bab ii landasan teori a. mc kenzie exercise

25
10 BAB II LANDASAN TEORI A. Mc Kenzie Exercise 1. Definisi Mc Kenzie Exersize Dalam Jurnal Ergonomi Indonesia (2019) dijelaskan bahwa Mc Kenzie Exercise merupakan suatu teknik latihan dengan menggunakan gerakan badan terutama ke belakang atau yang disebut ekstensi pada lumbal dan shoulder secara bersamaan. Robin Mc Kenzie menciptakan latihan yang biasanya digunakan untuk penguatan dan peregangan otot-otot ekstensor dan otot-otot fleksor sendi lumbosacralis hingga dapat menurunkan nyeri. Tujuan mc kenzie exercise adalah untuk menurunkan nyeri dan juga disabilitas fungsi serta dapat juga untuk mengembalikan Range Of Motion (ROM) Lumbal sehingga mendapatkan kembali mobilitan maksimal dari punggung bawah atau gerak yang seharusnya belum mampu dilakukan oleh penderita low back pain myogenic(Kuppusami,2013). 2. Mekanisme Mc Kenzie Exercise Untuk Menurunkan Nyeri LBP Mc kenzie exercise akan meningkatkan Aktifity Fungtional Mobility Lumbal. Karena mc kenzie exercise dapat nenurunkan nyeri low back pain yang memberikan efekelastis dan juga kontraktilitas otot. Dapat juga menghilangkan kekakuan pada sendi oleh kapsul legamenter tightness, dengan efek relaksasi yang didapatkan dari mc kenzie exercise, selain untuk menurunkan nyeri dapat juga untuk memperbaiki postur dalam ekstensi spine dengan berulang-ulang akan memperbaiki posisi nucleus

Upload: others

Post on 07-Dec-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Mc Kenzie Exercise

1. Definisi Mc Kenzie Exersize

Dalam Jurnal Ergonomi Indonesia (2019) dijelaskan bahwa Mc Kenzie Exercise

merupakan suatu teknik latihan dengan menggunakan gerakan badan terutama ke

belakang atau yang disebut ekstensi pada lumbal dan shoulder secara bersamaan.

Robin Mc Kenzie menciptakan latihan yang biasanya digunakan untuk penguatan dan

peregangan otot-otot ekstensor dan otot-otot fleksor sendi lumbosacralis hingga dapat

menurunkan nyeri. Tujuan mc kenzie exercise adalah untuk menurunkan nyeri dan juga

disabilitas fungsi serta dapat juga untuk mengembalikan Range Of Motion (ROM)

Lumbal sehingga mendapatkan kembali mobilitan maksimal dari punggung bawah atau

gerak yang seharusnya belum mampu dilakukan oleh penderita low back pain

myogenic(Kuppusami,2013).

2. Mekanisme Mc Kenzie Exercise Untuk Menurunkan Nyeri LBP

Mc kenzie exercise akan meningkatkan Aktifity Fungtional Mobility Lumbal.

Karena mc kenzie exercise dapat nenurunkan nyeri low back pain yang memberikan

efekelastis dan juga kontraktilitas otot. Dapat juga menghilangkan kekakuan pada

sendi oleh kapsul legamenter tightness, dengan efek relaksasi yang didapatkan dari

mc kenzie exercise, selain untuk menurunkan nyeri dapat juga untuk memperbaiki

postur dalam ekstensi spine dengan berulang-ulang akan memperbaiki posisi nucleus

11

yang sedikit bergeser akibat penekanan pada discus sehingga mampu menurunkan

nyeri pada low back pain (LBP).

3. Indikasi dan Kontraidikasi Mc Kenzie Exercise

a. Indikasi Mc Kenzie Exercise

Berdasarkan tujuan dari mc kenzie exercise yaitu dapat menurunkan intensitas

nyeri yang terdapat di area lumbal maka dapat disimpulkan bahwa treatment ini di

indikasikan untuk berbagai permasalahan di area lumbal seperti kekakuan otot,

keterbatasan sendi, Hernia Nucleus Pulposus (Ridwan,2011).

b. Kontra Indikasi Mc Kenzie Exercise

Manfaat dari pemberian treatment mc kenzie exercise yaitu dapat menurunkan

intensitas nyeri pada area lumbal akan tetapi tidak semua jenis nyeri dapat diatasi

dengan treatment ini tergantung penyebab dari nyeri tersebut dikarenakan beberapa

pertimbangan apabila diberikan treatment ini maka dapat memperparah kondisi

atau meningkatkan intensitas nyeri bahkan bisa menyebabkan terjadinya

komplikasi dari problem sebelumnya contohnya pada spondylolistesis, rematik

sistemik, ruptur ligament, osteoporosis, osteomalasia (Ridwan, 2011).

4. Teknik Mc Kenzie Exercise

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zuhri (2016) dikatakan bahwa

mc kenzie exercise dapat menurunkan intensitas nyeri pada kasus low back pain

myogenic dan juga telah dijelaskan dalam jurnalnya bahwa latihan ini lebih eferktif

untuk mngurangi nyeri pada keluhan low back pain myogenic pada program back

school. Pada penelitian ini peneliti ingin mengangkat 4 teknik yang dianggap paling

efektif untuk menurunkan intensitas nyeri pada kasus low back pain myogenic.

12

a. Prone-lying

Teknik pertama yaitu Prone –lying dengan posisi tengkurap dan mata dalam

keadaan terpejam dalam waktu 3-5 menit lalu atur nafas sampai tubuh terasa

rileks.

Gambar 2.1 Prone- lying(Wahyuni, 2016)

b. Elbow press

Teknik yang kedua yaitu posisi tengkurap dengan setengah badan terangkat

fleksi elbow 90 derajat, dilakukakn dengan mengkontraksikan otot lumbal secara

perlahan lalu ditahan selama 10 detik.

Gambar 2.2 Elbow press(Wahyuni, 2016)

13

c. Press –up

Teknik yang ke 3 yaitu dilakukan dengan posisi tengkurap sedangkan badan

bagian atas terangkat posisi ekstensi elbow. Dilakukan secara perlahan sambil

mengkontraksikan bagian otot punggung bawah dan juga otot biceps lalu ditahan

hingga 10 detik.

Gambar 2.3Press-Up (Wahyuni, 2016)

d. Double Knee To Chest

Pada teknik ke empat yaitu dilakukan dengan posisi terlentang lalu

menekukkan kedua lutut secara bersamaan selanjutnya tarik kedua lutut secara

bersamaan hingga menyentuh dada dengan posisi kepala tetap menyentuh lantai

tanpa ada terangkat sedikitpun. ditahan selama 10 detik.

Gambar 2.4Double Knee to chest(Wahyuni, 2016)

14

5. Dosis Mc Kenzie Exercise

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yani (2018) pemberian latihan mc

kenzie exercise berhasil bisa mengurangi intensitas nyeri pada low back pain myogenic

dengan frekuensi latihan yaitu tiga kali dalam satu minggu yang dilakukan selama tiga

minggu. Oleh karena itu peneliti ingin mencoba dengan memberikan intervensi

sebanyak 3 kali pertemuan dalam satu minggu dan akan diakukan selama empat minggu

dengan pemberian 4 teknik mc kenzie exercise dan pada saat melakukan setiap gerakan

ditahan selama 10 detik.

B. Infra Red (IR)

1. Definisi Infra Red (IR)

Infra red (IR) merupakan terapi superficial heating yang mempunyai panjang

gelombang 750-400.000 A. Ada 2 jenis generator yaitu luminous dan non luminous

(Laswati dkk,2015). Sedangkan menurut Darmata, (2015) infra red merupakan

pancaran gelombang eletromagnetik yang mempunyai panjang gelombang 7.700 –

4 juta A dengan penetrasi (0,005 mm) sampai superficial epidermis sedangkan daya

penetrasi pendek yaitu sampai jaringan subkutan yang mempengaruhi secara

langsung terhadap pembuluh darah kapiler, limfe, serta ujung-ujung syaraf. infra

red tersebut merupakan terapi yang dapat atau biasa diberikan sebelum pemberian

manual terapi yang menghasilkan efek panas pada jaringan dan juga memberikan

efek vasodilatasi pada pembuluh darah, sehingga memperlancar nutrisi masuk ke

jaringan serta pengeluaran sisa metabolisme yang menumpuk pada jaringan

(Purnawati, 2018).

15

Infra red juga bisa disebut modalitas fisioterapi yang sering digunakan untuk

penanganan nyeri punggung bawah yang meningkatkan aliran darah dan melemaskan

jaringan sehingga mengurangi nyeri dan memaksimalkan aktivitas fungsional juga

memberi efek rileks pada ujung syaraf sensorik(Ansari, 2014).

(Gambar 2.5 Infra red (Purnawati 2017)

2. Mekanisme Infra Red (IR)

Efek hangat yang dihasilkan oleh pancaran sinar infra red dapat

meningkatkan vasodilatasi jaringan superficial sehingga akan memperlancar

metabolisme yang menyebabkan penurunan terhadap ketegangan otot dan juga

mempengaruhi syaraf sensoris dengan pemanasan jaringan membentuk efek

sedatif dan meningkatkan suplai darah, serta releksasi otot (Widianingrum, 2016)

3. Indikasi dan Kontraindikasi Infra Red (IR)

a) Indikasi terapi Infra Red (IR)

Dilihat dari efek yang didapatkan dari infra red yaitu dapat menurunkan

tingkat ketegangan otot dan melancarkan peredaran darah serta dapat

menurunkan intensitas nyeri maka dapat disimpulkan bahwa treatment ini

diperuntukkan bagi orang yang mengalami nyeri otot dan jaringan lunak

16

sekitarnya, kekakuan sendi, spasme otot, peradangan kronik (Priambodo,

2009).

b) Kontraindikasi terapi Infra Red (IR)

Pemberian terapi infra red banyak dimanfaatkan untuk mengatasi

keluhan berbagai macam kesehatan namun tidak semua masalah kesehatan

dapat di selesaikan dengan treatment ini contohnya pada luka terbuka tidak

diperbolehkan untuk menggunakan terapi infra red dan juga pada individu

yang mengalami gangguan sensibilitas kulit tidak disarankan untuk

menggunakan treatment ini karena dapat menyebabkan masalah baru serta Juga

pada penyakit tumor ganas atau kanker dan juga selain itu penggunaan pada

area mata tidak disarankan (Priambodo, 2009).

4. Teknik pemberian terap Infra Red (IR)

Setelah mengetahui beberapa kontra indikasi dari pemnberian treatment infra

red maka dapat dijadikan pertimbangan pada saat akan memberikan intervensi pada

pasien. selain itu terapis harus memastikan area yang akan diberikan intervensi yaitu

dibagian otot lumbal dalam keadaan kering dan disarankan pasien mengenakan baju

yang longgar pada saat akan melaksanakan terapi. Selain persiapan pasien terapis

harus mempersiapkan alat untuk diarahkan tegak lurus pada bagian pungung pasien

yang hendak dilakukan terapi dengan jarak 30 cm selama 10 menit setiap pertemuan

(Widya, 2015).

C. Anatomi dan fisiologi tulang belakang

1. Anatomi vertebra

17

Secara medis tulang belakang dikenal sebagai collumna vertebralis. Rangkaian

tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk dari sejumlah tulang yang

disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Disetiap dua ruas tulang belakang terdapat

bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang bagi orang dewasa

mencapai 57 sampai 67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya

adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya dikemudian hari menyatu menjadi 5 buah

sacrum dan 4 buah coccygeus (Pearce, 2009).

Tulang vertebra tersebut merupakan struktur komplek yang secara garis besar

dibagi menjadi 2 bagian yaitu, Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, discus

intervertebralis , dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior.

Sedang bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta

prosesus transversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan

pelindung columna vertebrae. Bagian posterior vertebra antara satu dengan yang lain

dihubungkan dengan apophyseal joint (faset). Stabilitas vertebra tergantung pada

integritas korpus vertebra dan diskus intervertebralis dan dua jenis jarinngan

penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif) (Pearce, 2009).

Fungsi dari columna vertebralis atau rangkaian tulang belakang ialah bekerja

sebagai pendukung badan dan penyangga dengan perantara melewati tulang rawan

cakram intervertebralis yang lengkungannya memberi fleksibilitas dan juga

memungkinkan membengkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk meredam

goncangan yang terjadi apabilna melakukan gerakan seperti meloncat dan lari

sehingga tulang belakang terlindungi dari goncangan tersebut. Dan Terdapat beberapa

18

komponen pada vertebra dengan bentuk dan fungsi yang berbeda-beda serta dinamai

sesuai dengan penempatan masing-masing, antara lain;

Gambar 2.6 Collumna vertebralis(Albert (2009)

a. Vertebra servikal

Vertebra servical terdiri dari 7 tulang atau ruas tulang leher (C1-C7), ruas

tulang leher merupakan tulang yang paling kecil. Ruas tulang leher pada umumnya

mempunyai ciri bentuk yang kecil dan persegi panjang lebih panjang kesamping

daripada ke arah depan ataupun ke arah belakang dan lengkungan yang besar yaitu

prosesus spinosus (taju duri ujungnya dua atau bivida). Sedangkan prosesus

transvesrus atau taju sayap belubang-lubang di sebabkan banyak foramina untuk

lewatnya arteri vetebralis (Pearce, 2009).

b. Vertebra torakalis

Vertebra torakalis terdiri dari 12 tulang (T1-T12) atau dengan kata lain

ruas tulang punggung dengan bentuk lebih besar dari servikal, ciri khasnya adalah

berbentuk lebar dan lonjong dengan facet atau lekukan kecil disetiap sisi untuk

19

menyambung iga, bagian ini juga dikenal sebagai tulang punggung dorsal (Pearce,

2009).

c. Vertebra lumbalis

Vertebra lumbalis terdiri dari 5 ruas tuang (L1-L5) atau di sebut juga ruas

tulang pinggang. Ruas tulang pinggang merupakan komponen yang memiliki

ukuran paling besar taju durinya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil sedangkan

taju sayapnya panjang. Ruas kelima membentuk sendi dan sacrum pada sendi

lumbo sacral (Pearce, 2009).

d. Vertebra sakralis

Vertebra sakralis terdiri dari 5 ruas tulang (S1-S5) atau disebut juga tulang

kelangkang. Tulang kelangkang berbentuk segi tiga dan terletak di bagian bawah

collumna vetebralis Terjepit diantara kedua tulang inominata. Dasar dari sakrum

terletak dibagian atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan

membentuk sendi intervertebral yang khas. Akan tetapi anterior dari basis sakrum

membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis berada dibawah kanalis

vertebra. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang karena dilewati oleh saraf

sakral. Taju duri dapat dilihat dari pandangan posterior dan sakrum (Pearce, 2009).

e. Vertebra koksigeus

Vertebra koksigeus terdapat 3 hingga 5 tulang yang saling bergabung

dengan tanpa ada celah .beberapa hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor

yang banyak, maka dari itu disebut tulang punggung kaudal.

2. Artikulasi

20

Permukaan atas dan permukaan bawah korpus dilapisi oleh kartilago hialin

dan dibedakan oleh discus intervertebralis dan fibroblastilaginosa. Tiap discus

mempunyai anulus fibrosus di perifer dan nukleus pulposus yang lebih lunak di tengah

yang terletak lebih dekat ke bagian belakang daripada bagian depan discus. Nukleus

pulposus kaya akan glicosaminoglikam sehingga mampu memiliki kandungan air

yang tinggi akan tetapi kandungan air akan berkurang dengan bertambahnya usia.

Berakibat nucleus bisa mengalami pergeseran kebelakang menekan medulla spinalis

atau ke atas masuk ke korpus vertebralis.

Persendian pada korpus vertebralis dirancang untuk menahan berat badan dan

memberikan kekuatan. Permukaan yang berartikulasi pada vertebra yang berdekatan

dihubungkan oleh diskus IV dan ligament. Adapun Diskus IV menjadi perlengketan

kuat di antara korpus vertebra. Yang akan menyatu menjadi kolumna semirigid

continoue dan membentuk separuh inferior batas anterior foramen IV.discus

merupakan kekuatan kolumna vertebralis. Selain memungkinkan akan ada gerakan

diantara vertebra yang berdekatan, deformabilitas lenturnya dapat memungkinkan

diskus berperan sebagai penyerap benturan (Moore dkk, 2013).

3. Ligamentum

Vertebra lumbal supaya bisa stabil harus dibantu oleh ligamen ligamen yang

berada di lumbal. Berikut adalah sistem ligamen yang ada pada vertebra lumbal ;

a. Ligamen utama dari vertebra lumbal (lumbar spine) adalah ligamen longitudinal

lanterior. Ligamen tersebur berfungsi untuk stabilisator pasif pada saat gerakan

ekstensi lumbal dan merupakan ligamen yang tebal dan kuat.

21

b. Ligamen longitudinal posterior adalah ligament yang berperan sebagai stabilisator

pasif saat gerakan fleksi lumbal. Ligamen ini mengandung serabut saraf afferent

nyeri sehingga dapat bersifat sensitif dan banyak memiliki sirkulasi darah.

c. Ligamen flavum merupakan ligamen yang mengandung serabut elastin lebih banyak

daripada serabut kolagen apabila saat dibandingkan dengan ligamen lainnya di

vertebra. Ligamen flavum mempunyai fungsi dalam mengontrol gerakan fleksi

lumbal.

d. Ligamen supraspinosus dan interspinosus merupakan ligamen yang berperan dalam

gerakan fleksi lumbal. Ligamen intertransversal ini merupakan ligamen yang

berfungsi sebagai kontrol gerakan lateral fleksi pada daerah lumbal kearah

kontralateral (Anshar dkk, 2011).

4. Otot-otot vertebra lumbal

a. Erektor spine

Merupakan suatu kelompok otot yang luas dan terletak dalam facia

lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum,crista illiaca dan

procesus spinosus thoraco lumbal. Kelompok otot ini terbagi atas beberapa otot

yaitu:

1) M. Longissimmus,

2) M. Iliocostalis,

3) M. Spinalis.

Kelompok otot ini adalah suatu penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal dan

sebagai stabilisator vertebra lumbal pada saat tubuh dalam keadaan tegak. Kerja

otot dibantu oleh M. transverso spinalis dan paravertebral muscle (deep muscle)yaitu

22

seperti M. intraspinalis dan M. intrasversaris, M. trasversusabdominal, M. lumbal

multifidus, M. diafragma, M. pelvic floor (Anshar dkk, 2011).

b. Abdominal

Merupakan kelompok otot ekstrinsik yang membentuk dan memperkuat

dinding abdominal. Terdapat 4 otot abdominal yang penting dalam fungsi spine,

yaitu M. rectus abdominis, M. obliqus external, M. obliqus internal dan M.

transversalis abdominis (global muscle). Kelompok otot ini termasuk otot fleksor

trunk yang sangat kuat dan berperan untuk mendatarkan kurva lumbal. Selain itu

M. obliqus internal dan external berperan pada rotasi trunk (Anshar dkk, 2011).

c. Deep lateral muscle

Merupakan suatu kelompok otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang

terdiri dari Musculus Quadratus Lumborum dan Musculus Psoas, kelompok otot

ini berperan sebagai gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal (Anshar dkk, 2011).

d. Persarafan vertebre

Adapun Sendi-sendi di antara korpora vertebra dipersarafi oleh ramus

meningeus kecil setiap nervus spinalis. Sendi-sendi di antara prosesus artikularis

dipersarafi bagi cabang-cabang dari ramus posterior nervus spinalis.

23

Gambar 2.7 Persarafan Vertebra (Snell,2009)

5. Patofisiologi Punggung Bawah

Pada tulang belakang atau yang biasa disebut dengan sebutan tulang punggung

yaitu tersusun dari serangkaian tulang-tulang kecil atau vertebra yang tertata dengan

satu sama lain yang posisi memanjang mulai dari dasar tengkorak hingga panggul

kemudian disetiap celah antara vertebra terdapat bantalan seperti gel yang berfungsi

sebagai mengurangi guncangan seraya mencegah tulang saling bergesekan satu sama

lain. tulang punggung berperan sebagai penyokong tubuh serta melindungi saraf tulang

belakang yang bekerja untuk menerima dan menghantarkan pesan antara otak dan

tubuh. Sehingga memungkinkan fungsi organ yang sehat dan mengendalikan

gerakan. Sedangkan cidera pada tulang belakang yaitu berasal dari trauma seperti

kompensasi yang berlebih ataupun otot bekerja statis serta bisa diakibatkan karena

jatuh sehingga mengalami cidera pada tulang punggung yang kemudian menyebabkan

nyeri pada tulang (Septian, 2013).

24

6. Biomekanika Punggung Bawah

Pada susunan anatomis tulang belakang ada beberapa yang berfungsi dalam

progres biomekanika antara lain discus intervertebrali. Pada discus intervertebralis

terdapat di antara dua ruas vertebra yang saling berkaitan yaitu diawali dari C2-C3

yaitu dengan jumlah 23 discus intervertebralis. Pergerakan pada lumbal vertebra yaitu

fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi yang bisa dilakukan oleh siapapun. Disebabkan

pada diskus intervertebralis lumbal mempunyai karakteristik persendian synarthrosis

dengan nukleus pulposus yang mendorong vertebra pada saat melaksanakan gerakan

fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi (Raka, 2015).

a. Fleksi lumbal

Gerakan tersebut menempati bidang sagital dengan axis gerakan frontal.

Sudut yang normal gerakan fleksi lumbal sekitar 60°. Gerakan ini dilakukan oleh

otot fleksor yaitu otot rectus abdominis dibantu oleh otot-otot esktensor spinal

(Kapanji, 2010).

b. Ekstensi lumbal

Gerakan tersebut menempati bidang sagital dengan axis frontal, sudut

ekstensi lumbal sekitar 35°. Gerakan ini dilakukanoleh otot spinalis dorsi, otot

longisimus dorsi dan iliococstalis lumborum (Kapanji, 2010).

c. Rotasi lumbal

Terjadi di bidang horizontal dengan axis melalui processus spinosus

dengan sudut normal yang dibentuk 45° dengan otot pergerakan utama M.

iliocostalis lumborum untuk rotasi ipsi leteral dan kontra lateral, apabila otot

25

berkontraksi terjadi rotasi ke arah berlawanan oleh M.obliques eksternal

abdominis. Gerakan ini dibatasi oleh rotasi samping yang berlawanan dan ligamen

interspinosus(Kapanji, 2010).

d. Lateral fleksi lumbal

Gerakan pada bidang frontal dan sudut normal yang dibuat sekitar 30°

dengan otot pergerakan m. abliquesinternus abomiminis, m. rektus abdominis. Pada

posisi normal, sebaiknya semua komponen struktur stabilitator terjadi harmonisasi

gerak, yaitu antara otot dan ligamen. Bagian lumbal mempunyai kebebesan yang

besar sehingga kemungkinan akan terjadinya cidera yang besar walaupun memang

tulang-tulang vertebra dan ligamen didaerah punggung lebih kokoh. Posisi berdiri

sudut normal lumbosacral untuk laki-laki 30° dan wanita 34°.Semakin besar sudut

lumbosacral, semakin besar pula kurva lordosis, begitu juga sebaliknya (Kapanji,

2010).

D. Konsep Low Back Pain myogenic

1. Definisi Low Back Pain myogenic

Menurut Pramita (2014) Low Back Pain adalah nyeri yang terjadi disekitar

punggung bagian bawah tepatnya dibawah Costae 12. Biasanya disebabkan karena

gangguan atau trauma pada bagian otot atau tendon tanpa harus disertai dengan adanya

neorologis. Low Back Pain terdapat masalah Musculoskeletal yang dapat menyebabkan

berbagai masalah seperti masalah psikologis dan mobilisasi yang tidak benar. Nyeri

akibat Low Back Pain biasanya berasal dari masalah yang terdapat pada Tulang,

Vertebra, Otot, Tendon dan ligamen (Rakel,2011).

26

Low Back Pain myogenic adalah masalah kesehatan yang sering ditemukan di

negara maju dan berkembang (Asghar, 2012). Nyeri punggung bawah merupakan istilah

untuk nyeri yang dirasakan di area anatomi dengan berbagai variasi lama terjadinya

nyeri. Nyeri yang dirasakan berupa nyerri lokal. Biasanya terasa diantara sudut iga

terbawah hingga lipat bokong yaitu di daerah lumbal atau lumbosacral. Low back pain

myogenic (LBP) dapat terjadi pada siapapun baik berdasarkan jenis kelamin, usia, ras ,

status sosial, status pendidikan ataupun profesi.

2. Mekanisme Low Back Pain myogenic

Low Back Pain myogenic salah satunya yang merupakan gangguan

Musculoskeletal disebabkan karena berbagai faktor dan dapat dirasakan oleh siapapun

yang melakukan pekerjaan beban berat, atau duduk dengan posisi yang salah dalam

waktu yang cukup lama (Statis) sehingga akan menyebabkan inflamasi pada tendon

ataupun spasme pada otot tanpa adanya gangguan neurologis yang ditandai dengan

adanya nyeri menjalar namun terdapat keluhan nyeri lokal pada individu (Trie

dkk,2014).

3. Klasifikasi Low Back Pain myogenic (LBP)

Dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Rakha (2015) bahwa terlihat

posisi anatomi pada nyeri punggung terdapat 3 perbedaan antara lain : neck pain (nyeri

pada regio cervical), upper back pain (nyeri pada regio thoracal), dan juga low back

pain (nyeri pada regio lumbo sacral). Berdasarkan etiologinya Low Back Pain bisa

diklasifikasikan menjadi viscerogenik, vaskulogenik, spondilogenik dan psikogenik.

Sedangkan untuk low back pain sendiri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:

27

a. Low Back Pain kronis , yaitu terdapat ambaang nyeri yang bertahan > 12 minggu

b. Low Back Pain acute/sub acute ambang nyeri bertamwbah selama < 12 minggu

4. Pemeriksaan Spesifik Low Back Pain Myogenic

a. Palpasi Test

Palpasi test dilaksanakan pada area yang terdapat low back pain. Struktur

yang dapat dilakukan palpasi yaitu area tulang belakang bagian bawah yang

terdapat keluhan low back pain. Pada saat melakukan palpasi terapi dapat

menambahkan tekanan untuk melihat apakah terdapat nyeri tekan pada area

punggung L4 – L5 (Alvin, 2016).

Gambar

2.8 Palpasi Test(Suarsyaf, 2012)

b. Test Laseque

Pasien diminta agar tidur posisi terlentang lalu salah satu kaki diminta

untuk diangkat lurus dan tungkai satunya tetap lurus tanpa terangkat sedikitpun.

Lalu positif Hernia Nucleus Pulposus apabila didapatkan respon nyeri pada saat

tungkai dinaikkan belum sampai 70 derajat. Karena terdaapat rangsangan pada

nervus ischiadicus (Suarsyaf, 2012).

28

Gambar 2.9 Test Laseque (Afrizal, 2014)

c. Tes Bragad

Pasien diminta untuk tidur posisi terlentang lalu salah satu kaki diminta

untuk diangkat lurus sedangkan tungkai satunya tetap lurus tanpa terangkat

sedikitpun sama seperti test lasequenamun bedanya pada tes bragad kaki pasien

diminta untuk dorso fleksi sehingga apabila terdapat nyeri menjalar dari pantat

hingga kaki maka positif terdapat iritasi pada saraf (Suarsyaf, 2012)

Gambar 2.10 Bragad test(Suarsyaf,2012)

d. Tes valsava

Pada tes ini pasien diminta duduk releks lalu di minta menutup mulut dan

juga hidung lalu meniup sekuat-kuatnya apabila didapat hasil pasien mengeluhkan

nyeri menjalar pada sepanjang pantat hingga ujung kaki maka positif Hernia

Nucleus Pulposus (HNP) (Suarsyaf, 2012)

29

Gambar 2.11 Valsava test(Joses Terabuna Alvela, 2011)

5. Faktor Penyebab Low Back Pain Myogenic

a. Usia

Seiring bertambahnya usia menyebabkan perubahan pada tulang atau yang

biasa disebut degeneratif. Kondisi ini biasanya dialami pada saat usia 30 tahun. Mulai

dari usia tersebut biasanya mulai akan terjadi penurunan fungsi bahkan kerusakan

jaringan serta kadar cairan dalam tubuh juga dapat mengalami penurunan sehingga

menyebabkan penurunan stabilitas pada tulang dan juga muscle (Andini, 2015).

b. Masa Kerja

Masa kerja juga berpengaruh terhadap timbulnya nyeri pada low back pain karena

pada saat aktivitas kerja otot akan cenderung berkrontraksi terus menerus dalam kurun

waktu yang cukup lama dan juga pada posisi yang tidak ergonomis (Arini,2015)

c. Posisi Kerja Pada Petani

Minimnya tingkat kesadaran ataupun pengetahuan seseorang terhadap posisi

ergonomis sehingga mengakibatkan otot akan lebih cepat mengalami kelelahan

karena otot tersebut dipaksa bekerja lebih keras dan berkontraksi berkelanjutan dalam

30

waktu yang lama sehingga bisa dapat menyebabkan spasme otot dan menimbulkan

rasa nyeri (Ardini, 2015). Posisi kerja duduk dengan membungkuk dirasa lebih ringan

oleh individu sehingga posisi tersebut sangat disukai oleh banyak orang hingga

dijadikan kebiasaan seperti pada petani padi dengan kebiasaan kerja membungkuk dan

duduk dengan bungkuk sehingga dapat menyebabkan tekanan pada bantalan saraf

lebih besar seperti yang disebutkan oleh kantana (2010), posisi membungkuk

menyebabkan otot lebih tegang sehingga memberikan beban pada tulang belakang

lebih besar dan meningkatkan resiko perubahan pada postural yang dapat

menyebabkan keluhan low back pain (Silviyani V dkk, 2013)

d. Lingkungan

1. Kebisingan

Dari lingkungan kerja kebisingan dapat mempengaruhi kinerja kerja.

Kebisingan tidak secara langsung dapat memicu terjadinya low back pain myogenic

namun sebab lingkungan kerja yang kurang nyaman akibat kebisingan sehingga

membuat pekerja stress. (Nurrahman, 2016).

2. Getaran

Getaran ini bisa dapat menimbulkan keluhan Low Back Pain saat seseorang

menghabiskan waktu dikendaraan atau lingkungan kerja yang memiliki bahaya

getaran. Getaran merupakan faktor beresiko yang signifikan untuk menyebabkan

terjadinya Low Back Pain, selain itu getaran juga dapat menyebabkan peredaran

darah tidak lancar dan kontraksi otot meningkat, penimbunan asam laktak dan

akhirnya timbul rasa nyeri (Nurrahman, 2016).

31

e. Jenis Kelamin

Dalam penelitian yang diteliti oleh Andini, (2015) menunjukkan penyebab

nyeri punggung yaitu lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan pria yang

berdasarkan prevalensi. Dikarenakan fisiologisnya fungsi otot pria lebih besar

daripada wanita (Andini, 2015)

f. Indeks Massa Tubuh(IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah suatu kalkulasi angka dari berat dan tinggi

badan seseorang. Nilai IMT diperoleh dari berat badan kilogram kemudian dibagi

dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (KG/M2). Sedangkan panduan terbaru dari

WHO tahun 2000 mengatakan bahwa indeks masa tubuh untuk orang Asia dewasa

menjadi Underweight (IMT <18,5), Normal range (IMT 18,5 – 22,9) dan overweight

(IMT ≥ 23,0) Overweight dipecah menjadi 3 yaitu at risk (IMT 23,0 – 24,9), Obese 1

(IMT 25-29,9) Dan obese 2 (IMT≥ 30,0) (Andini,2015). Bagian titik pada tulang

vertebra yang pengaruh beresiko dari efek obesitas ialah vertebra lumbal

(Purnamasari, 2010).

g. Duduk dalam waktu yang lama

Menurut Luthfianto (2011), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa posisi

duduk yang statis untuk jangka waktu lama lebih cepat menimbulkan gangguan atas

sistem muskuloskeletal. Karena suatu pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan

duduk menerima beban lebih berat 6 – 7 kali dibandingkan dengan pekerjaan yang

dilakukan dengan berdiri.

32

E. Diagnosa Banding Low Back Pain Myogenic

Selain beberapa etiologi diatas low back pain myogenic juga dapat disebabkan oleh

beberapa faktor seperti Hernia Nucleus Pulposus(HNP), Lumbal Spinal Stenosis,

Spondylolisthesis, Spondylosis. Beberapa penyakit tersebut merupakan pembanding

timbulnya nyeri punggung bawah myogenic untuk membedakan jenis nyeri yang akan

ditimbulkan oleh beberapa penyakit tersebut makan akan dijelaskan dibawah ini :

a. Hernia Nucleus Pulposus (HNP)

Hernia Nucleus Pulposus merupakan gangguan yang melibatkan rupture annulus

fibrosus sehingga nucleus pulposus menonjol dan menekan kearah kanalis spinalis

biasanya disebabkan karena adanya trauma langsung ataupun tidak langsung pada

bagian diskus intervertebralis sehingga menyebalbkan kompresi dan fragmentasi nucleus

pulposusdan menyebabkan annulus pecah. Nucleus pulposus yang tertekan akan

mencari jalan keluar dari annulus yang pecah sehingga menekan ligamentum

longitudinal hal ini dapat menyebabkan penyempitan antara corpus vertebra sehingga

dapat mengiritasi akar saraf yang melewati foramen intervertebralis hal ini dapat

menyebabkan nyeri yang hebat dan menjalar sampai tungkai. Untuk dapat

mendiagnosa HNP dapat dilakukan dengan menggunakan tes laseque, tes bragad

serta tes valsava (Nova N dkk,2016).

b. Lumbal Spinal Stenosis

Lumbal Spinal Stenosis adalah suatu kondisi dimana terdapat penyempitan

terhadap kanalis spinalis atau foramen intervertebralis di area lumbal sehingga

menyebabkan penurunan aliran cairan atau gas yang disertai dengan adanya penekanan

saraf. Penyakit ini merupakan penyakit degenerative pada usia lanjut dengan ciri

33

penebalan pada ligamentum vlavum. Pada kasus ini biasanya pada saat dilakukan

pemeriksaan fisik maka didapatkan hasil negative tes laseque serta tidak meningkatkan

nyeri pada saat dilakukan tes valsava sehingga dibutuhkan pemeriksaan penunjang

yaitu X-Ray dan MRI (Putu Indah dkk, 2009).

c. Spondylolisthesis

Spondylolisthesis merupakan kelainan karena terjadi pergeseran corpus vertebra

yang disebabkan karena trauma karena kelemahan pada istmus pars interarticularis

vertebra yang bersifat genetik atau juga kelainan konginetal. Kelainan ini sering terjadi

pada regio lumbo sacral karena beban yang paling banyak pada tulang punggung yaitu

pada L4-L5 dan L5-S1 (Rachmawati,2012).

d. Spondylosis

Spondylosis merupakan kelainan degenratif yang disebabkan karena menipisnya

discus dan menyempitnya foramen intervertebralis sehingga terjadi penyempitan jarak

antar vertebra dan terjadilah osteofit serta penyempitan pada kanalis spinalis dan

foramen intervertebralis juga iritasi persendian posterior sehingga menimbulkan low

back pain. Umumnya terjadi pada segment L4-L5 dan L5-S1. Adapun beberapa faktor

yang juga bertanggung jawab pada kasus spondylosis yaitu duduk dalam waktu yang

cukup lama dan usia, obesitas serta terbiasa dengan postur yang salah (Gita P,2015).

F. Konsep Numerical Rating Scale

Penilaian perhitungan skala numerik (Numerical Rating Scale, NRS). Sering

digunakan untuk menjelaskan tanpa menggunakan kata. Pada bagian ini pasien

memperkirakan nyeri yang sedang dialami dengan menggunakan angka untuk

menggambarkan seberapa nyeri yang sedang di alami menggunakan skala 0 – 10. Yaitu

34

perhitungan skala yang efektif disaat pengkajian awal nyeri sebelum dan sesudah intervensi

(Andarmayo,2013). Konsep Numerical Rating Scale (NRS) dapat dipahami dengan mudah

oleh responden untuk menentukan skala awal nyeri yang sedang dirasakan. Dengan subyek

nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri diam pada saat dilakukan pemeriksaan dianggap lebih baik

daripada Visual Analog Scale (VAS) terutama saat menilai tingkat nyeri akut secara valid.

Gambar 2.12Numerical Rting Scale (Maldoyo 2013)

Keterangan :

0 : Tidak terdapat nyeri

1-3 : Terdapat nyeri ringgan, pasien dapat berkomunikasi dengan sangat baik dapat

mendeskripsikan nyeri yang sedang dirasakan serta dapat menunjukkan titik nyeri

4-6 : Nyeri sedang, pasien menunjukkan ekspresi kesakitan serta mengeluhkan nyeri

dan dapat menunjukkan titik nyeri yang sedang dirasakan

7-10 : Nyeri berat, pasien datang dengan ekspresi kesakitan, tidak dapat

mendeskripsikan nyeri yang sedang dirasakan namun terkadang tidak dapat

mengikuti aturan tetapi masih dapat merespon terhadap tindakan.