bab ii landasan teori 2.1 uraian umum

34
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Dalam SNI 2847 2013 beton adalah campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan. Sedangkan Tulangaan baja adalah baja berbentuk batang berpenampang bundar dengan permukaan polos atau sitip yang digunakan untuk penulangan beton, yang diproduksi dari bahan baku billet dengan cara canai panas. Berton bertulang adalah campuran dari beton dan tulangan baja, yang bekerja secara bersamaan untuk memikul beban yang bekerja pada struktur. Beton akan memberikan kuat tekan, sedangkan tulangan baja akan memberikan kuat tarik. Beton bertulang sebagai salah satu material konstruksi memiliki beberpa kelebihan dan kekurangan. Kelebiahan dari material beton bertulang adalah: 1. Memiliki kuat tekan yang tinggi. 2. Memiliki katahanan api dan air yang lebih baik. 3. Membentuk struktur yang sangat kaku. 4. Memiliki umur layan yang panjang dengan biaya pemeliharaan yang rendah. Kekurangan dari material beton bertulang adalah: 1. Memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap ditempatnya sampai beton mengeras. 2. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton bertulang menjadi berat. Ini akan berpengaruh pada stuktur bentang panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan sangat mempengaruhi momen lentur.

Upload: others

Post on 15-Jun-2022

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Uraian Umum

Dalam SNI 2847 2013 beton adalah campuran semen portland atau semen

hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan

campuran tambahan. Sedangkan Tulangaan baja adalah baja berbentuk batang

berpenampang bundar dengan permukaan polos atau sitip yang digunakan untuk

penulangan beton, yang diproduksi dari bahan baku billet dengan cara canai panas.

Berton bertulang adalah campuran dari beton dan tulangan baja, yang

bekerja secara bersamaan untuk memikul beban yang bekerja pada struktur. Beton

akan memberikan kuat tekan, sedangkan tulangan baja akan memberikan kuat tarik.

Beton bertulang sebagai salah satu material konstruksi memiliki beberpa kelebihan

dan kekurangan.

Kelebiahan dari material beton bertulang adalah:

1. Memiliki kuat tekan yang tinggi.

2. Memiliki katahanan api dan air yang lebih baik.

3. Membentuk struktur yang sangat kaku.

4. Memiliki umur layan yang panjang dengan biaya pemeliharaan yang

rendah.

Kekurangan dari material beton bertulang adalah:

1. Memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap ditempatnya sampai

beton mengeras.

2. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton

bertulang menjadi berat. Ini akan berpengaruh pada stuktur bentang panjang

dimana berat beban mati beton yang besar akan sangat mempengaruhi

momen lentur.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

5

3. Ukuran atau dimensi penampang struktur beton umumnya lebih besar

sehingga perlu dipertimbangkan untuk bangunan tinggi dan bentang

panjang.

2.2 Beban Struktur

Dalam perencanaan struktur bangunan haruslah memenuhi peraturan yang

berlaku supaya aman secara konstruksi. Struktur bangunan yang direncanakan

harus mampu menahan beban hidup, beban mati, serta beban gempa pada struktur

bangunan tersebut. Beban pada struktur secara umum terdiri dari beberapa jenis

beban,antara lain :

2.2.1 Beban Mati

Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang

terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap,

finishing, klading gedung, komponen arsitektural dan struktural lainnya serta

peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran. Dalam menentukan beban mati

untuk perancangan, harus digunakan berat bahan dan konstruksi yang sebenarnya,

jika tidak ada informasi yang jelas mengenai hal tersebut maka harus digunakan

nilai yang telah disetujui oleh pihak yang berwenang. Besarnya berat sendiri bahan

bangunan dan komponen gedung dapat dilihat pada tebel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2. 1 Berat Sendiri Bahan Bangunan

Bahan bangunan Berat

Baja 7850 kg/m3

Batu alam 2600 kg/m3

Batu belah, batu bulat, batu gunung (berat tumpuk) 1500 kg/m3

Batu karang (berat tumpuk) 700 kg/m3

Batu pecah 1450 kg/m3

Besi tuang 7250 kg/m3

Beton (1) 2200 kg/m3

Beton bertulang (2) 2400 kg/m3

Kayu (kelas 1) (3) 1000 kg/m3

Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa diayak) 1650 kg/m3

Pasangan bata merah 1700 kg/m3

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

6

Bahan bangunan Berat

Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200 kg/m3

Pasangan batu cetak 2200 kg/m3

Pasangan batu karang 1450 kg/m3

Pasir (kering udara sampai lembab) 1600 kg/m3

Pasir (jenuh air) 1800 kg/m3

Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1850 kg/m3

Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab) 1700 kg/m3

Tanah, lempung dan lanau (basah) 2000 kg/m3

Timah hitam (timbel) 11400 kg/m3

Sumber : PPPURG 1987

Tabel 2. 2 Berat Sendiri Komponen Gedung

Komponen gedung Berat

Adukan per cm tebal

Dari semen 21 kg/m2

Dari kapur, semen merah atau tras 17 kg/m2

Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm tebal 14 kg/m2

Dinding pasangan bata merah

Satu batu 400 kg/m2

Setengah batu 250 kg/m2

Dinding pasangan batako

Berlubang

Tebal dinding 20 cm (HB 20) 200 kg/m2

Tebal dinding 10 cm (HB 10) 120 kg/m2

Tanpa lubang

Tebal dinding 15 cm 300 kg/m2

Tebal dinding 10 cm 200 kg/m2

Langit-langit dan dinding (temasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung

langit-langit atau pengaku) terdiri dari:

Semen asbes (eternity dan bahan lain sejenis) dengan tebal

maksimum 4 mm

11 kg/m2

Kaca dengan tebal 3 – 4 mm 10 kg/m2

Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang

maksimum 5 mm dan untuk beban hidup maksimum 200 kg/m2 40 kg/m2

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

7

Komponen gedung Berat

Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 5 m dan

jarak s.k.s. minimum 0,80 m

7 kg/m2

Penutup atap genteng dengan reng usuk/kaso, per m2 bidang atap 50 kg/m2

Penutup atap sirap dengan reng usuk/kaso, per m2 bidang atap 40 kg/m2

Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng 10 kg/m2

Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan beton, tanpa adukan per

cm tebal

24 kg/m2

Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) 11 kg/m2

Sumber : PPPURG 1987

2.2.2 Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni

bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan

beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir,

atau beban mati. Beban hidup yang digunakan dalam perancangan bangunan

gedung dan struktur lain harus beban maksimum yang diharapkan terjadi akibat

penghunian dan penggunaan bangunan gedung, akan tetapi tidak boleh kurang dari

beban merata minimum yang ditetapkan dalam SNI.

Tabel 2. 3 Beban Hidup Merata dan Terpusat

Hunian atau penggunaan Merata (kN/m2) Terpusat (kN)

Apartemen (lihat rumah tinggal)

Sistem lantai akses

Ruang kantor

Ruang komputer

2,4

4,79

8,9

8,9

Gudang persenjataan dan ruang latihan 7,18

Ruang pertemuan

Kursi tetap (terikat di lantai)

Lobi

Kursi dapat dipindahkan

Panggung pertemuan

Lantai podium

Tribun penonton Stadion dan

arena dengan kursi tetap (terikat

di lantai)

Ruang pertemuan lainnya

2,87

4,79

4,79

4,79

7,18

2,87

4,79

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

8

Hunian atau penggunaan Merata (kN/m2) Terpusat (kN)

Balkon dan dek

1,5 kali beban hidup

untuk daerah yang

dilayani. Tidak perlu

melebihi (4,79

kN/m2)

Jalur untuk akses pemeliharaan

1,92 1,33

Koridor

Lantai pertama

Lantai lain

4,79

Sama seperti

pelayanan hunian

kecuali disebutkan

lain

Ruang makan dan restoran 4,79

Hunian (lihat rumah tinggal)

Dudukan mesin elevator

(pada area 2 in x 2 in (50 mm x 50 mm))

Konstruksi pelat lantai finishing ringan

(pada area 1 in x 1 in (25 mm x 25 mm))

1,33

0,89

Jalur penyelamatan saatkebakaran

Hunian satu keluarga saja

4,79

1,92

Tangga permanen Lihat pasal 4.5.4

Garasi/parkir (lihat pasal 4.10)

Mobil penumpang saja

Truk dan bus

1,92

Lihat pasal 4.10.2

Lihat pasal 4.10.1

Lihat pasal 4.10.2

Pegangan tangga dan pagar pengaman

Batang pegangan Lihat 4.5.1

Lihat 4.5.1

Lihat 4.5.2

Helipad (lihat pasal 4.11)

Helicopter dengan berat lepas landas

sebesar 13,35 kN atau kurang

Helicopter dengan berat lepas landas lebih

dari 13,35 kN

1,92

2,87

Lihat pasal 4.11.2

Lihat pasal 4.11.2

Rumah sakit

Ruang operasi, laboratorium

Ruang pasien

Koridor diatas lantai pertama

2,87

1,92

3,83

4,45

4,45

4,45

Hotel (lihat rumah tinggal)

Perpustakaan

Ruang baca

Ruang penyimpanan

Koridor diatas lantai pertama

2,87

7,18

3,83

4,45

4,45

4,45

Pabrik

Ringan

berat

6,00

11,97

8,90

13,35

Gedung perkantoran

ruang arsip dan computer harus dirancang

untuk beban yang lebih berat berdasarkan

pada perkiraan hunian

lobi dan koridor lantai pertama

kantor

koridor diatas lantai pertama

4,79

2,40

3,83

8,90

8,90

8,90

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

9

Hunian atau penggunaan Merata (kN/m2) Terpusat (kN)

Lembaga hokum

blok sel

koridor

1,92

4,79

Tempat rekreasi

tempat bowling, billiard, dan penggunaan

sejenis

ruang dansa dan ballroom

gimnasium

3,59

4,79

4,79

Rumah tinggal

hunian satu dan dua keluarga

loteng yang tidak dapat dihuni tanpa

gudang

loteng yang tidak dapat dihuni dengan

gudang

loteng yang dapat dihun dan ruang tidur

semua ruang kecuali tangga

0,48

0,96

1,44

1,92

Atap

Atap datar, berbubung, dan lengkung

Atap yang yang digunakan penghuni

Atap untuk tempat berkumpul

Atap vegetative dana tap lanskep

Atap bukan untuk hunian

Atap tempat untuk berkumpul

Atap untuk penggunaan lainnya

Awning dan kanopi

Atap konstruksi fabric yang didukung oleh

struktur rangka kaku ringan

Rangka penumpu layar penutup

Semua konstruksi lainnya

Komponen struktur atap utama, yang

terhubung langsung dengan pekerjaan

lantai tempat bekerja

Titik panel tunggal dari kord atau suatu

titik sepanjang komponen struktur utama

pendukung atap diatas pabrik, gudang

penyimpanan dan pekerjanya, dan garasi

bengkel

Semua komponen struktur atap utama

lainnya

Semua permukaan atap dengan beban

pekerja pemeliharaan

0,96

Sama dengan

penggunaan yang

dilayani

4,70

0,96

4,79

Sama dengan

penggunaan yang

dilayani

0,24

0,24

Berdasarkan area

tributary dari atap yang

didukung oleh komponen

struktur rangka

0,96

0,89

8,90

1,33

1,33

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

10

Hunian atau penggunaan Merata (kN/m2) Terpusat (kN)

Sekolah

Ruang kelas

Koridor diatas lantai pertama

Koridor lantai pertama

1,92

3,83

4,79

4,45

4,45

4,45

Scuttles, rusuk untuk atap kaca dan langit-langit yang

dapat diakses

0,89

Jalan dipinggir untuk pejalan kaki, jalan lintas

kendaraan, dan lahan/jalan untuk truk-truk

11,97 35,60

Tangga dan jalan keluar

Rumah tinggal untuk satu dan dua keluarga saja

4,79

1,92

1,33

1,33

Gudang penyimpanan dan pekerja

(harus dirancang untuk beban lebih berat)

Ringan

Berat

6,00

11,97

Toko

Eceran

Lantai pertama

Lantai diatasnya

Grosir, disemua lantai

4,79

3,59

6,00

4,45

4,45

4,45

Penghalang kendaraan Lihat pasal 4.5.3

Susuran jalan dan panggung yang ditinggikan (selain

jalan keluar)

2,87

Pekarangan dan teras, jalur pejalan kaki 4,79

Sumber : RSNI 1727-2018

2.2.3 Beban Angin

Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian

gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan

dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang

bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan

negatif dinyatakan dalam kg/m2, ditentukan dengan memperhatikan parameter-

parameter desain tekanan angin rencana yang ditentukan dalam SNI.

2.2.4 Beban Gempa

Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada seluruh

jenis struktur bangunan yang berdiri diatas muka tanah, termasuk pada struktur

gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat

gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan

berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini

adalah gaya-gaya didalam struktur yang terjadi oleh pergerakan tanah akibat gempa

itu. Adapun tahapan dalam menganalisis beban gempa antara lain sebagai berikut:

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

11

1. Menentukan faktor keutamaan gempa dan kategori risiko struktur bangunan

Tabel 2. 4 Beban Hidup Merata dan Terpusat

Faktor

keutamaan

gempa Ie

Jenis pemanfaatan Kategori

risiko

1,0

Gedung dan nongedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa

manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi

untuk, antara lain :

Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

Fasilitas sementara

Gedung penyimpanan

Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

1,0

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam

kategori risiko I,III,VI, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

Perumahan

Rumah toko dan rumah kantor

Pasar

Gedung perkantoran

Gedung apartemen/ rumah susun

Pusat perbelanjaan/ mall

Bangunan industri

Fasilitas manufaktur

Pabrik

II

1,25

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa

manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi

untuk :

Bioskop

Gedung pertemuan

Stadion

Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit

gawat darurat

Fasilitas penitipan anak

Penjara

Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV,

yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang

besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat

sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi

untuk:

Pusat pembangkit listrik biasa

Fasilitas penanganan air

Fasilitas penanganan limba

Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko

IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur,

proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat

pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya,

limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang

mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan

bahannya melebihi nilai batas yang diisyaratkan oleh instansi yang

berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika

terjadi kebocoran.

III

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

12

Faktor

keutamaan

gempa Ie

Jenis pemanfaatan Kategori

risiko

1,50

Gedung dan nongedung yang dikategorikan sebagai fasilitas yang

penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

Bangunan-bangunan monumental

Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

Rumah ibadah

Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki

fasilitas bedah dan unit gawat darurat

Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi,

serta garasi kendaraan darurat

Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, tsunami,

angina badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya

Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan

fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang

dibutuhkan pada saat keadaan darurat

Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi,

tangka penyimpanan bahan bakar, menara pendingin,

struktur stasiun listrik, tangka air pemadam kebakaran atau

struktur rumah atau struktur pendukung air atau material

atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan

untuk beroprasi pada saat keadaan darurat

Gedung dan nongedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan

fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko

IV

IV

Sumber: SNI 1726-2019 Pasal 4.1.2

2. Menentukan klasifikasi kelas situs

Tabel 2. 5 Klasifikasi Kelas Situs

Kelas situs 𝒔 (m/detik) atau 𝒄𝒉 𝒖 (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras,

sangat padat dan

batuan lunak)

350 sampai 750 >50 β‰₯100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100

SE (tanah lunak)

<175 <15 <50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan

karakteristik sebagai berikut :

1. Indek plastisitas, PI >20

2. Kadar air w β‰₯ 40%

3. Kuat geser niralir 𝑆< 25 kPa

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

13

Kelas situs 𝒔 (m/detik) atau 𝒄𝒉 𝒖 (kPa)

SF (tanah khusus,

yang membutuhkan

investigasi geoteknik

spesifik dan analisi

respon spesifik situs

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari

karakteristik berikut:

Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa

seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitive, tanah

tersementasi lemah

Lempung sangat organic dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)

Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m

dengan indeks plastisitas PI >75)

Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m

dengan 𝑆< 50 kPa

Sumber: SNI 1726-2019 Pasal 5.3

3. Menentukan nilai spektral percepatan SS dan S1

Berdasarkan SNI 1726-2019 untuk menentukan nilai parameter respon

spektral percepatan gempa untuk periode pendek (SS) dan parameter respon spektral

percepatan gempa untuk periode 1 detik (S1). Dapat dilihat pada peta parameter

gerak tanah gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko target (MCER)

dibawah ini:

Gambar 2. 1 Parameter Gerak Tanah SS, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-target

(MCER). (sumber: SNI 1726,2019)

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

14

Gambar 2. 2 Parameter Gerak Tanah S1, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-target

(MCER). (sumber: SNI 1726,2019)

4. Menentukan faktor amplifikasi getaran Fa dan Fv

Berdasarkan SNI 1726-2019 untuk menentukan nilai faktor amplifikasi

getaran terkait percepatan getaran pada periode pendek (Fa) dan faktor amplifikasi

terkait percepatan yang mewakili getaran periode 1 detik (Fv). Dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 2. 6 Koefisien Situs Fa

Kelas

situs

Parameter respons spectral percepatan gempa maksimum yang

dipertimbangkan risiko-target (MCER) terpetakan pada periode pendek, T =

0,2 detik Ss

Ss ≀ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss = 1,25 Ss β‰₯ 1,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9

SC 1,3 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 1,0

SE 2,4 1,7 1,3 1,1 0,9 0,8

SF SS

Sumber : SNI 1726:2019 Pasal 6.2

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

15

Tabel 2. 7 Koefisien Situs Fv

Kelas

situs

Parameter respons spectral percepatan gempa maksimum yang

dipertimbangkan risiko-target (MCER) terpetakan pada periode pendek, T =

1 detik S1

S1 ≀ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 = 0,5 S1 β‰₯ 0,6

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SC 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,4

SD 2,4 2,2 2,0 1,9 1,8 1,7

SE 4,2 3,3 2,8 2,4 2,2 2,0

SF SS

Sumber : SNI 1726:2019 Pasal 6.2

5. Menentukan parameter respon spektral percepatan SMS dan SM1

Untuk menentukan parameter respon spektral percepatan pada periode

pendek (SMS) dan parameter respon spektral percepatan pada periode 1 detik (SM1)

yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs ditentukan dengan bersamaan

sebagai berikut :

𝑆𝑀𝑆 = πΉπ‘Ž Γ— 𝑆𝑠 (2.1)

𝑆𝐷1 = 𝐹𝑣 Γ— 𝑆1 (2.2)

6. Menentukan parameter percepatan spektral desain SDS dan SD1

Untuk menentukan parameter percepatan spektral desain untuk periode

pendek (SDS) dan parameter percepatan spektral desain periode 1 detik (SD1)

ditentukan dengan persamaan dibawah ini:

𝑆𝐷𝑆 =2

3Γ— 𝑆𝑀𝑆 (2.3)

𝑆𝐷1 =2

3Γ— 𝑆𝑀1 (2.4)

7. Menentukan kategori desain seismik (KDS)

Kategori desain seismik ditentukan berdasarkan nilai parameter percepatan spektral

desain SDS, SD1, dan kategori risiko gedung. Nilai kategori desain sesmik yang

diambil adalah yang terbesar, nilai tersebut diperoleh dari tabel dibawah ini:

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

16

Tabel 2. 8 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan Pada Periode

Pendek

Nilai SDS Kategori risiko

I atau II atau III IV

SDS < 0,167 A A

0,167 ≀ SDS < 0,33 B C

0,33 ≀ SDS < 0,50 C D

0,33 ≀ SDS D D

Sumber : SNI 1726:2019 Pasal 6.5

Tabel 2. 9 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan Pada Periode 1

Detik

Nilai SD1 Kategori risiko

I atau II atau III IV

SD1 < 0,067 A A

0,067 ≀ SD1 < 0,133 B C

0,133 ≀ SD1 < 0,20 C D

0,20 ≀ SD1 D D

Sumber : SNI 1726:2019 Pasal 6.5

8. Menentukan sistem struktur penahan gaya seismik

Tabel 2. 10 Faktor R, Cd, dan Ξ©0 untuk sistem pemikul gaya seismik

Sistem pemikul gaya

seismik

Koefisien

modifikasi

respons, R

Faktor

kuat

lebih

sistem,

Ξ©0

Factor

pembesaran

defleksi, Cd

Batasan sistem struktur

dan batasan tinggi

struktur, hn (m)

Kategori desain seismik

B C D E F

C. Sistem rangka

pemikul momen

1. Rangka beton bertulang

pemikul momen khusus 8 3 5Β½ TB TB TB TB TB

2. Rangka beton bertulang

pemikul momen

menengah

5 3 4Β½ TB TB TI TI TI

3. Rangka beton bertulang

pemikul momen biasa 3 3 2Β½ TB TI TI TI TI

Sumber : SNI 1726:2019 Pasal 7.2

9. Menentukan periode fundamental

Periode fundamental pendekatan (Ta) dapat ditentukan dengan persamaan 2.5

π‘‡π‘Ž = 𝐢𝑑 Γ— β„Žπ‘›π‘₯ (2.5)

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

17

Keterangan :

hn : ketinggian struktur (m)

Ct dan x : lihat tabel 2.11

Tabel 2. 11 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x

Tipe struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul

100 % gaya seismik yang disyaratkan dan tidak

dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang

lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika

dikenai gaya seismic

Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75

Semua struktur lainnya 0,0488 0,75

Sumber : SNI 1726:2019 Pasal 7.8.2.1

Sedangkan untuk periode fundamental struktur (T) tidak boleh melebihi hasil dari

perkalian antara koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung (Cu) dengan

periode fundamental pendekatan (Ta).

𝑇 = 𝐢𝑒 Γ— π‘‡π‘Ž (2.6)

Tabel 2. 12 Nilai Parameter Periode Pendekatan Cu

Parameter percepatan respon spektral

desain pada 1 detik, SD1 Koefisien Cu

β‰₯ 0,4 1,4

0,3 1,4

0,2 1,5

0,15 1,6

≀ 0,1 1,7

Sumber : SNI 1726:2019 Pasal 7.8.2

10. Menentukan koefisien respon seismik (CS) dan gaya dasar seismik (V)

Gaya geser dasar seismik (V) dalam arah yang ditetapkan ditentukan dengan

persamaan berikut ini:

𝑉 = 𝐢𝑠 Γ— π‘Š (2.7)

Keterangan :

Cs : koefisien respon seismic

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

18

W : berat seismic efektif

Sedangkan untuk menentukan nilai dari koefisien respon seismic (Cc) dengan

persamman berikut ini:

𝐢𝑠 =𝑆𝐷𝑆

(𝑅

𝐼𝑒) (2.8)

Nilai Cs , yang telah didapatkan tidak boleh melebihi persamaan berikut:

𝐢𝑠 π‘šπ‘Žπ‘₯ =𝑆𝐷1

𝑇(𝑅

𝐼𝑒) (2.9)

Nilai Cs , tidak kurang dari:

𝐢𝑠 π‘šπ‘–π‘› = 0,044 Γ— 𝑆𝐷𝑆 Γ— 𝐼𝑒 β‰₯ 0,01 (2.10)

Keterangan :

SDS : parameter percepatan respon spektral desain periode pendek

SD1 : parameter percepatan respon spektral desain periode 1 detik

R : koefisien modifikasi respon

Ie : faktor keutamaan gempa

11. Menentukan distribusi vertikal gaya seismik (Fx)

Berdasarkan SNI 1726-2019, distribusi gaya seismik lateral (Fx) ditentukan dengan

persamaan berikut ini:

𝐹π‘₯ = 𝐢𝑣π‘₯ Γ— 𝑉 (2.11)

𝐢𝑣π‘₯ =𝑀π‘₯β„Žπ‘₯

π‘˜

βˆ‘ π‘€π‘–β„Žπ‘–π‘˜π‘›

𝑖=1

(2.12)

Keterangan :

Cvx : faktor distribusi vertikal

V : gaya lateral desain total atau geser didasar struktur

wi dan wx : berat seismic efektif total struktur (W) pada tingkat i atau x

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

19

hi dan hx : tinggi bangunan

k : eksponen yang terkait denganperiode struktur dengan nilai:

Untuk struktur dengan T ≀ 0,5 detik, k = 1

Untuk struktur dengan T β‰₯ 2,5 detik, k = 2

Untuk struktur dengan 0,5 < T < 3,5 detik, k = 2 atau

ditentukan dengan intertpolasi linier antara 1 dan 2

2.2.5 Kombinasi Beban

Berdasarkan SNI 1727-2020 struktur, komponen, dan pondasi harus

dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan desainnya sama atau melebihi efek

dari beban terfaktor dalam kombinasi berikut:

1,4 D (2.13)

1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R) (2.14)

1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (1,0 L atau 0,5 W) (2.15)

1,2 D + 1,0 W + 1,0 L + 0,5 (Lr atau R) (2.16)

1,2 D + 1,0 E + 1,0 L (2.17)

0,9 D + 1,0 W (2.18)

0,9 D + 1,0 E (2.19)

2.3 Pelat

Pelat merupakan elemen horizontal yang memiliki fungsi sebagai penyalur

beban yang diterima pelat ke elemen struktur lain seperti balok, kolom maupun

dinding. Beban pada pelat memiliki sifat banyak arah sekaligus tersebar. Pelat dapat

ditopang di seluruh tepinya atau pada titik tertentu. Kondisi tumpuan bisa berbentuk

sederhana atau jepit. Tebal pelat umumnya lebih kecil dari pada ukuran panjang

maupun lebarnya. Pada umumnya pelat diklasifikasikan menjadi pelat satu arah dan

pelat dua arah. Dibawah ini akan dibahas lebih detail terkait pelat satu arah dan dua

arah.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

20

2.3.1 Pelat Satu Arah

Pelat satu arah merupakan pelat yang mengalami lendutan pada arah tegak

lurus dari sisi tumpuan, yang disebabkan kedua sisinya ditumpu. Beban akan

terdistribusi oleh pelat dalam satu arah, ke arah tumpuan. tumpuan. Jika pelat

tertumpu di keempat sisinya, dan rasio bentang panjang terhadap bentang pendek

lebih besar atau sama dengan 2, maka 95% beban dilimpahkan ke arah bentang

pendek, dan pelat tersebut menjadi sistem pelat satu arah. Sistem pelat satu arah

cocok digunakan pada bentang sekitar 3-6 meter, dengan beban hidup sebesar 2,5 -

5 kN/m2.

2.3.2 Pelat Dua Arah

Pelat dua arah ialah ketika rasio antara bentang panjang terhadap bentang

pendek kurang dari 2 dan keempat sisinya ditumpu, sehingga mengahasilkan

lendutan pada dua arah yang akan saling tegak lurus. Pelat dua arah dibedakan

menjadi beberapa jenis antara lain:

1. Sistem balok–pelat dua arah

Pada sistem struktur balok-pelat dua arah, pelat ditopang pada empat sisinya

oleh balok. Beban dari pelat disalurkan ke empat balok penumpu selanjutnya

disalurkan ke kolom. Sistem balok-pelat dua arah sering digunakan pada bentang

6-9 meter dengan beban hidup 2,5-5,5 kN/m2. Balok akan meningkatkan kekakuan

pelat, sehingga lendutan yang terjadi akan relative lebih kecil.

2. Sistem slab datar (flat slab)

Sistem slab datar merupakan sistem struktur pelat dua arah yang tidak

mempunyai balok sebagai penumpu pada setiap sisinya. Sehingga beban pelat

disalurkan langsung ke kolom. Kolom akan mengalami kegagalan geser pons pada

pelat, untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa

alternatif seperti memberikan drop panel serta kepala kolom.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

21

3. Sistem pelat datar (flat plate)

Sistem pelat datar ialah dimana pelat ditumpu langsung oleh kolom tanpa

adanya penebalan panel dan kepala kolom. Sehingga geser pons akan menjadi

potensi kegagalan struktur, yang menghasilkan tegangan Tarik diagonal. Karena

tidak adanya penebalan panel dan kepala kolom, maka dibutuhkan ketebalan pelat

yang lebih besar atau dengan memberikan penulangan ekstra diarea kolom. Sistem

slab datar dapat digunakan pada bentang 6-7,5 m dan beban hidup 2,5-4,5 kN/m2.

4. Pelat dua arah berusuk dan pelat waffle

Sistem ini memiliki ketebalan pelat antara 50 – 100 mm yang ditumpu oleh

rusuk-rusuk dalam dua arah. Jarak antar rusuk berkisar antara 500 – 750 mm. Sisi-

sisi pelat bias ditumpu oleh balok atau langsung ditumpu oleh kolom dengang

penebalan pada pelat disekitar kolom.

Gambar 2. 3 Jenis – Jenis Pelat (sumber: Setiawan ,2016)

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

22

2.4 Perencanaan Struktur Flat Slab

Flab Slab merupakan sistem struktur pelat beton dua arah yang tidak

memiliki balok penumpu di masing-masing sisinya. Beban pelat langsung

ditransfer langsung ke kolom (Agus Setiawan, 2016).

Flat slab adalah beton bertulang pelat langsung didukung oleh kolom

beton tanpa menggunakan balok (Ese Soedarsono, 2002).

Slab merupakan elemen horisontal utama yang menyalurkan beban hidup

maupun beban mati ke rangka pendukung vertikal dari suatu sistem struktur (Dr

Edward G.Nawy, PE, 1998).

Jadi flat slab adalah konstruksi pelat datar yang tanpa ditumpu oleh balok-

balok penumpu, tetapi beban yang terjadi di pelat langsung didistribusikan ke

kolom penumpu. Flat slab juga dapat difungsikan sebagai mana pelat biasanya,

yaitu seperti untuk tempat tinggal, perkantoran, tempat usaha, maupun gedung

kuiah.

Untuk menahan gaya geser pada flat slab, terdapat beberapa alternatif antara

lain :

1. Penebalan setempat pada pada pelat (drop panel)

2. Pembesaran pada kepala kolom pada ujung kolom (column capital)

Gambar 2. 4 Flat Slab Dengan Penebalan (sumber: Satrio ,2019)

Analisa struktur flat slab dilakukan menggunakan 2 metode yakni metode desain

langsung (direct design method) dan metode portal ekuivalen (equivalen frame

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

23

method). Pada dasarnya metode portal ekuivalen memerlukan distribusi momen

beberapa kali, sedangkan metode desain langsung hanya berupa pendekatan dengan

satu kali distribusi momen.

2.4.1 Metode Desain Langsung (Direct Design Method)

Metode langsung merupakan metode pendekatan untuk mengevaluasi dan

mendistribusikan momen total pada panel slab dua arah. Dengan metode ini

diupayakan slab dapat dihitung sebagai bagian dari balok pada suatu portal. Hasil

yang diperoleh dengan meggunakan metode pendekatan ini adalah pendekatan

momen dan geser dengan menggunakan koefisien-koefisien yang disederhanakan.

Berikut adala batasan metode desain langsung berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2013 :

1. Paling sedikit ada 3 bentang menerus dalam setiap arah

2. Pelat berbentuk persegi, dengan perbandingan bentang panjang dan

bentang pendek tidak lebih dari 2

3. Panjang bentang yang bersebelahan, diukur antara sumbu ke sumbu

tumpuan, dalam masing-masing arah tidak lebih dari sepertiga bentang

terpanjang

4. Posisi kolom boleh menyimpang maksimum sejauh 10% panjang bentang

5. Beban yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi dan terbagi merata

pada seluruh panel pelat, sedangkan beban hidup terfaktor tidak boleh

lebih dari 2 kali beban mati terfaktor.

6. Pada pelat dengan balok di antara tumpuan pada semua sisinya,

kekuatan relatif balok dalam dua arah harusmemenuhi:

0,2 β‰€π‘Žπ‘“1×𝑙2

2

π‘Žπ‘“2×𝑙12 ≀ 0,5 (2.20)

Dimana nilai dari af1 dan af2 dapat dihitung dengan persamaan berikut:

π‘Žπ‘“ =𝐸𝑐𝑏×𝐼𝑏

𝐸𝑐𝑠×𝐼𝑠 (2.21)

2.4.2 Metode Portal Ekuivalen (Equivalent Frame Method)

Guna menganalisa beban horizontal, metode portal ekuivalen berbeda dari

metode perencanaan langsung yang hanya dalam perhitungan momen-momen

longitudinal sepanjang portal kaku ekuivalen. Sebagai alternatif untuk menentukan

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

24

gaya-gaya dalam pada sistem struktur pelat, dapat digunakan metode portal

ekuivalen. Analisis dengan Metoda Portal Ekuivalen, dilakukan dengan batasan

antara lain :

1. Bangunan dianggap berdiri dari bingkai setara pada garis kolom yang

diambil arah longitudional dan tranversal bangunan.

2. Frame yang terdiri dari deretan kolom atau jalur penyangga dan pelat-balok,

terbatas pada arah lateral oleh panel yang terletak di setiap sisi sumbu kolom

atau tumpuan.

3. Kolom atau tumpuan dianggap terkait dengan jalur balok-balok oleh

komponen yang arahnya dapat melintang dan meluas ke garis tengah panel

di setiap sisi kolom.

4. Jarak yang berdekatan dan sejalar terhadap suatu tepi dibataskan oleh tepi

tersebut dan garis tengah panel yang berada didekatnya.

5. Setiap frame yang setara dapat dianalisis secara keseluruhan; sebagai

alternatif, untuk perhitungan karena beban gravitasi, setiap lantai dan atap

bisa dianalisis secara terpisah dengan mengasumsikan bahwa ujung-ujung

kolom terjepit.

6. Ketika berkas dianalisis secara terpisah, dalam menentukan momen pada

tumpuan, dapat diasumsikan bahwa tumpuan jatuh pada dua rentang

berikutnya disematkan selama balok-pelat terus melewati atas.

2.4.3 Ketebalan Minimum Pelat

Berdasarkan SNI 2847-2019 pada pasal 8.3.1.1 untuk pelat nonprategang

tanpa balok interior yang membentang diantara tumpuan yang memiliki rasio

bentang panjang terhadap bentang pendek maksimum 2, hasus memenuhi ketentuan

pada tabel 2.11 dan memiliki nilai terkecil 100 mm.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

25

Tabel 2. 13 Ketebalan Minimum Pelat Dua Arah Nonprategang Tanpa Balok Interior (mm)

fy, MPa

Tanpa drop panel Dengan drop panel

Panel eksterior Panel

interior Panel eksterior

Panel

interior

Tanpa

balok tepi

Dengan

balok tepi

Tanpa

balok tepi

Dengan

balok tepi

280 ln/33 ln/36 ln/36 ln/36 ln/40 ln/40

420 ln/30 ln/33 ln/33 ln/33 ln/36 ln/36

520 ln/28 ln/31 ln/31 ln/31 ln/34 ln/34

Sumber : SNI 2847-2018 Pasal 8.3.1.1

2.4.4 Perencanaan Penulangan Pelat

Dalam perencanaan penulangan pelat terdapat beberapa tahapan antara lain:

1. Penentuan data bangunan

Pada tahap ini data –data yang digunakan untuk perhitungan pelat seperti dimensi

pelat, tinggi efektif beton (d), kuat tekan beton (fc’), kuat leleh tulangan baja (fy),

dan momen ultimate (Mu).

2. Menentukan nilai Ξ²1

Berdasarkan SNI 2847-2019 nilai Ξ²1 dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Tabel 2. 14 Nilai Ξ²1 Untuk Distribusi Tegangan Beton Persegi Ekuivalen

fc’ MPa Ξ²1

17 ≀ fc’ ≀ 28 0,85

28 < fc’ < 55 0,85 βˆ’0,05(𝑓𝑐

β€² βˆ’ 28)

7

fc’ β‰₯ 55 0,65

Sumber : SNI 2847-2019 Pasal 22.2

3. Menentukan batasan rasio tulangan

𝜌min 1 = 0,0018Γ—420

𝑓𝑦 (2.22)

𝜌min 2 = 0,0014 (2.23)

πœŒπ‘ =0,85 𝛽1𝑓𝑐

β€²

𝑓𝑦(

600

600+𝑓𝑦) (2.24)

πœŒπ‘šπ‘Žπ‘₯ = 0,75πœŒπ‘ (2.25)

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

26

4. Mententukan nilai m

π‘š =𝑓𝑦

0,85𝑓𝑐′ (2.26)

5. Menentukan nilai faktor penahan lentur (Rn)

𝑅𝑛 =𝑀𝑒

βˆ…π‘π‘‘2 (2.27)

6. Menentukan rasio tulangan pakai

𝜌 =1

π‘š(1 βˆ’ √1 βˆ’

2π‘šπ‘…π‘›

𝑓𝑦) (2.28)

Dimana ρmin < ρ < ρmax

7. Menentukan luas tulangan perlu

𝐴𝑠 π‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘’ = πœŒπ‘π‘‘ (2.29)

8. Menentukan jarak antar tulangan (s)

𝑠 < 2β„Ž (2.30)

𝑠 < 450 (2.31)

9. Menentukan daktual

π‘‘π‘Žπ‘˜π‘‘π‘’π‘Žπ‘™ = β„Ž βˆ’ π‘ π‘’π‘™π‘–π‘šπ‘’π‘‘ π‘π‘’π‘‘π‘œπ‘› βˆ’ 12⁄ βˆ…π‘‘π‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘› (2.32)

10. Menetukan nilai a

π‘Ž =𝐴𝑠×𝑓𝑦

0,85×𝑓𝑐′×𝑏

(2.33)

11. Menentukan βˆ…Mn

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 Γ— 𝑓𝑦 (𝑑 βˆ’π‘Ž

2) (2.34)

βˆ…Mn > Mu

2.4.5 Drop Panel

Dalam SNI 2847-2019 drop panel merupakan penambahan penebalan pelat

disekitar area kolom yang menjorok kebawah. drop panel berfungsi untuk

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

27

mengurangi ketebalan minimum pelat atau untuk meminimalisir jumlah tulangan

momen negatif pada daerah tumpuan. Selain itu drop panel juga digunakan untuk

memberikan kekuatan geser untuk yang cukup memadai untuk menghindari

terjadinya keruntuhan pons di area kolom. Desain drop panel harus memenuhi

ketentuan yang ada pada SNI 2847-2019 yaitu sebagai berikut:

1. Tebal drop panel

β„Žπ‘‘π‘Ÿπ‘œπ‘ π‘π‘Žπ‘›π‘’π‘™ β‰₯1

4Γ— β„Žπ‘π‘’π‘™π‘Žπ‘‘ (2.35)

2. Lebar drop panel

πΏπ‘‘π‘Ÿπ‘œπ‘ π‘π‘Žπ‘›π‘’π‘™ β‰₯1

6Γ— 𝐿 (2.36)

Gambar 2. 5 Persyaratan Ketebalan Drop Panel (sumber: Cahyono ,2020)

2.5 Perencanaan Kolom

Kolom merupakan suatu elemen vertikal struktur yang berfungsi sebagai

pemikul beban aksial dengan atau tanpa adanya momen lentur. Kolom memiliki

rasio tinggi terhadap dimensi terkecil 3 atau lebih. Kolom memikul beban yang

berasal dari pelat lantai atau atap dan disalurkan ke pondasi. Secara umum kolom

diklasifikasikan menjadi beberapa kategori.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

28

2.5.1 Jenis Kolom

Menurut Setiawan (2016) secara umum kolom diklasifikasikan menjadi beberapa

kategori seperti sebagai berikut :

1. Dari beban yang bekerja, kolom dapat dikategorikan sebagai berikut:

Kolom dengan beban aksial

Kolom dengan beban eksentris

Kolom dengan beban biaksial

2. Dari panjangnya, kolom dapat dikategorikan sebagai berikut:

Kolom pendek, adalah kolom yang keruntuhannya disebabkan oleh

hancurnya beton atau luluhnya tulangan baja dibawah kapasitas ultimit.

Kolom panjang, adalah kolom yang pada perencanaannya

memperhitungkan rasio kelangsingan dan efek tekuk.

3. Dari jenis tulangan sengkang yang digunakan, kolom dapat dikategorikan

sebagai berikut:

Kolom dengan sengkang persegi

Kolom dengan sengkang spiral

4. Dari bentuk penampang, kolom dapat dikategorikan sebagai berikut:

Kolom bujur sangkar

Kolom persegi panjang

Kolom lingkaran

Kolom berbentuk L

Kolom segi delapan

5. Dari materialnya, kolom dapat dikategorikan sebagai berikut:

Kolom beton bertulang biasa

Kolom prategang

Kolom komposiit

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

29

Gambar 2. 6 Jenis jenis kolom (sumber: Dipohusodo ,1994)

2.5.2. Persyaratan Perencanaan Kolom

Berdasarkan SNI 2847-2019 memberikan batasan dalam perencanaan kolom ,

persyaratan tersebut antara lain:

1. Pada pasal 10.5.1.2 memberikan batasan untuk faktor reduksi kekuatan βˆ…,

yaitu sebesar 0,65 – 0,90 untuk kolom yang menerima momen, gaya aksial,

ataukombinasi keduanya.

2. Pada pasal 10.6.1.1 memberikan batasan untuk tulangan longitudinal

minimum dan makasimum, harus sekurang-kurangnya 0,01Ag dan tidak

boleh melebihi 0,08Ag.

3. Minimal harus dipasang empat buah tulangan memanjang untuk kolom

dengan sengkang persegi ataupun lingkaran.

4. Sengkang spiral harus memiliki diameter minimum 10 mm dan jarak

bersihnya tidak boleh melebhi 75 mm dan tidak kurang dari 25 mm.

5. Tulangan sengkang harus memiliki diameter minimum 10 mm untuk

mengikat tulangan memanjang dengan diameter 32 mm atau kurang,

sedangkan untuk tulangan memanjang dengan diameter lebih dari 32 mm

digunakan tulangan sengkang diameter 13 mm.

6. Jarak vertikal sengkang atau sengkang ikat tidak boleh melebihi 16 kali

diameter tulangan memanjang dan 48 kali diameter sengkang atau dimensi

terkecil dari penampang kolom.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

30

2.5.3 Kolom Dengan Beban Aksial

Apabila kolom diberi beban aksial, beton akan merperilaku elastis sampai

batas tegangan mencapai 1/3 fc’. bila beban pada kolom ditambahkan hingga batas

ultimit, beton akan mencapai kekuatan maksimum dan tulangan baja akan mencapai

kuat luluhnya. Kapasitas beban nominal didapatkan dari persamaan berikut:

π‘ƒπ‘œ = 0,85𝑓𝑐′(𝐴𝑔 βˆ’ 𝐴𝑠𝑑) + 𝐴𝑠𝑑𝑓𝑦 (2.37)

Berdasarkan SNI 2847-2019 kekuatan tekan aksial nominal tidak boleh melebihi

persamaan berikut ini:

Untuk kolom dengan sengkang persegi :

βˆ…π‘ƒπ‘› = βˆ…(0,80)[0,85𝑓𝑐′(𝐴𝑔 βˆ’ 𝐴𝑠𝑑) + 𝐴𝑠𝑑𝑓𝑦] (2.38)

Untuk kolom dengan sengkang spiral :

βˆ…π‘ƒπ‘› = βˆ…(0,85)[0,85𝑓𝑐′(𝐴𝑔 βˆ’ 𝐴𝑠𝑑) + 𝐴𝑠𝑑𝑓𝑦] (2.38)

Keterangan :

βˆ… : 0,65 untuk sengkang persegi

: 0,75 untuk sengkang spiral

Ag : luas total penampang kolom

Ast : luas total tulangan tekan memanjang

2.5.3 Kolom Dengan Beban Eksentris

Kolom yang menahan beban eksentris akan berakibat mengalami tarik

dimana garis netral dianggap kurang dari tinggi efektif penampang (d). Baja yang

tertarik menghasilkan regangan dengan dua kondisi keruntuhan yaitu keruntuhan

tekan dan keruntuhan tarik dengan dibatasi titik seimbang (balance). Dalam

pelaksanaannya, setiap tulangan dipasang sama rata agar memudahkan dalam

pengerjaan, serta menghindari kesalahan saat menempatkan tulangan tarik maupun

tulangan tekan serta mecegah berubahnya tegangan akibat beban gempa. Penentuan

kolom dapat diperhitungkan pada tiga kondisi yaitu:

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

31

1. Keruntuhan Tarik

Keruntuhan tarik terjadi ketika penampang kolom menerima beban tekan

eksentis yang besar. Keruntuhan terjadi disebabkan oleh tulangan baja yang luluh

dan juga hancurnya beton pada saat regangan tulangan baja melampaui Ξ΅y = (fy/Es).

Analisa keruntuhan tarik dapat dilakukan dengan beberapa tabapan sebagi berikut:

Ketika terjadi keruntuhan tarik, maka tulangan tarik luluh, dan tegangannya

fs = fy. Dengan asumsi tegangan pada tulangan tekan adalah f’s = fy.

Evaluasi nilai Pn pada kondisi setimbang

𝑃𝑛 = 𝐢𝑐 + 𝐢𝑠 βˆ’ 𝑇 (2.39)

Dimana:

Cc = 0,85 Γ— fc’× ab

Cs = As’(fs’-0,85Γ—fc’)

T = As Γ— fy

Hitung Pn dengan mengambil jumlah momen terhada As

𝑃𝑛𝑒′ = 𝐢𝑐 (𝑑 βˆ’π‘Ž

2) + 𝐢𝑠(𝑑 βˆ’ 𝑑′) (2.40)

Dimana:

e’ = e + d”

e’ = e + d – h/2

As = As’

Samakan Pn dari langkah 2 dan 3

𝐢𝑐 + 𝐢𝑠 βˆ’ 𝑇 =1

𝑒′[𝐢𝑐 (𝑑 βˆ’

π‘Ž

2) + 𝐢𝑠(𝑑 βˆ’ 𝑑′)] (2.41)

Rumus tersebut menghasilkan persamaan kuadrat untuk a dengan mensubstitusikan

nilai Cc, Cs, dan T.

Persamaan pada langkah 4 dapat disederhanakan menjadi

π΄π‘Ž2 + 𝐡𝑏 + 𝐢 = 0 (2.42)

Dimana:

A =0,425Γ— fc’ Γ— b

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

32

B = 0,85 Γ— fc’ Γ— b(e’ – d) = 2A(e’ – d)

C = As’(fs’ – 0,85 Γ— fc’) (e’ – d + d’) – As Γ— fy Γ— e’

a = βˆ’π΅ Β± √𝐡2βˆ’4𝐴𝐢

2𝐴

Asumsikan tulangan tekan sudah luluh apabila Ξ΅s’ β‰₯ Ξ΅y . jika tidak maka

𝑓𝑠′ = 𝐸𝑠 Γ— πœ€π‘ β€² (2.43)

Setelah itu ulangi langkah 2 sampai 5 dengan:

Ξ΅s’ = [(c –d’)c]0,003

Ξ΅y = 𝑓𝑦

𝐸𝑠

c = π‘Ž

𝛽1

2. Keruntuhan tarik

Keruntuhan tekan pada kolom akan terjadi jika gaya tekan 𝑃𝑛 melampaui

gaya tekan pada kondisi seimbang , dan dapat juga bila nilai eksentrisitas, 𝑒 =

𝑀𝑛/𝑃𝑛 memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai eksentrisitas dalam kondisi

seimbang 𝑒𝑏 (Setiawan, 2016:167). Pada keadaan ini regangan beton akan mencapai

0,003 sedangkan nilai dari regangan pada tulangan baja akan kurang dari πœ€π‘¦,

sehingga mengakibatkan sebagian penampang akan berada dalam kondisi tekan.

Keruntuhan tekan dapat di analisis dengan langkah sebagai berikut:

Menentukan jarak sumbu netral pada kondisi seimbang 𝑐𝑏 dengan rumus

berikut:

𝑐𝑏 =600

600+𝑓𝑦𝑑 (2.44)

Evaluasi nilai Pn pada kondisi setimbang

𝑃𝑛 = 𝐢𝑐 + 𝐢𝑠 βˆ’ 𝑇 (2.45)

Evaluasi nilai Pn dengan mengambil jumlah momen terhada As

𝑃𝑛𝑒′ = 𝐢𝑐 (𝑑 βˆ’π‘Ž

2) + 𝐢𝑠(𝑑 βˆ’ 𝑑′) (2.46)

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

33

Asumsikan suatu nilai 𝑐 sehingga 𝑐 > 𝑐𝑏. Menghitung π‘Ž = 𝛽1𝑐, dengan

asumsi 𝑓𝑠 = 𝑓𝑦.

Hitung nilai 𝑓𝑠 berdasarkan asumsi nilai c

𝑓𝑠 = πœ€π‘  Γ— 𝐸𝑠 = 600 (π‘‘βˆ’π‘

𝑐) ≀ 𝑓𝑦 (2.47)

Memeriksa apakah tulangan tekan sudah luluh, apabila belum luluh maka

𝑓𝑠 β€² ditentukan menggunakan persamaan berikut:

𝑓𝑠′ = 600 (π‘βˆ’π‘‘β€²

𝑐) ≀ 𝑓𝑦 (2.48)

3. Keruntuhan seimbang

Kondisi seimbang dapat terjadi jika tulangan tarik luluh dan beton

mengalami batas regangan serta mulai hancur. Berikut langkah analisis kolom

dengan keruntuhan seimbang:

Jika 𝑐 adalah jarak dari serat tekan beton terluar ke sumbu netral, maka dari

diagram regangan diperoleh hubungan 𝑐𝑏

𝑑=

0,003

0,003+𝑓𝑦

𝐸𝑠⁄

untuk nilai Es

=200000 MPa maka :

𝑐𝑏 =600

600+𝑓𝑦𝑑 (2.49)

Tinggi balok tegangan ekivalen

π‘Žπ‘ = 𝛽1 𝑐𝑏 =600

600+𝑓𝑦𝛽1 𝑑 (2.50)

Dengan Ξ²1 = 0,85 untuk fc’ ≀ 30 MPa dan berkurang 0,05 setia kenaikan fc’ sebesar

7 MPa

Kesetimbangan gaya dalam arah horizontal dapat dihitung sebagai berikut:

βˆ‘π» = 0 𝑃𝑏 βˆ’ 𝐢𝑐 βˆ’ 𝐢𝑠 + 𝑇 = 0 (2.51)

Dimana:

Cc = 0,85 Γ— fc’× ab b

Cs = As’(fs’-0,85Γ—fc’)

T = As Γ— fy

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

34

Nilai 𝑓𝑠 β€² diambil sama dengan fy apabila tulangan tekan sudah luluh

𝑓𝑠′ = 600 (π‘π‘βˆ’π‘‘β€²

𝑐𝑏) ≀ 𝑓𝑦 (2.52)

Sehingga persamaan kesetimbangan gaya arah horizontal dapat dituliskan kembali

dalam persamaan:

𝑃𝑏 = 0,85π‘“π‘β€²π‘Žπ‘π‘ + 𝐴𝑠′(𝑓𝑠′ βˆ’ 0,85𝑓𝑐

β€²) βˆ’ 𝐴𝑠𝑑𝑓𝑦 (2.53)

Nilai 𝑒𝑏 dihitung dengan mengambil jumlah momen terhadap pusat berat

plastis. Maka didapatkan persamaan:

𝑃𝑏 Γ— 𝑐𝑏 = 𝐢𝑐 (𝑑 βˆ’π‘Ž

2βˆ’ 𝑑") + 𝐢𝑠(𝑑 βˆ’ 𝑑′ βˆ’ 𝑑") + 𝑇𝑑" (2.54)

Atau

𝑃𝑏 Γ— 𝑐𝑏 = 𝑀𝑏 = 0,85π‘“π‘β€²π‘Žπ‘π‘ (𝑑 βˆ’

π‘Ž

2βˆ’ 𝑑") + 𝐴𝑠′(𝑓𝑠′ βˆ’ 0,85𝑓𝑐

β€²)

(𝑑 βˆ’ 𝑑′ βˆ’ 𝑑") + 𝐴𝑠𝑑𝑓𝑦𝑑" (2.55)

Nilai eksentrisitas pada kondisi seimbang diperoleh dari persamaan

𝑒𝑏 =𝑀𝑏

𝑃𝑏 (2.56)

2.5.4 Kelangsingan Kolom

Menurut Budiono (2003) kolom langsing merupakan kolom yang memiliki

kelangsingan yang cukup tinggi sehingga penambahan momen sekunder berakibat

tekuk yang disebut keruntuhan geometri. Kolom yang memiliki tumpuan pada

kedua ujungnya berupa sendi dengan panjang tak terkekang sebesar 𝑙𝑒 serta jarak

antara kedua titik yang mempunyai momen sama dengan nol adalah 𝑙𝑒, kolom

tersebut memiliki faktor panjang efektif sebesar π‘˜ = 𝑙𝑒/𝑙𝑒 = 1,0. Jika kedua tumpuan

ujung merupakan jepit dan momen nol terjadi pada jarak 𝑙𝑒/4 dari kedua tumpuan,

maka nilai dari π‘˜ = 0,5𝑙𝑒/𝑙𝑒 = 0,5. Nilai dari k juga dapat ditentukan dengan

nomogram yaitu pada Gambar 2.7, dengan terlebih dahulu menghitung faktor

tahanan ujungnya yaitu πœ“π›’ dan πœ“π›£ sesuai persamaan berikut:

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

35

π›Ήβˆ‘ 𝐸𝐼/π‘™π‘π‘˜π‘œπ‘™π‘œπ‘š

βˆ‘ 𝐸𝐼/π‘™π‘π‘Žπ‘™π‘œπ‘˜ (2.57)

a. Portal tak bergoyang b. Portal bergoyang

Gambar 2. 7 Nomogram Faktor Panjang Efektif Kolom (sumber: Setiawan ,2016)

Untuk modulus elastisitas beton bertulang dapat ditentukan dengan persamaan

berikut:

𝐸𝑐 = 0,043 Γ— 𝑀1,5βˆšπ‘“π‘β€² (2.58)

Atau

𝐸𝑐 = 4700βˆšπ‘“π‘β€² (2.59)

Dimana modulus elastisitas tulangan baja sebesar Es = 200000 MPa.

Untuk menghitung faktor Ξ¨, nilai EI dari balok dan kolom harus dperhitungkan,

dan momen inersia penampang dapat direduksi seperti sebagai berikut:

1. Elemen struktur tekan

Kolom I = 0,70 Ig

Dinding geser (tidak retak) I = 0,70 Ig

Dinding geser (retak) I = 0,35 Ig

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

36

2. Elemen struktur lentur

Balok I = 0,35 Ig

Pelat datar dan slab datar I = 0,25 Ig

Dimana Ig adalah momen inersia bruto penampang. Sebagai alternatif, momen

inersia untuk elemen struktur tekan dan lentur dapat dihitung dengan persamaan

berikut:

Untuk elemen struktur tekan

𝐼 = (0,80 + 25𝐴𝑠𝑑

𝐴𝑔) (1 βˆ’

𝑀𝑒

π‘ƒπ‘’β„Žβˆ’ 0,5

𝑃𝑒

𝑃0) 𝐼𝑔 ≀ 0,875𝐼𝑔 (2.60)

Dimana Pu dan Mu didapatkan dari kombinasi beban yang ditinjau, dan nilai I

tidak perlu diambil lebih kecil dari 0,35 Ig.

Untuk elemen struktur lentur

𝐼 = (0,1 + 25𝜌) (1,2 βˆ’ 0,2𝑏𝑀

𝑑) 𝐼𝑔 ≀ 0,51𝐼𝑔 (2.61)

Berdasarkan SNI 2847-2019 pengaruh kelangsingan dapat diabaikan jika syarat

berikut ini terpenuhi:

1. Untuk kolom yang tidak ditahan terhadap goyangan samping

π‘˜π‘™π‘’

π‘Ÿβ‰€ 22 (2.62)

2. Untuk kolom yang ditahan terhadap goyangan samping

π‘˜π‘™π‘’

π‘Ÿβ‰€ 34 + 12(𝑀1 𝑀2⁄ ) (2.63)

Dan

π‘˜π‘™π‘’

π‘Ÿβ‰€ 40 (2.63)

2.6 Hubungan Flat Salab – Kolom

Hubungan pelat-kolom mencakup daerah joint dan bagian dari pelat yang

berbatasan dengan kolom. Transfer beban gravitasi antara pelat dan kolom

menimbulkan tegangan geser pada pelat di sekeliling kolom yang disebut dengan

penampang kritis. Disebutkan bahwa posisi penampang kritis adalah pada jarak

yang tidak lebih dari setengah tebal efektif pelat (d/2) dari muka kolom atau dari

tepi luar tulangan geser jika digunakan tulangan geser pada

pelat.(Riawan,dkk,2012) .Sistem Struktur ini sangat umum digunakan di daerah

risiko gempa rendah sampai resiko gempa menengah,di mana itu di perbolehkan

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

37

sebagai Kekuatan Lateral Tahan Sistem (KLTS), Serta diresiko gempa tinggi sistem

gravitasi dimana saat frame atau dinding geser di sediakan sebagai KLTS utama.

Slab-Kolom frame biasamya digunakan untuk melawan gravitasi dan beban lateral

didaerah gempa rendah sampai sedang dan mendirikan desain baiknya ada

persyaratan untuk menghindari kegagalan meninjau di hubungan kolom-slab.

Biasanya kegagalan geser meninjau dimulai pada lokasi sepanjang bagian

kritis(ditunjukan oleh garis putus putus sekeliling kolom) dimana gunting dari

beban gravitasi menambah gunting dari momen plat yang bekerja pada koneksi

yang dianggap di transfer oleh geser di daerah bagian kritis (gambar 2.5)

Gambar 2. 8 Area keliling hubungan slab-kolom (sumber: Purnama ,2017)

Dalam hal ini, Deformasi lateral struktur menghasilkan momen dan geser

pada koneksi slab-kolom dan hunting dari beban gravitasi di lantai. Retak lentur

akan mengembang pada permukaan atas pelat di bagian momen negatif pada muka

kolom dan bagian bawah slab di sisi yang berlawanan. Urutan penerapan beban

menghasilkan kerusakan yang tidak menyebabkan kegagalan sebelum dievaluasi.

Urutan beban tersebut sangat penting di pertimbangkan karena bangunan yang telah

mengalami deformasi gempa merusak (bahkan jika kerusakan belum mengancam

integritas struktur selama gempa) dapat mengakibatkan kerusakan laten yang dapat

menyebabkan kegagalan di bawah posting berikutnya. (Riawan,dkk,2012)