bab ii kajian pustaka -...

38
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab yang kedua ini, akan dibahas tentang 4 (empat) hal, yaitu (1) kajian teori, (2) hasil penelitian yang relevan, (3) kerangka berfikir, dan (4) hipotesis. 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajar 2.1.1.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajarsesungguhnya tidak pernah ada pendidikan (Syaiful Sagala, 2012: 13). Belajar menurut Morgan dalam Sagala (2012: 13) adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Hilgard dan Marquis dalam Sagala (2012: 13) juga berpendapat bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri. James L. Mursell dalam Sagala (2012: 13) mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajah, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Menurut Gage (1984) belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Henry E.

Upload: doanphuc

Post on 10-Aug-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab yang kedua ini, akan dibahas tentang 4 (empat) hal, yaitu (1) kajian

teori, (2) hasil penelitian yang relevan, (3) kerangka berfikir, dan (4) hipotesis.

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Belajar

2.1.1.1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha

penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses

belajarsesungguhnya tidak pernah ada pendidikan (Syaiful Sagala,

2012: 13).

Belajar menurut Morgan dalam Sagala (2012: 13) adalah setiap

perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi

sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Hilgard dan Marquis

dalam Sagala (2012: 13) juga berpendapat bahwa belajar merupakan

proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan,

pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri.

James L. Mursell dalam Sagala (2012: 13) mengemukakan belajar

adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajah,

menelusuri, dan memperoleh sendiri. Menurut Gage (1984) belajar

adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah

perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Henry E.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

10

Garret dalam Sagala (2012: 13) berpendapat bahwa belajar merupakan

proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan

maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan

perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu.

Anderson dalam Winarno (2013: 72) mengemukakan bahwa

belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif menetap terjadi

dalam tingkah laku potensial sebagai hasil dari pengalaman.

Sedangkan Winarno sendiri menyatakan bahwa belajar adalah proses

perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman individu dan

bukan karena proses prtumbuhan fisik (Winarno, 2013: 72).

Burton dalam Aunurrahman (2010: 35) merumuskan pengertian

belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat

adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan

lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan

lingkungannya. Abdillah, mengemukakan bahwa belajar adalah suatu

usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah

laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-

aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan

tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian belajar menurut para ahli

diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses

perubahan perilaku melalui kegiatan atau prosedur latihan yang

menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

11

terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang

disadari untuk memperolah tujuan tertentu dimana perubahan perilaku

tersebut bersifat relatif permanen atau tetap.

2.1.1.2. Pengertian Hasil Belajar

Nana Sudjana, (2004: 30) mengemukakan bahwa tujuan dalam

proses belajar mengajar merupakan komponen pertama yang harus

ditetapkan dalam proses pengajaran berfungsi sebagai indikator

keberhasilan pengajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan

rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan

dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman dan kegiatan belajar

dalam proses pengajaran. Isi tujuan pengajaran pada hakikatnya

adalah hasil belajar yang diharapkan.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan (Agus Suprijono,

2009: 5). Wina Sanjaya, (2010: 257) mendefinisikan hasil belajar

yang merupakan sesuatu yang diperoleh siswa sebagai konsekuensi

dari upaya yang telah dilakukan sehingga terjadinya perubahan

perilaku pada yang bersangkutan baik perilaku dalam bidang kognitif,

afektif, maupun psikomotorik.

Menurut Bloom dalam Agus Suprijono, (2009: 6) berpendapat

bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Sementara menurut Lindgren dalam Agus Suprijono,

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

12

(2009: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi,

pengertian, dan sikap.

Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga mengungkapkan bahwa

hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan

tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan

proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan

berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang mencakup aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki siswa setelah

mengikuti kegiatan belajar dalam proses pengajaran. Hasil belajar ini

dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku secara

keseluruhan. Biasanya hasil belajar dapat ditunjukkan melalui nilai

atau angka yang diperoleh siswa setelah dilakukan serangkaian proses

evaluasi hasil belajar. Dengan adanya proses evaluasi hasil belajar,

siswa akan mendapatkan informasi tentang efektivitas pembelajaran

yang dilakukan sehingga akan menunjukkan tingkat ketercapaian

siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan.

2.1.1.3. Jenis Hasil Belajar

Menurut Bloom yang dikutip Nana Sudjana, (2004: 48)

membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah

afektif dan ranah psikomotoris.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

13

1) Ranah kognitif

Anderson dan Krathwohl memperbaiki ranah kognitif

taksonomi Bloom dengan nama Revisi Taksonomi Bloom.

Kategori-kategori pada dimensi proses kognitif merupakan

pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara

komprehensif yang terdapat dalam tujuan-tujuan dibidang

pendidikan. Kategori-kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom

pada ranah kognitif yang terdiri dari enam level adalah sebagai

berikut (Anderson dan Krathwohl, 2010: 43):

a. Mengingat (remembering) berarti mengambil pengetahuan

tertentu dari memori jangka panjang.

b. Memahami (understanding) adalah mengkonstruksi makna

makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang

diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru.

c. Mengaplikasikan (applying) berarti menerapkan atau

menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu.

d. Menganalisis (analyzing) berarti memecah-mecah materi jadi

bagian-bagian penyusunannya dan menentukan hubungan-

hubungan antar bagian itu dan hubungan antar bagian-bagian

tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.

e. Mengevaluasi (evaluating) ialah mengambil keputusan

berdasarkan kriteria dan / atau standar.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

14

f. Mencipta (creating) adalah memadukan bagian-bagian untuk

membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk

membuat suatu produk yang orisinal.

Ringkasan perubahan struktural dari kerangka pikir asli ke

revisinya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Revisi Taksonomi Bloom Pada Ranah Kognitif

(Sumber: Anderson dan Krathwohl, 2010: 403)

2) Ranah Afektif

Semua kategori dalam ranah afektif ini mengindikasikan

berbagai cara yang membuat para pelajar waspada terhadap dan

mengadopsi nilai-nilai serta sikap-sikap yang membimbing

Komponen

Kata Benda

Dimensi

tersendiri

Dimensi

Pengetahuan

Pengetahuan

Mengingat

Komprehensi

Kata Kerja

Memahami

Aplikasi

Mengaplikasikan

Analisis

Menganalisis

Dimensi

Proses

Kognitif

Sintesis

Mengevaluasi

Evaluasi

Mencipta

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

15

tingkah laku manusia. Menurut Krathwohl dalam Kelvin Seifert

(2008: 152-154) klasifikasi ranah afektif adalah sebagai berikut:

a. Menerima, adalah kesediaan untuk menjadi sensitif dan

mengikuti aneka stimulus.

b. Merespon, merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu

menyangkut stimulus atau gagasan disamping hanya sekedar

menyadarinya.

c. Menilai, merupakan perasaan dan keyakinan bahwa objek,

gagasan, tertentu memiliki sebuah nilai.

d. Mengorganisasikan, adalah menghubungkan nilai-nilai

tertentu dalam usaha membentuk sebuah system, dan

memutuskan prioritas dari masing-masing nilai tersebut.

e. Melakukan karakterisasi melalui sebuah nilai atau

kompleksitas nilai. Hal ini dapat ditunjukkan dengan

mengorganisasikan nilai-nilai kedalam sebuah sistem, dan

integrasi dari masing-masing sistem itu sendiri.

3) Ranah Psikomotoris

Menurut Bloom dalam Agus Suprijono, (2009: 7) domain

psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.

Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik,

sosial, manajerial dan intelektual.

Dalam penelitian ini jenis hasil belajar yang akan di ukur

hanyalah jenis hasil belajar pada ranah kognitif pada pembelajaran

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

16

PKnyang mencakup empat tingkatan yaitu pengetahuan (C1),

pemahaman (C2), dan penerapan (C3), serta analisis (C4). Instrumen

yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada ranah

kognitif adalah tes objektif yang berupa pilihan ganda.

2.1.1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2010: 54) ada beberapa faktor yang yang

dapat mempengaruhi belajar siswa. Faktor-faktor tersebut dibedakan

menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Kedua

faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu

sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

1) Faktor intern, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri

individu yang sedang belajar meliputi faktor jasmaniah, faktor

psikologis, dan faktor kelelahan.

2) Faktor ekstern, merupakan faktor yang ada di luar individu.

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapatlah

dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu:

a. Faktor keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga

berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota

keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi

keluarga.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

17

b. Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup

metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,

relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan

waktu sekolah, standart pelajaran, keadaan gedung, metode

belajar dan tugas rumah.

c. Faktor masyarakat

Faktor masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga

berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena

keberadaan siswa dalam masyarakat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar tersebut diperkuat

dengan pendapat Munadi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar. Menurut Munadi dalam Rusman, (2012: 124)

menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

meliputi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut

dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Internal

(1) Faktor Fisiologis

Secara umum kondisi fisiologis, seperti kondisi kesehatan

yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak

dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal-hal

tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi

pelajaran.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

18

(2) Faktor Psikologis

Beberapa faktor psikologis yang dapat mempengaruhi hasil

belajar siswa meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat,

bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.

b. Faktor Eksternal

(1) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil belajar

meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

(2) Faktor Instrumental

Factor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan

dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar

yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat

berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan

belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental

ini berupa kurikulum, sarana, dan guru.

Sesungguhnya faktor yang mempengaruhi belajar sejalan

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Baik dalam

faktor yang mempengaruhi hasil belajar dan faktor yang

mempengaruhi hasil beajar metode sangat berperan dalam menopang

keberhasilan proses belajar yang tercermin dalam hasil belajar siswa.

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut,

faktor eksternal merupakan faktor yang paling mempengaruhi hasil

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

19

belajar. Terutama pada faktor instrumental yaitu faktor guru dalam

menentukan strategi pembelajaran berkenaan dalam memilih metode

pembelajaran yang tepat. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam

menentukan strategi dan metode pembelajaran adalah, bahwa

strategi dan metode itu harus dapat mendorong siswa untuk

beraktivitas sesuai dengan gaya belajarnya. Menurut Kokom

Komalasari, (2013: 56) metode pembelajaran dapat dijabarkan

kedalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik

pembelajaran adalah sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam

mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.

Salah satu metode pembelajaran yang terbukti dapat mendorong

siswa untuk beraktivitas adalah dengan menggunakan metode

pembelajaran kooperatif. Menurut Warsono dan Hariyanto, (2013:

164) pembelajaran kooperatif terbukti merupakan pembelajaran yang

efektif bagi bermacam karakteristik dan latar belakang sosial siswa

karena mampu meningkatkan prestasi akademis siswa, baik bagi

siswa yang berbakat, siswa yang kecakapannya rata-rata maupun

siswa yang tergolong terlambat belajar.

Teknik Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing merupakan

bagian dari metode pembelajaran kooperatif yang dapat

dikategorikan dalam metode pembelajaran kerja kelompok (Group

work of learning). Menurut Nilson (2010: 107) yang mengacu pada

ranah kognitif taksonomi Bloom, mengatakan bahwa metode

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

20

pembelajaran kerja kelompok (Group work of learning) efektif untuk

membantu mencapai hasil belajar siswa pada ranah kognitif yaitu

pada tingkat pemahaman (comprehension) siswa terhadap materi

yang telah dipelajari.

Solihatin, (2011: 5) juga mengatakan bahwa bekerja secara

bersama-sama diantara sesama anggota kelompok akan

meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar.

Penggunaan metode pembelajaran kerja kelompok dengan

adanya keterlibatan emosional dan mental siswa serta kesediaan

siswa untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan dapat

memberikan pengaruh yang baik terhadap siswa dalam pemahaman

dan penguasaan materi, sehingga siswa tidak menemukan hambatan

dan kendala yang dapat menghambat pemahaman dan penguasaan

mata pelajaran secara efektif di dalam kelas.

2.1.2. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Miftahul Huda (2011: 32) mendefinisikan pembelajaran

kooperatif sebagai metode pembelajaran dimana siswa bekerja sama

dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar.

Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang

memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan

sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran

kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara kelompok. Tetapi

pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok karena

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

21

dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang

bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi

secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi efektif

diantara anggota kelompok (Sugandi,2002: 14, dalam Riyadi

Purworedjo, 2009: 2).

Menurut pendapat Anita Lie, (2008: 29) bahwa model

pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam

kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative

learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang

dilakukan asal-asalan. Pelaksaan prosedur model cooperative

learning dengan benar-benar akan memungkinkan pendidik

mengelola kelas dengan lebih efektif.

Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian

sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau

membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur

dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana

keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap

anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat

diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana

kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin, E., dan

Rahardjo, 2007: 4).

Agus Suprijono, (2009: 61) mengungkapkan bahwa model

pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

22

berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan

pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu

model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan

interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan,

dan struktur reward-nya.

Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif

menurut beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah metode pembelajaran yang berpusat pada siswa

yang dapat meningkatkan prestasi akademik dan aktivitas sosial

dengan cara menerapkan komunikasi interpersonal dalam

keterlibatan siswa dalam kelompoknya.

2.1.3. Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray

2.1.3.1. Pengertian Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray

Terdapat banyak metode pembelajaran kooperatif yang

dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yang

dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran, salah

satu diantaranya adalah metode pembelajaran kooperatif

teknik Two Stay Two Stray.

Anita Lie (2002:61) mengemukakan bahwa metode Two

Stay Two Stray (TSTS) adalah salah satu teknik dalam

metode diskusi yang berbasis cooperative learning.

Menurut Kokom Komalasari, (2013: 69) menyatakan

bahwa Two Stay Two Stray memberi kesempatan kepada

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

23

kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan

kelompok lainnya.

Teknik belajar mengajar Two Stay Two Stray adalah

teknik yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan

bisa digunakan bersama dengan teknik kepala bernomor.

Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan

untuk semua tingkatan usia anak didik.

Menurut Anita Lie, (2002: 60), banyak kegiatan belajar

mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu.

Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat

pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di

luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung

satu dengan yang lainnya. Lebih lanjut Anita Lie menjelaskan

bahwa struktur Two Stay Two Stray memberi kesempatan

kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi

dengan kelompok lain.

2.1.3.2. Langkah-langkah Teknik Pembelajaran Two Stay Two

Stray

Sintak teknik Two Stay Two Stray dapat dilihat pada

rincian tahap-tahap berikut ini (Miftahul Huda, 2013: 207):

1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang

setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok

yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen,

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

24

misalnya satu kelompok terdiri dari 1 siswa

berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang,

dan 1 siswa berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan

karena pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray

bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa

untuk membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling

mendukung.

2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap

kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota

kelompok masing-masing.

3. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang

beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk

memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat

terlibat secara aktif dalam proses berfikir.

4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok

meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok

lain.

5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas

membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada

tamu dari kelompok lain.

6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka

sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok

lain.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

25

7. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja

mereka.

2.1.3.3. Kelebihan Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray

Menurut Kagan (dalam Istarani, 2012: 201) “Keunggulan

TSTS adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa,

menghindari rasa bosan yang disebabkan pembentukkan

kelompok secara permanen, dan melatih kemampuan siswa

dalam memberikan informasi kepada temannya yang di

dalam kelompok.

Miftahul Huda, (2011: 140) juga mengatakan bahwa

kelebihan dari teknik ini yaitu dapat diterapkan untuk semua

mata pelajaran dan tingkatan umur kemudian memungkinkan

setiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan

kelompok - kelompok lain.

Menurut Warsono dan Hariyanto, (2012: 235) aktifitas

pada struktur Two Stay Two Stay dapat mendorong siswa

untuk berfikir kreatif dan analitis dalam kelompok.

2.1.3.4. Kekurangan Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray

Sedangkan kekurangan dari teknik Two Stay Two Stray

yaitu: membutuhkan waktu yang lama, siswa cenderung tidak

mau belajar dalam kelompok, guru membutuhkan banyak

persiapan (materi, dana dan tenaga), guru cenderung

kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

26

2.1.4. Teknik Pembelajaran Snowball Throwing

2.1.4.1. Pengertian Teknik Pembelajaran Snowball Throwing

Proses belajar dikatakan dapat meningkatkan aktifitas

pembelajaran adalah apabila siswa mampu mengajukan

pertanyaan untuk menggali materi yang belum dijelaskan

oleh guru. Salah satu model pembelajaran yang

menitikberatkan pada kemampuan siswa untuk merumuskan

pertanyaan adalah metode pembelajaran Snowball Throwing.

Menurut Kokom Komalasari, (2013: 67) Snowball

Throwing merupakan teknik pembelajaran yang menggali

potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan

keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang

dipadukan melalui suatu permainan imajinatif membentuk

dan melempar bola salju.

Snowball Throwing menurut asal katanya berarti “bola

salju bergulir” yang dapat diartikan sebagai pembelajaran

dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang

digulung bulat berbentuk seperti bola kemudian dilemparkan

secara bergiliran diantara sesama siswa (Isjoni, 2013: 24).

Menurut Hasan Fauzi, (2009: 155) model Snowball

Throwing (melempar bola) merupakan jenis pembelajaaran

kooperatif yang didesain seperti permainan melempar bola.

Metode ini bertujuan untuk memancing kreatifitas dalam

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

27

membuat soal sekaligus menguji daya serap materi yang

disampaikan oleh ketua kelompok. Karena berupa permainan,

siswa harus dikondisikan dalam keadaan santai tetapi tetap

terkendali tidak ribut, kisruh atau berbuat onar.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas bahwa

teknik Snowball Throwing adalah teknik pembelajaran yang

didesain berupa permainan imajinatif membuat dan

membentuk pertanyaan yang digulung seperti bola salju

kemudian dilemparkan secara bergiliran diantara sesama

siswa.

2.1.4.2. Langkah-langkah Teknik Pembelajaran Snowball

Throwing

Menurut Agus Suprijono (2009:128) sintak langkah-

langkah model pembelajaran Snowball Throwing adalah

sebagai berikut:

1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.

2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil

masing-masing ketua kelompok untuk memberikan

penjelasan tentang materi.

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke

kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan

materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

28

4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar

kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang

menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua

kelompok.

5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat

seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang

lain selama ± 15 menit.

6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan

kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan

yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara

bergantian.

7. Evaluasi.

8. Penutup.

2.1.4.3. Kelebihan Teknik Pembelajaran Snowball Throwing

Menurut Miftahul Huda, (2013: 226) kelebihan teknik

pembelajaran Snowball throwing adalah untuk melatih

kesiapan siswa dan saling memberikan pengetahuan.

Snowball Throwing juga dapat melatih siswa untuk lebih

tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan

pesan tersebut kepada teman satu kelompoknya. Snowball

Throwing ini digunakan untuk memberikan konsep

pemahaman materi yang sulit kepada siswa serta dapat juga

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

29

digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan

kemampuan siswa dalam materi tersebut.

2.1.4.4. Kekurangan Teknik Pembelajaran Snowball Throwing

Adapun kekurangan teknik pembelajaran Snowball

throwing menurut Miftahul huda, (2013: 228) adalah karena

pengetahuan yang diberikan tidak terlalu luas dan hanya

berkisar pada apa yang telah diketahui siswa. Sering kali,

metode ini berpotensi mengacaukan suasana daripada

mengefektifkannya.

2.1.5. Pendidikan Kewarganegaraan

2.1.5.1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan dapat didefinisikan

sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam

mengembangkan kecintaan, kesetiaan, keberanian untuk

berkorban untuk membela bangsa dan tanah air Indonesia

(Bakry, 2009: 3).

Winataputra dalam Winarno, (2013: 7) mengartikan

pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bidang kajian

yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya

kewarganegaraan, menggunakan disiplin ilmu pendidikan

dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta

disiplin ilmu lain yang relevan, yang secara koheren,

diorganisasikan dalam bentuk program kurikuler

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

30

kewarganegaraan, aktivitas sosial kultural kewarganegaraan,

dan kajian ilmiah kewaganegaraan.

Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006,

Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga

negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak

dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia

yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan

oleh Pancasila dan UUD 1945.

John J. Cogan dalam Winarno (2013: 4) mengartikan

Pendidikan Kewarganegaraan “civic education” adalah suatu

mata pelajaran dasar disekolah yang dirancang untuk

mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah

dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.

Menurut Cholisin dalam Winarno, (2013: 6) secara

terminologis, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di

Indonesia diartikan sebagai pendidikan politik yang fokus

materinya adalah peranan warga negara dalam kehidupan

bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk

membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila

dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat

diandalkan oleh bangsa dan negara.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

31

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai kajianyang

bersifat multidisiplin mengambil peran tidak hanya sebagai

pendidikan politik.Misalnya, dikatakan Pendidikan

Kewarganegaraan berperan sebagai pendidikan nilai moral,

pendidikan politik, pendidikan hukum, dan pendidikan bela

negara (Sapriya dalam Winarno, 2013: 7).

2.1.5.2. PKn Pada Kurikulum 2006 (KTSP)

Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),

pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran

dimunculkan dengan nama mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan disingkat PKn (Permendiknas No. 22

Tahun 2006).

Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006

tersebut, PKn diartikan sebagai mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan warga negara yang

memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang

cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh

Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuan dari pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam

menanggapi isunkewarganegaraan.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

32

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan

bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk

membentuk diri berdasarkan karakter-karakter

masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan

bangsa-bangsa lainnya.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam

percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung

dengan memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi.

Berdasarkan maksud dan tujuan dari mata pelajaran

PKn di atas, maka PKn memiliki dan sejalan dengan tiga

fungsi pokok pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana

pengembangan warga negara yang demokratis, yakni

mengembangkan kecerdasan warga negara (civic

intelligence), membina tanggung jawab warga negara (civic

responsibility) dan mendorong partisipasi warga negara (civic

participation) (Winarno, 2013: 19).

Dalam Standart Isi PKn 2006, materi pembelajaran

PKn sekolah disebut sebagai ruang lingkup PKn. Ruang

lingkup PKn ada 8 meliputi persatuan dan kesatuan bangsa;

norma, hukum dan peraturan; hak asasi manusia; kebutuhan

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

33

warga negara; konstitusi negara; kekuasaan dan politik;

Pancasila; dan globalisasi dengan jabarannya masing-masing.

Menurut Winataputra (dalam Winarno, 2013: 34)

mengatakan bahwa, justru PKn sekarang ini lebih banyak

kajian pada ketatanegaraan dan pengetahuan tentang sistem

politik demokrasi. Warsono (2010) juga menyatakan bahwa

sekarang ini PKn lebih menekankan pada aspek kehidupan

bernegara yang merupakan penjabaran dari Pancasila sebagai

dasar negara dan diakui memang ruang lingkup materi PKn

jauh lebih luas, karena memberi wawasan global sesuai

dengan segala aspeknya, namun sangat sedikit menyentuh

pendidikan karakter.

Pada penelitian ini, materi yang menjadi fokus

penelitian adalah materi pelajaran PKn kelas VIII SMP

tepatnya pada pokok bahasan Kedaulatan Rakyat Dalam

Sistem Pemerintahan Indonesia.Dimana dalam kurikulum

KTSP (2006) Standart Kompetensi (SK) yang digunakan

pada penelitian ini adalah Memahami kedaulatan rakyat dan

sistem pemerintahan di Indonesia.Sedangkan Kompetensi

Dasar (KD 2) dari materi ini adalah Mendeskripsikan sistem

pemerintahan Indonesia dan peran lembaga negara sebagai

pelaksana kedaulatan rakyat.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

34

Adapun indikator pencapaian yang ingin diwujudkan

setelah terjadinya proses pembelajaran adalah diharapkan

siswa dapat:

1) Menyebutkan lembaga-lembaga penyalur aspirasi rakyat

2) Menyebutkan lembaga negara RI menurut UUD 1945

amandemen

3) Menunjukkan kedudukan masing-masing lembaga

negara RI

4) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang

MPR

5) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang DPR

6) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang

DPD

7) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang

Presiden

8) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang

DPRD

9) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang MK

10) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang MA

11) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang KY

12) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang BPK

13) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang

Bank Sentral

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

35

Berdasarkan SK, KD dan Indikator materi pelajaran

pada kurikulum KTSPdapat diketahui bahwa dalam

kurikulum KTSP, keberhasilan proses belajar lebih banyak

diukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran.

Hal ini dapat dilihat dari indikator yang ditentukan lebih

banyak bahkan seluruhnya menguji kemampuan kognitif

siswa dalam setiap mata pelajaran.

Winarno, (2013: 34-35) juga menyatakan bahwa,

setelah berjalan kurikulum KTSP PKn tahun 2006 selama 5

(lima) tahun terakhir ini, dirasakan bahwa muatan kognitif

PKn masih dianggap terlalu besar, sementara penekanan pada

aspek disposisi dan keterampilan kewarganegaraan kurang.

Berdasarkan ranah kompetensi terdapat ketidakseimbangan

ranah kompetensi PKn sebagai muatan KD untuk tiap-tiap

SK dimana, aspek sikap dan perilaku yang menjadi

“stressing” PKn proporsinya relatif lebih sedikit bila

dibandingkan dengan ranah pengetahuan.

2.1.5.3. PKn Pada Kurikulum 2013

Pada Kurikulum 2013, PKn dinyatakan bahwa

disesuaikan dengan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PPKn). Perubahan atau disebut sebagai

penyesuaian ini dimaksudkan agar dapat mengakomodasi

perkembangan dan persoalan yang berkembang di

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

36

masyarakat. Penyesuaian menuju mata pelajaran PPKn ini

juga dilakukan untuk mengakomodasi subtansi 4 pilar

kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika sebagai ruang

lingkup baru (Winarno, 2013: 35).

Sedangkan menurut Winarno, (2013: 37) yang

berdasarkan pada naskah Penguatan Kurikulum Mata

Pelajaran PPKn 2012, tujuan dari mata pelajaran PPKn

kurikulum baru adalah sebagai berikut:

1. PPKn tidak bisa dipisahkan dari fungsi dan tujuan

pendidikan nasional yang termaktub dalam pasal 3 UU

sistem Pendidikan Nasional.

2. PPKn bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi

manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah

air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, UUD 1945,

semangat Bhineka Tunggal Ika, dan Komitmen Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan ruang lingkup PPKn adalah:

1. Pancasila, sebagai dasar negara, pandangan hidup, dan

ideologi nasional Indonesia serta etika dalam pergaulan

internasional

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

37

2. UUD 1945, sebagai hukum dasar yang menjadi landasan

konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara

3. Bhineka Tunggal Ika, sebagai wujud komitmen

keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara yang utuh dan kohesif secara nasional dan

harmonis dalam pergaulan antar bangsa; dan

4. NKRI, sebagai bentuk final Negara Republik Indonesia

yang melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah

darah Indonesia.

Menurut Winarno, (2013: 37) pada Kurikulum 2013

dalam PPKn, Pancasila ditempatkan sebagai entitas inti yang

menjadi sumber rujukan dan ukuran keberhasilan dari

keseluruhan ruang lingkup mata pelajaran. UUD 1945,

semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen NKRI

ditempatkan sebagai bagian integral dari keseluruhan tatanan

penyelenggaraan negara yang berdasarkan atas dan bermuara

pada sistem nilai dan moral Pancasila.

Materi yang menjadi fokus penelitian ini adalah materi

pelajaran Kedaulatan rakyat dalam Sistem pemerintahan

Indonesia tepatnya pada KD 2 yaitu Mendeskripsikan sistem

pemerintahan Indonesia dan peran lembaga negara sebagai

pelaksana kedaulatan rakyat dalam kurikulum KTSP. Materi

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

38

tersebut juga masih dan diajar dalam Kurikulum 2013. Hal

itu terdapat dalam pelaksanaan KI dan KD Kurikulum 2013

berikut ini:

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

1. Menghargai dan

menghayati ajaran

agama yang dianutnya

1.1 Menghargai perilaku

beriman,dan bertaqwa kepada

TuhanYME dan berakhlak

mulia dalam kehidupan di

lingkungan sekolah,

masyarakat, bangsa, dan

Negara

2. Menghargai dan

menghayati perilaku

jujur, disiplin,

tanggungjawab, peduli

(toleransi, gotong

royong), santun,

percaya diri, dalam

berinteraksi secara

efektif dengan

lingkungan sosial dan

alam dalam jangkauan

pergaulan dan

keberadaannya

2.1 Menunjukkan semangat dan

komitmen kebangsaan seperti

yang ditunjukkan oleh para

pendiri negara dalam

menetapkan Pancasila sebagai

dasar negara

2.2 Menunjukkan semangat

kebangsaan dan kebernegaraan

seperti yang ditunjukkan oleh

para pendiri negara dalam

dalam menetapkan UUD1945

sebagai landasan konstitusional

negara kebangsaan

2.3 Menunjukkan sikap

kebersamaan dalam

keberagaman masyarakat

sekitar

2.4 Menghargai semangat dan

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

39

komitmen sumpah pemuda

dalam kehidupan

bermasyarakat sebagaimana

ditunjukkan oleh tokoh-tokoh

pemuda pada saat

mendeklarasikan Sumpah

Pemuda tahun 1928

2.5 Menghargai semangat dan

komitmen persatuan dan

kesatuan bangsa untuk

memperkuat dan memperkokoh

NKRI

3. Memahami dan

menerapkan

pengetahuan (faktual,

konseptual, dan

prosedural) berdasarkan

rasa ingin tahunya

tentang ilmu

pengetahuan, teknologi,

seni, budaya terkait

fenomena dan kejadian

tampak mata

3.1 Memahami nilai-nilai Pancasila

sebagai dasar negara dan

pandangan hidup bangsa

3.2 Menjelaskan lembaga-lembaga

negara dalam UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

3.3 Mendiskusikan tata urutan

peraturan perundang-undangan

nasional

3.4 Membedakan norma dan

kebiasaan antardaerah di

Indonesia

3.5 Memahami hak asasi manusia

dalam UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945

3.6 Mendeskripsikan makna

keberagaman dalam bingkai

Bhinneka Tunggal Ika

3.7 Mendiskusikan unsur-unsur

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

40

Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI)

4. Mengolah, menyaji,

dan menalar dalam

ranah konkret

(menggunakan,

mengurai, merangkai,

memodifikasi, dan

membuat) dan ranah

abstrak (menulis,

membaca,

menghitung,

menggambar, dan

mengarang) sesuai

dengan yang dipelajari

di sekolah dan sumber

lain yang sama dalam

sudut pandang/teori

4.1 Menyajikan dan melaksanakan

nilai-nilai Pancasila sebagai

dasar negara dan pandangan

hidup bangsa dalam kehidupan

sehari-hari

4.2 Menyajikan hubungan fungsi

antar lembaga-lembaga negara

dalam UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945

4.3 Melaksanakan kewajiban sesuai

peraturan perundang-undangan

dalam kehidupan sehari-hari

4.4 Melaksanakan hasil

pengamatan tentang norma, dan

kebiasaan yang berlaku dalam

masyarakat Indonesia

4.5 Mengamati dan melaksanakan

kewajiban asasi manusia

sebagaimana diatur UUD

4.6 Mengamati dan melakukan

kerjasama dalam masyarakat

yang beragam dalam bingkai

Bhinneka Tunggal Ika

4.7 Mengamati dan menyajikan

unsur-unsur NKRI sebagai satu

kesatuan yang utuh

Dalam Kurikulum 2013, KI dan KD pada materi yang

dipelajari siswa lebih berorientasi untuk mengembangkan

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

41

keseimbangan antara pengembangan sikap (keagamaan

dan sosial), rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan

kemampuan intelektual dan psikomotorik.

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013, yang

menekankan pada dimensi pedagogik modern menggunakan

pendekatan ilmiah sebagai katalisator utamanya. Pendekatan

ilmiah (scientific approach) diyakini sebagai titian emas

perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan

pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses

kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Pendekatan scientific

pada kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia

menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut menjadi

lima, yaitu: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan

mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013).

Pada pembelajaran PPKn yang menitik beratkan pada

pendidikan nilai moral yang serba Pancasila yang dikemas

menggunakan suatu pendekatan berpikir dan berbuat yang

diawali dengan mengamati dan menanya sampai kemudian

siswa berupaya untuk mencoba, mengolah, menyaji, menalar,

dan akhirnya akan bermuara kepada tingkatan mencipta (to

create) yang tentunya terdapat unsur kreativitas di dalamya.

Hal ini akan membantu untuk terbentuknya manusia

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

42

Indonesia yang memiliki semangat kebangsaaan dan cinta

tanah air.

2.2. Penelitian yang Relevan

1) Penelitian yang dilakukan oleh Ria Titis Susantika dengan judul

penelitian “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Dua

Tamu Dua Tinggal (Two Stay Two Stray) Terhadap Hasil Belajar

Geografi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Bandung Tulungagung”.

Penelitian ini termasuk penelitian Quasi Eksperimental dengan subjek

penelitian kelas VII-F sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-E sebagai

kelas kontrol. Dari analisis data diketahui bahwa rata-rata hasil belajar

siswa pada kelas eksperimen sebesar 19,63 sedangkan pada kelas kontrol

sebesar 11,67 dengan nilai sig.(2 tialed) 0,000. Dengan demikian sig.(2

tailed) 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa

penerapan pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray berpengaruh

terhadap hasil belajar geografi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Bandung

Tulungagung.

2) Penelitian yang di lakukan oleh Citra Marita Sari dengan judul penelitian

“Pengaruh Model Pembelajaran Snowball Throwing Terhadap Hasil

Belajar Kognitif Siswa Kelas VIII Mata Pelajaran Ekonomi di SMP N 4

Malang”. Jenis penelitian ini adalah Quasi eksperimental dengan desain

Nonequivalent Control Group Design. Sampel yang digunakan adalah

siswa kelas VIII C sebagai kelas kontrol dan siswa kelas VIII D sebagai

kelas eksperimen. Dari hasil analisis data diketahui bahwa sig (2-tailed)

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

43

pre-test kelas eksperimen dan kontrol sebesar sig (2-tailed) 0,159 > sig (α

= 0,05), maka Ho diterima, yang berarti bahwa kemampuan awal siswa

kelas ekperimen dan kelas kontrol sebelum diberi perlakuan adalah sama.

Soal post-test kemudian di uji hipotesis dan hasilnya nilai sig (2-tailed)

0,02 < sig (α = 0,05), maka H1 diterima dan H0 ditolak, hal ini

menunjukkan bahwa model pembelajran Snowball Throwing

mempengaruhi hasil belajar siswa kelas VIII mata pelajaran Ekonomi di

SMP N 4 Malang.

3) Penelitian yang dilakukan oleh Ambarita Geltry J. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahuiapakah ada perbedaan kemampuan pemahan

konsep yang diajarkan dengan metode Two Stay Two Stray dan Snowball

Throwing pada materi bilangan berpangkat di kelas VII SMP Negeri 1

Simanindo T.A 2013/2014. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa

kelas VII-E sebagai kelas eksperimen dengan metode Two Stay Two

Stray dan kelas VII-D sebagai kelas eksperimen dengan metode Snowball

Throwing. Jenis penelitian ini yaitu eksperimen semu. Dari hasil analisa

data postes dengan menggunakan taraf uji-t α = 0,05 diperoleh ttabel =

1,9973 dan thitung = -2,5492 , terlihat bahwa thitung ˂ ttabel (-2,5492 <

1,9973) yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi,

disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan pemahaman konsep

siswa yang diajarkan dengan metode Two Stay Two Stray dan Snowball

Throwing di kelas VII SMP Negeri 1 Simanindo.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

44

2.3. Kerangka Berpikir

Dari uraian pada kajian teori diatas, maka dapat digambarkan alur

kerangka pemikiran untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak

menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran

dapat digambarkan seperti berikut ini:

Gambar 2.2

Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini, hasil belajar dari kelas eksperimen akan

dibandingkan dengan kelas kontrol. Kedua kelas tersebut, akan diberikan

perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif dalam proses

pembelajarannya. Pada kelas eksperimen pembelajaran akan dilakukan

dengan menggunakan teknik Two Stay Two Stray, sedangkan untuk kelas

kontrol pembelajaran akan dilakukan dengan menggunakan teknik Snowball

Throwing.

Proses

pembelajaran

Kelas

eksperimen

(Two Stay

Two Stray)

Kelas kontrol

(Snowball

Throwing)

siswa bekerja sama

secara aktif dalam

mendiskusikan dan

memberikan informasi

tentang materi kepada

kelompok lain

siswa lebih aktif dan

keberhasilan

pembelajaran bergantung

pada kemampuan ketua

kelompok dalam

menjelaskan materi dan

kualitas pertanyaan

Hasil

belajar

Hasil

belajar

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

45

Pada dasarnya pembelajaran dengan menggunakan teknik Two Stray Two

Stray akan menuntut setiap siswa untuk dapat berperan aktif untuk mencari

informasi dari dalam kelompoknya maupun dari dua tamu dari kelompok lain.

Dalam proses pembelajaran ini guru akan memantau jalannya proses diskusi

dan diakhir proses diskusi, guru akan menyimpulkan hasil pekerjaan siswa

yang dilakukan secara berkelompok sehingga dapat meningkatkan hasil

belajar serta daya ingat karena saling mengajarkan materi yang sudah

dipelajari.

Demikian halnya dengan teknik Snowball Throwing. Dalam

pembelajaran dengan menggunakan teknik Snowball Throwing siswa lebih

berperan aktif dimana, siswa harus menggunakan bola bertanya dari kertas

yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran

diantara sesama anggota kelompok. Tetapi keberhasilan proses pembelajaran

ini sangat bergantung pada kemampuan ketua kelompok dalam menjelaskan

materi dan kualitas pertanyaan dari anggota kelompoknya sehingga hasil

belajar siswa menjadi rendah.

Setelah kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberikan perlakuan

dengan teknik Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing diberi tes sebagai

postes. Hasil belajar kedua kelas tersebut selanjutnya akan diolah dengan

statistik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh yang

signifikan terhadap hasil belajar siswa.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5597/3/T1_172010010_BAB II.pdfproses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

46

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir tersebut dapat ditarik hipotesis yang

digunakan dalam penelitian adalah terdapat perbedaan pengaruh yang

signifikan penggunaan teknik pembelajaran Two Stay Two Stray dengan

teknik pembelajaran Snowball Throwing terhadap hasil belajar siswa pada

mata pelajaran PKn kelas VIII SMP Stella Matutina Salatiga Semester Genap

Tahun Ajaran 2013/2014.