bab ii landasan teori - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab...
TRANSCRIPT
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Reksa Dana di Indonesia
Reksa dana mulai diperkenalkan ke pasar Indonesia sejak tahun 1995, namun
kurang berkembang akibat krisis moneter yang dialami Indonesia pada tahun 1998-
1999. Reksa dana mulai berkembang pesat sejak tahun 2000, dimana tercatat
pertumbuhan jumlah reksa dana mencapai 161,7% dari tahun 2000 hingga tahun 2004
yakni dari sekitar 94 jenis reksa dana hingga 246 jenis reksa dana.
Beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan reksa dana di Indonesia antara
lain karena terus turunnya suku bunga simpanan di bank, tingginya
penawaran/penjualan obligasi pemerintah dan surat utang negara yang berisiko
rendah, dan didukung oleh pemasaran melalui perbankan. Tersedianya instrumen
investasi yang berisiko kecil dan memberikan return yang lebih tinggi dari suku
bunga simpanan mendorong masyarakat menempatkan dananya pada reksa dana yang
portfolio investasinya didasarkan pada instrumen obligasi dan surat utang negara.
2.2 Definisi Reksa Dana
Menurut Manurung (2007, 1-5), terdapat beberapa pengertian reksa dana
antara lain: reksa dana didefinisikan sebagai portfolio aset keuangan yang
terdiversifikasi, yang menjual bagian saham kepada masyarakat dengan harga
penawaran dan penarikan berdasarkan pada harga nilai aktiva bersihnya (“diversified
portfolio of securities, registered as an open-end investment company, which sell
7
shares to the public at an offering price and redeems them on demand at net asset
value”).
Dalam situs Wikipedia (www.wikipedia.org), reksa dana dijelaskan sebagai
wadah dan pola pengelolaan dana/modal bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi
dalam instrumen-instrumen investasi yang tersedia di pasar dengan cara membeli unit
penyertaan reksa dana. Dana ini kemudian dikelola oleh Manajer Investasi (MI) ke
dalam portfolio investasi, baik berupa saham, obligasi, pasar uang ataupun
efek/sekuriti lainnya.
Menurut Reilly dan Brown (2000, hal.1207), reksa dana adalah lembaga yang
menghimpun uang dari para pemegang unit dan kemudian menginvestasikannya
dalam berbagai surat berharga, seperti saham, obligasi dan pasar uang. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27): “reksa dana adalah wadah
yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk
selanjutnya diinvestasikan dalam portfolio efek oleh manajer investasi”. Manajer
investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portfolio efek untuk para
nasabah atau mengelola portfolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah,
termasuk dalam hal ini mengelola reksa dana.
Dari definisi-definisi di atas dapat dideskripsikan beberapa karakteristik reksa
dana yaitu:
1. Adanya kumpulan dana investor, baik individu maupun institusi.
2. Dana yang dikumpulkan diinvestasikan dalam berbagai instrumen investasi.
3. Manajer investasi dipercaya sebagai pengelola dana milik investor.
4. Merupakan instrumen investasi jangka menengah dan panjang dan berisiko.
8
5. Keuntungan atau kerugian investasi dalam reksa dana terlihat pada perubahan
Nilai Aktiva Bersih (NAB) yang digunakan sebagai dasar pembelian dan
penjualan unit penyertaan.
2.3 Jenis–jenis Reksa Dana
Berdasarkan peraturan Bapepam Nomor IV.C.3, reksa dana terbuka dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
• Reksa dana saham
Merupakan reksa dana yang investasi dananya minimal 80% dari aktivanya
dalam bentuk efek ekuitas atau saham.
• Reksa dana pendapatan tetap
Merupakan reksa dana yang investasi dananya minimal 80% dari aktivanya
dalam bentuk efek utang atau obligasi.
• Reksa dana pasar uang
Merupakan reksa dana yang investasi dananya pada efek utang atau obligasi
yang memiliki jangka waktu jatuh tempo kurang dari 1 tahun.
• Reksa dana campuran
Merupakan reksa dana yang investasi dananya pada efek ekuitas atau saham
dan efek utang dengan komposisi perbandingan yang berbeda dari ketiga
reksa dana diatas.
9
2.4 Manfaat dan Risiko Reksa Dana
2.4.1 Manfaat reksa dana
Reksa dana memiliki beberapa manfaat yang menjadikannya sebagai salah
satu alternatif investasi yang menarik antara lain:
1. Dikelola oleh manajemen profesional
Pengelolaan portfolio suatu reksa dana dilaksanakan oleh Manajer Investasi yang
memang mengkhususkan keahliannya dalam hal pengelolaan dana. Peran Manajer
Investasi sangat penting mengingat pemodal individu pada umumnya mempunyai
keterbatasan waktu, sehingga tidak dapat melakukan riset secara langsung dalam
menganalisa harga efek serta mengakses informasi ke pasar modal.
2. Diversifikasi investasi
Diversifikasi atau penyebaran investasi yang terwujud dalam portfolio akan
mengurangi risiko (tetapi tidak dapat menghilangkan), karena dana atau kekayaan
reksa dana diinvestasikan pada berbagai jenis efek sehingga risikonya pun juga
tersebar. Dengan kata lain, risikonya tidak sebesar risiko bila seorang membeli
satu atau dua jenis saham atau efek secara individu.
3. Transparansi informasi
Reksa dana wajib memberikan informasi atas perkembangan portfolionya dan
biayanya secara berkelanjutan sehingga pemegang unit penyertaan dapat
memantau keuntungan, biaya, dan risiko reksa dana setiap saat. Pengelola reksa
dana wajib mengumumkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) setiap hari di surat kabar
serta menerbitkan laporan keuangan tengah tahunan dan tahunan serta prospektus
10
secara teratur sehingga investor dapat memonitor perkembangan investasinya
secara rutin.
4. Likuiditas yang tinggi
Agar investasi yang dilakukan berhasil, setiap instrumen investasi harus
mempunyai tingkat likuiditas yang cukup tinggi. Dengan demikian, pemodal
dapat mencairkan kembali unit penyertaannya setiap saat sesuai ketetapan yang
dibuat masing-masing reksa dana sehingga memudahkan investor mengelola
kasnya. Reksa dana terbuka wajib membeli kembali unit penyertaannya sehingga
sifatnya sangat likuid.
5. Biaya rendah
Karena reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyak pemodal dan dikelola
secara profesional, maka sejalan dengan besarnya kemampuan untuk melakukan
investasi tersebut akan menghasilkan pula efisiensi biaya transaksi. Biaya
transaksi akan menjadi lebih rendah dibandingkan apabila investor individu
melakukan transaksi sendiri di bursa.
2.4.2 Risiko reksa dana
Setiap investasi pasti memiliki risiko. Makin besar keuntungan yang diperoleh
dari investasi tersebut, biasanya tingkat risikonya pun semakin tinggi. Sesuai dengan
prinsip high risk-high return. Demikian pula dengan reksa dana, sebagai salah satu
sarana investasi maka reksa dana pun memiliki risiko yang perlu diketahui oleh
investor. Risiko-risiko investasi di reksa dana antara lain:
11
1. Risiko turunnya nilai unit penyertaan reksa dana
Walaupun produk reksa dana merupakan produk yang terdiversifikasi, tidak
tertutup kemungkinan bahwa nilai unit penyertaannya akan turun. Turun naiknya
nilai unit penyertaan tidak terlepas dari kenaikan atau penurunan harga efek
ekuitas dan/atau efek utang yang menjadi alat investasi reksa dana tersebut.
2. Risiko perubahan ekonomi dan politik
Perubahan ekonomi dan politik yang terjadi di suatu negara dapat mempengaruhi
pandangan umum perusahaan-perusahaan di Indonesia termasuk yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Berubahnya pandangan umum tersebut dapat
mempengaruhi likuiditas portfolio efek sehingga harga efek dapat turun ataupun
naik.
3. Risiko wanprestasi
Risiko wanprestasi ini dapat terjadi ketika pihak-pihak terkait pasar modal seperti
emiten, bank kustodian, broker gagal memenuhi kewajibannya. Kegagalan ini
dapat mempengaruhi nilai aktiva bersih reksa dana. Wanprestasi dapat terjadi
akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan reksa dana, misalnya pialang, bank
kustodian, agen pembayaran, atau akibat force majeure (bencana alam,
kebakaran, kerusuhan).
4. Risiko yang berhubungan dengan peraturan
Reksa dana memiliki peraturan yang dimaksudkan untuk melindungi investor
tetapi ada kalanya batasan-batasan ini dapat menghambat para investor.
5. Risiko likuiditas reksa dana terbuka
12
Risiko ini dapat terjadi ketika perusahaan reksa dana tidak memiliki dana tunai
untuk membeli kembali unit penyertaan investornya. Sebuah perusahaan reksa
dana memperoleh dananya dengan menjual unit penyertaan kepada investor.
Ketika investor menjual kembali unit penyertaannya sedangkan perusahaan reksa
dana tidak dapat menjual portfolio investasinya dan tidak memiliki uang tunai,
maka ia tidak dapat membeli unit penyertaan yang dijual investornya. Untuk
mengatasi masalah tersebut, perusahaan reksa dana diijinkan untuk memperoleh
pinjaman untuk melunasinya. Pinjaman yang diberikan biasanya dibatasi dan
disesuaikan dengan keadaan perusahaan reksa dana tersebut. Apabila keadaan
demikian terus berlangsung, maka proses penjualan kembali unit penyertaan oleh
investor akan tertunda sampai memungkinkan.
2.5 Mekanisme kerja reksa dana kontrak investasi kolektif
Berdasarkan Studi Tipologi Investor Reksa Dana di Pasar Modal Indonesia
Bapepam (2007, hal.8), prosedur atau mekanisme transaksi reksa dana tergambar
pada gambar 2.1 atau dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Investor/pemodal yang ingin melakukan investasi di reksa dana menghubungi
manajer investasi yang mengeluarkan reksa dana tersebut atau agen penjualnya.
Pemodal dapat menanyakan langsung semua informasi mengenai reksa dana yang
dikeluarkan oleh manajer investasi yang bersangkutan.
b. Setelah memutuskan untuk berinvestasi, pemodal harus membayar sejumlah nilai
investasi ke bank kustodian dan bukti transfer beserta formulir permohonan
pembelian reksa dana diserahkan ke manajer investasi atau agen penjualnya.
13
c. Manajer investasi akan menghubungi bank Kustodian untuk menerbitkan surat
konfirmasi (bukti investasi yang berisi banyaknya unit penyertaan) kepada
pemodal. Dana dari pemodal akan digunakan oleh manajer investasi untuk
diinvestasikan pada efek berupa saham, obligasi atau Sertifikat Bank Indonesia.
d. Saat pemodal ingin menjual kembali investasinya, pemodal harus menghubungi
manajer investasi atau agen penjualnya dan menyerahkan surat konfirmasi/bukti
investasi.
e. Manajer investasi akan memerintahkan kepada bank kustodian untuk melakukan
pembayaran ke rekening pemodal yang melakukan penjualan tersebut.
f. Seluruh kegiatan transaksi reksa dana di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepamlk) yang berada dibawah
Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Gambar 2.1. Mekanisme Transaksi Reksa Dana
14
2.6 Nilai Aktiva Bersih dan Biaya–biaya Reksa Dana
2.6.1 Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana
Menurut Manurung (2007, hal.70-75), setiap investor selalu mengharapkan
tingkat pengembalian atas investasinya dan investor ingin mengetahui perhitungan
tingkat pengembalian reksa dana yang dimilikinya. Tingkat pengembalian dari
investasi reksa dana bergantung pada perubahan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa
dana tersebut. NAB reksa dana saham dapat berubah karena hal-hal antara lain
adanya dana masuk/keluar dari portfolio, perubahan harga saham, dan adanya biaya-
biaya yang muncul dari pengelolaan reksa dana.
2.6.2 Biaya-biaya Reksa Dana
Menurut Manurung (2007, hal. 51-55), tingkat pengembalian dari suatu
portfolio reksa dana juga dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikenakan oleh
manajer investasi. Biaya-biaya ini secara umum terbagi atas 3 kategori antara lain
biaya saat investor membeli reksa dana, biaya saat reksa dana beroperasi sebagai
badan hukum dan biaya saat investor menjual reksa dana.
Biaya saat investor membeli reksa dana di Indonesia umumnya maksimal
sebesar 2% dan manajer investasi menerapkan biaya yang lebih tinggi pada investasi
reksa dana saham dibandingkan reksa dana pendapatan tetap atau reksa dana pasar
uang karena tingkat imbal hasil reksa dana saham yang lebih tinggi.
Biaya lainnya adalah biaya yang timbul saat reksa dana beroperasi, antara lain
biaya management fee, biaya bank Kustodian, biaya audit, biaya pencetakan
15
prospektus, biaya notaris, dan lain-lain. Biaya-biaya ini dipotong dari total NAB
reksa dana tersebut sehingga dapat mengurangi return dari portfolio reksa dana.
Biaya terakhir yang di terapkan oleh manajer investasi sebagai biaya pada saat
investor memutuskan untuk menjual reksa dana atau umum juga disebut sebagai
redemption fee dengan maksimal sebesar 2%.
2.7 Variabel-variabel Statistik dari Portfolio Investasi
2.7.1 Expected return
Menurut Bodie, Kane, Marcus (Investments 6th ed., 2005), expected return
dari sebuah aset investasi adalah rata-rata probabilitas dari return aset tersebut di
semua kondisi (”expected return of an asset is a probability-weighted average of its
return in all scenarios”), diformulasikan sebagai:
)()Pr()( srsrEs∑=
Dimana:
Pr = Probabilitas munculnya return
r = return portfolio
E(r) = expected return portfolio
2.7.2 Standar Deviasi (standard deviation)
Dalam portfolio investasi, standar deviasi merupakan risiko dari volatilitas
return yang dihasilkan oleh portfolio selama periode tertentu. Standar deviasi
dihitung sebagai akar dari variance return portfolio, dapat diformulasikan sebagai
berikut:
16
∑=
−−
=T
tpt mR
T 1
2)(1
1σ
Dimana:
σ = Standar deviasi
ptR = Tingkat pengembalian portfolio pada periode t
m = Rata-rata tingkat pengembalian portfolio dari sampel
2.7.3 Beta
Menurut Reilly (1997, hal.289), beta dapat dilihat sebagai ukuran standar dari
risiko sistematik (”Beta can be as a standardized measure of systemic risk”).
Variabel beta umum digunakan sebagai indikator untuk mengetahui
hubungan/korelasi antara kinerja dari suatu portfolio dengan kinerja dari pasar.
Menurut Manurung (1992, hal.96), variabel beta dapat dikelompokkan menjadi 3
kategori yaitu:
a. Portfolio dengan variabel beta lebih besar dari 1, ini berarti pergerakan kinerja
dari portfolio melebihi pergerakan dari pasar. Saat pasar berada dalam keadaan
bullish (naik), portfolio mengalami kenaikan yang lebih tinggi dari kenaikan
pasar dan sebaliknya bila pasar dalam keadaan bearish (turun), portfolio
mengalami penurunan yang lebih rendah dari penurunan pasar.
b. Portfolio dengan variabel beta lebih kecil dari 1, ini berarti pergerakan kinerja
dari portfolio lebih rendah daripada pergerakan pasar dan merupakan kebalikan
dari keadaan dimana variabel beta portfolio melebihi 1.
17
c. Portfolio dengan variabel beta sama dengan 1, ini berarti pergerakan kinerja
portfolio mengikuti pergerakan dari pasar. Fluktuasi pergerakan portfolio saat
pasar dalam keadaan bullish ataupun bearish akan sama.
2.8 Metode Analisa Data
2.8.1 Metode korelasi linear sederhana
Menurut Donald R. Cooper dan C. William Emory ( 1995, hal. 61) koefisien
korelasi menunjukan nilai dan arah hubungan. Nilai Koefisien korelasi adalah derajat
pergerakan variabel dalam arah yang sama atau berlawanan. Pengujian korelasi
digunakan untuk menunjukan ada atau tidaknya hubungan antara suatu variabel bebas
(variabel X) dengan variabel terikat (variabel Y). Hubungan linear antara dua variabel
tersebut ditunjukan melalui koefisien korelasi yang dinotasikan dengan lambang r
yang berada diantara -1 dan + 1 atau dapat dituliskan: 11 ≤≤− r
Dimana:
0=r , menunjukan tidak adanya korelasi antar dua variabel
1=r , menunjukan adanya korelasi positif sempurna antara dua variabel.
1−=r , menunjukan adanya korelasi negatif sempurna antara dua variabel.
Koefisien korelasi (r) dapat diformulasikan sebagai berikut:
∑∑
∑
==
=
−−
−−==
n
ii
n
ii
n
iii
YX YYXX
YYXX
SSYXr
1
2
1
2
1
)()(
))((),cov(
Dimana:
X = nilai variabel X
18
Y = nilai variabel Y
XS = standar deviasi X
YS = standar deviasi Y
Untuk membuktikan keberadaan hubungan antara dua variabel acak, maka
dapat menggunakan pengujian hipotesis sebagai berikut:
0:0 =ρH , menunjukan tidak adanya hubungan antara dua variabel
0:1 ≠ρH , menunjukan adanya hubungan antara dua variabel
2.8.2 Metode regresi berganda
Menurut Donald R. Cooper dan C. William Emory (1995, hal.147-150)
regresi berganda dipakai sebagai alat deskriptif pada tiga jenis situasi yaitu untuk
mengembangkan persamaan estimasi untuk memprediksi nilai-nilai bagi variabel
kriteria dari beberapa variabel prediktor, digunakan untuk mengontrol variabel
majemuk agar evaluasi lebih baik dari kontribusi variabel lainnya dan terakhir
digunakan untuk menguji dan menjelaskan teori sebab-akibat. Sebagai alat deskriptif,
regresi berganda juga digunakan sebagai alat acuan untuk menguji hipotesis dan
mengestimasi nilai populasi.
Metode regresi berganda merupakan perluasan dan pengembangan dari
regresi linear sederhana. Walaupun variabel dummy (variabel nominal berkode 0 atau
1) dapat digunakan, tetapi semua variabel lainnya harus berskala interval atau rasio.
Persamaan regresi berganda secara umum yaitu εβββ ++++= nn XXY ...110 ,
dimana:
19
β0 = konstanta, nilai Y saat semua variabel X bernilai nol
βi = kemiringan permukaan regresi atau permukaan respon (βi menyatakan koefisien
regresi dari variabel Xi)
ε = tracking error, berdistribusi normal dengan rata-rata 0. Untuk tujuan
perhitungan, ε diasumsikan 0
Koefisien regresi dapat diartikan sebagai besarnya perubahan variabel Y bila
terjadi perubahan variabel X sebesar 1 unit bila pengaruh dari semua variabel lainnya
konstan. Nilai koefisien regresi juga menunjukkan seberapa kuat pengaruh dari
variabel X tersebut terhadap variabel Y, dimana variabel yang lebih besar
menunjukkan pengaruh yang lebih kuat.
Dengan menggunakan regresi berganda, dapat muncul suatu situasi dimana
beberapa atau semua variabel independen berkorelasi tinggi atau umum disebut
sebagai multi-koliniearitas. Terdapat 2 cara untuk menghilangkan multi-kolinearitas
yaitu dengan memilih salah satu variabel dan menghilangkan variabel lainnya atau
dengan membuat variabel baru yang merupakan gabungan dari variabel yang saling
berkorelasi tinggi. Umumnya variabel dengan VIF (Variable Inflation Factor) diatas
10 menunjukkan terjadinya multi-kolinearitas.
2.8.3 Metode pengujian hipotesis
Menurut Donald R. Cooper dan C. William Emory ( 1995, hal. 61-69) ada 2
pendekatan yang dapat digunakan dalam uji hipotesis yaitu dengan pendekatan klasik
atau teori sampling (lebih umum digunakan) dan pendekatan bayesian. Pendekatan
klasik menggambarkan secara objektif digunakannya peluang (probability) untuk
20
membuat keputusan yang bersandar secara total pada analisis data sampel (sampling
data) yang tersedia. Hipotesis yang digunakan, ditolak atau diterima tergantung
kepada data sampel yang dikumpulkan.
Sedangkan dengan pendekatan bayesian yang merupakan perluasan dari
pendekatan klasik juga menggunakan data sampel untuk membuat keputusan namun
melangkah lebih jauh dengan menimbang semua informasi yang tersedia. Informasi
tambahan tersebut terdiri dari estimasi peluang subjektif yang dinyatakan dalam
derajat kepercayaan. Estimasi yang subjektif ini lebih berdasarkan pada pengalaman
umum daripada pengumpulan data secara khusus. Hal ini dinyatakan sebagai prior
distribution yang dapat ditinjau kembali setelah informasi sampel terkumpul yang
umum disebut dengan posterior distribution.
Dengan mengikuti pendekatan klasik (sampling), maka dalam uji signifikansi
(test of significance) digunakan dua jenis hipotesis yaitu hipotesis nol (null
hypothesis) yang menyatakan tidak ada perbedaan antara parameter dengan statistik
yang sedang dibandingkan dan hipotesis alternatif yang menyatakan sebaliknya.
Pengambilan keputusan didasarkan pada aturan: tidak dilakukan koreksi apabila
analisis menunjukkan tidak dapat menolak hipotesis nol (H0). Apabila secara statistik
terdapat perbedaan signifikan untuk menolak hipotesis nol maka hipotesis alternatif
akan diterima dan sebaliknya. Untuk menentukan penolakan/penerimaan hipotesis nol
dilakukan berdasarkan interval kepercayaan yang digunakan (umumnya 95% atau α =
0.05). Batas antara daerah penerimaan dan penolakan disebut sebagai nilai kritis yang
dihitung dalam bentuk variabel acak standar.
21
2.8.4 Metode pengujian parametrik (Uji t)
Menurut Donald R. Cooper dan C. William Emory ( 1995, hal. 73), pengujian
parametrik digunakan untuk menentukan signifikansi statistik diantara rata-rata
distribusi sampel dan parameter atau dengan kata lain untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini digunakan pengujian parametrik uji t karena sample yang digunakan
lebih dari 2 sampel dan saling berhubungan serta berupa skala rasio/interval. Batas
untuk penolakan hipotesis nol pada uji t ditentukan berdasarkan degree of freedom
(df) dan tingkat keyakinan yang digunakan (confidence level) menurut pada tabel
distribusi t. Nilai t hitung yang berada dalam batas penolakan akan menolak hipotesis
nol (H0).
2.9 Metode Perhitungan Kinerja Portfolio Reksa Dana
Titik awal dalam menilai kinerja sebuah portfolio yaitu perhitungan
pengembalian portfolio tersebut. Dalam menghitung tingkat pengembalian ini sangat
sederhana, tetapi ada beberapa permasalahan yang muncul membuat perhitungan
tersebut menjadi kompleks. Diantaranya adalah harus mempertimbangkan faktor
risiko dari portfolio dan juga konsistensi pencapaian dari manajer investasi setiap
periodenya. Dalam penelitian ini perhitungan kinerja portfolio reksa dana
menggunakan model Capital Asset Pricing Model (CAPM).
2.9.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Menurut Bodie, Kane, Marcus (Investments 6th ed. , 2005), CAPM merupakan
sekumpulan prediksi yang memperhatikan tingkat keseimbangan return yang
diharapkan (expected return) dari aset yang berisiko (”a set of predictions concerning
22
equilibrium expected returns on risky assets”). Model CAPM ini dikembangkan oleh
William Sharpe (1964), John Lintner (1965) dan Jan Mossin (1966). Beberapa asumsi
yang digunakan dalam CAPM antara lain:
• Terdapat banyak pemodal, dengan kekayaan yang relatif kecil dibandingkan
dengan total kekayaan seluruh pemodal dan pemodal ini merupakan pengambil
risiko. Dalam ilmu mikroekonomi, keadaan ini umum disebutkan sebagai
persaingan sempurna.
• Semua pemodal merencanakan periode investasi yang sama.
• Instrumen investasi terbatas pada yang diperdagangkan secara umum (saham,
obligasi, deposito/investasi bebas risiko).
• Pemodal tidak dikenakan pajak, ataupun biaya transaksi dalam memperdagangkan
instrumen investasi.
• Semua pemodal menggunakan model seleksi portfolio Markowitz.
• Semua pemodal menganalisa instrumen investasi dengan cara yang sama dan
memiliki informasi/pandangan yang sama terhadap perekonomian dunia.
Dalam CAPM, semua pemodal akan berusaha mendapatkan portfolio
investasi yang optimal sehingga komposisi aset investasi para pemodal akan
menyerupai portfolio pasar secara keseluruhan. Berdasarkan CAPM, maka beberapa
metode perhitungan yang digunakan untuk menghitung kinerja dari portfolio reksa
dana antara lain:
23
2.9.2 Metode Perhitungan Imbal Hasil Portfolio
Umumnya sebuah portfolio tidak membagikan dividen selama periode
portfolio tersebut akan dikembangkan, akan tetapi ada kalanya sebuah portfolio tetap
membagikan dividen, terutama untuk masyarakat Indonesia sehingga tingkat
pengembalian yang direalisasikan pada sebuah portfolio adalah hasil selisih antara
harga pasar portfolio pada akhir periode dengan awal periode pembagian kas yang
dilaksanakan oleh portfolio. Dengan mempergunakan 3 asumsi yaitu: keuntungan
diinvestasikan kembali pada portfolio selama periode evaluasi, pembayaran kas
dihitung pada akhir periode evaluasi dan tidak adanya dana baru yang masuk selama
periode evaluasi maka perhitungan tingkat pengembalian portfolio dapat
diformulasikan sebagai berikut:
0
01
MVDMVMV
Rp+−
=
Dimana:
pR = Tingkat pengembalian portfolio
1MV = Nilai pasar portfolio pada akhir periode
0MV = Nilai pasar portfolio pada awal periode
D = Pembagian kas selama periode
Untuk memperoleh tingkat pengembalian selama periode evaluasi dapat
dilakukan dengan menghitung rata-rata tingkat pengembalian sub-periode. Misalnya,
periode evaluasi satu tahun dimana tingkat pengembalian perbulan selama 12 bulan
24
dapat dihitung maka tingkat pengembalian setiap bulan disebut tingkat pengembalian
sub-periode dan rata-rata tingkat pengembalian perbulan dapat dihitung selama
sebulan. Ada dua metode utama perhitungan yang dapat digunakan untuk menghitung
rata-rata tingkat pengembalian dalam periode tertentu yaitu:
1. Metode Aritmatika
nRRRR n
A+++
=....21
Dimana:
AR = Rata-rata tingkat pengembalian aritmatika
nR = Tingkat pengembalian pada sub-periode n
n = Jumlah sub-periode selama periode evaluasi
2. Metode Geometri
Ada 2 metode perhitungan yang umum digunakan dalam metode geometri, yaitu:
Metode Penimbang Waktu (Time-Weighted Returns)
1])1).....(1)(1([ /121 −+++= n
nG RRRR
Dimana:
GR = Rata-rata tingkat pengembalian geometri
nR = Tingkat pengembalian pada periode ke-n
n = Jumlah periode selama evaluasi
Metode Penimbang Dollar (Dollar-Weighted Returns)
25
nnn
RVC
RC
RCV
)1(....
)1()1(21
0 +++
++
+=
Dimana:
R = Tingkat pengembalian penimbang dollar
nC = Arus kas pada periode ke-n
nV = Nilai akhir portfolio
0V = NIlai awal portfolio
2.9.3 Metode Rasio Sharpe
Menurut Sharpe (1966), yang menggunakan konsep dari Capital Market
Model, kinerja portfolio dihitung berdasarkan variabel expected rate of return dan
variabel risiko atau standar deviasi dari return. Asumsi yang digunakan adalah semua
pemodal dapat berinvestasi pada tingkat suku bunga bebas risiko yang sama dan juga
meminjam dana dengan tingkat suku bunga yang sama. Berdasarkan penelitian
tersebut maka rasio Sharpe atau disebut sebagai rasio reward-to-variability (R/V
Ratio) dihitung dengan formula sebagai berikut:
p
fpp
RRS
σ−
=
Dimana:
pσ = Total risiko (penjumlahan risiko sistematik dan unsistematik)
fR = Tingkat pengembalian bebas risiko
pR = Tingkat pengembalian portfolio
26
Menurut metode ini, reksa dana dengan nilai rasio yang tinggi lebih baik
daripada reksa dana lainnya yang memiliki rasio yang lebih rendah.
2.9.4 Metode rasio Treynor
Berdasarkan survei literatur yang dilakukan Sourd (2007, hal.13), Indeks
Treynor mengukur hubungan antara imbal hasil (return) dari portfolio yang melebihi
return aset bebas risiko dan risiko sistemiknya. Indeks kinerja Treynor dihitung
dengan formula berikut:
p
fpp
RRET
β−
=)(
Dimana:
pβ = beta dari portfolio
fR = Tingkat pengembalian bebas risiko
pR = Tingkat pengembalian portfolio
Dalam perhitungan rasio Treynor, diperlukan penentuan indeks pembanding
yang digunakan untuk menghitung beta dari portfolio. Hasil dari perhitungan rasio
Treynor sangat bergantung pada indeks pembanding yang digunakan. Perhitungan
dengan metode Treynor ini cocok digunakan untuk portfolio yang terdiversifikasi
dengan baik. Menurut metode ini, reksa dana dengan nilai rasio yang tinggi lebih baik
daripada reksa dana lainnya yang memiliki rasio yang lebih rendah.
27
2.9.5 Metode rasio Jensen (Jensen’s Alpha)
Berdasarkan survei literatur yang dilakukan Sourd (2007, hal.15), rasio Jensen
(Jensen’s Alpha) didefinisikan sebagai perbedaan antara return portfolio yang
melebihi return pasar dan return aset bebas risiko. Rasio Jensen (alpha) didasarkan
pada CAPM dan dihitung dengan persamaan regresi sebagai berikut:
))(()( fmppfp RRERRE −+=− βα
atau dapat diformulasikan sebagai berikut:
)]([ fmpfpp RRRR −+−= βα
Dimana:
pα = alpha portfolio
pβ = beta dari portfolio.
fR = Tingkat pengembalian bebas risiko
pR = Tingkat pengembalian portfolio
Dalam perhitungan rasio Jensen, diperlukan penentuan indeks pembanding
untuk menghitung beta dari portfolio. Hasil dari perhitungan rasio Jensen juga sangat
bergantung pada indeks pembanding yang digunakan. Kelemahan dari perhitungan
dengan rasio Jensen adalah ketika manajer investasi melakukan strategi market timing
dalam menghadapi pergerakan pasar, maka sering kali alpha Jensen menjadi negatif
dan tidak merefleksikan performa manajer investasi sebenarnya. Menurut metode ini,
28
reksa dana dengan nilai rasio yang tinggi lebih baik daripada reksa dana lainnya yang
memiliki rasio yang lebih rendah.
2.9.6 Metode Rasio Informasi
Berdasarkan survei literatur yang dilakukan Sourd (2007, hal.15), metode
rasio informasi atau sering juga dinamakan sebagai appraisal ratio dihitung dengan
membagi alpha dari portfolio dengan risiko non-sistematik dari portfolio yang
disebut juga dengan “tracking error”. Metode ini mengukur imbal hasil abnormal
dari portfolio untuk setiap unit risiko yang pada prinsipnya dapat didiversifikasi bila
memiliki portfolio sesuai dengan indeks pasar. Metode ini dapat diformulasikan
sebagai berikut:
)( p
p
eInformasiRasio
σα
=
Dimana:
pα = alpha portfolio
pe = tracking error portfolio
Rasio ini digunakan untuk mengukur apakah risiko yang diambil oleh manajer
investasi karena membedakan diri dari pembandingnya (benchmark) mendapatkan
return yang sesuai. Rasio ini dapat digunakan sebagai indikator apakah seorang
manajer investasi memiliki tingkat informasi yang lebih baik dari informasi publik
beserta keahlian (skill) yang dimilikinya untuk mendapatkan kinerja portfolio yang
lebih baik dari rata-rata manajer investasi lainnya.
29
2.9.7 Metode rasio risiko
Menurut Manurung (2007, hal.143), metode Rasio Risiko adalah metode yang
digunakan untuk menghitung kemampuan manajer investasi dalam mengelola
portfolio reksa dananya dalam menghadapi risiko pasar. Semakin besar rasio risiko
menunjukkan kemampuan manajer investasi dalam bertahan menghadapi risiko pasar.
Rasio Risiko diformulasikan sebagai berikut:
Rp
RmRisikoRasioσσ
=
Dimana:
Rpσ = Total risiko portfolio reksa dana
Rmσ = Total risiko pasar
2.9.8 Metode Rasio Value at Risk (VaR)
Dalam Risk Management Guide, VaR didefinisikan sebagai : “VaR is defined
as the predicted worst-case loss at a specific confidence level (e.g., 95%) over a
certain period of time“. Nilai VaR dapat dikalkulasikan dengan beberapa metode
umum seperti Metode simulasi Historical, Metode Parametric dan Metode Simulasi
Montecarlo. Dalam penelitian ini digunakan Metode Parametric karena perhitungan
yang digunakan lebih sederhana. Perhitungan nilai VaR dengan metode parametric
dan confidence level 95% dapat diformulasikan sebagai berikut:
)*65.1( ppRVaR σ−=
Dimana:
30
pR = Tingkat pengembalian portfolio
pσ = Total risiko portfolio reksa dana
Berdasarkan survei literatur yang dilakukan Sourd (2007, hal.14), metode
rasio VaR dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur kinerja
portfolio reksa dana. Metode perhitungan yang digunakan mirip dengan metode rasio
Sharpe, perbedaannya terdapat pada penggunaan VaR sebagai pengganti variabel
standar deviasi portfolio. Formula perhitungan metode ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
0
VaR Rasio
p
p
fp
VVaR
RR −=
Dimana:
pVaR = Nilai Value at Risk portfolio reksa dana
fR = Tingkat pengembalian bebas risiko
pR = Tingkat pengembalian portfolio
0pV = Nilai awal portfolio reksa dana
Menurut metode rasio VaR, reksa dana yang memiliki nilai rasio VaR yang
lebih rendah memiliki kinerja yang lebih baik daripada reksa dana yang memiliki
nilai rasio VaR yang lebih tinggi karena nilai rasio VaR yang rendah menunjukkan
bahwa portfolio reksa dana tersebut mampu mendapatkan return yang tinggi untuk
menghadapi potensi kerugian maksimal yang dihadapinya.
31
2.9.9 Metode Rasio Sortino
Berdasarkan survei literatur yang dilakukan Sourd (2007, hal.31), metode ini
merupakan modifikasi dari Rasio Sharpe dimana metode ini mendiferensiasikan
volatilitas yang merugikan dari volatilitas yang menguntungkan dengan mengganti
standar deviasi menjadi downside deviasi. Rasio Sortino secara prinsip sama dengan
Rasio Sharpe, hanya tingkat pengembalian bebas risiko diganti dengan Minimum
Acceptable Return (MAR) dan standar deviasi yang digunakan adalah standar deviasi
downside. Rasio ini di formulasikan sebagai berikut:
∑=
−
−=
T
tpt
p
MARRT
MARRESortinoRasio
0
2)(1
)(
Dimana :
)( pRE = Tingkat pengembalian portfolio yang diharapkan
MAR = Tingkat pengembalian minimum yang dapat diterima
ptR = Tingkat pengembalian portfolio pada periode t
Metode rasio Sortino mampu mengukur perbedaan antara volatilitas yang baik
(return portfolio yang melebihi MAR) dan volatilitas yang buruk (return portfolio
yang lebih rendah dari MAR). Menurut metode ini, reksa dana dengan nilai rasio yang
tinggi lebih baik daripada reksa dana lainnya yang memiliki rasio yang lebih rendah.
32
2.9.10 Metode Risk-Return Histories (Snail Trail)
Metode ini digunakan untuk menilai kinerja portfolio dalam jangka panjang.
Metode ini merupakan aplikasi dari risiko dan tingkat imbal hasil yang diplot dalam
kuadran dari waktu ke waktu sehingga terlihat pergerakan portfolio sepanjang waktu.
Pembagian kuadran dalam metode risk-return histories digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2. Grafik Pembagian Kuadran Metode Risk-Return Histories Sumber: Reksa Dana Investasiku, hal.136
Portfolio yang berada di kuadran 1 dinyatakan sebagai portfolio yang
menghasilkan imbal hasil yang tinggi dengan tingkat risiko yang rendah, portfolio di
kuadran 2 dinyatakan sebagai portfolio yang menghasilkan imbal hasil yang tinggi
dengan tingkat risiko yang tinggi, portfolio di kuadran 3 dinyatakan sebagai portfolio
yang menghasilkan imbal hasil yang rendah dengan risiko yang tinggi, dan portfolio
di kuadran 4 dinyatakan sebagai portfolio investasi yang menghasilkan imbal hasil
yang rendah dengan tingkat risiko yang rendah.
Kuadran 1
RisikoTinggi
Tinggi
Imba
l Has
il
Kuadran 2
Kuadran 4
Kuadran 3
Rendah