bab ii landasan teori...7 bab ii landasan teori 2.1. respon terhadap konflik antar pribadi 2.1.1....

12
7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Respon Terhadap Konflik Antar Pribadi 2.1.1. Pengertian Respon Terhadap Konflik Antar Pribadi Dalam KBBI (2008), respon diartikan sebagai suatu tanggapan, reaksi, dan jawaban. Azwar (1988) respon hanya akan timbul apabila indiviu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual. Bentuk respon didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberi kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap suatu objek. Sedangkan kata konflik berasal dari bahasa latin, Com yang berarti sama atau Figen yang berarti penyerangan. Konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antara nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain (Killman & Thomas dalam Wijono, 2005). Menurut Pickering (2001) konflik adalah keadaan atau perilaku yang bertentangan. Fisher (2001) menambahkan konflik akan selalu ada dalam proses sosial, dan bisa jadi konflik itu perlu dan dibutuhkan dalam dinamika kehidupan masyarakat. Dasar dari konflik adalah permusuhan, pertentangan keinginan, pertengkaran, mungkin ketidakpuasan yang terus menerus dan berkelanjutan. Hal

Upload: others

Post on 20-Dec-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Respon Terhadap Konflik Antar Pribadi

2.1.1. Pengertian Respon Terhadap Konflik Antar Pribadi

Dalam KBBI (2008), respon diartikan sebagai suatu tanggapan, reaksi,

dan jawaban. Azwar (1988) respon hanya akan timbul apabila indiviu

dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual.

Bentuk respon didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberi

kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, positif atau

negatif, menyenangan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang

kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap suatu objek.

Sedangkan kata konflik berasal dari bahasa latin, Com yang berarti sama

atau Figen yang berarti penyerangan. Konflik merupakan kondisi terjadinya

ketidakcocokan antara nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada

dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain (Killman &

Thomas dalam Wijono, 2005).

Menurut Pickering (2001) konflik adalah keadaan atau perilaku yang

bertentangan. Fisher (2001) menambahkan konflik akan selalu ada dalam proses

sosial, dan bisa jadi konflik itu perlu dan dibutuhkan dalam dinamika kehidupan

masyarakat.

Dasar dari konflik adalah permusuhan, pertentangan keinginan,

pertengkaran, mungkin ketidakpuasan yang terus menerus dan berkelanjutan. Hal

8

ini disebabkan oleh warisan yang paling memengaruhi pemikiran dan sangat

berhubungan dengan apa yang telah membentuk respon individu, khususunya

respon yang menyebabkan rasa tidak nyaman, marah, gelisah atau berkonflik

(Lawson, 2009).

Respon terhadap konflik akan timbul apabila individu dihadapkan pada

suatu stimulus. Suatu konflik yang sama belum tentu akan menimbulkan bentuk

respon yang sama dari individu. Sebaliknya, suatu respon yang sama juga belum

tentu timbul akibat adanya konflik yang serupa (Azwar, 1988).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa respon terhadap

konflik antar pribadi adalah tanggapan atau reaksi terhadap suatu pertentangan

antara dua pihak atau lebih dikarenakan ketidaksesuaian pendapat,

ketidakselarasan tujuan-tujuan yang dapat menimbulkan perselisihan diantara

pihak-pihak tersebut.

2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Konflik

Menurut Soekanto (2007), beberapa faktor yang mempengaruhi

munculnya konflik antar pribadi, antara lain:

a. Perbedaan antar individu.

Merupakan perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, atau ide

yang berkaitan dengan harga diri, kebanggaan, dan identitas

seseorang.

b. Perbedaan kebudayaan.

Kepribadian seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat. Tidak

semua masyarakat memiliki nilai-nilai dan norma yang sama. Apa

yang dianggap baik oleh satu masyarakat belum tentu baik oleh

masyarakat lainnya. Interaksi sosial antarindividu atau kelompok

yang berlawanan dapat menimbulkan rasa amarah dan benci sehingga

berakibat konflik.

c. Perbedaan kepentingan.

9

Setiap kelompok maupun individu memiliki kepentingan yang

berbeda pula. Perbedaan kepentingan itu dapat menimbulkan konflik

diantara mereka.

d. Perubahan sosial.

Perubahan sosial yang terlalu cepat yang terjadi pada suat masyarakat

dapat mengganggu keseimbangan sistem nilai dan norma yang

berlaku, akibatnya konflik dapat terjadi karena adanya

ketidaksesuaian antara harapan individu dengan masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masing-masing

faktor tersebut mempunyai pengaruh yang kuat terhadap terjadinya konflik antar

pribadi dalam kehidupan sosial di masyarakat.

2.1.3. Aspek – Aspek Konflik Antar Pribadi

Menurut Pickering (2001) aspek-aspek konflik antar pribadi meliputi:

a. Keinginan untuk dihargai dan diperlakukan sebagai manusia.

b. Keinginan untuk memegang kendali. Memegang kendali adalah

keinginan semua orang.individu yang memiliki keinginan yang sangat

berlebihan untuk memegang kendali pada dasarnya tidak punya rasa

percaya diri yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik.

c. Keinginan memiliki harga diri. Rasa harga diri yang tinggi adalah

landasan yang kokoh untuk menghadapi berbagai situasi. Individu

yang merasa harga dirinya disepelekan atau dipandang rendah akan

menyebabakan perasaan tersinggung yang pada akhirnya akan

menyebabakan konflik.

d. Keinginan untuk konsisten. Seseorang yang sudah tegas mengenai

suatu masalah maka akan sulit untuk mengubah sikap dalam

pengambilan keputusan. Individu yang demikian akan menjadi orang

yang kaku dan tidak fleksibel.

Berdasar uraian tersebut, maka aspek-aspek yang akan digunakan untuk

mengungkap konflik antar pribadi dalam penelitian ini meliputi: keinginan untuk

dihargai dan diperlakukan sebagai manusia, keinginan untuk memegang kendali,

keinginan memiliki harga diri, dan keinginan untuk konsisten. Alasan penulis

menggunakan teori Pickering (2001) didasarkan atas pertimbangan bahwa aspek-

aspek ini dianggap mampu mengungkap fenomena konflik antar pribadi.

10

2.1.4. Proses Terjadinya Konflik Antar Pribadi

Pickering (2001) menyatakan ada tiga tahap dalam proses terjadinya

konflik antar pribadi yang saling berkaitan satu sama lain:

a. Tahap pertama, dimana terjadi perselisihan-perselisihan kecil sehari-

hari. Biasanya dalam kelompok terdapat perbedaan nilai kehidupan,

budaya, kebutuhan, dan tujuan hidup. Perbedaan-perbedaan ini, mulai

bersinggungan dan menimbulkan rasa jengkel, dan sebagainya.

b. Tahap kedua, dimana tantangan menjadi lebih besar. Unsur

persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan

pribadi, dan mulai mencari kesalahan orang lain.

c. Tahap ketiga, dimana terjadi pertarungan terbuka mengakibatkan

tujuan bergeser dari ingin menang menjadi ingin menyakiti.

Dapat disimpulkan, konflik antar pribadi dapat terjadi dimulai dari

terjadinya perselisihan-perselisihan kecil yang lambat laun akan timbul

persaingan ataupun pertentangan dan akhirnya timbul keinginan untuk

menyakiti.

2.2. Komunikasi Interpersonal

2.2.1. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Effendi (1993) menyebutkan, istilah komunikasi berasal dari bahasa

Latin “communicatio“ yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran.

Istilah communicatio tersebut berdasar dari kata commuins yang berarti sama.

Sama disini berarti sama makna. Lunandi (1975) dalam berkomunikasi arti yang

dikirim harus merupakan arti yang diterima oleh pihak lain. Jika arti yag diterima

lain dari yang dikirim, maka tidak terjadi komunikasi.

Myers (1992) komunikasi dengan orang lain disebut dengan komunikasi

interpersonal yang didefinisikan sebagai suatu hubungan interaksi antara

individu dengan lingkungannya yang mencakup orang lain sebagai teman-teman,

11

keluarga, anak-anak, rekan sekerja dan bahkan orang asing. Keunikan

komunikasi interpersonal adalah suatu hubungan yang timbal balik atau selalu

transaksi antara pemberi dan penerima pesan.

DeVito (2011) komunikasi interpersonal mengacu pada tindakan oleh

satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh

gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh

tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.

Komunikasi interpersonal menurut Suranto Aw (2011) merupakan proses

penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan (sender) dengan

penerima (receiver) baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi

dikatakan terjadi secara langsung (primer) apabila pihak-pihak yang terlibat

komunikasi dapat saling berbagi informasi tanpa melalui media. Sedangkan

komunikasi tidak langsung (sekunder) dicirikan oleh adanya penggunaan media.

Berdasarkan berbagai pendapat mengenai komunikasi interpersonal di

atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal berarti kemampuan

menyampaikan pesan berupa pikiran atau gagasan baik verbal maupun non

verbal yang melibatkan interaksi antara pengirim dan penerima pesan dan ada

kesempatan untuk melakukan umpan balik.

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal menurut

Suranto (2011) yaitu sebagai berikut:

a. Toleransi

Toleransi menghendaki adanya kemauan dari masing masing pihak

untuk menghargai dan menghormati perasaan pihak lain. Toleransi

12

menjadi faktor komunikasi interpersonal, karena disebabakan dengan

dikembangkannya sikap toleran atau tenggang rasa, maka seandainya

timbul perbedaan kepentingan kedua belah pihak dapat saling

menghargai, sehingga perbedaan kepentingan itu tidak berkembang

sebagai kendala kebersamaan.

b. Kesempatan-kesempatan yang seimbang

Artinya rasa memperoleh keadilan dari interaksi akan menentukan

kadar hubungan interpersonal. Ketika seseorang merasa memperoleh

kesempatan yang seimbang, peluang yang adil, maka akan

mendorong orang tersebut mempertahankan kebersamaan.

c. Sikap menghargai orang lain

Sikap ini menghendaki adanya pemahaman bahwa setiap orang

memilki martabat. Sikap yang baik untuk mendukung kadar

hubungan interpersonal adalah sikap menghargai martabat orang lain,

oleh karena itu seseorang tidak boleh melecehkan orang lain. Apabila

ingin menyampaikan pendapat, konfirmasi, atau respon, maka

sebaiknya dilakukan dengan cara-cara yang santun dan tidak

melecehkan.

d. Sikap mendukung, bukan sikap bertahan

Sikap mendukung (sportif) berarti memberikan persetujuan terhadap

orang lain. Sedangkan sikap bertahan, berawal dari adanya perbedaan

pendapat. Apabila dua orang saling bertahan, apalagi salah satu pihak

terang-terangan menyerang pertahanan pihak lain, maka ada

kemungkinan karakteristik hubungan menjadi renggang.

e. Sikap terbuka

Sikap terbuka adalah sikap untuk membuka diri, mengatakan tentang

keadaan dirinya secara terbuka dan apa adanya. Keterbukaan dalam

komunikasi akan menghilangkan kesalahpahaman dan kecurangan.

Keakraban hubungan interpersonal ditandai oleh adanya sikap

terbuka, saling percaya, sehingga seseorang dapat “secara total

mengungkapkan segala sesuatu tanpa resiko”.

f. Pemilik bersama atas informasi

Kualitas hubungan intersonal juga dipengaruhi oleh pemilikan

bersama atas informasi. Pemilikan bersama atas informasi dapat

dilihat dari aspek ”keluasan” dan “ke dalaman”. Keluasan

menunjukkan variasi topik yang dikomunikasikan. Kedalaman

menunjukan keintiman apa yang dikomunikasi, bahkan menyangkut

persoalan pribadi.

g. Kepercayaan

Kepercayaan adalah perasaan bahwa tidak ada bahaya dari orang lain

dalam satu hubungan. Kepercayaan berkaitan dengan keteramalan

(prediksi), artinya ketika kita dapat meramalkan bahwa seseorang

tidak akan mengkhianati dan dapat bekerja sama dengan baik, maka

kepercayaan kita pada orang tersebut lebih besar.

13

h. Keakraban

Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang,

kedekatan, dan kehangatan. Hubungan interpersonal akan terpelihara

apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang

diperlukan. Hubungan dua orang sahabat sudah akrab, diwarnai oleh

kesepakatan batas-batas keakraban itu. Misalnya diantara dua orang

itu sepakat untuk saling bertukar sepeda motor. Selain itu, suasana

akrab juga ditunjukkan dengan kesepakatan memanggil satu sama

lain. Ketika berkenalan seseorang memanggil kakak, dan sebaliknya

pihak teman memanggil adik. Namun kalau sudah akrab dapat

dicapai kesepakatan untuk langsung memanggil nama.

i. Kesejajaran

Kesejajaran atau posisi yang sama bagi kedua belah pihak. Keadaan

yang menunjukkan kesejajaran ini, terlihat pada makna dua pepatah

“duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. “Berat sama dipikul, ringan

sama dijinjing”. Tidak ada satu pihak yang lebih mendominasi

terhadap pihak lain. Kesejajaran adalah perekat terpeliharanya

hubungan interpersonal yang harmonis, karena dalam kesejajaran itu

akan dijunjung tinggi keadilan.

j. Kontrol atau pengawasan

Agar hubungan interpersonal terjaga dengan baik, maka perlu

pengawasan berupa kepedulian. Biasanya kedua belah pihak

bersepakat tentang bentuk-bentuk kontrol. Contoh, dokumen SMS

pada telepon seluler secara normatif merupakan dokumen pribadi,

sehingga seseorang tidak etis membaca SMS yang ada di telepon

seluler temannya. Namun apabila sudah terjadi kesepakatan menjadi

tidak bermasalah. Justru menjadi cara untuk saling mengontrol. Pola

pengontrolan juga perlu kesepakatan.

k. Respon

Respon yaitu ketepatan dalam memberikan tanggapan. Hukum alam

mengatakan kalau ada aksi maka akan ada reaksi. Hukum dalam

berkomunikasi, menyepakati kalau ada pertanyaan maka perlu ada

jawaban. Jawaban dalam berkomunikasi itulah respon. Dalam

percakapan, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon

dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Ketika

memperoleh pesan baik melalui SMS atau surat, perlu ada balasan.

Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal saja,

tetapi juga pesan-pesan non verbal.

l. Suasana Emosional

Suasana emosional adalah keserasian suasana emosional ketika

komunikasi sedang berlangsung, ditunjukkan dengan ekspresi yang

relevan. Misalnya ketika seseorang mengucapkan selamat atas

keberhasilan sahabatnya secara verbal, maka juga harus didukung

oleh ekspresi nonverbal yang sesuai, seperti senyum bahagia, tepukan

bahu penuh kebanggaan. Sebaliknya ketika seorang sahabat sedang

mengalami penderitaan, maka suasana emosinal yang diperlukan

14

adalah ucapan yang menghibur dan motivasi, serta artikulasi pesan

verbal yang menegaskan adanya perasaan turut bersedih, serta

kesediaan untuk mencari solusi.

Dapat disimpulkan dari ke-12 faktor tersebut, masing-masing dapat

memberikan pengaruh terhadap kadar hubungan interpesonal, yang artinya

semakin baik kualitas faktor-faktor tersebut maka akan semakin baik pula kadar

hubungan interpersonal.

2.2.3. Aspek-Aspek Komunikasi Interpersonal

DeVito (2011) menyatakan agar komunikasi interpersonal dapat

berlangsung dengan efektif maka ada lima kualitas yang harus dipertimbangkan

oleh para pelaku komunikasi, yaitu:

a. Keterbukaan (openness).

Penilaian terhadap kualitas keterbukaan dalam komunikasi mengacu

pada sedikitnya tiga hal, yaitu adanya kesediaan untuk membuka diri

dengan orang lain, kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur

terhadap stimulus yang datang, dan menyangkut “kepemilikan”

perasaan dan pikiran.

b. Empati (emphaty).

Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati “sebagai kemampuan

seseorang untuk „mengetahui‟ apa yang sedang dialami orang lain

pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui

kacamata orang lain itu.” Sikap empatik ini akan membuat seseorang

lebih mampu menyesuaikan komunikasinya.

c. Sikap mendukung (supportiveness).

Kita dapat memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1)

deskriptif, bukan evaluatif. Suasana yang bersifat deskriptif

membantu terciptanya sikap mendukung, bila Anda mempersepsikan

suatu komunikasi sebagai permintaan akan informasi atau uraian

mengenai suatu kejadian tertentu, Anda umumnya tidak

merasakannya sebagai ancaman. Anda tidak ditantang dan tidak perlu

membela diri. Di pihak lain, komunikasi yang bernada menilai sering

kali membuat kita bersikap defensif. (2) Spontanitas, bukan strategik.

Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta

terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan

cara yang sama-terus terang dan terbuka. (3) Provisional, bukan

sangat yakin. Artinya berpikiran terbuka serta medengar pandangan

yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan

15

mengharuskan. Provisionalisme seperti itulah, bukan keyakinan tak

tergoyahkan, yang membantu menciptakan suasana mendukung.

d. Sikap positif (positiveness).

Kita mengomunikasikan sikap positif dengan sedikitnya dua cara. (1)

menyatakan sikap. Sikap positif terbina jika orang memiliki sikap

positif terhadap diri mereka sendiri dan perasaan positif untuk situasi

komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang

efektif. (2) dorongan. Perilaku mendorong menghargai keberadaan

orang lain dan pentingnya orang lain; perilaku ini bertentangan

dengan ketidakacuhan.

e. Kesetaraan (equality).

Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara.

Artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak

sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak

mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

Dalam penelitian ini menggunakan teori DeVito (2011) untuk mengukur

komunikasi interpersonal seperti yang telah diungkapkan di atas karena dianggap

aspek-aspek tersebut mampu menunjukan serangkaian proses komunikasi

interpersonal supaya lebih mudah dipahami.

2.2.4. Proses Terjadinya Komunikasi Interpersonal

DeVito (2011) secara sederhana proses komunikasi interpersonal

digambarkan sebagai proses yang menghubungkan pengirim dengan penerima

pesan. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Lingkungan komunikasi

Terdiri dari tiga dimensi: (1) Lingkungan fisik, yaitu ruang atau

bangsal atau tamann dimana komunikasi berlangsung. Apapun

bentuknya, mempunyai pengaruh tertentu atas kandungan pesan kita.

(2) Dimensi sosial-psikologis, meliputi tata hubungan status di antara

mereka yang terlibat, peran dan permainan yang dijalankan orang,

serta aturan budaya masyarakat di mana mereka berkomunikasi. (3)

Dimensi temporal (atau waktu), mencakup waktu dalam sehari

maupun waktu dalam hitngan sejarah dimana komunikasi

berlangsung.

b. Sumber-penerima

Istilah sumber-penerima merupakan satu kesatuan yang tak

terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat

16

dalam komuniksi adalah sumber (atau pembicara) sekaligus penerima

(atau pendengar)

c. Encoding-Decoding

Dalam ilmu komunikasi, tindakan menghasilkan pesan, misalnya

berbicara atau menulis sebagai encoding, dan tindakan menerima

pesan, misalnya mendengarkan atau membacasebagai decoding.

Seperti halnya sumber-penerima, encoding-decoding juga merupakan

satu kesatuan yang tak terpisahkan.

d. Kompetensi komunikasi

Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan untuk

berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup hal-hal

seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam

mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan komunikasi.

e. Pesan dan saluran

Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk, baik dalam

bentuk verbal (lisan atau tertulis) maupun non nerbal (tanpa kata).

Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan.

f. Umpan balik dan umpan maju

Umpan balik adalah informasi yang dikirim balik ke sumbernya.

Umpan balik dapat berasal dari Anda sendiri atau dari orang lain.

Umpan balik ini dapat datang dalam bentuk kerutan dahi atau

senyuman, anggukan atau gelengan kepala, tepukan di bahu atau

tamparan di pipi. Umpan maju (feedforward) adalah informasi

tentang pesan yang akan disampaikan.

g. Gangguan

Gangguan (noise) adalah gangguan dalam berkomunikasi yang

mendistorsi pesan. Gangguan menghalangi penerima dalam

menerima pesan dan sumber dalam mengirimkan pesan. Gangguan

dikatakan ada dalam suatu sistem komunikasi bila ini membuat pesan

yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan ini

dapat berupa gangguan fisik (ada orang lain berbicara), gangguan

psikologis (pemikiran yang sudah ada di kepala kita), atau semantik

(salah mengartikan makna). Semua komunikasi mengandung

gangguan dan walaupun tidak meniadakannya sama sekali, dapat

mengurangi gangguan dan dampaknya.

h. Efek komunikasi

Komunikasi selalu mempunyai efek atau dampak atas satu atau lebih

orang yang terlibat dalam tindak komunikasi. Pada setiap tindak

komunikasi selalu ada konsekuensi

Hal tersebut menunjukkan bahwa proses komunikasi interpersonal

berlangsung sebagai sebuah siklus. Artinya umpan balik yang diberikan oleh

penerima pesan, menjadi bahan bagi pengirim pesan untuk merancang pesan

17

berikutnya. Proses komunikasi interpersonal terus berlangsung secara timbal

balik, sehingga pengirim dan penerima pesan dapat saling berbagi peran.

2.3. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Respon Terhadap

Konflik Antar Pribadi

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki

pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan

pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat

menjadi faktor penyebab konflik, sebab dalam menjalani hubungan sosial,

seseorang tidak selamanya selalu sejalan dengan orang lain.

Joyce Hocker dan William Wilmot (dalam Chandra, 1992) penyebab

konflik hanyalah kegagalan berkomunikasi dengan baik, sehingga pihak lain

tidak dapat memahami maksud kita yang sesungguhnya. Sejalan dengan hal

tersebut, Wehr (dalam Chandra, 1992) mengungkapkan bahwa konflik adalah

suatu konsekuensi dari komunikasi interpersonal yang buruk, salah pengertian,

salah perhitungan, dan proses-proses lain yang tidak disadari.

Melihat eratnya komunikasi interpersonal dan konflik, maka dapat dilihat

bahwa komunikasi interpersonal ikut berperan dalam urusan konflik. Pertama,

sebagai penjernih masalah di dalam hubungan yang tidak beres. Kedua, sebagai

tempat mewujudkan konflik. Ketiga, sebagai sesuatu yang netral (Chandra,

1992).

Suatu konflik yang sama belum tentu akan menimbulkan bentuk respon

yang sama dari individu. Bentuk respon didasari oleh proses evaluasi dalam diri

individu, yang memberi kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik

18

atau buruk, positif atau negatif, menyenangan atau tidak menyenangkan, suka

atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap

suatu objek (Azwar, 1988).

Selain itu, hasil penelitian yang pernah dilakukan Yantyarso (2005)

menyatakan ada hubungan yang sangat signifikan antara komunikasi dengan

konflik antar pribadi.

2.4. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan Yantyarso (2005) diperoleh hasil r: -

0,613 dan p < 0,01 yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan

antara komunikasi dengan konflik antar pribadi. Artinya, semakin baik

komunikasi, semakin rendah konflik antar pribadi dan sebaliknya semakin

rendah komunikasi semakin tinggi konflik antar pribadi.

Hal tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Katz dan Kuhn (dalam

Jewell dan Siegall, 1998) yang menyatakan tidak ada korelasi antara komunikasi

dengan konflik antar pribadi atau dapat diartikan juga bahwa komunikasi tidak

berpengaruh pada konflik antar pribadi.

2.5. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut “Ada hubungan yang

signifikan antara komunikasi interpersonal dengan respon terhadap konflik antar

pribadi pada siswa kelas VII SMP Negeri Suruh Tahun Ajaran 2013/2014.”