bab ii landasan teori · 8 bab ii landasan teori 2.1. pajak reklame 2.1.1. pengertian pajak reklame...

30
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Reklame 2.1.1. Pengertian Pajak Reklame Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 26 dalam Lasmana (2017:352), “pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaan reklame”. Dan dalam Pasal 1 angka 27 menyatakan bahwa : Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum”. 2.1.2. Objek Pajak Reklame Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 47 ayat (1) dalam Lasmana (2017:366), “objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame”. Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 244 tahun 2015 pasal 1 menyatakan jenis-jenis objek pajak reklame sebagai berikut : 1. Reklame elektronik/digital adalah reklame yang menggunakan layar monitor yang digerakkan secara terprogram melalui sistem yang menyajikan program reklame atau visual baik berupa film dan/atau gambar dan/atau tulisan yang dapat berubah-ubah dan/atau bergerak serta difungsikan dengan tenaga listrik. 2. Reklame megatron/videotron/large Electronic Display (LED) adalah reklame yang menggunakan layar monitor besar dengan teknologi yang menyajikan

Upload: others

Post on 30-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pajak Reklame

2.1.1. Pengertian Pajak Reklame

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1

angka 26 dalam Lasmana (2017:352), “pajak reklame adalah pajak atas

penyelenggaan reklame”.

Dan dalam Pasal 1 angka 27 menyatakan bahwa :

Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan

corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan,

menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum

terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,

didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum”.

2.1.2. Objek Pajak Reklame

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal

47 ayat (1) dalam Lasmana (2017:366), “objek pajak reklame adalah semua

penyelenggaraan reklame”.

Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 244 tahun 2015

pasal 1 menyatakan jenis-jenis objek pajak reklame sebagai berikut :

1. Reklame elektronik/digital adalah reklame yang menggunakan layar monitor

yang digerakkan secara terprogram melalui sistem yang menyajikan program

reklame atau visual baik berupa film dan/atau gambar dan/atau tulisan yang

dapat berubah-ubah dan/atau bergerak serta difungsikan dengan tenaga listrik.

2. Reklame megatron/videotron/large Electronic Display (LED) adalah reklame

yang menggunakan layar monitor besar dengan teknologi yang menyajikan

9

program reklame atau visual iklan dalam bentuk video, gambar dan/atau

tulisan yang dapat bergerak dan berubah-ubah, terprogram dan difungsikan

dengan tenaga listrik dan/atau sumber tenaga lainnya yang sejenis.

3. Reklame papan/billboard adalah reklame yang terbuat dari bahan metal, papan

kayu, callibrate, vynil termasuk seng atau bahan lain yang sejenis dipasang pada

bangunan/konstruksi reklame yang secara khusus dibangun dan diperuntukkan

bagi pemasangan dan penayangan reklame.

4. Reklame pylon adalah reklame yang terbuat dari bahan metal, acrylic, vynil,

plastik dengan metode pencahayaan dari dalam (backlighting) atau media

elektronik/LED yang hanya semata-mata nama pengenal usaha atau nama

profesi, nama gedung atau identitas perusahaan termasuk logo yang

beraktivitas di dalamnya.

5. Reklame kain adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan

kain, termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu.

6. Reklame melekat (Stiker) adalah reklame yang berbentuk lembaran stiker,

diselenggarakan dengan cara dilekatkan pada bidang reklame atau bidang

bangunan.

7. Reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas

diselenggarakan dengan cara disebarkan atau diberikan atau dapat diminta

dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang dan

digantungkan pada suatu benda lain.

8. Reklame udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan

menggunakan gas, laser, pesawat atau alat lain yang sejenis.

10

9. Reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan

kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau

dengan perantara alat.

10. Reklame slide atau reklame film adalah reklame yang diselenggarakan

dengan cara menggunakan klise berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan

yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan/atau dipancarkan pada

layar atau benda lain di dalam ruangan.

11. Reklame peragaan adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara

memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.

12. Reklame grafiti adalah reklame yang diselenggarakan dalarn bentuk

coretan-coretan yang bernuansa seni (art) dengan menggunakan komposisi

warna, garis dan bentuk untuk menginformasikan atau mempromosikan

suatu produk barang atau jasa, yang diselenggarakan pada dinding atau

bidang bangunan.

13. Reklame berjalan pada kendaraan adalah reklame yang ditempatkan atau

ditempelkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan mempergunakan

kendaraan bermotor, kereta api, atau transportasi darat lainnya atau dengan

cara dibawa berjalan oleh orang.

14. Reklame laser adalah reklame yang diselenggarakan melalui alat yang

memancarkan radiasi elektromagnetik, baik dalam bentuk cahaya maupun

bentuk lainnya yang sejenis yang dapat dilihat oleh umum.

15. Reklame apung adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara terapung

di permukaan air.

16. Reklame gapura adalah suatu bangunan yang melintang pada suatu ruas

jalan tertentu di dalam sarana dan prasarana kota yang bangunannya

11

dimaksudkan untuk menginformasikan lokasi kawasan wisata kuliner dan

sebagian dipakai untuk penyelenggaraan reklame.

2.1.3. Bukan Objek Pajak Reklame

Yang tidak termasuk objek pajak reklame berdasarkan Peraturan Daerah

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame sebagai berikut:

1. reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah;

2. penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta

mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;

3. label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan yang

berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;

4. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan

tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang

mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut, yang luasnya tidak

melebihi 1 m2

(satu meter persegi), ketinggian maksimun 15 (lima besar)

meter dengan jumlah reklame terpasang tidak lebih dari 1 (satu) buah;

5. penyelengara reklame yang semata-mata memuat nama tempat ibadah dan

tempat panti asuhan;

6. penyelengaraan reklame yang semata-mata mengenai pemilikan dan/atau

peruntukan tanah, dengan ketentuan luasnya tidak melebihi 1 m2 (satu meter

persegi) dan diselenggarakan di atas tanah tersebut kecuali reklame produk;

7. diselenggarakan oleh perwakilan diplomatik, perwakilan konsulat, perwakilan

PBB serta badan-badan khususnya badan-badan atau organisasi internasional

pada lokasi badan-badan dimaksud.

12

2.1.4. Subjek Pajak Reklame dan Wajib Pajak Reklame

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal

48 dalam Lasmana (2017:366), “Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau

badan yang menggunakan reklame”.

Sedangkan wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang

menyelenggarakan reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara

langsung oleh orang pribadi atau badan, wajib pajak reklame adalah orang

pribadi atau badan tersebut. Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak

ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi wajib pajak reklame.

2.1.5. Dasar Pengenaan Pajak Reklame

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 49

dalam Lasmana (2017:367) menyatakan bahwa “Dasar pengenaan Pajak Reklame

adalah Nilai Sewa Reklame”.

Dalam Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2014 tentang Penetapan Nilai

Sewa Reklame sebagai Dasar Pengenaan Pajak Reklame ditetapkan sebagai berikut :

1. Dasar pengenaan pajak reklame adalah Nilai Sewa Reklame (NSR).

2. NSR sebagaimana dimaksud pada angka (1), diatur sebagai berikut:

a. Reklame yang diselenggarakan oleh pihak ketiga, NSR ditetapkan

berdasarkan nilai kontrak reklame.

b. Reklame yang diselenggarakan sendiri, NSR dihitung dengan

memperhatikan faktor-faktor:

1) jenis;

2) bahan yang digunakan;

3) lokasi penempatan;

13

4) waktu;

5) jangka waktu penyelenggaraan;

6) jumlah, dan

7) ukuran media reklame.

c. Dalam hal NSR sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diketahui

dan/atau dianggap tidak wajar, NSR ditetapkan dengan menggunakan

faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.

3. lokasi penempatan adalah lokasi peletakan reklame menurut kelas jalan

yang dirinci sebagai berikut :

a. protokol A;

b. protokol B;

c. protokol C;

d. ekonomi kelas I;

e. ekonomi kelas II;

f. ekonomi kelas III;

g. lingkungan.

4. Besaran nilai kelas jalan ditetapkan dalam tabel Hasil Perhitungan Nilai Sewa

Reklame (NSR) mengacu pada ketentuan Peraturan Gubernur Nomor 27 tahun

2014 tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame sebagai Dasar Pengenaan Pajak

Reklame, sebagai berikut:

a. hasil perhitungan NSR untuk Reklame Non-Produk (yang memuat

semata-mata nama badan/perusahaan/usaha yang dapat dilihat dibaca

oleh umum), untuk penyelenggaraan reklame jenis papan/billboard dan

kain ditetapkan sebagai berikut :

14

Tabel II.1

Hasil Perhitungan Nilai Sewa Reklame (NSR) non Produk

No Lokasi

Penempatan

Ukuran Luas

Bidang

Reklame

Jangka Waktu

Penyelenggaraan

Ketinggian

Reklame NSR (Rp)

1 Protokol A 1 M2 1 Hari s.d 15 M 25.000

2 Protokol B 1 M2 1 Hari s.d 15 M 20.000

3 Protokol C 1 M2 1 Hari s.d 15 M 15.000

4 Ekonomi Kelas I 1 M2 1 Hari s.d 15 M 10.000

5 Ekonomi Kelas II 1 M2 1 Hari s.d 15 M 5.000

6 Ekonomi Kelas III 1 M2 1 Hari s.d 15 M 3.000

7 Lingkungan 1 M2 1 Hari s.d 15 M 2.000

Sumber : Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2014

b. hasil perhitungan NSR untuk Reklame Produk (reklame yang memuat

produk suatu barang atau jasa sebagai sarana promosi), untuk

penyelenggaraan reklame jenis papan/billboard dan kain ditetapkan

sebagai berikut:

Tabel II.2

Hasil Perhitungan Nilai Sewa Reklame (NSR) Produk

No Lokasi

Penempatan

Ukuran Luas

Bidang

Reklame

Jangka Waktu

Penyelenggaraan

Ketinggian

Reklame NSR(Rp)

1 Protokol A 1 M2 1 Hari s.d 15 M 125.000

2 Protokol B 1 M2 1 Hari s.d 15 M 100.000

3 Protokol C 1 M2 1 Hari s.d 15 M 75.000

4 Ekonomi Kelas I 1 M2 1 Hari s.d 15 M 50.000

5 Ekonomi Kelas II 1 M2 1 Hari s.d 15 M 25.000

6 Ekonomi Kelas III 1 M2 1 Hari s.d 15 M 15.000

7 Lingkungan 1 M2 1 Hari s.d 15 M 10.000

Sumber : Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2014

c. hasil perhitungan untuk reklame Light Emitting Diode (LED) dan

sejenisnya ditetapkan sebagai berikut:

15

Tabel II.3

Hasil Perhitungan Nilai Sewa Reklame (NSR) LED

No Lokasi Penempatan

NSR

NSR berdasarkan durasi 30 detik/tayangan/hari pada masing-masing

pengelemopokan (cluster) ukuran luas bidang reklame/layar

s.d

8 m2

di atas

8 m2

s.d 16

m2

di atas

16 m2

s.d 24

m2

di atas

25 m2

s.d 32

m2

di atas

32 m2

s.d 50

m2

di atas

50 m2

s.d

100 m2

di

atas

100

m2

Durasi/

tayangan

1 Protokol A 10.000 12.500 15.000 17.500 20.000 22.500 25.000 30 detik

2 Protokol B 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000 30 detik

3 Protokol C 6.000 7.500 9.000 10.500 12.000 13.500 15.000 30 detik

4 Ekonomi Kelas I 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 30 detik

5 Ekonomi Kelas II 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000 30 detik

6 Ekonomi Kelas III 1.500 1.750 2.000 2.250 2.500 2.750 3.000 30 detik

7 Lingkungan 800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 30 detik

Sumber : Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2014

d. untuk jenis reklame lainnya sebagai berikut :

Tabel II.4

Tarif DPP Jenis Reklame Lainnya

Jenis Reklame Tarif DPP

Reklame Melekat

(Stiker)

Rp 1.000,-/cm2 sekurang-kurangnya Rp 1.000.000 setiap

kali penyelenggaraan.

Reklame Selebaran Rp 10.000,-/lembar sekurang-kurangnya

Rp 10.000.000, setiap kali penyelenggaan.

Reklame

berjalan/kendaraan Rp 50.000,-/m

2/hari.

Reklame Udara Rp 5.000.000,- untuk paling lama 1(satu) bulan penayangan.

Reklame Apung Rp 2.000.000,- untuk paling lama 1(satu) bulan penayangan.

Reklame Suara Rp 5.000,-/30 detik bagian waktu yang kurang dari 30

detik dihitung menjadi 30 detik.

Reklame

Film/Slide

pada bioskop dan

tempat lainnya

Rp 10.000,-/30 detik bagian waktu yang kurang dari 30

detik dihitung menjadi 30 detik.

Reklame Peragaan Rp 1.000.000,- persetiap penyelenggaraan.

Sumber : Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2014

16

e. NSR untuk penyelenggaraan reklame di dalam ruangan (indoor)

dihitung dan ditetapkan sebesar 50% dari NSR;

f. untuk penyelenggaran reklame rokok dan minuman beralkohol

dikenakan tambahan pajak sebesar 25% dari hasil perhitungan NSR;

g. untuk setiap penambahan ketinggian sampai dengan 15 meter,

dikenakan tambahan pajak sebesar 20% dari hasil perhitungan NSR.

2.1.6. Tarif Pajak Reklame dan Cara Perhitungan Pajak Reklame

1. Tarif Pajak Reklame

Undang-Undang Republik Indonesia no. 28 Tahun 2009 pasal 50 ayat (1)

dalam Lasmana (2017:367) menyatakan bahwa pajak reklame ditetapkan paling

tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen)”. Siahaan (2016:390) mengatakan bahwa

setiap daerah kota atau kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya

tarif pajak yang mungkin berbeda dengan daerah kota atau kabupaten lainnya

sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten atau kota, asalkan tidak

lebih dari dua puluh lima persen.

2. Cara Perhitungan Pajak Reklame

Menurut Peraturan Gubernur Nomor 27 tahun 2014 pasal 9 besarnya

pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif

pajak dan dasar pengenaan pajak dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk penyelenggaraan reklame oleh pihak ketiga, besarnya pajak

reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak reklame dengan

nilai kontrak reklame;

b. untuk penyelenggaraan reklame sendiri dan untuk nilai kontrak yang tidak

diketahui atau tidak wajar untuk jenis papan/billboard dan kain besarnya

17

pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak reklame dengan

nilai sewa reklame, luas bidang reklame dan jangka waktu pemasangan;

c. untuk penyelenggaraan reklame sendiri dan untuk nilai kontrak yang tidak

diketahui atau tidak wajar untuk untuk jenis light emmiting diode (LED)

besarnya tarif pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak

reklame dengan nilai sewa reklame dan jangka waktu pemasangan;

d. untuk penyelenggaraan reklame berjalan atau kendaraan, besarnya pajak

reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak reklame dengan nilai

sewa reklame, luas reklame dan jangka waktu penyelenggaraan;

e. untuk penyelenggaraan reklame suara dan film/slide pada bioskop dan

tempat lainnya, besarnya pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan

tarif pajak reklame dengan nilai sewa reklame dan jangka waktu

penyelenggaraan;

f. untuk penyelenggaraan reklame melekat (stiker), selebaran, udara, apung,

peragaan, besarnya pajak reklame dihitung dengan cara mengalikan tarif

pajak reklame dengan nilai sewa reklame.

2.1.7. Masa Pajak Reklame dan Saat Terutang Pajak Reklame

1. Masa Pajak Reklame

Menurut Siahaan (2016:390) pada pajak reklame masa pajak adalah jangka

waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain

yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Masa pajak yang merupakan

bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh. Tahun pajak adalah jangka waktu

yang lamanya sama dengan 1 (satu) tahun takwim kecuali wajib pajak menggunakan

tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Umumnya masa pajak adalah

18

jangka waktu tertentu yang lamanya sama dengan jangka waktu penyelenggaraan

reklame. Penetapan masa pajak yang tidak hanya satu bulan takwim dalam

Siahaan (2016:391) sebagai berikut:

a. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu tahun ditetapkan bagi

pajak reklame jenis megatron, videotron (dinamics board, video wall);

billboard/papan (bando jalan, jembatan penyeberangan orang, papan, neon

sign, neon box); reklame berjalan/kendaraan; dan reklame suara/permanen.

b. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu bulan ditetapkan bagi

pajak reklame jenis reklame melekat (template,poster dan stiker), reklame

udara/balon, film/slide, dan reklame peragaan(permanen).

c. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu hari ditetapkan bagi

pajak reklame jenis reklame baliho, kain/spanduk/umbul-umbul/banner.

d. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu kali penyelenggaraan

ditetapkan bagi pajak reklame jenis selebaran/brosur/leafleat, reklame suara

(tidak permanen), dan reklame peragaan( tidak permanen).

2. Saat Terutang Pajak Reklame

Saat terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelanggaraan reklame

atau diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).

(Purba & Ginting, 2016) menyatakan bahwa:

Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terhutang berdasarkan SKPD

atau dibayar sendiri oleh wajib pajak berdasarkan SPTPD. Wajib pajak yang

memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan

SPTPD. Pembayaran pajak terutang harus dilakukan sekaligus dan lunas di

kas daerah melalui Bendahara Penerimaan Dinas Pendapatan atau tempat

lain yang ditunjuk. Khusus reklame spanduk, umbul-umbul, banner dan

sejenisnya, wajib pajak harus terlebih dahulu melakukan pembayaran di muka

sebelum reklame dipasang.

19

2.1.8. Sanksi Pajak Reklame

Siahaan (2016:396) menyatakan bahwa pajak reklame yang terutang dilunasi

dalam jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan daerah. Atas keterlambatan

pembayaran dikenakan sanksi sebesar 2% per bulan. Jangka waktu Pembayaran

selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya dan pelaporan selambat-lambatnya

tanggal 20 bulan berikutnya.

Peraturan Gubernur Nomor 27 tahun 2014 pasal 10 menyatakan bahwa pihak

pemesan reklame dan/atau pihak ketiga yang menyampaikan nilai kontrak reklame

yang tidak benar atau tidak sesuai dengan nilai kontrak reklame yang sebenarnya

seperti mengurangi atau memalsukan nilai kontrak reklame yang berakibat terdapat

kerugian pajak daerah dikenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana di bidang

perpajakan atau sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan. Sanksi

administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pajak

reklame yang kurang bayar ditambah dengan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan

yang dihitung sejak tanggal Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) pajak reklame

pertama kali diterbitkan.

2.2. Pajak Daerah

2.2.1. Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun

2009 Pasal 1 angka 10 dalam Lasmana (2017:351) menyatakan bahwa “Pajak

Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

20

Menurut (Suleman, 2018) “Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan

oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan

pembangunan daerah”.

Menurut Adisasmita dalam (sabil, 2017) mengemukakan bahwa “Pajak

Daerah adalah kewajiban penduduk (masyarakat) menyerahkan sebagian dari

kekayaan kepada daerah disebabkan suatu keadaan, kejadian, atau perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai suatu sanksi atau hukum”.

Taluke dalam (Putriyandari & Setiawanti, 2018) berpendapat bahwa, “pajak

daerah merupakan sumber pendapatan yang utama untuk membiayai kegiatan

pemerintah daerah dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang tidak dihasilkan

oleh swasta. Di samping pajak sebagai sumber pendapatan (budgetary function)”.

Siahaan (2016:9) menyatakan bahwa:

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang

pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat

dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan

pembangunan daerah, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh

pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang wewenang

pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan

untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah.

2.2.2. Jenis-jenis Pajak Daerah

Setyawan dalam (sabil, 2017) menyatakan bahwa sistem administrasi otoritas

wilayah di Indonesia terbagi menjadi dua daerah (wilayah) yaitu Pemerintah Daerah

Tingkat I (Propinsi), yang dipimpin oleh gubernur dan Wilayah Tingkat II (Kota dan

Kabupaten, untuk wilayah kota di pimpin oleh walikota sementara untuk wilayah

21

kabupaten dipimpin oleh bupati. Pajak daerah terbagi menjadi pajak provinsi dan

pajak kabupaten/kota. Pajak provinsi menurut Undang-Undang Republik Indonesia

nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2 ayat (1) dalam Lasmana (2017:355) terdiri atas :

1. Pajak Kendaraan Bermotor;

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

4. Pajak Air Permukaan; dan

5. Pajak Rokok.

Jenis pajak kabupaten atau kota menurut Undang-undang Republik Indonesia

nomor 28 Tahun 2009 Pasal 2 ayat (2) dalam Lasmana (2017:356) terdiri atas:

1. Pajak Hotel;

2. Pajak Restoran;

3. Pajak Hiburan;

4. Pajak Reklame;

5. Pajak Penerangan Jalan;

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

7. Pajak Parkir;

8. Pajak Air Tanah;

9. Pajak Sarang Burung Walet;

10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan

11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2.2.3. Objek Pajak Daerah

(sabil, 2017) menyatakan bahwa :

Untuk dapat mengenakan pajak, satu syarat mutlak yang harus dipenuhi

adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak.

22

Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan

yang nyata). Taatbestand adalah keadaan peristiwa, atau perbuatan yang

menurut peraturan perundang-undangan pajak dapat dikenakan pajak.

Kewajiban pajak dari seorang wajib pajak muncul secara objektif apabila ia

memenuhi taatbestand. Tanpa terpenuhinya taatbestand tidak ada pajak

terutang yang harus dipenuhi atau dilunasi.”

1. Objek Pajak Daerah Provinsi

Objek Pajak daerah yang merupakan pajak provinsi menurut Undang-undang

Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2009 sebagai berikut :

a. Objek pajak kendaraan bermotor menurut pasal 13 ayat(1) adalah

kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Yang dikecualikan

dari objek kendaraan bermotor adalah kereta api, kendaraan bermotor yang

semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara,

kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,

perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga

internasional yang memperoleh fasillitas pembebasan pajak dari Pemerintah

dan objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

b. Objek pajak bea balik nama kendaraan bermotor menurut pasal 9 ayat

(1) adalah penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor.

c. Objek pajak pajak bahan bakar kendaraan bermotor menurut pasal 16

adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap

digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang

digunakan untuk kendaraan di air.

d. Objek pajak air permukaan menurut pasal 21 ayat (1) adalah pengambilan

dan pemanfaatan air permukaan. Yang dikecualikan dari objek pajak air

permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan untuk

keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat

23

dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan

perundang-undangan dan pengambilan air permukaan lainnya yang

ditetapkan dalam peraturan daerah.

e. Objek pajak rokok menurut pasal 26 adalah komsumsi rokok meliputi

sigaret, cerutu dan rokok daun. Dikecualikan dari objek pajak rokok adalah

rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan

di bidang cukai.

2. Objek Pajak Daerah Kabupaten atau Kota

Objek Pajak daerah yang merupakan pajak kabupaten atau kota menurut

Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2009 sebagai berikut :

a. Objek pajak hotel menurut pasal 32 ayat (1) adalah pelayanan yang

disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai

kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan,

termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet,

fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya

yang disediakan atau dikelola hotel. Tidak termasuk objek pajak hotel

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jasa tempat tinggal asrama

yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, jasa sewa

apartemen, kondominium, dan sejenisnya, jasa tempat tinggal di pusat

pendidikan atau kegiatan keagamaan, jasa tempat tinggal di rumah sakit,

asrama perawat, panti jompo, panti asuhan dan panti sosial lainnya yang

sejenis dan jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan

oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

24

b. Objek pajak restoran menurut pasal 37 adalah pelayanan yang disediakan

oleh restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman

yang dikomsumsi oleh pembeli, baik dikomsumsi di tempat pelayanan

maupun di tempat lain. Tidak termasuk objek pajak restoran adalah

pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak

melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

c. Objek pajak hiburan pasal 42 ayat(1) adalah jasa penyelenggaraan hiburan

dengan dipungut bayaran. Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana,

kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya, pameran, diskotik, karaoke,

klab malam, dan sejenisnya, sirkus, akrobat, dan sulap, permainan bilyar,

golf dan boling, pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan

ketangkasan, panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan pusat kebugaran

(fitness center) serta pertandingan olahraga. Penyelenggaraan hiburan dapat

dikecualikan dengan peraturan daerah.

d. Objek pajak reklame menurut pasal 47 ayat (1) adalah semua

penyelenggaraan reklame.

e. Objek pajak penerangan jalan menurut pasal 52 adalah penggunaan

tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari

sumber lain. Dikecualikan dari objek pajak penerangan adalah penggunaan

tenaga listrik oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah, penggunaan

tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat

dan perwakilan asing dengan asas timbal balik, penggunaan tenaga listrik

yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan

25

izin dari instansi teknis terkait dan penggunaan tenaga listrik lainnya

yang diatur dengan peraturan daerah.

f. Pajak mineral bukan logam dan batuan pasal 1 angka 29 adalah pajak atas

kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber

alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaaatkan sebagaimana

dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan

batubara.

g. Objek pajak parkir menurut pasal 1 angka 30 adalah penyelenggaran tempat

parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok

usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan

tempat penitipan kendaraan bermotor. Tidak termasuk objek pajak parkir

adalah penyelenggaraan parkir oleh pemerintah dan pemerintah daerah,

penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan

untuk karyawannya sendiri, penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan,

dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan penyelenggaraan

parkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.

h. Objek pajak air tanah menurut pasal 27 adalah pengambilan dan/atau

pemanfaatan air tanah. Dikecualikan dari objek pajak air tanah adalah

pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah

tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat serta peribadatan dan

pengambilan dan pemanfaatan air tanah lainnya yang diatur dengan

peraturan daerah.

i. Objek pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan menurut pasal

77 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau

dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang

26

digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan

pertambangan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah jalan

lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel,

pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan

kompleks bangunan tersebut, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat

olahraga, galangan kapal, dermaga, taman mewah, tempat penampungan

atau kilang minyak, air dan gas, pipa minyak dan menara. Objek pajak

yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

adalah objek pajak yang digunakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah

untuk penyelenggaraan pemerintahan, digunakan semata-mata untuk

melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan

dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh

keuntungan, digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang

sejenis dengan itu, merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan

wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan

tanah negara yang belum dibebani suatu hak, digunakan oleh perwakilan

diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik dan

digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang

ditetapkan dengan peraturan menteri keuangan.

j. Objek pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perolehan

hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi pemindahan hak karena jual beli,

tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau

badan hukum lain, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,

penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang

mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha,

27

pemekaran usaha atau hadiah dan pemberian hak baru karena kelanjutan

pelepasan hak atau di luar pelepasan hak, hak atas tanah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna

bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak

pengelolaan. Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh perwakilan

diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik, negara

untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum.

k. Objek pajak sarang burung walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan

sarang burung walet. Tidak termasuk objek pajak sarang burung walet

adalah pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kegiatan pengambilan sarang burung

walet lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

2.2.4. Tarif Pajak Daerah

Tarif pajak daerah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor

28 tahun 2009 dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

a. Tarif pajak kendaraan bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

1) untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar

1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen);

2) untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif

dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua

persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

28

b. Tarif pajak kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam

kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan,

Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang

ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5%

(nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).

c. Tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan

paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar

0,2% (nol koma dua persen).

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

a. Tarif bea balik nama kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi

masing-masing sebagai berikut:

1) penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen);dan

2) penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

b. Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar

yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi

masing-masing sebagai berikut:

1) penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen);

2) penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh

puluh lima persen).

3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB)

a. Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi

sebesar 10% (sepuluh persen).

b. Khusus tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk bahan bakar

kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen)

29

lebih rendah dari tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor untuk

kendaraan pribadi.

c. Pemerintah dapat mengubah tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor

yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah dengan Peraturan Presiden.

Kewenangan pemerintah untuk mengubah tarif pajak bahan bakar

kendaraan bermotor dilakukan dalam hal:

1) terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% (seratus tiga puluh

persen) dari asumsi harga minyak dunia yang ditetapkan dalam

Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

tahun berjalan; atau

2) diperlukan stabilisasi harga bahan bakar minyak untuk jangka waktu

paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Undang-Undang ini.

4. Pajak Air Permukaan

Tarif pajak air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%(sepuluh persen).

5. Pajak Rokok.

Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.

6. Pajak Hotel

Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

7. Pajak Restoran

Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

8. Pajak Hiburan

Tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima

persen). Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan,

diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi

uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh

30

puluh lima persen) dan khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan

tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

9. Pajak Reklame

Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima

persen).

10. Pajak Penerangan Jalan

Tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh

persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan

minyak bumi dan gas alam, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi

sebesar 3% (tiga persen). Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif

pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima

persen).

11. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Tarif pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan paling tinggi sebesar

25% (dua puluh lima persen).

12. Pajak Parkir

Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen).

13. Pajak Air Tanah

Tarif pajak air tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen).

14. Pajak Sarang Burung Walet

Tarif pajak sarang burung walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh

persen).

15. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling

tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).

31

16. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan ditetapkan paling tinggi

sebesar 5% (lima persen).

2.2.5. Pembagian Wewenang Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah

Provinsi DKI Jakarta

Provinsi DKI Jakarta memungut 13 jenis pajak daerah yang di kelola oleh

Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) yang dalam pembagian wewenang

pemungutan pajak dan retribusi daerah sebagai berikut :

Tabel II.5

Pembagian Wewenang Pemungutan Pajak Daerah

Bidang Pengendalian Unit Pelayanan Pajak dan

Retribusi Daerah (UPPRD) Unit PKB dan BBNKB

Pajak Penerangan Jalan PBB P2 Pajak Kendaran Bermotor

Pajak Rokok BPHTB BBNKB

Retribusi Pajak Reklame

Pajak Air Tanah

Pajak Hotel

Pajak Restoran

Pajak Parkir

Pajak Hiburan

PBB-KB

Sumber: Humas Badan Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta

Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) Tebet pada tahun 2013

hingga 2016 hanya memungut empat jenis pajak daerah saja yaitu; pajak reklame,

pajak air tanah, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak bumi

dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB P2). Dan pada tahun 2017 bertambah

menjadi sembilan jenis pajak daerah yaitu; pajak reklame, pajak air tanah, bea

perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak bumi dan bangunan

pedesaan dan perkotaan (PBB P2), pajak hotel, pajak restoran, pajak parkir, pajak

32

hiburan dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. (Suleman, 2019) menyatakan

bahwa, “selain menerima setoran pajak UPPRD juga melayani mulai dari penilaian,

pemeriksaan dan pengawasan, penetapan dan penagihan, pengurangan, keberatan dan

banding untuk semua jenis pajak yang ada di wilayahnya”.

2.3. Konsep Dasar Perhitungan

2.3.1. Uji Koefisien Korelasi

Menurut Gunawan (2017:182),“Analisis korelasi adalah metode statistik yang

digunakan untuk menentukan kuat tidaknya (derajat) hubungan linear antara dua

variabel atau lebih”. Jika kenaikan di dalam suatu variabel diikuti dengan kenaikan

variabel yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki

korelasi yang positif. Tetapi jika kenaikan didalam suatu variabel diikuti dengan

penurunan variabel yang lain maka kedua variabel tersebut memiliki korelasi yang

negatif. Jika tidak ada perubahan pada suatu variabel meskipun variabel yang lain

mengalami perubahan maka kedua variabel tersebut tidak mempunyai korelasi

(uncorelated). Riduwan dan Kuncoro dalam Gunawan (2016:186) menyatakan

bahwa ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1<r<1). Apabila nilai r = -1 artinya

korelasinya negatif sempurna, r = 0 artinya tidak ada korelasi dan r = 1 berarti sangat

kuat. Arti harga r dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel II.6

Interprestasi Koefisien Korelasi

Interval koefisien Tingkat Hubungan

0,800- 1,000 Sangat Kuat

0,600- 0,799 Kuat

0,400-0,599 Cukup Kuat

0,200-0,399 Rendah

0,000- 0,199 Sangat rendah Sumber: Riduwan dalam Gunawan (2016:186)

33

Sarwono (2018:104) menyatakan bahwa data yang digunakan dalam korelasi

pearson memenuhi persyaratan di antaranya ialah berskala interval/ rasio, variabel X

dan Y harus bersifat independen satu dengan lainnya, dan variabel harus bersifat

kuantitatif simetris.

Menurut Agung (2016:124) taraf signifikasi/taraf kesalahan biasanya

digunakan 1% atau 5% . Taraf signifikasi 5% biasanya digunakan dalam ilmu-ilmu

sosial, sedangkan taraf signifikasi 1% biasanya digunakan pada bidang kesehatan

atau kedokteran. Sedangkan taraf kepercayaan atau taraf kebenaran adalah

kebalikan dari taraf signifikasi atau taraf kesalahan. Antara taraf signifikasi

dan taraf kepercayaan itu adalah komplemen 100%. Artinya, jika taraf

kepercayaan 99%, maka taraf signifikasi 1%. Jika taraf kepercayaan 95% maka

taraf signifikasi 5%.

Rumus dari korelasi (r) product moment adalah sebagai berikut :

rxy=𝐧 ∑𝐗𝐘 − ∑𝐗 ∑𝐘

𝒏 ∑𝑿𝟐 −(∑𝐗)𝟐 𝒏 ∑𝒀𝟐 −(∑𝐘)𝟐

Keterangan :

rxy : nilai koefisien korelasi

n : jumlah data

∑X : jumlah pengamatan variabel X

∑Y : jumlah pengamatan variabel Y

∑XY : jumlah perkalian variabel X dan Y

∑X2

: jumlah kuadrat pengamatan variabel X

(∑X)2

: jumlah kuadrat dan pengamatan variabel X

∑Y2

: jumlah kuadrat pengamatan variabel Y

(∑Y)2

: jumlah kuadrat dan pengamatan variabel Y.

34

Langkah-langkah untuk melakukan uji korelasi dengan menggunakan

aplikasi SPSS versi 21 sebagai berikut:

1. Buka aplikasi SPSS lalu klik variabel view, pada bagian Name ketik X dan Y,

pada Decimals ubah sesuai yang kita inginkan misalnya 2 angka di belakang

koma maka ubah menjadi 2. Pada bagian label pada kolom X tulis pajak reklame

dan pada bagian Y tulis pajak daerah.

2. Setelah itu klik data view, lalu masukkan data variabel X dan Y yang telah

dipersiapkan ke program aplikasi SPSS.

3. Selanjutnya, pada menu utama SPSS, pilh menu analyze, klik correlate dan klik

bivarate.

4. Muncul kotak dialog Bivarate Corelations, masukkan pajak reklame dan pajak

daerah pada kolom variables, selanjutnya pada kolom Correlation coeficient,

pilih pearson, lalu untuk kolom test of significant pilih two tailed. Dan centang

pada flag significants correlations. Lalu klik Ok.

5. Setelah itu akan muncul tampilan output SPSS Correlations.

2.3.2. Uji Koefisien Determinasi

Sarwono (2018:131) menyatakan bahwa, “Koefisien determinasi digunakan

untuk menghitung besarnya peranan atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel

tergantung”. Nilai penting dalam keluaran ini ialah nilai R Square disebut juga

koefisien determinasi, Standard Error of the estimate digunakan untuk melihat

kelayakan predikator (variabel bebas) dalam kaitannya dengan variabel tergantung,

Durbin-Watson untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi atau tidak, dan sig f

change untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara variabel

bebas(X) dan variabel terikat(Y). Jika nilai probabilitas pada signifikasi kurang

35

dari 0,05 maka ada pengaruh variabel X atau variabel independen terhadap

variabel Y atau variabel dependen. Namun jika nilai probabilitas pada signifikasi

lebih dari 0,05 maka tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel X atau

variabel independen terhadap variabel Y atau variabel dependen.

Kadir (2017:184) menyatakan bahwa, “koefisien determinasi adalah sebuah

koefisien yang memperlihatkan besarnya variasi yang ditimbulkan oleh variabel

bebas (predicator)”. Koefisien determinasi didefinisikan sebagai kuadrat dari

koefisien korelasi dikali 100%, dengan rumus sebagai berikut :

KD = r2 x 100%.

Keterangan :

KD : koefisien determinasi

r : koefisien korelasi

Langkah-langkah untuk melakukan uji Koefisien Determinasi adalah melalui

uji regresi sederhana pada aplikasi SPSS versi 21, sebagai berikut :

1. Setelah data variabel X dan Y dimasukkan kedalam program SPSS, selanjutnya

klik analyze, klik regressions, lalu klik Linear.

2. Pada tabel Linear Regressions, masukkan pajak reklame pada tabel independent

dan pajak daerah pada tabel dependent.

3. Lalu klik statistics, centang model fit, R square change, dan Durbin Watson.

4. Maka akan muncul output regresi sederhana, nilai kofisien determinasi dapat

dilihat pada tabel Model Summary.

2.3.3. Uji Persamaan Regresi

Menurut Sarwono (2018:126) model regresi linear didasarkan pada hal-hal

berikut :

36

1. Model regresi dikatakan layak jika angka signifikasi pada Anova sebesar 0,05.

2. Predikator sebagai variabel bebas harus layak. Kelayakan ini diketahui dari

angka standar error of estimate < standar devition.

3. Terdapat hubungan linear antara variabel bebas (X) dan variabel tergantung (Y).

4. Koefisien regresi harus signifikan. Pengujian dilakukan dengan uji t. Koefisien

regresi signifikan jika t hitung > t tabel (nilai kritis).

5. Keselarasan model regresi dapat diterangkan dengan menggunakan nilai r2

semakin besar nilai tersebut maka model semakin baik. Jika nilai mendekati 1

maka nilai regresi semakin baik. Nilai r2 mempunyai karakteristik di antaranya

adalah selalu positif dan nilai r2

sebesar 1 akan mempunyai kesesuaian yang

sempurna. Maksudnya seluruh variasi dalam variabel Y dapat diterangkan oleh

model regresi. Sebaliknya jika nilai r2

sama dengan 0 maka tidak ada hubungan

linear antara X dan Y.

6. Data berskala interval atau rasio dan berdistribusi normal.

7. Kedua variabel merupakan variabel bersifat dependen artinya satu variabel

merupakan variabel bebas (disebut juga sebagai variabel predikator) sedangkan

variabel lainnya merupakan variabel tergantung (disebut juga sebagai variabel

response).

Menurut Gunawan (2016:205), “jika pola hubungan hanya melibatkan satu

variabel predikator dan satu variabel kriterium maka hubungan linear untuk kedua

variabel tersebut adalah regresi sederhana”. Persamaan regresi untuk analisis regresi

sederhana adalah :

Y= a + bX

a=∑Y∑𝑋2−∑X∑XY

𝑛 ∑𝑋2−(∑X)2

37

b=n∑XY−∑X∑Y

𝑛 ∑𝑋2−(∑X)2

Keterangan :

Y : subjek dalam variabel dependen yang diprediksi

a : harga Y bila X= 0 (konstan)

b : angka arah koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan (+) atau

penurunan (-) variabel kriterium yang didasarkan pada variabel pedikator.

X : subjek pada variabel predikator.

Langkah-langkah untuk melakukan uji persamaan regresi pada aplikasi SPSS

versi 21 sama dengan langkah-langkah untuk melakukan uji koefisien determinasi

seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, namun untuk melihat uji

persamaan regresi dapat dilihat pada output regresi sederhana tabel Coefficient dan

nilai probabilitas/signifikasi persamaan regresi dapat dilihat pada tabel Anova.