bab ii landasan teori a. intensi turnovereprints.mercubuana-yogya.ac.id/4598/3/bab ii.pdf · wayne,...
TRANSCRIPT
-
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Intensi Turnover
1. Pengertian Intensi Turnover
Ajzen (2005) mengatakan bahwa intensi merupakan suatu indikasi dari
kesiapan seseorang untuk menunjukkan perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari
perilaku. Ajzen & Fishbein (1975) mengajukan teori pembentukan tingkah laku
dikarenakan adanya tindakan beralasan. Teori ini menyatakan bahwa intensi
merupakan fungsi dari determinan dasar yaitu sikap individu terhadap perilaku
(merupakan aspek person) dan bersangkutan dengan yang disebut norma subjektif.
Sikap mengacu pada evaluasi sejumlah konsep stimulus. Intensi perilaku sebagai
fungsi sikap yang akan ditampilkan dalam bentuk perilaku, disertai dengan adanya
pertimbangan norma dan sebagai ukuran prediktor munculnya perilaku. Norma
didefinisikan sebagai probabilitas dimana didalamnya terdapat hubungan antara satu
subjek dengan subjek lainnya. Secara sederhana, teori ini menyatakan intensi
dipandang sebagai determinan terdekat dari perilaku tampak.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Ajzen & Fisbien (1975) bahwa tingkah laku
terbentuk melalui hubungan timbal balik antara keyakinan (belief), sikap (attitude) dan
intensi (intension) individu. Keyakinan dikategorikan sebagai aspek kognitif yang
melibatkan pengetahuan, pendapat dan pandangan individu terhadap objek. Sikap
dikategorikan sebagai aspek afektif yang mengarah pada perasaan individu terhadap
suatu objek serta evaluasi yang dilakukannya. Intensi dikategorikan sebagai aspek
-
15
konatif yang menunjukkan intensi individu dalam bertingkah laku (behavioral
intention) dan bertindak ketika berhadapan langsung dengan objek. Ketiga ubahan ini
akan membentuk tingkah laku atau tindakan nyata.
Ajzen (2005) juga menambahkan lagi determinan intensi yaitu aspek kontrol
perilaku dihayati (perceived behavior control). Dalam teori ini keyakinan keyakinan
berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif dan
pada kontrol perilaku yang dihayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi
determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang
bers angkutan akan dilakukan atau tidak.
Mobley (1982) mengartikan turnover sebagai pemberhentian keanggotaan
individu dalam suatu organisasi baik secara sukarela dari dalam diri individu itu sendiri
maupun secara tidak sukarela yang pemberhentian tersebut berasal dari organisasi
dimana individu tersebut bekerja. Lebih lanjut, Mobley (1982) mengemukakan bahwa
ada beberapa hal yang perlu dipahami untuk menemukan definisi umum turnover,
yaitu :
1) Turnover berfokus pada penghentian atau pemisahan diri karyawan dalam suatu
organisasi.
2) Turnover berfokus pada karyawan, dalam arti karyawan yang menerima upah dari
organisasi atau suatu kondisi yang menunjukkan masih adanya keanggotaan
karyawan dalam organisasi.
3) Definisi umum turnover dapat dipakai untuk berbagai tipe organisasi dan pada
berbagi macam tipe hubungan karyawan-organisasi
-
16
Wayne, Shore & Liden (1997) mengatakan intensi turnover merupakan
keinginan untuk keluar dari tempat kerja sekarang dan mencari alternatif pekerjaan
yang lebih baik di tempat lain. Sedangkan Cascio (1987) mendefinisikan turnover
sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan
karyawannya.
Selain itu, Jewell dan Siegall (1998) mendefinisikan turnover sebagai fungsi
dari ketertarikan individu yang kuat terhadap berbagai alternatif pekerjaan lain di luar
perusahaan atau sebagai “penarikan diri” dari pekerjaan yang sekarang yang tidak
memuaskan dan stress yang tinggi. Hal ini senada dengan Mobley (1982) yang
mengatakan bahwa faktor penentu utama individu keluar dari perusahaan berhubungan
dengan faktor kepuasaan.
Sedangkan intensi merupakan hasil keyakinan dalam diri individu terhadap
sesuatu, yang kemudian membentuk sikap tertentu dan akhirnya menghasilkan intensi
atau keinginan untuk memanifestasikannya dalam kehidupan sehari-hari
(Novliadi,2007). Harnoto (2002) berpendapat bahwa intensi turnover adalah kadar atau
intensi dari keinginan untuk keluar dari perusahaan yang dipicu oleh berbagai alasan
yang menyebabkan timbulnya intensi turnover, biasanya hal ini dikarenakan adanya
keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Suwandi & Indriantoro
(1999) juga menyatakan bahwa intensi turnover mengacu pada hasil evaluasi individu
mengenai kelanjutan hubungannya dengan perusahaan dan belum diwujudkan dalam
tindakan pasti meninggalkan perusahaan.
-
17
Definisi konseptual variabel intensi turnover dalam penelitian ini mengacu
pada definisi yang dikemukakan oleh Mobley (1982) bahwa intensi turnover adalah
sebagai pemberhentian keanggotaan individu dalam suatu organisasi baik secara
sukarela dari dalam diri individu itu sendiri maupun secara tidak sukarela yang
pemberhentian tersebut berasal dari organisasi dimana individu tersebut bekerja.
2. Aspek-aspek Intensi Turnover
Menurut Mobley (Wirabrata & Fajrianthi, 2013), membagi aspek turnover
intentions (niat berpindah) menjadi tiga bagian, antara lain :
a. Aspek intention to quit (niat untuk keluar), meliputi: mencerminkan individu yang
berniat untuk keluar. Karyawan berniat untuk keluar apabila telah mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik dan nantinya akan diakhiri dengan keputusan karyawan
tersebut untuk tetap tinggal atau keluar dari pekerjaannya.
b. Aspek job search (pencarian pekerjaan), meliputi: mencerminkan individu
berkeinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain. Jika karyawan sudah
mulai sering berpikir untuk keluar dari pekerjaannya, karyawan tersebut akan
mencoba mencari pekerjaan di luar perusahaannya yang dirasa lebih baik.
c. Aspek thinking of quit (memikirkan keluar), meliputi: mencerminkan individu untuk
berpikir keluar dari pekerjaan atau tetap berada di lingkungan pekerjaan. Diawali
dengan ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan, kemudian karyawan
mulai berpikir untuk keluar dari tempat bekerjanya saat ini.
-
18
Harnoto (2002) berpendapat bahwa adapun ciri-ciri turnover ditandai oleh
berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan dimana indikasi ini bisa digunakan
sebagai acuan untuk memprediksi intensi turnover dalam suatu organisasi, indikasi
tersebut ialah :
a. Absensi meningkat.
Karyawan yang berkeinginan untuk pindah kerja atau keluar dari organisasi
biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab
karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
b. Malas bekerja.
Karyawan yang berkeinginan untuk pindah kerja atau keluar dari organisasi
biasanya akan lebih malas bekerja karena adanya orientasi karyawan untuk bekerja di
tempat lain yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan
bersangkutan.
c. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja.
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering
meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk
pelanggaran lainnya.
d. Peningkatan protes terhadap atasan.
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja atau keluar dari
organisasi, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan
-
19
kepada atasan. Protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
e. Perilaku positif yang berbeda dari biasanya.
Hal ini berlaku untuk karyawan yang biasa berperilaku positif. Karyawan yang
berperilaku positif mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang
dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini berbeda dari biasanya justru
menunjukkan karyawan akan melakukan turnover.
Novliadi (2007) menjelaskan adanya beberapa indikator atau gejala yang dapat
diamati pada karyawan yang memiliki intensi turnover yaitu berusaha mencari
lowongan kerja, merasa tidak kerasan bekerja di perusahaan, sering mengeluh, merasa
tidak senang dengan pekerjaan, pernyataan bernada negatif, dan tidak mau peduli
dengan perusahaan tempat dia bekerja. Hal ini senada dengan Jewell dan Siegall (1998)
yang mengungkapkan bahwa intensi turnover ditandai dengan adanya ketertarikan
individu yang kuat terhadap berbagai alternatif pekerjaan lain di luar organisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka menurut Mobley (Wirabrata & Fajrianthi,
2013) dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek intensi turnover adalah absensi
meningkat, malas bekerja, peningkatan pelanggaran terhadap tata tertib, peningkatan
protes terhadap atasan, perilaku positif yang berbeda dari biasanya, keinginan mencari
pekerjaan lain, ketertarikan yang kuat terhadap alternatif pekerjaan lain, sering
mengeluh, merasa tidak senang dengan pekerjaan, pernyataan bernada negative dan
tidak mau peduli terhadap perusahaan tempat bekerja.
-
20
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Turnover
Mobley (1982) menggariskan secara detil faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya turnover yang dibedakan dari faktor pasar tenaga kerja, faktor organisasi,
faktor individu dan faktor keterpaduan.
a. Faktor tenaga kerja
Dalam faktor ini, Mobley menjelaskan bahwa analisis ekonomi yang
menyebabkan terjadinya inflasi dan kemungkinan dampak adanya pertukaran tenaga
kerja menyebabkan terjadinya turnover.
b. Faktor organisasi
Ada beberapa hal yang menyebabkan turnover karyawan dilihat dari sisi
organisasi yaitu dari tipe industri, katagorisasi kerja dalam organisasi, ukuran
organisasi, ukuran unit kerja, upah, konten pekerjaan dalam organisasi, gaya supervise
dan variable organisasi lainnya seperti iklim organisasi, komunikasi yang mana hal-hal
tersebut mempengaruhi intensi turnover karyawan.
c. Faktor individu.
Dalam faktor ini usia muda, masa jabatan, jenis kelamin, pendidikan, data
biografis, kepribadian, ketertarikan atau minat, bakat dan kemampuan, sumber
rujukan, profesionalisme, kinerja, ketidakhadiran menyebabkan besar
kemungkinannya individu dari suatu organisasi untuk keluar. Faktor keterlibatan kerja
yang akan diteliti dalam penelitian ini termasuk dalam faktor individu yang
menyangkut ketertarikan / minat individu dan profesionalisme kerja dalam
menyelesaikan tugas pekerjaan.
-
21
d. Faktor keterpaduan
Dalam faktor ini kepuasan kerja karyawan secara keseluruhan
merupakan faktor yang dapat menentukan intensi turnover. Kepuasan kerja
meliputi kepuasan dalam sistem penggajian, kepuasan kerja dengan adanya
promosi, kepuasan dengan pekerjaan, kepuasan dengan atasan, kepuasan
dengan rekan kerja, kepuasan dengan kondis kerja. Kepuasan terhadap
adanya aspirasi karir dan harapan dan komitmen organisasi merupakan
faktor-faktor yang dapat menentukan intensi turnover karyawan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi turnover menurut Kraemer
(dalam Ridlo, 2012) yaitu:
a. Komitmen organisasi, adalah tingkat dimana seseorang karyawan
memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
b. Promosi, adalah perpindahan dari satu jabatan ke jabatan lain yang
mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Karyawan akan
bertahan bila peluang pendidikan dan karir diberikan oleh perusahaan.
c. Kepuasan kerja, adalah generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaan yang
didasarkan atas aspek-aspek pekerjaan yang bermacam-macam. Semakin
banyak aspek dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan
individu maka akan semakin tinggi ketidakpuasan kerja seseorang.
Seorang karyawan yang mempunyai kepuasan kerja tinggi tidak akan
meninggalkan perusahaan begitu juga sebaliknya.
-
22
d. Stress kerja, dapat diartikan sebagai sumber atao stressor kerja yang
menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan
perilaku.
e. Keadilan, adalah suatu fundamental dari sitem kompensasi. Perlakuan
secara adil bagi seluruh karyawan akan meneguhkan karyawan semakin
loyal terhadap perusahaan dan akan tetap bertahan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi intensi turnover adalah faktor organisasi, faktor
keterpaduan, faktor individu promosi, komitmen, kepuasan kerja, stres kerja,
promosi, dan keadilan. Penelitian ini menggunakan faktor individu
khususnya keterlibatan kerja sebagai variabel bebas yang ingin diketahui
hubungannya dengan intensi turnover.
B. Employee Involvement
1. Pengertian Employee Involvement
Robbins & Coulter (2007) mengemukakan keterlibatan kerja adalah
tingkat pengidentifikasian psikologis karyawan dengan pekerjaannya, secara
aktif berpartispasi dalam pekerjaannya dan menganggap kinerjanya
dipekerjaannya adalah penting untuk kebaikannya sendiri. Lebih lanjut
dijelaskan oleh Robbins & Coulter (2007) bahwa karyawan dengan tingkat
keterlibatan yang tinggi dengan kuat mengenali dan benar-benar
memperhatikan jenis pekerjaan yang mereka lakukan, tingkat yang tinggi
-
23
telah ditemukan terkait dengan tingkat absensi yang lebih sedikit dan
pengunduran diri yang lebih rendah.
Lodhl & Kejner’s (dalam Reeve & Smith, 2001) menjelaskan bahwa
keterlibatan kerja mengindikasikan bahwa: (1) Keterlibatan kerja adalah
derajat dimana seseorang mengidentifikasi secara psikologis terhadap
pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan tersebut terhadap keseluruhan citra
diri; (2) Internalisasi nilai-nilai mengenai kebaikan bekerja atau pentingnya
bekerja dalam hal penghargaan atas diri sendiri yang nantinya akan
menentukan tingkat kenyamanan seseorang dalam bersosialisasi di suatu
organisasi dan (3) Derajat dimana kinerja seseorang mempengaruhi self
esteem (harga diri). Muchinsky (dalam Govender & Parumasur, 2010)
mengemukakan bahwa keterlibatan kerja mengacu pada sejauh mana ego
(jiwa) dari masing-masing individu terlibat dalam pekerjaan mereka. Ego
atau jiwa yang dimaksud dalam hal ini adalah struktur psikis yang
berhubungan dengan konsep diri yang mengarahkan tiap individu untuk
bertindak dengan melibatkan perasaan mereka.
Menurut Blau & Boal (dalam Novarinda & Iqbal, 2017) keterlibatan
kerja adalah tingkatan dimana pekerja membenamkan diri dengan pekerjaan
mereka, menginvestasikan waktu dan energi di dalamnya dan melihat
pekerjaan sebagai pusat kehidupan mereka secara keseluruhan. Keterlibatan
kerja dapat didefinisikan sebagai derajat seseorang secara psikologis dan
-
24
mengartikan dirinya dengan pekerjaannya dan menganggap tingkat
kinerjanya sebagai hal yang penting bagi harga diri (Umam, 2010).
Rivai & Mulyadi (2012) menyatakan keterlibatan kerja adalah derajat
sejauh mana seseorang memihak secara psikologis terhadap pekerjaannya
dan menganggap tingkat kinerjanya penting untuk harga diri. Menurut Noe,
Hollenbeck, Gerhart & Wright (2011) keterlibatan kerja adalah sejauh mana
orang mengidentifikasi diri mereka dengan pekerjaan mereka. Orang-orang
dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi menganggap pekerjaan mereka
merupakan bagian penting dari kehidupan mereka. Melakukan pekerjaan
dengan baik di tempat kerjanya akan memberikan kontribusi terhadap harga
diri mereka. Untuk karyawan yang tidak puas dengan keterlibatan kerja yang
rendah, maka kinerja yang baik atau buruk tidak memengaruhi konsep diri
seseorang.
Employee involvement berbeda pula dengan work engagement,
dimana employee involvement merupakan hasil dari penilaian kognitif
mengenai kebutuhan pemuasan kemampuan dari pekerjaan dan mengikat
gambaran diri seseorang, sedangkan work engagement melibatkan
penggunaan secara aktif emosi dan perilaku disamping kognisi (May, Gilson
& Harter, 2004; Saks 2006). Menurut Kuular (2008) employee involvement
dihubungkan dengan work engagement. Employee involvement didefinisikan
sebagai suatu kondisi pekerjaan yang menjadi pusat identitas dari karyawan
dan keadaan psikologis yang terdiri dari kognitif atau belief. Hal ini berbeda
-
25
dengan engagement yang lebih fokus pada bagaimana individu bekerja lebih
aktif menggunakan emosi. Kesimpulannya employee involvement merupakan
hasil akhir dari engagement.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa employee
involvement atau keterlibatan kerja adalah tingkat pengindentifikasin
psikologis karyawan untuk terlibat, membenamkan diri dengan pekerjaan
mereka, menginvestasikan waktu dan energi di dalamnya, melihat pekerjaan
sebagai pusat kehidupan dan menganggap tingkat kinerjanya penting untuk
harga diri.
Alasan penulis menggunakan employee involvement sebagai variabel
yang akan dikaji hubungannya dengan intensi turnover adalah sebagai follow
up terhadap penelitian-penelitian terdahulu dengan mengkorelasikannya
dengan fenomena generasi millenial. Employee involvement dianggap
sebagai variabel yang penting sebagai kriterium untuk menekan terjadinya
intensi turnover dalam perusahaan. Sebagaimana hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Sumarto (2009); Faslah (2010); Simanjuntak & Rahardja (2013)
dimana employee involvment yang tinggi terbukti mampu menyurutkan niat
keluar karyawan dimana keterlibatan kerja mampu membuat karyawan bekerja
sama dengan baik.
-
26
2. Aspek-aspek Employee Involvement
Menurut Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005) keterlibatan kerja
merupakan konsep yang kompleks berdasarkan aspek kognitif, aspek
tindakan dan aspek perasaan. Ditandai dengan adanya:
a. Pekerjaan adalah minat hidup yang utama
Keterlibatan kerja akan muncul bila pekerjaan dirasakan sebagai
sumber utama terhadap harapan individu dan sumber kepuasan dari
kebutuhan-kebutuhan yang menonjol (salient need) individu. Kebutuhan
yang menonjol (salient need) ini akan menguat bila pekerjaan dipersepsikan
mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sehingga akan membuat
individu menghabiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk pekerjaannya.
b. Berpartisipasi aktif dalam pekerjaan
Partisipasi aktif akan terjadi bila seseorang diberikan kesempatan
yang seluas-luasnya dalam bekerja seperti kesempatan mengeluarkan ide-
ide, membuat keputusan yang berguna untuk kesuksesan perusahaan,
kesempatan untuk belajar, mengeluarkan keahlian dan kemampuannya
dalam bekerja sehingga partisipasi aktif ini akan berpengaruh pada hasil
kerja dan hasil yang memuaskan akan mempengaruhi rasa berharga pada
dirinya.
c. Menganggap performa sebagai hal yang penting bagi dirinya
Seberapa jauh performa kerja individu mempengaruhi harga dirinya
(self esteem). Usaha kerja yang ditampilkan menggambarkan seberapa jauh
-
27
seseorang yang terlibat pada pekerjaannya akan mengganggap pentingnya
pekerjaan tersebut bagi self esteem atau rasa keberhargaan diri pada
seseorang. Hal ini dapat terlihat dari seberapa sering karyawan memikirkan
tentang pekerjaannya yang belum terselesaikan setelah jam kerja selesai,
masalah yang belum selesai menjadi pusat konsep diri yang berlaku dalam
hati.
d. Menganggap kinerja konsisten adalah konsep dirinya
Seseorang yang terlibat akan pekerjaannya akan memiliki konsentrasi
terhadap unjuk kerja sehingga mempengaruhi konsistensi seseorang dengan
konsep dirinya. Hal ini dapat terlihat dari seseorang memiliki prinsip dalam
pekerjaannya, unjuk kerjanya konsisten dengan kemampuan yang dimiliki.
Istijanto (2005) menyatakan bahwa ada 6 indikator yang dapat
digunakan dalam mengukur tinggi tinggi rendahnya keterlibatan kerja
sebagai berikut:
a. Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan. Aktif berpartisipasi dalam
pekerjaan menunjukkan keikutsertaan dan perhatian terhadap pekerjaan.
b. Menunjukkan pekerjaan adalah yang utama. Individu yang
mengutamakan pekerjaan akan terus berusaha yang terbaik demi
pekerjaannya dan merasa bahwa pekerjaan sebagai sesuatu yang menarik
dalam kehidupannya serta layak diprioritaskan.
c. Melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang penting bagi harga diri.
Keterlibatan kerja dapat dilihat dari perilaku seseorang mengenai
-
28
pekerjaannya, dimana seseorang menganggap pekerjaan penting bagi
harga diri.
d. Keterlibatan mental dan emosional. Keterlibatan tidak selalu terkait
kegiatan fisik tetapi dapat berupa mental dan emosional.
e. Motivasi. Kontribusi keterlibatan dimana keadaan manajer memotivasi
orang- orang untuk memberikan distribusi.
f. Tanggung Jawab. keterlibatan mendorong orang-orang untuk menerima
tanggung jawab dalam aktivitas kelompok
Kanungo (dalam Robbins, 2003) mengemukakan karakteristik keterlibatan
kerja adalah sebagai berikut:
a. Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan
Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan menunjukan individu terlibat dan
perhatian terhadap pekerjaannya. Dalam kaitannya dengan polisi, dari tingkat atensi
inilah maka dapat diketahui seberapa besar polisi perhatian, peduli dan menguasai
bidang yang menjadi bagian dari pekerjaannya.
b. Mengutamakan pekerjaan
Individu yang mengutamakan pekerjaannya akan selalu berusaha yang terbaik
untuk pekerjaannya dan menganggap pekerjaannya sebagi pusat yang menarik dalam
kehidupannya dan pantas untuk diutamakan.
c. Pekerjaan penting bagi harga diri
Keterlibatan kerja dapat dilihat dari sikap individu dalam pikiran mengenai
pekerjaannya, dimana individu menganggap pekerjaan itu penting bagi harga dirinya.
-
29
Harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri dan penghormatan diri,
mempunyai harga diri yang kuat artinya merasa cocok dengan kehidupan dan penuh
keyakinan yaitu mempunyai kompetensi dan mampu mengatasi masalahmasalah
kehidupan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
employee involvement antara lain yaitu aktif berpartisipasi, tanggung jawab, pekerjaan
penting bagi harga diri, mengutamakan pekerjaan, keterlibatan mental dan emosional
dan pekerjaan sebagai bagian hidup yang utama. Selanjutnya aspek-aspek employee
involvement yang dikemukakan oleh Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005) yaitu
pekerjaan adalah minat hidup yang utama, berpartisipasi aktif dalam pekerjaan,
menganggap performa sebagai hal yang penting bagi diri, mengganggap kinerja yang
konsisten sebagai bagian dari konsep diri akan digunakan sebagai teori / dasar untuk
menyusun Skala Employee Involvement sebagai alat ukur dalam penelitian ini.
C. Hubungan Antara Employee Involvement dengan Intensi Turnover
Pada Karyawan
Keluar dari tempat kerja atau berpindah kerja (turnover) merupakan salah satu
pilihan jika seorang karyawan sudah merasa tidak cocok dengan apa yang diharapkan
di tempat kerjanya. Turnover sebagai akibat dari keinginan berpindah (turnover
intention) bagi karyawan dipilih karena berharap ingin memperbaiki keadaan dari sisi
psikologis maupun karir masa depan yang lebih baik, namun dari sisi perusahaan
pergantian karyawan (turnover) yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif, seperti
-
30
menciptakan ketidakstabilan terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya
sumber daya manusia. Hal tersebut menjadikan organisasi dalam perusahaan tidak
efektif karena kehilangan karyawan yang berpenga berpengalaman dan perlu melatih
kembali karyawan baru.
Sumber daya manusia sangat menentukan perjalanan karir perusahaan. Tenaga
kerja yang kompeten, cenderung mencari pekerjaan yang dapat memberikannya
kepuasan kerja tinggi. Apabila sebuah perusahaan tidak dapat memberikannya
kepuasan kerja, maka ia akan cenderung berhenti dari pekerjaannya dan mencari
pekerjaan lain. Hal ini mengakibatkan adanya turnover pada sebuah perusahaan.
Intensi turnover harus di sikapi sebagai suatu fenomena dan perilaku manusia yang
penting dalam kehidupan perusahaan dari sudut pandang individu maupun sosial,
mengingat bahwa keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak
yang signifikan bagi perusahaan dan karyawan yang bersangkutan (Toly, 2001).
Karyawan merupakan elemen penting dalam perusahaan karena kinerjanya
akan berdampak pada kegiatan operasional perusahaan. Apabila kinerja karyawan
rendah, maka akan menjadi hambatan perusahaan dalam mencapai tujuannya (Ariana
& Riana, 2013). Perusahaan perlu memperhatikan karyawan mereka agar dapat
berkontribusi dengan baik terhadap perusahaan. Karyawan yang tidak mendapat
perhatian dari perusahaan dan kebutuhannya tidak terpuaskan biasanya akan memilih
untuk meninggalkan pekerjaan mereka (turnover). Perusahaan sebagai pemberi kerja
memiliki kewajiban memberikan fasilitas-fasilitas kepada karyawan guna
meningkatkan kepuasan kerja terhadap pekerjaan mereka. Upaya perusahaan tersebut
-
31
biasanya dalam bentuk pemberian insentif, kenyamanan lingkungan kerja, fleksibilitas
waktu, dan sebagainya.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi turnover intention dari perusahaan
pada karyawan, diantaranya adalah komitmen organisasi, kinerja karyawan, stres kerja,
pengembangan karir, kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan yang rendah. Faktor
keterlibatan kerja merupakan identifikasi seseorang secara psikologis terhadap
pekerjaannya, berpartisipasi aktif dan pekerjaan dianggap sebagai bagian yang penting
dalam kehidupan individu. Tetapi masalah yang dihadapi perusahaan sekarang ini
seperti adanya keterlibatan kerja yang rendah pada diri karyawan mengakibatkan
tingginya tingkat keinginan berpindah (turnover intention) pada karyawan. Karyawan
beranggapan bahwa partisipasi mereka tidak terlalu dibutuhkan oleh perusahaan. Dan
pada akhirnya, situasi tersebut tidak dapat membantu dalam pemuasan kebutuhan
seorang karyawan akan tanggung jawab, prestasi, pengakuan, dan peningkatan harga
diri (Faslah, 2010)
Menurut Paully (dalam Rotenberry, 2007) employee involvement merupakan
tingkat dimana seorang pekerja menyibukkan diri, merasa terikat berfokus hanya pada
pekerjaannya saja dan hanya peduli pada pekerjaan. Keterlibatan kerja adalah tingkat
pengindentifikasian psikologis karyawan dengan pekerjaannya, dan menganggap
kinerjanya di pekerjaannya adalah penting untuk kebaikannya sendiri (Robbins &
Coulter, 2007). Menurut Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005) aspek-aspek employee
involvement terdiri dari pekerjaan sebagai minat hidup yang utama, berpartisipasi aktif
-
32
dalam pekerjaan, menganggap performa sebagai hal yang penting, menganggap kinerja
konsisten sebagai konsep diri.
Aspek pertama dari employee involvement sebagaimana dikemukakan oleh
Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005) adalah pekerjaan sebagai minat hidup individu
yang utama. Blau & Boal (1987) mengemukakan bahwa keterlibatan kerja yang tinggi
akan melebur dalam pekerjaan yang sedang dilakukan, sehingga dapat dikatakan
bahwa keterlibatan kerja berkaitan dengan keterlibatan emosional yang dimiliki oleh
karyawan atau disebut dengan individual related task. Selanjutnya, keterlibatan
emosional karyawan terhadap pekerjaannya akan mendorong timbulnya keterlibatan
emosional karyawan terhadap organisasi secara keseluruhan yang disebut dengan
group maintenance related. Ketika karyawan sudah memiliki keterlibatan emosional
terhadap pekerjaan dan organisasinya maka akan timbul loyalitas dan sense of
belonging karyawan yang berujung pada rendahnya keinginan karyawan untuk
berpindah. Dengan demikian, kedua faktor ini memiliki keterkaitan dalam memberikan
pengaruh terhadap turnover intention.
Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005) menyatakan bahwa aspek kedua
employee involvement merupakan partisipasi aktif karyawan dalam bekerja. Karyawan
yang aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya menunjukkan kemauan dan keinginan
karyawan untuk ikut terlibat langsung dalam pekerjaan. Diharapkan agar seluruh
karyawan memiliki tingkat employee involvement yang tinggi guna mencapai tingkat
kinerja perusahaan yang diharapkan. Namun, dengan adanya tingkat keterlibatan kerja
yang rendah mengindikasikan tingkat turnover yang terus meningkat. Hairiah & Faslah
-
33
(2017) mengemukakan bahwa keterlibatan kerja berhubungan kuat dengan turnover
intention pada diri karyawan. Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan kerja yang
kuat dengan pekerjaannya, tentu akan sering masuk kerja, dan sangat sedikit
kemungkinan untuk berkeinginan pindah ke perusahaan lain.
Aspek selanjutnya dikemukakan oleh Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005)
dari employee involvement adalah menganggap performa sebagai hal yang penting.
Karyawan akan setia dan bersemangat dengan pekerjaan serta perusahaannya.
Karyawan akan rajin masuk, dan tidak berkeinginan untuk pindah ke perusahaan lain
karena mencintai pekerjaan yang mereka lakukan. Keinginan berpindah (turnover
intention) pada hakikatnya merupakan keinginan atau niat karyawan untuk keluar dari
perusahaan dan mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik. Karyawan dengan niatan
seperti itu tentu didahului dengan pemikiran-pemikiran positif dan negatif, jika ia
benar-benar ingin keluar dari perusahaan. Keinginan yang bersifat sukarela dari
karyawan itu sendiri dan perusahaan berhak memutuskan keinginannya (Hairiah &
Faslah, 2017).
Aspek kinerja sebagai bagian dari konsep diri sebagai manifestasi
dari keterlibatan karyawan dalam bekerja. Saleh & Hosek (dalam Luthans,
2005) mengemukakan bahwa seseorang yang terlibat akan pekerjaannya
akan memiliki konsentrasi terhadap unjuk kerja sehingga mempengaruhi
konsistensi seseorang dengan konsep dirinya. Hal ini dapat terlihat dari
seseorang memiliki prinsip dalam pekerjaannya, unjuk kerjanya konsisten
dengan kemampuan yang dimiliki. Gomes (Guritno & Waridin, 2005)
-
34
mengemukakan bahwa kinerja merupakan catatan terhadap hasil produksi
dari sebuah pekerjaan tertentu atau aktivitas tertentu dalam suatu periode
waktu tertentu. Kinerja karyawan adalah seberapa besar karyawan
memberikan kontribusi kepada organisasi (Malthis & Jackson, 2002).
Menurut Blau & Boal (Kartiningsih 2007) keterlibatan kerja pada prakteknya
berkaitan dengan tingkat absensi, kadar permohonan berhenti bekerja dan
berkeinginan berpartisipasi dalam tim atau kelompok kerja. Apabila tingkat
keterlibatan kerja tidak diperhatikan akan menyebabkan terjadinya
kemangkiran (absen) dan turnover intention yang tinggi (Robbins & Caulter,
2007).
D. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah “Ada hubungan negatif antara employee involvement dengan
intensi turnover”. Semakin tinggi employee involvement maka akan semakin rendah
intensi turnover, sebaliknya semakin rendah employee involvement maka akan semakin
tinggi intensi turnover.