang bisa ditampung oleh pusat

perbelanjaan. Variasi produk juga semakin meningkat. Jenis – jenis pusat perbelanjaan

berdasarkan skala luas menurut buku The 4Rs of ASIAN Shopping Centre Management

:

1. Pusat Perbelanjaan Regional Super

Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 1.000.000 ke atas.

Penyewa utama : tiga toserba atau lebih, toko diskon, toko busana, toko

spesialis lain

Populasi yang dilayani : 300.000 ke atas

2. Pusat Perbelanjaan Regional

Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 400.000 - 1.000.000

Penyewa utama : satu toserba atau lebih

Populasi yang dilayani : 150.000 - 300.000

3. Sentra Belanja Lokal (Community)

Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 150.000 - 400.000

Penyewa utama : toserba kecil, toko perkakas, dan supermarket

Populasi yang dilayani : 100.000 - 150.000

4. Sentra Belanja Distrik (Neighbourhood)

Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 50.000 - 150.000

Penyewa utama : pasar swalayan, apotek, atau kombinasi

Populasi yang dilayani : 5.000 - 40.000

5. Pusat Perbelanjaan Spesialis

Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : Kurang dari 50.000

hingga 375.000

Penyewa utama : 5.000 - 40.000 toko

Populasi yang dilayani : 1.000 hingga 150.000 ke atas

6. Waserba (Convenience)

Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : kurang dari 50.000

Penyewa utama : toko kecil yang menjual bahan pangan

Populasi yang dilayani : 1.000 - 2.500

7. Megamall

Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 2.600.000 ke atas

Penyewa utama : taman hiburan, toserba, restoran, klub malam

Populasi yang dilayani : 1.000.000 ke atas

8. Hypermarket

Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 150.000 – 250.000

Penyewa utama : kombinasi pasar swalayan, depot diskon, elektronik, pakaian,

mainan, kebutuhan rumah tangga, peralatan kantor, perlengkapan otomatif

Populasi yang dilayani : 100.000 ke atas

9. Pusat Ritel (Power Centre)

Luas kotor area yang disewakan (dalam kaki persegi) : 250.000 - 700.000

Penyewa utama : spesialis kategori, perlengkapan renovasi rumah dan

pertukangan, toko diskon, klub depot, toko obral

Populasi yang dilayani : 150.000 ke atas

2.2 Tinjauan Khusus

2.2.1 Bentuk & Ruang

Hubungan simbiosis antara bentuk massa dan ruang dalam arsitektur dapat

dinilai dan didapatkan keberadaannya pada beberapa skala yang berbeda. Pada skala

sebuah tapak bangunan, ada beragam strategi untuk menghubungkan bentuk sebuah

bangunan terhadap ruang di sekitarnya. Sebuah bangunan dapat :

- Membentuk sebuah dinding di sepanjang tepi tapaknya dan mulai

mendefinisikan sebuah ruang luar yang positif;

- Menyatukan ruang interiornya dengan ruang luar privat dari sebuah tapak

berdinding;

- Membungkus sebagian tapaknya sebagai suatu ruang luar dan melindunginya

dari kondisi – kondisi iklim yang tidak diinginkan;

- Mengelilingi dan membungkus halaman atau ruang atrium di dalam

volumenya;

- Berdiri sebagai sebuah obyek khusus dan mendominasi tapaknya melalui

bentuk serta penempatan topografisnya;

- Diregangkan keluar dan menghadirkan sebuah wajah yang luas untuk

menyajikan suatu pemandangan, menghilangkan sumbu, atau mendefinisikan

tepi suatu ruang kota;

- Berdiri bebas dalam tapaknya tapi meneruskan ruang interiornya untuk bersatu

dengan ruang eksterior privatnya;

- Berdiri sebagai sebuah bentuk positif di dalam ruang negatif.

1. Elemen – Elemen Horisontal yang Mendefinisikan Ruang

a. Bidang Dasar

Sebuah bidang horisontal yang terhampar sebagai sebuah figur diatas sebuah

latar yang kontras mendefinisikan sebuah area ruang sederhana. Jenis definisi spasial

ini dapat dipakai untuk membedakan suatu alur pergerakan dengan tempat – tempat

perhentian atau menegaskan sebuah zona fungsional di dalam suatu lingkungan.

Gambar 2. Jalanan di Woodstock, Oxfordshire, Inggris Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

b. Bidang Dasar yang Diangkat

Bidang horisontal yang diangkat diatas bidang dasar menghasilkan permukaan

– permukaan vertikal di sepanjang tepinya yang memperkuat perpisahan visual antara

areanya dengan bidang dasar di sekelilingnya. Pengangkatan sebagian bidang dasar

akan menciptakan sebuah panggung atau podium yang secara struktural maupun visual

menopang bentuk dan massa sebuah bangunan. Bidang dasar yang diangkat dapat

berupa sebuah kondisi tapak pre-eksisting, atau dapat dibangun dan dengan sengaja

mendirikan sebuah bangunan di atas lingkungan di sekelilingnya ataupun

mempercantik citra di dalam lansekapnya.

Gambar 3. Paviliun Harmoni Utama (Taihe Dian) di Kota Telarang, Beijing, 1627 Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

c. Bidang Dasar yang Diturunkan

Bidang horisontal yang diangkat di atas bidang dasar menghasilkan permukaan

– permukaan vertikal pada area yang lebih rendah untuk mendefinisikan sebuah

volume ruang. Area – area rendah di dalam topografi sebuah tapak dapat berfungsi

sebagai panggung ataupun teater amfibi, bagi arena ruang luar. Perubahan

ketinggiannya yang alamiah akan menguntungkan baik dari sisi garis pandangnya

maupun kualitas akustik ruang – ruang ini.

Gambar 4. Teater di Epidauros, Yunani, sekitar tahun 350 SM, Polycleitos Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Alvar Aalto mendefinisikan sebuah ruang baca di dalam ruang perpustakaan

yang lebih besar dengan cara menurunkan bidang lantainya ke bawah lantai utama

ruang perpustakaan tersebut. Ia kemudian menggunakan permukaan pengikat vertikal

dari area baca sebagai tambahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku.

Gambar 5. Perpustakaan, Pusat Budaya Wolfsburg, Essen, Jerman, 1962, Alvar Aalto Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

d. Bidang di Atas

Bidang horisontal yang diletakkan di atas mendefinisikan sebuah volume ruang

antara dirinya sendiri dengan bidang dasarnya. Elemen atas utama sebuah bangunan

adalah bidang atapnya. Atap tidak hanya berfungsi untuk menaungi ruang interior

bangunan dari sinar matahari, hujan, dan salju, tapi juga memiliki dampak besar

terhadap bentuk sebuah bangunan secara keseluruhan serta gubahan ruangnya.

Gambar 6. Struktur Tarik, Pameran Taman Nasional, Cologne, Jerman, 1957, Frei Otto dan Peter Stroymeyer

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

2. Elemen – Elemen Vertikal yang Mendefinisikan Ruang

a. Elemen – Elemen Linear Vertikal

Elemen – elemen linear vertikal mendefinisikan tepi – tepi tegak lurus suatu

volume ruang. Elemen – elemen linear yang vertikal mampu meniadakan sebuah sumbu,

menandai pusat ruang kota, atau menjadi titik perhatian bagi sebuah ruang kota di

sepanjang kelilingnya.

Gambar 7. Piazza del Campo, Siena, Italia Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

b. Bidang Vertikal Tunggal

Sebuah bidang vertikal akan menegaskan ruang di hadapannya. Sebuah bidang

vertikal dapat mendefinisikan tampak prinsip sebuah bangunan yang menghadap ruang

publik, menciptakan sebuah gerbang masuk bagi orang, serta mengartikulasikan zona –

zona spasial di dalam sebuah volume yang lebih besar.

Gambar 8. S. Agostino, Roma, 1479-83, Giacomo da Pietrasanta Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

c. Bidang Berbentuk-L

Sebuah konfigurasi bidang – bidang vertikal yang berbentuk L akan

memunculkan area ruang dari sudutnya keluar searah dengan sumbu diagonalnya. Aspek

sebuah konfigurasi bentuk L yang bersifat menaungi terekspresikan dengan baik pada

contoh ini dimana para petani Jepang dengan telaten menjadikan pepohonan pinus

tumbuh rimbun membentuk huruf L yang tebal untuk melindungi rumah dan tanah

mereka dari angina musim dingin serta badai salju.

Gambar 9. Vegetasi yang Menjadi Tirai Angin berbentuk L, Wilayah Shimane, Jepang Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

d. Bidang – Bidang Sejajar

Dua bidang vertikal yang sejajar akan mendefinisikan volume ruang di antara

mereka yang diorientasikan mengikuti sumbu di kedua ujung terbuka konfigurasi

tersebut. Kualitas arah dan aliran ruang yang didefinisikan oleh bidang-bidang sejajar

secara alamiah dimanifestasikan di dalam ruang yang digunakan untuk sirkulasi dan

pergerakan, seperti jalanan dan alun-alun kota. Ruang-ruang linear ini dapat

didefinisikan oleh fasad bangunan yang menghadap mereka, maupun oleh bidang-

bidang yang lebih mudah dilalui yang tercipta oleh jejeran kolom, arkade, atau barisan

pepohonan.

Gambar 10. Galleria Vittorio Emanuelle II, Milan, Italia, 1865 – 77, Giuseppe Mengoni Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

e. Bidang Berbentuk U

Sebuah konfigurasi bidang – bidang vertikal yang membentuk huruf U akan

mendefinisikan volume ruang yang diorientasikan terutama menuju ujung terbuka pada

konfigurasi tersebut. Konfigurasi-konfigurasi bentuk bangunan berbentuk huruf U dapat

digunakan untuk mendefinisikan sebuah ruang kota dan melenyapkan suatu kondisi

aksial (bersumbu). Mereka juga bisa difokuskan kepada sebuah elemen yang penting di

dalam area-areanya. Jika sebuah elemen ditempatkan di sepanjang ujung sisi terbuka

dari area tersebut, maka ia akan dijadikan sebuah titik fokus, serta memiliki kesan

penutupan yang lebih besar.

Gambar 11. Villa Trissino di Meledo, Dari The Four Books on Architecture, Andrea Palladio Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

f. Empat Bidang : Penutup

Empat bidang vertikal akan menciptakan batas – batas ruang yang tertutup serta

mempengaruhi area ruang di sekeliling penutupnya. Area-area ruang yang tertutup

dengan jelas dapat ditemukan dalam arsitektur dengan beragam skala, mulai dari sebuah

lapangan kota yang besar, pekarangan atau ruang atrium, hingga sebuah aula tunggal

atau kamar di dalam sebuah kompleks bangunan.

Gambar 12. Kompleks Suci, Makam Ise, Mie Prefecture, Jepang, direkonstruksi setiap 20 tahun sejak tahun 690

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

2.2.2 Organisasi

Menjelaskan bagaimana beragam konfigurasi dapat dimanipulasi untuk

mendefinisikan suatu area terpisah atau volume ruang, serta bagaimana pola solid dan

void mempengaruhi kualitas visual ruang yang didefinisikan tersebut. Namun,

beberapa bangunan, memiliki sebuah ruang yang menyendiri. Biasanya bangunan -

bangunan–ini terdiri dari sejumlah ruang yang terhubung satu sama lain melalui

fungsi, kedekatan, atau jalur pergerakannya.

1. Hubungan – Hubungan Spasial

a. Ruang Dalam Ruang

Ruang dapat ditampung di dalam volume sebuah ruang yang lebih besar. Agar

konsep ini dapat dilihat dengan jelas, diperlukan perbedaan ukuran yang jelas antara

kedua ruang tersebut.

Gambar 13. Ruang Dalam Ruang Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Ruang yang ditampung juga bisa saja berbeda bentuknya dibandingkan dengan

ruang pembungkusnya demi memperkuat citranya sebagai sebuah volume yang berdiri

sendiri. Kekontrasan bentuk ini bisa jadi mengindikasikan nilai kepentingan simbolis

ruang yang ditampung itu.

Gambar 14. Rumah Moore, Orinda, California, 1961, Charles Moore

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

b. Ruang – ruang yang Saling Mengunci

Area sebuah ruang bisa menumpuk pada volume ruang lainnya.

Gambar 15. Ruang – ruang yang Saling Mengunci

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Bagian yang saling mengunci dapat mengembangkan integritasnya sendiri

sebagai sebuah ruang yang berfungsi untuk menghubungkan kedua ruang aslinya.

Gambar 16. Gereja Ziarah, Vierzehnheiligen, Jerman, 1744-72, Balthasar Neumann

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

c. Ruang – ruang yang Berdekatan

Dua buah ruang bisa saling bersentuhan satu sama lain ataupun membagi garis

batas bersama.

Gambar 17. Ruang – ruang yang Berdekatan

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Ruang – ruang di dalam bangunan ini memiliki sifat individualistis dari segi

ukuran, bentuk dasar, dan bentuknya. Dinding yang membungkusnya mengadaptasi

bentuk – bentuk mereka tersebut untuk mengakomodir perbedaan antar ruang yang

saling berdekatan.

Gambar 18. Desain Paviliun, Abad XVII, Fischer von Erlach

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

d. Ruang – ruang yang Dihubungkan oleh Sebuah Ruang Bersama

Dua buah ruang bisa saling mengandalkan sebuah ruang perantara untuk

menghubungkan mereka.

Gambar 19. Ruang – ruang yang Dihubungkan oleh Sebuah Ruang Bersama

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Ruang perantara ini dapat dibuat berbeda bentuk dan orientasinya dari ruang

yang dihubungkan agar dapat mengekspresikan fungsinya sebagai penghubung.

Gambar 20. Satu Setengah Rumah ( Proyek ), 1966, John Hejduk Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

2. Organisasi - Organisasi Spasial

a. Organisasi – organisasi Terpusat

Suatu ruang sentral dan dominan, yang dikelilingi oleh sejumlah ruang

sekunder yang dikelompokkan.

Gambar 21. Organisasi – organisasi Terpusat

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Karena bentuk sebuah organisasi terpusat pada hakekatnya adalah tidak

berarah, maka kondisi – kondisi pencapaian dan akses masuknya harus dirinci oleh

tapak serta penegasan salah satu ruang sekundernya sebagai sebuah pintu atau gerbang

masuk.

Gambar 22. Bentuk Organisasi Terpusat

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Ruang – ruang sekunder pada organisasi ini dapat setara satu sama lain dalam

hal fungsi, bentuk, ukurannya, serta menciptakan sebuah konfigurasi keseluruhan yang

secara geometris teratur dan simetris pada dua buah sumbu atau lebih.

Gambar 23. Gereja Ideal oleh Leonardo Da Vinci

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Ruang – ruang sekunder ini bentuk atau ukurannya mungkin saja berbeda satu

sama lain agar dapat merespon kebutuhan individual fungsi, mengekspresikan

kepentingan relatifnya atau mengukuhkan lingkungannya. Pembedaan diantara ruang

sekunder ini juga memungkinkan bentuk suatu organisasi terpusat merespon kondisi –

kondisi lingkungan tapaknya.

Gambar 24. San Lorenzo Maggiore, Milan, Italia, sekitar tahun 480 Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

b. Organisasi – organisasi Linier

Sebuah sekuen linier ruang – ruang yang berulang.

Gambar 25. Organisasi – organisasi Linier

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Sebuah organisasi linier biasanya terdiri dari ruang – ruang berulang yang

ukuran, bentuk, dan fungsinya serupa. Ia juga dapat terdiri dari sebuah ruang linier

yang tunggal yang mengorganisir serangkaian ruang yang berbeda ukuran, bentuk atau

fungsi di sepanjang sisinya.

Gambar 26. Macam Bentuk Organisasi Linier

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Bentuk organisasi – organisasi linier yang melengkung dan tersegmentasi akan

menutupi sebuah ruang eksterior pada sisi cekungannya serta mengarahkan ruang –

ruangnya ke pusat area. Di sisi cekungnya, bentuk – bentuk ini seolah menghadap

ruang dan mengeluarkannya dari arah mereka.

Gambar 27. Bentuk Organisasi Linier

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Organisasi – organisasi linier dapat dihubungkan dengan bentuk lain di dalam

lingkungannya, menyesuaikan terhadap fungsi dan tapak serta membentuk ruang

eksterior.

Gambar 28. Denah untuk Sirkus (1754, John Wood, Sr.), dan Istana Bulan Sabit (1767-75, John

Wood) di Bath, Inggris

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

c. Organisasi – organisasi Radial

Sebuah ruang terpusat yang menjadi sentral organisasi – organisasi linier ruang

yang memanjang dengan cara radial. Organisasi radial merupakan sebuah denah

terbuka yang menggapai keluar dari lingkungannya. Dengan lengan – lengan liniernya,

organisasi ini dapat memanjang dan menempelkan dirinya ke elemen atau fitur – fitur

khusus tapaknya.

Gambar 29. Organisasi – organisasi Radial

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Lengan – lengan yang menjulur itu juga dapat berbeda satu sama lain demi

merespon kebutuhan – kebutuhan individual fungsi dan lingkungan.

Gambar 30. Bentuk Organisasi Radial

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Sebuah varian khusus organisasi radial adalah pola kincir angina, dimana

lengan – lengan linier organisasi tersebut menjulur keluar dari sisi – sisi suatu ruang

pusat yang berbentuk bujursangkar ataupun persegi panjang. Susunan ini

menghasilkan suatu pola dinamis yang secara visual memberikan kesan pergerakan

berputar mengelilingi ruang pusat tersebut.

Gambar 31. Penjara Moabit, Berlin, 1869 – 79, August Bussed an Heinrich Herrmann

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

d. Organisasi – organisasi Berklaster

Ruang – ruang yang dikelompokkan melalui kedekatan atau pembagian suatu

tanda pengenal atau hubungan visual bersama.

Gambar 32. Organisasi – organisasi Berklaster

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Ruang – ruang terklaster dapat diatur mengelilingi sebuah titik akses masuk ke

dalam sebuah bangunan ataupun di sepanjang jalur pergerakan yang melaluinya.

Ruang – ruang ini juga dapat tersebar mengelilingi suatu area yang terdefinisi atau

volume ruang yang besar.

Gambar 33. Jenis Organisasi Berklaster

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Karena tidak ada tempat hasil bentukan yang penting di dalam pola sebuah

organisasi terklaster, maka nilai kepentingan sebuah ruang harus ditegaskan melalui

ukuran, bentuk, atau orientasi di dalam pola tersebut. Suatu kondisi simetri atau aksial

dapat digunakan untuk memperkuat dan menyatukan bagian – bagian sebuah

organisasi terklaster serta membantu mengartikulasikan kepentingan satu atau

sekelompok ruang di dalam organisasi tersebut.

Gambar 34. Rumah Pertemuan, Institut Studi Biologi Salk (Proyek), La Jolla, California, 1959-

65, Louis Kahn Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

e. Organisasi – organisasi Grid

Ruang – ruang yang diorganisir di dalam area sebuah grid struktur atau rangka

kerja tiga dimensi lainnya.

Gambar 35. Organisasi – organisasi Grid Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Sebuah grid juga dapat melakukan transformasi lain. Bagian – bagian grid

tersebut dapat bergeser untuk mendapatkan alternatif kemenerusan visual dan spasial

yang melintasi areanya.

Gambar 36. Jenis Organisasi Grid

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Karena sebuah grid tiga dimensional terdiri dari unit – unit ruang yang moduler

dan berulang, maka ia dapat dikurangi, ditambah, atau dilapisi, dan tetap mampu

mempertahankan identitasnya sebagai grid dengan kemampuannya dalam mengatur

ruang. Manipualsi bentuk ini dapat digunakan untuk mendefinisikan suatu ruang luar

atau akses masuk.

Gambar 37. Museum Ashram, Ahmedabad, India, 1958 – 63, Charles Correa

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

2.2.3 Sirkulasi

1. Elemen – Elemen Sirkulasi

a. Pencapaian

• Frontal

Pencapaian frontal secara langsung mengarah ke pintu masuk sebuah bangunan

melalui sebuah jalur lurus dan aksial. Ujung akhir visual yang menghilangkan

pencapaian ini jelas, bisa berupa seluruh fasad depan bangunan atau pintu masuk yang

mendetail di dalam bidang.

Gambar 38. Pencapaian Frontal

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

• Tidak Langsung

Sebuah pencapaian tidak langsung menekankan efek perspektif pada fasad

depan dan bentuk sebuah bangunan. Jalurnya dapat diarahkan kembali sekali atau

beberapa kali untuk menunda dan memperlama sekuen pencapaiannya.

Gambar 39. Pencapaian Tidak Langsung Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

• Spiral

Sebuah jalur spiral melamakan sekuen pencapaian dan menekankan bentuk tiga

dimensional sebuah bangunan sementara kita bergerak di sepanjang kelilingnya. Pintu

masuk bangunan ini bisa terlihat berulang kali pada waktu pencapaiannya untuk

memperjelas posisinya, atau ia bisa disembunyikan hingga tiba di titik kedatangan.

Gambar 40. Pencapaian Spiral

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Sebelum benar – benar berjalan memasuki interior suatu bangunan, kita

mencapai pintu masuknya melalui sebuah jalur. Ini adalah tahap pertama sistem

sirkulasi, yang ketika tengah menempuh pencapaian itu kita disiapkan untuk melihat,

mengalami, serta memanfaatkan ruang – ruang di dalam sebuah bangunan.

Gambar 41. Rencana Tapak, Balai Kota di Saynatsalo, Finlandia, 1950-52, Alvar Aalto

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

b. Pintu Masuk

Proses memasuki sebuah bangunan, ruang di dalam bangunan, ataupun area

ruang eksterior tertentu, akan melibatkan aksi menembus suatu bidang vertikal yang

membedakan suatu ruang dari ruang lainnya serta memisahkan makna “di sini” dan “di

sana”.

Gambar 42. Pintu Masuk

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Menurut bentuknya, pintu – pintu masuk dapat di kelompokkan ke dalam

kategori berikut : rata, dijorokkan, dan dimundurkan.

Gambar 43. Bentuk Pintu Masuk

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Menurut lokasinya, sebuah pintu masuk dapat diletakkan ditengah – tengah

bidang frontal sebuah bangunan, atau digeser dari tengah. Posisi sebuah pintu masuk

relatif terhadap bentuk ruang yang dimasuki akan menentukan konfigurasi jalur serta

pola aktivitas di dalam ruang tersebut.

Gambar 44. Letak Pintu Masuk

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Pemandangan ke laut yang dibingkai oleh Istana Doge di kiri dan Perpustakaan

Scamozzi di kanan. Pintu masuk ke piazza ini adalah dari arah laut ditandai dengan

adanya dua buah kolom granit, Kolom Singa (1189) dan Kolom Santo Theodorus

(1329).

Gambar 45. Piazza San Marco, Venesia

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Akses – akses masuk yang menembus dinding – dinding tebal akan

menciptakan ruang – ruang peralihan yang dilalui ketika berpindah dari satu tempat ke

tempat yang lain. Pintu masuk Gedung Pengadilan ini membingkai sebuah

pemandangan ke taman dan bukit di kejauhan.

Gambar 46. Gedung Pengadilan Santa Barbara, California, 1929, William Mooser.

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

c. Konfigurasi Jalurnya

Seluruh jalur pergerakan, entah itu oleh manusia, mobil, barang, atau jasa,

secara alamiah adalah linear. Dan seluruh jalur tersebut memiliki sebuah titik awal,

yang darinya kita dibawa melalui suatu tahapan ruang – ruang hingga menuju tujuan

kita.

Gambar 47. Konfigurasi Jalur Pergerakan

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Titik temu atau persimpangan jalur selalu menjadi sebuah titik pengambilan

keputusan bagi orang yang mendekatinya. Ketika jalur – jalur di sebuah persimpangan

setara satu sama lain, maka perlu disediakan ruang yang cukup agar memungkinkan

orang berhenti sejenak untuk menyesuaikan orientasinya.

Gambar 48. Contoh Persimpangan Jalur

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Sifat konfigurasi sebuah jalur mempengaruhi dan juga dipengaruhi oleh pola

organisasi ruang – ruang yang dihubungkannya.

Gambar 49. Konfigurasi Jalur

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

1) Linear

Seluruh jalur adalah linear. Namun, jalur yang lurus, dapat menjadi elemen

pengatur yang utama bagi serangkaian ruang. Jalur ini dapat berbentuk kurvalinear

atau terpotong – potong, bersimpangan dengan jalur lain, bercabang, atau membentuk

sebuah putaran balik.

Gambar 50. Sekolah Seni dan Kerajinan Gunung Haystack, Deer Isle, Marine, 1960, Edward

Larrabee Barnes Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

2) Radial

Sebuah konfigurasi radial memiliki jalur – jalur linier yang memanjang dari

atau berakhir di sebuah titik pusat bersama.

Gambar 51. Penjara Begara Bagian Timur, Philadelphia, dimulai pada 1821

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

3) Spiral

Sebuah konfigurasi spiral merupakan sebuah jalur tunggal yang menerus yang

berawal dari sebuah titik pusat, bergerak melingkar, dan semakin lama semakin jauh

darinya.

Gambar 52. Museum Pertumbuhan Tanpa Batas (Proyek), Phillippeville, Algeria, 1939, Le

Corbusier Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

4) Grid

Sebuah konfgurasi grid terdiri dari dua buah jalur sejajar yang berpotongan

pada interval – interval regular dan menciptakan area ruang berbentuk bujursangkar

atau persegi panjang.

Gambar 53. Priene, ditemukan pada abad IV S.M.

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

5) Jaringan

Sebuah konfigurasi jaringan terdiri dari jalur – jalur yang menghubungkan titik

– tiitk yang terbentuk di dalam ruang.

Gambar 54. Paris pada era Louis XIV

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

6) Komposit

Pada kenyataannya, sebuah bangunan biasanya menggunakan kombinasi pola –

pola yang berurutan. Titik penting pada pola manapun akan menjadi pusat aktivitas,

akses – akses masuk ke dalam ruangan dan aula, serta tempat bagi sirkulasi vertikal

yang disediakan dengan tangga, ram, dan elevator. Untuk mencegah terjadinya sebuah

jalur cabang yang berbelit dan tidak terorientasi, perlu ada susunan hirarkis di antara

jalur dan titik – titik sebuah bangunan dengan cara membedakan skala, bentuk,

panjang, dan penempatan mereka.

d. Hubungan – hubungan Jalur-ruang

Jalur dapat dikaitkan dengan ruang – ruang yang dihubungkannya melalui

beberapa cara berikut.

1) Melewati Ruang

• Integritas setiap ruang dipertahankan.

• Konfigurasi jalurnya fleksibel.

• Ruang – ruang yang menjadi perantara dapat digunakan untuk menghubungkan

jalur dengan ruang- raungnya.

Gambar 55. Melewati Ruang

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

2) Lewat Menembusi Ruang

• Jalur dapat lewat melalui sebuah ruang secara aksial, miring, atau di sepanjang

tepinya.

• Ketika menembusi ruang, jalur menciptakan pola – pola peristirahatan dan

pergerakan di dalamnya.

Gambar 56. Lewat Menembusi Ruang

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

3) Menghilang di dalam Ruang

• Lokasi ruangnya menghasilkan jalurnya

• Hubungan jalur – ruang ini digunakan untuk mencapai dan memasuki ruang –

ruang penting baik secara fugnsional maupun simbolis.

Gambar 57. Menghilang di dalam Ruang

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

e. Bentuk Ruang Sirkulasi

Bentuk ruang sirkulasi bervariasi menurut bagaimana :

• Batas – batasnya didefinisikan.

• Bentuknya berkaitan dengan bentuk ruang yang dihubungkannya.

• Kualitas skala, proporsi, pencahayaan, dan pemandangannya diartikulasikan.

• Pintu – pintu masuk membuka padanya.

• Ia menangani perubahan ketinggian dengan menggunakan tangga dan ram.

Sebuah ruang sirkulasi bisa :

1) Tertutup

Membentuk suatu galeri publik atau koridor privat yang berhubungan dengan

ruang – ruang yang dihubungkannya melalui akses – akses masuk di dalam sebuah

bidang dinding.

Gambar 58. Ruang Sirkulasi Tertutup

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

2) Terbuka pada Satu Sisi

Membentuk sebuah balkon atau galeri yang menyajikan kemenerusan spasial

dan visual dengan ruang – ruang yang dihubungkannya.

Gambar 59. Ruang Sirkulasi Terbuka pada Satu Sisi

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

3) Terbuka pada Kedua Sisi

Membentuk jalur setapak berkolom yang menjadi penambahan fisik ruang

yang dilaluinya tersebut.

Gambar 60. Ruang Sirkulasi Terbuka pada Kedua Sisi

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Sebuah jalur yang sempit dan tertutup secara alamiah akan mendorong

pergerakan ke depan. Untuk mengakomodir lalu lintas yang lebih besar serta

menciptakan ruang untuk berhenti sejenak, beristirahat, atau menikmati pemandangan,

maka bagian – bagian tertentu sebuah jalur dapat diperlebar. Jalur ini juga dapat

dieprbesar dengan menggabungkannya dengan ruang – ruang yang dilaluinya.

Gambar 61. Contoh Pergerakan jalur yang Sempit dan Tertutup Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

Di dalam ruang yang lebih besar, jalur dapat mengacak, tanpa bentuk atau

definisi, dan ditentukan oleh aktivitas dan pengaturan perabotan di dalam ruang

tersebut.

Gambar 62. Contoh Pergerakan Jalur Mengacak

Sumber : Francis D.K. Ching, Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan

2.3 Kerangka Berpikir

Latar Belakang

Pembangunan pusat perbelanjaan membawa dampak positif terhadap perekonomian

masyarakat dan juga ekonomi penduduk sekitarnya naik. Namun dari banyak pusat

perbelanjaan tersebut, elemen ruang terbuka yang disediakan sangat minim sehingga

ruang terbuka hijau dan daerah resapan berkurang.

Perumusan Masalah

Bagaimana mengorganisasikan bentuk dan ruang antara bangunan pusat perbelanjaan

dan ruang terbuka.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pola organisasi bentuk dan ruang dari tiga mall yang menerapkan

konsep ruang terbuka untuk diterapkan dalam proyek ‘Pusat Perbelanjaan dengan

Konsep Ruang Terbuka di Jakarta’.

Ruang Lingkup Pembahasan

Membahas organisasi ruang dan bentuk bangunan pusat perbelanjaan menurut buku

Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan dari Francis D.K. Ching.

Landasan Teori

Tinjauan Umum, Tinjauan Khusus, Novelty

Metode penelitian

Menggunakan metode kualitatif

Analisa

Menganalisa dan membandingkan pola organisasi bentuk dan ruang pada tiga mall

dalam konteks menggabungkan pusat perbelanjaan dengan ruang terbuka.

Kesimpulan

2.4.1 Novelty

1. Journal of Retail & Leisure Property (16th September 2010), Vol. 9, 4,

277-301

Judul : Coexistence and conflicts between shopping malls and street markets in

growing cities : Analysis of shoppers behaviour

Dr Rajagopal

o Analisa tentang kemudahan dan perilaku dalam berbelanja ( shopping

conveniences & shopping behavior )

o Hipotesa :

- Pasar jalanan ( street market ) memiliki keunggulan harga ( low price ), pakaian

dan makanan buatan sendiri terlepas dari standar kebersihan.

- Shopping mall terdapat tempat – tempat menarik / rekreasi dan fasilitas modern

untuk pembeli.

- Pasar jalanan melayani konsumen yang cenderung membeli produk – produk

makanan segar ( bahan makanan misalnya ikan dan sayuran ), sementara itu

diyakini bahwa supermarket menjual produk olahan atau makanan yang telah

dibekukan.

- Baik pasar jalanan maupun pusat perbelanjaan mempengaruhi budaya konsumen.

Namun atribut mereka untuk melayani konsumen dan meningkatkan nilai

konsumen berbeda.

o Hasil penelitian menunjukkan bahwa keinginan pembeli untuk berbelanja

didorong oleh :

- Suasana berbelanja

- Tempat – tempat menarik mall ( mall attraction )

- Fasilitas rekreasi

- Lokasi mall

- Promosi penjualan ( sale )

- Adanya daya tarik yang mengacu pada produk & layanan, merek / brand, harga (

store attractiveness )

2. Journal of Retail & Leisure Property (7th May 2010), Vol. 9, 3, 193 - 199

Judul : Creating the futuristic retail experience through experiential marketing :

Is it possible ? An exploratory study

Srini R. Srinivasan & Rajesh Kumar Srivastava

o Terdapat perbedaan antara selera dan preferensi dari generasi muda dan tua.

o Remaja perempuan lebih tertarik menghabiskan waktu untuk berbelanja

(shopping outlet), sedangkan remaja laki – laki cenderung lebih tertarik pada

zona hiburan.

o Daya Tarik untuk mengunjungi mall

- Dibawah 25 tahun : outlet belanja 34%, food Court 30%, zona hiburan dan

lainnya 36%.

- Diatas 25 tahun : outlet belanja 58%, food court 24%, zona hiburan dan lainnya

18%

o Atribut penting yang mempengaruhi pengalaman : staff dan layanan yang baik

6%, kualitas dalam menghabiskan waktu 32%, harga 42%, masalah merek /

brand 18%, lainnya 2%.

o Unsur – unsur lingkungan sangat berpengaruh untuk meningkatkan kepuasan

pembeli dan mendorong kembalinya pembeli.

o Menawarkan pengalaman berbelanja yang positif berdasarkan visual

merchandising. Visual merchandising menggambarkan penyajian barang

dagangan untuk menarik konsumen dalam berbelanja, dapat menciptakan

suasana yang menyenangkan dan menarik yang mengundang konsumen untuk

menghabiskan lebih banyak waktu ditoko.

o Pengalaman berbelanja harus dibuat sesuai dengan kebiasaan konsumen dalam

berbelanja dan tren pasar. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar

konsumen adalah wanita muda, yang umumnya lebih tertarik pada tempat

belanja. Outlet belanja dan food court adalah daya Tarik terbesar di mall. Secara

keseluruhan, disarankan agar pusat perbelanjaan harus mencoba untuk

menciptakan pengalaman belanja yang unik & baru.

3. Journal of Retail & Leisure Property (5th November 2009), Vol. 9, 1, 75-

87

Judul : Customer expectations of store attributes : A study of organized retail

outlets in India

Piyali Ghosh, Vibhuti Tripathi, & Anil Kumar

o Atribut toko dan pola belanja konsumen :

- Lokasi

Lokasi memainkan peran penting dalam keberhasilan atau kegagalan sebuah

outlet. (Mendes and themido, 2004)

Ketersediaan untuk melakukan perjalanan berdasarkan banyaknya daftar belanja.

(Bell and Lattin, 1998)

- Ukuran

Pembeli lebih tertarik outlet besar daripada outlet kecil, kecuali pembeli tertarik

dengan pelayanan cepat atau kenyamanan. (Simonson, 1999)

- Flooring

Orang dapat berbelanja atau menghabiskan waktu lebih lama jika mereka dapat

berjalan dengan nyaman (tidak didorong) pada saat melihat barang dagangan.

(Berman and Evans, 2007)

- Pencahayaan, musik & bau

Musik dapat mempengaruhi waktu yang dihabiskan, suasana hati konsumen &

kesan keseluruhan dari outlet. (Herrington & Cappela, 1994)

Musik meningkatkan persepsi waktu dalam menunggu layanan. (Hui et al, 1997)

Lambat tempo musik dapat mendorong pembeli untuk bergerak perlahan – lahan.

(Berman & Evans, 2007)

Bau dapat memiliki efek positif pada pengalaman berbelanja, terutama ketika

digabungkan dengan aspek lainnya seperti musik ditoko. (Mattila and Wirtz,

2001)

- Suhu

Image toko dapat dipengaruhi oleh central AC, unit AC, kipas angina, atau

bukaan jendela. (Berman and Evans, 2007)

- Warna

Pilihan warna untuk dinding harus senada dengan target audiens. Kadang –

kadang ketika warna berubah, pelanggan mungkin tidak nyaman pada awalnya,

sampai mereka menyesuaikan diri dengan skema warna baru. (Berman and

Evans, 2007)

- Customer space

Customer space dapat berkontribusi pada suasana belanja dan termasuk juga

ruang duduk, bangku, ganti kamar, kamar kecil, restoran, parkir, dan sebagainya.

(Berman and Evans, 2007)

- Teknologi

Toko dengan teknologi maju dapat mengesankan orang dengan operasi dan

layanannya yang cepat. (Berman & Evans, 2007)

4. Jurnal “ ruang “ Volume 1 Nomor 1 September 2009

Judul : Pusat Pertokoan Dengan Konsep Pedestrian Mall Di Kota Palu

Ahda Mulyati dan Fitria Junaeny

Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Tadulako

o Penataan etalase toko / retail yang menarik. Material dan konstruksi

mempertimbangkan unsur estetika serta ketahanan terhadap kondisi cuaca dan

iklim

o Mempertimbangkan lebar dan jarak pedestrian, dilengkapi dengan street

furniture, signage, vegetasi dan ruang parkir serta penyediaan open space

sebagai tempat melakukan interaksi sosial

o Pengaturan ruang parkir yang efisien, yaitu dengan meletakkan ruang parkir pada

beberapa lokasi yang strategis dan memudahkan pergerakan pengunjung dengan

pencapaian yang mudah.

o Agar pengaturan sirkulasi barang lancar, aktivitas pelayanan bongkar muat

barang diberlakukan pada jam – jam khusus atau jam – jam tertentu sehingga

sirkulasi tidak saling mengganggu

5. Jurnal Planesa, Volume 2, Nomor 1 Mei 2012

Judul : Konsep Perencanaan Kawasan Perdagangan Koridor Jalan SA. Tirtayasa,

Kota Serang dengan Pendekatan Pedestrianisasi ( Memanusiakan Pejalan

kaki )

Darmawan Listya Cahya, Rima Metalia

o Konsep pedestrian mall yang diambil dari Harvey Rubeinstein dalam

menganalisis data adalah sebagai berikut :

1) Faktor – faktor kultural ( Cultural Factor ) :

- Kondisi lalu lintas, untuk menempatkan suatu mall dalam suatu blok tertentu

diperlukan pengukuran yang aktual atas jumlah volume lalu lintas yang sudah

ada dalam suatu jalan.

- Transit, pengaruh mall terhadap lalu lintas dengan mempertimbangkan jalan –

jalan lainnya disekitar area tersebut.

- Parkir, dalam kondisi eksisting terdapat taman parkir yang terletak berdekatan

dengan kawasan yang akan dikembangkan. Jika dalam perencanaan ditentukan

bahwa lahan parkir yang tersedia tidak mencukupi dan memungkinkan maka

perlu dibuat parkir multi-level, dimana lahan parkir dibangun secara vertikal.

- Pelayanan untuk kendaraan truk, kendaraan emergensi seperti polisi dan

pemadam kebakaran, dibutuhkan jalur khusus yang dapat mengakses keluar

masuknya kendaraan darurat apabila terjadi sesuatu yang darurat dalam kawasan

perencanaan.

- Sirkulasi pedestrian, menyangkut kenyamanan dan keamanan pejalan kaki.

- Utilitas yang meliputi drainase, pembuangan air kotor, sampah, listrik, gas, air

bersih dan telepon.

- Bangunan yang ada, yang harus diamati kondisinya, ketinggiannya, karakter

arsitekturalnya, pintu masuknya.

- Peraturan zonasi (RDTR Kota) sebelum merencanakan pengembangan perlu

diketahui peraturan tata ruang yang berlaku pada kawasan tersebut, sehingga

tidak merusak rencana tata ruang yang sudah ada.

- Kelengkapan seperti tanda – tanda, penerangan, aksesori jalan.

- Perawatan, untuk menjaga dan memelihara kawasan tersebut seperti

membersihkan mall, membersihkan sampah, menggantikan penerangan jalan

yang rusak, merawat pohon dan street furniture lainnya.

2) Faktor Alam ( Natural Factor ) :

- Jenis Tanah, apakah jenis tanah tersebut cocok untuk dibangun dengan type

bangunan vertikal atau tipe bangunan bermassa satu, atau justru tidak cocok

untuk dibangun.

- Klimatologi / cuaca, pengaruh lingkungan antara lain iklim yang menimbulkan

berbagai masalah dalam kaitannya dengan para pejalan kaki.

- Topografi, kemiringan tanah perlu diketahui untuk mengetahui aliran air

sehingga bisa dipastikan daerah mana yang rawan genangan air pada saat musim

hujan, dan dalam perencanaannya itu bisa diminimalisasi.