bab ii kerangka teori a. konsep etika bisnis islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/bab 2.pdfetis...

26
BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1. Pengertian Etika Bisnis Islam Etika dalam konteks Islam, didasarkan atau dihubungkan dengan etika-etika dalam al- Qur’an yang disebut dengan ”khuluq.” Al-Qur’an juga menggunakan beberapa istilah lainnya untuk mendefinisikan etika, yaitu khair (kebaikan), birr (kebajikan),’adl (keseimbangan dan kebijaksanaan), ¸ haqq (kebenaran dan hak), ma’r uˉf (dikenal dan baik), taqwā (ketakwaan). Selanjutnya perbuatan sholeh (baik) dikenal dengan istilah, şālihāt dan perbuatan jelek dikenal dengan sayyi’āt. 1 Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis (al hikmah al amaliyah) bersama politik dan ekonomi. Berbicara tentang bagaimana seharusnya etika vs moral. Moral = nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia (praktiknya akhlāk), etika = ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk (ilmunya adalah ilmu al- akhlāk). Subtansi utama penyelidikan tentang etika dalam Islam antara lain (1) hakikat benar (birr) dan salah; (2) masalah free will dan hubungannya dengan kemahakuasaan Tuhan dan tanggung jawab manusia; dan (3) keadilan Tuhan dan realitas keadilan-Nya di hari kemudian. Adapun dalam kaitan dengan penggunaan istilah, di Indonesia studi tentang masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan dengan kebiasaan umum dalam istilah bahasa Inggris yaitu “business ethics”. Variasi lain adalah “etika ekonomis” atau etika ekonomi”. Selain itu ditemukan juga nama management 1 Rafik Issa, Islamic Training Foundation, Jurnal yang disampaikan oleh Rafik Issa Bekuun dalam tanggal 1 November 2006. 23

Upload: nguyennhan

Post on 14-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Konsep Etika Bisnis Islam

1. Pengertian Etika Bisnis Islam

Etika dalam konteks Islam, didasarkan atau dihubungkan dengan etika-etika dalam al-

Qur’an yang disebut dengan ”khuluq.” Al-Qur’an juga menggunakan beberapa istilah

lainnya untuk mendefinisikan etika, yaitu khair (kebaikan), birr (kebajikan),’adl

(keseimbangan dan kebijaksanaan), ¸haqq (kebenaran dan hak), ma’r uˉf (dikenal dan baik),

taqwā (ketakwaan). Selanjutnya perbuatan sholeh (baik) dikenal dengan istilah, şālihāt dan

perbuatan jelek dikenal dengan sayyi’āt.1

Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis (al hikmah al

amaliyah) bersama politik dan ekonomi. Berbicara tentang bagaimana seharusnya etika vs

moral. Moral = nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia (praktiknya akhlāk), etika

= ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk (ilmunya adalah ilmu al- akhlāk).

Subtansi utama penyelidikan tentang etika dalam Islam antara lain (1) hakikat benar

(birr) dan salah; (2) masalah free will dan hubungannya dengan kemahakuasaan Tuhan dan

tanggung jawab manusia; dan (3) keadilan Tuhan dan realitas keadilan-Nya di hari kemudian.

Adapun dalam kaitan dengan penggunaan istilah, di Indonesia studi tentang masalah

etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

dengan kebiasaan umum dalam istilah bahasa Inggris yaitu “business ethics”. Variasi lain

adalah “etika ekonomis” atau etika ekonomi”. Selain itu ditemukan juga nama management

1 Rafik Issa, Islamic Training Foundation, Jurnal yang disampaikan oleh Rafik Issa Bekuun dalam tanggal 1

November 2006.

23

Page 2: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

ethics atau managerial ethics (etika manajemen), disamping nama organization ethics (etika

organisasi).2

Sedangkan Kamaluddin dalam buku Rahasia Bisnis Rasulullah menyebutkan etika

berasal dari kata “ethos“ yang mempunyai arti adat istiadat atau kebiasaan. Sedangkan etika

bisnis Islam adalah sepak terjang dan sifat yang di contohkan nabi Muhammad dalam

berdagang.3

Etika bisnis sebagaimana dikemukakan dan dipraktikkan oleh Nabi SAW, sudah

banyak dibuktikan kesahihannya oleh teori-teori ekonomi dan manajemen modern. Etika

bisnis yang diajarkan Nabi harus menjadi sumber dari segala sumber nilai yang memotivasi

semangat kerja dan wirausaha, sekaligus menjadi prinsip- prinsip dasar untuk meraih

keberhasilan dalam membangun bisnis.4

Aksioma al-Qur’an tentang paradigma bisnis yang beretika. Muhammad 5

mengatakan paradigma bisnis yang dibangun dan di landasi oleh aksioma- aksioma berikut

ini :

1) Kesatuan (Unity)

Konsep kesatuan disini adalah kesatuan sebagaimana terefleksi dalam konsep tauhid

yang memadukan keseluruhan aspek–aspek kehidupan muslim baik dalam ekonomi, politik,

sosial menjadi satu. Konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam sekaligus horizontal

yang memadukan segi politik, sosial dan ekonomi kehidupan manusia menjadi kebulatan

yang homogen dan konsisten dari dalam dan luar sekaligus terpadu dengan alam luas. Konsep

tauhid, aspek sosial, ekonomi, politik dan alam, semuanya milik Allah, dimensi vertikal

menghindari diskriminasi di segala aspek dan menghindari kegiatan yang tidak etis.

2) Keseimbangan (Keadilan) 2 K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: Kanisius, 1998), 36. 3 Laode Kamaluddin, Rahasia Bisnis Rosulullah, Wisata Ruhani (Jakarta: t.p., 2007), 65. 4 Muhammad Syafi’i Antonio, Ensiklopedia Leadership & Manajemen Muhammad SAW (Jakarta: Tazkia,

2011), 160. 5 Muhammad dkk, Visi AlQuran tentang Etika Bisnis (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), 11.

Page 3: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Keseimbangan (keadilan) menggambarkan dimensi horizontal jujur dalam

bertransaksi, tidak merugikan dan dirugikan sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya :”Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Qs. Al Ma’idah : 8)

3) Kehendak Bebas (Free Will)

Manusia dianugerahi kehendak bebas untuk membimbing kehidupannya sebagai

khalifah. Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, dalam bisnis manusia mempunyai

kebebasan untuk membuat suatu perjanjian, termasuk menepati atau melanggarnya. Dengan

demikian kebebasan kehendak berhubungan erat dengan kesatuan dan keseimbangan.

4) Pertanggung jawaban (responsible)

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena

tidak menuntut adanya pertanggung jawaban dan akuntabilitas. Untuk memenuhi tuntutan

keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggung jawabkan tindakannya, sebagaimana

firman Allah SWT:

Artinya:”Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barang siapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. An Nisa’ : 85).

Page 4: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

1. Sifat Nabi Dalam Mengelola Bisnis

Menurut Addul Ghani dalam buku The Spirituality in Business6, sifat Rasulullah

secara tekstual yang tercantum dalam al-Qur’an, Hadith dan memiliki konteks manajemen

SCG (Sprituality Corporate Governance) Menurut Syakir Sula dan Kartajaya dalam Syariah

Marketing mengatakan bahwa sifat Nabi dalam mengelola bisnis adalah Siddˉiq, Amānah,

Fatānah dan Tablîgh.7diantaranya adalah :

a. Siddîq (Benar dan Jujur)

Siddîq adalah berkata benar, bersumber dari nurani yang memperoleh hidayah Allah,

di aktualisasikan dalam bentuk kejujuran terhadap diri, orang, makhluk lain dan sang

Pencipta. Yang masuk kategori dalam Siddîq adalah transparan (transparency), akuntabilitas

(accountability), terbuka (disclosure), kredibilitas (credible), benar, jujur dan andal

(reliability).

Siddîq artinya benar dan jujur, jika seorang pemasar memiliki sifat Siddîq (benar dan

jujur) haruslah menjiwai seluruh perilakunya dalam melakukan pemasaran, dalam

berhubungan dengan konsumen, ia senantiasa mengedepankan kebenaran informasi yang

diberikan dan jujur dalam menjelaskan keunggulan produk-produk yang dimiliki. Untuk

menciptakan lingkungan yang siddîq, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat at -Taubah

:

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (Qs At -Taubah:119)

6 Muhammad Abdul Ghani, The Spiritual in Bussiness (Jakarta: PENA, 2005), 140-144. 7 M. Syakir Sula, Syariah Marketing ( Jakarta: Gema Insani Press, 2006),120.

Page 5: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Hal ini juga ditegaskan oleh Hadith Nabi dalam buku Syariah Marketing ditulis oleh Syakir

Sula dan Kartajaya8

b. Amanah (Terpercaya, kredibel)

Amānah artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab dan kredibel. Amanah memuat

unsur kejujuran (honesty), keadilan (fairness), open/ memelihara/ menjaga (care), kesadaran

(awareness), terpercaya (trustworthiness), bertanggung jawab (responsibility).

Amanah artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab dan kredibel. Amanah juga bisa

diartikan keinginan untuk memenuhi sesuatu sesuai dengan ketentuan. Seorang pebisnis

haruslah memiliki sifat amanah, karena Allah menyebutkan sifat orang–orang mukmin yang

beruntung adalah yang dapat memelihara amanah yang diberikan kepadanya, Allah SWT

berfirman :

Artinya:”Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan

janjinya” (Qs Al Mu’minun : 8). c. Fatānah (Cerdas)

Fatānah diartikan sebagai intelektual, kecerdikan atau kebijaksanaan. Komponen

kecerdasan (fatānah) meliputi kompetensi (competency), kredibilitas (credibility), orientasi

kerja (achivment), motivasi (motivation), orientasi pelanggan (customer satisfaction), talenta

bisnis (business friendly).

Dalam bisnis, implikasi ekonomi sifat fatānah adalah bahwa segala aktivitas dalam

manajemen suatu perusahaan harus dengan kecerdasan, dengan mengoptimalkan semua

potensi akal yang ada untuk mencapai tujuan. Memiliki sifat jujur, benar dan bertanggung

jawab saja tidak cukup dalam mengelola bisnis secara profesional. Para pelaku bisnis syari’ah

juga harus memiliki sifat fatānah, yaitu cerdas, cerdik dan bijaksana, agar usahanya bisa lebih

8 Ibid.,123.

Page 6: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

efektif dan efisien serta mampu menganalisis situasi persaingan (competitive setting) dan

perubahan – perubahan (change) dimasa yang akan datang. Sifat fatānah merupakan

perpaduan antara ’alim dan hafidz telah mengantarkan Nabi Yusuf a.s dan tim ekonominya

berhasil membangun kembali negeri Mesir. Salah satu contoh sifat fatānah dalam al Qur’an

adalah sebagai berikut :

Artinya: ”berkata Yusuf, jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan” (Qs Yusuf :55).

Kemudian beliau diberi jabatan sebagai menteri keuangan Mesir. Dengan tim ekonominya,

dia kemudian membangun kembali Mesir yang sudah dijurang kehancuran karena krisis

ekonomi kembali menjadi negara yang surplus dan makmur.

c. Tabligh (Komunikatif)

Tablîgh artinya komunikatif. Tablîgh memuat unsur sosialisasi, internalisasi

(internalized), komunikasi/sistem informasi (SIM), kepemimpinan (leadership), keteladanan,

empaty, jujur, transparan, konsisten, matang (matured).

Tablîgh artinya komunikatif dan argumentatif, jika merupakan seorang pemimpin ia

harus menjadi seseorang yang mampu mengkomunikasikan visi dan misi dengan benar

kepada karyawan dan stake holder. Seorang pebisnis Islami harus memiliki gagasan- gagasan

segar, juga harus mampu mengkomunikasikan gagasan–gagasannya secara tepat dan mudah

difahami oleh siapapun yang mendengarkan. Dalam Al Qur’an disebut dengan bil Al

Hikmah, Allah SWT berfirman :

Page 7: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Artinya:”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Qs An Nahl :125).

2. Menyikapi Persaingan Bisnis Sesuai Syari’ah

Ismail dan Karabet mengatakan ada tiga unsur yang perlu dicermati dalam membahas

persaingan bisnis menurut Islam. Minimal ada tiga hal sebagai berikut:

a. Pihak – pihak yang bersaing

Manusia merupakan pusat pengendali persaingan bisnis, ia akan menjalankan

bisnisnya dengan pandangan tentang apa yang digelutinya, hal terpenting terkait dengan

manusia adalah segi motivasi dan landasan ketika menjalankan praktik bisnisnya, termasuk

persaingan yang terjadi didalamnya.

Sebagaimana dalam al-Qur’an Allah berfirman :

Artinya:”Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian ,dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan” (Qs An Naba’ 10-11)

b. Segi cara bersaing

Persaingan bebas yang menghalalkan segala cara merupakan praktik yang harus

dihilangkan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah Islami. Dalam berbisnis

setiap orang akan berhubungan dengan pihak–pihak lain seperti rekanan bisnis dan pesaing

bisnis. Sebagai hubungan interpersonal, seorang pebisnis muslim tetap harus berupaya

memberikan pelayanan yang terbaik kepada mitra bisnisnya, hanya saja tidak mungkin bagi

pebisnis muslim bahwa pelayanan terbaik itu diartikan memberikan ”service” dengan hal

yang dilarang syari’ah.

c. Produk (Barang dan Jasa)

Page 8: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Beberapa keunggulan produk yang dapat digunakan dalam meningkatkan daya saing

adalah sebagai berikut :

1) Produk

produk yang dipersaingkan baik barang maupun jasa halal, spesifikasinya harus sesuai

dengan apa yang diharapkan konsumen untuk menghindari penipuan, kualitas

terjamin dan bersaing.

2) Harga

Harga produk kompetitif, tidak diperkenankan membanting harga dengan tujuan

menjatuhkan persaingan.

3) Tempat

Tempat usaha harus baik, sehat, bersih dan nyaman. Harus juga dihindarkan

melengkapi tempat usaha itu dengan hal-hal yang diharamkan untuk sekedar menarik

konsumen.

4) Pelayanan,

Pelayanan diberikan dengan ramah tapi tidak boleh dengan cara mendekati maksiat,

misalnya dengan menempatkan wanita sebagai alat untuk menarik pelanggan

5) Layanan purna jual

Merupakan servis yang akan melanggengkan pelanggan akan tetapi ini diberikan

dengan cuma-cuma atau sesuai dengan akad.

Dalam Islam, istilah yang paling dekat dengan istilah etika adalah “khuluq”

sebagaimana yang tertera dalam surat al- Qalam, ayat 4

Artinya:“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar- benar berbudi pekerti yang

agung”

Page 9: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Perkembangan tentang pemikiran moral sekarang telah terarah kepada masalah-

masalah konkret. Sejak akhir tahun 1960-an teori etika mulai membuka diri bagi topik- topik

konkret dan aktual sebagai objek penyelidikannya. Di Indonesia, studi tentang masalah-

masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah mulai banyak dilakukan oleh para ahli,

termasuk mereka yang mempunyai minat dibidang ekonomi syariah.9

Perlu disadari bahwa manusia disamping sebagai makhluk individu, juga sebagai

makhluk sosial (homo socius), yang berarti ia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa hidup

bersama dan bantuan oleh sesama (orang lain). Selain itu, sebagai makhluk hidup ia

membutuhkan sarana atau fasilitas untuk hidup yang banyak tersedia di alam lingkungannya.

Fasilitas itu telah dipersiapkan oleh Allah sebagai karunia bagi manusia yang telah mendapat

tugas sebagai wakilNya di bumi.

Ekonomi Islam merupakan sebuah studi tentang masalah- masalah ekonomi dari

setiap individu dalam masyarakat yang memiliki kepercayaan terhadap nilai- nilai kehidupan

islami, yakni homo Islamicus.10

Bertolak dari uraian di atas, dilihat dari perspektif ajaran etika (akhlak) dalam Islam

pada prinsipnya manusia dituntut untuk berbuat baik pada dirinya dan Tuhan selaku

penciptanya. Oleh karena itu, untuk bisa berbuat baik, pada semuanya itu, manusia disamping

di beri kebebasan (free will), hendaknya ia memperhatikan keesaan Tuhan (tawhid), prinsip

keseimbangan (tawazun= balance) dan keadilan (qist). Disamping tanggung jawab

(responsibility) yang akan diberikan di hadapan Tuhan.

B. Konsep Marketing Syari’ah

1. Etika Pemasaran Islam

Prinsip etika pemasaran didasarkan pada konsep nilai keadilan. Miskawayh

berpendapat keadilan mengajarkan seseorang untuk tidak menjadi tamak di dalam 9 Djakfar, Etika Bisnis, 20. 10 Mohamed Aslam Haneef, Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer, terj.Suherman Rosyidi (Jakarta : Rajawali

Press, 2010), 17.

Page 10: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

mendapatkan keuntungan yang sah menurut hukum.11 Lebih lanjut dikatakan, seorang pelaku

bisnis yang jujur dan adil hendaknya mentaati aturan Allah tentang janjinya dan akad

perjanjian pada setiap ucapan kata-katanya dan tiap kedipan matanya. Seseorang pelaku

bisnis tidak harus dari kelompok orang adil jika dia memiliki kecintaan uang yang berlebihan,

karena hasrat memperoleh uang mencegah seseorang bersikap baik, melihat apa yang benar

dan memberi apa yang ia perlu berikan.

Miskawayh dalam Nasuka juga berpendapat jika dorongan praktik pemasaran yang

tak pantas sebagai maksimalisasi keuntungan digeser kearah maksimalisasi nilai kejujuran

sebagai gantinya, dan jika keadilan menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari bagian

interaksi-interaksi pemasaran internasional dan saling ketergantungan, suatu suasana

kerjasama global yang harmonis akan tercipta.12

Adapun Saeed menyatakan bahwa etika pemasaran Islam didasarkan pada prinsip

keadilan dan kejujuran.13 Dalam Islam berbeda dengan etika sekuler dalam banyak hal.

Terdapat tiga karakteristik etika pemasaran dari perspektif Islam. Pertama, etika Islam

didasarkan pada perintah-perintah Al-Quran dan tidak meninggalkan ruang untuk perbedaan

interpretasi oleh pelaku pemasaran sesuai dengan kehendak dan keinginan masing-masing.

Kedua, perbedaan utama adalah aspek trensendental mereka secara mutlak dan watak aslinya

yang tidak mudah dipengaruhi. Ketiga, pendekatan Islam menekankan pada memaksimalkan

nilai yang mementingkan kebaikan masyarakat dari pada mengejar keuntungan pribadi

sebanyak mungkin. Sikap seperti itu, menjamin etika Islam memiliki kapasitas yang sangat

besar untuk menembus hati nurani manusia dan mampu mempengaruhi perilaku para pelaku

pemasaran dari dalam.14

11Miskawayh dalam Nasuka “Etika Pemasaran Berbasis Islam”, Mukaddimah, No.1.Vol 17 ( 2011), 92 12 Ibid., 92 13Mohammad Saeed, Zafar U. Ahmed, Seda Masoda Muhtar,”International Marketing Ethics an Islamic

Perspective” Journal of Bisnis Ethics, No.2.Vol.32 (2001), 127-142. 14 Ibid,. 93

Page 11: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Pada tataran ekonomi, konsep keseimbangan/kesejajaran menentukan konfigurasi

aktivitas-aktivitas distribusi, konsumsi serta produksi yang terbaik, dengan pemahaman yang

jelas bahwa kebutuhan seluruh anggota masyarakat yang kurang beruntung dalam masyarakat

Islam didahulukan atas sumber daya riil masyarakat.

Masalah etika sangat erat hubungannya dengan agama. Perilaku tidak etis sangat

bertentangan dengan prinsip- prinsip syariah Islam yang dijadikan dasar bank syariah dalam

menjalankan aktivitasnya, sebagaimana dikemukakan Arifin bahwa prinsip utama yang

dianut oleh bank Islam adalah a) larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi, b)

menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada keuntungan yang sah

menurut syariah, dan c) memberikan zakat.15

Dunfee dan Gunther mengemukakan, etika merupakan isu yang sentral dalam jasa

keuangan.16 Roberston dan Anderson mencatat bahwa perilaku etis sesuai dengan norma-

norma yang diakui masyarakat secara luas (beriman, adil, kejujuran, keterbukaan dan

sebagainya).17

Nilai SDM dalam berbisnis lebih ditekankan pada peningkatan mutu akhlaknya. Ia

harus dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi lingkungannya.18

Dengan demikian Islam menuntut keseimbangan / kesejajaran antara kepentingan diri

dan kepentingan orang lain, antara kepentingan si kaya dan si miskin, antara hak pembeli dan

hak penjual dan lain sebagainya.

Istilah etika diartikan sebagai suatu perbuatan standar (standard of conduct) yang

memimpin individu dalam membuat keputusan. Etika ialah suatu studi mengenai perbuatan

yang salah dan benar dan pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang. Etika bisnis kadang-

15 Zaenul Arifin, Dasar- Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet, Cet.IV, 2006), 12. 16 T.W.Dunfee and Gunther, R., “Ethical Issues in Financial Services”, Business and Society Review, Vol. 104

(1999), 5-10. 17 D.C. Robertson & Anderson,E., “Control System And Task Environment Effect on Ethical Judgment: An

Exploratory Study of Industrial Sales people”, Organisation Science, Vol.4 (1993), 617-644. 18 Yan Orgianus, Moralitas Islam dalam Ekonomi & Bisnis (Bandung : Marja, 2012), 54.

Page 12: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

kadang disebut pula etika manajemen ialah penerapan standar moral ke dalam kegiatan

bisnis.19

Jadi, sebenarnya perilaku yang etis itu ialah perilaku yang mengikuti perintah Allah

SWT dan menjauhi laranganNya. Definisi etika adalah model perilaku yang diikuti untuk

mengharmoniskan hubungan antara manusia meminimalkan penyimpangan dan berfungsi

untuk kesejahteraan masyarakat. Hal- hal yang termasuk ke dalam bidang sensitive etika

bisnis adalah :

a. Dasar kebenaran dan kejujuran.

b. Hubungan saling percaya sesama rekan bisnis.

c. Adil dalam hubungan dengan pelanggan.

d. Etika dan tanggung jawab karyawan dalam melaksanakan pekerjaan.

e. Bertanggung jawab dalam menggunakan sumber daya dan asset perusahaan.

f. Keamanan dan kualitas produk.

g. Keamanan dan kesehatan ditempat kerja.

h. Pelestarian lingkungan.

i. Penghematan dalam penggunaan biaya, tidak ada mark up dan pemborosan.

j. Praktek dalam penjualan, promosi dan pemasaran pada umumnya.

Dalam praktik bisnis ada beberapa nilai etika Islam yang dapat mendorong

tumbuhnya dan suksesnya bisnis yaitu:20

a. Konsep Iman, Islam dan Ihsan dalam bisnis

b. Ketelitian dan keteraturan dalam bisnis

c. Hemat dalam bisnis

d. Kejujuran dan keadilan dalam bisnis

e. Kerja keras dalam bisnis

19 Alma dan Juni Priansa, Manajemen Bisnis, 202. 20 Nawawi, Isu Nalar Ekonomi, 421-423.

Page 13: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Berbisnis secara etis sangat perlu dilakukan karena profesi bisnis pada hakekatnya

adalah profesi luhur yang melayani masyarakat banyak. Usaha bisnis berada di tengah-

tengah masyarakat, mereka harus menjaga kelangsungan hidupnya. Caranya ialah

menjalankan prinsip etika bisnis.21

Merupakan suatu kenyataan bahwa kepercayaan agama tidak dapat dipisahkan

sepenuhnya dari realitas aktivitas manusia sehari-hari, baik yang bersifat komersial maupun

sosial. Demikian juga ajaran-ajaran Islam mengatur semua kegiatan ekonomi, termasuk

pemasaran global maupun domestik. Ajaran ini semua dari dua sumber, al- Qur’an dan al-

Hadith.

Perubahan perilaku yang diantisipasi, perubahan tata nilai dan tujuan yang

diharapkan, kewajiban untuk mengimplementasikan perintah yang jelas dari al- Qur’an dan

Sunnah, demikian pula seluruh struktur sistem Islam, akan menciptakan suatu kerangka

institusional ekonomi Islam yang unik dan berbeda.22

Menurut Naqvi kegiatan ekonomi dilihat sebagai suatu subset dari upaya manusia

yang lebih luas untuk mewujudkan masyarakat adil berdasarkan pada prinsip etika Illahiyyah,

yakni al-‘adl wa l-ihsan. Hal ini berarti bahwa etika harus secara eksplisit mendominasi

ekonomi di dalam ekonomi Islam, dan faktor etika inilah yang membedakan sistem ekonomi

Islam dari sistem lainnya.23 Lebih lanjut Naqvi menjelaskan al- Qur’an dan Sunnah

meletakkan panduan dan aturan yang luas yang mengatur perilaku manusia. Dalam

membangun kerangka teoretisnya, Naqvi memandang bahwa teori haruslah berisi sejumlah

aksioma agar dapat dikelola secara operasional, harus konsisten secara internal dan harus

memiliki kekuatan prediktif, yakni cukup umum agar dapat menerangkan fenomena yang

21 Mohammad Saeed, Zafar U. Ahmed, Seda Masoda Mukhtar, “ International Marketing Ethics an Islamic Perspective : a Value- Maximization Approach,” Journal of Bisnis Ethics, Vol. 32, No.2 (2001), 127- 142. 22 Mohammed Aslam Haneef, Pemikiran Islam Kontemporer, terj. Suherman Rosyidi (Jakarta: Rajagrafindo

Persada, 2010), 45. 23 Syed Nawab Haider Naqvi, Ethics and Economic: An Islamic Synthesis, dalam The Islamic Foundation (U.K:

t.p, 1981), 18.

Page 14: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

bermacam-macam. Ia menetapkan empat aksioama yaitu kesatuan, keseimbangan, kemauan

bebas, dan tanggung jawab (unity, equilibrium, free will and responsibility).24

Jika suatu kerangka teoritis yang didasarkan pada pandangan dunia Islam yang

dicerminkan oleh keempat aksioma di atas telah ditegakkan, maka segala instrument

kebijakan haruslah dioperasionalisasikan untuk mencapai tujuan- tujuan keadilan sosial,

pendidikan universal, pertumbuhan ekonomi, penciptaan employment secara maksimal dan

perbaikan kualitas hidup.

Setiap pelaku bisnis pasti mendambakan keuntungan, kelangsungan usaha dan

jaringan yang luas. Pelaku bisnis yang demikian akan berkembang kuat dan stabil.

Dibawah Ini merupakan prinsip- prinsip utama yang harus diaplikasikan oleh para

pelaku bisnis :

a. Memuliakan pelanggan atau mitra bisnis sebagai saudara,

b. Menawarkan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat,

c. Menawarkan barang atau jasa yang mendorong produktivitas,

d. Menawarkan cara bersaing sehat dengan pelaku bisnis lainnya,

e. Menawarkan barang dan jasa yang halal (mubah),

f. Menawarkan barang dan jasa yang berkualitas,

g. Menawarkan barang dan jasa yang tidak merusak lingkungan,

h. Menawarkan barang dan jasa yang bermanfaat sosial, bukan hanya menguntungkan

secara pribadi,

i. Menawarkan produk dan cara kerja yang menghemat sumber daya dan tidak

menimbulkan maksiat.25

2. Pengertian Marketing Syari’ah

24 Ibid., 65-66. 25 Hasan Aedy, Teori dan Aplikasi Etika Bisnis Islam (Bandung: Alfabeta, 2011), 72-79.

Page 15: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Definisi secara sosial menunjukkan peran yang dimainkan oleh pemasaran di

masyarakat. Seorang pemasar mengatakan bahwa peran pemasaran adalah menghasilkan

standar hidup yang lebih tinggi. Sedangkan definisi secara manajerial, pemasaran sering

digambarkan sebagai seni menjual produk. Jadi, yang paling penting dalam sebuah

pemasaran pertama-pertama harus berhubungan dengan adanya pertukaran hak milik

seseorang secara memuaskan.26

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya ada individu

dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,

menawarkan, mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.27

Anton Ramdan mendefinisikan pemasaran/ marketing adalah nyawa dari suatu bisnis

yang sedang dijalankan. Sederhananya, marketing adalah alat untuk mengenalkan,

memasarkan dan menarik konsumen sehingga membeli produk yang ditawarkan.28

Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan- kegiatan usaha yang

ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan

barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada, maupun

pembeli potensial. Sehingga secara umum pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses

sosial yang merancang dan menawarkan sesuatu yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari

pelanggan dalam rangka memberikan kepuasan yang optimal kepada pelanggan.

Hermawan Kertajaya mendefinisikan marketing syariah sebagai strategi bisnis, yang

harus memayungi seluruh aktivitas dalam sebuah perusahaan meliputi seluruh proses,

menciptakan, menawarkan, pertukaran nilai dari seorang produsen atau satu perusahaan atau

perorangan yang sesuai dengan ajaran Islam.29

26 Alma dan Juni Priansa, Manajemen Bisnis, 257. 27 Kotler dan Lane Keller, Manajemen Pemasaran, 6. 28 Anton Ramdan, Etika Bisnis Dalam Islam (Jakarta: Bee Media Indonesia, 2013), 78. 29 Hermawan Kertajaya, Muhammad Syakir Sula, Marketing Syariah (Bandung: Mizan, 2008), 260.

Page 16: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Lebih lanjut Hermawan menguraikan karakteristik dari syariah marketing ini terdiri

atas beberapa unsur yaitu :30

1. Theistis (Rabbaniyah),

2. Etis (Akhlāk),

3. Realistik (Al-Waqiyah),

4. Humanistis (Al- Insaniyah)

Jika kita tinjau keempat elemen di atas, pertama, berdasarkan Ketuhanan, yaitu satu

keyakinan yang bulat, bahwa semua gerak-gerik manusia selalu berada di bawah pengawasan

Ilahi, Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta, Maha Pengawas. Oleh sebab itu, semua insan harus

berperilaku sebaik mungkin, tidak berperilaku licik, suka menipu, mencuri milik orang lain

suka makan harta orang lain dengan jalan yang bathil. Nilai Rabbaniyah ini melekat atau

menjadi darah daging dalam pribadi setiap Muslim, sehingga dapat mengerem perbuatan-

perbuatan tercela dalam dunia bisnis.

Kedua, etis, artinya, semua perilaku berjalan diatas norma etika yang berlaku umum.

Etika adalah kata hati, dan kata hati ini adalah kata yang sebenarnya, tidak bisa dibohongi.

Oleh sebab itu, hal ini menjadi panduan para marketer syariah agar selalu memelihara setiap

tutur kata, perilaku dalam berhubungan bisnis dengan siapa saja, baik konsumen, penyalur,

toko, pemasok ataupun saingannya.

Ketiga, realistis, artinya, sesuai dengan kenyataan, jangan mengada-ada apalagi yang

menjurus kepada kebohongan. Semua transaksi yang dilakukan harus berlandaskan pada

realita, tidak membeda-bedakan orang, suku dan warna kulit, semua tindakan penuh dengan

kejujuran.

30 Alma dan Juni Priansa, Manajemen Bisnis, 258-259.

Page 17: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Keempat, humanistis, artinya berperikemanusiaan, hormat-menghormati sesama,

marketing berusaha membuat kehidupan menjadi lebih baik. Jangan sampai kegiatan

marketing malah sebaliknya merusak tatanan hidup di masyarakat.31

Menurut Kotler, jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh

satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan

kepemilikan apapun.32Jasa juga merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan

untuk dijual. Berdasarkan pendapat- pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa jasa adalah

setiap kegiatan, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain

dan tidak berakibat pemindahan hak milik benda.

Lembaga pelayanan pembiayaan yang ideal harus mencerminkan prinsip sosial dan

ekonomi. Ciri sosial atau baitul māl (kebersamaan) ditunjukkan dengan adanya kepedulian

lembaga tersebut dengan masyarakat di lingkungannya. Lembaga tersebut harus mampu

menyerap aspirasi masyarakat, merumuskan tujuannya selalu berkaitan dengan tujuan

masyarakat serta berorientasi memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk mencapai

kemakmuran bersama.

3. Marketing Mix

Secara konvensional Kasmir berpendapat bahwa, Marketing mix merupakan strategi

kombinasi yang dilakukan oleh berbagai perusahaan dalam bidang pemasaran dan kombinasi

tersebut harus dilakukan secara terpadu. Artinya, pelaksanaan dan penerapan komponen ini

harus dilakukan dengan memperhatikan antara satu komponen dengan komponen yang

lainnya.33

Sedangkan, Niazi menyatakan perbankan atau kegiatan komersial dari perspektif

Islam diatur oleh dua prinsip: (1) tunduk pada tatanan moral Allah dan (2) empati dan kasih 31 Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah (Bandung : Alfabeta, 2009), 258-259. 32 Kotler dan Lane Keller, Manajemen Pemasaran, 180. 33 Kasmir, Pemasaran Bank (Jakarta: kencana, 2010), 119.

Page 18: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

sayang terhadap ciptaan Allah yang berimplikasi untuk menahan diri dari merugikan orang

lain dan dengan demikian mencegah penyebaran praktik-praktik yang tidak bermoral.34

Lebih lanjut Niazi berpendapat bahwa marketing-mix (bauran pemasaran) untuk

menghindari praktik riba dalam konteks etika pemasaran Islam dikenal dengan istilah lima P

yaitu product, price, promotion, place and people.

a. Product (Produk)

Al-Misri menyatakan bahwa pengembangan produk perbankan Islam harus

divisualisasikan cukup berbeda dibandingkan dengan pemikiran Barat. Dalam perspektif

Islam menggabungkan unsur-unsur moral dan transendental dalam proses pengambilan

keputusan produksi dalam hal pengembangan produk dan dipandu oleh prinsip-prinsip etika

bisnis Islam.35 Prinsip-prinsip tersebut adalah, pertama, produk tersebut harus sah dan tidak

menyebabkan kebodohan pikiran dalam bentuk apapun. Kedua, produk harus menjadi

kepemilikan. Ketiga, produk harus dapat diserahkan, karena penjualan suatu produk tidak sah

jika tidak dapat diserah terimakan. Keempat, perlu identifikasi biaya tambahan ekstra yang

secara material mungkin mengubah produk atau dampak terhadap keputusan pembelian oleh

pembeli. Kelima, apabila diantara pihak berniat untuk menggugurkan terhadap kewajiban

mereka, misalnya terkait masalah keuangan dan masalah lainnya dengan itikad baik dan

harus didasarkan pada prinsip keadilan, kejujuran dan keterbukaan.36

Al-Faruqi mengatakan, dalam pendekatan Islam proses produksi harus dipandu oleh

kriteria nilai dan dampak produk pada seluruh masyarakat. Hal ini disebabkan karena

tingginya kepentingan yang diberikan kepada aktualisasi optimal kesejahteraan manusia dan

masyarakat. Lebih lanjut dikatakan, tujuan utama pengembangan produk perbankan yang

34 L.A.K. Niazi, Islamic Law of Contract (Lahore: Research Cell, Dayal Sing Trust Library, 1996), 93. 35A.N. Al-Misri, The Reminiscences of the Traveler: a Classical Manual of Islamic Sacred Law, Trans. by Noah

Ha Mim Keller (Abu Dhabi: Modern Printing Press, 1991), 93. 36Moh. Nasuka, “Etika Pemasaran Berbasis Islam”, Jurnal Mukaddimah, No.1.Vol 17( 2011), 94.

Page 19: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

sesuai adalah untuk memberikan, mengangkat dan memuaskan kebutuhan dasar manusia.37

Miller dan Deiss menyatakan bahwa dorongan utama di balik pengambilan keputusan yang

tidak etis di pihak pengusaha untuk menghasilkan produk yang optimal biasanya dengan

menggunakan bentuk strategi penurunan pembiayaan. Di sisi lain, menurut perspektif Islam,

lebih baik mendorong kearah pendekatan sosial dan kesejahteraan dari pada keputusan yang

didasarkan maksimalisasi keuntungan.38

b. Price (Harga)

Shaw mengatakan, kebijakan terhadap harga, utamanya diformulasikan untuk

mengeksploitasi dan memanipulasi psikologi manusia sebagaimana dapat kita ketahui pada

praktik umumnya dimana harga eceran yang ditetapkan pada sebuah produk sering jauh lebih

tinggi daripada harga sesungguhnya.39 Tujuan dari kebijakan harga tersebut adalah untuk

memberikan kesan palsu bagi pelanggan bahwa mereka sebenarnya mendapatkan tawaran.40

Jenis praktik ini dilarang dalam hukum Islam. Islam melarang mendapatkan sesuatu yang

terlalu mudah tanpa kerja keras, atau menerima keuntungan tanpa bekerja untuk itu.41 Selain

itu, Ibnu Taimiyyah menegaskan bahwa tidak diperbolehkan untuk perubahan harga tanpa

mengubah kualitas atau kuantitas produk, karena hal ini merupakan kecurangan yang

dilakukan terhadap pelanggan demi perolehan yang tidak sah.42

Dalam Islam, mekanisme operasional terhadap penyesuaian harga dan persaingan

yang sehat harus senantiasa didorong. Menurut Niazi, syarat penting untuk keberhasilan

operasi dari mekanisme tersebut menentukan bahwa seharusnya tidak ada penimbunan, tidak

ada manipulasi harga yang tidak jelas, dan tidak ada batasan perdagangan. Malik,

37 Ismail Raji al-Faruqi, “ Etika Bisnis Islam,” Jurnal At-Tauhid, Vol. 25 No. 4, 2010,63. 38I.J. Miller, “Ethical & Liability Issues Concerning Invisible Rationing”, Professional Psychology: Research &

Practice, Vol. 27 (1996), 583-587. 39M. Shaw,Civil Society and Media in Global Crises, (London: St. Martin Press,1996), 94. 40Ibid., 94. 41Ibid., 95. 42 Ibnu Taymiyah, Public Duties in Islam: The Institution of the Hisbah, translated by Muhtar Holland (The

Islamic Foundation, Leicestershire, 1982).

Page 20: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

menyampaikan bahwa suatu ketika, Khalifah kedua, Umar Ibn al-Khattab lewat dan

mendapati Hatib bin Abi Balta’ah sedang menjual kismis dengan harga yang jauh lebih

rendah dengan maksud agar pesaingnya rugi. Khalifah Umar Ibn al-Khattab mengatakan

kepadanya: “Kamu harus meningkatkan harga, atau kamu keluar dari pasar kami.”43

Ibn al-Ukhuwwah membahas berbagai jenis “penyimpangan etika” dalam hal harga.

Contoh-contoh yang diberikan termasuk ketika pemilik produk yang sesungguhnya berpura-

pura bahwa mereka bukan pemiliknya, untuk menaikkan harga dengan membuat konsumen

percaya bahwa harga yang lebih tinggi sekalipun akan dibayar oleh pedagang yang

sebenarnya, atau ketika ada kesepakatan bersama. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jangan

menaikkan harga dalam persaingan”.44Beberapa prinsip yang harus dihindari dalam

menentukan harga adalah: (1) maisir, tindakan yang bersifat spekulasi atau mengandung

unsur perjudian; (2) tatfif, mengubah harga tanpa mengubah kualitas atau kuantitas produk;

(3) riba (bunga); (4) ihtikar atau penimbunan barang dengan tujuan menciptakan kelangkaan

produk untuk meningkatkan harga.45

c. Promotion (Promosi)

Dalam Islam, tidak ada ruang untuk membenarkan perilaku promosi yang menipu. Al-

Qur’an mengutuk segala bentuk pernyataan palsu, tuduhan tidak berdasar dan kesaksian

palsu. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an Surah Al-

Zukhruf: 9:

43Moh. Nasuka, “Etika Pemasaran Berbasis Islam”, Jurnal Mukaddimah, No.1.Vol 17( 2011), 94. 44Ibid., 96. 45Imam al-Nawawi, Riyadhus-Saleheen, jilid 2, trans., S. M. M. Abasi, IIPH, (Riyadh:t.p,t.t ), 270.

Page 21: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Artinya: “Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaikat-malaikat itu?Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung jawaban”.

Dalam hal etika pemasaran Islam, Ibn al-Ukhuwwah, menyatakan bahwa adalah tidak

etis bagi penjual atau petugas pemasaran memuji kualitas produk beserta atributnya secara

berlebihan, namun dalam realita mereka tidak memilikinnya.46 Selanjutnya, memberikan

kesan palsu apapun untuk mempromosikan atau menjual produk dilarang keras dalam praktik

etika pemasaran Islam internasional. Oleh karena itu, di bidang promosi produk, etika

pemasaran Islam akan mengikuti aturan berikut: (a) menghindari iklan palsu dan

menyesatkan; (b) penolakan terhadap tekanan manipulasi yang tinggi atau taktik penjualan

yang menyesatkan; (c) penghindaran promosi penjualan yang menggunakan penipuan atau

manipulasi.

Menurut Ibnu Miskawayh praktik-praktik yang menghasilkan keuntungan yang tidak

jujur, tidak terhormat dan memalukan diantaranya adalah melalui penipuan, pengelabuan,

pengkhianatan, pencurian atau ketidak adilan. Ibn al-Ukhuwwah mengemukakan, menurut

prinsip- prinsip Islam, pemasar dituntut untuk “mengungkapkan semua kekurangan yang ada

pada barang-barang mereka, baik yang kelihatan atau yang tersembunyi, sebaliknya, kalau

tidak begitu berarti merupakan perilaku curang.47 Dalam hal ini Niazi juga menegaskan,

wajib bagi penjual untuk mengungkapkan semua yang cacat baik yang diketahui maupun

yang tidak dapat dilihat.48

Selain itu, Tyser menyatakan sebuah penjualan yang tanpa syarat apapun maka barang

yang dijual harus bebas dari cacat. Nabi Muhammad SAW secara tegas mengutuk semua

perilaku promosi manipulatif, dengan menyatakan bahwa, “Orang yang menipu kita bukanlah 46Ibn al-Ukhuwwah, Diya’ al-Din Muhammad, Ma’alim al-Qurbah fi Ahkam al- Hisbah (London ; Luzak,

1983), 44-48. 47 Ibid., 44. 48 Niazi, Islamic Law of, 93.

Page 22: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

salah satu dari kami.”49 Dalam etika Islam, teknik promosi tidak harus menggunakan daya

tarik seksual, emosional, penakutan, kesaksian palsu dan hasil penelitian palsu, atau

berdampak lagi, etika Islam melarang keras stereotip perempuan dalam iklan dan

menggunakan fantasi berlebihan. Penggunaan bahasa dan perilaku sugestif serta penggunaan

perempuan sebagai obyek untuk memikat dan menarik pelanggan juga tidak diperbolehkan.

d. Place (Distribusi)

Aspek etika Islam yang berkaitan dengan distribusi merupakan hal yang sangat

penting di bidang pemasaran. Distribusi secara fisik dapat dilihat sebagai pengintregasian

antara informasi, orang, peralatan dan organisasi. Oleh karena itu, dalam hal distribusi

produk, lembaga-lembaga keuangan Islam akan mengikuti prinsip-prinsip berikut: (a) tidak

memanipulasi ketersediaan produk untuk tujuan eksploitasi; (b) tidak menggunakan paksaan

pada saluran pemasaran; (c) tidak menggunakan pengaruh yang tidak semestinya dalam

menyampaikan suatu produk.

Menurut prinsip-prinsip Islam, saluran distribusi tidak seharusnya menciptakan beban

bagi pelanggan akhir (pemakai) yang menjadikan harga yang lebih tinggi dan tidak

menyebabkan penundaan. Ibnu al-Ukhuwwah, mengidentifikasi, khususnya penyimpangan

etika dalam saluran distribusi karena hal itu menyebabkan penundaan yang tidak perlu dalam

pengiriman mereka, upaya dalam menarik pelanggan berulang kali sehingga menyebabkan

mereka mengalami ketidak nyamanan yang tidak perlu terjadi. Dalam kerangka etika Islam,

tujuan utama saluran distribusi seharusnya untuk menciptakan nilai dan meningkatkan

standar hidup dengan memberikan layanan yang memuaskan secara etis.50

e. People (Orang)

Islam menekankan pentingnya kebebasan dan penilaian yang bersifat independen dari

pelanggan. Ahmad, menyatakan kemampuan untuk berpikir rasional saat membuat keputusan

49Nawawi, Riyadhus, 270. 50Al-Ukhuwwah, Diya’ al-Din Muhammad, Ma’alim al-Qurbah, 47.

Page 23: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

yang berhubungan dengan kegiatan pemasaran global merupakan prasyarat dalam

Islam.51Masyarakat luas tidak boleh terhalangi kebebasan dan kejujuran dari pemaksaan

informasi pemasaran.

Hak seorang pelanggan untuk mendapatkan informasi yang benar dan merupakan

indikasi status yang diberikan kepadanya oleh Islam, serta hak yang melekat bagi

kekayaannya untuk dibelanjakan dalam pembelian produk dan jasa. Ini adalah tanggung

jawab pemasar untuk tidak berusaha melakukan bentuk paksaan apapun dan dalam situasi

apapun, mereka harus menghargai integritas intelektual dan tingkat kesadaran yang lebih

tinggi dari konsumen untuk memastikan bahwa memperoleh uang dari pelanggan tidaklah

sia-sia.

Pemaksaan atau ”ikrah” (Al-Qur’an 23:7),52 seperti yang didefinisikan oleh Tyser

adalah memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa persetujuannya.53 Maka bila suatu

kekuatan pemaksaan diterapkan untuk memutuskan yang menjadi tujuan dalam pemasaran

global, kondisi fundamental dan vital untuk saling menguntungkan tetap tidak terpenuhi dan

sebagai hasilnya transaksi yang dihasilkan tidak etis dan melanggar hukum.

Nabi Muhammad SAW melarang transaksi yang dilakukan dibawah paksaan, atau

bay’ al- mudtar.54 Menurut prinsip-prinsip Islam, pertimbangan seksual, emosional,

ketakutan, iklan yang indah dan pengakuan ilmiah yang palsu, semua memiliki unsur paksaan

yang menyebabkan mereka dikategorikan sebagai perilaku tidak etis yang digunakan sebagai

sarana pemasaran. Oleh karena itu, wacana terhadap sebuah bauran pemasaran yang beretika,

51M.Ahmad, Busines Ethics in Islam (Islamabad: IIIT, 1995), 126. 52 Quran 23:7 53C.R. Tyser, Demetriades, D.G. And Efendi, I.H. “A Complete Code on Islamic Civil Law,” dalam Turkish of

Majallah (New York: Law Publishing Company, NY. 1967),149-150. 54Ahmad, Business Ethics, 127.

Page 24: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

menetapkan bahwa kebebasan pelanggan untuk mengambil keputusan, haruslah dilindungi

dari hal-hal yang bersifat pemaksaan.55

C. Konsep BMT (Baitul Māl wat at-Tamwil)

1. Pengertian BMT (Baitul Māl wat at-Tamwil)/ KJKS (Koperasi Jasa Keuangan

Syariah)

Soemitra berpendapat, Baitul Māl wat at-Tamwil (BMT) adalah kependekan kata

Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Māl wat at-Tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro

(LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah.56 Secara istilah BMT sesuai

namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:

a. Baitul Māl (rumah harta) yaitu menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta

mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

b. Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta), yaitu melakukan kegiatan pengembangan

usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi usaha mikro

dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan

kegiatan ekonomi.57

Menurut Euis Amalia, Baitul Māl wat at-Tamwil (BMT) merupakan lembaga

keuangan mikro berbasis syariah yang mengembangkan bisnis syariah, terutama dalam

menjangkau pembiayaan usaha menengah, kecil dan mikro yang merupakan segmentasi

terbesar dalam tata perekonomian masyarakat Indonesia.58

Baitul Māl wat at-Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya

berintikan bayt al-māl wat al-Tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha

55Abdelkader Chachi, Abul Hassan and Salma Abdul Latiff, “Islamic Marketing Ethics and Its Impact on

Customer Satisfaction in The Islamic Banking Industry”, J.KAU, Islamic Econ., Vol. 21, No.2 (2008), 23-40. 56Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2012), 451. 57 Pinbuk Perwakilan Sumatra Utara, Cara Pembentukan BMT ( Medan: t.t.,t.p.), 1. 58 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), 242.

Page 25: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil

bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang

pembiayaan kegiatan ekonomi.59

Andri Soemitro, mengatakan keberadaan BMT/ KJKS memiliki dua fungsi utama,

yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, infak, sedekah dan

wakaf, serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak di bidang investasi yang

bersifat produktif sebagaimana layaknya bank, pada fungsi kedua ini dapat dipahami bahwa

selain berfungsi sebagai lembaga keuangan BMT/KJKS juga berfungsi sebagai lembaga

ekonomi.60

Adapun status kelembagaan BMT/KJKS merurut Euis adalah koperasi yang berarti

kelembagaan BMT/KJKS tunduk pada Undang-Undang koperasi Nomor 25 Tahun 1992 dan

secara spesifik diatur dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor

91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa

Keuangan Syariah.61

2. Produk- Produk KJKS / BMT

Pengertian produk menurut Philip Kotler adalah sesuatu yang dapat di tawarkan ke

pasar untuk mendapatkan perhatian untuk dibeli, untuk digunakan, atau dikonsumsi yang

dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan.62

Disamping menurut Kasmir, menurutnya pengertian umum produk adalah segala

sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan

atau dikonsumsi dan yang dapat memuaskan kebutuhan atau keinginan.63

59 Pinbuk Pusat, Pedoman dan Cara Pembentukan BMT Balai Usaha Mandiri Terpadu (Jakarta: t.t.), 1. 60 Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan, 452. 61 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), 242. 62 Philip Kotler, Marketing Manajemen (New Jersey : Prentice Hall, 2000), 394. 63Kasmir, Pemasaran , 136.

Page 26: BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Etika Bisnis Islam 1 ...digilib.uinsby.ac.id/1354/5/Bab 2.pdfetis dalam bidang ekonomi dan bisnis sudah akrab dengan nama “etika bisnis”, sejalan

Adapun produk yang dikembangkan pada BMT/ KJKS sesuai dengan Undang-

Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Pasal 22 adalah tabungan dan simpanan

dengan menggunakan prinsip wadi’ah dan mudhārabah dengan merujuk pada Fatwa Dewan

Syariah Nasional MUI. Perhitungan bagi hasil sesuai dengan pola bagi hasil dilakukan

dengan sistem distribusi pendapatan. Penetapan distribusi pendapatan diperoleh dari

perhitungan saldo rata-rata perklasifikasi dana dibagi total saldo rata-rata seluruh klasifikasi

dana dikalikan komponen pendapatan, dikalikan nisbah bagi hasil masing-masing produk

tabungan/ simpanan berjangka.64

Adapun layanan pembiayaan BMT/KJKS diatur dalam Undang-Undang No.25 Tahun

1992 tentang perkoperasian Pasal 23 yaitu dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk pembiayaan

mudhārabah, musyārakah, piutang murābahah, piutang salam, piutang istisnah, piutang

ijarah dan qardh. Pengembangan bentuk pembiayaan lain dimungkinkan sepanjang tidak

bertentangan dengan prinsip syariah dan memiliki landasan syariah yang jelas serta telah

mendapatkan fatwa DSN MUI. Berbagai jenis akad dan transaksi ini sekaligus menjadi

pembeda (distingsi) antara koperasi konvensional dengan koperasi syari’ah.65 Dalam kegiatan

operasionalnya, BMT menggunakan prinsip bagi hasil, sistem balas jasa, sistem profit, akad

bersyarikat dan produk pembiayaan.

64Amalia, Keadilan Distributif , 259. 65 Ibid ., 258.