bab ii kajian pustaka dan kerangka pikir - portal...

24
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. PenelitianTerdahulu Peneliti melakukan studi pustaka guna mengetahui kajian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Penelusuran dilakukan melalui digital library universitas-universitas di Indonesia, terhadap naskah monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari. Namun sampai penulisan skripsi ini, monolog tersebut belum pernah diteliti dalam bentuk laporan ilmiah, skripsi maupun tesis di beberapa universitas, antara lain: UGM (Universitas Gajah Mada) di Yogyakarta, Universitas Sananta Dharma di Yogyakarta, UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) di Yogyakarta, Undip (Universitas Diponegoro) di Semarang, Unsoed (Universitas Jendral Soederman) di Purwokerto, Unesa (Universitas Negeri Surabaya) di Surabaya, Unair (Universitas Airlangga) di Surabaya, Unpad (Universitas Padjajaran) di Bandung, UNJ (Univesitas Negeri Jakarta) di Jakarta, UI (Universitas Indonesia) di Jakarta, dan Universitas Andalas di Padang. Akan tetapi, peneliti hanya menemukan beberapa bentuk tulisan berupa pers release dan berita feature, yang berisi pengumuman agenda pementasan teater, laporan pementasan teater, maupun pengumuman lomba teater dengan menggunakan naskah monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari dalam beberapa blog. 12

Upload: ngokhuong

Post on 12-Mar-2019

269 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. PenelitianTerdahulu

Peneliti melakukan studi pustaka guna mengetahui kajian terdahulu yang

memiliki relevansi dengan penelitian ini. Penelusuran dilakukan melalui digital

library universitas-universitas di Indonesia, terhadap naskah monolog Balada

Sumarah karya Tentrem Lestari. Namun sampai penulisan skripsi ini, monolog

tersebut belum pernah diteliti dalam bentuk laporan ilmiah, skripsi maupun tesis

di beberapa universitas, antara lain: UGM (Universitas Gajah Mada) di

Yogyakarta, Universitas Sananta Dharma di Yogyakarta, UNY (Universitas

Negeri Yogyakarta) di Yogyakarta, Undip (Universitas Diponegoro) di Semarang,

Unsoed (Universitas Jendral Soederman) di Purwokerto, Unesa (Universitas

Negeri Surabaya) di Surabaya, Unair (Universitas Airlangga) di Surabaya, Unpad

(Universitas Padjajaran) di Bandung, UNJ (Univesitas Negeri Jakarta) di Jakarta,

UI (Universitas Indonesia) di Jakarta, dan Universitas Andalas di Padang. Akan

tetapi, peneliti hanya menemukan beberapa bentuk tulisan berupa pers release dan

berita feature, yang berisi pengumuman agenda pementasan teater, laporan

pementasan teater, maupun pengumuman lomba teater dengan menggunakan

naskah monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari dalam beberapa blog.

12

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

13

Kajian terdahulu dalam penelitian ini, dilakukan pula dengan cara

menelusuri penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan feminisme

dalam penelitian sastra. Penelitian yang berkaitan dengan feminisme yang

pertama adalah skripsi yang ditulis oleh Putri Ayuni Gamas pada tahun 2012

berjudul “Perlawanan Perempuan Akibat Ketidakadilan Gender Dalam Novel

Entrok Karya Okky Madasari”. Pembahasan difokuskan pada ketidakadilan yang

dialami oleh tokoh perempuan akibat adanya konstruksi gender yang

dilanggengkan oleh budaya patriarki dan bagaimana tokoh perempuan melakukan

perlawanan atas ketidakadilan tersebut. Hasil penelitian ini memperlihatkan

bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan dalam berbagai bidang,

di antaranya dalam bidang pembagian kerja, pembagian upah, dan juga

kesewenangan yang dilakukan oleh aparat pemerintah. Ketidakadilan tersebut

membuat perempuan melakukan perlawanan. Perlawanan tersebut dilakukan

melalui kemandirian dan seksualitas perempuan.

Penelitian yang ditulis Rosita Isminarti tahun 2010 dengan judul “Citra

Perempuan Dalam Novel Kesempatan Kedua Karya Jusra Chandra: Tinjauan

Feminisme Sastra”. Penelitian tersebut memfokuskan pada citra perempuan dalam

novel Kesempatan Kedua. Analisis yang digunakan adalah analisis struktural.

Berdasarkan analisis tersebut, disimpulkan bahwa alur, penokohan dan latar

merupakan penunjang tema. Alur cerita dalam novel dipengaruhi oleh kepribadian

suami yang kurang menghargainya sebagai seorang istri dan tema yang dipilih,

yaitu: kesabaran, keteguhan dan ketegaran seorang istri kepada suaminya yang

kurang menghargainya sebagai seorang istri. Citra perempuan dalam novel

Kesempatan Kedua karya Jusra Chandra, antara lain: (a) citra perempuan sebagai

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

14

seorang istri yang setia, (b) citra perempuan sebagai istri yang sabar dan tabah, (c)

citra perempuan sebagai seorang istri yang tegas, (d) citra perempuan yang

memperhatikan keluarga, dan (e) citra perempuan di bidang pendidikan dan

karier. Penelitian tersebut juga membahas mengenai tokoh perempuan yang

mengalami ketidakadilan gender, tetapi lebih ditekankan pada cara tokoh

perempuan dalam menghadapi suaminya yang tidak menghargainya sebagai

seorang istri.

Skripsi yang ditulis oleh Nisa Kurniasih pada tahun 2014, dengan judul

“Citra Perempuan Dalam Tiga Cerpen Martin Aleida dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Sastra di SMA”. Fokus dari penelitian tersebut yakni, mengkaji

citra perempuan sebagai tokoh utama dalam ketiga cerpen Martin Aleida. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan adanya beberapa citra perempuan diantaranya

yakni, citra perempuan dalam aspek fisik yang ditunjukkan dalam fisik

perempuan dewasa, citra perempuan dalam aspek psikis yang mengarah pada

perempuan merupakan makhluk yang mampu beraspirasi dan memiliki perasaan,

serta citra perempuan dalam aspek keluarga dan masyarakat. Perempuan

digambarkan sebagai makhluk sosial yang memiliki hubungan dengan pihak lain.

Dalam hubungan dengan laki-laki, perempuan masih hidup dalam superioritas

kaum laki-laki. Perempuan berada dalam budaya patriarki, dimana kekuasaan

didominasi oleh laki-laki. Dalam penelitian tersebut, pembahasan lebih

difokuskan pada perlawanan perempuan terhadap superioritas kaum laki-laki.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

15

Heri Aprilianto (2005) dengan judul penelitiannya “Tokoh Utama Wanita

dalam Pandangan Gender pada Novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning

Pranoto”. Hasil penelitiannya yaitu: a) Tokoh utama wanita dalam novel Wajah

Sebuah Vagina karya Naning Pranoto adalah Sumirah. Sumirah memiliki sifat

mudah tergoda atau dirayu, tidak mudah melupakan kebaikan orang lain,

menghargai orang lain, dan tidak ingin orang lain khawatir atau sedih, takut

menyinggung perasaan orang lain, dan pekerja keras. b) Jenis gender tokoh dalam

novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto meliputi sebagai berikut. (1)

Gender differrenc, seperti terlihat pada saat tokoh Sumirah menjadi penjual bir di

hotel karena disuruh oleh suaminya. (2) Gender Gap yaitu, adanya perbedaan

dalam hubungan berpolitik dan bersikap antara laki-laki dan perempuan, seperti

terlihat pada saat Sumirah diperlakukakan semena-mena oleh lurah di desanya. (3)

Genderization, seperti terlihat pada saat tokoh Sumirah menjadi penjual bir di

hotel, karena sebagai seorang wanita mempunyai sifat ulet, terampil, dan teliti,

maka oleh suaminya ia disuruh menjual bir di hotel. (4) Gender Identity, seperti

terlihat pada saat tokoh Sumirah merasa bersalah karena belum bisa membantu

Toeti memasak dan membersihkan rumah. c) Ketidakadilan gender yang dialami

oleh tokoh utama wanita dalam novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning

Pranoto adalah ketidakadilan yang berupa marginalisasi perempuan, kekerasan

terhadap perempuan, dan subordinasi pekerjaan perempuan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

16

Kasido pada tahun 2013 juga melakukan penelitian tentang feminisme

dengan judul, “Perjuangan Kesetaraan Gender Tokoh Wanita dan Nilai

Pendidikan Novel Gadis Kretek Karya Ratih Kumala (Tinjauan Pendekatan

Feminisme dan Nilai Pendidikan)”. Fokus penelitian tersebut yakni mengkaji

bagaimana tokoh perempuan dalam novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala

memperjuangkan kesetaraan gender. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa,

perjuangan kesetaraan tokoh wanita dalam novel Gadis Kretek karya Ratih

Kumala melawan bentuk ketidakadilan gender yang berupa stereotip,

marginalisasi perempuan, subordinasi pekerjaan, dan kekerasan dalam rumah

tangga.

Penelitian yang kurang lebih sama, dilakukan oleh Aulia Nurul Falah

(2014), Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas

Maret dengan judul “Ketidakadilan Gender dalam novel Galaksi Kinanti karya

Tasaro GK: Tinjauan Kritik Sastra Feminis”. Secara keseluruhan, penelitian ini

terfokus pada bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh Tokoh

Kinanti, serta wujud perjuangan tokoh perempuan dalam kesetaraan gender.

Dalam penelitian tersebut, diuraikan bentu-bentuk ketidakadilan gender yang

terjadi dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan fisik dan

psikis, serta beban kerja. Salah satu contoh ketidakadilan gender yang dialami

oleh tokoh Kinanti dalam novel Galaksi Kinanti adalah saat dia ditukar orang

tuanya dengan 50 kilogram beras. Subordinasi yang terjadi dalam novel Galaksi

Kinanti pada penelitian tersebut ditunjukkan ketika orang-orang Arab yang

menganggap perempuan hanyalah pelayan. Pelabelan negatif terhadap perempuan,

terjadi pada Kinanti saat dirinya tidak diperbolehkan berteman dengan Ajuj

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

17

karena anak baulawean. Kekerasan fisik dan psikis menimpa Kinanti ketika

bekerja menjadi TKW di Arab. Beban kerja menurut penelitian tersebut, yaitu

perempuan memikul beban kerja lebih banyak meskipun sebenarnya merupakan

tanggung jawab suami dan istri atau laki-laki dan perempuan. Wujud perjuangan

perempuan dalam novel Galaksi Kinanti karya Tasaro GK, ditunjukkan dengan

keberhasilan tokoh Kinanti menjadi orang sukses dan mendapat gelar profesor.

Dari beberapa uraian ringkas tentang hasil penelitian terdahulu yang

telah peneliti paparkan, secara keseluruhan penelitian-penelitian tersebut memilih

karya sastra berupa novel sebagai objek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti

ingin menunjukkan bahwa kritik sastra feminis, dapat pula dijadikan sebagai „alat‟

untuk menganalisis karya sastra bergenre naskah drama (yang berupa monolog).

Penelitian-penelitian tersebut, sebenarnya berkaitan dengan penelitian yang

dilakukan peneliti, karena sama-sama mengkaji persoalan yang dialami oleh tokoh

perempuan. Akan tetapi, dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada

diskriminasi yang dialami oleh tokoh perempuan yang menyebabkan

ketidakadilan dalam berbagai bentuk, dan wujud perlawanan (resistensi) yang

dilakukan oleh perempuan. Bentuk-bentuk ketidakadilan yang dialami oleh

perempuan sebagai akibat langsung dari diskriminasi, berupa marginalisasi,

subordinasi, stereotyping, kekerasan (fisik dan psikologis-psikis), serta beban

kerja berlebih (Fakih, 1996:12).

Perbedaan penelitian-penelitian tersebut diatas dengan penelitian ini,

terletak pada objek penelitiannya, yakni monolog Balada Sumarah karya Tentrem

Lestari. Dalam menganalisis monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari,

peneliti memilih kritik ragam feminis-sosialis untuk meneliti tokoh-tokoh wanita

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

18

dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas di masyarakat serta status sosialnya.

Kritik ragam jenis ini mencoba mengungkapkan bahwa kaum perempuan

merupakan kelas masyarakat yang tertindas. Terkait dengan monolog Balada

Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

lantaran kelas dan status sosialnya di masyarakat.

Ada banyak aliran dalam penelitian sastra berspektif feminis, masing-

masing mempunyai kecenderungan perjuangan berbeda-beda. Dalam penelitian

ini, dipilih aliran feminisme Liberal yang berdasarkan pemikiran Naomi Wolf.

Dalam pendekatan feminis, Wolf (1997:199) membaginya dalam dua hal, yaitu

feminisme korban dan feminisme kekuasaan.

2. Landasan Teori

a. Feminisme dan aliran-aliran feminis

Feminisme merupakan generalisasi gagasan yang berpusat pada

perempuan. Sebagai teori sosial kritis, feminisme melibatkan diri dalam persoalan

pokok pada konteks sosial, politik, ekonomi, dan sejarah, yang dihadapi oleh

kelompok-kelompok yang berbeda dalam kondisi tertindas, dan tujuannya adalah

untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan yang tertindas (Ratna, 2010:

225). Secara etimologis, feminisme berasal dari kata femme (woman), berarti

perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum

perempuan (jamak), sebagai kelas sosial (Ratna, 2003:184).

Feminisme juga dimaknai sebagai gerakan pembebasan perempuan.

Feminisme sebagai gerakan, pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum

perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri

penindasan dari eksploitasi tersebut (Fakih, 1996:99).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

19

Hakikat perjuangan feminis adalah pengakuan atas kedudukan

perempuan, demi kesamaan martabat sebagai manusia. Selain itu, feminisme juga

berjuang untuk mendapatkan keadilan hak perempuan dipelbagai bidang

diantaranya, ekonomi, sosial, dan politik serta, menuntut kebebasan perempuan

dalam mengontrol raga dan kehidupannya, baik di dalam maupun luar rumah

(Fakih, 1996:99).

Feminisme sebenarnya bukanlah perjuangan emansipasi perempuan di

hadapan laki-laki saja, karena pada dasarnya mereka juga sadar bahwa, laki-laki

(terutama kelas proletar), juga mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh

dominasi, eksploitasi, serta represi dari sistem yang tidak adil. Gerakan feminis

merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur

yang tidak adil, menuju sistem yang adil bagi perempuan dan juga laki-laki.

Menurut Fakih (1996: 100) feminisme merupakan gerakan transformasi sosial

menuju ke arah penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.

Feminisme, terbagi menjadi beberapa aliran dalam perjuangan mereka.

Keragaman aliran tersebut, terjadi karena adanya perbedaan pemikiran dalam

memandang sebab terjadinya opresi (penindasan) yang memicu ketidakadilan

terhadap perempuan. Variasi pemikiran ini, selain merefleksikan bagaimana

feminisme berusaha merespon terhadap kritik yang dilontarkan setiap mazhab

satu sama lain, juga menunjukkan bahwa feminisme merupakan sebuah

paradigma yang cair, responsif dan tidak dogmatis.

Muslikhati (2004:31-39) menyebutkan, sejauh ini ada lima aliran yang

terlahir dari pandangan feminisme, yaitu: feminisme liberal, feminisme marxis,

feminisme radikal, feminisme sosialis dan ekofeminis. Penelitian ini

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

20

menggunakan pemikiran feminisme liberal, khususnya pandangan Naomi Wolf,

yakni feminisme korban dan feminisme kekuasaan.

Feminisme liberal merupakan aliran feminis gelombang kedua.

Feminisme liberal muncul pada awal abad 18, lahirnya bersamaan dengan zaman

pencerahan. Dasar asumsi yang dipakai adalah doktrin John Lock tentang hak

asasi manusia (natural right), bahwa setiap manusia mempunyai hak asasi yaitu

hak untuk hidup, mendapatkan kebebasan, dan hak untuk mencari kebahagiaan

(Megawangi, 1999:118-119).

Feminisme liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan dapat

memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menuntut kebebasan

dan kesamaan hak-hak terhadap akses pendidikan, kesempatan kerja, serta

pembaharuan hukum yang bersifat diskriminatif. Feminisme liberal, berusaha

menyadarkan perempuan bahwa mereka adalah golongan yang tertindas.

Perempuan dalam perspektif feminisme liberal adalah makhluk rasional,

kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga

dengan laki-laki. Feminisme liberal mendifinisikan nalar secara umum dalam

istilah moral dan prudensial, sehingga mereka setuju bahwa masyarakat yang adil

akan memungkinkan seseorang individu untuk menunjukkan otonominya, namun

permasalahannya ada pada produk kebijakan negara (Tong, 2008:15-16). Tujuan

feminisme liberal adalah untuk menempatkan masyarakat yang adil dan peduli

(tempat kebebasan berkembang), sehingga hanya ditempat yang demikian

perempuan dan laki-laki bisa berkembang.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

21

Bagi penganut aliran feminisme liberal, negara sebagai penguasa yang

memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda, yang berasal dari teori

pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa, negara didominasi oleh kaum laki-

laki yang terefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat ”maskulin”. Negara

bagi feminisme liberal, adalah cerminan dari kelompok kepentingan dominan

yang memang memiliki kendali atas negara tersebut.

Persoalan mengenai kesetaraan dan kebebasan, setidaknya memiliki

pengaruh tersendiri terhadap perempuan terkait dengan kebijakan dalam negara.

Salah satu tokoh feminisme liberal adalah Naomi Wolf, dengan konsep pemikiran

“feminisme kekuatan” yang merupakan solusi.

Dalam pandangan Wolf (1997:x), menjadi feminis harus diartikan

„menjadi manusia‟ karena baginya feminis adalah sebuah konsep yang

mengisahkan harga diri pribadi dan harga diri seluruh kaum perempuan. Dalam

pendekatan feminis, Wolf (1997:199) membaginya dalam dua hal, yaitu

feminisme korban dan feminisme kekuasaan.

Feminisme korban memuat representasi citra „ketidakberdayaan

perempuan‟, lantas kemudian memunculkan kesadaran. Kendati demikian

menurut Wolf, konsep tradisi „feminisme korban‟ justru memperlambat kemajuan

perempuan. Menurutnya, seseorang tidak perlu melakukan sublimasi apabila dia

memiliki greget sejati untuk mengupayakan perbaikan bagi kehidupan kaum

perempuan. Bagi Wolf, yang dibutuhkan perempuan adalah keberanian untuk

terus menerus mensosialisasikan gagasan-gagasan feminis secara rasional yang

simpatik, sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Demikian maka, Wolf

mensosialisasikan hasil pemikirannya yakni, feminisme kekuasaan (kekuatan).

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

22

Citra perempuan sebagai pemegang kekuasaan telah membebaskan

perempuan untuk membayangkan diri mereka sebagai makhluk yang tidak hanya

menarik dan memberikan perasaan ingin menyayangi, melainkan juga dapat

mendorong ke arah aksi, yakni dengan citra tentang agresivitas, keahlian, dan

tantangan, ketimbang pencitraan tentang korban. Oleh karena itu, yang diperlukan

untuk menganalisis perempuan-perempuan yang memahami kekuatan dirinya

adalah pendekatan feminisme kekuasaan. Pendekatan feminisme kekuasaan

merupakan pendekatan yang luwes yang menggunakan dasar perdamaian, bukan

dasar perang dalam perjuangan meraih hak setara. Pendekatan ini bersifat terbuka

dan menghormati laki-laki serta dapat membedakan ketidaksukaan pada laki-laki.

Perempuan dalam konsep feminisme kekuasaan, mempunyai kekuatan dari segi

pendapatan dan pendidikan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan

haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkembang.

Prinsip pendekatan ini yang pertama adalah perempuan dan laki-laki

mempunyai arti yang sama dalam kehidupan. Kedua, perempuan berhak

menentukan nasibnya sendiri. Ketiga, pengalaman-pengalaman mempunyai

makna bukan sekedar omong kosong. Keempat, perempuan berhak

mengungkapkan kebenaran tentang pengalaman-pengalaman mereka. Kelima,

perempuan layak mendapatkan lebih banyak segala sesuatu yang tidak mereka

punya karena keperempuanan mereka.

Dalam penelitian ini, pengaplikasian pendekatan feminisme kekuasaan

dikaitkan dengan bentuk perlawanan Sumarah, sebagai respon atas tindak

diskriminatif yang dialaminya dalam monolog Balada Sumarah karya Tentrem

Lestari.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

23

b. Hakikat Feminisme dalam Sastra

Dalam hubungan gerakan feminis dengan karya sastra, Stimpson

(1981:234, melalui Sugihastuti dan Saptiawan, 2007:96) menilai bahwa karya

sastra sebagai sesuatu yang berguna bagi pengarahan kebebasan perempuan.

Pendekatan feminisme merupakan suatu kritik ideologis atas perspektif yang

mengalienansi masalah-masalah ketimpangan dalam pemberian peran dan

identitas sosial terhadap perempuan. Teori feminis berkaitan dengan analisis dan

penjelasan mengenai situasi sosial ketertindasan perempuan dalam berbagai

bentuk, diantara yakni terdiskriminasi dan eksploitasi yang memicu ketidakadilan

yang berakibat pada pelanggaran HAM.

Feminisme dalam penelitian sastra, dianggap sebagai gerakan kesadaran

perempuan terhadap pengabaian beragam kasus ketidakadilan yang dialami oleh

perempuan, yakni terkait kasus diskriminasi dan eksploitasi terhadap perempuan

dalam masyarakat, seperti yang tercermin dalam karya sastra. Perempuan dalam

karya sastra seringkali ditempatkan (hanya) sebagai korban. Faruk (1997:35,

melalui Sugihastuti dan Suharto, 2002:66-67) berpendapat bahwa, perempuan

dalam karya sastra ditampilkan dalam kerangka hubungan ekuivalensi dengan

seperangkat tata nilai marginal dan yang tersubordinasi lainnya, yaitu

sentimentalis, perasaan, dan spiritualitas. Perempuan hampir selalu merupakan

tokoh yang dibela atau korban yang selalu diimbau untuk mendapatkan perhatian.

Feminisme bukan merupakan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, melainkan

merupakan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi terhadap

perempuan (Fakih, 1996:78). Sasaran feminisme bukan sekedar masalah gender,

melainkan masalah “kemanusiaan” atau memperjuangkan hak-hak kemanusiaan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

24

Menurut Selden (1986:130-131, yang dikutip oleh Ratna, 2003:194-195),

ada lima masalah yang muncul dalam kaitannya dengan teori feminis, yaitu: a)

masalah biologis, b) pengalaman, c) wacana, d) ketidaksadaran, dan e) masalah

sosioekonomi. Dimensi sosiologis dibicarakan dalam kaitannya dengan kondisi

sosial, politik, dan ekonomi. Dalam penelitian sastra, feminisme diasosiasikan

sebagai konsep kritik sastra feminis (Sugihastuti, 1996:37).

c. Kritik Sastra Feminis

Kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus

analisisnya pada perempuan (Sugihastuti, 1996:37). Dasar pemikiran feminis

dalam sastra adalah upaya pemahaman kedudukan peran perempuan seperti

tercermin dalam karya sastra (Endraswara, 2004:146). Kritik sastra feminis

mengkaji karya sastra perempuan karena, sastra hasil karya penulis perempuan

memiliki kekhususan dalam mengekspresikan kehidupan perempuan (Ryan, 2011:

180).

Kritik sastra feminis, merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra

yang lahir sebagai respon atas berkembangnya feminisme diberbagai penjuru

dunia. Kritik sastra feminis merupakan aliran baru dalam sosiologi sastra. Tujuan

dari kritik sastra feminis yakni menginginkan adanya keadilan dalam memandang

eksistensi perempuan. Studi perempuan dalam sastra merupakan penelaahan

tokoh perempuan sebagai manusia dan kelompok masyarakat lain secara lebih

luas. Studi ini dilakukan dalam bentuk studi kasus. Dalam karya sastra tertentu

sebagai objek studi kasus, hasil penelitian itu dapat menceritakan misalnya,

kegagalan atau keberhasilan tokoh perempuan sebagai individu, anggota keluarga,

dan warga masyarakat (Sugihastuti-Suharto, 2002: 22-23).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

25

d. Ragam Kritik Feminis

Lebih lanjut Djajanegara (2000:27-39) menguraikan ragam kritik sastra

feminis sebagai berikut.

1. Kritik ideologis

Kritik ideologis merupakan kritik yang melibatkan perempuan,

khususnya kaum feminis, sebagai pembaca. Pusat perhatian perempuan sebagai

pembaca adalah citra serta stereotip tokoh perempuan dalam karya sastra. Kritik

ini juga meneliti kesalahpahaman tentang perempuan dan sebab-sebab perempuan

sering tidak diperhitungkan dalam kritik sastra.

2. Ginokritik (gynokritik)

Ragam jenis gynokritik adalah upaya mengkaji penulis-penulis

perempuan, termasuk sejarah karya sastra perempuan, gaya penulisan, tema,

genre, struktur tulisan, dan kreatifitas perempuan, asosiasi profesi penulis

perempuan, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis perempuan.

3. Ragam kritik feminis sosialis

Meneliti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-

kelas di masyarakat serta status sosialnya. Kritik ragam jenis ini mencoba

mengungkapkan bahwa kaum perempuan merupakan kelas masyarakat yang

tertindas.

4. Ragam kritik psikoanalisis

Memfokuskan kajian pada tulisan-tulisan perempuan karena para feminis

percaya bahwa pembaca perempuan biasanya mengidentifikasikan dirinya pada si

tokoh perempuan, sedangkan tokoh perempuan, tersebut pada umumnya

merupakan cermin penciptanya.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

26

5. Ragam kritik feminis lesbian

Meneliti penulis dan tokoh perempuan saja, diawali dengan

mengembangkan suatu definisi yang cermat tentang makna lesbian, kemudian

mengidentifikasi penulis dan karya-karya lesbian. Ragam kritik ini masih sangat

terbatas karena beberapa faktor, yaitu kaum feminis kurang menyukai kelompok

wanita homoseksual, kurangnya jurnal-jurnal perempuan yang menulis

lesbianisme, kaum lesbian sendiri belum mencapai kesepakatan tentang definisi

lesbianisme, selain ini kaum lesbian banyak menggunakan bahasa terselubung.

Pada intinya, tujuan dari ragam kritik feminis lesbian adalah mengembangkan

suatu definisi yang cermat tentang makna lesbian. Kemudian pengritik sastra

lesbian akan menentukan apakan definisi ini dapat diterapkan pada teks sastra.

6. Ragam kritik feminis ras/etnik

Kritik feminis ini berusaha mendapatkan pengakuan bagi penulis etnik

dan karyanya, baik dalam kajian wanita maupun dalam kanon sastra tradisional

dan sastra feminis. Kritik ini bermula dari diskriminasi ras dan seksual yang

dialami kaum perempuan yang berkulit selain putih di Amerika (Saraswati,

2003:136).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ragam kritik feminis sosialis

untuk menganalis monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari. Ragam jenis

ini dirasa relevan, terkait dengan monolog Balada Sumarah karya Tentrem

Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan lantaran kelas dan status

sosialnya di masyarakat.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

27

e. Penerapan Kritik Sastra Feminis

Menurut Djajanegara (2000:51), pada umumnya karya sastra berupa

cerpen, novel, maupun naskah drama, dapat dikaji menggunakan pendekatan

feminis, asalkan ada tokoh perempuannya. Kita akan dengan mudah

menggunakan pendekatan ini jika tokoh perempuan itu dikaitkan dengan tokoh

laki-laki. Tidaklah menjadi soal apakah mereka berperan sebagai tokoh protagonis

maupun tokoh bawahan.

Adapun cara penerapan kritik sastra feminis dalam meneliti sebuah karya

sastra, menurut Djajanegara (2000:40-41) adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasikan satu atau beberapa tokoh perempuan yang

terdapat pada sebuah karya.

2. Mencari status atau kedudukan tokoh perempuan tersebut di dalam

masyarakat.

3. Mencari tahu tujuan hidup dari tokoh perempuan tersebut di dalam

masyarakat.

4. Memperhatikan apa yang dipikirkan, dilakukan dan dikatakan oleh

tokoh-tokoh perempuan tersebut, sehingga kita dapat mengetahui

perilaku dan watak mereka berdasarkan penggambaran yang langsung

diberikan oleh pengarang.

5. Meneliti tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh

perempuan yang sedang diamati. Kita tidak akan memperoleh

gambaran secara lengkap mengenai tokoh perempuan tersebut tanpa

memunculkan tokoh laki-laki yang ada disekitarnya.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

28

f. Diskriminasi

Tindak diskriminatif selalu memicu ketidakadilan, baik ketidakadilan

sosial, politik, maupun ekonomi. Praktek ketidakadilan tersebut termanifestasi

dalam lima bentuk, yaitu:

1. Peminggiran (marginalisasi)

Kelompok marginal adalah salah satu kelompok dalam struktur sosial

masyarakat yang tidak memiliki kekuatan maupun kekuasaan, sehingga mereka

mengalami peminggiran. Substansi dari kelompok marginal dalam istilah

Gramscian disebut sebagai subaltern, adalah mereka yang lemah secara ekonomi

maupun politik, meskipun secara kuantitas merupakan bagian terbanyak dalam

sebuah komunitas. Buruh merupakan representasi dari subaltern. Buruh terdiri

dari perempuan dan laki-laki. Polemik yang sering dihadapi oleh para buruh salah

satunya adalah marginalisasi yang merupakan pemicu utama dari pemiskinan.

Eksploitasi tenaga buruh tanpa upah yang layak, merupakan praktek nyata dari

bentuk marginalisasi (peminggiran).

Menurut Fakih (1996:13), marginalisasi merupakan proses pengabaikan

hak-hak yang seharusnya diperoleh oleh pihak-pihak yang termarginal (dalam hal

ini adalah perempuan), namun hak tersebut diabaikan dengan alasan tertentu. Ada

beberapa faktor yang memicu marginalisasi terhadap perempuan, yakni kebijakan

pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi, dan kebiasaan bahkan

asumsi ilmu pengetahuan. Peminggiran seringkali terjadi dalam bidang ekonomi.

Dalam wacana pembangunan, perempuan hanya dimaknai sebagai

reproduksi buruh murah (Fakih, 1996:88-89). Posisi perempuan yang menjadi

buruh, membuat mereka harus mengalami dua bentuk marginalisasi. Pertama,

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

29

marginalisasi dalam hubungan relasi kuasa antara majikan dan buruh. Kedua,

marginalisasi terhadap perempuan dalam konsepsi budaya patriarkhi.

Perempuan tidak memiliki akses dan kontrol seperti laki-laki dalam

penguasaan sumber-sumber ekonomi. Dalam banyak hal, lemahnya posisi

perempuan dalam bidang ekonomi mendorong pada lemahnya posisi mereka

dalam masyarakat. Fakih (1996: 14) menyebutkan bahwa, proses marginalisasi

mengakibatkan kemiskinan. Proses marginalisasi atau peminggiran, dapat pula

terjadi sebagai akibat langsung dari melekatnya label-label buruk pada diri

perempuan, atau biasa disebut dengan stereotip.

2. Penomorduaan (subordinasi)

Definisi dari subordinasi adalah hubungan antara satu atau lebih dalam

tingkatan hierarki yang berbeda (Sugono, 2008:1535). Subordinasi bisa juga

diartikan sebagai anggapan tidak penting dalam suatu keputusan atau

menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Seorang perempuan

selalu dimaknai secara genderis. Pensifatan yang terlanjur disematkan masyarakat

pada perempuan selalu dikaitkan dengan kelemahan, tidak penting, tidak berguna,

sensitif dan lain sebagainya.

Praanggapan tidak penting serta berbagai stigmasisasi negatif inilah yang

disebut Beauvoir sebagai The Second Sex (jenis kelamin kedua), The Otherness

atau Sang Lain (Liyan). Budaya patriarkhi merupakan akar dari keterasingan yang

dialami oleh perempuan, sehingga membentuk subordinasi. Perempuan kemudian

diposisikan sebagai Sang Lain dalam struktur masyarakat melalui mitos-mitos

yang sengaja diproduksi oleh budaya patriarkat, dan ditebar ke pelbagai pranata

sosial seperti; keluarga, sekolah, masyarakat, bahkan juga negara.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

30

Asumsi inilah yang memicu Beauvoir (2003:15) menyatakan bahwa,

“Perempuan tidak dilahirkan sebagai perempuan, melainkan menjadi perempuan”.

Akibat dari subordinasi, perempuan menjadi tidak bebas, kehilangan ruang untuk

mengolah kebebasannya dan menemukan identitas dirinya, serta mendapatkan

haknya.

Fakih (1996:15) berpendapat bahwa, subordinasi pada dasarnya adalah

pembedaan perlakuan terhadap salah satu identitas sosial. Subordinasi adalah

anggapan tidak penting dalam suatu keputusan atau menempatkan seseorang pada

posisi tidak penting. Perempuan seringkali menjadi objek subordinasi lantaran

adanya anggapan bahwa, perempuan mahluk yang lemah, sentimentil, tidak

mampu berpikir logis dan sering menangis.

3. Pelabelan negatif (stereotyping)

Secara artifisial, stereotip ialah konsepsi mengenai suatu golongan

berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat (Sugono, 2008:1528).

Stereotip dimaknai sebagai pelabelan negatif terhadap suatu kelompok tertentu

(Fakih, 1996:15). Stereotyping merupakan produk dari konstruksi ideologis suatu

masyarakat maupun negara terhadap perempuan, dan merupakan akar dari opresi

(penindasan) yang memicu ketidakadilan.

4. Kekerasan (violence)

Kekerasan merupakan bagian dari suatu bentuk kejahatan yang membuat

seseorang terdiskriminasi, sehingga mengalami ketidakadilan. Menurut Fakih

(1996:17), kekerasan (violence) yaitu serangan atau invansi (assault) terhadap

fisik, maupun intergritas mental psikologis seseorang. Kekerasan bisa dilakukan,

maupun dialami oleh laki-laki dan perempuan.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

31

Ada dua jenis kekerasan, yakni kekerasan fisik dan psikis. Kekerasan

fisik terbagi menjadi dua, yaitu seksual dan non seksual. Kekerasan fisik seksual

adalah kekerasan yang terkait dengan masalah seksual, yaitu bentuk pelecehan

seksual (molestation) hingga pemerkosaan. Namun pada umumnya, kekerasan

fisik seksual yang berupa pemerkosaan dialami oleh perempuan. Tubuh

perempuan yang sepenuhnya dikuasai oleh laki-laki menerapkan nilai dan norma

patriarkhi. Ideologi tersebut ada di kepala kaum laki-laki maupun perempuan,

juga dalam tafsir agama yang sangat mempengaruhi kebijakan negara dan

birokrasi pembangunan (Fakih, 1996:151).

Difinisi kekerasan fisik nonseksual adalah kekerasan yang dilakukan

dengan cara, memukul, menampar, meninju, dan lain sebagainya. Kekerasan fisik

nonseksual juga bisa dimaknai sebagai penyiksaan. Kekerasan terhadap sesama

manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan

terhadap satu jenis kelamin tertentu disebabkan oleh anggapan gender. Kekerasan

yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related violence. Pada

dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada

dalam masyarakat (Fakih, 1996: 17). Stereotip yang melekat dalam masyarakat

patriarkhi, mencitrakan perempuan dengan kelemahan, cengeng, tidak rasional,

penurut dan tidak berkuasa, sedangkan laki-laki adalah makhluk yang bersifat

rasional, memimpin, kuat, perkasa, dan berkuasa. Perbedaan gender tersebut juga

melahirkan kekerasan (violence) dan penyiksaan terhadap kaum perempuan, baik

secara fisik maupun mental. Keberagaman bentuk kekerasan terhadap perempuan

terjadi karena perbedaan gender muncul dalam berbagai bentuk.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

32

Perempuan dalam sistem patriarkhi, seringkali dimaknai sebagai „hak

milik‟. Posisi perempuan sebagai „hak milik‟, membuat laki-laki merasa berhak

berlaku semena-mena terhadap perempuan, termasuk melakukan kekerasan

seksual (memperkosa). Akibatnya, perempuan sering menjadi objek kekerasan

fisik secara seksual maupun psikologis, yang menyebabkan diskriminasi.

Selanjutnya, kekerasan psikis atau kekerasan secara psikologis adalah

kekerasan yang menyangkut mental seseorang (Fakih, 1006:17). Wujud dari

kekerasan psikis adalah dengan menghina, mencibir, mencerca, memaki,

memarahi, mengancam, dan menuduh.

5. Beban Kerja Berlebih (double-burden)

Penyifatan masyarakat yang disematkan pada perempuan bahwa,

perempuan itu rajin dan memelihara, maka semua pekerjaan domestik dibebankan

pada perempuan. Sejak kecil, anak perempuan sudah dilatih untuk menekuni dan

berperan dalam pekerjaan domestik (memasak, mencuci, membersihkan rumah),

sedangkan laki-laki tidak. Konsepsi kultural di masyarakat dalam pembentukan

serta pembedaan pembagian peran dalam pekerjaan antara laki-laki dan

perempuan, secara tidak langsung turut melanggengkan sistem patriarkat yang

memicu opresi.

Sebagian perempuan juga mempunyai beban kerja berlebih, yaitu terkait

tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus. Fakih

(1996:22) menyatakan bahwa bagi kelas menengah dan golongan kaya, beban

kerja itu kemudian dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga (domestic

workers).

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

33

g. Bentuk Perlawanan Perempuan

Menurut Foucault (2009:39), konsekuensi dari dominasi kuasa adalah

resistensi (perlawanan). Kendati demikian, subjek yang terdominasi oleh suatu

kuasa, akan melakukan resistensi sebagai upaya negosiasi pembentukan identitas,

meskipun seringkali tidak berhadapan secara langsung. Perlawanan yang

dilakukan oleh subjek yang terdominasi terepresentasi dalam bentuk ideologi,

tindakan, maupun dalam wujud gerakan.

B. Kerangka Pikir

Deskripsi penelitian ini tertuang dalam kerangka pikir sebagai berikut.

1. Menemukan permasalah. Dalam penelitian ini, permasalahan yang paling

menonjol adalah mengenai diskriminasi terhadap perempuan.

2. Langkah selanjutnya dengan melakukan pembacaan, serta memahami

dengan cermat dan teliti monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari.

3. Menentukan teori yang akan digunakan untuk menganalisis permasalahan

tersebut. Pada penelitian ini menggunakan kritik sastra feminis.

4. Analisis permasalahan dengan cara memaparkan, menunjukkan, dan

menjelaskan yang disertai kutipan-kutipan pendukung mengenai, bentuk

diskriminasi yang dialami oleh tokoh perempuan dalam monolog Balada

Sumarah karya Tentrem Lestari. Bentuk diskriminasi tersebut meliputi

lima hal, yaitu marginalisasi, subordinasi, stereotyping, kekerasan, dan

beban kerja berlebih. Tokoh perempuan dalam monolog tersebut pada

akhirnya melakukan perlawanan, sebagai respon atas tindak diskriminatif

yang dialaminya.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

34

5. Tahap akhir adalah simpulan, disajikan dengan menjawab permasalahan

yang ada dalam monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari.

Memaparkan hasil penelitian secara ringkas mengenai bentuk diskriminasi

terhadap perempuan, serta perlawanannya, yang terdapat dalam monolog

tersebut.

Bagan Kerangka Pikir

Monolog Balada Sumarah Karya

Tentrem Lestari

Diskriminasi terhadap perempuan

yang terjadi dalam Monolog

Balada Sumarah Karya Tentrem

Lestari

KRITIK SASTRA FEMINIS

Bentuk perlawanan

perempuan atas tindak

diskriminatif yang

dialaminya dalam monolog

Balada Sumarah karya

Tentrem Lestari

Bentuk-bentuk diskriminasi

berupa:

1. Marginalisasi

2. Subordinasi

3. Stereotyping

4. Kekerasan

5. Beban kerja berlebih

Simpulan

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0208057_bab2.pdf · Sumarah karya Tentrem Lestari, akar penindasan yang dialami oleh perempuan

35