bab ii kajian teori a. aktivitas fisik 1. pengertian
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Aktivitas Fisik
1. Pengertian Aktivitas Fisik
Menurut WHO, physical activity atau aktivitas fisik merupakan
gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka dan dibutuhkan energi
untuk melakukannya (Erwinanto, 2017). Aktivitas fisik meliputi seluruh
pergerakan tubuh manusia seperti aktivitas sehari-hari, hobi, dan
olahraga yang bersifat kompetitif (WHO dalam Syam, 2017). Aktivitas
fisik merupakan perilaku yang kompleks. Terdapat banyak tipe aktivitas
yang berbeda yang kemudian berkontribusi dalam aktivitas fisik secara
keseluruhan. Aktivitas tersebut termasuk aktivitas pekerjaan, rumah
tangga (contoh: mengasuh anak, membersihkan rumah, jalan kaki), dan
aktivitas waktu luang. Menurut Hardman & Stensel (dalam Ananta,
2018) latihan fisik atau berolahraga termasuk kedalam kategori aktivitas
waktu senggang serta didefinisikan sebagai aktivitas fisik yang
direncanakan, dilakukan secara repetitif, terstruktur, dan memiliki tujuan
untuk pengembangan juga pemeliharaan kesehatan fisik.
2. Jenis Aktivitas Fisik
Menurut Swartawan (2018) terdapat 2 jenis aktivitas fisik yang
biasanya dilakukan yaitu :
a. Aktivitas Aerobik
Aktivitas aerobik biasa disebut dengan aktivitas ketahanan yang
berarti dimana orang yang melakukannya melibatkan pergerakan
11
otot-otot besar dengan intensitas yang berkelanjutan. Aktivitas ini
terdiri dari tiga komponen yaitu intensitas, frekuensi serta durasi.
Contohnya adalah aktivitas berjalan, bersepeda, basket, menari,
berenang. Aktivitas aerobik juga menyebabkan detak jantung
seseorang menjadi lebih cepat dari biasanya. Jika aktivitas ini
dilakukan secara rutin maka akan dapat bermanfaat untuk kesehatan
kardiovaskular.
b. Aktivitas Penguatan Otot
Aktivitas ini dapat memberi manfaat tambahan yang tidak
didapatkan pada aktivitas aerobik, dimana aktivitas ini dapat
menambah kekuatan otot dan tulang seseorang. Aktivitas ini juga
sebagai upaya untuk mempertahankan massa otot dan dapat
membuat otot melakukan lebih banyak pekerjaan dari yang biasa
dilakukan seseorang. Contoh dari aktivitas ini adalah latihan
ketahanan (push up, sit up, pull up), membawa beban berat, serta
aktivitas perkebunan yang berat seperti menggali. Terdapat tiga
komponen dari aktivitas penguatan otot yaitu intensitas, frekuensi,
serta pengulangan.
3. Klasifikasi Aktivitas Fisik
Menurut RISKESDAS (dalam Erwinanto, 2017) terdapat dua
klasifikasi aktivitas fisik, yaitu aktif dan tidak aktif. Dikatakan aktif
apabila seseorang melakukan salah satu dari aktivitas berat, sedang atau
melakukan kombinasi antara keduanya. Sedangkan dikatakan tidak aktif
apabila seseorang tidak melakukan salah satu dari aktivitas berat ataupun
12
sedang. Emma Pandi Wirakusumah (dalam Erwinanto, 2017)
menjelaskan bahwa terdapat 3 klasifikasi aktivitas fisik, yaitu:
a. Aktivitas Fisik Ringan
Aktivitas fisik ringan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari seperti istirahat (tidur) selama 8 jam, bekerja
sejenis pekerjaan kantor selama 4 jam, kegiatan rumah tangga 2 jam,
½ jam kegiatan olahraga, dan 9½ sisanya adalah kegiatan ringan atau
sangat ringan.
b. Aktivitas Fisik Sedang
Aktivitas fisik sedang meliputi setara istirahat (tidur) selama 8
jam, 8 jam pekerjaan lapangan (industri, perkebunan, dan
sejenisnya), 2 jam pekerjaan rumah tangga, dan 6 jam sisanya
pekerjaan ringan atau sangat ringan.
c. Aktivitas Fisik Berat
Aktivitas fisik berat meliputi 8 jam tidur, 4 jam pekerjaan berat
seperti pekerjaan pertanian, 2 jam pekerjaan ringan, dan 10 jam
sisanya pekerjaan ringan atau sangat ringan. Menurut Kemenkes
(2018) berdasarkan intensitas dan besar kalorinya, aktivitas fisik
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu :
1) Aktivitas Fisik Ringan
Aktivitas ini hanya membutuhkan sedikit tenaga dan
biasanya tidak terlalu menimbulkan perubahan dalam
pernafasan. Saat seseorang melakukan aktivitas fisik ringan
masih dapat bicara hingga menyanyi dengan baik. Energi yang
13
dikeluarkan selama melakukan aktivitas fisik ringan ini sekitar
<3,5 Kcal/ menit.
2) Aktivitas Fisik Sedang
Saat seseorang melakukan aktivitas fisik sedang, maka
tubuh akan sedikit berkeringat, frekuensi bernafas dan denyut
jantung meningkat. Energi yang dikeluarkan selama melakukan
aktivitas fisik sedang yaitu 3,5 – 7 Kcal/menit.
3) Aktivitas Fisik Berat
Aktivitas fisik dapat dikatakan berat apabila selama
melakukannya tubuh menghasilkan banyak keringat, adanya
peningkatan frekuensi bernafas dan detak jantung hingga
menyebabkan nafas tersengal-sengal. Energi yang dikeluarkan
selama beraktivitas fisik berat yaitu >7 Kcal/ menit.
Tabel 2.1 Klasifikasi aktivitas fisik
Sumber: Kemenkes (2018)
Aktivitas Fisik
Ringan
Aktivitas Fisik
Sedang
Aktivitas Fisik
Berat
Berdiri melakukan
pekerjaan rumah
seperti menyapu,
mengepel,
memasak, mencuci
piring, setrika.
Aktivitas rumah
tangga seperti
memindahkan
barang yang
ringan, menanam
pohon atau
kegiatan berkebun,
mencuci mobil
Aktivitas rumah
tangga seperti
memindahkan
barang yang berat,
bermain atau
menggendong anak
Duduk bekerja di
depan komputer,
membaca, menulis,
menyetir.
Memotong rumput
menggunakan
mesin, pekerjaan
seperti tukang
kayu, mengangkat
dan menyusun
balok kayu
Memindahkan batu
bata, menyekop
pasir, mencangkul,
menggali selokan,
pekerjaan seperti
mengangkut beban
berat
Berjalan santai di
rumah, kantor,
taman, pusat
Jalan cepat
(kecepatan 5
km/jam) pada
Berjalan sangat
cepat (kecepatan
lebih dari 5 km/
14
perbelanjaan. permukaan rata
didalam atau diluar
ruangan untuk
menuju suatu
tempat
jam),
menggendong
beban berat di
punggung,
mendaki gunung,
jogging (kecepatan
8 km/ jam), berlari
Latihan peregangan
dan pemanasan.
Bermain video
game, melukis,
menggambar,
bermain musik,
bermain billyard,
memanah,
memancing, golf,
latihan menembak,
naik kuda.
Bulutangkis
rekreasional, dansa,
bermain tenis meja,
bersepeda pada
lintasan yang datar,
bermain skate
board, bowling,
berlayar, ski air.
Bersepeda lebih
dari 15 km/ jam
dengan lintasan
mendaki,
badminton
kompetitif, tenis,
voli kompetitif,
sepak bola, tinju.
4. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik
Menurut Bouchard, et al (dalam Erwinanto, 2017) terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas seseorang, antara lain :
a. Usia
Tingkat aktivitas fisik tertinggi manusia normal terjadi pada usia
12-14 tahun yang kemudian akan mengalami penurunan secara
signifikan saat memasuki usia remaja, dewasa, hingga usia lebih dari
65 tahun.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap tingkat aktivitas
fisik manusia. Biasanya, tingkat aktivitas fisik laki-laki cenderung
lebih tinggi daripada aktivitas fisik perempuan.
c. Etnis
Perbedaan etnis juga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat aktivitas seseorang, karena berkaitan dengan
15
budaya yang berbeda dalam setiap lingkungan. Tentunya budaya
pada setiap negara memiliki perbedaan, seperti di Belanda dimana
mayoritas masyarakat lebih senang untuk mengayuh sepeda.
Sedangkan di Indonesia mayoritas masyarakat memilih untuk
menggunakan kendaraan bermotor, sehingga tingkat aktivitas fisik
masyarakat Indonesia lebih rendah daripada Belanda.
d. Tren Baru
Saat ini sudah berkembang teknologi yang dapat mempermudah
pekerjaan manusia. Dibandingkan zaman dahulu, jika ingin
membajak sawah harus menggunakan kerbau namun untuk saat ini
sudah terdapat traktor untuk membajak sawah sehingga dapat
meringankan pekerjaan manusia.
Menurut Lutan (2002) terdapat beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap perilaku aktif dan tidak aktif pada aktivitas fisik. Beberapa
faktornya meliputi :
a. Faktor Biologis
Faktor biologis memiliki pengaruh terhadap tingkat aktivitas fisik
seseorang. Faktor biologis diantaranya jenis kelamin, usia, serta
kegemukan.
Tabel 2.2 Faktor Biologis Aktivitas Fisik
Sumber : Lutan (2002)
Variabel Hubungannya dengan Aktivitas Fisik
Jenis Kelamin Laki-laki cenderung lebih aktif dari perempuan
Usia Aktivitas mengalami penurunan seiring
bertambahnya usia
Kegemukan Anak yang mengalami kegemukan biasanya
memiliki tingkat aktivitas rendah
16
b. Faktor Psikologis
Ada beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi seseorang
dalam beraktivitas fisik. Faktor tersebut diantaranya:
1) Pengetahuan mengenai cara berlatih
2) Hambatan yang dialami dalam aktivitas fisik
3) Keinginan untuk lebih aktif
4) Sikap terhadap aktivitas fisik
5) Rasa percaya diri untuk melakukan aktivitas
c. Faktor Lingkungan Sosial
Keaktifan seseorang dalam beraktivitas fisik juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan sosial. Terutama adalah keluarga yang
memberi peran sangat penting, karena orangtua merupakan contoh
bagi anak. Minat seseorang dalam beraktivitas fisik dapat
dibangkitkan oleh keluarga. Sebagai contoh apabila sejak kecil sudah
sering diajak untuk beraktivitas fisik seperti berolahraga, maka anak
juga akan mengikuti orangtuanya.
d. Faktor Fisikal
Faktor fisikal merupakan keadaan tempat tinggal serta kondisi
lingkungan seperti daerah kota, pedesaan, atau pegunungan.
Seseorang yang bertempat tinggal dekat dengan lapangan atau
tempat olahraga biasanya akan terpengaruh untuk mengikuti orang
yang dilihatnya aktif berolahraga.
17
5. Manfaat Umum Aktivitas Fisik
Menurut Welis (2013), manfaat aktivitas fisik yaitu dapat
menurunkan resiko terjadinya gangguan kardiovaskular seperti
hipertensi, tingkat kolesterol yang tinggi, serta stroke. Aktivitas fisik
yang dilakukan secara kontinyu atau rutin juga dapat meningkatkan
mental health seseorang dengan menurunnya tingkat stres, juga depresi.
U.S. Department of Health and Human Services (dalam Erwinanto,
2017) menjelaskan beberapa manfaat aktivitas fisik yang dilakukan
secara kontinyu atau rutin yaitu:
a. Menurunkan resiko kematian. Seseorang yang aktif dalam
beraktivitas fisik cenderung memiliki resiko kematian rendah.
b. Menurunkan resiko penyakit DM (diabetes mellitus). Seseorang
yang aktif dalam beraktivitas fisik memiliki resiko rendah mengidap
diabetes mellitus.
c. Mengurangi resiko penyakit jantung koroner dan kardiorespirasi.
d. Terkendalinya berat badan. Distribusi lemak tubuh berkaitan dengan
aktivitas fisik, dimana seseorang yang tinggi dalam hal konsumsi
makanan jika tidak diimbangi dengan aktivitas fisik maka lemak
tidak akan terdistribusi dengan baik, melainkan akan mengalami
penimbunan dalam tubuh.
e. Mental health. Salah satu cara untuk mengatasi gejala depresi dan
gangguan mood adalah dengan beraktivitas fisik.
18
f. Mengurangi resiko gangguan sendi (osteoarthritis). Untuk
mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dan fungsi sendi, serta
otot maka perlu adanya upaya seperti melakukan aktivitas fisik.
g. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup.
6. Manfaat Aktivitas Fisik Untuk Kesehatan Mental
Menurut WHO (2019) aktivitas fisik memiliki manfaat untuk
memelihara kesehatan mental seseorang, hal ini berkaitan dengan
meningkatnya produksi neurotransmitter ( serotonin dan dopamin).
Seseorang yang rutin beraktivitas fisik memiliki resiko penurunan tingkat
depresi hingga 45%, selain itu disebutkan juga bahwa aktivitas fisik
memiliki tingkat efektivitas yang sama dengan obat antidepresan dalam
mengatasi gejala depresi ringan. Aktivitas fisik juga memiliki manfaat
untuk mengurangi tingkat kecemasan dan juga stres. Efek yang didapat
dari beraktivitas fisik hampir sama dengan efek yang dihasilkan dari
aktivitas meditasi atau relaksasi (Paluska & Schwent, 2000). Menurut
Biddle, et al (2000) efek yang didapatkan dari beraktivitas fisik dalam
mengurangi tingkat kecemasan dan stres biasanya dalam kategori rendah
hingga sedang.
7. Rekomendasi Aktivitas Fisik
Menurut WHO rekomendasi aktivitas fisik berdasarkan Global
Recommendations on Physical Activity for Health (dalam Swartawan,
2018) dibagi sesuai dengan kelompok usia yaitu 5-17 tahun, 18-64 tahun,
serta kelompok usia diatas 65 tahun. Untuk kelompok usia 18-64 tahun,
aktivitas fisik yang direkomendasikan meliputi aktivitas fisik rekreasi,
19
transportasi (bersepeda atau jalan kaki), pekerjaan, pekerjaan rumah
tangga, permainan, serta olahraga atau latihan terencana. Untuk dapat
memperbaiki sistem kardiorespirasi, otot, kesehatan tulang, serta
mengurangi resiko penyakit dan depresi maka rekomendasi aktivitas
pada kelompok ini adalah setidaknya dilakukan dalam waktu 150 menit
dengan intensitas sedang dalam 1 minggu atau dapat juga
dikombinasikan dengan aktivitas intensitas berat. Dan untuk
mendapatkan manfaat tambahan lainnya, maka orang dewasa dianjurkan
untuk meningkatkan aktivitas fisik intensitas sedang hingga 300 menit
dalam satu minggu, melakukan 150 menit aktivitas berat dalam satu
minggu atau aktivitas aerobik minimal 10 menit setiap latihan
(Swartawan, 2018).
8. Pengukuran Tingkat Aktivitas Fisik
Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas fisik
seseorang, digunakan kuisioner dari WHO yaitu GPAQ atau Global
Physical Activity Questionnaire. Menurut Hamrik (2014), GPAQ
dikembangkan sebagai bentuk pengawasan aktivitas fisik di negara
berkembang. Kuesioner ini berisi 16 pertanyaan yang menilai 3 segi
aktivitas yaitu aktivitas fisik saat seseorang melakukan pekerjaan,
perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya, serta aktivitas di saat
senggang. GPAQ mengukur aktivitas fisik dengan metode klasifikasi
METs (Metabolic Equivalents). METs (Metabolic Equivalents)
merupakan rasio dari laju metabolisme saat kerja dengan laju
metabolisme saat beristirahat. METs dinyatakan dengan satuan
20
kkal/kg/jam. Perbandingan aktivitas dalam kategori sedang, 4 kali lebih
besar dibanding aktivitas duduk tenang, sehingga perhitungan aktivitas
kategori sedang dikalikan dengan 4 METs.
Menurut Singh & Purohit (dalam Adhitya 2016) aktivitas yang
masuk dalam kategori berat memiliki perbandingan 8 kali lebih besar
dari duduk tenang, sehingga perhitungannya dikalikan dengan 8 METs.
GPAQ juga sudah divalidasi sebagai alat ukur aktivitas fisik pada
individu dengan rentang usia sekitar 16-84 tahun (Dugdill et al, dalam
Adhitya 2016). Untuk klasifikasi tingkat aktivitas fisik menurut GPAQ
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Klasifikasi Aktivitas Fisik
Sumber : Adhitya (2016)
Kategori Ketentuan
Tinggi
a. Melakukan aktivitas fisik berat
minimal sebanyak 3 hari dengan
nilai minimal 1500 MET-
menit/minggu atau
b. Melakukan kombinasi aktivitas fisik
berat, sedang dan berjalan sebanyak
7 hari dengan nilai minimal 3000
MET-menit/minggu
Sedang
a. Melakukan aktivitas berat dengan
minimal waktu 20 menit per hari
selama 3 hari atau lebih, atau
b. Intensitas aktivitas sedang selama 5
hari atau lebih, atau berjalan dengan
waktu minimal 30 menit per hari
atau
c. Melakukan kombinasi antara
aktivitas berat, sedang serta berjalan
sebanyak 5 hari atau lebih dengan
nilai minimal 600 MET-
menit/minggu
21
Rendah
Tidak melakukan salah satu dari semua
kriteria yang telah disebutkan pada
kategori tinggi maupun sedang.
B. Stres
1. Pengertian Stres
Menurut Asmadi (2008) stres adalah suatu reaksi dari tubuh, baik
reaksi secara fisik maupun reaksi secara psikis pada suatu hal yang
bersifat menuntut dan mengancam yang dihadapi dalam kehidupannya
yang dapat menimbulkan suatu perubahan terhadap diri suatu individu
dimana perubahan tersebut bisa berupa perubahan secara spiritual, psikis,
serta fisik. Seseorang dapat mengalami stres saat merasa kesulitan dalam
menghadapi suatu hal, bahkan disebutkan bahwa sebelum dilahirkan pun
manusia telah memiliki pengalaman terkait stres itu sendiri (Smelltzer &
Bare, 2008). Secara normal stres merupakan suatu hal yang akan terus
ada sepanjang daur kehidupan manusia, dengan adanya stres maka
manusia akan berusaha untuk menyelesaikannya sebagai reaksi adaptasi
untuk tetap bertahan (Potter & Perry, 2005).
Stres terdiri dari beberapa faktor seperti emosional, kimiawi, atau
fisik yang kemudian dapat menimbulkan adanya kegelisahan secara
mental maupun fisik dan hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor
timbulnya suatu penyakit pada individu. Faktor kimiawi dan fisik yang
dapat memicu timbulnya stres yaitu seperti adanya penyakit, trauma, atau
racun dll. Istilah stres biasa digunakan psikiater dan para ilmuwan untuk
menjelaskan bahwa saat stabilitas dan fungsi tubuh seseorang sedang
mengalami gangguan maka hal yang mungkin terjadi adalah adanya
22
suatu kekuatan buruk yang sedang mengganggu. Jadi saat individu
mengalami stres, maka tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan zat
kimia dalam tubuh. Zat kimia tersebut akan memberikan kekuatan serta
energi lebih pada tubuh. Terdapat dua jenis stres yaitu stres yang bersifat
positif (eustres) dan stres yang bersifat negatif (distres) yang secara
umum beban tersebut terasa berlebih. Dimana jika stres yang dirasakan
berlebih dan individu tersebut tidak dapat mengontrol maka akan
menimbulkan efek yang buruk (Putra, 2016).
2. Etiologi Stres
Potter & Perry (2005) memperkenalkan konsep stressor dimana
stressor tersebut berupa rangsangan eksternal dan internal. Stressor
internal berasal dari dalam diri sendiri sebagai contoh adanya demam,
terinfeksi penyakit, trauma fisik, kelelahan fisik. Sedangkan stressor
eksternal berasal dari luar diri seperti adanya perubahan yang bermakna
dalam suatu lingkungan, perubahan proses belajar, perubahan hubungan
interpersonal, perubahan peran sosial, serta perubahan tempat tinggal.
Menurut Potter & Perry (2005) terdapat beberapa faktor stres yang
berasal dari dalam maupun luar, yaitu:
a. Faktor biologis, dimana stressor biologis dibagi menjadi :
1) Faktor Genetika
Dimana saat seseorang berada dalam kandungan, jika ibu
yang sedang mengandung senang mengkonsumsi minuman atau
makanan yang dapat memicu alergi, maka hal tersebut dapat
mengancam perkembangan bayi sehingga dapat menimbulkan
23
disfungsi organ serta tingkah laku yang abnormal pada anak
nantinya.
2) Pengalaman Hidup
Remaja lebih sering mengalami stres karena masih dalam
masa pubertas sehingga cara untuk menghadapi permasalahan
dan perasaan yang sedang dihadapi juga masih pada tahap
penyesuaian.
3) Tidur
Apabila kebutuhan tidur tidak tercukupi dengan baik maka
akan dapat mengganggu kemampuan konsentrasi, berkurangnya
semangat dalam beraktivitas, serta seseorang menjadi lebih
mudah emosi.
4) Postur Tubuh
Ketidaksempurnaan atau kurang baiknya postur tubuh juga
dapat berpengaruh kurang baik terhadap psikis seseorang dan
dapat mengganggu kemampuan sosialisasinya dengan orang
lain.
5) Penyakit
Penyakit yang menyerang seseorang akan dapat
mengganggu ritme biologis dan cenderung cepat menimbulkan
rasa lelah serta pola tidur yang kurang baik. Sehingga apabila
ritme biologis terganggu maka seseorang akan lebih mudah
untuk terpengaruh oleh stressor yang datang.
24
b. Faktor Psikologis
1) Persepsi
Persepsi merupakan kesatuan dari interpretasi sinyal, gen
bawaan, ingatan, serta motivasi. Agar sumber stres dapat
terkendali, maka seseorang juga harus memiliki kemampuan
untuk mengontrol persepsinya.
2) Perasaan serta emosi
Kemampuan menerima perasaan serta emosi pada diri
seseorang bergantung pada hasil dari suatu interaksi dan
pengalaman yang diperoleh. Macam emosi yang ada pada diri
individu yaitu: rasa bersalah, takut, marah, kesedihan, khawatir.
3) Situasi
Apabila seseorang mendapat banyak sumber ancaman,
konflik yang tidak mampu diatasi serta perasaan frustasi yang
berkepanjangan maka akan dengan mudah terkena stres.
4) Pengalaman hidup
3. Fisiologi Stres
Canon (dalam Haryatno, 2014) menjelaskan bagaimana tubuh
memberikan reaksi terhadap sesuatu yang bersifat mengancam. Canon
menyebutkan bahwa respon tersebut sebagai fight-or-flight response
dimana respon fisiologis ini mempersiapkan individu untuk menghadapi
situasi yang bersifat ancaman. Fight-or-flight response dapat
menyebabkan tubuh seseorang dapat memberikan respon cepat terhadap
suatu situasi yang bersifat mengancam. Tapi jika stres yang dialami
25
terlalu berat dan berjalan secara terus menerus maka dapat mengancam
kesehatan sesorang. Hans Selye (dalam Haryatno, 2014)
mengembangkan istilah yang disebut dengan GAS (General Adaptation
Syndrome) yang terdiri dari tahap respon fisiologis terhadap stres,
diantaranya :
a. Alarm Reaction (Fase Peringatan)
Secara fisiologis, di tahap ini seorang individu akan merasa
terdapat hal yang tidak benar seperti keluarnya keringat dingin,
muka menjadi pucat, tegang bagian leher, jantung berdegup kencang,
dll. Fase ini adalah tanda awal yang muncul ketika seseorang
mengalami stres (Hans Selye dalam Haryatno, 2014).
b. Stage of Resistance ( Fase Resistensi)
Pada tahap ini tubuh melakukan perlawanan terhadap stres yang
dialami, karena pada tingkat tertentu stres dapat mengancam
kesehatan seseorang. Sehingga untuk mendukung perlawanan yang
dilakukan tubuh, maka diperlukan suplai gizi yang cukup dan hal
tersebut berguna untuk mencegah terjadinya disfungsi tubuh (Hans
Selye dalam Haryatno, 2014).
c. Stage of Exhaustion (Fase Kelelahan)
Tahap ini adalah fase dimana individu sudah tidak mampu
melakukan perlawanan terhadap stres yang dialami, akibatnya
penyakit dapat menyerang bagian tubuh yang lemah (Hans Selye
dalam Haryatno, 2014).
26
4. Jenis Stres
Menurut Safaria & Saputra (2015), stres dibagi menjadi dua yaitu
distres (bersifat merugikan) serta eustres (bersifat membangun).
a. Distres
Distres merupakan stres yang bersifat negatif atau merugikan,
dimana hal tersebut termasuk kedalam suatu konsekuensi pribadi dan
suatu organisasi seperti tingginya tingkat ketidakhadiran, sulitnya
berkonsentrasi, serta sulit menerima hasil yang telah didapatkan
(Safaria & Saputra, 2015).
b. Eustres
Eustres merupakan jenis stres yang dapat memberikan dampak
positif kepada individu, sehingga stres ini bersifat positif dan
membangun. Dampak positif yang dihasilkan tidak hanya dirasakan
oleh individu itu sendiri, akan tetapi juga dapat dirasakan oleh
lingkungan sekitarnya seperti meningkatnya kemampuan adaptasi
dan sikap fleksibilitas (Safaria & Saputra, 2015).
5. Tahap Stres
Menurut Hawari (2002) seringkali seseorang tidak merasakan
timbulnya gejala stres pada dirinya, karena pada tahap awal gejala yang
ditimbulkan akibat stres terjadi secara lambat yang kemudian baru
dirasakan saat tahap stres telah berlanjut hingga mengganggu fungsi
kehidupan. Dr. Robert J (dalam Hawari, 2002) menyebutkan beberapa
tahap stres, diantaranya:
27
a. Stres Tahap I
Tahap ini adalah tahap awal dan ringan dari stres. Umumnya pada
tahap ini muncul perasaan seperti: perasaan bisa melakukan
pekerjaan lebih banyak dari biasanya padahal cadangan energinya
telah dihabiskan, semangat kerja yang besar, penglihatan terasa lebih
tajam dari biasanya (Dr. Robert J dalam Hawari, 2002).
b. Stres Tahap II
Pada tahap ini stres mulai menimbulkan keluhan sebagai efek dari
habisnya cadangan energi. Keluhan yang muncul meliputi: lambung
atau perut terasa tidak nyaman, jantung berdebar, otot punggung dan
leher terasa tegang, rasa letih saat bangun pagi hari, rasa mudah
lelah, serta perasaan tidak bisa santai (Dr. Robert J dalam Hawari,
2002).
c. Stres Tahap III
Saat seseorang terus memaksakan diri dalam suatu pekerjaan dan
menghiraukan keluhan pada stres tahap II, maka keluhan yang
dialami seseorang akan semakin nyata dirasakan seperti: ketegangan
otot semakin terasa, pola tidur berantakan, terganggunya sistem
koordinasi, dan ketegangan emosional semakin meningkat (Dr.
Robert J dalam Hawari, 2002).
d. Stres Tahap IV
Apabila seseorang tetap menghiraukan gejala yang muncul seperti
pada tahap sebelumnya dan tetap bekerja tanpa istirahat, maka akan
muncul keluhan selanjutnya seperti: merasa bosan terhadap
28
pekerjaanya dan terasa lebih sulit, gangguan pola tidur disertai
mimpi yang bersifat menegangkan, sering menolak ajakan karena
sudah tidak bersemangat, turunnya daya ingat dan konsentrasi,
perasaan takut dan cemas yang tidak jelas penyebabnya (Dr. Robert J
dalam Hawari, 2002).
e. Stres Tahap V
Apabila stres terjadi secara berkelanjutan, maka akan diiringi
munculnya gejala selanjutnya seperti: tidak mampu menyelesaikan
pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan sistem pencernaan,
mudah panik dan bingung, perasaan takut dan cemas semakin nyata,
serta semakin merasa lelah secara fisik dan mental (Dr. Robert J
dalam Hawari, 2002).
f. Stres Tahap VI
Tahap ini adalah tahap terklimaks, dimana terkadang seseorang
merasa adanya kepanikan tersendiri hingga takut akan kematian.
Sebagai gambarannya, gejala yang ditimbulkan berupa: merasa
susah nafas, badan gemetar, keringat dingin, detak jantung yang
teramat keras, bahkan seseorang dapat pingsan atau collapse (Dr.
Robert J dalam Hawari, 2002).
6. Tingkat Stres
Setiap individu tentunya memiliki persepsi yang berbeda terhadap
stres yang dialaminya. Persepsi terhadap stres didasarkan oleh
pengalaman, norma dan keyakinan, faktor lingkungan, keluarga,
29
pengalaman, pola hidup, dan mekanisme koping stres (Purwati, 2012).
Sehingga stres dapat dikategorikan menjadi lima, yaitu :
a. Stres Normal
Stres merupakan bagian alamiah dari suatu kehidupan sehingga
dapat dialami kapanpun bahkan secara teratur. Contohnya seperti
rasa lelah saat mengerjakan sesuatu, ketakutan seperti tidak lulus
ujian, serta detak jantung yang semakin meningkat setelah
beraktivitas (Crowford & Henry, 2003).
b. Stres Ringan
Stres ringan dialami secara teratur dan biasanya terjadi dalam
kurun waktu menit atau jam. Contohnya seperti terjebak macet di
jalan, mendapat teguran dari dosen atau guru, jam tidur yang terlalu
banyak. Stres ringan ini biasanya menimbulkan gejala seperti
keringat yang berlebihan, bibir terasa kering, nafas terasa sedikit
sesak, kesulitan menelan, badan terasa lemas, muncul tremor, denyut
jantung yang meningkat padahal tidak sedang beraktivitas fisik, yang
kemudian diikuti oleh perasaan lega (Australia, 2010).
c. Stres Sedang
Stres ini berlangsung lebih lama seperti beberapa jam bahkan
beberapa hari. Contohnya seperti tidak dapat menyelesaikan masalah
yang sedang dialami dengan teman atau keluarga. Dampak yang
ditimbulkan akibat stres ini biasanya berupa perasaan mudah marah
atau tersinggung, kesulitan istirahat, muncul reaksi berlebihan dalam
30
suatu situasi, perasaan gelisah, ketidaksabaran ketika harus
mengalami suatu penundaan (Australia, 2010).
d. Stres Berat
Stres berat merupakan kondisi kronis dimana stres ini
berlangsung dalam hitungan minggu bahkan tahun, contohnya
seperti masalah ekonomi yang berkepanjangan, penyakit fisik jangka
panjang, atau perselisihan yang terjadi terus menerus. Stres berat
dapat menimbulkan beberapa dampak yaitu seperti kesulitan merasa
hal positif, perasaan putus asa, tidak memiliki semangat dalam
melakukan suatu pekerjaan, perasaan sedih, tertekan, hilangnya
minat dalam segala hal, merasa hidupnya tidak berguna (Australia,
2010).
e. Stres Sangat Berat
Stres sangat berat merupakan tingkatan paling tinggi dimana stres
ini terjadi selama hitungan bulan sampai waktu yang tidak dapat
ditentukan. Individu yang mengalami stres seperti ini cenderung
kehilangan motivasi untuk hidup sehingga pasrah. Dan seseorang
yang mengalami stres seperti ini biasanya diidentifikasi mengalami
depresi yang tingkatnya juga berat (Purwati, 2012).
7. Dampak Stres
Stres yang dialami seseorang tentunya memiliki dampak yang baik
dan buruk, sebagaimana disebutkan oleh Rafidah, et al (2009) bahwa
stres dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam proses belajar
31
serta berpikir. Rice (dalam Iqbal, 2018) mengelompokkan dampak stres
yaitu :
a. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologi yang dapat muncul yaitu adanya gejala seperti
sakit kepala, sakit pinggang, sembelit, diare, tengkuk terasa tegang,
kelelahan, tekanan darah tinggi, maag, selera makan berubah,
hilangnya semangat, serta kesulitan tidur.
b. Dampak Psikologis
Dampak psikologis yang timbul akibat stres antara lain: timbul
perasaan cemas, gelisah, mudah marah, mudah tersinggung, gugup,
takut, sedih dan depresi. Dampak psikologis yang muncul juga dapat
berpengaruh terhadap adanya penurunan kognitif seperti mudah
lupa, sulit membuat keputusan, sering melamun hingga pikiran
menjadi kacau.
8. Ruang Lingkup Stres Di Masa Pandemi Covid-19
Menurut Muslim (2020), terdapat 3 klasifikasi stres di masa
pandemi covid-19 yaitu :
a. Stres Akademik
Akademik merupakan gambaran kemampuan seseorang dalam
memahami suatu ilmu, dimana kemampuan tersebut dapat diukur
kebenarannya. Dalam suatu pembelajaran, tentunya seorang
mahasiswa ataupun siswa dituntut untuk bisa menguasai ilmu yang
telah diajarkan dan hal itulah yang dapat memicu timbulnya stres
akademik. Selain tuntutan untuk bisa memahami suatu ilmu, di masa
32
pandemi ini hal lain yang dapat memicu timbulnya stres akademik
adalah metode pembelajaran yang dilakukan secara Daring.
Sehingga hal ini dapat membuat mahasiswa ataupun siswa sekolah
cenderung merasa bosan karena tidak adanya interaksi langsung
antara siswa dan tenaga pengajar ataupun teman sebaya (Muslim,
2020).
b. Stres Kerja
Imbauan yang telah disampaikan oleh pemerintah untuk
mengurangi aktivitas diluar rumah juga berlaku dalam dunia kerja.
Saat ini semua pekerja dianjurkan untuk work from home atau
bekerja dari rumah karena beberapa informasi yang telah didapatkan
menyebut bahwa klaster penyebaran covid-19 ini tidak sedikit yang
berasal dari lingkungan kerja, terlebih lagi pada area perkantoran.
Disisi lain pekerjaan yang mulai memberlakukan aktivitas kerja
seperti normalnya, tentu para pekerjanya memiliki ketakutan akan
terinfeksi virus ini. Untuk itu banyak perusahaan yang dengan
terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja dengan para
pekerjanya. Karena situasi yang tidak dapat dipastikan ini, dan
ebberapa permasalahan kerja seperti pemotongan gaji hingga
pemotongan hubungan kerja maka hal ini dapat memicu timbulnya
stres kerja (Muslim, 2020).
c. Stres dalam Keluarga
Sejak diterapkannya work from home saat ini, maka seluruh
anggota keluarga akan lebih sering sering atau bahkan setiap saat
33
berkumpul di rumah. Tentunya stres dalam rumah tangga dapat
dialami oleh seluruh anggota keluarga. Seperti orangtua yang
bebannya bertambah karena harus mendampingi proses belajar dan
mengambil alih peran sebagai guru untuk anak-anaknya. Selain itu
apabila orangtua mengalami penurunan produktivitas kerja,
penurunan penghasilan atau bahkan hingga menganggur di rumah
maka dapat menjadi pemicu stres di lingkungan keluarga. Stres yang
dialami dalam lingkungan keluarga dapat terjadi akibat kurangnya
keharmonisan, sehingga potensi untuk mengalami stres akan
semakin kuat (Muslim, 2020).
9. Alat Ukur Tingkat Stres
Menurut Putra (2016), alat ukur untuk mengetahui tingkat stres
adalah berupa kuesioner yang akan diisi oleh subjek penelitian dengan
nilai skor sebagai sistem perhitungannya. Terdapat beberapa alat ukur
yang biasa digunakan untuk mengetahui tingkat stres seseorang
khususnya mahasiswa, yaitu:
a. Kessler Psychological Distress Scale
Kessler Psychological Distress Scale merupakan kuesioner yang
berisi sepuluh pertanyaan dan penilaiannya menggunakan sistem
skor (Putra, 2016):
1= tidak pernah mengalami stres
2= jarang mengalami stres
3= kadang-kadang mengalami stres
4= sering mengalami stres
34
5= selalu mengalami stres
Kuesioner ini digunakan untuk menggambarkan keadaan selama
30 hari terakhir. Dimana setelah responden mengisi jawaban semua
pertanyaan, maka seluruh skor akan dijumlahkan dan kemudian akan
dikategorikan seperti berikut :
Tabel 2.4 Klasifikasi Penilaian Kessler Psychological Distress Scale
Sumber : Putra, 2016
Tingkat Stres Skor
Tidak stres <20
Ringan 20-24
Sedang 25-29
Berat ≥30
b. Perceived Stress Scale (PSS-10)
Perceived Stress Scale merupakan kuesioner yang terdiri dari 10
pertanyaan, yang ditujukan untuk evaluasi tingkat stres dari beberapa
bulan lalu dalam kehidupan responden penelitian. Seluruh
pertanyaan dalam Perceived Stress Scale berisi mengenai pertanyaan
mengenai pikiran dan perasaan yang dialami subjek penelitian dalam
waktu satu bulan terakhir. Untuk sistem skor, adalah sebagai berikut
(Putra, 2016) :
0= tidak pernah
1= hampir tidak pernah
2= kadang-kadang
3= cukup sering
4= sangat sering
35
Setelah semua soal sudah terjawab maka skor setiap pertanyaan
yang sudah dijawab akan ditotal dan diklasifikasikan menjadi
tingkatan sebagai berikut:
Tabel 2.5 Klasifikasi Penilaian PSS-10
Sumber : Putra, 2016
Tingkat Stres Skor
Ringan 1-14
Sedang 15-26
Berat >26
c. Depression Anxiety Stress Scale (DASS)
DASS merupakan kuesioner yang terdiri dari 3 skala dimana
kuesioner ini mengukur keadaan emosional dari depresi, kecemasan,
serta stres. Kuesioner ini dirancang untuk mengukur dan
mengidentifikasi keadaan emosinal yang sedang dialami seseorang
dan biasanya disebut dengan kecemasan, stres, serta depresi. Pada
kuesioner DASS ini, pada skala depresi digunakan untuk melihat
tingkat perasaan putus asa, perasaan tidak bergunanya hidup, inersia,
rendahnya peminatan terhadap suatu hal, disforia, dan celaan pada
diri sendiri. Untuk melihat adanya kecemasan situasional, gairah
otonom, pengalaman subjektif, dan efek otot lurik akibat efek dari
kecemasan maka digunakan skala kecemasan sebagai alat ukurnya.
Skala stres lebih sensitif terhadap tingkat gairah kronik non spesifik
dimana skala ini melihat keadaan seseorang dari segi kesulitan untuk
rileks, serta hal yang berkaitan dengan mudah tidaknya seseorang
menjadi sedih/ over reaktif, dan sikap tidak sabar. Dalam kuesioner
ini responden diminta untuk mengisi 4 poin dari skala keparahan/
36
frekuensi, untuk menilai apakah pernah mengalami setiap keadaan
selama minggu-minggu terakhir (Putra, 2016).
Tabel 2.6 Indikator Penilaian DASS
Sumber : Novitasari (2015)
Tingkatan Kecemasan Depresi Stres
Normal 0 – 7 0 – 9 0 – 14
Ringan 8 – 9 10 – 13 15 – 18
Sedang 10 – 14 14 – 20 19 – 25
Parah 15 – 19 21 – 27 26 – 33
Sangat parah >20 >28 >34