bab ii kajian pustaka dan pengembangan hipotesis a ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4713/3/bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Opini Audit Going Concern
a. Opini Audit
Menurut Agoes (2012) opini auditor merupakan pendapat yang
diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian laporan keuangan
lembaga/perusahaan tempat auditor melakukan audit. Hasil akhir dari
proses auditing adalah pendapat auditor atas laporan keuangan
perusahaan. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap
audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang
harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa opini
audit merupakan pernyataan auditor terhadap kewajaran laporan
keuangan yang dari entitas yang telah diaudit sesuai dengan norma atau
aturan yang berlaku. Kewajaran ini menyangkut materialitas, posisi
keuangan dan arus kas. Opini audit diberikan oleh auditor melalui
beberapa tahap audit sehingaa auditor dapat memberikan kesimpulan
atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya.
Arrens dan Lobbecke (2003) menyatakan bahwa laporan audit adalah
langkah terakhir dari selurus proses audit. Dengan demikian auditor
dalam memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinan
10
profesionanya. Menurut Mulyadi (2002) terdapat lima jenis opini audit,
yaitu :
1) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan
bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal
yang material sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia.
Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
diterbitkan oleh auditor jika dalam kondisi sebagai berikut :
a) Semua laporan neraca, laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan
laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.
b) Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar yang berlaku
dapat dipahami oleh auditor.
c) Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah
melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan untuk melakukan tiga standar pekerjaan
lapangan.
d) Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip standar
akuntansi di Indonesia.
e) Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk
menambah paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam
laporan keuangan.
11
2) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas
(Unqualified Opinion with Explanatory Language)
Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan paragraf
penjelas atau bahasa penjelas yang lain dalam laporan audit,
meskipun tidak memengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian
atas laporan keuangan auditan. Paragaraf penjelas dicantumkan
setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab
utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi
kata-kata dalam laporan audit baku adalah:
a) Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima
umum.
b) Keraguan besar tetang kelangsungan hidup.
c) Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip
akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan.
d) Penekanan atas suatu hal.
e) Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
3) Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila audit
menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip dan standar akuntansi di Indonesia,
kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar
12
dengan pengecualian diberikan kepada perusahaan yang berada
dalam kondisi sebagai berikut:
a) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya
pembatasan terhadap lingkup audit.
b) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan
dari prinsip dan standar akuntansi di Indonesia, yang berdampak
material, dan berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat
tidak wajar.
4) Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan
keuangan audit tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
5) Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)
Pernyatan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini layak
diberikan apabila:
a) Ada pembatas lingkup audit yang sangat material baik oleh klien
maupun karena kondisi tertentu.
b) Auditor tidak independen terhadap klien. Pernyataan ini tidak
dapat diberikan apabila auditor yakin bahwa terdapat
penyimpangan yang material dari prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Auditor tidak diperkenankan mencantumkan paragraf
lingkup audit apabila ia menyatakan untuk tidak memberikan
pendapat. Ia harus menyatakan alasan mengapa auditnya tidak
13
berdasarkan standar audit yang ditetapkan IAPI dalam satu
paragraf khusus sebelum paragraf pendapat.
b. Going Concern
Manurut Harahap (2007) going concern atau kontinuitas operasi
yaitu suatu perusahaan akan terus melaksanakan operasinya di masa-
masa yang akan datang. Perusahaan dianggap tidak berhenti, ditutup
atau dilikuidasi di masa yang akan datang, perusahaan dianggap akan
hidup untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Menurut Belkaoui (1997)
going concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan
usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang
cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta
aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti. Dengan adanya going
concern maka suatu badan usaha dianggap akan mampu
mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang, tidak
akan dilikuidasi (untuk perusahaan perbankan) dalam jangka waktu
pendek.
Berdasarkan teori yang dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Going Concern merupakan kelangsungan hidup suatu perusahaan,
konsep ini menganggap perusahaan akan hidup dan tidak dilikuidasi
dalam jangka waktu tertentu, sehingga dengan adanya going concern
perusahaan dianggap bisa mempertahankan usahanya dan tidak
dilikuidasi dalam jangka waktu tertentu.
14
Menurut Altman dan McGough (1974) masalah going concern
terbagi dua, yaitu masalah keuangan yang meliputi kekurangan
(defisiensi) likuiditas, defisiensi ekuitas, penunggakan utang, kesulitan
memperoleh dana, serta masalah operasi yang meliputi kerugian operasi
yang terus menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan
operasi terancam, dan pengendalian yang lemah atas operasi. Menurut
Arens (2011) terdapat beberapa faktor yang menimbulkan
ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan yaitu:
i. Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan
modal kerja.
ii. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya
pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek.
iii. Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak
diasuransikan seperti gempa bumi atau banjir atau permasalahan
perburuhan yang tidak biasa.
iv. Perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang
sudah terjadi yang dapat membahayakan kemampuan perusahaan
untuk beroperasi.
Sedangkan menurut Hery (2013) terdapat beberapa faktor yang dapat
menimbulkan keraguan yang besar mengenai kelangsungan hidup
(Going Concern) perusahaan yaitu:
i. Kerugian operasi atau defisit modal yang terus berulang dan dalam
jumlah yang signifikan.
15
ii. Ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi hampir seluruh
kewajibannya yang telah jatuh tempo.
iii. Kehilangan pelanggan terbesarnya (pelanggan mahkota).
iv. Bencana yang tidak dijamin oleh asuransi, seperti banjir dan gempa
bumi yang bersifat sangat destruktif dan signifikan merugikan
perusahaan.
v. Masalah ketenagakerjaan yang sangat serius.
vi. Tuntutan pengadilan yang dapat “membahayakan” status serta
kemampuan perusahaan untuk beroperasi.
Jika ternyata setelah auditor mengevaluasi atas kemampuan
perusahaan bertahan hidup dan ternyata terdapat keraguan yang
substansial dalam kemampuan perusahaan untuk mempertahankan
kelanjutan usaha, maka auditor berhak mengeluarkan Opini Audit Going
Concern. Menurut Boynton (2003) menyatakan bahwa kesimpulan
auditor mengenai kemampuan entitas untuk mempertahankan kelanjutan
usahanya harus dinyatakan menggunakan frasa “keraguan yang
substansial mengenai kemampuan (entitas) untuk melanjutkan usaha”.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Opini Audit Going Concern
Faktor yang mempengaruhi Opini Audit Going Concern secara
umum adalah dari kondisi dan peristiwa. SA Seksi 341, PSA No. 30
(IAPI, 2011) menyatakan bahwa auditor dapat mengidentifikasi
informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu, jika pada saat
dipertimbangkan secara keseluruhan, menunjukkan adanya kesangsian
16
besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam jangka waktu pantas. Signifikan atau tidaknya kondisi
atau peristiwa tersebut akan tergantung atas keadaannya dan beberapa
diantaranya kemungkinan hanya menjadi signifikan jika ditinjau
bersama-sama dengan kondisi atau peristiwa yang lain. Berikut ini
adalah contoh kondisi dan peristiwa tersebut:
i. Trend negatif. contoh yaitu kerugian operasi yang berulangkali
terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan
usaha, dan ratio keuangan penting yang jelek.
ii. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan. Sebagai
contoh yaitu kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau
perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan
oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit
biasa, resktrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau
metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva.
iii. Masalah intern. Sebagai contoh yaitu pemogokan kerja atau
kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar
atas sukses projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak
bersifat ekonomis, dan kebutuhan untuk secara signifikan
memperbaiki operasi.
iv. Masalah luar yang telah terjadi. Sebagai contoh yaitu pengaduan
gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-
masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan
17
entitas untuk beroperasi seperti kehilangan franchise, lisensi atau
paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama,
kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir,
kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun
dengan pertanggungan yang tidak memadai.
Sedangkan menurut purba (2009) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kelangsungan hidup suatu perusahaan, yaitu:
i. Keuangan. Kondisi keuangan perusahaan merupakan kunci utama
dalam melihat apakah perusahaan akan mampu mempertahankan
kelangsungan hidupnya atau tidak. Kondisi keuangan akan
mencerminkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya
yang sudah jatuh tempo, dan bunga pinjaman kepada kreditur.
Kondisi ini dapat dilihat dari kemampuan perusahaan menciptakan
laba.
ii. Moneter. Perekonomian Indonesia tentu saja dipengaruhi oleh
aspek yang satu ini, apalagi jika bergantung pada pinjaman luar
negeri dan ekspor. Kendala moneter juga mempengaruhi ekonomi
mikro, apabila banyak entitas bisnis memiliki pinjaman dalam mata
uang asing. Sehingga depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing
secara otomatis akan mempengaruhi kemampuan entitas dalam
menjaga kelangsungan hidupnya. Hal yang sama juga ditemukan
perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor, dimana
18
perusahaan tersebut tidak lagi dapat menjaga kelangsungan operasi
dan keseimbangan usahanya dengan biaya produksi yang tinggi.
iii. Sosial. Kerawanan sosial (social unrest) dapat muncul sebagai
dampak sampingan. Risiko kerawanan sosial yang dapat timbul
dan mempengaruhi entitas seperti tingkat kriminalitas tinggi dan
penyakit sosial lainnya. Peristiwa Mei 1998 adalah contoh yang
nyata, dimana iklim investasi di Indonesia secara drastis anjlok
sebagai akibat aksi anarkis penjarahan yang mengakibatkan
banyaknya perusahaan yang gulung tikar. Demikian juga kondisi
perburuhan suatu negara yang sering mogok dan demonstrasi akan
menimbulkan ketidakpastian yang besar bagi perusahaan dalam
berinvestasi.
iv. Politik. Tidak bias dipungkiri, sehat tidaknya iklim investasi pada
suatu negara tergantung pada situasi politik negara tersebut. Hal ini
berkaitan dengan realitas bahwa entitas berada di bawah kekuasaan
rezim pemerintah yang berkuasa sebagai pihak regulator.
Ketidakmampuan pemerintah yang yang berkuasa dalam menjaga
kestabilan politik dan menegakan supremasi hukum dapat
mengakibatkan kondisi ekonomi dan sosial yang memburuk yang
pada akhirnya akan mempengruhi dunia investasi dan Going
Concern entitas-entitas bisnis.
v. Pasar. Kemampuan perusahaan menguasai pasar adalah kunci
keberhasilan dalam menciptakan laba. Kemampuan tersebut
19
dipengaruhi berbagai kendala daya saing, regulasi, inovasi produk,
jalur distribusi, teknologi dan lain-lain. Jika suatu entitas bisnis
kehilangan pangsa pasar bagi produk-produknya, maka secara
otomatis akan mempengaruhi kemampuan dalam menjaga
kelangsungan hidup.
vi. Teknologi. Penguasaan teknologi oleh perusahaan dapat dipastikan
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menjaga
kelangsungan hidupnya. Kemampuan perusahaan dalam
memenangkan persaingan sangat dipengaruhi oleh penguasaan
teknologi, tidak hanya perusahaan yang bergerak di bidang jasa,
perbankan namun juga perusahaan yang bergerak di sektor riil.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi Opini Audit Going Concern yaitu faktor kondisi
keuangan. Kondisi keuangan memperlihatkan bagaimana keadaan dari
keuangan perusahaan yang sesungguhnya pada periode tertentu.
Semakin kondisi keuangan perusahaan tersebut memburuk maka
semakin besar kemungkinan bahwa perusahaan tersebut membutuhkan
Opini Audit Going Concern. Kondisi keuangan perusahaan juga
mencerminkan kelangsungan kinerja perusahaan untuk masa yang akan
datang.
2. Profitabilitas
Menurut Harahap (2007) rasio Profitabilitas menggambarkan
kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuannya,
20
dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, ekuitas, jumlah
karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Sedangkan menurut Hanafi
(2014) rasio Profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Profitabilitas) pada tingkat
penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Berdasarkan teori diatas dapat
disimpulkan bahwa rasio profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba dengan menggunakan menggunakan faktor-faktor
untuk menghasilkan laba yang maksimal.
Menurut Kasmir (2016) ada 4 jenis analisis utama yang digunakan
untuk menilai tingkat profitabilitas yaitu:
a. Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur margin laba atas penjualan, rasio ini akan
menggambarkan penghasilan bersih perusahaan berdasarkan total
penjualan.
b. Return On Assets (ROA)
Return On Assets (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari
jumlah aset yang tersedia.
c. Return On Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang tersedia untuk
pemegang saham perusahaan.
21
d. Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS) merupakan rasio yang menggambarkan
jumlah uang yang akan dihasilkan dari setiap lembar saham biasa yang
dimiliki investor.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Return On Assets
(ROA) untuk menilai tingkat profitabilitas perusahaan. ROA menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aset yang
dipergunakan untuk menghasilkan keuntungan. Munawir (2002) dengan
mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam
memanfaatkan asetnya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini
juga memberikan ukuran yang lebih baik atas Profitabilitas perusahaan
karena menunjukkan efektifitas manajemen dalam menggunakan aset untuk
memperoleh pendapatan. Rasio ini merupakan perbandingan antara laba
bersih dengan total aset.
3. Likuiditas
Menurut Harahap (2007), rasio Likuiditas merupakan rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Untuk dapat memenuhi kewajibannya, maka perusahaan harus
mempunyai sebuah alat yang digunakan untuk membayar, yaitu berupa
aset-aset lancar yang jumlahnya harus jauh lebih besar dari pada kewajiban-
kewajiban lancar. Sedangkan menurut Fahmi (2012) kemampuan suatu
perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rasio likuiditas merupakan
22
kemampuan perusahaan dalam memenuni kewajiban (jangka pendek) pada
saat tertagih.
Menurut kasmir (2016) jenis -jenis rasio likuiditas yang dapat
digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kemampuannya yaitu:
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio Lancar (current ratio) merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek
atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara
keseluruhan.
b. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Rasio cepat (quick ratio) atau ratio sangat lancar (acid test ratio)
merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang
jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa mempertimbangkan nilai
persediaan (inventory).
c. Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio Kas (cash ratio) merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
Dari ketiga rasio tersebut, penulis hanya menggunakan rasio lancer
(quicik ratio) ssebagai alat untuk mengukur tingkat likuiditas suatu
perusahaan. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendek menggunakan aset lancar. Current ratio dijadikan
23
kebiasaan yang umum yang lebih baik sebagai titik tolak untuk mengukur
semua modal kerja yang digunakan perusahaan dengan membandingkan
jumlah aset lancar dan kewajiban lancarnya. Menurut Fahmi (2012) kondisi
perusahaan yang memiliki current ratio yang baik adalah dianggap sebagai
perusahaan yang baik dan bagus, namun jika current ratio terlalu tinggi juga
dianggap tidak baik karena dapat mengindikasikan adanya masalah seperti
jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat
penjualan sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan
adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo
piutang yang besar yang tak tertagih.
4. Solvabilitas
Menurut Harahap (2007) rasio Solvabilitas menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya
atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Sedangkan
menurut Hanafi (2014) rasio Solvabilitas adalah rasio ini mengukur
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka
panjangnya. Rasio ini mengukur Likuiditas jangka panjangnya perusahaan
yang berfokus pada sisi neraca bagian kanan atau pos-pos yang sifatnya
jangka panjang. Berdasrkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio
solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam membiayai aset
yang dimilikinya dan memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
Kasmir (2016) mengungkapkan jenis-jenis rasio yang ada dalam
rasio solvabilitas yaitu:
24
a. Debt To Total Asset Ratio (Debt Ratio)
Debt To Asset Ratio (Debt Ratio) merupakan ratio yang digunakan
untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang
atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan
aktiva.
b. Debt To Equity Ratio
Debt To Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk
menilai utang dengan ekuitas. Untuk mencari rasio ini dengan cara
membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan
seluruh ekuitas.
c. Long Term Debt To Equity Ratio
Long Term Debt To Equity Ratio merupakan rasio antara utang
jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk
mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara
utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh
perusahaan.
d. Times Interest Earned
Times Interest Earned merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana pendapatan dapat menurun tanpa membuat
perusahaan merasa malu karena tidak mampu membayar biaya bunga
tahunannya.
25
e. Fixed Charge Coverage
Fixed Charge Coverage merupakan rasio yang digunakan
menyerupai rasio times interest earned. Hanya saja perbedaannya
adalah rasio ini dilakukan apabila perusahaan memperoleh utang jangka
panjang atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease contrac).
Biaya tetap merupakan biaya bunga ditambah kewajiban sewa tahunan
atau jangka panjang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan debt to total assets ratio
(debt ratio). Menurut Kasmir (2016) debt to total assets ratio (debt ratio)
merupakan ratio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva
perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan
berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Rasio ini menunjukkan sejauh
mana utang dapat ditutupi oleh aset. apabila debt to total asset ratio semakin
tinggi, sementara proporsi total aset tidak berubah maka utang yang dimiliki
perusahaan semakin besar. Total utang semakin besar berarti rasio financial
atau rasio kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman semakin
tinggi. Meurut Fahmi (2012) semakin rendah rasio ini semakin baik karena
kreditor akan aman saat terjadi likuidasi.
B. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Endra Ulkri Arma (2013)
Penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas,
dan Pertumbuhan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going
26
Concern Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI)”. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2011. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas, likuiditas, dan pertumbuhan
perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sekarang yaitu terletak
pada variabel dependennya sama-sama menggunakan opini audit going
concern dan variabel independen menggunakan variabel profitabilitas dan
likuiditas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sekarang terletak pada
variabel independen yang digunakan penelitian sekarang yaitu solvabilitas.
Sektor Perusahaan yang diteliti dalam penelitian ini sama yaitu perusahaan
manufaktur tetapi tahun yang diteliti berbeda.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sutra Melania, Rita Andini dan Rina
Arifati (2016)
Penelitian ini mengambil judul “Analisis Pengaruh Kualitas
Auditor, Likuiditas, Profitabilitas, Solvabilitas Dan Ukuran Perusahaan
Terhadap Opini Audit Going Concern Pada Perusahan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian ini dilakukan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-
2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas auditor berpengaruh
positif terahadap pemberian oponi audit going concern, Likuiditas tidak
berpengaruh terhadap opini audit going concern, Profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern, Solvabilitas
27
berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern, dan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going
concern. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sekarang terletak pada
variabel dependennya sama-sama menggunakan opini audit going concern
dan variabel independen menggunakan variabel likuiditas, profitabilitas dan
solvabilitas. Sektor perusahaan yang diteliti sama yaitu perusahaan
manufaktur yang terdaftar pada BEI tetapi tahun perusahaan yang diteliti
berbeda.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Rizka Ardhi Pradika (2017)
Penelitian ini mengambil judul “pengaruh profitabilitas , likuiditas
dan ukuran perusahaan terhadap opini audit going concern studi pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa efek indonesia tahun 2012-
2015”. Hasil penelitian ini menunjukkan profitabilitas berpengaruh
terhadap opini audit going concern, likuiditas tidak berpengaruh terhadap
opini audit going concern dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap
opini audit going concern. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
sekarang terletak pada variabel dependennyaa sama-sama menggunakan
opini audit going concern dan variabel independen menggunakan variabel
likuiditas dan profitabilitas.
Untuk lebih memperjelas penelitian terdahulu, berikut
ringkasannya.
28
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti
Judul
Penelitian
Variabel
Metode
Analisis
Hasil Penelitian
1. Endra
Ulkri
Arma
(2013)
Pengaruh
Profitabilitas,
Likuiditas,
dan
Pertumbuhan
Perusahaan
terhadap
Penerimaan
Opini Audit
Going
Concern
Studi Empiris
pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
(BEI)
Variabel
Independen:
- profitabilitas
- Likuiditas
- Pertumbuhan
perusahaan
Variabl
Dependen:
- Opini audit
going
concern
Uji asumsi
klasik,
analisis
regresi
logistik.
1. Profitabilitas
berpengaruh signifikan
negatif terhadap opini
audit going concern,
artinya semakin besar
profitabilitas suatu
perusahaan maka
semakin kecil
probabilitas
mendapatkan opini
audit going concern.
2. likuiditas berpengaruh
signifikan negatif
terhadap opini audit
going concern,
artinya semakin kecil
tingkat likuiditas
suatu perusahaan maka
semakin besar
probabilitas
29
mendapatkan opini
audit going concern.
3. Pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh signifikan
negatif terhadap opini
audit going concern,
artinya perusahaan
yang mengalami
pertumbuhan
perusahaan yang
negatif maka semakin
besar probabilitas
mendapatkan opini
audit going concern
2. Sutra
Melania
, Rita
Andini
dan
Rina
Arifati
(2016)
Analisis
Pengaruh
Kualitas
Auditor,
Likuiditas,
Profitabilitas,
Solvabilitas
Dan Ukuran
Variabel
dependen:
- Opini audit
going
concern
Variabel
independen:
Analisis
deskriptif,
regresi
logistik
1. Kualitas auditor
berpengaruh positif
terhadap pemberian
opini audit going
concern.
2. Likuiditas tidak
berpengaruh negatif
dan tidak signifikan
30
Perusahaan
Terhadap
Opini Audit
Going
Concern Pada
perusahan
Manufaktur
Yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
- Kualitas
auditor
- Likuiditas
- Profitabilitas
- Solvabilitas
- Ukuran
perusahaan
terhadap opini audit
going concern.
3. Profitabilitas memiliki
pengaruh negatif dan
signifikan terhadap
opini audit going
concern.
4. Solvabilitas memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
opini audit going
concern.
5. Ukuran perusahaan
memiliki pengaruh
negatif dan signifikan
terhadap opini audit
going concern.
3. Rizka
Ardhi
Pradika
(2017)
pengaruh
profitabilitas,
likuiditas dan
ukuran
perusahaan
terhadap
Variabel
Independen:
- profitabilitas
- Likuiditas
- Ukuran
perusahaan
Statistik
deskriptif,
uji asumsi
klasik, dan
regresi
logistik
1. Profitabilitas
berpengaruh dan
signifikan terhadap
opini audit going
concern.
31
opini audit
going
concern studi
pada
perusahaan
manufaktur
yang terdaftar
di Bursa efek
indonesia
tahun 2012-
2015
Variabel
Dependen:
Opini audit
going concern
2. Likuiditas tidak
berpengaruh dan
signifikan terhadap
opini audit going
concern.
3. Ukuran perusahaan
berpengaruh
signifikan terhadap
opini audit going
concern.
4. Terdapat pengaruh
signifikan
profitabilitas,
likuiditas, dan ukuran
perusahaan secara
simultan terhadap
opini audit going
concern.
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori dan beberapa penelitian terdahulu, maka peneliti
menetapkan faktor-faktor seperti likuiditas, profitabilitas dan solvabilitas yang
32
mempengaruhi opini audit going concern. Berikut gambaran kerangka
pemikiran penelitian ini:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Diolah Sendiri (2018)
Keterangan:
= pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap Opini Audit
Going Concern
= pengaruh variabel bebas secara Bersama-sama terhadap Opini
Audit Going Concern
D. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Pengaruh Likuiditas Terhadap Opini Audit Going Concern
Menurut Harahap (2007) Likuiditas merupakan rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Untuk
Likuiditas
Profitabilitas
Solvabilitas
Opini Audit
Going Concern
H1
H2
H3
H4
33
dapat memenuhi kewajibannya, maka perusahaan harus mempunyai sebuah
alat yang digunakan untuk membayar, yaitu berupa aset-aset lancar yang
jumlahnya harus jauh lebih besar dari pada kewajiban-kewajiban lancar.
Sedangkan hubungan likuiditas dengan opini audit yaitu semakin kecil
likuiditas suatu perusahaan, menunjukkan semakin rendah kemampuan
perusahaan membayar kewajiban jangka pendeknya. Apabila perusahaan
tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendek, maka hal tersebt dapat
mempengaruhi kredibilitas perusahaan dan dapat dianggap bahwa
perusahaan sedang berada dalam masalah yang dapat mengganggu
kelangsungan usahanya. Sebaliknya semakin besar likuiditas perusahaan,
maka semakin mampu perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajiban
jangka pendeknya dengan tepat waktu. Berdasarkan uraian tersebut maka
dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Likuiditas berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern
2. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Opini Audit Going Concern
Menurut Hanafi (2014) rasio Profitabilitas digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
(Profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu.
Tujuan dari analisa profitabilitas adalah untuk mengukur tingkat efisiensi
usaha dan profit yang dicapai oleh perusahaan. Analisa ini juga untuk
mengetahui hubungan timbal balik antara pos-pos yang ada pada neraca
perusahaan yang bersangkutan guna mendapatkan berbagai indikasi yang
34
berguna untuk mengukur efisiensi dan profitabilitas perusahaan yang
bersangkutan. Semakin tinggi rasio profitabilitas suatu perusahaan maka
semakin baik kinerja perusahaan dalam mengelola aset-aset yang
dimilikinya untuk menghasilkan profit. Perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut
mampu menjalankan usahanya dengan baik sehingga dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan kata lain, semakin tinggi
tingkat profitabilitas maka semakin rendah pula kemungkinan pemberian
opini audit going concern oleh auditor. Sebaliknya, perusahaan yang
memiliki tingkat profitabilitas rendah maka cenderung akan mendapatkan
opini audit going concern.
Return on asset (ROA) adalah ratio yang diperoleh dengan membagi
laba/ rugi bersih dengan total asset. Ratio ini digunakan untuk
menggambarkan kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh
laba dan manajerial efisiensi secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ROA
semakin efektif pula pengelolaan aktiva perusahaan. Dengan demikian
semakin besar rasio profitabilitas menunjukkan bahwa kinerja perusahaan
semakin baik, sehingga auditor tidak memberikan opini going concern pada
perusahaan yang memiliki laba tinggi. Berdasarkan uraian tersebut maka
dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Profitabilitas berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern
35
3. Pengaruh Solvabilitas Terhadap Opini Audit Going Concern
Menurut Harahap (2007) rasio Solvabilitas menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya
atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Solvabilitas
mengacu pada jumlah pendanaan yang berasal dari utang perusahaan
kepada kreditor. Rasio solvabilitas diukur dengan menggunakan rasio debt
to total assets. Rasio solvabilitas yang tinggi dapat berdampak buruk bagi
kondisi keuangan perusahaan. Semakin tinggi rasio solvabilitas, semakin
menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang buruk dan dapat
menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan.
Hal ini menyebabkan perusahaan lebih berpeluang mendapatkan opini audit
going concern. Dengan demikian, semakin rendah rasio Solvabilitas maka
semakin baik karena kreditor akan aman saat terjadi likuidasi, sehingga
auditor tidak memberikan Opini Audit Going Concern pada perusahaan
yang memiliki sumber pembiayaan yaitu aset atau dana yang tinggi untuk
membiayai utang. Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3: Solvabilitas berpengaruh terhadap Opini Audit Going Concern
4. Pengaruh Likuiditas, Profitabilitas Dan Solvabilitas Terhadap Opini
Audit Audit Going Concern
Ardhi (2017) dalam penelitiannya tentang pengaruh profitabilitas,
likuiditas dan ukuran perusahaan terhadap opini audit going concern
36
menunjukkan hasil bahwa berpengaruh signifikan antara profitabilitas
likuiditas dan ukuran perusahaan terhadap opini audit going concern.
Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H4: Likuiditas, Profitabilitas, dan Solvabilitas secara simultan berpengaruh
terhadap Opini Audit Going Concern