bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab yang kedua ini, akan dibahas tentang 4 (empat) hal, yaitu (1) kajian
teori, (2) hasil penelitian yang relevan, (3) kerangka berfikir, dan (4) hipotesis.
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Belajar
2.1.1.1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses
belajarsesungguhnya tidak pernah ada pendidikan (Syaiful Sagala,
2012: 13).
Belajar menurut Morgan dalam Sagala (2012: 13) adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Hilgard dan Marquis
dalam Sagala (2012: 13) juga berpendapat bahwa belajar merupakan
proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan,
pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri.
James L. Mursell dalam Sagala (2012: 13) mengemukakan belajar
adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajah,
menelusuri, dan memperoleh sendiri. Menurut Gage (1984) belajar
adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah
perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Henry E.
10
Garret dalam Sagala (2012: 13) berpendapat bahwa belajar merupakan
proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan
maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan
perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu.
Anderson dalam Winarno (2013: 72) mengemukakan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif menetap terjadi
dalam tingkah laku potensial sebagai hasil dari pengalaman.
Sedangkan Winarno sendiri menyatakan bahwa belajar adalah proses
perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman individu dan
bukan karena proses prtumbuhan fisik (Winarno, 2013: 72).
Burton dalam Aunurrahman (2010: 35) merumuskan pengertian
belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat
adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan
lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan
lingkungannya. Abdillah, mengemukakan bahwa belajar adalah suatu
usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah
laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan
tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian belajar menurut para ahli
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses
perubahan perilaku melalui kegiatan atau prosedur latihan yang
menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang
11
terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang
disadari untuk memperolah tujuan tertentu dimana perubahan perilaku
tersebut bersifat relatif permanen atau tetap.
2.1.1.2. Pengertian Hasil Belajar
Nana Sudjana, (2004: 30) mengemukakan bahwa tujuan dalam
proses belajar mengajar merupakan komponen pertama yang harus
ditetapkan dalam proses pengajaran berfungsi sebagai indikator
keberhasilan pengajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan
rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan
dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman dan kegiatan belajar
dalam proses pengajaran. Isi tujuan pengajaran pada hakikatnya
adalah hasil belajar yang diharapkan.
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan (Agus Suprijono,
2009: 5). Wina Sanjaya, (2010: 257) mendefinisikan hasil belajar
yang merupakan sesuatu yang diperoleh siswa sebagai konsekuensi
dari upaya yang telah dilakukan sehingga terjadinya perubahan
perilaku pada yang bersangkutan baik perilaku dalam bidang kognitif,
afektif, maupun psikomotorik.
Menurut Bloom dalam Agus Suprijono, (2009: 6) berpendapat
bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Sementara menurut Lindgren dalam Agus Suprijono,
12
(2009: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi,
pengertian, dan sikap.
Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga mengungkapkan bahwa
hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan
tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan
proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang mencakup aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki siswa setelah
mengikuti kegiatan belajar dalam proses pengajaran. Hasil belajar ini
dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku secara
keseluruhan. Biasanya hasil belajar dapat ditunjukkan melalui nilai
atau angka yang diperoleh siswa setelah dilakukan serangkaian proses
evaluasi hasil belajar. Dengan adanya proses evaluasi hasil belajar,
siswa akan mendapatkan informasi tentang efektivitas pembelajaran
yang dilakukan sehingga akan menunjukkan tingkat ketercapaian
siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan.
2.1.1.3. Jenis Hasil Belajar
Menurut Bloom yang dikutip Nana Sudjana, (2004: 48)
membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomotoris.
13
1) Ranah kognitif
Anderson dan Krathwohl memperbaiki ranah kognitif
taksonomi Bloom dengan nama Revisi Taksonomi Bloom.
Kategori-kategori pada dimensi proses kognitif merupakan
pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara
komprehensif yang terdapat dalam tujuan-tujuan dibidang
pendidikan. Kategori-kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom
pada ranah kognitif yang terdiri dari enam level adalah sebagai
berikut (Anderson dan Krathwohl, 2010: 43):
a. Mengingat (remembering) berarti mengambil pengetahuan
tertentu dari memori jangka panjang.
b. Memahami (understanding) adalah mengkonstruksi makna
makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang
diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru.
c. Mengaplikasikan (applying) berarti menerapkan atau
menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu.
d. Menganalisis (analyzing) berarti memecah-mecah materi jadi
bagian-bagian penyusunannya dan menentukan hubungan-
hubungan antar bagian itu dan hubungan antar bagian-bagian
tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.
e. Mengevaluasi (evaluating) ialah mengambil keputusan
berdasarkan kriteria dan / atau standar.
14
f. Mencipta (creating) adalah memadukan bagian-bagian untuk
membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk
membuat suatu produk yang orisinal.
Ringkasan perubahan struktural dari kerangka pikir asli ke
revisinya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Revisi Taksonomi Bloom Pada Ranah Kognitif
(Sumber: Anderson dan Krathwohl, 2010: 403)
2) Ranah Afektif
Semua kategori dalam ranah afektif ini mengindikasikan
berbagai cara yang membuat para pelajar waspada terhadap dan
mengadopsi nilai-nilai serta sikap-sikap yang membimbing
Komponen
Kata Benda
Dimensi
tersendiri
Dimensi
Pengetahuan
Pengetahuan
Mengingat
Komprehensi
Kata Kerja
Memahami
Aplikasi
Mengaplikasikan
Analisis
Menganalisis
Dimensi
Proses
Kognitif
Sintesis
Mengevaluasi
Evaluasi
Mencipta
15
tingkah laku manusia. Menurut Krathwohl dalam Kelvin Seifert
(2008: 152-154) klasifikasi ranah afektif adalah sebagai berikut:
a. Menerima, adalah kesediaan untuk menjadi sensitif dan
mengikuti aneka stimulus.
b. Merespon, merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu
menyangkut stimulus atau gagasan disamping hanya sekedar
menyadarinya.
c. Menilai, merupakan perasaan dan keyakinan bahwa objek,
gagasan, tertentu memiliki sebuah nilai.
d. Mengorganisasikan, adalah menghubungkan nilai-nilai
tertentu dalam usaha membentuk sebuah system, dan
memutuskan prioritas dari masing-masing nilai tersebut.
e. Melakukan karakterisasi melalui sebuah nilai atau
kompleksitas nilai. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
mengorganisasikan nilai-nilai kedalam sebuah sistem, dan
integrasi dari masing-masing sistem itu sendiri.
3) Ranah Psikomotoris
Menurut Bloom dalam Agus Suprijono, (2009: 7) domain
psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.
Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik,
sosial, manajerial dan intelektual.
Dalam penelitian ini jenis hasil belajar yang akan di ukur
hanyalah jenis hasil belajar pada ranah kognitif pada pembelajaran
16
PKnyang mencakup empat tingkatan yaitu pengetahuan (C1),
pemahaman (C2), dan penerapan (C3), serta analisis (C4). Instrumen
yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada ranah
kognitif adalah tes objektif yang berupa pilihan ganda.
2.1.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2010: 54) ada beberapa faktor yang yang
dapat mempengaruhi belajar siswa. Faktor-faktor tersebut dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Kedua
faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu
sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
1) Faktor intern, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
individu yang sedang belajar meliputi faktor jasmaniah, faktor
psikologis, dan faktor kelelahan.
2) Faktor ekstern, merupakan faktor yang ada di luar individu.
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapatlah
dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu:
a. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga
berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota
keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi
keluarga.
17
b. Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan
waktu sekolah, standart pelajaran, keadaan gedung, metode
belajar dan tugas rumah.
c. Faktor masyarakat
Faktor masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga
berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena
keberadaan siswa dalam masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar tersebut diperkuat
dengan pendapat Munadi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar. Menurut Munadi dalam Rusman, (2012: 124)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
meliputi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut
dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor Internal
(1) Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kondisi kesehatan
yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak
dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal-hal
tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi
pelajaran.
18
(2) Faktor Psikologis
Beberapa faktor psikologis yang dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat,
bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.
b. Faktor Eksternal
(1) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil belajar
meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
(2) Faktor Instrumental
Factor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan
dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar
yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat
berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan
belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental
ini berupa kurikulum, sarana, dan guru.
Sesungguhnya faktor yang mempengaruhi belajar sejalan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Baik dalam
faktor yang mempengaruhi hasil belajar dan faktor yang
mempengaruhi hasil beajar metode sangat berperan dalam menopang
keberhasilan proses belajar yang tercermin dalam hasil belajar siswa.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut,
faktor eksternal merupakan faktor yang paling mempengaruhi hasil
19
belajar. Terutama pada faktor instrumental yaitu faktor guru dalam
menentukan strategi pembelajaran berkenaan dalam memilih metode
pembelajaran yang tepat. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan strategi dan metode pembelajaran adalah, bahwa
strategi dan metode itu harus dapat mendorong siswa untuk
beraktivitas sesuai dengan gaya belajarnya. Menurut Kokom
Komalasari, (2013: 56) metode pembelajaran dapat dijabarkan
kedalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik
pembelajaran adalah sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.
Salah satu metode pembelajaran yang terbukti dapat mendorong
siswa untuk beraktivitas adalah dengan menggunakan metode
pembelajaran kooperatif. Menurut Warsono dan Hariyanto, (2013:
164) pembelajaran kooperatif terbukti merupakan pembelajaran yang
efektif bagi bermacam karakteristik dan latar belakang sosial siswa
karena mampu meningkatkan prestasi akademis siswa, baik bagi
siswa yang berbakat, siswa yang kecakapannya rata-rata maupun
siswa yang tergolong terlambat belajar.
Teknik Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing merupakan
bagian dari metode pembelajaran kooperatif yang dapat
dikategorikan dalam metode pembelajaran kerja kelompok (Group
work of learning). Menurut Nilson (2010: 107) yang mengacu pada
ranah kognitif taksonomi Bloom, mengatakan bahwa metode
20
pembelajaran kerja kelompok (Group work of learning) efektif untuk
membantu mencapai hasil belajar siswa pada ranah kognitif yaitu
pada tingkat pemahaman (comprehension) siswa terhadap materi
yang telah dipelajari.
Solihatin, (2011: 5) juga mengatakan bahwa bekerja secara
bersama-sama diantara sesama anggota kelompok akan
meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar.
Penggunaan metode pembelajaran kerja kelompok dengan
adanya keterlibatan emosional dan mental siswa serta kesediaan
siswa untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan dapat
memberikan pengaruh yang baik terhadap siswa dalam pemahaman
dan penguasaan materi, sehingga siswa tidak menemukan hambatan
dan kendala yang dapat menghambat pemahaman dan penguasaan
mata pelajaran secara efektif di dalam kelas.
2.1.2. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Miftahul Huda (2011: 32) mendefinisikan pembelajaran
kooperatif sebagai metode pembelajaran dimana siswa bekerja sama
dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar.
Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran
kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara kelompok. Tetapi
pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok karena
21
dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang
bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi
secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi efektif
diantara anggota kelompok (Sugandi,2002: 14, dalam Riyadi
Purworedjo, 2009: 2).
Menurut pendapat Anita Lie, (2008: 29) bahwa model
pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative
learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan. Pelaksaan prosedur model cooperative
learning dengan benar-benar akan memungkinkan pendidik
mengelola kelas dengan lebih efektif.
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian
sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau
membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur
dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana
keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap
anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat
diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana
kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin, E., dan
Rahardjo, 2007: 4).
Agus Suprijono, (2009: 61) mengungkapkan bahwa model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
22
berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan
pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu
model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan
interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan,
dan struktur reward-nya.
Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif
menurut beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah metode pembelajaran yang berpusat pada siswa
yang dapat meningkatkan prestasi akademik dan aktivitas sosial
dengan cara menerapkan komunikasi interpersonal dalam
keterlibatan siswa dalam kelompoknya.
2.1.3. Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray
2.1.3.1. Pengertian Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray
Terdapat banyak metode pembelajaran kooperatif yang
dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yang
dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran, salah
satu diantaranya adalah metode pembelajaran kooperatif
teknik Two Stay Two Stray.
Anita Lie (2002:61) mengemukakan bahwa metode Two
Stay Two Stray (TSTS) adalah salah satu teknik dalam
metode diskusi yang berbasis cooperative learning.
Menurut Kokom Komalasari, (2013: 69) menyatakan
bahwa Two Stay Two Stray memberi kesempatan kepada
23
kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan
kelompok lainnya.
Teknik belajar mengajar Two Stay Two Stray adalah
teknik yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan
bisa digunakan bersama dengan teknik kepala bernomor.
Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia anak didik.
Menurut Anita Lie, (2002: 60), banyak kegiatan belajar
mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu.
Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat
pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di
luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung
satu dengan yang lainnya. Lebih lanjut Anita Lie menjelaskan
bahwa struktur Two Stay Two Stray memberi kesempatan
kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi
dengan kelompok lain.
2.1.3.2. Langkah-langkah Teknik Pembelajaran Two Stay Two
Stray
Sintak teknik Two Stay Two Stray dapat dilihat pada
rincian tahap-tahap berikut ini (Miftahul Huda, 2013: 207):
1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang
setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok
yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen,
24
misalnya satu kelompok terdiri dari 1 siswa
berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang,
dan 1 siswa berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan
karena pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa
untuk membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling
mendukung.
2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap
kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota
kelompok masing-masing.
3. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang
beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat
terlibat secara aktif dalam proses berfikir.
4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok
meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok
lain.
5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas
membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada
tamu dari kelompok lain.
6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka
sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok
lain.
25
7. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja
mereka.
2.1.3.3. Kelebihan Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray
Menurut Kagan (dalam Istarani, 2012: 201) “Keunggulan
TSTS adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa,
menghindari rasa bosan yang disebabkan pembentukkan
kelompok secara permanen, dan melatih kemampuan siswa
dalam memberikan informasi kepada temannya yang di
dalam kelompok.
Miftahul Huda, (2011: 140) juga mengatakan bahwa
kelebihan dari teknik ini yaitu dapat diterapkan untuk semua
mata pelajaran dan tingkatan umur kemudian memungkinkan
setiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan
kelompok - kelompok lain.
Menurut Warsono dan Hariyanto, (2012: 235) aktifitas
pada struktur Two Stay Two Stay dapat mendorong siswa
untuk berfikir kreatif dan analitis dalam kelompok.
2.1.3.4. Kekurangan Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray
Sedangkan kekurangan dari teknik Two Stay Two Stray
yaitu: membutuhkan waktu yang lama, siswa cenderung tidak
mau belajar dalam kelompok, guru membutuhkan banyak
persiapan (materi, dana dan tenaga), guru cenderung
kesulitan dalam pengelolaan kelas.
26
2.1.4. Teknik Pembelajaran Snowball Throwing
2.1.4.1. Pengertian Teknik Pembelajaran Snowball Throwing
Proses belajar dikatakan dapat meningkatkan aktifitas
pembelajaran adalah apabila siswa mampu mengajukan
pertanyaan untuk menggali materi yang belum dijelaskan
oleh guru. Salah satu model pembelajaran yang
menitikberatkan pada kemampuan siswa untuk merumuskan
pertanyaan adalah metode pembelajaran Snowball Throwing.
Menurut Kokom Komalasari, (2013: 67) Snowball
Throwing merupakan teknik pembelajaran yang menggali
potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan
keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang
dipadukan melalui suatu permainan imajinatif membentuk
dan melempar bola salju.
Snowball Throwing menurut asal katanya berarti “bola
salju bergulir” yang dapat diartikan sebagai pembelajaran
dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang
digulung bulat berbentuk seperti bola kemudian dilemparkan
secara bergiliran diantara sesama siswa (Isjoni, 2013: 24).
Menurut Hasan Fauzi, (2009: 155) model Snowball
Throwing (melempar bola) merupakan jenis pembelajaaran
kooperatif yang didesain seperti permainan melempar bola.
Metode ini bertujuan untuk memancing kreatifitas dalam
27
membuat soal sekaligus menguji daya serap materi yang
disampaikan oleh ketua kelompok. Karena berupa permainan,
siswa harus dikondisikan dalam keadaan santai tetapi tetap
terkendali tidak ribut, kisruh atau berbuat onar.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas bahwa
teknik Snowball Throwing adalah teknik pembelajaran yang
didesain berupa permainan imajinatif membuat dan
membentuk pertanyaan yang digulung seperti bola salju
kemudian dilemparkan secara bergiliran diantara sesama
siswa.
2.1.4.2. Langkah-langkah Teknik Pembelajaran Snowball
Throwing
Menurut Agus Suprijono (2009:128) sintak langkah-
langkah model pembelajaran Snowball Throwing adalah
sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil
masing-masing ketua kelompok untuk memberikan
penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke
kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan
materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
28
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar
kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang
menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua
kelompok.
5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat
seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang
lain selama ± 15 menit.
6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan
kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan
yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara
bergantian.
7. Evaluasi.
8. Penutup.
2.1.4.3. Kelebihan Teknik Pembelajaran Snowball Throwing
Menurut Miftahul Huda, (2013: 226) kelebihan teknik
pembelajaran Snowball throwing adalah untuk melatih
kesiapan siswa dan saling memberikan pengetahuan.
Snowball Throwing juga dapat melatih siswa untuk lebih
tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan
pesan tersebut kepada teman satu kelompoknya. Snowball
Throwing ini digunakan untuk memberikan konsep
pemahaman materi yang sulit kepada siswa serta dapat juga
29
digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan
kemampuan siswa dalam materi tersebut.
2.1.4.4. Kekurangan Teknik Pembelajaran Snowball Throwing
Adapun kekurangan teknik pembelajaran Snowball
throwing menurut Miftahul huda, (2013: 228) adalah karena
pengetahuan yang diberikan tidak terlalu luas dan hanya
berkisar pada apa yang telah diketahui siswa. Sering kali,
metode ini berpotensi mengacaukan suasana daripada
mengefektifkannya.
2.1.5. Pendidikan Kewarganegaraan
2.1.5.1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan dapat didefinisikan
sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam
mengembangkan kecintaan, kesetiaan, keberanian untuk
berkorban untuk membela bangsa dan tanah air Indonesia
(Bakry, 2009: 3).
Winataputra dalam Winarno, (2013: 7) mengartikan
pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bidang kajian
yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya
kewarganegaraan, menggunakan disiplin ilmu pendidikan
dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta
disiplin ilmu lain yang relevan, yang secara koheren,
diorganisasikan dalam bentuk program kurikuler
30
kewarganegaraan, aktivitas sosial kultural kewarganegaraan,
dan kajian ilmiah kewaganegaraan.
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006,
Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga
negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan
oleh Pancasila dan UUD 1945.
John J. Cogan dalam Winarno (2013: 4) mengartikan
Pendidikan Kewarganegaraan “civic education” adalah suatu
mata pelajaran dasar disekolah yang dirancang untuk
mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah
dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.
Menurut Cholisin dalam Winarno, (2013: 6) secara
terminologis, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di
Indonesia diartikan sebagai pendidikan politik yang fokus
materinya adalah peranan warga negara dalam kehidupan
bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk
membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila
dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat
diandalkan oleh bangsa dan negara.
31
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai kajianyang
bersifat multidisiplin mengambil peran tidak hanya sebagai
pendidikan politik.Misalnya, dikatakan Pendidikan
Kewarganegaraan berperan sebagai pendidikan nilai moral,
pendidikan politik, pendidikan hukum, dan pendidikan bela
negara (Sapriya dalam Winarno, 2013: 7).
2.1.5.2. PKn Pada Kurikulum 2006 (KTSP)
Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran
dimunculkan dengan nama mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan disingkat PKn (Permendiknas No. 22
Tahun 2006).
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006
tersebut, PKn diartikan sebagai mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan dari pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isunkewarganegaraan.
32
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam
percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
Berdasarkan maksud dan tujuan dari mata pelajaran
PKn di atas, maka PKn memiliki dan sejalan dengan tiga
fungsi pokok pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana
pengembangan warga negara yang demokratis, yakni
mengembangkan kecerdasan warga negara (civic
intelligence), membina tanggung jawab warga negara (civic
responsibility) dan mendorong partisipasi warga negara (civic
participation) (Winarno, 2013: 19).
Dalam Standart Isi PKn 2006, materi pembelajaran
PKn sekolah disebut sebagai ruang lingkup PKn. Ruang
lingkup PKn ada 8 meliputi persatuan dan kesatuan bangsa;
norma, hukum dan peraturan; hak asasi manusia; kebutuhan
33
warga negara; konstitusi negara; kekuasaan dan politik;
Pancasila; dan globalisasi dengan jabarannya masing-masing.
Menurut Winataputra (dalam Winarno, 2013: 34)
mengatakan bahwa, justru PKn sekarang ini lebih banyak
kajian pada ketatanegaraan dan pengetahuan tentang sistem
politik demokrasi. Warsono (2010) juga menyatakan bahwa
sekarang ini PKn lebih menekankan pada aspek kehidupan
bernegara yang merupakan penjabaran dari Pancasila sebagai
dasar negara dan diakui memang ruang lingkup materi PKn
jauh lebih luas, karena memberi wawasan global sesuai
dengan segala aspeknya, namun sangat sedikit menyentuh
pendidikan karakter.
Pada penelitian ini, materi yang menjadi fokus
penelitian adalah materi pelajaran PKn kelas VIII SMP
tepatnya pada pokok bahasan Kedaulatan Rakyat Dalam
Sistem Pemerintahan Indonesia.Dimana dalam kurikulum
KTSP (2006) Standart Kompetensi (SK) yang digunakan
pada penelitian ini adalah Memahami kedaulatan rakyat dan
sistem pemerintahan di Indonesia.Sedangkan Kompetensi
Dasar (KD 2) dari materi ini adalah Mendeskripsikan sistem
pemerintahan Indonesia dan peran lembaga negara sebagai
pelaksana kedaulatan rakyat.
34
Adapun indikator pencapaian yang ingin diwujudkan
setelah terjadinya proses pembelajaran adalah diharapkan
siswa dapat:
1) Menyebutkan lembaga-lembaga penyalur aspirasi rakyat
2) Menyebutkan lembaga negara RI menurut UUD 1945
amandemen
3) Menunjukkan kedudukan masing-masing lembaga
negara RI
4) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang
MPR
5) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang DPR
6) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang
DPD
7) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang
Presiden
8) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang
DPRD
9) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang MK
10) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang MA
11) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang KY
12) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang BPK
13) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang
Bank Sentral
35
Berdasarkan SK, KD dan Indikator materi pelajaran
pada kurikulum KTSPdapat diketahui bahwa dalam
kurikulum KTSP, keberhasilan proses belajar lebih banyak
diukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran.
Hal ini dapat dilihat dari indikator yang ditentukan lebih
banyak bahkan seluruhnya menguji kemampuan kognitif
siswa dalam setiap mata pelajaran.
Winarno, (2013: 34-35) juga menyatakan bahwa,
setelah berjalan kurikulum KTSP PKn tahun 2006 selama 5
(lima) tahun terakhir ini, dirasakan bahwa muatan kognitif
PKn masih dianggap terlalu besar, sementara penekanan pada
aspek disposisi dan keterampilan kewarganegaraan kurang.
Berdasarkan ranah kompetensi terdapat ketidakseimbangan
ranah kompetensi PKn sebagai muatan KD untuk tiap-tiap
SK dimana, aspek sikap dan perilaku yang menjadi
“stressing” PKn proporsinya relatif lebih sedikit bila
dibandingkan dengan ranah pengetahuan.
2.1.5.3. PKn Pada Kurikulum 2013
Pada Kurikulum 2013, PKn dinyatakan bahwa
disesuaikan dengan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Perubahan atau disebut sebagai
penyesuaian ini dimaksudkan agar dapat mengakomodasi
perkembangan dan persoalan yang berkembang di
36
masyarakat. Penyesuaian menuju mata pelajaran PPKn ini
juga dilakukan untuk mengakomodasi subtansi 4 pilar
kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika sebagai ruang
lingkup baru (Winarno, 2013: 35).
Sedangkan menurut Winarno, (2013: 37) yang
berdasarkan pada naskah Penguatan Kurikulum Mata
Pelajaran PPKn 2012, tujuan dari mata pelajaran PPKn
kurikulum baru adalah sebagai berikut:
1. PPKn tidak bisa dipisahkan dari fungsi dan tujuan
pendidikan nasional yang termaktub dalam pasal 3 UU
sistem Pendidikan Nasional.
2. PPKn bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, UUD 1945,
semangat Bhineka Tunggal Ika, dan Komitmen Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan ruang lingkup PPKn adalah:
1. Pancasila, sebagai dasar negara, pandangan hidup, dan
ideologi nasional Indonesia serta etika dalam pergaulan
internasional
37
2. UUD 1945, sebagai hukum dasar yang menjadi landasan
konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
3. Bhineka Tunggal Ika, sebagai wujud komitmen
keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang utuh dan kohesif secara nasional dan
harmonis dalam pergaulan antar bangsa; dan
4. NKRI, sebagai bentuk final Negara Republik Indonesia
yang melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah
darah Indonesia.
Menurut Winarno, (2013: 37) pada Kurikulum 2013
dalam PPKn, Pancasila ditempatkan sebagai entitas inti yang
menjadi sumber rujukan dan ukuran keberhasilan dari
keseluruhan ruang lingkup mata pelajaran. UUD 1945,
semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen NKRI
ditempatkan sebagai bagian integral dari keseluruhan tatanan
penyelenggaraan negara yang berdasarkan atas dan bermuara
pada sistem nilai dan moral Pancasila.
Materi yang menjadi fokus penelitian ini adalah materi
pelajaran Kedaulatan rakyat dalam Sistem pemerintahan
Indonesia tepatnya pada KD 2 yaitu Mendeskripsikan sistem
pemerintahan Indonesia dan peran lembaga negara sebagai
pelaksana kedaulatan rakyat dalam kurikulum KTSP. Materi
38
tersebut juga masih dan diajar dalam Kurikulum 2013. Hal
itu terdapat dalam pelaksanaan KI dan KD Kurikulum 2013
berikut ini:
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghargai dan
menghayati ajaran
agama yang dianutnya
1.1 Menghargai perilaku
beriman,dan bertaqwa kepada
TuhanYME dan berakhlak
mulia dalam kehidupan di
lingkungan sekolah,
masyarakat, bangsa, dan
Negara
2. Menghargai dan
menghayati perilaku
jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli
(toleransi, gotong
royong), santun,
percaya diri, dalam
berinteraksi secara
efektif dengan
lingkungan sosial dan
alam dalam jangkauan
pergaulan dan
keberadaannya
2.1 Menunjukkan semangat dan
komitmen kebangsaan seperti
yang ditunjukkan oleh para
pendiri negara dalam
menetapkan Pancasila sebagai
dasar negara
2.2 Menunjukkan semangat
kebangsaan dan kebernegaraan
seperti yang ditunjukkan oleh
para pendiri negara dalam
dalam menetapkan UUD1945
sebagai landasan konstitusional
negara kebangsaan
2.3 Menunjukkan sikap
kebersamaan dalam
keberagaman masyarakat
sekitar
2.4 Menghargai semangat dan
39
komitmen sumpah pemuda
dalam kehidupan
bermasyarakat sebagaimana
ditunjukkan oleh tokoh-tokoh
pemuda pada saat
mendeklarasikan Sumpah
Pemuda tahun 1928
2.5 Menghargai semangat dan
komitmen persatuan dan
kesatuan bangsa untuk
memperkuat dan memperkokoh
NKRI
3. Memahami dan
menerapkan
pengetahuan (faktual,
konseptual, dan
prosedural) berdasarkan
rasa ingin tahunya
tentang ilmu
pengetahuan, teknologi,
seni, budaya terkait
fenomena dan kejadian
tampak mata
3.1 Memahami nilai-nilai Pancasila
sebagai dasar negara dan
pandangan hidup bangsa
3.2 Menjelaskan lembaga-lembaga
negara dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
3.3 Mendiskusikan tata urutan
peraturan perundang-undangan
nasional
3.4 Membedakan norma dan
kebiasaan antardaerah di
Indonesia
3.5 Memahami hak asasi manusia
dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
3.6 Mendeskripsikan makna
keberagaman dalam bingkai
Bhinneka Tunggal Ika
3.7 Mendiskusikan unsur-unsur
40
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)
4. Mengolah, menyaji,
dan menalar dalam
ranah konkret
(menggunakan,
mengurai, merangkai,
memodifikasi, dan
membuat) dan ranah
abstrak (menulis,
membaca,
menghitung,
menggambar, dan
mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari
di sekolah dan sumber
lain yang sama dalam
sudut pandang/teori
4.1 Menyajikan dan melaksanakan
nilai-nilai Pancasila sebagai
dasar negara dan pandangan
hidup bangsa dalam kehidupan
sehari-hari
4.2 Menyajikan hubungan fungsi
antar lembaga-lembaga negara
dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
4.3 Melaksanakan kewajiban sesuai
peraturan perundang-undangan
dalam kehidupan sehari-hari
4.4 Melaksanakan hasil
pengamatan tentang norma, dan
kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat Indonesia
4.5 Mengamati dan melaksanakan
kewajiban asasi manusia
sebagaimana diatur UUD
4.6 Mengamati dan melakukan
kerjasama dalam masyarakat
yang beragam dalam bingkai
Bhinneka Tunggal Ika
4.7 Mengamati dan menyajikan
unsur-unsur NKRI sebagai satu
kesatuan yang utuh
Dalam Kurikulum 2013, KI dan KD pada materi yang
dipelajari siswa lebih berorientasi untuk mengembangkan
41
keseimbangan antara pengembangan sikap (keagamaan
dan sosial), rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan
kemampuan intelektual dan psikomotorik.
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013, yang
menekankan pada dimensi pedagogik modern menggunakan
pendekatan ilmiah sebagai katalisator utamanya. Pendekatan
ilmiah (scientific approach) diyakini sebagai titian emas
perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses
kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Pendekatan scientific
pada kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia
menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut menjadi
lima, yaitu: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013).
Pada pembelajaran PPKn yang menitik beratkan pada
pendidikan nilai moral yang serba Pancasila yang dikemas
menggunakan suatu pendekatan berpikir dan berbuat yang
diawali dengan mengamati dan menanya sampai kemudian
siswa berupaya untuk mencoba, mengolah, menyaji, menalar,
dan akhirnya akan bermuara kepada tingkatan mencipta (to
create) yang tentunya terdapat unsur kreativitas di dalamya.
Hal ini akan membantu untuk terbentuknya manusia
42
Indonesia yang memiliki semangat kebangsaaan dan cinta
tanah air.
2.2. Penelitian yang Relevan
1) Penelitian yang dilakukan oleh Ria Titis Susantika dengan judul
penelitian “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Dua
Tamu Dua Tinggal (Two Stay Two Stray) Terhadap Hasil Belajar
Geografi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Bandung Tulungagung”.
Penelitian ini termasuk penelitian Quasi Eksperimental dengan subjek
penelitian kelas VII-F sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-E sebagai
kelas kontrol. Dari analisis data diketahui bahwa rata-rata hasil belajar
siswa pada kelas eksperimen sebesar 19,63 sedangkan pada kelas kontrol
sebesar 11,67 dengan nilai sig.(2 tialed) 0,000. Dengan demikian sig.(2
tailed) 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
penerapan pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray berpengaruh
terhadap hasil belajar geografi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Bandung
Tulungagung.
2) Penelitian yang di lakukan oleh Citra Marita Sari dengan judul penelitian
“Pengaruh Model Pembelajaran Snowball Throwing Terhadap Hasil
Belajar Kognitif Siswa Kelas VIII Mata Pelajaran Ekonomi di SMP N 4
Malang”. Jenis penelitian ini adalah Quasi eksperimental dengan desain
Nonequivalent Control Group Design. Sampel yang digunakan adalah
siswa kelas VIII C sebagai kelas kontrol dan siswa kelas VIII D sebagai
kelas eksperimen. Dari hasil analisis data diketahui bahwa sig (2-tailed)
43
pre-test kelas eksperimen dan kontrol sebesar sig (2-tailed) 0,159 > sig (α
= 0,05), maka Ho diterima, yang berarti bahwa kemampuan awal siswa
kelas ekperimen dan kelas kontrol sebelum diberi perlakuan adalah sama.
Soal post-test kemudian di uji hipotesis dan hasilnya nilai sig (2-tailed)
0,02 < sig (α = 0,05), maka H1 diterima dan H0 ditolak, hal ini
menunjukkan bahwa model pembelajran Snowball Throwing
mempengaruhi hasil belajar siswa kelas VIII mata pelajaran Ekonomi di
SMP N 4 Malang.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Ambarita Geltry J. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahuiapakah ada perbedaan kemampuan pemahan
konsep yang diajarkan dengan metode Two Stay Two Stray dan Snowball
Throwing pada materi bilangan berpangkat di kelas VII SMP Negeri 1
Simanindo T.A 2013/2014. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa
kelas VII-E sebagai kelas eksperimen dengan metode Two Stay Two
Stray dan kelas VII-D sebagai kelas eksperimen dengan metode Snowball
Throwing. Jenis penelitian ini yaitu eksperimen semu. Dari hasil analisa
data postes dengan menggunakan taraf uji-t α = 0,05 diperoleh ttabel =
1,9973 dan thitung = -2,5492 , terlihat bahwa thitung ˂ ttabel (-2,5492 <
1,9973) yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi,
disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan pemahaman konsep
siswa yang diajarkan dengan metode Two Stay Two Stray dan Snowball
Throwing di kelas VII SMP Negeri 1 Simanindo.
44
2.3. Kerangka Berpikir
Dari uraian pada kajian teori diatas, maka dapat digambarkan alur
kerangka pemikiran untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak
menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran
dapat digambarkan seperti berikut ini:
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini, hasil belajar dari kelas eksperimen akan
dibandingkan dengan kelas kontrol. Kedua kelas tersebut, akan diberikan
perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif dalam proses
pembelajarannya. Pada kelas eksperimen pembelajaran akan dilakukan
dengan menggunakan teknik Two Stay Two Stray, sedangkan untuk kelas
kontrol pembelajaran akan dilakukan dengan menggunakan teknik Snowball
Throwing.
Proses
pembelajaran
Kelas
eksperimen
(Two Stay
Two Stray)
Kelas kontrol
(Snowball
Throwing)
siswa bekerja sama
secara aktif dalam
mendiskusikan dan
memberikan informasi
tentang materi kepada
kelompok lain
siswa lebih aktif dan
keberhasilan
pembelajaran bergantung
pada kemampuan ketua
kelompok dalam
menjelaskan materi dan
kualitas pertanyaan
Hasil
belajar
Hasil
belajar
45
Pada dasarnya pembelajaran dengan menggunakan teknik Two Stray Two
Stray akan menuntut setiap siswa untuk dapat berperan aktif untuk mencari
informasi dari dalam kelompoknya maupun dari dua tamu dari kelompok lain.
Dalam proses pembelajaran ini guru akan memantau jalannya proses diskusi
dan diakhir proses diskusi, guru akan menyimpulkan hasil pekerjaan siswa
yang dilakukan secara berkelompok sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar serta daya ingat karena saling mengajarkan materi yang sudah
dipelajari.
Demikian halnya dengan teknik Snowball Throwing. Dalam
pembelajaran dengan menggunakan teknik Snowball Throwing siswa lebih
berperan aktif dimana, siswa harus menggunakan bola bertanya dari kertas
yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran
diantara sesama anggota kelompok. Tetapi keberhasilan proses pembelajaran
ini sangat bergantung pada kemampuan ketua kelompok dalam menjelaskan
materi dan kualitas pertanyaan dari anggota kelompoknya sehingga hasil
belajar siswa menjadi rendah.
Setelah kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberikan perlakuan
dengan teknik Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing diberi tes sebagai
postes. Hasil belajar kedua kelas tersebut selanjutnya akan diolah dengan
statistik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan terhadap hasil belajar siswa.
46
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir tersebut dapat ditarik hipotesis yang
digunakan dalam penelitian adalah terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan penggunaan teknik pembelajaran Two Stay Two Stray dengan
teknik pembelajaran Snowball Throwing terhadap hasil belajar siswa pada
mata pelajaran PKn kelas VIII SMP Stella Matutina Salatiga Semester Genap
Tahun Ajaran 2013/2014.