bab ii landasan teori a. intensi turnovereprints.mercubuana-yogya.ac.id/4598/3/bab ii.pdf · wayne,...

21
14 BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Turnover 1. Pengertian Intensi Turnover Ajzen (2005) mengatakan bahwa intensi merupakan suatu indikasi dari kesiapan seseorang untuk menunjukkan perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari perilaku. Ajzen & Fishbein (1975) mengajukan teori pembentukan tingkah laku dikarenakan adanya tindakan beralasan. Teori ini menyatakan bahwa intensi merupakan fungsi dari determinan dasar yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek person) dan bersangkutan dengan yang disebut norma subjektif. Sikap mengacu pada evaluasi sejumlah konsep stimulus. Intensi perilaku sebagai fungsi sikap yang akan ditampilkan dalam bentuk perilaku, disertai dengan adanya pertimbangan norma dan sebagai ukuran prediktor munculnya perilaku. Norma didefinisikan sebagai probabilitas dimana didalamnya terdapat hubungan antara satu subjek dengan subjek lainnya. Secara sederhana, teori ini menyatakan intensi dipandang sebagai determinan terdekat dari perilaku tampak. Lebih lanjut dijelaskan oleh Ajzen & Fisbien (1975) bahwa tingkah laku terbentuk melalui hubungan timbal balik antara keyakinan (belief), sikap (attitude) dan intensi (intension) individu. Keyakinan dikategorikan sebagai aspek kognitif yang melibatkan pengetahuan, pendapat dan pandangan individu terhadap objek. Sikap dikategorikan sebagai aspek afektif yang mengarah pada perasaan individu terhadap suatu objek serta evaluasi yang dilakukannya. Intensi dikategorikan sebagai aspek

Upload: others

Post on 28-Jan-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 14

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Intensi Turnover

    1. Pengertian Intensi Turnover

    Ajzen (2005) mengatakan bahwa intensi merupakan suatu indikasi dari

    kesiapan seseorang untuk menunjukkan perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari

    perilaku. Ajzen & Fishbein (1975) mengajukan teori pembentukan tingkah laku

    dikarenakan adanya tindakan beralasan. Teori ini menyatakan bahwa intensi

    merupakan fungsi dari determinan dasar yaitu sikap individu terhadap perilaku

    (merupakan aspek person) dan bersangkutan dengan yang disebut norma subjektif.

    Sikap mengacu pada evaluasi sejumlah konsep stimulus. Intensi perilaku sebagai

    fungsi sikap yang akan ditampilkan dalam bentuk perilaku, disertai dengan adanya

    pertimbangan norma dan sebagai ukuran prediktor munculnya perilaku. Norma

    didefinisikan sebagai probabilitas dimana didalamnya terdapat hubungan antara satu

    subjek dengan subjek lainnya. Secara sederhana, teori ini menyatakan intensi

    dipandang sebagai determinan terdekat dari perilaku tampak.

    Lebih lanjut dijelaskan oleh Ajzen & Fisbien (1975) bahwa tingkah laku

    terbentuk melalui hubungan timbal balik antara keyakinan (belief), sikap (attitude) dan

    intensi (intension) individu. Keyakinan dikategorikan sebagai aspek kognitif yang

    melibatkan pengetahuan, pendapat dan pandangan individu terhadap objek. Sikap

    dikategorikan sebagai aspek afektif yang mengarah pada perasaan individu terhadap

    suatu objek serta evaluasi yang dilakukannya. Intensi dikategorikan sebagai aspek

  • 15

    konatif yang menunjukkan intensi individu dalam bertingkah laku (behavioral

    intention) dan bertindak ketika berhadapan langsung dengan objek. Ketiga ubahan ini

    akan membentuk tingkah laku atau tindakan nyata.

    Ajzen (2005) juga menambahkan lagi determinan intensi yaitu aspek kontrol

    perilaku dihayati (perceived behavior control). Dalam teori ini keyakinan keyakinan

    berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif dan

    pada kontrol perilaku yang dihayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi

    determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang

    bers angkutan akan dilakukan atau tidak.

    Mobley (1982) mengartikan turnover sebagai pemberhentian keanggotaan

    individu dalam suatu organisasi baik secara sukarela dari dalam diri individu itu sendiri

    maupun secara tidak sukarela yang pemberhentian tersebut berasal dari organisasi

    dimana individu tersebut bekerja. Lebih lanjut, Mobley (1982) mengemukakan bahwa

    ada beberapa hal yang perlu dipahami untuk menemukan definisi umum turnover,

    yaitu :

    1) Turnover berfokus pada penghentian atau pemisahan diri karyawan dalam suatu

    organisasi.

    2) Turnover berfokus pada karyawan, dalam arti karyawan yang menerima upah dari

    organisasi atau suatu kondisi yang menunjukkan masih adanya keanggotaan

    karyawan dalam organisasi.

    3) Definisi umum turnover dapat dipakai untuk berbagai tipe organisasi dan pada

    berbagi macam tipe hubungan karyawan-organisasi

  • 16

    Wayne, Shore & Liden (1997) mengatakan intensi turnover merupakan

    keinginan untuk keluar dari tempat kerja sekarang dan mencari alternatif pekerjaan

    yang lebih baik di tempat lain. Sedangkan Cascio (1987) mendefinisikan turnover

    sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan

    karyawannya.

    Selain itu, Jewell dan Siegall (1998) mendefinisikan turnover sebagai fungsi

    dari ketertarikan individu yang kuat terhadap berbagai alternatif pekerjaan lain di luar

    perusahaan atau sebagai “penarikan diri” dari pekerjaan yang sekarang yang tidak

    memuaskan dan stress yang tinggi. Hal ini senada dengan Mobley (1982) yang

    mengatakan bahwa faktor penentu utama individu keluar dari perusahaan berhubungan

    dengan faktor kepuasaan.

    Sedangkan intensi merupakan hasil keyakinan dalam diri individu terhadap

    sesuatu, yang kemudian membentuk sikap tertentu dan akhirnya menghasilkan intensi

    atau keinginan untuk memanifestasikannya dalam kehidupan sehari-hari

    (Novliadi,2007). Harnoto (2002) berpendapat bahwa intensi turnover adalah kadar atau

    intensi dari keinginan untuk keluar dari perusahaan yang dipicu oleh berbagai alasan

    yang menyebabkan timbulnya intensi turnover, biasanya hal ini dikarenakan adanya

    keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Suwandi & Indriantoro

    (1999) juga menyatakan bahwa intensi turnover mengacu pada hasil evaluasi individu

    mengenai kelanjutan hubungannya dengan perusahaan dan belum diwujudkan dalam

    tindakan pasti meninggalkan perusahaan.

  • 17

    Definisi konseptual variabel intensi turnover dalam penelitian ini mengacu

    pada definisi yang dikemukakan oleh Mobley (1982) bahwa intensi turnover adalah

    sebagai pemberhentian keanggotaan individu dalam suatu organisasi baik secara

    sukarela dari dalam diri individu itu sendiri maupun secara tidak sukarela yang

    pemberhentian tersebut berasal dari organisasi dimana individu tersebut bekerja.

    2. Aspek-aspek Intensi Turnover

    Menurut Mobley (Wirabrata & Fajrianthi, 2013), membagi aspek turnover

    intentions (niat berpindah) menjadi tiga bagian, antara lain :

    a. Aspek intention to quit (niat untuk keluar), meliputi: mencerminkan individu yang

    berniat untuk keluar. Karyawan berniat untuk keluar apabila telah mendapatkan

    pekerjaan yang lebih baik dan nantinya akan diakhiri dengan keputusan karyawan

    tersebut untuk tetap tinggal atau keluar dari pekerjaannya.

    b. Aspek job search (pencarian pekerjaan), meliputi: mencerminkan individu

    berkeinginan untuk mencari pekerjaan pada organisasi lain. Jika karyawan sudah

    mulai sering berpikir untuk keluar dari pekerjaannya, karyawan tersebut akan

    mencoba mencari pekerjaan di luar perusahaannya yang dirasa lebih baik.

    c. Aspek thinking of quit (memikirkan keluar), meliputi: mencerminkan individu untuk

    berpikir keluar dari pekerjaan atau tetap berada di lingkungan pekerjaan. Diawali

    dengan ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan, kemudian karyawan

    mulai berpikir untuk keluar dari tempat bekerjanya saat ini.

  • 18

    Harnoto (2002) berpendapat bahwa adapun ciri-ciri turnover ditandai oleh

    berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan dimana indikasi ini bisa digunakan

    sebagai acuan untuk memprediksi intensi turnover dalam suatu organisasi, indikasi

    tersebut ialah :

    a. Absensi meningkat.

    Karyawan yang berkeinginan untuk pindah kerja atau keluar dari organisasi

    biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab

    karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.

    b. Malas bekerja.

    Karyawan yang berkeinginan untuk pindah kerja atau keluar dari organisasi

    biasanya akan lebih malas bekerja karena adanya orientasi karyawan untuk bekerja di

    tempat lain yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan

    bersangkutan.

    c. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja.

    Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering

    dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering

    meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk

    pelanggaran lainnya.

    d. Peningkatan protes terhadap atasan.

    Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja atau keluar dari

    organisasi, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan

  • 19

    kepada atasan. Protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau

    aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.

    e. Perilaku positif yang berbeda dari biasanya.

    Hal ini berlaku untuk karyawan yang biasa berperilaku positif. Karyawan yang

    berperilaku positif mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang

    dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini berbeda dari biasanya justru

    menunjukkan karyawan akan melakukan turnover.

    Novliadi (2007) menjelaskan adanya beberapa indikator atau gejala yang dapat

    diamati pada karyawan yang memiliki intensi turnover yaitu berusaha mencari

    lowongan kerja, merasa tidak kerasan bekerja di perusahaan, sering mengeluh, merasa

    tidak senang dengan pekerjaan, pernyataan bernada negatif, dan tidak mau peduli

    dengan perusahaan tempat dia bekerja. Hal ini senada dengan Jewell dan Siegall (1998)

    yang mengungkapkan bahwa intensi turnover ditandai dengan adanya ketertarikan

    individu yang kuat terhadap berbagai alternatif pekerjaan lain di luar organisasi.

    Berdasarkan uraian di atas maka menurut Mobley (Wirabrata & Fajrianthi,

    2013) dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek intensi turnover adalah absensi

    meningkat, malas bekerja, peningkatan pelanggaran terhadap tata tertib, peningkatan

    protes terhadap atasan, perilaku positif yang berbeda dari biasanya, keinginan mencari

    pekerjaan lain, ketertarikan yang kuat terhadap alternatif pekerjaan lain, sering

    mengeluh, merasa tidak senang dengan pekerjaan, pernyataan bernada negative dan

    tidak mau peduli terhadap perusahaan tempat bekerja.

  • 20

    3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Turnover

    Mobley (1982) menggariskan secara detil faktor-faktor yang mempengaruhi

    terjadinya turnover yang dibedakan dari faktor pasar tenaga kerja, faktor organisasi,

    faktor individu dan faktor keterpaduan.

    a. Faktor tenaga kerja

    Dalam faktor ini, Mobley menjelaskan bahwa analisis ekonomi yang

    menyebabkan terjadinya inflasi dan kemungkinan dampak adanya pertukaran tenaga

    kerja menyebabkan terjadinya turnover.

    b. Faktor organisasi

    Ada beberapa hal yang menyebabkan turnover karyawan dilihat dari sisi

    organisasi yaitu dari tipe industri, katagorisasi kerja dalam organisasi, ukuran

    organisasi, ukuran unit kerja, upah, konten pekerjaan dalam organisasi, gaya supervise

    dan variable organisasi lainnya seperti iklim organisasi, komunikasi yang mana hal-hal

    tersebut mempengaruhi intensi turnover karyawan.

    c. Faktor individu.

    Dalam faktor ini usia muda, masa jabatan, jenis kelamin, pendidikan, data

    biografis, kepribadian, ketertarikan atau minat, bakat dan kemampuan, sumber

    rujukan, profesionalisme, kinerja, ketidakhadiran menyebabkan besar

    kemungkinannya individu dari suatu organisasi untuk keluar. Faktor keterlibatan kerja

    yang akan diteliti dalam penelitian ini termasuk dalam faktor individu yang

    menyangkut ketertarikan / minat individu dan profesionalisme kerja dalam

    menyelesaikan tugas pekerjaan.

  • 21

    d. Faktor keterpaduan

    Dalam faktor ini kepuasan kerja karyawan secara keseluruhan

    merupakan faktor yang dapat menentukan intensi turnover. Kepuasan kerja

    meliputi kepuasan dalam sistem penggajian, kepuasan kerja dengan adanya

    promosi, kepuasan dengan pekerjaan, kepuasan dengan atasan, kepuasan

    dengan rekan kerja, kepuasan dengan kondis kerja. Kepuasan terhadap

    adanya aspirasi karir dan harapan dan komitmen organisasi merupakan

    faktor-faktor yang dapat menentukan intensi turnover karyawan.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi turnover menurut Kraemer

    (dalam Ridlo, 2012) yaitu:

    a. Komitmen organisasi, adalah tingkat dimana seseorang karyawan

    memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk

    mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.

    b. Promosi, adalah perpindahan dari satu jabatan ke jabatan lain yang

    mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Karyawan akan

    bertahan bila peluang pendidikan dan karir diberikan oleh perusahaan.

    c. Kepuasan kerja, adalah generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaan yang

    didasarkan atas aspek-aspek pekerjaan yang bermacam-macam. Semakin

    banyak aspek dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan

    individu maka akan semakin tinggi ketidakpuasan kerja seseorang.

    Seorang karyawan yang mempunyai kepuasan kerja tinggi tidak akan

    meninggalkan perusahaan begitu juga sebaliknya.

  • 22

    d. Stress kerja, dapat diartikan sebagai sumber atao stressor kerja yang

    menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan

    perilaku.

    e. Keadilan, adalah suatu fundamental dari sitem kompensasi. Perlakuan

    secara adil bagi seluruh karyawan akan meneguhkan karyawan semakin

    loyal terhadap perusahaan dan akan tetap bertahan.

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-

    faktor yang mempengaruhi intensi turnover adalah faktor organisasi, faktor

    keterpaduan, faktor individu promosi, komitmen, kepuasan kerja, stres kerja,

    promosi, dan keadilan. Penelitian ini menggunakan faktor individu

    khususnya keterlibatan kerja sebagai variabel bebas yang ingin diketahui

    hubungannya dengan intensi turnover.

    B. Employee Involvement

    1. Pengertian Employee Involvement

    Robbins & Coulter (2007) mengemukakan keterlibatan kerja adalah

    tingkat pengidentifikasian psikologis karyawan dengan pekerjaannya, secara

    aktif berpartispasi dalam pekerjaannya dan menganggap kinerjanya

    dipekerjaannya adalah penting untuk kebaikannya sendiri. Lebih lanjut

    dijelaskan oleh Robbins & Coulter (2007) bahwa karyawan dengan tingkat

    keterlibatan yang tinggi dengan kuat mengenali dan benar-benar

    memperhatikan jenis pekerjaan yang mereka lakukan, tingkat yang tinggi

  • 23

    telah ditemukan terkait dengan tingkat absensi yang lebih sedikit dan

    pengunduran diri yang lebih rendah.

    Lodhl & Kejner’s (dalam Reeve & Smith, 2001) menjelaskan bahwa

    keterlibatan kerja mengindikasikan bahwa: (1) Keterlibatan kerja adalah

    derajat dimana seseorang mengidentifikasi secara psikologis terhadap

    pekerjaannya atau pentingnya pekerjaan tersebut terhadap keseluruhan citra

    diri; (2) Internalisasi nilai-nilai mengenai kebaikan bekerja atau pentingnya

    bekerja dalam hal penghargaan atas diri sendiri yang nantinya akan

    menentukan tingkat kenyamanan seseorang dalam bersosialisasi di suatu

    organisasi dan (3) Derajat dimana kinerja seseorang mempengaruhi self

    esteem (harga diri). Muchinsky (dalam Govender & Parumasur, 2010)

    mengemukakan bahwa keterlibatan kerja mengacu pada sejauh mana ego

    (jiwa) dari masing-masing individu terlibat dalam pekerjaan mereka. Ego

    atau jiwa yang dimaksud dalam hal ini adalah struktur psikis yang

    berhubungan dengan konsep diri yang mengarahkan tiap individu untuk

    bertindak dengan melibatkan perasaan mereka.

    Menurut Blau & Boal (dalam Novarinda & Iqbal, 2017) keterlibatan

    kerja adalah tingkatan dimana pekerja membenamkan diri dengan pekerjaan

    mereka, menginvestasikan waktu dan energi di dalamnya dan melihat

    pekerjaan sebagai pusat kehidupan mereka secara keseluruhan. Keterlibatan

    kerja dapat didefinisikan sebagai derajat seseorang secara psikologis dan

  • 24

    mengartikan dirinya dengan pekerjaannya dan menganggap tingkat

    kinerjanya sebagai hal yang penting bagi harga diri (Umam, 2010).

    Rivai & Mulyadi (2012) menyatakan keterlibatan kerja adalah derajat

    sejauh mana seseorang memihak secara psikologis terhadap pekerjaannya

    dan menganggap tingkat kinerjanya penting untuk harga diri. Menurut Noe,

    Hollenbeck, Gerhart & Wright (2011) keterlibatan kerja adalah sejauh mana

    orang mengidentifikasi diri mereka dengan pekerjaan mereka. Orang-orang

    dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi menganggap pekerjaan mereka

    merupakan bagian penting dari kehidupan mereka. Melakukan pekerjaan

    dengan baik di tempat kerjanya akan memberikan kontribusi terhadap harga

    diri mereka. Untuk karyawan yang tidak puas dengan keterlibatan kerja yang

    rendah, maka kinerja yang baik atau buruk tidak memengaruhi konsep diri

    seseorang.

    Employee involvement berbeda pula dengan work engagement,

    dimana employee involvement merupakan hasil dari penilaian kognitif

    mengenai kebutuhan pemuasan kemampuan dari pekerjaan dan mengikat

    gambaran diri seseorang, sedangkan work engagement melibatkan

    penggunaan secara aktif emosi dan perilaku disamping kognisi (May, Gilson

    & Harter, 2004; Saks 2006). Menurut Kuular (2008) employee involvement

    dihubungkan dengan work engagement. Employee involvement didefinisikan

    sebagai suatu kondisi pekerjaan yang menjadi pusat identitas dari karyawan

    dan keadaan psikologis yang terdiri dari kognitif atau belief. Hal ini berbeda

  • 25

    dengan engagement yang lebih fokus pada bagaimana individu bekerja lebih

    aktif menggunakan emosi. Kesimpulannya employee involvement merupakan

    hasil akhir dari engagement.

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa employee

    involvement atau keterlibatan kerja adalah tingkat pengindentifikasin

    psikologis karyawan untuk terlibat, membenamkan diri dengan pekerjaan

    mereka, menginvestasikan waktu dan energi di dalamnya, melihat pekerjaan

    sebagai pusat kehidupan dan menganggap tingkat kinerjanya penting untuk

    harga diri.

    Alasan penulis menggunakan employee involvement sebagai variabel

    yang akan dikaji hubungannya dengan intensi turnover adalah sebagai follow

    up terhadap penelitian-penelitian terdahulu dengan mengkorelasikannya

    dengan fenomena generasi millenial. Employee involvement dianggap

    sebagai variabel yang penting sebagai kriterium untuk menekan terjadinya

    intensi turnover dalam perusahaan. Sebagaimana hasil penelitian yang telah

    dilakukan oleh Sumarto (2009); Faslah (2010); Simanjuntak & Rahardja (2013)

    dimana employee involvment yang tinggi terbukti mampu menyurutkan niat

    keluar karyawan dimana keterlibatan kerja mampu membuat karyawan bekerja

    sama dengan baik.

  • 26

    2. Aspek-aspek Employee Involvement

    Menurut Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005) keterlibatan kerja

    merupakan konsep yang kompleks berdasarkan aspek kognitif, aspek

    tindakan dan aspek perasaan. Ditandai dengan adanya:

    a. Pekerjaan adalah minat hidup yang utama

    Keterlibatan kerja akan muncul bila pekerjaan dirasakan sebagai

    sumber utama terhadap harapan individu dan sumber kepuasan dari

    kebutuhan-kebutuhan yang menonjol (salient need) individu. Kebutuhan

    yang menonjol (salient need) ini akan menguat bila pekerjaan dipersepsikan

    mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sehingga akan membuat

    individu menghabiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk pekerjaannya.

    b. Berpartisipasi aktif dalam pekerjaan

    Partisipasi aktif akan terjadi bila seseorang diberikan kesempatan

    yang seluas-luasnya dalam bekerja seperti kesempatan mengeluarkan ide-

    ide, membuat keputusan yang berguna untuk kesuksesan perusahaan,

    kesempatan untuk belajar, mengeluarkan keahlian dan kemampuannya

    dalam bekerja sehingga partisipasi aktif ini akan berpengaruh pada hasil

    kerja dan hasil yang memuaskan akan mempengaruhi rasa berharga pada

    dirinya.

    c. Menganggap performa sebagai hal yang penting bagi dirinya

    Seberapa jauh performa kerja individu mempengaruhi harga dirinya

    (self esteem). Usaha kerja yang ditampilkan menggambarkan seberapa jauh

  • 27

    seseorang yang terlibat pada pekerjaannya akan mengganggap pentingnya

    pekerjaan tersebut bagi self esteem atau rasa keberhargaan diri pada

    seseorang. Hal ini dapat terlihat dari seberapa sering karyawan memikirkan

    tentang pekerjaannya yang belum terselesaikan setelah jam kerja selesai,

    masalah yang belum selesai menjadi pusat konsep diri yang berlaku dalam

    hati.

    d. Menganggap kinerja konsisten adalah konsep dirinya

    Seseorang yang terlibat akan pekerjaannya akan memiliki konsentrasi

    terhadap unjuk kerja sehingga mempengaruhi konsistensi seseorang dengan

    konsep dirinya. Hal ini dapat terlihat dari seseorang memiliki prinsip dalam

    pekerjaannya, unjuk kerjanya konsisten dengan kemampuan yang dimiliki.

    Istijanto (2005) menyatakan bahwa ada 6 indikator yang dapat

    digunakan dalam mengukur tinggi tinggi rendahnya keterlibatan kerja

    sebagai berikut:

    a. Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan. Aktif berpartisipasi dalam

    pekerjaan menunjukkan keikutsertaan dan perhatian terhadap pekerjaan.

    b. Menunjukkan pekerjaan adalah yang utama. Individu yang

    mengutamakan pekerjaan akan terus berusaha yang terbaik demi

    pekerjaannya dan merasa bahwa pekerjaan sebagai sesuatu yang menarik

    dalam kehidupannya serta layak diprioritaskan.

    c. Melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang penting bagi harga diri.

    Keterlibatan kerja dapat dilihat dari perilaku seseorang mengenai

  • 28

    pekerjaannya, dimana seseorang menganggap pekerjaan penting bagi

    harga diri.

    d. Keterlibatan mental dan emosional. Keterlibatan tidak selalu terkait

    kegiatan fisik tetapi dapat berupa mental dan emosional.

    e. Motivasi. Kontribusi keterlibatan dimana keadaan manajer memotivasi

    orang- orang untuk memberikan distribusi.

    f. Tanggung Jawab. keterlibatan mendorong orang-orang untuk menerima

    tanggung jawab dalam aktivitas kelompok

    Kanungo (dalam Robbins, 2003) mengemukakan karakteristik keterlibatan

    kerja adalah sebagai berikut:

    a. Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan

    Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan menunjukan individu terlibat dan

    perhatian terhadap pekerjaannya. Dalam kaitannya dengan polisi, dari tingkat atensi

    inilah maka dapat diketahui seberapa besar polisi perhatian, peduli dan menguasai

    bidang yang menjadi bagian dari pekerjaannya.

    b. Mengutamakan pekerjaan

    Individu yang mengutamakan pekerjaannya akan selalu berusaha yang terbaik

    untuk pekerjaannya dan menganggap pekerjaannya sebagi pusat yang menarik dalam

    kehidupannya dan pantas untuk diutamakan.

    c. Pekerjaan penting bagi harga diri

    Keterlibatan kerja dapat dilihat dari sikap individu dalam pikiran mengenai

    pekerjaannya, dimana individu menganggap pekerjaan itu penting bagi harga dirinya.

  • 29

    Harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri dan penghormatan diri,

    mempunyai harga diri yang kuat artinya merasa cocok dengan kehidupan dan penuh

    keyakinan yaitu mempunyai kompetensi dan mampu mengatasi masalahmasalah

    kehidupan.

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

    employee involvement antara lain yaitu aktif berpartisipasi, tanggung jawab, pekerjaan

    penting bagi harga diri, mengutamakan pekerjaan, keterlibatan mental dan emosional

    dan pekerjaan sebagai bagian hidup yang utama. Selanjutnya aspek-aspek employee

    involvement yang dikemukakan oleh Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005) yaitu

    pekerjaan adalah minat hidup yang utama, berpartisipasi aktif dalam pekerjaan,

    menganggap performa sebagai hal yang penting bagi diri, mengganggap kinerja yang

    konsisten sebagai bagian dari konsep diri akan digunakan sebagai teori / dasar untuk

    menyusun Skala Employee Involvement sebagai alat ukur dalam penelitian ini.

    C. Hubungan Antara Employee Involvement dengan Intensi Turnover

    Pada Karyawan

    Keluar dari tempat kerja atau berpindah kerja (turnover) merupakan salah satu

    pilihan jika seorang karyawan sudah merasa tidak cocok dengan apa yang diharapkan

    di tempat kerjanya. Turnover sebagai akibat dari keinginan berpindah (turnover

    intention) bagi karyawan dipilih karena berharap ingin memperbaiki keadaan dari sisi

    psikologis maupun karir masa depan yang lebih baik, namun dari sisi perusahaan

    pergantian karyawan (turnover) yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif, seperti

  • 30

    menciptakan ketidakstabilan terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya

    sumber daya manusia. Hal tersebut menjadikan organisasi dalam perusahaan tidak

    efektif karena kehilangan karyawan yang berpenga berpengalaman dan perlu melatih

    kembali karyawan baru.

    Sumber daya manusia sangat menentukan perjalanan karir perusahaan. Tenaga

    kerja yang kompeten, cenderung mencari pekerjaan yang dapat memberikannya

    kepuasan kerja tinggi. Apabila sebuah perusahaan tidak dapat memberikannya

    kepuasan kerja, maka ia akan cenderung berhenti dari pekerjaannya dan mencari

    pekerjaan lain. Hal ini mengakibatkan adanya turnover pada sebuah perusahaan.

    Intensi turnover harus di sikapi sebagai suatu fenomena dan perilaku manusia yang

    penting dalam kehidupan perusahaan dari sudut pandang individu maupun sosial,

    mengingat bahwa keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak

    yang signifikan bagi perusahaan dan karyawan yang bersangkutan (Toly, 2001).

    Karyawan merupakan elemen penting dalam perusahaan karena kinerjanya

    akan berdampak pada kegiatan operasional perusahaan. Apabila kinerja karyawan

    rendah, maka akan menjadi hambatan perusahaan dalam mencapai tujuannya (Ariana

    & Riana, 2013). Perusahaan perlu memperhatikan karyawan mereka agar dapat

    berkontribusi dengan baik terhadap perusahaan. Karyawan yang tidak mendapat

    perhatian dari perusahaan dan kebutuhannya tidak terpuaskan biasanya akan memilih

    untuk meninggalkan pekerjaan mereka (turnover). Perusahaan sebagai pemberi kerja

    memiliki kewajiban memberikan fasilitas-fasilitas kepada karyawan guna

    meningkatkan kepuasan kerja terhadap pekerjaan mereka. Upaya perusahaan tersebut

  • 31

    biasanya dalam bentuk pemberian insentif, kenyamanan lingkungan kerja, fleksibilitas

    waktu, dan sebagainya.

    Banyak faktor yang dapat mempengaruhi turnover intention dari perusahaan

    pada karyawan, diantaranya adalah komitmen organisasi, kinerja karyawan, stres kerja,

    pengembangan karir, kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan yang rendah. Faktor

    keterlibatan kerja merupakan identifikasi seseorang secara psikologis terhadap

    pekerjaannya, berpartisipasi aktif dan pekerjaan dianggap sebagai bagian yang penting

    dalam kehidupan individu. Tetapi masalah yang dihadapi perusahaan sekarang ini

    seperti adanya keterlibatan kerja yang rendah pada diri karyawan mengakibatkan

    tingginya tingkat keinginan berpindah (turnover intention) pada karyawan. Karyawan

    beranggapan bahwa partisipasi mereka tidak terlalu dibutuhkan oleh perusahaan. Dan

    pada akhirnya, situasi tersebut tidak dapat membantu dalam pemuasan kebutuhan

    seorang karyawan akan tanggung jawab, prestasi, pengakuan, dan peningkatan harga

    diri (Faslah, 2010)

    Menurut Paully (dalam Rotenberry, 2007) employee involvement merupakan

    tingkat dimana seorang pekerja menyibukkan diri, merasa terikat berfokus hanya pada

    pekerjaannya saja dan hanya peduli pada pekerjaan. Keterlibatan kerja adalah tingkat

    pengindentifikasian psikologis karyawan dengan pekerjaannya, dan menganggap

    kinerjanya di pekerjaannya adalah penting untuk kebaikannya sendiri (Robbins &

    Coulter, 2007). Menurut Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005) aspek-aspek employee

    involvement terdiri dari pekerjaan sebagai minat hidup yang utama, berpartisipasi aktif

  • 32

    dalam pekerjaan, menganggap performa sebagai hal yang penting, menganggap kinerja

    konsisten sebagai konsep diri.

    Aspek pertama dari employee involvement sebagaimana dikemukakan oleh

    Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005) adalah pekerjaan sebagai minat hidup individu

    yang utama. Blau & Boal (1987) mengemukakan bahwa keterlibatan kerja yang tinggi

    akan melebur dalam pekerjaan yang sedang dilakukan, sehingga dapat dikatakan

    bahwa keterlibatan kerja berkaitan dengan keterlibatan emosional yang dimiliki oleh

    karyawan atau disebut dengan individual related task. Selanjutnya, keterlibatan

    emosional karyawan terhadap pekerjaannya akan mendorong timbulnya keterlibatan

    emosional karyawan terhadap organisasi secara keseluruhan yang disebut dengan

    group maintenance related. Ketika karyawan sudah memiliki keterlibatan emosional

    terhadap pekerjaan dan organisasinya maka akan timbul loyalitas dan sense of

    belonging karyawan yang berujung pada rendahnya keinginan karyawan untuk

    berpindah. Dengan demikian, kedua faktor ini memiliki keterkaitan dalam memberikan

    pengaruh terhadap turnover intention.

    Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005) menyatakan bahwa aspek kedua

    employee involvement merupakan partisipasi aktif karyawan dalam bekerja. Karyawan

    yang aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya menunjukkan kemauan dan keinginan

    karyawan untuk ikut terlibat langsung dalam pekerjaan. Diharapkan agar seluruh

    karyawan memiliki tingkat employee involvement yang tinggi guna mencapai tingkat

    kinerja perusahaan yang diharapkan. Namun, dengan adanya tingkat keterlibatan kerja

    yang rendah mengindikasikan tingkat turnover yang terus meningkat. Hairiah & Faslah

  • 33

    (2017) mengemukakan bahwa keterlibatan kerja berhubungan kuat dengan turnover

    intention pada diri karyawan. Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan kerja yang

    kuat dengan pekerjaannya, tentu akan sering masuk kerja, dan sangat sedikit

    kemungkinan untuk berkeinginan pindah ke perusahaan lain.

    Aspek selanjutnya dikemukakan oleh Saleh & Hosek (dalam Luthans, 2005)

    dari employee involvement adalah menganggap performa sebagai hal yang penting.

    Karyawan akan setia dan bersemangat dengan pekerjaan serta perusahaannya.

    Karyawan akan rajin masuk, dan tidak berkeinginan untuk pindah ke perusahaan lain

    karena mencintai pekerjaan yang mereka lakukan. Keinginan berpindah (turnover

    intention) pada hakikatnya merupakan keinginan atau niat karyawan untuk keluar dari

    perusahaan dan mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik. Karyawan dengan niatan

    seperti itu tentu didahului dengan pemikiran-pemikiran positif dan negatif, jika ia

    benar-benar ingin keluar dari perusahaan. Keinginan yang bersifat sukarela dari

    karyawan itu sendiri dan perusahaan berhak memutuskan keinginannya (Hairiah &

    Faslah, 2017).

    Aspek kinerja sebagai bagian dari konsep diri sebagai manifestasi

    dari keterlibatan karyawan dalam bekerja. Saleh & Hosek (dalam Luthans,

    2005) mengemukakan bahwa seseorang yang terlibat akan pekerjaannya

    akan memiliki konsentrasi terhadap unjuk kerja sehingga mempengaruhi

    konsistensi seseorang dengan konsep dirinya. Hal ini dapat terlihat dari

    seseorang memiliki prinsip dalam pekerjaannya, unjuk kerjanya konsisten

    dengan kemampuan yang dimiliki. Gomes (Guritno & Waridin, 2005)

  • 34

    mengemukakan bahwa kinerja merupakan catatan terhadap hasil produksi

    dari sebuah pekerjaan tertentu atau aktivitas tertentu dalam suatu periode

    waktu tertentu. Kinerja karyawan adalah seberapa besar karyawan

    memberikan kontribusi kepada organisasi (Malthis & Jackson, 2002).

    Menurut Blau & Boal (Kartiningsih 2007) keterlibatan kerja pada prakteknya

    berkaitan dengan tingkat absensi, kadar permohonan berhenti bekerja dan

    berkeinginan berpartisipasi dalam tim atau kelompok kerja. Apabila tingkat

    keterlibatan kerja tidak diperhatikan akan menyebabkan terjadinya

    kemangkiran (absen) dan turnover intention yang tinggi (Robbins & Caulter,

    2007).

    D. Hipotesis

    Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka hipotesis yang diajukan dalam

    penelitian ini adalah “Ada hubungan negatif antara employee involvement dengan

    intensi turnover”. Semakin tinggi employee involvement maka akan semakin rendah

    intensi turnover, sebaliknya semakin rendah employee involvement maka akan semakin

    tinggi intensi turnover.