bab ii landasan teorilibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/tsa-2012-0104... · 2012-11-19 ·...

23
11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Potensi internet sebagai media pemasaran dan perdagangan telah banyak dibicarakan akhir-akhir ini, khususnya bagi para pemasar. Pembicaraan tersebut menghasilkan suatu pandangan mengenai e-commerce, khususnya perdagangan melalui internet, yang umumnya dikenal sebagai e-commerce, sebagai suatu bisnis dengan berbagai kemungkinan (Raghav Rao et al., 1998). Menurut pandangan ini, e-commerce menawarkan sejumlah karakteristik nilai tambah baru, misalnya disebutkan bahwa suatu saat e-commerce akan menggantikan cara melakukan bisnis konvensional secara k es eluruhan. Ramalan menunjukkan bahwa 20% dari seluruh pembelanjaan di supermarket selama dekade berikutnya akan dilakukan melalui saluran elektronik (Burke, 1997). Harga yang lebih murah juga dihasilkan melalui e-commerce, salah satu alasannya adalah misalnya penggunaan tempat yang lebih murah, yang dimungkinkan karena cara ini tidak memerlukan lokasi yang tersentralisasi. Selain itu penggunaan sejumlah perantara juga dapat diku- rangi (Peterson, 1997). Awalnya belanja melalui internet kurang diminati. Banyak alasan yang melatar belakangi yang membuat orang tidak tertarik untuk melakukan pembelian secara online diantaranya adalah faktor kepercayaan, dan keamanan.

Upload: others

Post on 03-Jan-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

11 

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Potensi internet sebagai media pemasaran dan perdagangan telah banyak

dibicarakan akhir-akhir ini, khususnya bagi para pemasar. Pembicaraan tersebut

menghasilkan suatu pandangan mengenai e-commerce, khususnya perdagangan

melalui internet, yang umumnya dikenal sebagai e-commerce, sebagai suatu bisnis

dengan berbagai kemungkinan (Raghav Rao et al., 1998). Menurut pandangan ini,

e-commerce menawarkan sejumlah karakteristik nilai tambah baru, misalnya

disebutkan bahwa suatu saat e-commerce akan menggantikan cara melakukan

bisnis konvensional secara keseluruhan. Ramalan menunjukkan bahwa 20% dari

seluruh pembelanjaan di supermarket selama dekade berikutnya akan dilakukan

melalui saluran elektronik (Burke, 1997). Harga yang lebih murah juga dihasilkan

melalui e-commerce, salah satu alasannya adalah misalnya penggunaan tempat

yang lebih murah, yang dimungkinkan karena cara ini tidak memerlukan lokasi

yang tersentralisasi. Selain itu penggunaan sejumlah perantara juga dapat diku-

rangi (Peterson, 1997). Awalnya belanja melalui internet kurang diminati. Banyak

alasan yang melatar belakangi yang membuat orang tidak tertarik untuk

melakukan pembelian secara online diantaranya adalah faktor kepercayaan, dan

keamanan.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

12 

 

Kontribusi penelitian ini terdapat pada pengaruh informational social

influence yang positif yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk

berbelanja online. Adanya kebutuhan untuk memasukkan faktor-faktor sosial,

seperti pengaruh sosial, dalam studi perilaku belanja online. lebih lanjut

menunjukkan bahwa pengaruh sosial secara signifikan mempengaruhi keyakinan,

sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

2011) . Penelitian ini menganalisis lebih lanjut mengenai hasil penelitian empiris

yang dari Lee et al (2011) yang menekankan peran moderasi dari pengaruh

informasi sosial yang positif antara keyakinan dan sikap, serta sikap dan

repurchase intention. Pesan positif dalam forum diskusi online memperkuat

kepercayaan konsumen yang sudah ada sebelumnya pada atribut yang relevan

dengan belanja online dan meningkatkan kepercayaan diri konsumen dalam

berbelanja

2.1.1 The Theory Planned Behavior

The theory planned behavior (TPB) (Azjen, 1985, 1991) merupakan

pengembangan dari the theory reasoned action (TRA) (Azjen and Fishbein, 1980).

Inti dari the theory planned behavior dan the theory reasoned action, adalah niat

individu untuk melakukan perilaku tertentu. Dalam the theory reasoned action

dan the theory palnned behavior, sikap terhadap perilaku dan norma subyektif

pada perilaku dinyatakan mempengaruhi niat, tapi the theory palnned behavior

memasukkan unsur kontrol perilaku yang dirasakan dalam mempengaruhi

perilaku sebagai faktor tambahan yang mempengaruhi niat konsumen untuk

bertransaksi secara online.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

13 

 

Gambar 2.1 Model The Theory Plane Behavior, Azjen 1975

Menurut the theory planned behavior, tindakan individu pada perilaku

tertentu ditentukan oleh niat individu tersebut untuk melakukan perilaku. Niat itu

sendiri dipengaruhi sikap terhadap perilaku, norma subyektif yang mempengaruhi

perilaku, dan kontrol keperilakuan yang dirasakan. Menurut Azjen (1985), sikap

terhadap perilaku merupakan evaluasi positif atau negatif dalam melakukan

perilaku. Sikap terhadap perilaku menunjukkan tingkatan seseorang mempunyai

evaluasi yang baik atau yang kurang baik tentang perilaku tertentu. Norma

subyektif menunjukkan tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak

melakukan tindakan, sedangkan kontrol keperilakuan yang dirasakan menun-

jukkan mudahnya atau sulitnya seseorang melakukan tindakan dan dianggap

sebagai cerminan pengalaman masa lalu disamping halangan atau hambatan yang

terantisipasi. The theory reasoned action juga telah digunakan pada banyak

penelitian tentang sistem informasi, kebanyakan digunakan sebagai dasar dalam

penelitian mengenai penerimaan pengguna dan model penerimaan teknologi

(TAM) (Davis, 1989).

Attitude toward behavior 

Percieved behavior Control 

Behavior IntentionSubjektif Norm 

Page 4: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

14 

 

2.1.2 Technology Acceptance Model ( TAM )

TAM diperkenalkan oleh Davis (1986), yang merupakan adaptasi

dari TRA (Theory of Reasoned Action) yang disesuaikan untuk memodelkan

penerimaan pengguna terhadap sistim informasi. Tujuan dari TAM adalah

untuk menyediakan penjelasan mengenai penerimaan komputer secara umum,

sehingga mampu menjelaskan perilaku pengguna meliputi cakupan dan populasi

yang luas. Idealnya satu model dapat membantu bukan hanya untuk memprediksi

akan tetapi juga menjelaskan, sehingga para peneliti dan praktisi dapat

mengidentifikasi mengapa sistim tertentu bisa tidak diterima dan mengejar

langkah-langkah perbaikan. Tujuan kunci dari TAM adalah untuk menyediakan

sebuah dasar untuk melacak dampak dari faktor-faktor luar terhadap keyakinan

intern, sikap, dan niat. TAM diformulasikan dalam sebuah usaha untuk

mencapai tujuan-tujuan ini dengan mengidentifikasi sejumlah kecil variabel

mendasar yang disarankan oleh penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan

penentu kognitif dan penentu afektif penerimaan komputer dan menggunakan

TRA sebagai teori latar belakang untuk memodelkan hubungan teoritikal

diantara variabel-variabel ini. Beberapa adaptasi terhadap dasar pendekatan TRA

dibuat, didukung oleh teori dan bukti-bukti yang tersedia, berdasarkan tujuan

untuk TAM

TAM berpendapat bahwa dua keyakinan tertentu, perasaan manfaat

(Perceived Usefulness) dan kemudahan penggunaan (Ease Of Use) adalah

relevansi utama untuk perilaku penerimaan komputer.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

15 

 

Gambar 2.2 Technology Acceptance Model

Perasaan manfaat (U) didefinisikan sebagai kemungkinan pandangan pengguna

bahwa menggunakan sistim aplikasi khusus akan meningkatkan kinerja dia

dalam konteks organisasinya. Kemudahan penggunaan (EOU) mengacu pada

derajat dimana pengguna prospektif mengharapkan target sistim yang akan

digunakan bebas upaya / masalah. Sebagaimana akan dibahas lebih

lanjut, beberapa penelitian telah menemukan variabel yang sama dan bisa

dikaitkan dengan sikap dan penggunaan. Selain itu, analisis faktor

menyarankan bahwa U dan EOU secara statistic berada di dimensi yang

berbeda (Swanson, 1974).

Menurut penelitian, telah ditemukan kaitan antara sikap

pengguna terhadap penerimaan akan teknologi baru. (Venkatesh & Davis,

1996). Dan para peneliti telah mencoba untuk menemukan faktor yang

mempengaruhi penerimaan individual terhadap teknologi informasi (IT)

dengan tujuan untuk meningkatkan pengguannya. TAM adalah salah model

yang paling banyak digunakan dalam penelitian dalam penerimaan teknologi

informasi (Gahtani, 2001) dan telah dibuktikan mampu untuk menjelaskan

keinginan dan sikap terhadap sistim informasi dibandingan dengan teori

Page 6: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

16 

 

penerimaan teknologi lainnya seperti TRA (Theory of Reasoned Action)

dan TPB (Theory of Planned Behaviour) (Mathieson, 1991).

Pada penelitian mengenai pengukuran penerapan ERP di perusahaan

(Gyampah & Salam, 2003), TAM digunakan karena merupakan model

penerapan teknologi yang sudah cukup mapan dibandingkan dengan model

penerapan teknologi yang lain.

Contoh yang lebih detail mengenai penggunaan TAM dalam mengukur

bagaimana penerimaan sebuah teknologi dijelaskan pada gambar dibawah ini

(Al- Somali, Gholami, & Clegg, 2009) :

Gambar 2.3. Extended Technology Acceptance Model

Pada gambar, terdapat beberapa faktor yang diduga mempengaruhi Perceived

Ease of Use ( PEOU), Perceived Usefulness (PU) dan Attitude Toward Use

(ATT), sehingga faktor ini yang menjadi sasaran untuk meningkatkan

penerimaan terhadap teknologi.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

17 

 

2.1.3 Perceived Value

Menurut Wooduff (1997), konsep perceived value dapat berbeda

keadaannya tergantung pemikiran customer tentang value. Pada penelitian ini,

customer dapat mempertimbangkan value di waktu yang berbeda, seperti saat

keputusan pembelian atau saat sebelum/sesudah menggunakan suatu produk. Lalu

digambarkan juga, customer dapat berimajinasi mengenai apa yang mereka

inginkan (nilai yang dikehendaki). Customer belajar untuk berpikir tentang value

dalam bentuk pilihan dan kinerja yang dikehendaki, konsekuensi atau resiko dari

penggunaan produk dalam sebuah situasi dan pendapat mereka atau perasaan

tentang experience value (nilai pengalaman) dalam menggunakan sebuah produk

(nilai yang diterima).

Menurut Kotler (2008), nilai yang dipikirkan pelanggan (perceived value)

adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat serta semua

biaya tawaran tertentu dan alternatif-alternatif lain yang dipikirkan. Nilai

pelanggan total (total customer value) adalah nilai moneter yang dipikirkan atas

sekumpulan manfaat ekonomis, fungsional, dan psikologis, yang diharapkan oleh

pelanggan atas tawaran pasar tertentu. Sedangkan biaya pelanggan total (total

customer cost) adalah sekumpulan biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk

mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan, dan membuang tawaran pasar

tertentu, termasuk biaya moneter, waktu, energi, dan psikis. Proses evaluasi

tersebut melibatkan suatu pertukaran antara apa yang diterima untuk konsumen

(yaitu customer total value, product value, service value, employees value dan

image value) dan apa yang telah dikorbankan (yaitu customer total cost, monetary

Page 8: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

18 

 

cost dan non-monetary cost yang mencakup biaya waktu, biaya energi dan biaya

mental).

Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, memperoleh value yang tinggi

adalah tujuan dasar dan titik tumpuan untuk segala transaksi jual beli (Hollbrook,

1994 pada Patterson, 1997). Untuk itu, penting bagi para manajer jasa untuk

memahami keinginan konsumen serta memberikan pelayanan jasa yang

berkualitas sehingga jasa yang diberikan dapat menghasilkan value yang positif.

Menurut Vargo dan Lusch’s (2004), nilai (value) yang digunakan adalah

evaluasi dari suatu pengalaman pelayanan, yaitu penilaian dari individu atau

konsumen dari seluruh total fungsional dan hasil pengalamam emosional. Value

tidak dapat ditetapkan dari operator selular, tetapi value merupakan definisi atau

persepsi dari konsumen pengguna layanan.

Zeithaml (1988) telah menyelidiki konsep mengenai value, dan

mengemukakan empat definisi konsumen mengenai product value, yaitu: 1).

Value berarti produk yang memiliki harga rendah, 2). Value berarti apapun yang

konsumen inginkan ada di dalam produk, 3). Value berarti kualitas yang

konsumen dapat dari harga yang mereka bayar, 4). Value berarti apa yang

konsumen dapat dari apa yang telah mereka berikan. Jadi, perceived value dapat

didefinisikan sebagai penilaian konsumen secara keseluruhan terhadap kegunaan

suatu produk, berdasarkan persepsi atas apa yang telah dirasakan dan apa yang

telah konsumen berikan (Caruana and Fenech, 2005).

Menurut Sheth et al. (1991) dalam Cheng et al. (2009), consumption value

didefinisikan sebagai faktor yang menjelaskan atau menyatakan alasan konsumen

dalam memilih suatu produk atau jasa dan menggunakannya. Lima kategori

Page 9: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

19 

 

consumption value: functional, social, emotional, epistemic, dan conditional value

yang mempengaruhi customer choice behavior (perilaku pilihan konsumen).

Namun dalam penelitian ini conditional value tidak digunakan, karena dianggap

sudah mewakili teori atau kasus keempat nilai lainnya. Sweeney dan Soutar

(2001) mengembangkan model perceived value untuk memahami persepsi

konsumen dengan lebih baik mengenai nilai yang dirasakan atas barang dan jasa

yang dibeli melalui empat dimensi, yaitu:

1. Customer Perceived Sacrifices (pengorbanan yang dirasakan) mengacu

pada hasil yang diperoleh dari barang atau jasa yang dikonsumsi dalam

kaitannya dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan.

2. Emotional Value (Nilai Emosional)

Nilai yang mengacu pada kegunaan yang diperoleh dari perusahaan yang

menghasilkan produk atau jasa tersebut dan melibatkan hal-hal yang

terkait dengan tingkatan emosi yang dirasakan secara langsung, seperti

timbulnya perasaan senang dan bahagia selama mengkonsumsi barang

atau jasa tersebut.

3. Functional Value ( Nilai Fungsional)

Nilai yang mengacu pada kegunaan yang diperoleh dari kualitas yang

dirasakan dan kinerja yang diharapkan dari produk atau jasa.

4. Social Value (Nilai Sosial)

Nilai yang mengacu pada kegunaan social yang diperoleh dari produk atau

jasa, misalnya adanya persepsi dan kesan yang baik yang ditimbulkan dari

penggunaan barang atau jasa tersebut serta keberadaan perusahaan

penghasil barang atau jasa tersebut diakui secara baik oleh masyarakat.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

20 

 

Pada akhirnya sampailah pada satu kesimpulan, nilai yang dipikirkan atau

dirasakan oleh konsumen diperoleh dari pemikiran konsumen apakah yang

diberikannya sesuai dengan apa yang telah diterimanya. Persepsi nilai dari

masing-masing konsumen berbeda-beda, karena masing-masing konsumen

mempunyai harapan atau keinginan yang berbeda-beda dari suatu produk.

2.1.4 Perceived usefulness

Perceived usefulness merupakan salah satu faktor dari Technology

Acceptance Model (TAM). TAM dikembangkan berdasarkan pada Theory of

Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein (1980;

Fishbein dan Ajzen, 1975). Theory of Reasoned Action (TRA) merupakan model

yang sangat berpengaruh di bidang psikologi sosial mengasumsikan bahwa

pembentukan behavioral intention (yang menentukan terjadinya perilaku nyata)

dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma-norma subyektif. Sikap

terhadap perilaku mengacu pada kepercayaan bahwa suatu perilaku membawa

pada suatu hasil tertentu. Contohnya, memakai telepon genggam bisa membuat

seseorang mudah berkomunikasi dengan orang lain. Norma subyektif

menggambarkan kepercayaan individu akan opini orang lain ataupun pengaruh

orang lain yang mendorong untuk melakukan suatu perilaku.

Perceived usefulness pada model Technology Acceptance Model (TAM)

merujuk pada kesadaran dan pandangan subjektif individu terhadap manfaat yang

didapatkan dengan menggunakan sebuah teknologi baru. Dengan demikian,

perceived usefulness didefinisikan sebagai derajat keyakinan individu bahwa

penggunaan teknologi baru akan meningkatkan produktivitas, performa, tingkat

efektivitas kerja (Davis, 1989).

Page 11: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

21 

 

2.1.5 Perceived ease of Use

Perceived ease of use merupakan salah satu faktor dari Theory Acceptance

Model (TAM). Theory Acceptance Model (TAM) dikembangkan berdasarkan

pada Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh oleh Ajzen dan

Fishbein (1980; Fishbein dan Ajzen, 1975). Theory of Reasoned Action (TRA)

yang merupakan model yang sangat berpengaruh di bidang psikologi sosial

mengasumsikan bahwa pembentukan behavioral intention (yang menentukan

terjadinya perilaku nyata) dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku dan norma-

norma subyektif. Sikap terhadap perilaku mengacu pada kepercayaan bahwa suatu

perilaku membawa pada suatu outcome tertentu. Contohnya, memakai handphone

bisa membuat seseorang mudah berkomunikasi dengan orang lain. Norma

subyektif menggambarkan kepercayaan individu akan opini orang lain ataupun

pengaruh orang lain yang mendorong untuk melakukan suatu perilaku.

Penyederhanaan yang dilakukan membuat model Theory Acceptance

Model (TAM) yang dihasilkan menjadi sangat umum dan terbatas kemampuannya

dalam menjelaskan pendapat dan perilaku terhadap suatu sistem informasi atau

teknologi baru (Davis, Bagozzi, Warshaw., 1989). Lebih dari itu, model ini

kurang bermanfaat dalam konteks penerimaan terhadap teknologi dalam

masyarakat luas, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi lebih banyak dan lebih

kompleks.

2.1.6 Trust

Lau dan Lee (1999) mendefinisikan kepercayaan sebagai kesediaan

individu untuk menggantungkan dirinya pada pihak lain dengan resiko tertentu.

Kesediaan ini mencul karena adanya pemahaman individu tentang pihak lain yang

Page 12: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

22 

 

didasarkan pada masa lalunya, adanya harapan piha lain akan memberikan

sumbangan yang positif (walaupun ada juga kemungkinan pihak lain memberikan

sumbangan yang negatif). Literatur kepercayaan di identifikasi dari berbagai

dimensi. Dari dimensi ini rasa kejujuran (kredibilitas) mengindikasikan kepastian

konsumen dalam bisnis, ketulusan, kenyataan, dan janji (Gundlach dan Murphy,

1993). Gefen (2002) mendefinisikan kepercayaan sebagai kesediaan untuk

membuat dirinya peka kedalam tindakan yang diambil oleh pihak yang dipercaya

yang didasarkan pada keyakinan. Kepercayaan suatu multidimensi yang kompleks

dan spesifik (McKnight dan Chervany, 2002). Sebagai tambahan manfaat untuk

bisnis secara umum, kepercayaan telah ditunjukan untuk mempunyai arti penting.

Sebagai contoh kepercayaan adalah stau faktor kritis dalam stimulant transaksi

secara online.

Kepercayaan muncul hanya ketika mereka yang terlibat “dipastikan oleh

pihak lainnya, mau dan bisa memberikan kewajibannya". Banyak konsumen tidak

cukup mempercayai situs yang ada, untuk memberikan informasi pribadi mereka,

dalam rangka melakukan transaksi (Hoffman et al., 1999). Kepercayaan telah

digambarkan sebagai suatu tindakan kognitif (misalnya, bentuk pendapat atau

prediksi bahwa sesuatu akan terjadi atau orang akan berperilaku dalam cara

tertentu), afektif (misalnya masalah perasaan) atau konatif (misalnya masalah

pilihan atau keinginan). Mereka yang setuju bahwa termasuk kognifit, tidak setuju

jika kepercayaan adalah perhitungan rasional berbasis bukti yang tersedia, atau

praktek/perilaku di luar alasan bersama-sama (Alpern, 1997). Banyak definisi

yang ternyata tidak akurat. Kepercayaan jelas tidak hanya kepercayaan dimana

suatu pihak memiliki keyakinan (walaupun setiap kepercayaan mungkin memiliki

Page 13: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

23 

 

elemen kepercayaan seperti halnya kecenderungan orang untuk menempatkan

tingkat keyakinan yang tinggi pada kepercayaannya).

2.1.7 Niat Bertransaksi secara online

E-commerce di dalam penelitian ini digambarkan sebagai hubungan

pertukaran secara online antar konsumen dan toko online, atau web vendor.

Penelitian ini mempertimbangkan niat untuk bertransaksi secara online, yaitu

membeli barang atau jasa secara online, demikian memanfaatkan Business ke

Consumer (B2C) model e-commerce.

Satu hal penting dalam penelitian sistem informasi bagaimana dan

mengapa individu menerima dan mengadopsi teknologi informasi baru (Agarwal

dan Karahanna 2000). Pada tingkatan individu, pemakaian informasi teknologi

dipelajari dengan meneliti peran niat sebagai peramal perilaku (Liu et al. 2004;

Malhotra et al., 2004). Penelitian ini fokus pada faktor penentu niat seperti sikap,

dan pengaruh sosial. Penelitian ini didasarkan pada model psikologi sosial seperti,

the theory reasoned action (Ajzen dan Fishbein 1980) dan the theory planned

behavior (Ajzen 1985; Ajzen 1991). Niat, sebagai faktor penentu perilaku telah

ditetapkan di dalam acuan sistem informasi dan disiplin lain (Ajzen 1991; Taylor

dan Todd 1995). Menurut the theory reasoned action, niat meramalkan perilaku.

Niat dibentuk oleh sikap dan norma subjektif, yang pada gilirannya adalah

membentuk kepercayaan. The theory reasoned action berdasarkan model untuk

meramalkan aktivitas perilaku yang di bawah kendali volitional. Volitional

mengendalikan alat-alat yang digunakan secara penuh mampu mengendalikan

capaian dari suatu aktivitas. Dalam hal nonvolitional mengendalikan aktivitas, the

theory reasoned action cocok karena mempunyai komponen tambahan dari

Page 14: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

24 

 

kendali tingkah laku dirasa sebagai faktor penentu niat. Model penerimaan

teknologi (TAM) suatu adaptasi theory reasoned action menjadi populer di antara

peneliti sistem inormasi untuk menentukan antecedent pemakaian sistem melalui

kepercayaan tentang dua faktor: penggunaan, dan kemudahan suatu sistem

informasi (Davis 1989). Awal Penelitian adopsi E-Commerce secara luas

menggunakan technology acceptance model (Gefen et al. 2003; Liu et al. 2004;

dan Malhotra et al. 2004).

2.1.8 Konsep Repurchase Behavior

Hawkins (2004) berpendapat bahwa pelanggan yang melakukan pembelian

ulang berlanjut untuk terus membeli merek yang sama walaupun mereka tidak

memiliki keterikatan emosi terhadap merek tersebut. Lebih lanjut, Hawkins

(2004) mengungkapkan bahwa pelanggan yang melakukan pembelian ulang

memang diinginkan, hanya saja pelanggan yang melakukan pembelian ulang

tersebut rawan terhadap tindakan kompetitor. Hal ini dikarenakan mereka

membeli merek tertentu hanya dikarenakan suatu kebiasaan atau karena merek

tersedia di toko tempat mereka membeli. Pelanggan seperti ini tidak memiliki

komitmen terhadap merek. Mereka bukan pelanggan yang loyal terhadap merek.

Dengan kata lain, seperti yang dikemukakan Mowen dan Minor (1998), perilaku

pembelian ulang berarti konsumen hanya membeli barang secara berulang tanpa

ada perasaan tertentu terhadap barang tersebut. Akan tetapi, Aaker (1991)

berpendapat bahwa para pemasar perlu mengetahui tingkat pembelian ulang para

pelanggannya yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk

menentukan loyalitas.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

25 

 

2.1.9 Konsep Repuchase Intention

Menurut Hume et al (2006) definisi niat pembelian ulang (repurchase

intention) adalah keputusan konsumen untuk terlibat dalam aktivitas di masa

depan dengan seorang penyedia jasa dan bentuk aktivitas tersebut di masa depan.

Lebih lanjut, Hume dkk (2006) berpendapat bahwa niat pembelian ulang

merupakan hasil dari sikap (attitude) konsumen terhadap performa jasa yang

dikonsumsinya. Dari penelitian Hume dkk (2006) diketahui pada konsumen yang

memiliki kebutuhan yang kuat terhadap kebutuhan emosional terhadap suatu jasa,

maka kebutuhan emosionalnya tersebut akan menjadi kunci pendorong terhadap

pembelian ulang dan frekuensinya melakukan pembelian ulang. Hume dkk (2006)

berdasarkan penelitiannya menyatakan bahwa kunci pendorong dari pembelian

ulang konsumen adalah kepuasan dan persepsi konsumen terhadap nilai-nilai

(values).

2.2 Internet

Menurut sejarah keberadaan internet pertama kali berasal dari ARPA

(United States Department of Defense Advanced Research Projects Agency) pada

tahun 1963 yang merupakan jaringan eksperimen milik pemerintah Amerika

Serikat berbasis komunikasi data paket. Jaringan ini dinamakan ARPANET

dengan tujuan diciptakan untuk menhubungkan para periset ke pusat-pusat

komputer di departemen tersebut sehingga mereka dapat bersama-sama

memanfaatkan sarana komputer seperti disk space, data base, serta fungsi lainnya.

Dengan terus berkembangnya zaman dan teknologi, jaringan yang tadinya dikenal

Page 16: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

26 

 

dengan nama ARPANET berganti menjadi Interconnection Networking atau yang

biasa kita sebut dengan Internet.

Internet merupakan sebuah jaringan komputer yang terdiri dari berbagai

macam jaringan komputer yang terdapat di seluruh dunia yang menghubungkan

jaringan yang satu dengan jaringan lainnya dan komputer yang satu dengan

komputer lainnya (Hornby, 2000, pp.680). Internet saat ini merupakan

sumberdaya informasi terbesar di dunia yang berisikan berbagai macam bentuk

terobosan dalam komunikasi, interaksi sampai berbisnis sehingga secara langsung

perkembangan internet telah mempengaruhi perkembangan ekonomi saat ini.

Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan konvensional

atau tatap muka, kini sangat mudah dan sering dilakukan secara online melalui

internet. Transaksi jual beli yang dilakukan secara online ini disebut e-commerce.

2.2.1 Website

Website adalah kumpulan file World Wide Web (WWW) yang merupakan

kumpulan situs-situs internet secara global yang terdapat pada halaman utama

suatu web browser. Sederhananya adalah website merupakan kumpulan halaman

informasi yang disediakan melalui jalur internet sehingga bisa diakses di seluruh

dunia selama kita terkoneksi dengan jaringan internet. Komponen dari website ini

terdiri dari gambar-gambar, teks, animasi ataupun suara-suara yang biasanya

dikemas secara menarik yang bertujuan untuk menarik perhatian para pengguna

internet agar mengunjungi situs tersebut. Pada dasarnya situs internet berfungsi

sebagai media untuk menyampaikan suatu informasi baik berupa berita, ekspresi

kreatifitas, maupun info-info komersil. Penggunaan situs internet sebagai media

Page 17: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

27 

 

promosi suatu produk barang/jasa menjadi pilihan yang sangat baik saat ini yang

dimana perkembangan teknologi informasi terus meningkat setiap tahunnya.

2.2.2 Teknologi Web

Teknologi web diawali dengan web 1.0 merupakan teknologi yang pertama

kali digunakan pada aplikasi World Wide Web. Pada awalnya teknologi ini hanya

berupa web statis menggunakan Hyper Text Markup Language (HTML) yang

bersifat kaku, satu arah dan tidak interaktif yang sangat berbeda dengan berbagai

web yang sedang berkembang saat ini.

Teknologi web yang kita rasakan saat ini adalah teknologi web 2.0 yang

dimana merupakan generasi ke-2 dari generasi web sebelumnya. Dalam Maness

(2008) istilah web 2.0 pertama kali dicetuskan dan diperkenalkan oleh Tim

O’Reilly dan Dale Dougherty pada tahun 2004 untuk menggambarkan model tend

dan bisnis yang bertahan dari kehancuran pasar sektor teknologi pada masa tahun

1990an. Sedangkan Fountain dan Constantinides (2008) mendefinisikan web 2.0

kepada sekumpulan aplikasi open-source, interaktif dan aplikasi usercontrolled

online yang memperluas pengalaman, pengetahuan dan kekuatan pasar dari para

pengguna sebagai peserta dalam proses bisnis dan sosial. Pada intinya teknologi

web 2.0 membuat kita sebagai user dapat berinteraksi dengan apa yang sedang

kita kerjakan didalam browser secara langsung dan dapat disampaikan secara

realtime kepada pengguna lainnya. Beberapa contoh website yang menggunakan

teknologi web 2.0 saat ini seperti, Youtube, Wikipedia, Facebook, Myspace,

Scribd, dan Twitter.

Teknologi web yang selanjutnya akan kita masuki adalah teknologi web

3.0 yang biasa disebut juga dengan web semantic. Web semantic adalah

Page 18: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

28 

 

sekelompok metode dan teknologi yang memungkinkan mesin untuk mengerti

makna (semantic) informasi pada world wide web. Konsep ini pertama kali

ditemukan oleh Tim Barners-Lee sang penemu World Wide Web pada tahun 2001.

Saat itu Tim Barners-Lee menggambarkan web 3.0 sebagai mesin yang dapat

memiliki kemampuan membaca web sama seperti layaknya yang dilakukan

manusia saat ini. Walaupun masih belum sepenuhnya terealisasi, web 3.0 telah

memiliki beberapa standar operasional untuk bisa menjalankan fungsinya dalam

menampung metadata seperti Resource Description Framework (RDF) dan Web

Ontology Language (OWL).

2.3 E-commerce

2.3.1 Definisi E-commerce

E-commerce merupakan konsep dagang berupa prosedur dan mekanisme

jual-beli yang terdapat pada internet. Menurut definisinya, e-commerce

merupakan suatu konsep yang menjelaskan proses pembelian, penjualan dan

pertukaran produk, servis dan informasi melalui jaringan komputer yaitu internet

(Turban, 2002). Menurut Kalakota, dalam Handojo (2009) e-commerce dapat

dilihat dari 4 macam sudut pandang, antar lain :

1. Sudut pandang komunikasi, e-commerce merupakan pengiriman barang,

servis, informasi atau pembayaran melalui jaringan komputer.

2. Sudut pandang bisnis proses, e-commerce merupakan aplikasi teknologi

yang dapat melakukan transaksi bisnis dan arus kerja yang otomatis.

3. Sudut pandang servis, e-commerce merupakan peralatan yang dapat

memenuhi keinginan perusahaan, pelanggan dan manajemen untuk

Page 19: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

29 

 

memotong biaya servis selama pengembangan kualitas barang dan

peningkatan kecepatan layanan pengiriman.

4. Sudut pandang online, e-commerce menyediakan kemampuan untuk

memebeli dan menjual produk dan informasi melalui internet dan layanan

online lainnya.

Selain itu Turban dan King (2002, menyebutkan terdapat dua sudut pandang lain

yang dapat digunakan untuk mendefinisikan e-commerce, yaitu :

1. Sudut pandang kolaborasi, e-commerce sebagai fasilitator yang digunakan

untuk memungkinkan terlaksananya proses kolaborasi pada suatu

organisasi baik antar organisasi maupun inter organisasi.

2. Sudut pandang komunitas, e-commerce merupakan tempat berkumpul bagi

anggota suatu komunitas untuk saling belajar, berinteraksi, bertransaksi

dan berkolaborasi.

2.3.2 Klasifikasi E-commerce

E-commerce dapat diklasifikasikan kedalam beberapa aspek. Tetapi

menurut Handojo, Yulia dan Gunadi (20009), secara umum e-commerce dapat

diklasifikasikan kedalam tiga tipe, antara lain :

• B2C (Business to Customer), dalam tipe ini transaksi online

berhubungan langsung antara pelaku bisnis dengan pelanggan secara

individual, contoh : pesanan buku online, pembelian tiket pesawat

terbang.

• B2C (Business to Business), dalam tipe ini bisnis membuat transaksi

online dengan bisnis lainnya., contoh : layanan online, pembelian

bahan bakar.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

30 

 

• B2E (Business to Employee), dalam tipe ini informasi dan servis

dibuat secara online untuk para pekerja, contoh : pelatihan online dan

perbankan online.

2.3.3. Belanja Online

Belanja online atau belanja daring pertama kali dilakukan di Inggris pada

tahun 1979 oleh Michael Aldrich dari Redifon Computers. Aldrich

menyambungkan televisi berwarna saat itu dengan komputer yang mampu

memproses transaksi secara realtime melalui sarana kabel telepon. Mulai saat itu

Aldrich menjual sistem belanja daring yang ia temukan ke seluruh penjuru

Inggris. Dalam jangka waktu setahun belanja daring secara luas digunakan di

Inggris dan beberapa negara di Eropa seperti Perancis.

Pada awal tahun 1990-an, belanja daring mulai dikenal di dunia, berberapa

pelopor dalam internet shopping saat itu seperti Books.com, Amazon.com serta

Pizza Hut mulai memanfaatkan internet sebagai media untuk berjualan. Dimana

saat itu para pelanggan mulai dapat melakukan pilihan terhadap barang,

pemesanan sampai pembayaran dapat dilakukan secara online. Pada tahun-tahun

berikutnya sistem belanja daring memiliki beberapa peningkatan terutama pada

sistem keamanannya yang dimana pembobolan dan pencurian digital semakin

marak. Pada tahun 1996, eBay mulai lahir dan sampai saat ini telah berkembang

menjadi salah satu situs transaksi online terbesar di dunia.

Untuk awal masuknya di Indonesia, belanja daring tidak memiliki catatan

historis yang pasti, tetapi saat ini perkembangan belanja daring mulai terasa

disekitar kita. Berbagai pemanfaatan media di dunia maya menjadikan Indonesia

Page 21: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

31 

 

sebagai marketplace online yang patut diperhitungkan di mata dunia terutama

untuk kawasa Asia Tenggara.

Dari berbagai sejarah dan perkembangan belanja online, dapat kita tarik

sekimpulan bahwa belanja daring merupakan suatu bentuk perdagangan

elektronik yang dimana tempat bertemunya penjual dan calon pembeli terdapat

dalam media internet.

2.3.4 Social commerce

Social commerce merupakan fenomena baru dalam dunia e-commerce.

Dulu pada saat pertama kali muncul peran sosial media merupakan tempat untuk

berinteraksi antar sesama pengguna internet. Tetapi kali ini peran sosial media

dapat dimanfaatkan sebagai tempat berdagang secara online. Peleburan antara

sosial media ini dengan e-commerce disebut social commerce. Menurut Paul

Marsden (2010), social commerce merupakan gabungan dari social media dan e-

commerce yang lebih kepada kegiatan e-commerce yang menggunakan peran

sosial media, media online yang mendukung interaksi sosial dan kontribusi

pengguna untuk meningkatkan pengalaman berbelanja online.

Gambar 2.4. Diagram Pengertian Social commerce

Page 22: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

32 

 

Sederhananya konsep social commerce mengadaptasi dari konsep word of

mouth yang telah diaplikasikan kedalam e-commerce. Pelanggan saat ini mencari

cara untuk memanfaatkan keahlian masing-asing, memahami apa yang mereka

beli, dan membuat lebih banyak menerima informasi yang akurat untuk keputusan

pembelian. Sebagaimana penggunaan internet yang telah berkembang, pembeli

telah meningkatkan ekspektasi mereka dari pengalaman interaksi ritel ( Dennison,

Bourdage-Braun, Chetuparambil, 2009). Karena itu, para pembeli saat ini mencari

keterbukaan dari para penjual. Memberikan kesempatan untuk berbagi

pengalaman, wawasan, pikiran dan opini untuk memastikan bahwa penjual

menampilkan lebih pada pengalaman sosial dan menambah kredibilitas yang

signifikan untuk website tersebut.

Menurut DR. Paul Marsden (2010), terdapat 6 dimensi dari social

commerce, yaitu :

1. Social Shopping

Sosial shopping tools memberikan kemudahan bagi orang-orang untuk

membagi/menyebarkan tindakan mereka untuk berbelanja online bersama

(synchronous shopping).

2. Ratings & Reviews

Merupakan alat social commerce sesungguhnya, rating dan review

memberikan kemudahan bagi orang-orang untuk saling bertukar informasi

produk serta memberikan informasi kepada orang lain dengan pandangan

dan pengalaman kita terhadap produk tersebut.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/TSA-2012-0104... · 2012-11-19 · sikap, dan repurchase intention dari individu untuk berbelanja online (Lee et al,

33 

 

3. Recommendation & Referrals

Berbeda dengan rating dan review yang disajikan untuk semua, dari segi

kebaikan suatu produk ataupun kekurangannya, recommendation dan

refferal lebih kepada mengarahkan orang lain dengan nilai positif baik

pengalaman berbelanja maupun produk tersebut sehingga orang dapat

menilai ukuran keuntungan dari berbelanja online.

4. Forum & Communities

Merupakan pioneer dari sosial media, forum sangatlah populer, berguna

dan efektif. Forum terkair dengan e-commerce platform membantu

menelusuri produk, pemilihan dan rujukan dengan menyediakan

lingkungan yang moderat pada berbagai kategori yang ada.

5. SMO (Social Media Optimization)

Toolset yang dirancang dalam konteks social commerce untuk menarik

pengunjung ke tujuan e-commerce dengan mempromosikan dan

mempublikasikan tujuan dan kontennya melalui sosial media.

6. Social Ads & Apps

Paid-for ads pada platform sosial media atau berupa aplikasi promosi atau

widget yang terdapat pada sosial media tersebut. dalam hal social

commerce mengarahkan orang-orang kepada e-commerce