bab ii kajian teori - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/8246/3/bab 2-05208244017.pdfmembuat alat...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN TEORI
Kajian teori dalam suatu penelitian sangat diperlukan, untuk
menentukan buku acuan yang berhubungan dengan objek penelitian agar
mencapai penelitian yang relevan dan suatu legitimasi konseptual. Teori yang
dipakai harus berkaitan dengan topik penelitian, agar dapat memecahkan
masalah yang ada. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut :
A. Deskripsi Teori
1. Proses Pembuatan Alat Musik
Istilah proses dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 899)
adalah rangkaian tindakan pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan
produk, sedangkan pembuatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2001:168) adalah menjadikan sesuatu, mencipta sesuatu. Sedangkan alat
musik itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 27) adalah
benda yang dipakai untuk menghasilkan bunyi-bunyian. Jadi proses
pembuatan alat musik dapat disimpulkan sebagai tindakan atau kegiatan yang
tersusun untuk menghasilkan/menciptakan suatu alat yang dapat
mengeluarkan bunyi-bunyian.
Proses menghasilkan atau menciptakan alat musik membutuhkan
kecermatan serta keuletan mulai dari pemilihan bahan sampai finishing. Setiap
7
alat musik mempunyai cara pembuatan yang berbeda-beda, mulai dari bahan
baku yang digunakan, serta tingkat kesulitan pada saat proses pengerjaannya.
Sebelum mengenal lebih jauh tentang proses pembuatan alat musik,
peneliti mengambil sebuah teori yang mengklasifikasikan alat musik sesuai
dengan sumber bunyinya, seperti yang dikutip oleh Soeharto dkk (1987:51-
52) dalam buku pelajaran seni musik menuliskan bahwa Mahillon-Sach-
Hornbostel telah mengelompokkan alat-alat musik berdasarkan sumber
bunyinya diantaranya adalah :
1) Ideofon : alat musik yang sumber bunyinya berupa badan dari alat
itu sendiri. Contoh : Gong, Angklung, Kolintang, Kentongan.
2) Aerofon : Alat musik yang sumber bunyinya berupa aero atau
udara. Contoh : Seruling dan Terompet.
3) Membranofon : Alat musik yang sumber bunyinya berupa
membran atau selaput kulit. Contoh : Kendang, Rebana dan Tifa.
4) Kordofon : Alat musik yang sumber bunyinya berupa kord, tali
atau dawai. Contoh : Rebab, Sasando dan gitar akustik.
Penelitian ini membahas proses pembuatan alat musik sape’ kayaan di
Mendalam Kabupaten Kapuas Hulu. Apabila dilihat dari sumber bunyi, bahan
yang digunakan, peralatan yang dipakai sampai proses pengerjaannya,
pembuatan alat musik sape’ tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan gitar
akustik.
Menurut Williams (1986: 1), proses pembuatan alat musik gitar
akustik di mulai dari pemilihan bahan baku, peralatan yang digunakan, cara
8
memproduksi, finishing dan sistem pelarasan, sama seperti proses pembuatan
alat musik sape’ kayaan yang juga dimulai dari pemilihan bahan baku, alat
yang digunakan, cara memproduksi, finishing dan sistem pelarasan.
a. Pemilihan Bahan Baku
Kayu merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk
membuat alat musik seperti gitar, biola, gendang, gambus, kecaping dan
sape’. Menurut Pearson dkk (dalam skripsi Rizky Firmansyah 2006: 3),
penggunaan kayu sebagai alat musik telah dikenal sejak 2500 SM, hal ini
disebabkan karena kayu memiliki karakter unik dan cocok untuk dijadikan
bahan baku pembuatan alat musik berdawai.
Menurut Kollman dkk (1968), kualitas suatu alat musik akan sangat
dipengaruhi oleh kayu yang digunakan. Selain konstruksi dan proses
Finishing, fungsi utama dan kualitas pemancaran suara suatu alat musik
dipengaruhi keseragaman struktur kayu, kerapatan serat kadar air kayu.
Menurut Brown (1952) persyaratan kayu sebagai bahan baku adalah jenis
kayu yang memiliki perbandingan elastisitas (kelenturan) yang tinggi terhadap
masa jenis atau kerapatannya, namun demikian kekuatannyapun sangat
penting karena dapat mempengaruhi suara yang dihasilkan.
Besarnya nilai kadar air pada kayu dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan dimana kayu itu digunakan, terutama suhu dan kelembaban relatif.
Menurut Oey Djoen Seng (1964), besarnya kadar air pada kayu juga
9
tergantung dari keadaan iklim setempat, di Indonesia berkisar antara 12
hingga 20%.
Kayu tidak boleh memiliki mata (motif yang menyerupai mata yang
sering dijumpai pada kayu-kayu olahan), dan kayu tidak boleh busuk. Tekstur
kayu yang dipilih memiliki serat yang teratur, padat, halus, kuat dan ringan.
Kualitas kayu yang baik untuk bahan baku alat musik ditentukan oleh tiga
sifat kayu, yaitu:
1) Sifat akustik kayu adalah kemampuan suatu kayu untuk
meneruskan suara, hal ini berkaitan dengan elastisitas kayu. Suatu
kayu dapat bergetar bebas dan mengeluarkan suara yang tinggi
tergantung pada frekwensi alami dari kayu tersebut. Frekwensi ini
ditentukan oleh kerapatan, elastisitas dan ukuran dari kayu
tersebut.
2) Sifat Resonansi kayu adalah turut bergetarnya kayu dengan adanya
gelombang suara, karena kayu memiliki sifat elastis maka kualitas
nada yang dikeluarkan kayu akan sangat baik.
3) Sifat sustained kayu adalah kemampuan kayu untuk menghasilkan
nada yang panjang dan beragam, hal ini tergantung pada
kemampuan kayu untuk dapat bergetar sepanjang mungkin.
Teknik memotong kayu harus memperhatikan tekstur serat dari kayu,
ini bertujuan supaya mendapatkan kualitas kayu yang terbaik. Menurut
10
Williams (1986: 3), teknik memotong kayu adalah kayu dipotong menjadi
empat bagian berlawanan dengan serat kayu.
Gambar 1: Teknik membelah kayu
(Williams, 1986 : 3)
b. Peralatan
Peralatan digunakan untuk memudahkan pengerjaan dalam membuat
instrumen musik diperlukan alat-alat yang tepat sesuai dengan jenis bahan
yang akan digunakan. Peralatan yang digunakan sangat berpengaruh terhadap
lama, tidaknya proses pembuatan dan baik tidaknya kualitas sebuah
instrumen.
Sape’ adalah alat musik petik yang terbuat dari kayu, tentu peralatan
yang digunakan pada proses pengerjaan alat musik sape’ juga harus peralatan
yang dipakai untuk pengolahan kayu. Terdapat beberapa peralatan yang
digunakan untuk mengolah kayu yaitu :
11
1) Planer, biasa disebut dengan ketam atau pasra, alat ini berfungsi
untuk membentuk, meratakan, dan menghaluskan permukaan
kayu.
2) Circular saw, alat ini lebih dikenal dengan sebutan mesin gergaji
bundar atau sirkel, digunakan untuk memotong bahkan membelah
bahan kayu. Mata gergajinya bisa juga diganti menyesuaikan
dengan kebutuhan, misalnya untuk memotong atau membelah
masing-masing menggunakan mata gergaji yang berbeda atau
dengan mata gergaji kombinasi yang bisa digunakan untuk
keduanya.
3) Hand Grinder, disebut mesin gerinda berfungsi untuk meratakan
permukaan kayu dan membentuk detail cekung pada bagian kayu.
4) Mesin router, biasa juga disebut mesin pingul berperanan penting
dalam hal pemasangan binding dan berfungsi untuk membuat
lubang-lubang tertentu.
5) Kaoto, berfungsi sebagai pembentuk bagian-bagian yang tidak
bisa dijangkau dengan alat ketam.
6) Tatah/pahat, alat untuk menorah atau melubangi kayu.
7) Bor, alat ini digunakan untuk pekerjaan membuat lobang-lobang
pada bahan dengan menyesuaikan diameter dan ukuran mata bor
yang digunakan.
12
8) Amplas kayu, bermacam-macam ukuran dari yang paling kasar
sampai yang paling halus digunakan untuk menghaluskan
permukaan kayu.
9) Alat pengukir kayu, alat pengukir kayu berupa pahat dengan
berbagai macam ukuran, fungsinya untuk mengukir kayu.
c. Sistem Pelarasan
Sistem pelarasan merupakan kegiatan menentukan frekwensi nada
yang akan digunakan pada instrumen musik. Alat musik sape’ adalah alat
musik petik dimana frekwensi nadanya di tentukan oleh getaran senar yang
ditekan pada lasar (fret) papan sape’.
Getaran setiap senar bervariasi tergantung dari kerapatan linear,
panjang, dan tegangan senar. Semakin besar linier density, semakin pelan
getarannya senar. Semakin panjang senar, semakin pelan getarannya. Jadi
senar akan bergetar pada frekwensi tertentu yang ditentukan oleh Panjang
senar, Jumlah tegangan pada senar, Masa senar, dan Keelastisan material
senar, di bawah ini adalah tabel Sistem Perhitungan konstan menentukan
posisi fret pada Fingerboad dalam satu oktaf yaitu :
Nut ke Fret No
Jarak dari Nut atau Fret
sebelumnya
(centimeter)
Sisa panjang bentang
17,817
Jarak dari Nut atau Fret
sebelumnya
(centimeter)
1 3,63 Panjang bentangan
17,817
64,6
17,817
3.62575
13
2
3
3,43
3,32
(64.6 – 3.62575)
17,817
(60.975425 – 3.42225)
17,817
60.975425
17,817
57.552
17,817
3.42225
3.23017
4 3,05 (57.552 – 3.23017)
17,817
54.3503
17,817
3.05047
5
6
2,88
2,72
(54.3503 – 3.05047)
17,817
(51.29983 – 2.87926)
17,817
51.29983
17,817
48.42057
17,817
2.87926
2.71766
7 2,57 (48.42057 – 2.71766)
17,817
45.70291
17,817
2.56512
8
9
2,42
2,29
(45.70291 – 2.56512)
17,817
(43.13779 – 2.42115)
17,817
43.13779
17,817
40.71664
17,817
2.42115
2.28526
10 2,16 (40.71664 – 2.28526)
17,817
38.43138
17,817
2.15700
11 2,04 (38.43138 – 2.15700)
17,817
36.27438
17,817
2.03594
12
13
1,92
1,81
(36.27438 – 2.03594)
17,817
(34.23844 – 1.92167)
17,817
34.23844
17,817
32.31677
17,817
1.92167
1.81381
Ukuran Jarak Fret Fingerboard (Idustri Home Gitar Ratmajaya)
d. Teknik Ukir Kayu
Ukir kayu menurut Muhajirin (2010: 16) adalah cukilan berupa
ornamen atau ragam hias hasil rangkaian yang indah, berelung-relung, saling
14
jalin-menjalin, berulang dan sambung-menyambung sehingga mewujudkan
suatu hiasan. Semula ukiran merupakan ornamen sederhana yang diterapkan
dengan sistem gores dan tempel pada tanah liat, batu atau kayu dengan alat
yang sangat sederhana pula, yang selanjutnya berkembang sampai sekarang
menjadi ukiran yang beraneka ragam coraknya.
Penggunaan salah satu peralatan utama untuk mengukir kayu adalah
pahat ukir kayu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhajirin (2010: 17) :
“Peralatan untuk mengukir kayu dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu Alat pokok dan alat pembantu. Alat Pokok terdiri dari satu set pahat ukir ( sepuluh buah pahat penyilat / mata pahat lurus, 20 buah pahat penguku / mata pahat melengkung seperti kuku ditambah 3 buah pahat pengot dan 3 buah pahat kol), palu kayu ganden, meja, dingklik.”
Gambar 2 : Satu set pahat ukur
(Muhajirin, 2010: 18)
Teknologi kerja ukir kayu memerlukan perlengkapan yaitu meja kerja
sebagai tempat landasan untuk mengukir dan kursi sebagai tempat duduk
untuk kerja supaya mendapatkan kenyamanan dalam kerja ukir, penerangan
ruangan, sistem sirkulasi udara (ventilasi ruangan). Ruangan harus memadai,
sehinga dengan kelengkapan tersebut diatas akan didapatkan situasi kerja
yang nyaman.
15
Penelitian ini membahas tentang proses pembuatan dan teknik
permainan alat musik sape’ kayaan di Mendalam Kabupaten Kapuas Hulu.
Teori-teori yang dijabarkan diatas berfungsi untuk mendukung penelitian
terutama pada pembahasan proses pembuatan alat musik sape’ kayaan.
2. Teknik Permainan Alat Musik
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia “teknik” diartikan sebagai
cara membuat sesuatu atau melakukan sesuatu (Poerwadarminta, 1953: 122),
sedangkan Permainan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Poerwadarminta, 1991: 641) adalah suatu pertunjukan dan tontonan. Menurut
Soewito (1996: 13) alat musik adalah alat yang digunakan untuk
menghasilkan bunyi atau suara dalam menampilkan suatu produk kesenian.
Pengertian diatas dapat diartikan bahwa teknik permainan merupakan
gambaran mengenai pola atau cara yang dipakai dalam mempertunjukkan
suatu karya seni musik berdasarkan cara memainkan instrument sehingga
menghasilkan suatu komposisi musik atau harmonisasi yang bermakna.
Secara teknik permainan alat musik sape’ memiliki kesamaan dengan
teknik permainan pada gitar, ini terlihat dari teknik-teknik yang digunakan
pada permainan alat musik sape’ seperti posisi badan, posisi jari, dan produksi
nada.
a. Posisi Badan
Posisi badan pada saat bermain alat musik dapat mempengaruhi
keadaan fisik trutama tangan kiri dan tangan kanan, hal ini dapat berakibat
16
terhadap kualitas permainan alat musik seseorang. Posisi badan yang benar
akan mempengaruhi kedua tangan sehingga tangan dalam keadaan
bebas/rileks tidak menanggung beban, sehingga gerakan jari tangan lebih
leluasa dan maksimal pada saat bermain alat musik.
b. Posisi Jari
Posisi jari kiri dan jari kanan pada saat bermain alat musik dapat
mempengaruhi kualitas produksi nada yang dihasilkan. Posisi jari yang benar
akan mempengaruhi kecepatan, ketepatan, dan kerapian jari pada saat
memproduksi nada.
c. Produksi Nada
Produksi nada merupakan teknik yang dipakai untuk menghasilkan
suara yang baik. Terdapat beberapa teknik yang dipakai untuk memproduksi
nada, diantaranya adalah Legato Vibrato/slur, slide, dan staccato.
1) Teknik Legato Vibrato
Menurut Wicaksono dkk (2010: 5), Teknik legato vibrato
lebih dikenal dengan sebutan slur. Ada dua macam teknik slur,
yaitu slur turun dan slur naik.
Slur turun
Slur naik
17
Cara memainkan slur yaitu dengan menekan dan memetik
nada pertama kemudian menekan nada yang kedua tampa harus
memetik. Dua buah nada yang berbeda dimainkan dengan teknik
slur jika ditandai dengan adanya garis lengkung ( ) di atas
atau di bawah nada-nada tersebut.
2) Teknik Slide
Teknik slide adalah teknik menekan senar jari kiri dengan
cara menyeret ke nada yang akan dituju. Ada dua macam teknik
slide, yaitu slide turun dan slide naik. Dua buah nada yang berbeda
dimainkan dengan teknik slide jika ditandai dengan adanya garis
lurus ( ) di kedua nada tersebut.
Slide naik
Slide turun
3) Teknik Staccato
Staccato pada dasarnya adalah bunyi nada yang dimainkan
dengan durasi pendek. Staccato dimainkan jika ditandai dengan
adanya tanda titik ( . ) di atas nada-nada tersebut.
18
Staccato
d. Tangganada
Tangganada menurut Abdi Guru (2007: 63) terdiri dari nada-nada
yang bertingkat-tingkat tingginya. Dapat dipahami bahwa tangganada adalah
sekumpulan nada-nada yang memiliki tingkat tinggi yang berbeda. Antar
nada-nada terdapat jarak tertentu, diantaranya ½, 1 dan 1 ½.
Menurut Takari (2010: 21), menyatakan bahwa Varitas-varitas umum
tangganada pentatonik adalah menggunakan interval sekunder mayor dan Ters
minor dan tidak menggunakan jarak setengah (anhemionik). Salah satu
contohnya adalah menggunakan nada anggota C - D - E - G – A. Menurut
Takari (2010: 21) penyebaran tangganda pentatonik meliputi daerah seperti
Cina, India, Timur Tengah, Korea, Pulau Formosa, Kepulauan Ruyukyu,
Indonesia, dan Eropa Timur dan lainnya.
Tangganada yang dikenal selama ini, selain tangganada pentatonik,
yaitu tangganada diatonik. Menurut Abdi Guru (2007) : Tangganada diatonik
biasa dipakai dalam musik popular saat ini, yang memiliki tujuh nada dengan
jarak ½ dan 1. Tangganada diatonik ada dua macam yaitu diatonik mayor dan
diatonik minor. Dibawah ini adalah contoh tangganada diatonik mayor dan
minor.
19
1 1 ½ 1 1 1 ½ Tangganada diatonis mayor (nada dasar C / natural)
1 ½ 1 1 ½ 1 ½ Tangganada diatonis minor (nada dasar A / natural)
3. Alat Musik Sape’
Menurut Lawing (2003: 269) mengatakan bahwa:
"The sambi’ is a type of kecapi (lute) with at least three strings and but it may have up to four or five strings depending on its origins. In other Kenyah languages, it is known as sampe’, and in Kayan it is called sape’.
Sambi’ adalah alat musik sejenis kecapi, memiliki tiga buah senar atau
bahkan empat sampai lima senar, tergantung daerah asalnya. sambi' dalam
bahasa Kenyah disebut sampe', sedangkan dalam bahasa Kayaan disebut
sape'. Jadi dapat disimpulkan bahwa Sape' adalah nama untuk alat musik petik
yang berasal dari suku Dayak Kayaan.
20
Sambi'
(Lawing, 2003: 270)
Menurut Saprianus Gunung dan Dasius Simu (wawancara di desa
Datah Diaan tanggal 28,02,2012), Terdapat dua macam jenis sape’ yang
dikenal oleh masyarakat dayak Kayaan di Mendalam Kabupaten Kapuas
Hulu, yaitu sape’ kayaan dan sape’ kenyah. Sape’ kayaan memiliki dua senar
sedangkan sape’ Kenyah memiliki tiga senar. Penggunaan kedua jenis alat
musik tersebut tidak memiliki batasan karena Kayaan dan Kenyah berasal dari
satu rumpun yang sama.
4 . Letak Geografis Kabupaten Kapuas Hulu
Menurut data yang diperoleh dari RPJM (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah) Kabupaten Kapuas Hulu tahun 2010, kedudukan geografis
Kabupaten Kapuas Hulu dalam konteks wilayah Propinsi Kalimantan Barat
dapat dilihat pada Gambar 3. Adapun secara astronomis, Kabupaten Kapuas
Hulu yang berada pada bagian wilayah paling Timur Propinsi Kalimantan
Barat terletak pada koordinat 0°5 Lintang Utara sampai 1°4 Lintang Selatan
21
dan diantara 111°40 sampai 114°10 Bujur Timur. Pada bagian Utara wilayah
ini berbatasan dengan Negara Bagian Sarawak (Malaysia Timur), sementara
sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur. Sedangkan sebelah Barat dan Selatan Kabupaten Kapuas
Hulu berbatasan langsung dengan Kabupaten Sintang.
Gambar 3 : Peta Kabupaten Kapuas Hulu (RTRW Kabupaten Kapuas Hulu
Tahun 2003-2013)
Posisi Kabupaten Kapuas Hulu memanjang dari arah Barat ke Timur,
dengan jarak terpanjang kurang lebih 240 km dan melebar dari Utara ke
Selatan kurang lebih 126,70 km. Sementara jarak dari Pontianak sebagai
Ibukota Propinsi Kalimantan Barat hingga Putussibau sebagai Ibukota
Kabupaten Kapuas Hulu adalah kurang lebih 657 km melalui jalan darat dan
22
kurang lebih 842 km melalui sungai Kapuas serta sekitar 1¼ jam penerbangan
menggunakan Pesawat Udara DAS atau Merpati dari jenis Fokker.
Kabupaten Kapuas Hulu merupakan salah satu dari 12 (dua belas)
kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat, memiliki luas wilayah sekitar 29.842
km² yang secara administratif sejak Januari 1997 terbagi menjadi 23 wilayah
kecamatan dengan 148 desa dan 4 kelurahan. Ini berarti Kabupaten Kapuas
Hulu mencakup 20,33% luas wilayah propinsi dan sekaligus merupakan
kabupaten terluas kedua setelah Kabupaten Ketapang yang luasnya sekitar
35.809 km².
Luas Wilayah Kabupaten Kapuas Huliu (Kabupaten Kapuas Hulu Dakam
Angka 2003
23
5. Penduduk Kabupaten Kapuas Hulu
Penduduk di Kabupaten Kapuas Hulu terdiri dari tiga suku besar
sesuai urutan jumlah penduduknya yaitu, Dayak, Melayu, Tioghoa. Di
samping ketiga suku besar diatas terdapat beberapa suku pendatang seperti,
Jawa, Sunda, Madura, Batak, Minangkabau, Bugis dan Bali.
Suku Dayak merupakan suku terbesar di Kabupaten Kapuas Hulu,
suku dayak terbagi menjadi beberapa sub suku yang tersebar di seluruh
Kabupaten Kapuas Hulu. Terdapat beberapa pembagian dan penggolongan
sub suku dayak menurut versi dari para penulis, antara lain Menurut
Mallinckroot (1928:14-49), mantan controleur pada masa kolonial Belanda
bahwa di Kalimantan terdapat 6 rumpun suku Daya atau silsilah yang
digunakan stammenras9 yaitu, Stammenras Kenya-Kayaan-Bahau,
Stammenras Ot Danum, Stammenras Iban, Stammenras Moeroet, Stammenras
Klemantan, Stammenras Poenan.
Menurut Riwut (1979: 213-241) terdapat 7 pembagian besar suku
Dayak yaitu, Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayaan, Dayak Iban dan Heban atau
Dayak Laut, Dayak Klemantan atau Dayak Darat, Dayak Murut, Dayak
Punan, Dayak Ot Danum.
Penggolongan suku Dayak yang dibuat oleh para penulis di atas,
cukup memberikan informasi bahwa suku Dayak terdiri dari banyak suku-
suku di mana bahasa, adat dan budaya satu sama lain berbeda, walaupun
terdapat banyak persamaan pada substansi yang diatur dalam budaya dan
kesenian.
24
6. Suku Dayak Kayaan di Mendalam
Menurut Yampolsky (1997: 10) menjelaskan bahwa:
"kayan mendalam come from a group of kayan who live on the mendalam river in west kalimantan, east of putussibau. a branch of the prominent kayan group of central borneo, whose origin is in the apau kayan region (that is, the upper reaches of the kayan river) in east kalimantan near the border with sarawak, they migrated to the mendalam probably sometime in the eighteenth century".
Kayaan Mendalam adalah sekelompok suku dayak yang tinggal di
sungai Mendalam Kalimantan Barat, timur Putussibau. Dayak kayaan di
Mendalam awalnya berasal dari wilayah Apau Kayan yaitu daerah hulu sungai
kayan di timur kalimantan berbatasan dengan Sarawak. Sebelum abad ke-15,
orang Kayaan yang telah menetap di Brunei bermigrasi ke wilayah pedalaman
Kalimantan, Ada yang menetap di sekitar gunung Murut dan sungai Baram
(Apo Duat), dan ada juga yang ke wilayah Usun Apau (sekitar sungai Tinjar
dan Baluy).
Gelombang migrasi selanjutnya terjadi dari abad 16-18, di mana orang
Kayaan memasuki lalu mendiami Apau Kayaan, sungai Kayaan dan sungai
Bahau. Gelombang migrasi terakhir terjadi selama abad ke-18 hingga abad ke-
20, di mana mereka menganeksasi wilayah-wilayah baru seperti sungai
Malinau, sungai Sesayap, sungai Segah, sungai Kelinjau, sungai Telen dan
Wehea, sungai Belayan, sungai Mahakam, dan sungai Mendalam. Tetapi ada
juga orang Kayaan yang berbalik arah ke Sarawak lalu menetap di sekitar
sungai Baleh, sungai Baluy, sungai Tinjar dan sungai Baram. Di Kabupaten
25
Kapuas Hulu suku dayak Kayaan mendiami daerah sungai Mandalam
Putussibau Utara.
B. Penelitian yang Relevan
1. Hesty Prasetyo ( Jurusan Pendidikan Seni Musik Fbs. UNY, 2003) dengan
fokus penelitian pada pembuatan alat musik Krumpyung. Hesty dalam
penelitian yang berjudul” Alat Musik Krumpyung Di Dusun Tegiri II
Desa Hargowilis Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Kulon Progo”
mempermasalahkan proses pembuatan Krumpyung yang mempunyai
kualitas baik dilihat dari segi pemilihan bahan, penggunaan alat, proses
pengerjaan, finishing, dan perakitannya.
2. Misra Yanti DN dalam penelitiannya Organologi Alat Musik Pui Puik
Sarunai (2004 UNY). Dalam penelitiannya membahas tentang organology
dan bentuk permainan Pui Puik di Desa Timbulun Painan Timur
Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat.
3. Bayu Erlangga dalam penelitiannya Teknik Permainan dan Aransemen
Angklung ”Padaeng” (2011 UNY). Dalam penelitiannya membahas
tentang beberapa bentuk teknik permainan angklung Padaeng. Penelitian
di atas mendeskripsikan bagaimana cara memainkan angklung Padaeng.
Angklung Padaeng memiliki karakter suara atau nada tersendiri hingga
cara atau teknik memainkannya sedikit berbeda.
Penelitian diatas relevan dan mendukung dengan penelitian yang
dilakukan peneliti dengan judul ”Proses Pembuatan dan Teknik Permainan
26
Alat Musik Sape’ Kayaan di Mendalam Kabupaten Kapuas Hulu”.
Pembahasan penelitian diatas terdapat persamaan dengan penelitian ini, yaitu
membahas tentang proses pembuatan dan teknik permainan, namun terdapat
perbedaan pada objek penelitiannya. Kegunaan ketiga penelitian diatas untuk
penelitian ini adalah untuk mendukung teori-teori yang digunakan pada
penelitian ini trutama pada proses pembuatan dan teknik permainan alat
musik.