bab ii kajian pustaka a. media pembelajaran 1. definisi...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan tentang kajian teori yang dapat dijadikan sebagai
pendukung dalam penelitian pengembangan ini. Selain kajian teori peneliti juga
memaparkan kajian penelitian yang relevan dan kerangka berfikir.
A. Media Pembelajaran
1. Definisi dan Kegunaan Media Belajar
Sadiman, dkk (2009: 6) mengungkapkan kata media berasal dari bahasa
Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secarah harfiah berarti
perantara atau pengantar. Sementara itu menurut Gagne dalam Sadiman (2009: 6)
menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa
yang dapat merangsangnya untuk belajar.
Menurut Sadiman, dkk (2009: 7) media belajar adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan perhatian minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga peroses belajar terjadi. Senada dengan hal tersebut
Mahnun (2012: 27) dalam Jurnal Pemikiran Islam mengungkapkan media belajar
atau pengajaran merupakan salah satu pendukung yang efektif dalam membantu
terjadinya proses belajar
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa media belajar adalah
keseluruhan komponen yang dapat digunakan sebagai alat bantu menyampaikan
informasi sehingga terjadi proses interaksi yang efektif dan efisien antara guru dan
9
peserta didik dalam pembelajaran. Dengan demikian penggunaan media dalam
pembelajaran merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat diabaikan.
Menurut Danim dalam Mahnun (2012: 27) bahwa hasil penelitian telah
banyak membuktikan efektivitas penggunaan alat bantu atau media dalam proses
belajar-mengajar di kelas, terutama dalam hal peningkatan prestasi siswa. Senada
dengan hal tersebut Sadiman (2009: 17) mengungkapkan kegunaan media secara
tepat dan bervariasi dapat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu
verbalistis dan dapat mengatasi sikap pasif peserta didik.
2. Pemilihan Media
Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Jenis
media pembelajaran sangat beragam, namun secara garis besar dapat dikelompokan
menjadi tiga yaitu media cetak, media audio-visual dan media proyeksi. Setiap
media pembelajaran tentu memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan yang
berbeda. Namun masing-masing jenis media belajar harus dapat meningkatkan
perkembangan belajar siswa secara individual maupun kelompok. Pendapat ini
diperkuat oleh Supriatna (2009: 72) menyatakan bahwa media pembelajaran dapat
dikelompokan ke dalam empat kelompok, yaitu: (1) media hasil teknologi cetak,
(2) media hasil teknologi audio-visual (3) media teknologi audiovisual, (4) media
hasil gabungan teknologi cetak dan computer.
Anderson dalam Sadiman (2009: 89-90) menyatakan bahwa pemilihan
media terdiri dari beberapa prosedur yaitu (1) Pesan yang disampaikan bersifat
media sebagai hiburan atau pesan instruksional, (2) fungsi media sebagai sarana
belajar (media) atau sarana mengajar (peraga), (3) menentukan strategi belajar yaitu
10
akan memberikan pengalaman belajar sikap, pskimotorik atau kognitif, (4)
Menentukan media yang dipilih, (5) Mempertimbangkan kemudahan diperolehnya,
keluwesan pemakaiannya dan lain-lain. Dalam hal ini peneliti menggunakan
diagaram dan tabel prosedur pemilihan media menurut Anderson dalam Sadiman
(2009: 90 dan 95).
Gambar 2.1 Diagram Prosedur Pemilihan Media (Anderson dalam Sadiman 2009 : 90)
Tabel 2.1 Kelompok Media (Anderson dalam Sadiman 2009)
KELOMPOK MEDIA MEDIA INTRUKSIONAL I. Audio - Pita audio (rol atau kaset)
- Piringan audio - Radio rekaman siaran
II. Cetak - Buku teks terprogram - Buku pegangan manual - Buku tugas
III. Audio-Cetak - Buku latihan dilengkapi kaset atau pita audio - Pita gambar bahan (dilengkapi) dengan suara
pita audio IV. Proyek visual diam - Film bingkai (slide)
- Film rangkai (berisi pesan verbal) V. Proyeksi visual diam dengan audio - Film bingkai (slide) suara
- Film rangkai suara
11
VI. Visual Gerak - Film bisu dengan judul (caption) VII. Visual gerak dengan audio - Film suara
- Video VIII. Benda - Benda nyata
- Benda tiruan IX. Manusia dan sumber lingkungan X. Komputer - Program intruksional komputer
Dari beberapa pertimbangan pemilihan media di atas maka peneliti memilih
kelompok media II yaitu buku pegangan/manual yang akan dikembangkan dalam
media buku saku agar lebih efisien, mudah dipahami dan praktis.
B. Buku Saku
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 tahun 2008 pasal 6
yang menyatakan bahwa:
Pasal 1) Buku teks digunakan sebagai acuan wajib oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pasal 2) Selain buku teks sebagaimana dimaksud adalah pendidik dapat menggunakan buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi dalam proses pembelajaran. Pasal 3) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peserta didik, pendidik dapat menganjurkan peserta didik untuk membaca buku pengayaan dan buku referensi.
Berdasarkan uraian di atas bermaksud untuk mengembangkan sumber
belajar alternatif untuk para pendidik dan peserta didik. Sumber belajar yang
dikembangkan melalui penelitian ini adalah buku saku yang berjudul “Buku Saku
Tembang Dolanan” yang merupakan buku saku untuk pembelajaran Seni Budaya
dan Keterampilan yang berisikan Tembang Dolanan, tafsir maknanya serta gambar
ilustrasi yang menarik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia buku saku adalah buku berukuran
kecil yang mudah dibawa dan dapat dimasukkan ke dalam saku. Sependapat dengan
hal tersebut, www.artikata.com buku saku juga bisa diartikan buku dengan
12
ukurannya yang kecil, ringan, dan bisa disimpan di saku. Sehingga praktis untuk
dibawa kemana mana, dan kapan saja.
Dari beberapa pengertian tersebut, buku saku adalah suatu buku yang
berukuran kecil yang mana berisi informasi, sumber belajar alternatif yang dapat
disimpan di saku sehingga mudah dibawa kemana-mana.
C. Tembang Dolanan
1. Tembang
Sebelum membicarakan Tembang Dolanan, terlebih dahulu akan
disampaikan tentang definisi dan bentuk tembang. Kartiman (t.t) memaparkan
definisi tentang tembang dalam artikelnya tembang dapat diartikan sebagai sekar
atau kembang. Jadi orang yang membawakan sebuah tembang disebut nembang
atau nyekar. Tembang dapat juga disebut tabuh gitik, pupuh, laguning tembung.
Kemudian tembang disimpulkan menjadi olah suara dengan menggunakan media
suara manusia. Prawiroatmojo juga mengungkapkan dalam jurnal Muljono (2012:
102) tentang definisi tembang yaitu:
Tembang artinya “syair, nyanyian, puisi”. Lebih lengkap diuraikan dalam Ngengrengan Kasusastran Djawa II, adalah: Reriptan utawa dhapukaning basa mawa paugeran tartamtu (gumathok) kang pamacane (olehe ngucapake) kudu dilagokake nganggo kagunan swara. Maksudnya kurang lebih: Ciptaan (buah pikiran) atau susunan bahasa dengan aturan-aturan baku (gumathok) yang cara membacanya harus dilagukan dengan menggunakan keindahan suara yang dimiliki. Tembang Jawa menurut Kartiman (t.t) khususnya untuk daerah Surakarta
dan Yogyakarta dibagi menjadi beberapa bentuk, antara lain: (1) Sekar Ageng yang
merupakan salah satu bentuk sastra pada jaman kuno. (2) Sekar Tengahan dimana
yang muncul pada jaman Majapahit, bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa
Tengahan. (3) Tembang macapat, bentuk ini muncul setelah adanya tembang
13
tengahan. (4) Sekar Dolanan, lagu yang sering dibawakan oleh anak-anak, bisa
disajikan menggunakan tari, dan diiringi gamelan. Lagu dolanan antara lain
berkarakter gembira, riang, komunikatif. (5) Sekar Gending, bentuk ini dibuat
menjadi sebuah gending. Dalam pembuatannya mengacu pada lagu pokok dari
lagu yang bersangkutan. (6) Sindhenan, bentuk ini yakni vokal tunggal yang
bersifat metris, awal dan berakhirnya tidak terlalu terikat oleh ketukan gending.
(7) Gerongan, merupakan vokal bersama (koor) bersifat ritmis, awal dan
berakhirnya terikat oleh ketukan gending. (8) Bawa, yaitu sajian vokal tunggal
untuk mengawali sebuah gending disajikan. Jenis bawa ada 2, yaitu bawa gawan
gending dan bawa srambahan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan tembang merupakan lirik/sajak buah
ciptaan yang dilagukan dengan hamonisasi suara aturan-aturan yang baku. Pada
kali ini peneliti akan memaparkan definisi, fungsi dan manfaat atu nilai sekar atau
Tembang Dolanan secara khusus.
2. Definisi Tembang Dolanan
Tembang diajarkan baik melalui jalur pendidikan formal maupun
pendidikan non- formal. Dari beberapa bentuk tembang Jawa yang disebutkan, ada
yang disebut dengan Tembang Dolanan. Menurut Purwadi dan Waryanti (2015)
dalam kata pengantarnya: Tembang Dolanan merupakan sajian lagu tradisional
yang mengandung unsur permainan dan pembelajaran. Unsur permainan dalam
Tembang Dolanan itu berwujud kata-kata yang mudah untuk diingat dan indah
untuk didengar. Unsur pembelajaran dalam Tembang Dolanan dipilih kata-kata
yang mengandung nilai luhur. Lagu-lagunya berisi ajaran untuk rajin belajar
berbakti pada orang tua, guyub, rukun dan menjaga lingkungan sekitar. Tembang
14
Dolanan bisa menjadi sarana untuk melakukan learning by playing, belajar sambil
bermain.
Terkait dengan hal tersebut Yunita mengungkapkan (2014: 472) dalam
jurnal penelitiannya mengungkapkan Tembang Dolanan Jawa adalah tembang yang
liriknya indah dan isinya berfungsi sebagai nasihat, petuah, dan nilai pendidikan
karakter yang baik bagi anak-anak. Jadi menurut paparan dari beberapa ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa Tembang Dolanan merupakan kekayaan budaya leluhur
berupa lirik yang dilakukan dalam bentuk sederhana sebagai sarana permainan,
nasihat, dan internalisasi nilai-nilai ajaran yang luhur. Tembang Dolanan, seperti
juga lagu pada umumnya, hadir di dalam masyarakat sebagai hasil dari sebuah
ciptaan. Untuk bisa diterima oleh masyarakat lingkungannya, penciptaan tembang
harus mempertimbangkan berbagai hal, di antaranya memahami berbagai faktor
sosial sekitar.
3. Fungsi dan Nilai pada Tembang Dolanan
Tembang atau musik merupakan sebuah elemen yang penting dalam
kehidupan manusia. Tembang memegang peranan penting dalam beberapa fungsi
yang mendasar. Salah satunya dari penelitian Winarti (2010: 3) yang mengkaji
bahasa pada Tembang Dolanan memiliki berbagai fungsi antara lain: (1) Fungsi
Regulatoris, dimana dalam lagu dolanan ditandai dengan adanya bentuk
kebahasaan yang berupa afiksasi dan adanya kata perintah yang bermakna
menyuruh orang lain. Fungsi ini terkait dengan perintah maupun larangan untuk
melakukan tindakan tertentu. (2) Fungsi Interaksi, yaitu bentuk sapaan atau bentuk-
bentuk pertanyaan yang bersifat interaktif antara penutur dengan petutur. (3) Fungsi
Personal, dimana pada liriknya menceritakan tentang diri anak-anak itu sendiri. (4)
15
Fungsi Heuristik, merupakan fungsi penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu
pengetahuan, mempelajari lingkungan dan bersifat mendidik. (5) Fungsi Imajinatif,
fungsi ini menggunakan bahasa untuk menciptakan gagasan-gagasan yang bersifat
khayal atau imajinasi. (6) Fungsi Informatif, adalah penggunaan bahasa untuk
meng-informasikan sesuatu, memberikan pernyataan-pernyataan atau menjelaskan
sesuatu kepada orang lain. (7) Fungsi Puitik, dalam lagu dolanan banyak sekali
ditemukan adanya unsur keindahan pengguna bahasa. Unsur-unsur keindahan
bahasa tersebut antara lain berupa persamaan bunyi pada setiap baris lirik lagu dan
penggunaan gaya bahasa atau lebih dikenal dengan majas.
Dari penilitian Winarti (2010: 3) di atas yang mengkaji dalam sudut pandang
fungsi bahasa, Tembang Dolanan cukup kompleks jika di implementasikan pada
pendidikan karakter sehari-hari. Selain itu Tembang Dolanan juga mengandung
nilai-nilai positif yang terkandung dalam lirik-lirik lagunya. Pada artikel hasil
penelitian Tsalis, dkk (2013: 5) Tembang Dolanan pada masyarakat Osing
Banyuwangi mendeskripsikan empat nilai yang terkandung dalam Tembang
Dolanan diantaranya:
a. Nilai Tanggung Jawab Nilai tanggung jawab dalam Tembang Dolanan memiliki peran penting dalam perkembangan karakter anak. Melalui Tembang Dolanan tersebut anak diajarkan berani menerima kekalahan. Kekalahan biasanya akan diwujudkan sebagai sebuah hukuman dan anak yang kalah harus mau dihukum sebagai wujud tanggung jawabnya dalam sebuah permainan.
b. Nilai Percaya Diri dalam Bergaul Tembang Dolanan mengandung nilai percaya diri dalam bergaul. Kepercayaan diri dan keberanian dibutuhkan oleh seorang anak dalam setiap permainan. Kepercayaan diri dan keberanian dalam bergaul seorang anak akan diuji ketika memainkan permaianan.
c. Nilai Gotong Royong Tembang Dolanan mengandung nilai gotong royong
d. Nilai Menghargai Hak Asasi Manusia dan Perlindungan
16
Tembang Dolanan Poh-Pohan merupakan Tembang Dolanan yang berbentuk dialog. Budaya perlindungan anak terdapat dalam dialog tersebut dimana salah satu peserta permainan berperan sebagai seorang Ibu yang melindungi anaknya dari kejaran pemain lain yang berperan sebagai musuh. Ibu tersebut melindungi anaknya karena pemain yang berperan sebagai musuh hendak mengambil anaknya.
Dari paparan di atas tentang fungsi dan nilai pada Tembang Dolanan
sangat bervariatif. Ada berbagai fungsi dari Tembang Dolanan yang tepat
guna jika diterapkan pada pendidikan karakter untuk anak-anak. Selain itu,
makna yang ditawarkan lewat Tembang Dolanan dapat bermanfaat bagi
kehidupan, baik makna yang disampaikan secara tersurat maupun tersirat,
yang pada umumnya terkait dengan kondisi masyarakat dan lingkungan
sewaktu tembang itu diciptakan.
D. Pendidikan Karakter
1. Definisi Pendidikan
Sebelum berbicara mengenai apa itu pendidikan karakter, terlebih dahulu
akan dilihat definisi dari pendidikan itu sendiri. Ada berbagai pengertian
pendidikan yang diungkapkan oleh sejumlah pakar pendidikan. Ki Hadjar
Dewantara, telah menjelaskan bahwa “Pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek)
dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat
memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita” (Kemendikbud, 2017: 4).
Merujuk pada undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 pendidikan
merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri, berakhlak
17
mulia, kecerdasan, dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat.
Dalam konteks ini, makna pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai tertentu ke
dalam kepribadian anak didik atau siswa.
2. Definisi Karakter
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 3) Karakter adalah
watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Sehubungan
dengan itu karakter menurut Tadkiratun Musfiroh (2008:27) “Karakter mengacu
pada serangkaian sikap perilaku (behavior), motivasi (motivations), dan
ketrampilan (skills), meliputi keinginan untuk melakukan hal yang terbaik”.
Dari pemaparan di atas tampak bahwa pengertian karakter yakni terkait
dengan nilai-nilai yang diyakini seseorang dan selanjutnya diterapkan dalam
hubungannya dengan tanggung jawab sosial.
3. Pendidikan Karakter
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010:4) pendidikan karakter
dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan dan karakter bangsa pada diri
peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya,
menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota
masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
Definisi program pendidikan karakter menurut Mendikbud ialah program
pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah
hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan dukungan pelibatan publik dan kerja
sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari
18
Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Gerakan pendidikan karakter
menempatkan nilai-nilai karakter sebagai tujuan pendidikan yang membudayakan
dan memberadabkan para pelaku pendidikan. Ada lima nilai utama karakter yang
perlu dikembangkan sebagai prioritas gerakan pendidikan karakter. Kelima nilai
utama karakter bangsa yang dimaksud adalah sebagai berikut: (1) Religius, (2)
Nasionalis, (3) Mandiri, (4) Gotong Royong, dan (5) integritas.
Dari paparan di atas pendidikan karakter diartikan sebagai segala upaya
yang dilakukan guru untuk mengembangkan karakter peserta didik. Guru
membantu mengembangkan nilai-nilai yang terkandung dalam konsep berbangsa
secara sederhana dan esensial. Dalam gerakan pengutan pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen harus dilibatkan.
4. Dasar Pendidikan Karakter
Mengenai kegiatan pendidikan karakter, komitmen nasional tentang
perlunya pendidikan karakter tertuang pada UU Nomor 20 Tahun 2003 bab II Pasal
3 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang dengan tegas menyatakan
bahwa “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Senada dengan hal tersebut pendidikan karakter merupakan kelanjutan dan
kesinambungan dari Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010
juga merupakan bagian integral Nawacita. Dalam hal ini butir 8 Nawacita: Revolusi
19
Karakter Bangsa dan Gerakan 8 Revolusi Mental dalam pendidikan yang hendak
mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengadakan perubahan
paradigma yaitu perubahan pola pikir dan cara bertindak, dalam mengelola sekolah
(Kemendikbud, 2017: 5).
5. Tujuan Pendidikan Karakter
Analisis yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Pedagogia (Dharma
Kesuma, 2011: 6) dapat dijadikan sebagai salah satu tinjauan tentang tujuan
pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional tidak boleh melupakan landasan
konseptual filosofi pendidikan yang membebaskan dan mampu menyiapkan
generasi masa depan untuk dapat bertahan hidup (survive) dan berhasil menghadapi
tantangan-tantangan zaman.
Pendidikan nasional seharusnya mengembangan berbagai karakter agar
menjadi manusia Indonesia yang seutuhnya, sehingga pendidikan karakter bukan
pendidikan akademik semata. Sependapat dengan hal itu, Sunaryo Kartadinata
(Dharma Kesuma, 2011: 8) menyatakan bahwa ukuran keberhasilan pendidikan
yang berhenti pada angka ujian, seperti halnya Ujian Nasional, adalah kemunduran.
Dengan demikian pembelajaran akan menjadi sebuah proses menguasai
keterampilan dan mengakumulasi pengetahuan.
Senada dengan hal itu, Dharma Kesuma (2011: 9) juga mengungkapkan
bahwa tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah antara lain adalah: (1)
Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan
perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas
sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. (2) Mengoreksi perilaku peserta didik
yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. (3)
20
Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Tujuan utama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan
pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik
ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah).
Pendidikan Karakter dalam buku Konsep dan Pedoman: Penguatan Pendidikan
Karakter memiliki tujuan sebagai berikut:
a. Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan makna dan nilai karakter sebagai jiwa atau generator utama penyelenggaraan pendidikan.
b. Membangun dan membekali Generasi Emas Indonesia 2045 menghadapi dinamika perubahan di masa depan dengan keterampilan abad 21.
c. Mengembalikan pendidikan karakter sebagai ruh dan fondasi pendidikan melalui harmonisasi olah hati (etik dan spiritual), olahrasa (estetik), olah pikir (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik).
d. Merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekosistem pendidikan (kepala sekolah, guru, siswa, pengawas, dan komite sekolah) untuk mendukung perluasan implementasi pendidikan karakter.
e. Membangun jejaring pelibatan masyarakat (publik) sebagai sumber-sumber belajar di dalam dan di luar sekolah.
f. Melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Jadi dapat disimpilkan bahwa tujuan pendidikan karakter di sekolah
bukanlah mengecat warna kepribadian kepada anak, tapi merupakan proses
interaksi alamiah yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran. Tujuan pendidikan
karakter ialah sebagai sebuah proses yang membawa peserta didik untuk
memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai begitu penting untuk diwujudkan
dalam perilaku keseharian manusia.
21
E. Karakteristik Peserta didik
Perkembangan individu berlangsung sepanjang hayat, dimulai sejak masa
pertemuan sel ayah dengan ibu dan berakhir pada saat kematiannya. Perkembangan
individu ini bersifat dinamis, perubahannya kadang-kadang lambat tetapi bisa juga
cepat, hanya berkenaan dengan salah satu aspek ataupun beberapaaspek
perkembangan. Perkembangan tiap individu juga tidak selalu seragam, seorang
berbeda dengan yang lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut menurut Danim (2010: 30) perkembangan
peserta didik mengikuti alur perkembangan manusia pada umumnya. Perbedaanya,
mereka menerima sentuhan lebih dibandingkan dengan yang tidak meniti bangku
sekolah. Karena itu, peserta didik memerlukan pengembangan sesuai dengan
keterampilan, sikap, perilaku, pengetahuan, dan nilai-nilai pribadi anggota
masyarakat. Dalam makna luas, perkembangan peserta didik mencakup 5 ranah,
yaitu sebagai berkut:
a. Perkembangan fisik, dimana lajunya relatif sesui dengan faktor genetis, menu makanan, pelatihan yang diperoleh, kebiasaan hidup, dan kondisi lingkungan.
b. Perkembangan sosial, dimana anak dapat berkembng sesuai dengan bantuan masyarakat.
c. Perkembangan mental, dimana peserta didik tumbuh makin bermental stabil, arif, dewasa, dan bijaksana. Sebagai bagian dari masyarakat, peserta didik menjadi lebih canggih dalam aplikasinya ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Perkembangan budaya atau spiritual, di mana peserta didik harus menumbuhkan toleransi terhadap orang-orang dengan keyakinan yang berbeda, pengakuan hak asasi manusia, dan nilai-nilai umum.
e. Perkembangan intelektual, khususnya pergeseran dari kemampuan penalaran konkrit ke abstark, mengolah data menjadi informasi, memecahkan masalah-masalah yang rumit, serta membuat solusi atas dasar informasi yang mirip, sama atau bertentangan.
Istilah kebutuhan lebih digunakan untuk menunjukkan adanya suatu
kekuatan yang bersifat memotivasi yang mendorong terbentuknya suatu
22
ketertarikan dalam diri peserta didik karena adanya kekurangan-kekurangan
tertentu yang ada pada dirinya. Berikut 4 ranah kebutuhan anak usia SD menurut
Sugiyanto (t. t.): (1) Anak SD senang bermain, Karakteristik ini menuntut guru
SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan. (2)
Anak SD senang bergerak, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak berpindah atau bergerak. (3) Anak usia SD senang bekerja
dalam belompok, pada usi ini anak belajar aspek‐ aspek yang penting dalam proses
sosialisasi (4) Anak SD senang merasakan, melakukan atau memperagakan sesuatu
secara langsung.
Sehubungan dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik di atas hal
tersebut perlu pendidik terapkan dengan berinovasi dalam pembelajannya. Selain
itu pendidik perlu mengenal aspek-aspek peserta didiknya guna mengetahui
tugas-tugas perkembengan peserta didik.
F. Penelitian yang Relevan
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggit
Pengestuty (2010) dengan judul “Perancangan Media Interaktif Lagu Dolanan
Sebagai Media Pengenalan Kembali dengan Memberi Informasi Pesan Moral untuk
Siswa Sekolah Dasar” dan penelitian yang dilakukan oleh Bangkit Khoirul
Mutahirin (2015) dengan judul “Aplikasi Tembang Dolanan Jawa Berbasis
Mobile”.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Anggit Pengestuty (2010) dengan
judul “Perancangan Media Interaktif Lagu Dolanan Sebagai Media Pengenalan
Kembali dengan Memberi Informasi Pesan Moral untuk Siswa Sekolah Dasar”
23
yaitu konten dari media interaktif yang mengenalkan kembali lagu dolanan kurang
memberi wawasan jika hanya dikenalkan secara musikal dan visual. Akan lebih
menarik lagi jika ada tambahan informasi mengenai wawasan, makna yang
terkandung dan pesan moral yang terdapat pada lagu dolanan. Hal itu sekaligus
dapat membantu orang tua, pengajar, maupun pendidik untuk mengajarkan nilai-
nilai moral kepada anak.
Pada media interaktif lagu dolanan, anak tidak hanya diperdengarkan
kembali lagu-lagu dolanan yang pada saat ini kurang akrab di telinga mereka,
namun anak-anak juga diajarkan kosakata dalam Bahasa Jawa, makna yang
terkandung dalam lagu dolanan, pengetahuan tentang alat musik Jawa, serta
permainan tangga nada dalam alat musik Jawa. Persamaan penelitian yang
dilakukan oleh Anggit Pengestuty (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama
menggunakan materi lagu atau Tembang Dolanan dan siswa Sekolah Dasar (SD)
sebagai subjek penelitian. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada
pengembangannya. Anggit Pengestuty (2010) mengembangkan media interaktif
dalam penelitiannya, sedangkan pada penelian ini peneliti mengembangkan sumber
belajar alternatif berupa buku saku.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bangkit Khoirul Mutahirin (2015)
dengan judul “Aplikasi Tembang Dolanan Jawa Berbasis Mobile” dapat diketahui
bahwa aplikasi Pembelajaran Tembang Dolanan Jawa dapat digunakan sebagai
media pembelajaran untuk budi pekerti, moral dan akhlak bagi anak melalui media
Tembang Dolanan. Aplikasi tersebut merupakan salah satu media alternatif untuk
mengenalkan salah satu budaya Indonesia terutama budaya jawa. Aplikasi bersifat
free atau tidak berbayar, jadi dapat dengan mudah dipasang pada perangkat android
24
yang dapat diunduh pada playstore. Persamaan antara penelitian yang dilakukan
Bangkit Khoirul Mutahirin (2015) dengan penelitian ini adalah sama-sama
menggunakan materi lagu atau Tembang Dolanan. Sedangkan perbedaannya
adalah terletak pada pengembangan-nya. Bangkit Mutahirin (2015)
mengembangkan media berupa aplikasi dalam penelitiannya, sedangkan pada
penelian ini peneliti mengembangkan Sumber belajar alternatif berupa buku saku.
G. Kerangka Berfikir
Upaya mendukung keberhasilan proses pembelajaran dan pemahaman
mengenai suatu materi, perlu adanya peran guru, siswa, media atau alat, dan sumber
belajar. Salah satu sumber belajar yang mudah, praktis dan dapat dijadikan bagian
dari fasilitas belajar yaitu sumber belajar berupa buku saku. Buku saku disusun
dengan proses pengembangan dengan memanfaatkan literatur yang ada untuk
dijadikan sumber belajar alternatif buku saku yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Karakteristik produk buku saku Tembang Dolanan dapat menjadi daya pendorong
siswa dalam belajar materi Tembang Dolanan. Penyajian buku saku menggunakan
gambar dan warna sehingga memberikan tampilan yang menarik. Kegiatan belajar
SBK lebih praktis karena produk buku saku ini dapat dipelajari di dalam dan di luar
kelas dengan waktu yang lebih leluasa bagi siswa.
25
Secara skematis, kerangka berfikir penelitian ini digambarkan pada bagan
dibawah ini:
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berfikir (Peneliti, 2017)
Analisis Kebutuhan
Sumber belajar di SDN Girimoyo 02 yang digunakan terbatas buku paket dan LKS.
Dari 36 responden, 21 responden hanya dapat menyebutkan satu hingga tiga Tembang Dolanan.
33 responden setuju jika diadakan pengembangan produk buku saku Tembang Dolanan.
Perancangan Desain
Merancang produk dengan menyadur materi dari beberapa literatur yang ada.
Validasi Rancangan
Dilakukan oleh Ahli Media dan Materi tentang Tembang Dolanan.
Uji Kelompok
Kecil
Uji Kelompok
Besar
Instrumen
Pengujian
Produk Akhir
Berupa sumber belajar
alternatif “Buku Saku
Tembang Dolanan”
Perbaikan
Pertama