bab ii landasan teori 1.1. 1.1.1. - uksw

13
BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Kesiapan Menjadi Guru Profesional 1.1.1. Definisi Guru Undang undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, menyebut guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru membuat suatu keputusan dan ahli berpikir menganalisis suatu informasi. Peran guru sangat penting bagi semua orang untuk memberikan pengetahuan baru atau mengajarkan tentang hal-hal yang baru. Menurut Usman (1990:1) “guru merupakan profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai pengajar”. Menurut Danim (2010:17) “guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal”. Di dalam UU No 20 Tahun 2003. “kata guru dimasukkan ke dalam genus pendidik. Sesunggguhnya guru dan pendidik merupakan dua hal yang berbeda. Kata pendidik spesialisasi di bidang pendidikan atau ahli kependidikan. Kata guru merupakan seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah”. Dengan demikian yang dimaksud guru dalam penelitian ini adalah profesi yang membutuhkan keahlian khusus yang terlibat dalam tugas pendidikan untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik. 1.1.2. Tugas Utama Guru Disamping tugas utamanya sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih. Maka ada juga tugas-tugas guru yang lain menurut Depdikbud (dalam Darmadi: 1984:7). 1. Tugas profesional yaitu mendidik dalam rangka menyumbangkan kepribadian, mengajar dalam rangka menyeimbangkan kemampuan berpikir, kecerdasan dan melatih dalam rangka membina ketrampilan.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1. Kesiapan Menjadi Guru Profesional

1.1.1. Definisi Guru

Undang – undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, menyebut guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru membuat suatu

keputusan dan ahli berpikir menganalisis suatu informasi. Peran guru sangat penting bagi

semua orang untuk memberikan pengetahuan baru atau mengajarkan tentang hal-hal yang

baru.

Menurut Usman (1990:1) “guru merupakan profesi yang memerlukan keahlian

khusus sebagai pengajar”.

Menurut Danim (2010:17) “guru merupakan pendidik profesional dengan tugas

utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan

mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal”.

Di dalam UU No 20 Tahun 2003. “kata guru dimasukkan ke dalam genus pendidik.

Sesunggguhnya guru dan pendidik merupakan dua hal yang berbeda. Kata pendidik

spesialisasi di bidang pendidikan atau ahli kependidikan. Kata guru merupakan

seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah”.

Dengan demikian yang dimaksud guru dalam penelitian ini adalah profesi yang

membutuhkan keahlian khusus yang terlibat dalam tugas pendidikan untuk mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik.

1.1.2. Tugas Utama Guru

Disamping tugas utamanya sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah,

pelatih. Maka ada juga tugas-tugas guru yang lain menurut Depdikbud (dalam Darmadi:

1984:7).

1. Tugas profesional yaitu mendidik dalam rangka menyumbangkan kepribadian,

mengajar dalam rangka menyeimbangkan kemampuan berpikir, kecerdasan dan

melatih dalam rangka membina ketrampilan.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

2. Tugas manusiawi yaitu membina anak didik dalam rangka meningkatkan dan

mengembangkan martabat diri sendiri, kemampuan manusiawi optimal serta

pribadi yang mandiri.

3. Tugas kemasyarakatan yaitu dalam rangka mengembangkan terbentuknya

masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945.

1.1.3. Kompetensi Guru dalam Konteks Profesional

Kompetensi guru dalam konteks profesional menurut Udin S (dalam fajar: 2006:47)

dalam Bahasa Inggris mengandung makna :

1. “competence (n) is being competent, ability (to do the work)”

2. “competenst (adj.) refers to (person) having ability, power, authority, skill,

knowledge, etc. (to do what is needed)”

3. “competency is rational performance which satisfactorily meets the objectives for

a desired condition”

Definisi pertama kompetensi itu pada dasarnya menunjukan kemampuan untuk

mengerjakan sesuatu pekerjaan. Sedangkan definisi kedua menunjukan kompetensi itu pada

dasarnya merupakan suatu sifat (karakteristik) orang-orang (kompeten) ialah yang memiliki

kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan), kemahiran (keterampilan),

pengetahuan, dsb. Kemudian definisi ketiga kompetensi itu menunjukan kepada tindakan

(kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan

kondisi (prasyarat) yang diharapkan.

1.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan menjadi guru profesional, yaitu:

a. Faktor fisiologis, yaitu suatu tingkah laku dapat terjadi apabila organ-organ

pengindra, sistem syaraf dan organ fisiologi yang lain telah berfungsi dengan

baik.

b. Faktor psikologis, yaitu untuk melakukan pekerjan dengan baik seseorang harus

memiliki motivasi yang baik pula serta bebas dari konflik-konflik emosional,

serta halangan psikologi.

c. Faktor pengalaman, yaitu proses kesiapan seseorang dapat diketahui dari

pengetahuan yang berupa informasi-informasi tentang pekerjaan, serta

pengalaman yang dimiliki seseorang.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

1.1.5. Kompetensi Guru

Empat jenis kompetensi guru yang harus dimiliki oleh setiap guru maupun calon

guru. Kompetensi tersebut menjadi penentu siap tidaknya mahasiswa menjadi guru yang

profesional. Kompetensi-kompetensi tersebut selaras dengan kompetensi yang disebutkan

dalam UU No. 14 tahun 2005 dalam Hadi (2015).

Subkompetensi dan indikator esensialnya dijabarkan sebagai berikut :

1. Kompetensi Kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b,

dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi kepribadian adalah kemampuan

kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi

peserta didik, dan berakhlak mulia.

2. Kompetensi Pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a

dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik

untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

3. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan

mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di

sekolah dan substansi kelimuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap

struktur dan metodologi keilmuannya.

4. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan seorang guru untuk berkomunikasi yang

meliputi kemampuan peserta didik, sesama pendidik, orang tua atau wali siswa dan

masyarakat disekitar.

Berdasarkan beberapa kompetensi tersebut maka yang dimaksud menjadi guru

profesional harus mempunyai 4 kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi

pedagogik kompetensi profesional dan yang terakhir kompetensi sosial. Empat kompetensi

tersebut menjadi penentu siap tidaknya mahasiswa menjadi guru yang profesional.

1.2. Gaya Belajar

1.2.1. Definisi Gaya Belajar

Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran yang berbeda

tingkatnya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat lambat.

DePorter & Hernacki (2011:110) Gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari

bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

Dunn & Dunm dalam Sugihartono (2007:53) menjelaskan bahwa gaya belajar

merupakan kumpulan karakteristik pribadi yang membuat suatu pembelajaran efektif

untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang lain.

Keefe dalam sugihartono (2007:53) menyatakan bahwa gaya belajar berhubungan

dengan cara anak belajar, serta cara belajar yang disukai.

Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam

menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir, dan memecahkan soal

(S. Nasution, 2003:94).

Siswa pada umumnya akan sulit memproses informasi dalam satu cara yang dirasa

tidak nyaman bagi mereka. Siswa memiliki kebutuhan belajar sendiri, belajar dengan cara

yang berbeda, serta memproses informasi dengan cara yang berbeda. Sebagian orang

mungkin memiliki gaya belajar tertentu yang dominan digunakan dalam berbagai situasi,

sehingga kurang menggunakan gaya yang berbeda untuk situasi yang berbeda.

Berdasarkan beberapa pendapat maka yang dimaksud gaya belajar dalam penelitian

ini adalah cara yang dipakai seseorang dalam proses belajar yang meliputi bagaimana

menangkap, mengatur, serta mengolah informasi yang diterima sehingga pembelajaran

menjadi efektif.

1.2.2. Macam-macam Gaya Belajar

Menurut DePorter & Hernacki (2011:112) terdapat tiga gaya belajar seseorang yaitu

gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Walaupun masing-masing siswa belajar

dengan menggunakan ketiga gaya belajar ini, kebanyakan siswa lebih cenderung pada salah

satu diantara gaya belajar tersebut.

1. Gaya Belajar Visual

Siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah

mata/penglihatan (visual), mereka cenderung belajar melalui apa yang mereka lihat.

Siswa yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi

muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di

depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-

gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-

tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam

kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan

informasi. DePorter & Hernacki (2011:116).

2. Gaya Belajar Auditorial

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat

pendengarannya). Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih

cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan.

Mereka dapat mencerna dengan baik informasi yang disampaikan melalui tone suara,

pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi

tertulis terkadang sulit diterima oleh siswa bergaya belajar auditori. Anak-anak seperi

ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan

mendengarkan kaset. DePorter & Hernacki (2011:118).

3. Gaya Belajar Kinestetik

Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh,

dan melakukan. Siswa seperti ini tidak tahan untuk duduk berlama-lama

mendengarkan pelajaran dan merasa bisa belajar lebih baik jika prosesnya disertai

kegiatan fisik. Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah

tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh. DePorter & Hernacki

(2011:120).

Berdasarkan macam-macam gaya belajar tersebut bahwa gaya belajar bekerja sesuai

dengan indera yang kita punya, mulai dari penglihatan, pendengaran, sampai ada juga gerak

tubuh dalam menerima informasi dan menyelesaikan masalah tergantung masing-masing

orang yang menerapkannya.

1.2.3. Indikator Gaya Belajar

Mengacu pada teori dan ciri-ciri gaya belajar menurut DePorter & Hernacki

(2011:116-120) seperti yang sudah diuraikan dalam macam-macam gaya belajar maka

diketahui indikator-indikator dari masing-masing gaya belajar sebagai berikut :

1. Indikator gaya belajar visual

a) Belajar Indikator gaya belajar visual b) Mengerti baik mengenai posisi, bentuk,

angka, dan warna c) Rapi dan teratur siswa visual mementingkan penampilan, baik

dalam hal pakaian maupun kondisi lingkungan di sekitarnya d) Tidak terganggu

dengan keributan e) Sulit menerima intruksi verbal mudah lupa dengan sesuatu yang

disampaikan secara lisan

2. Indikator gaya belajar auditorial

a) Belajar dengan cara mendengar b) Baik dalam aktivitas lisan c) Memiliki

kepekaan terhadap music. Mereka mampu mengingat dengan baik apa yang didengar

d) Mudah terganggu dengan keributan e) Lemah dalam aktivitas visual Informasi

tertulis terkadang sulit diterima oleh siswa bergaya belajar auditori

3. Indikator gaya belajar kinestetik

a) Belajar dengan aktivitas fisik b) Peka terhadap ekspresi dan bahasa tubuh c)

Berorientasi pada fisik dan banyak bergerak d) Suka coba-coba dan kurang rapi e)

Lemah dalam aktivitas verbal cenderung berbicara dengan perlahan, sehingga perlu

berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa indikator dalam gaya belajar ada beberapa

bagian yang pertama gaya belajar visual cenderung menggunakan penglihatan,

mengutamakan tentang beberapa hal yang dapat dilihat. Gaya belajar auditorial belajar

menggunakan pendengaran, sangat peka terhadap rangsangan telinga dapat menerima

informasi lebih cepat melalui suara. Gaya belajar kinestetik lebih mengutamakan kegiatan

fisik, dalam kegiatan lebih senang langsung praktikum/praktek.

1.3. Kemandirian Belajar

1.3.1. Definisi Kemandirian Belajar

Kegiatan belajar mandiri dilakukan atas kemauan diri sendiri dalam mengembangkan

pengetahuannya, keingintahuan dalam mencari informasi.

Tahar dan Enceng dalam Astuti,dkk (2006:93). “berpendapat bahwa, “Kemandirian

belajar adalah aktivitas belajar yang dilakukan oleh seseorang dengan

kebebasannya dalam menentukan dan mengelola sendiri bahan ajar, waktu, tempat,

dan memanfaatkan sumber belajar yang diperlukan”.

Menurut Haris Mudjiman (2011:9) belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif,

yang di dorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna

mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau

kompetensi yang telah dimiliki.

Berdasarkan beberapa pendapat maka yang dimaksud kemandirian belajar dalam

penelitian ini adalah aktifitas belajar yang dilakukan secara sadar dan niat pribadi individu

itu sendiri dalam hal ini tidak akan tercipta bila terdapat unsur pemaksaan dari pihak lain,

melainkan kesadaran untuk menyelesaikan masalah. Belajar mandiri bermanfaat di masa

depan untuk menghadapi tantangan kehidupan yang semakin lama semakin keras, serta

masalah yang dihadapi juga semakin banyak.

1.3.2. Ciri-ciri Kemandirian

Menurut Chabib Thoha (dalam Eviana: 1996:123-124) mengemukakan ciri-ciri

kemandirian antara lain :

a) Mampu berpikir secara kritis

b) Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain

c) Tidak lari dan menghindari masalah

d) Memecahkan masalah dengan berfikir yang mendalam

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

e) Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang

lain

f) Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain

g) Berusaha bekerja dengan penuhketekunan dan kedisiplinan

h) Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri

1.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian

Menurut Masrun (dalam Eviana: 1986:4) faktor-faktor yang mempengaruhi

kemandirian dibedakan menjadi dua antara lain :

a) Faktor Dari Dalam

Faktor dari dalam yang mempengaruhi kemandirian seseorang antara lain:

1) Usia

Pengaruh dari orang lain akan berkurang secara perlahan-lahan

pada saat anak menginjak usia lebih tinggi. Pada usia remaja

mereka lebih berorientasi internal, karena percaya bahwa peristiwa-

peristiwa dalam hidupnya ditentukan oleh tindakannya sendiri.

Anak-anak akan lebih tergantung pada orang tuanya, tetapi

ketergantungan itu lambat laun akan semakin berkurang sesuai

dengan bertambahnya usia seseorang. Anak-anak usia muda merasa

belum mampu untuk melakukan sesuatu secara sendiri karena

kemampuan yang dimiliki masih terbatas. Sebaliknya, anak dengan

usia yang semakin dewasa merasa sudah mempunyai kemampuan

yang cukup, maka secara pelan-pelan akan dapat melakukan

semuanya secara sendiri. Anak semakin tua usia cenderung semakin

mandiri.

2) Jenis Kelamin

Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri

merupakan kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Perbedaan

sifat-sifat yang dimiliki oleh pria dan wanita disebabkan oleh

perbedaan pribadi individu yang diberikan pada anak pria dan

wanita. Perbedaan jasmani yang menyolok antara pria dan wanita

secara psikis menyebabkan orang beranggapan bahwa perbedaan

kemandirian antara pria dan wanita. Seorang anak perempuan

memiliki dorongan untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada

orang tua, tetapi dengan statusnya sebagai seorang perempuan,

maka dituntut untuk bersikap pasif, berbeda dengan anak lelaki yang

agresif dan ekspansif, akibatnya anak perempuan berada lebih lama

dalam ketergantungan daripada anak laki-laki.

3) Konsep diri

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

Konsep diri yang positif mendukung adanya perasaan yang

kompeten pada individu untuk menentukan langkah yang diambil.

Cara individu tersebut memandang dan menilai keseluruhan dirinya

atau menentukan kepibadian individualnya. Individu yang

memandang dan menilai dirinya mampu, cenderung memiliki

kemandirian dan sebaliknya individu yang memandang dan menilai

dirinya sendiri kurang atau cenderung tidak mampu, maka akan

menggantungkan dirinya pada orang lain. Kemampuan bertindak

dan mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain hanya dapat

dimiliki oleh orang yang mampu berpikir dengan seksama tentang

tindakannya.

b) Faktor Dari Luar

Faktor dari luar yang mempengaruhi kemandirian seseorang antara lain :

1) Pendidikan

Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang,

kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin besar, sehingga

orang akan lebih kreatif dan memiliki kemampuan. Dengan belajar

seseorang dapat mewujudkan dirinya sendiri, sehingga orang

memiliki keinginan sesuatu secara tepat tanpa tergantung dengan

orang lain. Menurut Thoha (1996) sistem pendidikan yang

diterapkan disekolah yang dalam prosesnya tidak dapat

mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan

indoktrinasi tanpa argumentasi juga akan menghambat

perkembangan kemandirian remaja sebagai siswa.

2) Keluarga

Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam

menciptakan dasar-dasar kepribadian seorang anak. Demikian juga

dalam pembentukan kemandirian anak berupa aktivitas pendidikan

dalam keluarga, kecenderungan dalam mendidika anak, cara

memberikan penilaian terhadap anak bahkan sampai pada cara

hidup orang tua. Keluarga berperan dalam penanaman nilai-nilai

pada diri seorang anak, termasuk niali kemandirian. Penanaman

nilai kemandirian tidak lepas dari peran orang tua dan cara asuh

orang tua ke anak. Apabila sejak kecil seorang anak sudah dilatih

mandiri, maka ketika harus keluar dari asuhan orang tua untuk

dapat mandiri, tidak akan mengalami kesulitan dalam hidup.

Pengaruh keluarga terhadap kemandirian anak terkait dengan

peranan orang tua. Dalam hal ini, ayah dan ibu mempunyai peran

nyata bahwa dari rasa kasih sayang dan rasa kuatirnya seorang ibu

tidak berani melepaskan anaknya untuk berdiri sendiri sehingga

menjadikan anak tersebut untuk selalu ditolong, selalau tergantung

kepada ibu karena selalu dimanjakan mengakibatkan tidak dapat

menyesuaikan diri dan perkembangan watak mengarah pada

keragu-raguan. Sikap ayah yang keras menjadikan anak kehilangan

rasa percaya diri sementara kemanjaan yang diberikan ayah

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

menjadikan anak kurang berani menghadapai masyarakat luas.

Pemanjaan yang berlebihan dan pengabaian sikap orang tua

terhadap anak mengakibatkan terhambatnya perkembanagan anak.

3) Interaksi sosial

Kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial

serta mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan

mendukung perilaku remaja yang bertanggung jawab, mempunyai

perasaan aman dan mampu menyelesaikan segala permasalahan

yang dihadapi dengan baik, tidak mudah menyerah, maka akan

mendukung untuk dapat berperilaku mandiri. Sistem kehidupan

masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hirarki struktur

sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang

menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif

dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja

atau siswa.

1.3.4. Aspek–aspek Kemandirian

Menurut Steinbergh (1999:289) dalam (adwintaactivity.blogspot.com)

mengemukakan tiga aspek kemandirian antara lain :

a) Kemandirian emosional (emotional autonomy)

Kemandirian emosional adalah seberapa besar individu tidak tergantung

kepada dukungan emosional orang lain, terutama orang tua dalam

mengelola dirinya sendiri. Memudarnya hubungan emosional anak dengan

orang tua pada masa remaja terjadi sangat cepat. Kecepatan memudarnya

hubungan itu terjadi seiring dengan semakin mandirinya remaja dalam

mengurus diri sendiri. Proses ini secara tidak langsung memberikan

peluang bagi remaja untuk mengembangkan kemandirian emosional. Proses

psikososial yang menuntut remaja untuk mengembangkan kemandirian

emosional antara lain:

1 Perubahan pengungkapan kasih sayang

2 Meningkatkan pendistribusian kewenangan dan tanggung jawab

3 Menurunnya interaksi verbal dan kesempatan bertemu dengan orang

tua

4 Semakin larutnya remaja dalam pola-pola hubungan antar teman

sebaya untuk menyelami hubungan kehidupan yang baru di luar

keluarga. Individu yang mampu memutuskan ikatan emosionalmya,

maka ia akan melakukan pemisahan diri dari keluarga (sparasi).

Keberhasilan dalam melakukan sparasi ini merupakan dasar bagi

pencapaian kemandirian terutama kemandirian yang bersifat

independency, sehingga ini menjadi awal untuk terbentuknya

kemandirian.

b) Kemandirian Perilaku (behavioural autonomy)

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

Kemandirian perilaku adalah kemampuan individu dalam menentukan dan

mengambil keputusan untuk pengelolaan dirinya. Ciri-ciri individu yang

mempunyai kemandirian dalam perilaku antara lain:

1. Memiliki kemampuanmengambil keputusan, yang ditandai oleh:

a. Menyadaru adanya resiko dari tingkah laku

b. Memilih alternatif pemecahan masalah yang didasarkan atas

pertimbangn diri sendiri dan orang lain

c. Bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambil.

2. Memiliki kekuatan terhadap penaruh pihak lain, yang ditandai oleh:

a. Tidak mudah terpengauh dalam situasi yang menuntut konformitas

b. Tidak mudah terpengaruh oleh tekanana teman sebaya dan orang

tua dalam mengambil keputusan

c. Memasuiki kelompok sosial tanpa tekanan.

3. Memiliki rasa percaya diri (self reliance), yang ditandai oleh:

a. Dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

b. Dapat memenuhi tanggung jawab

c. Dapat mengatasi sendiri masalahnya

d. Berani mengemukakan ide atau gagasan

c) Kemandirian nilai (values autonomy)

Kemandirian nilai adalah kemampuan individu untuk menolak tekanan atau

tuntutan dari orang lain yang berkaitan dengan keyakinan dalam bidang

nilai. Seorang individu memiliki seperangkat prinsip tentang benar dan

salah serta penting dan tidak penting dalam memandang sesuatu yang

dilihat dari sisi nilai. Terdapat tiga perubahan kemandirian nilai yang

terjadi pada masa remaja antara lain :

1. Keyakinan akan nilai-nilai semakin abstrak (abstrak belief)

Perilaku yang dapat terlihat dari semakin abstraknya keyakinan akan

nilai-nilai adalah mampu menimbang berbagai kemungkinan dalam

bidang nilai.

2. Keyakinan akan nilai-nilai yang semakin bersifat prinsip (principle

belief). Perilaku yang muncul antara lain:

a. Berpikir sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan

dalam bidang nilai

b. Bertindak sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggung

jawabkan dalam bidang nilai

3. Keyakinan akan nilai-nilai yang terbentuk dalam diri remaja bukan

hanya dalam sistem nilai yang diberikan oleh orang tua atau orang

dewasa lainnya tetapi lebih pada keyakinan yang dimilikinya sendiri

(independent belief). Perilaku yang muncul antara lain :

a. Individu memulai mengevaluasi kembali keyakinan dan nilai-nilai

yang diterimanya dari orang lain

b. Berfikir sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri

c. Bertingkah laku sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

1.4. Penelitian Relevan

1. Judul : Hubungan Antara Penggunaan Media Pembelajaran Dengan Kemandirian

Belajar Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga Angkatan Tahun 2008-2009

Semester II Tahun Ajaran 2011-2012.

Nama : Eviana Wicaksari.

Metode / Tujuan : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuantitatif.

Kesimpulan / Hasil saran : Arah hubungan positif, semakin tinggi penggunaan

media pembelajaran, semakin tinggi kemandirian, dan semakin rendah

penggunaan media pembelajaran, semakin rendah kemandirian belajar. Dengan

demikian H0 ditolak dan Ha diterima.

Hasil uji Korelasi Spearman dengan bantuan program SPSS release 16.0 for

windows diperoleh hasil r = 0,537 dan α = 0,002. Diketahui nilai z0 = 2,95 > za/2

= 1,96, sehingga H0 ditolak pada α = 0,05. terdapat

hubungan yang positif dan signifikan antara penggunaan media pembelajaran

dengan kemandirian belajar Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga angkatan

tahun 2008-2009 Semester II tahun ajaran 2011-2012.

2. Judul : Hubungan Antara Prestasi Belajar dan Kondisi Sosial Ekonomi Orang tua

Dengan Kesiapan Menjadi guru Profesional Di Kalangan Mahasiswa Pendidikan

Ekonomi FKIP UKSW Salatiga.

Nama : Selmi R.A Nggaji.

Metode / Tujuan : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuantitatif.

Kesimpulan / hasil saran : (1) Ada hubungan positif dan signifikan antara prestasi

belajar (X1) dengan kesiapan menjadi guru professional (Y) mahasiswa

Pendidikan Ekonomi FKIP UKSW Salatiga koefisisen korelasinya sebesar 0,483

(positif) pada kategori sedang dan a (0,05) (0,000 < 0,05) signifikan. (2) Ada

hubungan positif dan tidak signifikan antara kondisi sosial ekonomi orang tua

(X2) dengan kesiapan menjadi guru profesional (Y).

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

1.5. Kerangka Berpikir

Ada dua variabel yaitu:

Variabel Independen yang diberi notasi X1

Variabel Independen yang diberi notasi X2

Variabel Dependen yang diberi notasi Y

Maka model Hipotetis adalah sebagai berikut :

R

Keterangan:

X1 = Gaya Belajar

X2 = Kemandirian Belajar

Y = Kesiapan Menjadi Guru Profesional

R = Analisis Korelasi Ganda

= Menyatakan Hubungan Asosiatif

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian

1.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, kajian, teoritis, kerangka berpikir dan penelitian-

penelitian yang relevan di atas, dapat dikemukakan hipotesis penelitian sebagai jawaban

permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian pendahuluan, sebagai berikut:

1 Hipotesis Kerja 1

Ada hubungan positif signifikan antara Gaya Belajar dengan Kesiapan Menjadi

Guru Profesional Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP UKSW Salatiga.

Artinya semakin baik Gaya Belajar akan semakin baik juga Kesiapan Menjadi

Guru Profesional.

Hipotesis Statistik 1

X1

X2

Y

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 1.1. 1.1.1. - UKSW

Ho: ρX1.y = 0

Hi : ρX1.y > 0

2 Hipotesis Kerja 2

Ada hubungan positif signifikan antara Kemandirian Belajar dengan Kesiapan

Menjadi Guru Profesional Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP UKSW

Salatiga. Artinya semakin baik Kemandirian Belajar akan semakin baik juga

Kesiapan Menjadi Guru Profesional.

Hipotesis Statistik 2

Ho: ρX2.y = 0

Hi : ρX2.y > 0

3 Hipotesis Kerja 3

Ada hubungan positif dan signifikan antara Gaya Belajar dan Kemandirian

Belajar dengan Kesiapan Menjadi Guru Profesional Mahasiswa Pendidikan

Ekonomi FKIP UKSW Salatiga. Artinya semakin baik Gaya Belajar dan

Kemandirian Belajar akan semakin baik juga Kesiapan Menjadi Guru

Profesional.

Hipotesis Statistik 3

Ho: ρX1,X2.y = 0

Hi : ρX1,X2.y > 0