bab ii landasan teori - dspace home

23
13 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. METODE ANALISIS Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 oleh Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah panduan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Jalan Kota yang dapat diterapkan sebagai sarana dalam perancangan, perencanaan dan analisa operasional lalu lintas. Pada penelitian ini proses analisis menggunakan dua program, yaitu program KAJI oleh Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga dan program Vissim oleh PT AVG (Jerman). 3.2. ANALISIS SIMPANG TAK BERSINYAL 3.2.1. Arus Lalu Lintas Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jm (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan). Data arus lalu lintas dibagi dalam tipe kendaraan, yaitu kendaraan tak bermotor (UM), sepeda motor (MC), kendaraan berat (HV), dan kendaraan ringan (LV). Arus lalu lintas tiap pendekat dibagi dalam tipe pergerakan, yaitu gerakan belok kiri (QLT), lurus (QSR), dan belok kanan (QRT). Arus lalu lintas untuk setiap gerakan dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan (MKJI, 1997).

Upload: others

Post on 01-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

13

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. METODE ANALISIS

Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian mengacu pada

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 oleh Departemen Pekerjaan

Umum, Direktorat Jendral Bina Marga. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997.

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah panduan yang dikeluarkan oleh

Direktorat Jenderal Bina Marga Jalan Kota yang dapat diterapkan sebagai sarana

dalam perancangan, perencanaan dan analisa operasional lalu lintas. Pada

penelitian ini proses analisis menggunakan dua program, yaitu program KAJI oleh

Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga dan program

Vissim oleh PT AVG (Jerman).

3.2. ANALISIS SIMPANG TAK BERSINYAL

3.2.1. Arus Lalu Lintas

Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pada

jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jm (Qkend), smp/jam (Qsmp)

atau LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan). Data arus lalu lintas dibagi

dalam tipe kendaraan, yaitu kendaraan tak bermotor (UM), sepeda motor (MC),

kendaraan berat (HV), dan kendaraan ringan (LV). Arus lalu lintas tiap pendekat

dibagi dalam tipe pergerakan, yaitu gerakan belok kiri (QLT), lurus (QSR), dan

belok kanan (QRT).

Arus lalu lintas untuk setiap gerakan dikonversi dari kendaraan per jam

menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen

mobil penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan

(MKJI, 1997).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

14

Tabel 3.1 Ekivalensi Mobil Penumpang

Jenis Kendaraan Nilai EMP

Kendaraan Ringan (LV)

Kendaraan Berat (HV)

Sepeda Motor (MC)

1,0

1,3

0,5

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

Menurut MKJI (1997) semua arus lalu lintas (per arah dan lokasi) diubah

menjadi satuan mobil penumpang dengan menggunakan ekivalen mobil

penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan yang

dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu :

1. Kendaraan ringan (LV), yaitu kendaraan bermotor dua as beroda 4 (empat)

dengan jarak as 2 – 3 meter (mobil sedan, mobil penumpang, jeep, truk

dua as, mikrotruk, pickup, dan minibus).

2. Kendaraan berat (HV), yaitu kendaraan bermotor dengan jarak as lebih

dari 3,5 meter, biasanya roda lebih dari 4 (empat) (termasuk bis, truk dua

as, truk tiga as, dan truk kombinasi).

3. Sepeda motor (MC), kendaraan beroda dua atau tiga.

4. Kendaran tak bermotor (UM), kendaraan dengan roda yang menggunakan

tenaga manusia atau hewan meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta

dorong).

3.2.2. Data Masukan

Menurut MKJI (1997), berikut adalah data masukan yang diperlukan untuk

analisis kinerja simpang tak bersinyal.

1. Kondisi Geometrik

Kondisi geometrik dibuat dalam bentuk sketsa yang memberikan informasi

tentang kereb, lebar jalur, bahu dan median. Nama jalan minor dan utama dan

nama kota dicatat pada bagian atas sketsa sebagaimana juga nama pilihan dari

alternatif rencana. Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada

simpang, misalnya jalan dengan klasifikasi fungsional tertinggi. Untuk simpang

3-lengan, jalan yang menerus selalu jalan utama. Pendekat jalan minor diberi

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

15

notasi A dan C, pendekat jalan utama diberi notasi B dan D (lihat pada Gambar

3.1). Pemberian notasi dibuat searah jarum jam. Sketsa lalu lintas memberikan

informasi lalu lintas yang lebih rinci dari yang diperlukan untuk analisa simpang

tak bersinyal. Jika alternatif pemasangan sinyal pada simpang juga akan diuji,

informasi ini akan diperlukan (MKJI, 1997).

Gambar 3.1. Contoh Sketsa Data Masukan Geometri

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

2. Kondisi Lalu Lintas

Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jama

rencana, atau lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dengan faktor-k yang

sesuai untuk konversi LHRT menjadi arus per jam (umum untuk perancangan)

Nama pilihan alternatif lalu lintas dapat dimasukkan. Kondisi geometrik dibuat

dalam bentuk sketsa memberikan informasi lalu-lintas lebih rinci dari yang

diperlukan untuk analisis simpang tak bersinyal. Jika alternatif pemasangan

sinyal pada simpang juga akan diuji, informasi ini akan diperlukan. Sketsa

sebaiknya menunjukkan gerakan lalu-lintas bermotor dan tak bermotor (kend/jam)

pada pendekat ALT (notasi: A, arah: Left Turn), AST (notasi: A, arah: Straight),

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

16

ART (notasi: A, arah: Right Turn) dan seterusnya. Satuan arus adalah kend/jam

atau LHRT (Lalu-lintas Harian Rata-rata), diberi tanda dalam formulir, seperti

contoh Gambar 3.2 (MKJI,1997).

Gambar 3.2. Contoh Sketsa Data Masukan Arus Lalu Lintas

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

3. Kondisi Lingkungan

Lingkungan jalan diklasifikasikan dalam kelas menurut tata guna tanah

dan aksesibilitas jalan tersebut dari aktivitas sekitarnya. Hal ini ditetapkan secara

kualitatif dari pertimbangan teknik lalu-lintas seperti di bawah ini:

a. Komersial (Com) yaitu tata guna lahan komersial (misalnya pertokoan,

rumah makan, perkantoran) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan

kaki dan kendaraan.

b. Permukiman (Res) yaitu tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan

masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.

c. Akses terbatas (RA) yaitu tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung

terbatas (misalnya karena adanya penghalang fisik, jalan samping, dsb).

Hambatan samping menunjukkan pengaruh aktivitas samping pada arus

berangkat lalu lintas, misalnya pejalan kaki berjalan atau menyeberangi jalur,

angkutan kota dan bis berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang,

kendaraan masuk dan keluar halaman dan tempat parkir di luar jalur. Hambatan

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

17

samping ditentukan secara kualitatif dengan pertimbangan teknik lalu lintas

sebagai tinggi, sedang atau rendah.

Tabel 3.2 Penentuan Kelas Hambatan Samping

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

3.2.3. Kapasitas (C)

Untuk dapat menentukan kapasitas harus melalui beberapa tahap maka

terlebih dahulu menentukan kapasitas dasar (C), faktor penyesuaian lebar

pendekat (Fw), faktor penyesuaian median jalan utama (FM), faktor penyesuaian

ukuran kota (Fcs), faktor penyesuaian tipe lingkungan, kelas hambatan samping

dan kendaraan tak bermotor (FRSU) , faktor penyesuaian belok kiri (FLT), faktor

penyesuaian belok kanan (FRT), dan faktor Penyesuaian rasio arus minor (FMI).

C = Co × FW × FM × FCS × FRSU × FLT × FRT × FMI..................…….... (3.1)

Keterangan :

C = Kapasitas (smp/jam)

Co = Kapasitas dasar (smp/jam)

FW = Faktor penyesuaian lebar masuk

FM = Faktor penyesuaian tipe median jalan utama

FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

FRSU = Faktor penyesuaian hambatan samping

FLT = Faktor penyesuaian belok kiri

FRT = Faktor penyesuaian belok kanan

FMI = Faktor penyesuaian arus jalan minor

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

18

1. Lebar Pendekat dan Tipe Simpang

Lebar pendekat adalah lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukut

di bagian tersempit, yang digunakan oleh lalu-lintas yang bergerak. Lebar

pendekat diukur pada jarak 10 m dari garis imajiner yang menghubungkan tepi

perkerasan dari jalan berpotongan, yang dianggap mewakili lebar pendekat efektif

untuk masing-masing pendekat. Untuk pendekat yang sering digunakan untuk

parkir pada jarak kurang dari 20 , dari haris imajiner yang menghubungkan tepi

perkerasan dari jalan berpotongan, lebar pendekat tersebut harus dikurangi 2 m

(MKJI 1997).

Gambar 3.3. Penetapan Tipe Pendekat

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

Lebar pendekat untuk jalan mayor (utama) dan lebar rata-rata pendekat

(W1), masing-masing dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini :

WAC = (WA + WC) / 2 ....................................................................... (3.2)

WBD = (WB + WD) / 2 ....................................................................... (3.3)

W1 = (WA + WC + WB + WD ) / Jumlah Lengan ............................ (3.4)

Jumlah lajur yang digunakan untuk keperluan perhitungan ditentukan dari

lebar rata-rata pendekat jalan minor dan jalan utama dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

19

Tabel 3.3 Jumlah Lajur

Lebar rata-rata pendekat minor

dan utama WAC, WBD

Rata-rata lebar

pendekat (m)

Jumlah lajur (total

untuk kedua arah)

WBD = (b+d/2)/2 < 5,5 2

≥ 5,5 4

WAC = (a/2+c/2)/2 < 5,5 2

≥ 5,5 4

Sumber : Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

Jumlah Tipe simpang diklasifikasikan berdasarkan jumlah lengan, jumlah

lajur jalan mayor dan minor.

Tabel 3.4 Nilai Tipe Simpang

Kode IT Jumlah lengan

simpang

Jumlah lajur jalan

minor

Jumlah lajur

jalan utama

322 3 2 2

324 3 2 4

342 3 4 2

422 4 2 2

424 4 2 4

Keterangan :

322 = 3 lengan simpang, 2 lajur minor, 2 lajur utama

422 = 4 lengan simpang, 2 lajur minor, 2 lajur utama

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

Dalam tabel di atas tidak terdapat simpang tak bersinyal yang kedua jalan

utama dan jalan minornya mempunyai empat lajur, yaitu tipe simpang 344 dan

444, karena tipe simpang ini tidak dijumpai selama survei lapangan. Jika analisa

kapasitas harus dikerjakan untuk simpang seperti ini, simpang tersebut dianggap

sebagai 324 dan 424.

2. Kapasitas Dasar (CO)

Menurut MKJI 1997, kapasitas dasar adalah kapasitas persimpangan jalan

total untuk suatu kondisi tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya (kondisi

dasar). Kapasitas dasar menurut simpang dapat dilihat pada tabel beriku ini :

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

20

Tabel 3.5 Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang

Tipe Simpang IT Kapasitas dasar smp/jam

322 2700

342 2900

324 atau 344 3200

422 2900

424 atau 444 3400

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

3. Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (Fw)

Faktor penyesuaian lebar pendekat (FW) ini merupakan faktor penyesuaian

untuk kapasistas dasar sehubungan denga lebar masuk persimpangan jalan.

IT 422 FW = 0,70 + 0,0866 x W1 ................................ (3.5)

IT 424 atau 444 FW = 0,61 + 0,0740 x W1 ................................ (3.6)

IT 322 FW = 0,73 + 0,0760 x W1 ................................ (3.7)

IT 324 atau 344 FW = 0,62 + 0,0646 x W1 ................................ (3.8)

IT 342 FW = 0,67 + 0,0698 x W1 ................................ (3.9)

Gambar 3.4 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (FW)

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

21

4. Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM)

Pertimbangan teknik lalu lintas diperlukan untuk menentukan faktor

median. Median disebut lebar jika kendaraan ringan standar dapat berlindung

pada daerah median tanpa mengganggu arus berangkat pada jalan utama. Hal ini

mungkin terjadi jika lebar median selebar 3 m atau lebih. Pada beberapa

keadaan, misalnya jika pendekat jalan utama lebar, hal ini mungkin terjadi jika

median lebih sempit.

Tabel 3.6 Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama (FM)

Uraian Tipe M Faktor Penyesuaian

median (FM)

Tidak ada median jalan utama Tidak ada 1,00

Ada median jalan utama, lebar < 3 m Sempit 1,05

Ada median jalan utama, lebar ≥ 3 m Lebar 1,20

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

5. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)

Faktor ini hanya dipengaruhi oleh variable besar kecilnya jumlah

penduduk dalam juta.

Tabel 3.7 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS)

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

6. Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan

Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)

Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan (RE), hambatan samping (SF)

dan kendaraan tak bermotor (FRSU), serta rasio kendaraan tak bermotor UM/MV

sesuai ketentuan pada tabel berikut :

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

22

Tabel 3.8 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan

Kendaraan Tak Bermotor (FRSU)

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

7. Faktor Penyesuaian Belok Kiri (FLT)

FLT = 0,84 + 1,61 x PLT ..................................................................... (3.10)

Keterangan :

FLT = Faktor penyesuaian belok kiri

PLT = Rasio kendaraan belok kiri, PLT = QLT / QTOT

8. Faktor Penyesuaian Belok Kanan (FRT)

Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) pada simpang dengan 4 lengan

adalah 1,0.

9. Faktor Penyesuaian Rasio Jalan Minor (FMI)

Faktor Penyesuaian Rasio Jalan Minor (FMI) adalah penyesuaian kapasitas

dasar akibat rasio arus jalan minor.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

23

Tabel 3.9 Faktor Penyesuaian Rasio Jalan Minor (FMI)

Keterangan :

PMI = Rasio arus jalan minor terhadap arus simpangan total

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997)

3.2.4 Perilaku Lalu Lintas

Perilaku lalu lintas adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi

operasional fasilitas lalu lintas di jalan dalam memberikan suatu layanan terhadap

sistem lalu lintas tersebut. Perilaku lalu lintas pada umumnya dinyatakan dalam

kapasitas, derajat kejenuhan dan tundaan peluang antrian.

1. Derajat Kejenuhan (DS)

Derajat Kejenuhan (DS) adalah rasio volume arus lalu lintas (smp/jam)

dengan kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu, biasanya dihitung dalam

per jam.

DS = QTOT / C ............................................................................. (3.11)

Keterangan :

DS = derajat kejenuhan (per jam)

Q = arus lalu lintas (smp/jam)

C = Kapasitas (smp/jam)

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

24

2. Tundaan

Menurut MKJI (1997), tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang perlu

diperlukan untuk melalui suatu simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa

simpang.

a. Tundaan lalu lintas (DT1)

Tundaan yang disebabkan pengaruh kendaraan lain. Besarnya tundaan lalu

lintas dapat dihitung dengan rumus :

Untuk DS ≤ 0,6

DT1 = 2 + 8,2078 x DS – (1 – DS) x 2 ..........................................(3.12)

Untuk DS > 0,6

DT1 = 1,0504 / (0,2742 – 0,2042 x DS) x 2 .................................(3.13)

b. Tundaan lalu lintas jalan utama (DTMA)

Tundaan lalu lintas jalan utama adalah tundaan lalu lintas semua

kendaraan bermotor yang masuk persimpangan dari jalan utama.

Untuk DS ≤ 0,6

DTMA = 1,8 + 5,8234 x DS - (1-DS) x 1,8 ...................................... (3. 14)

Untuk DS > 0,6

DTMA = 1,05034 / (0,346 – 0,246 x DS) - (1-DS) x 1,8 ................. (3. 15)

c. Tundaan lalu lintas jalan minor (DTMI)

Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor ditentukan berdasarkan tundaan

lalu lintas rata-rata (DTI) dan tundaan lalu lintas rata-rata jalan major

(DTMA).

DTMI = QTOT x DT1 - QMA x DTMA / QMI…....................................... (3. 16)

Keterangan :

QMA = Arus total jalan utama/mayor (smp/jam)

QMI = Arus total jalan minor (smp/jam)

d. Tundaan geometrik simpang (DG)

Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh

kendaraan bermotor yang masuk simpang.

Untuk DS < 1,0

DG = (1-DS) x (PT x 6 + (1- PT) x 3) + DS x 4…........................... (3. 17)

Untuk DS ≥ 1,0 : DG = 4

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

25

Keterangan :

DG = tundaan geometrik simpang (det/smp)

DS = derajat kejenuhan

PT = rasio belok total

e. Tundaan Simpang

Tundaan simpang dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :

D = DG + DT1 (det/smp) ............................................................... (3. 18)

Keterangan :

DG = tundaan geometrik simpang (det/smp)

DT1 = tundaan lalu lintas simpang (det/smp)

3. Peluang Antrian

Peluang antrian dengan batas atas dan batas bawah dapat diperoleh dengan

menggunakan rumus sebagai berikut di bawah ini ( MKJI 1997 ) :

Qp % batas atas = 47,71 x DS – 24,68 x DS2 + 56,47 x DS3..... (3. 19)

Qp % batas bawah = 9,02 x DS + 20,66 x DS2 + 10,49 x DS3...... (3. 20)

4. Penilaian Perilaku Lalu Lintas

Analisis simpang menggunakan manual kapasitas jalan direncanakan

untuk meperkirakan kapasitas dan perilaku lalu lintas pada kondisi tertentu yang

berkaitan dengan rencana geometrik, lalu lintas dan lingkungan. Karena hasil

perhitungan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, mungkin diperlukan

perbaikan kondisi yang sesuai dengan para ahli, terutama kondisi geometrik,

untuk memperoleh perilaku lalu lintas yang diinginkan berkaitan dengan

kapasitas, kecepatan, dan sebagainya.

Cara paling cepat untuk menilai hasilnya adalah dengan melihat derajat

kejenuhan dari kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan

pertumbuhan lalu lintas tahunan dan “umur” fungsional yang diinginkan dari

segmen jalan tersebut. Jika derajat kejenuhan yang diperoleh terlalu tinggi (DS >

0,75) maka perubahan dapat dilakukan pada asumsi yang berkaitan dengan

penampang melintang jalan dan sebagainya.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

26

5. Tingkat Pelayanan (Level Of Service)

Menurut Permenhub (KM 14 Tahun 2006), Tingkat Pelayanan adalah

kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menamung lalu lintas pada

keadaan tertentu. Tingkat pelayanan pada persimpangan mempertimbangkan

faktor tundaan dan kapasitas persimpangan. Setiap pengembangan atau

pembangunan pusat kegiatan dan pemukiman yang berpotensi menimbulkan

dampak lalu lintas dapat mempengaruhi tingkat pelayanan yang diinginkan, wajib

dilakukan analisis dampak lalu lintas. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk

mempertahankan tingkat pelayanan pada persimpangan antara lain :

a. Simpang prioritas

b. Bundaran lalu lintas

c. Perbaikan geometrik persimpangan

d. Pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas

e. Persimpangan tidak sebidang

Menurut Permenhub (KM 96 Tahun 2015), tingkat pelayanan harus

memenuhi indikator sebagai berikut :

a. Rasio antara volume dan kapasitas jalan

b. Kecepatan yang merupakan kecepatan batas atas dan kecepatan batas

bawah yang ditetapkan berdasarkan kondisi daerah

c. Waktu perjalanan

d. Kebebasan bergerak

e. Keamanan

f. Keselamatan

g. Ketertiban

h. Kelancaran

i. Penilaian pengemudi terhadap kondisi arus lalu lintas

Berikut adalah parameter tingkat pelayanan pada persimpangan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

27

Tabel 3.10 Tingkat Pelayanan Persimpangan

Tingkat Pelayanan Rata-rata tundaan berhenti (detik per kendaraan)

A < 5

B 5 – 15

C 15 – 25

D 25 – 40

E 40 – 60

F > 60

Sumber : Permenhub (KM 96 Tahun 2015)

3.2.5 Jalan Satu Arah

Menurut Hobbs (1995), Jalan satu arah merupakan salah satu cara untuk

mengurangi kemacetan dan tundaan lalulintas, melalui pengaturan arah

pergerakan lalulintas. Keuntungan dari jalan satu arah ini diharapkan dapat

mengurangi konflik kecelakan dan menambah kapasitas ruas jalan sehingga

kecepatan kendaraan bertambah. Studi lalulintas sangat diperlukan sebelum

mengambil keputusan manajemen, khususnya pada saat meneliti ruas jalan satu

arah. Pada tempat yang arus lalulintasnya padat, sistem jalan satu arah akan sangat

menguntungkan. Karena jalan satu arah merupakan salah satu metode untuk

menambah arus lalu lintas dan mengurangi kemacetan.

Dengan memperbesar kapasitas, maka jalan satu arah sering

memungkinkan kesinambungan parkir meteran, yang mungkin penting bagi

kehidupan suatu kawasan. Akhirnya, selain membuat rambu-rambu, pembuatan

marka jalan dan sistem pengaturan persimpangan jalan dengan pembatas fisik

untuk mencegah pergerakan yang tidak benar adalah sangat penting. Akan tetapi,

gangguan pandangan yang lebih besar biasanya terjadi ada jalan satu arah, dan

kecepatan lalu lintas yang lebih tinggi cenderung menimbulkan gangguan pada

masyarakat karena lebih sulit menyeberang jalan.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

28

Gambar 3.5 Sistem Jalan Satu Arah

(Sumber : Hobbs, 1995)

1. Keuntungan

a. Menambah kapasitas dan antara simpang-simpang jalan distribusi lalu

lintas mungkin menjadi lebih baik.

b. Berkurangnya konflik pejalan kaki dan kendaraan, biasanya

mengurangi laju kecelakaan dan menghindarkan tabrakan yang parah.

c. Semakin baiknya kondisi-kondisi parkir di tepi trotoar dan

berkurangnya gangguan pemberhentian bis, dan kendaraan yang

sedang bongkar muat.

d. Peningkatan pemanfaatan jalan dengan jumlah jalur.

e. Lebih memudahkan pemakaian sistem pengaturan rambu lalu lintas

modern.

2. Kerugian

a. Jarak perjalanan lebih panjang dan volume lalu lintas lebih besar

daripada di beberapa bagian jaringan yang menimbulkan berbeloknya

lebih banyak lalu lintas pada ujung-ujung jalan.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

29

b. Kesulitan mengatur rute lalu lintas pada suatu kawasan, khusus untuk

pendatang. Hilangnya kenyamanan bagi penduduk di area-area jalan

satu arah dan rusaknya lingkungan yang mungkin dapat terjadi.

c. Beralihnya titik-titik muatan transportasi umum dan akibat pada

jangkauan rute dan penjadwalan bis.

d. Penambahan jarak berjalan kaki untuk penumpang transportasi umum.

e. Pertentangan kepentingan sepanjang rute satu arah

3. Karakteristik Jalan Satu Arah

Menurut MKJI (1997), tipe jalan ini meliputi semua jalan satu arah dengan

lebar jalur lalu lintas dari 5 meter sampai dengan 10,5 meter. Kondisi dasar tipe

jalan ini dari mana kecepatan arus bebas dan kapasittas ditentukan didefinisikan

sebagai berikut :

a. Lebar jalur lalu lintas tujuh meter

b. Lebar bahu efektif paling sedikit 2 m pada setiap sisi

c. Tidak ada median

d. Hambatan samping rendah

e. Ukuran kota 1,0 – 3,0 juta

f. Tipe alinyemen datar

3.2.6 Median Jalan

Median jalan merupakan suatu bagian tengah badan jalan yang secara fisik

memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah. Median jalan (pemisah

tengah) dapat berbentuk median yang ditinggikan (raised), median yang

diturunkan (depressed), atau median rata (flush). Median jalan direncanakan

dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan

bagi pemakai jalan maupun lingkungan. (Perencanaan Median Jalan; Departemen

Permukiman dan Prasarana Wilayah).

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

30

Gambar 3.6 Potongan Melintang Jalan

(Sumber : Perencanaan Median Jalan; Departemen Permukiman dan

Prasarana Wilayah)

Gambar 3.7 Lajur Tunggu Pada Bukaan

(Sumber : Perencanaan Median Jalan; Departemen Permukiman dan

Prasarana Wilayah)

1. Fungsi Median Jalan

a. Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah

b. Untuk menghalangi lalu lintas belok kanan

c. Lapak tunggu bagi penyebrang jalan

d. Penempatan fasilitas untuk mengurangi silau dari sinar lampu

kendaraan dari arah berlawanan

e. Penempatan fasilitas pendukung jalan

f. Cadangan lajur (jika cukup luas)

g. Tempat prasarana kerja sementara

h. Dimanfaatkan sebagai jalur hijau

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

31

2. Kriteria Median Jalan

a. Jalan bertipe minimal empat lajur dua arah

b. Volume lalu lintas dan tingkat kecelakaan tinggi

c. Diperlukan untuk penempatan fasilitas pendukung lalu lintas

3.3 ANALISIS

3.3.1 Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997

Data input dalam MKAJI untuk simpang tak bersinyal adalah sebagai

berikut ini.

1. Formulir SIG-I

Merupakan form untuk proses input data sebagai berikut :

a. Geometri simpang, lebar jalan, menentukan model simpang, ada

tidaknya median jalan, jumlah penduduk

b. Lingkungan jalan di simpang tersebut.

c. Volume arus lalu lintas per jam yang belum diklasifikasikan atau

sebelum di konversi menjadi smp/jam dan data - data untuk kendaraan

ringan (mobil), kendaraan berat (truk), sepeda motor dan kendaraan

tak bermotor.

2. Formulir SIG-II

Merupakan form untuk proses analisis dengan menampilkan data yang

dihasilkan, antara lain sebagai berikut ini.

a. Kapasitas

b. Derajat Kejenuhan

c. Tundaan Simpang

d. Peluang Antrian

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

32

Gambar 3.8 Bagan Alir Analisis MKJI 1997

Selesai

Kapasitas :

1. Lebar pendekat dan tipe simpang

2. Kapasitas dasar

3. Faktor penyesuaian lebar pendekat

4. Faktor penyesuaian median jalan utama

5. Faktor penyesuaian ukuran kota

6. Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan samping, dan

kend. tak bermotor

7. Faktor penyesuaian belok kiri

8. Faktor penyesuaian belok kanan

9. Faktor penyesuaian raiso arus jalan minor

10. Kapasitas

Tidak

Ya

Hasil dan Kesimpulan

Pemilihan Alternatif Solusi

Mulai

Data Masukan :

1. Kondisi Geometrik

2. Kondisi Lalu Lintas

3. Kondisi Lingkungan

Perilaku Lalu Lintas :

1. Derajat kejenuhan

2. Tundaan

3. Peluang antrian

4. Penilaian perilaku lalu lintas

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

33

3.3.2 PTV VISSIM

Menurut PTV-AG (2011), Vissim adalah multi-moda lalu lintas perangkat

lunak aliran mikroskopis simulasi yang mempunyai fasilitas kalibrasi, sehingga

VISSIM dapat menggambarkan perilaku pengemudi dan komposisi kendaraan.

Hal tersebut yang membedakan VISSIM dengan aplikasi model simulasi lain.

VISSIM mengandung model psycho-physical car following dan algoritma

peraturan dasar untuk pergerakan kesamping (lateral behavior), yang menjadi

karateristik lalu lintas di Indonesia yang berbeda dengan karateristik lalu lintas

dan perilaku pengemudi yang ada di negara-negara maju. Hal ini dikembangkan

oleh PTV (Planning Transportasi Verkehr AG) di Karlsruhe, Jerman. Vissim

dimulai pada tahun 1992 dan saat ini memimpin pasar global.

VISSIM dapat digunakaan pada berbagai tipe pengaturan sinyal. Selain

pengaturan control sinyal, fungsi pengaturan waktu juga ada untuk mengindetitas

pengaturan sinyal kendaraan yang terdapat dipaket program untuk penerapan di

lapangan.

1. Input Data, Simulasi, dan Kalibrasi VISSIM

Tahap pengumpulan data adalah bagian penting dalam penelitian ini.

Mikroskopis simulasi model VISSIM memiliki persyaratan rumit input data dan

memiliki parameter model yang banyak. Untuk membuat model simulasi VISSIM

untuk jaringan dan mengkalibrasi lalu lintas lokal memerlukan dua jenis data,

yaitu data input dasar yang digunakan untuk coding jaringan dari model simulasi

dan data observasi yang digunakan untuk kalibrasi parameter model simulasi.

Input data dasar termasuk data geometri jaringan, data volume lalu lintas dan

sistem kontrol lalu lintas. Model parameter yang berhubungan dengan atribut fisik

dari pengembangan model VISSIM mendefinisikan langkah kalibrasi dalam

mikrosimulasi pemodelan. Kalibrasi awal ini dilakukan untuk mengidentifikasi

nilai-nilai untuk penyesuaian kapasitas parameter untuk memperoleh kapasitas

lalu lintas yang terbaik.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

34

2. Output Data

Hasil analisis yang dihasilkan VISSIM berupa simulasi berupa video

animasi. Video animasi tersebut menampilkan animasi kendaraan (mobil

penumpang, truk, kereta api,dll), pohon, bangunan, fasilitas transit, dan rambu

lalu lintas. Validasi adalah proses menyesuaikan parameter untuk mendapatkan

kesesuaian antara nilai simulasi dengan data hasil pengamatan. Data lalu lintas

yang digunakan sebagai perbandingan dalam proses validasi adalah volume arus

lalu lintas di setiap lengan simpang. Dari analisis tersebut didapatkan nilai

tundaan, panjang antrian, waktu tempuh kendaraan, kecepataan, kapasitas

jaringan, volume lalu lintas dan lain-lain.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - DSpace Home

35

Gambar 3.9 Bagan Alir Analisis VISSIM

Mulai

Survei Pendahuluan

Selesai

Data Penelitian

Data Primer :

1. Jenis Kendaraan

2. Volume Lalu Lintas

3. Geometri Simpang

Data Sekunder :

1. Peta Jaringan Jalan

2. Peta Lokasi Penelitian

Input Data Simulasi

Tidak

Ya

Analisis Tundaan, Panjang Antrian Simpang

dengan beberapa alternatif perbaikan

1. Pemasangan Median Jalan

2. Pengalihan Arus Lalu Lintas

3. Simpang Bersinyal

Hasil dan Kesimpulan Video Visualisasi

Pemilihan Alternatif Solusi