bab ii kajian pustaka a. kajian teori 1. pengembangan
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengembangan Instrumen Evaluasi Jenis Tes Bentuk Uraian
a. Pengertian Evaluasi
Evaluasi salah satu komponen yang penting dalam
pembelajaran untuk mengetahui efektifitas pembelajaran. Evaluasi
menurut Ralph Tyler merupakan sebuah proses pengumpulan data
untuk menentukan ketercapaian tujuan pendidikan. Selain itu menurut
Cronbach dan Stufflebeam evaluasi tidak hanya untuk mengukur
ketercapaian tujuan tetapi digunakan juga untuk membuat keputusan.
Evaluasi adalah kegiatan mengukur dan menilai. Mengukur yaitu
membandingkan sesuatu dengan satu ukuran bersifat kuantitatif.
Sedangkan menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik buruk dan bersifat kualitatif (Arikunto, 2013:3).
Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis, berkelanjutan dan
menyeluruh yang dilakukan dalam rangka pengendalian, penjaminan
dan penetapan kualitas pembelajaran terhadap berbagai komponen
pembelajaran (Arifin, 2009:9).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diambil
kesimpulan, evaluasi adalah suatu proses pengumpulan data yang
sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan. Evaluasi sebagai
salah satu komponen pembelajaran yang dilakukan untuk
10
pengendalian, penjaminan dan penetapan kualitas pembelajaran.
Proses evaluasi terdiri dari pengumpulan data, mengukur, menilai dan
mengambil keputusan.
b. Pengembangan Tes Bentuk Uraian
Tes adalah instrumen yang digunakan untuk melaksanakan
kegiatan pengukuran. Tes memiliki banyak sekali bentuk, dapat
dibagi berdasarkan siapa pembuatnya, kepada siapa tes diberikan,
jawaban yang diberikan, tujuan tes dan lain sebagainya. Pada
kesempatan ini kita akan membahas tentang tes uraian dibagi
berdasarkan bentuk jawaban siswa. Soal uraian sering dianggap lebih
sulit dari pada soal objektif atau pilihan ganda padahal materi yang
digunakan dalam menyusun soal sama saja. Penilaian untuk soal
bentuk uraian dianggap bersifat subjektif dan tidak adil, padalah hal
ini bisa diatasi dengan membuat pedoman penskoran.
Dilihat dari luas sempitnya materi yang ditanyakan, tes uraian
dibagi menjadi dua bentuk yaitu uraian terbatas dan uraian bebas.
Uraian terbatas merupakan bentuk soal uraian yang mengharuskan
siswa mengemukakan hal-hal yang sesuai sebagai batasnya. Harus ada
pokok-pokok penting yang terdapat dalam sitematika jawabannya
sesuai dengan batas-batas yang ditentukan dan dikehendaki dalam
soal. Misalnya siswa disuruh menyebutkan 5 tanaman berbiji.
Sedangkan uraian bebas merupakan bentuk soal uraian dimana siswa
bebas dalam menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Pada
bentuk soal ini siswa diberikan kebebasan mengemukakan pandapat
11
berdasarkan dengan pengetahuan dan kemampuannya. Tetapi guru
tetap memiliki acuan dalam mengoreksi jawaban (Arifin, 2009:125).
Sehubungan dengan kedua bentuk uraian diatas, Depdikbud
menggunakan istilah Bentuk Uraian Objektif (BUO) dan Bentuk
Uraian Non Objektif (BUNO). Bentuk uraian objektif (BUO) adalah
bentuk uraian yang memiliki jawaban dengan rumusan yang relatif
pasti sehingga jawaban benar dapat diberi skor 1 dan jawaban salah
diberi skor 0.
Contoh:
Indikator: Menghitung isi bangun ruang balok dan mengubah satuan
ukurannya.
Soal: Sebuah bak penampungan air berbentuk balok berukuran
panjang 100 cm, lebar 70 cm dan tinggi 60 cm. Berapa liter isi bak
penampung mampu menyimpan air?
Tabel 2.1 Pedoman Penskoran Bentuk Uraian Objektif
Langkah Kriteria Jawaban Skor
1 Rumus isi balok: panjang x lebar x tinggi 1
2 = 100 cm x 70 cm x 60 cm 1
3 = 420.000 cm2 1
4 Isi balok dalam liter = 420.000/1000 1
5 = 420 liter 1
Skor maksimum 5
Sumber: (Arifin, 2009:127)
Sedangkan Bentuk uraian non objektif (BUNO) memiliki
rumusan yang sama dengan rumusan jawaban uraian bebas.
Penskoran dijabarkan dalam rentang dimana skor minimal adalah 0
dan skor maksimum ditentukan oleh penyusun soal. Contohnya pada
soal berikut:
12
Indikator: Menjelaskan alasan kenapa kita harus bangga sebagai
bangsa Indonesia.
Soal: Jelaskan alasan yang membuat kita perlu bangga sebagai bangsa
Indonesia!
Tabel 2.2 Pedoman Penskoran Bentuk Uraian Non Objektif
Kriteria Jawaban Rentang Skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam
Indonesia 0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air
Indonesia 0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan Keanekaragaman
budaya, suku, adat istiadat tetapi dapat bersatu 0-3
Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan
masyarakat Indonesia 0-2
Skor maksimum 9
Sumber: (Arifin, 2009:128)
2. Soal Open-Ended
a. Pengertian Soal Open-Ended
Pendekatan open-ended dikembangkan di Jepang antara tahun
1971 dan 1976. Berdasarkan tulisan Becker dan shimada (1997)
berjudul The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching
Mathematics. Para ahli pendidikan matematika negara Jepang
melakukan serangkaian penelitian yang berfokus pada pengembangan
metode evaluasi untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi
dalam pendidikan matematika (Sudiarta, 2007).
Pendekatan open-ended yang dikembangkan untuk metode
evaluasi mata pelajaran matematika tetapi tidak menutup
kemungkinan pendekatan atau jenis soal ini diberikan dalam mata
pelajaran lain. Intinya memberikan permasalahan yang memiliki
ragam jawaban dan atau ragam cara penyelesaian. Open-ended jika
13
diterjemahkan dari bahasa Inggris kebahasa Indonesia memiliki arti
terbuka. Istilah ini juga mirip seperti open mind yaitu berpikiran
terbuka. Hubungan keduanya dapat dilihat pada saat memecahkan
permasalahan dengan menggunakan pikiran terbuka yang didapat dari
kemampuan atau pengalaman yang dimiliki. Sehingga diperoleh
jawaban menggunakan strategi yang digunakan melalui proses
berpikir.
Suherman dalam (Rumapea, 2018) menyatakan soal open-
ended adalah soal yang dibuat dengan memiliki beberapa jawaban
yang benar. Siswa memiliki peluang dalam menemukan beragam
kemungkinan penyelesaian dari suatu masalah menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Menurut (Rohayati,
Dahlan, & Nurjanah, 2012) open-ended merupakan pendekatan
pembelajaran dengan memberikan masalah yang bukan rutin
diberikan dan bersifat terbuka. Sehingga jawaban soal-soal open-
ended tidak tersurat dalam stimulus. Masalah yang diberikan berupa
tipe soal yang mempunyai banyak cara penyelesaian yang benar.
Siswa dituntut menggembangkan metode atau cara yang bervariasi
dalam memperoleh jawaban dan diminta menjelaskan bagaimana
proses untuk mencapai jawaban tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa soal open-ended adalah soal yang memberikan
permasalahan yang mengharuskan siswa menggunakan segala
kemampuan ide dan cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
14
Soal open-ended dirancang memiliki beberapa jawaban dan cara yang
beragam serta melatih kemampuan tingkat tinggi karena jawabnya
tidak tertulis pada stimulus soal dan memerlukan proses berpikir
dalam menyelesaikan soal.
b. Karakteristik Soal Open-Ended
Suherman dalam (Rumapea, 2018) merumuskan kriteria soal
open-ended yang pertama soal harus kaya akan konsep matematika.
Kedua tingkat kesulitan soal harus menyesuaikan siswa. Ketiga soal
yang dibuat harus mendukung pengembangan konsep matematika
lebih lanjut. Kriteria tersebut dikhususkan untuk matematika, tetapi
tidak membatasi pembuatan soal open-ended untuk mata pelajaran
lain. Secara umum soal open-ended harus mencakup kaya akan
konsep, tingkat kesulitan soal menyesuaikan siswa dan soal yang
dibuat dapat mendukung pengembangan konsep lanjutan. Selain itu
soal open-ended menyajikan beberapa informasi atau stimulus yang
tidak lengkap sehingga siswa diminta menentukan keputusan yang
masuk akal dalam menjawab pertanyaan tersebut. Siswa juga diminta
memberikan solusi dan penjelasan atas alasan memilih solusi tersebut
dalam menyelesaikan masalah.
Syahban dalam (Yusuf, Zulkardi, & Saleh, 2009)
mengemukakan dua teknik yang dapat dilakukan dalam membuat soal
open-ended yaitu teknik bekerja terbalik (working backward) dan
menggunakan teknik pertanyaan standar (adapting a standart
question). Teknik bekerja terbalik terdiri dari tiga langkah yaitu
15
mengidentifikasi topik, memikirkan pertanyaan dan menuliskan
jawaban lebih dahulu, membuat pertanyaan open-ended didasarkan
jawaban yang telah dibuat. Sedangkan teknik menggunakan
pertanyaan standar terdiri dari mengidentifikasi topik, memikirkan
pertanyaan standar, membuat pertanyaan open-ended yang baik
berdasarkan pertanyaan standar yang dibuat.
c. Kelebihan dan Kekurangan Soal Open-Ended
Soal open-ended memiliki kelebihan seperti dapat menjadi
salah satu cara dalam mengevaluasi kemampuan siswa secara objektif
dalam keterampilan tinggat tinggi. Memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memberikan jawaban yang berbeda. Sehingga dapat
mengembangkan kecakapan dalam berpikir logis dalam
menyelesaikan masalah yang lebih kompleks yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu menurut Becker dan Shimada dalam
(Nurlita, 2015) apabila soal terbuka (open-ended) diberikan kepada
siswa disekolah maka ada 5 keuntungan yang dapat diharapkan.
Pertama adalah siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
dan dapat mengekspresikan ide-ide. Kedua siswa secara komprehensif
menggunakan pengetahuan dan keterampilan. Ketiga siswa akan
dapat melihat dan menyelesaikan masalah dengan cara mereka
sendiri. Keempat memberikan motivasi kepada siswa untuk dapat
memberikan bukti. Kelima siswa menjadi senang karena memiliki
pengalaman menemukan dan menerima persetujuan dari siswa lain
terhadap ide-idenya.
16
Kekurangan dalam penggunaan soal open-ended adalah
pembuatan dan menyajikan soal yang tidak mudah. Pertimbangan soal
yang dapat menimbulkan respon yang berbeda-beda tiap siswa seperti
kemudahan atau kesulitan dalam memahami permasalah dan motivasi
siswa dalam mengerjakan.
3. High Order Thinking Skill (HOTS)
a. Pengertian HOTS
Soal HOTS adalah instrumen pengukuran yang digunakan
untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu
kemampuan berpikir yang dalam kegiatannya terdapat proses
pengolahan sehingga tidak hanya sekedar mengingat dan menyatakan
kembali (Setiawati, Asmira, Ariyana, Bestary, & Pudjiastuti,
2018:10).
Taksonomi bloom dimensi proses berpikir terdiri dari
kemampuan mengetahui (C1), memahami (C2), menerapkan (C3),
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mengkreasi (C6). Soal
HOTS dalam taksonomi bloom berada pada ranah kognitif C4
(menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mengkreasi). Ranah
kemampuan tersebut didalamnya terdapat kata kerja operasional
(KKO) yang digunakan untuk membuat indikator dalam pembelajaran
dan soal-soal (Setiawati, Asmira, Ariyana, Bestary, & Pudjiastuti,
2018:11).
17
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan,
HOTS adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dalam
taksonomi bloom berada pada ranah C4, C5 dan C6. Soal HOTS
adalah tes yang memberikan permasalahan kepada siswa, sehingga
siswa melalui proses berpikir menganalisis, mengevaluasi dan
mencipta.
b. Karakteristik HOTS
Dalam buku penilaian yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud disebutkan
beberapa karakteristik soal HOTS yaitu sebagai berikut (Setiawati,
Asmira, Ariyana, Bestary, & Pudjiastuti, 2018).
1) Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Kemampuan tingkat tinggi bukan kemampuan untuk
mengingat, mengetahui dan mengulang akan tetapi merupakan
proses menganalisis, merefleksi, memberi argumen (alasan),
menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun dan
menciptakan. Namun dalam pengerjaannya memerlukan
kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti keterampilan
memecahkan masalah, keterampilan berpikir kritis dan kreatif serta
kemampuan mengambil keputusan. Hal yang harus dipahami
adalah tingkat kesukaran dalam butir soal tidak sama dengan
kemampuan berpikir tingkat tinggi sehingga soal HOTS belum
tentu adalah soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.
Contohnya memberikan pertanyaan tentang arti dari kata yang
18
tidak umum dan memberikan soal perkalian dengan digit yang
banyak misal 5397 x 91835. Soal-soal tersebut mungkin memiliki
tingkat kesukaran yang tinggi tetapi dalam menjawab pertanyaan
tersebut tidak menggunakan kemampuan higher order thingking
skill.
2) Berbasis Permasalahan Kontekstual
Soal HOTS adalah penilaian yang menyajikan
permasalahan berbasis nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga
peserta didik dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran yang
diterima dikelas untuk menyelesaikan masalah. Karakteristik
asesmen konstektual disingkat REACT yaitu Relating (berkaitan
langsung dengan pengalaman kehidupan nyata), Experiencing
(menekankan pada penggalian, penemuan, dan penciptaan),
Applying (dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat untuk
menyelesaikan masalah nyata), Communicating (menuntut peserta
didik dalam mengkomunikasikan), Transfering (dapat
mentransformasi konsep pengetahuan dalam kelas kedalam situasi
atau konsep baru.
Ciri asesmen kontekstual berbasis asesmen autentik yaitu
peserta didik mengonstruksi responnya sendiri tidak sekedar
memilih jawaban yang tersedia, tugas yang diberikan merupakan
tantangan yang dihadapkan pada dunia nyata dan tugas yang
diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tetapi memiliki
kemungkinan-kemungkinan jawaban yang benar.
19
3) Level Kognitif
Anderson dan Kathwohl (dalam Setiawati, Asmira,
Ariyana, Bestary, & Pudjiastuti, 2018:15) mengklasifikaskan
dimensi berpikir menjadi 3 yaitu Higher Order Thinking Skills
(HOTS), Midle Order Thinking Skills (MOTS), dan Lower Order
Thinking Skills (LOTS). Namun terdapat beberapa Kata Kerja
Operasional (KKO) yang sama berada pada ranah yang berbeda,
namun tetap berbeda karena proses berpikirnya berbeda. Pusat
Penilaian Pendidikan (2015) mengklasifikasikan dimensi berpikir
menjadi 3 level kognitif yaitu pengetahuan dan pengalaman (level
1), aplikasi (level 2), dan penalaran (level 3).
Tabel 2.3 Perbandingan Klasifikasi Kerangka Berpikir
Klasifikasi Anderson dan Kathwohl Kerangka
Berpikir
Klasifikasi
Puspendik
LOTS Mengingat kembali Mengetahui (Level 1)
MOTS
Menjelaskan ide atau konsep Memahami
Menggunakan informasi
pada domain berbeda
Mengaplikasi (Level 2)
HOTS
Menspesifikasi aspek-aspek Menganalisis
(Level 3)
Mengambil keputusan
sendiri
Mengevaluasi
Mengkreasi gagasan atau ide
sendiri
Mengkreasi
Sumber: Modifikasi dari (Setiawati, Asmira, Ariyana, Bestary, & Pudjiastuti,
2018:15)
Level 1, soal yang digunakan untuk mengukur pengetahuan
faktual, konsep dan prosedural sehingga peserta didik harus dapat
mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal definisi, atau
menyebutkan langkah-langkah (prosedur) dalam melakukan
sesuatu.
20
Level 2, peserta didik menerapkan pengetahuan faktual,
konsep dan prosedural tertentu untuk menyelesaikan masalah
kontekstual. Contoh KKO yang sering digunakan adalah
menerapkan, menggunakan, menentukan, menghitung,
membuktikan dan lain-lain.
Level 3, merupakan level kemampuan berpikir tingkat
tinggi (HOTS). Peserta didik harus mampu mengingat, memahami,
dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural
serta memiliki logika, penalaran dan menyusun strategi untuk
menyelesaikan masalah kontekstual. KKO yang sering digunakan
adalah menguraikan, mengorganisir, membandingkan, menyusun
hipotesa, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji,
menyimpulkan, merancang, membangun, merencanakan,
memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan,
memperkuat, memperindah dan mengubah.
c. Indikator HOTS
Setiawati, Asmira, Ariyana, Bestary, & Pudjiastuti (2018:17)
menyebutkan beberapa kemampuan yang harus dimiliki siswa pada
setiap dimensi HOTS. Pada proses berpikir menganalisis (C4)
menuntut kemampuan siswa untuk menspesifikasi aspek/elemen,
menguraikan, mengorganisis, membandingkan, dan menemukan
makna tersirat. Proses berpikir mengevaluasi (C5) menuntut
kemampuan siswa untuk menyusun hipotesis, mengkritis, mengkritik,
memprediksi, menilai, menguji, membenarkan atau menyalahkan.
21
Proses berpikir mengkreasi/mencipta (C6) menuntut kemampuan
siswa untuk merancang, membangun, merencanakan, memproduksi,
menemukan, memperbaharui, mengubah dll.
Anderson dan Kathwohl (dalam Kusdianti, 2019)
menyebutkan indikator atau kriteria yang termasuk proses berpikir
HOTS. Indikator yang dapat mengukur kemampuan menganalisis
yaitu: (1) Menganalisis informasi yang masuk dan menstrukturkan
atau membagi informasi kedalam bagian yang lebih kecil; (2) Mampu
mengenali dan membedakan sebab akibat dari sebuah skenario yang
rumit; (3) Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan. Indikator
yang dapat mengukur kemampuan mengevaluasi yaitu: (1)
Memberikan penilaian menggunakan kriteria yang sesuai untuk
memastikan nilai efektivitas dan manfaat pada solusi, gagasan, dan
metodologi atau prosedur yang diberikan; (2) Membuat hipotesis,
mengkritik dan melakukan pengujian; (3) Menerima atau menolak
sesuatu berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Indikator yang
dapat mengukur kemampuan mencipta yaitu: (1) Membuat
generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu; (2)
Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah; (3)
Mengorganisasikan unsur/bagian menjadi struktur baru yang belum
pernah ada sebelumnya.
22
Indikator soal HOTS yang dibuat berdasarkan kedua pendapat
diatas, adalah sebagai berikut:
1) Menganalisis (C4)
a) Soal melibatkan siswa menelaah atau mengurutkan suatu
informasi.
b) Soal melibatkan siswa memilah bagian-bagian yang relevan
atau penting dari suatu informasi.
c) Soal melibatkan siswa mengembangkan kemampuan untuk
menghubungkan ide-ide.
d) Soal melibatkan siswa menentukan tujuan dibalik informasi.
e) Soal melibatkan siswa mengembangkan kemampuan
membuat keputusan.
2) Mengevaluasi (C5)
a) Soal melibatkan siswa mengambil keputusan berdasarkan
kriteria yang sesuai.
b) Soal melibatkan siswa menguji kesesuaian cara atau metode
yang digunakan sudah baik/tidak, sama/berbeda dll.
c) Soal melibatkan siswa membuat keputusan sesuai dengan
suatu prosedur atau informasi untuk menyelesaikan masalah.
d) Soal melibatkan siswa menerima/menolak sesuatu
berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
e) Soal melibatkan siswa bertanggungjawab atas keputusan
yang diambil dengan memberikan pembuktian atau alasan
yang relevan.
23
3) Mencipta (C6)
a) Soal melibatkan siswa membuat atau menyusun suatu ide
atau cara pandang baru.
b) Soal melibatkan siswa menggambarkan atau membayangkan
masalah dan membuat hipotesis berdasarkan kriteria tertentu.
c) Soal melibatkan siswa membuat rencana/langkah untuk
menyelesaikan masalah.
d) Soal melibatkan siswa menentukan suatu cara untuk
menentukan hasil dari cara yang baru.
e) Soal tidak hanya sekedar menulis atau membangun sesuatu
seperti yang ada dalam kategori memahami.
f) Soal tidak hanya sekedar menerapkan rumus ataupun cara
seperti yang ada dalam katagori mengaplikasi.
d. Langkah Penyusunan Soal HOTS
Pembuat soal HOTS harus menentukan prilaku yang hendak
diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan
(stimulus). Oleh karena itu penulisan soal HOTS dibutuhkan
penguasaan terhadap materi ajar, keterampilan dalam menulis soal
(konstruksi), dan kreativitas dalam menentukan stimulus yang tepat
sesuai dengan situasi dan kondisi. Buku penilaian berorientasi HOTS,
menyebutkan lima langkah penyusunan soal HOTS yaitu sebagai
berikut (Setiawati, Asmira, Ariyana, Bestary, & Pudjiastuti, 2018).
24
1) Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS
Hal pertama yang harus dilakukan dalam membuat soal
HOTS adalah menentukan Kompetensi Dasar (KD) yang dapat
digunakan dalam pembuatan soal HOTS. Dikerenakan tidak
semua KD dapat digunakan.
2) Menyusun kisi-sisi soal
Kisi-kisi soal berisikan KD yang dapat dibuat soal HOTS,
Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK), materi pokok yang
terkait pada KD, indikator soal, level kognitif, bentuk soal dan
nomor soal.
3) Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Stimulus yang menarik maksudnya adalah menyajikan
stimulus yang baru misalnya peristiwa yang baru saja terjadi,
sehingga mendorong peserta didik untuk membaca stimulus yang
diberikan. Sedangkan stimulus kontekstual adalah menyajikan
stimulus sesuai dengan kenyataan yang ada pada kehidupan
sehari-hari.
4) Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
Butir pertanyaan dibuat sesuai kaidah penulisan butir soal
HOTS, yang membedakan dari butir soal pada umumnya terletak
pada aspek materi sedangkan konstruksi dan bahasa relatif sama.
Butir soal ditulis pada kartu soal.
25
5) Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
Setiap butir soal yang dibuat dilengkapi dengan pedoman
penskoran atau kunci jawaban. Biasanya pedoman penskoran
digunakan untuk bentuk soal uraian sedangkan kunci jawaban
untuk bentuk soal pilihan ganda.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Kajian penelitian yang relevan dengan yang akan diteliti yaitu penelitan
Kurnia Susilawati (2018) dengan judul “Pengembangan Lembar Kerja Siswa
Berbasis Open-Ended pada Pembelajaran Matematika Kelas 3 Di SDN
Girimoyo 02”. Penelitian ini menghasilkan LKS yang telah divalidasi oleh ahli
materi, ahli bahan ajar dan ahli pembelajaran dimana semuanya dinyatakan
layak serta mendapatkan respon positif dari siswa. Persamaan penelitian
tersebut dengan yang akan diteliti adalah penggunaan pendekatan Open-ended
dalam membuat pengembangan LKS dan subjek penelitian pada kelas 3 SD
serta model penelitian yang digunakan adalah model ADDIE. Sedangkan
perbedaannya terletak pada produk dan materi yang dikembangkan. Pada
penelitan ini produknya adalah soal open-ended berbasis HOTS pada materi
tema 1 subtema 3 pembelajan 3.
Kajian relevan selanjutnya adalah hasil penelitian Anggi Lestari, Asep
Saepulrohman dan Ghullam Hamdu (2016) yang berjudul “Pengembangan
Soal Tes Berbasis HOTS pada Model Pembelajaran Latihan Penelitian Di
Sekolah Dasar”. Penelitian ini menghasilkan pengembangan 10 butir soal
pilihan ganda dan 13 soal esai yang valid, praktis dan layak untuk digunakan.
26
Perbedaan penelitian tersebut dengan yang akan diteliti adalah terletak pada
jenjang kelas yaitu pada kelas IV SD dan materi yang dibuat dalam
pengembangan soal. Sedangkan persamaannya terletak pada produk yang
dikembangkan yaitu soal berbasis HOTS.
Penelitian oleh Maria Vannny Febiana (2018) yang berjudul
“Pengembangan soal HOTS Materi Luas Bangun Datar dan Volume Bangun
untuk Siswa Kelas V SD”. Penelitian ini menghasilkan 15 soal uraian yang
valid, reliabel, memiliki daya pembeda yang baik dan tingkat kesukaran sedang
87% dan sulit 13 %. Perbedaan penelitian ini dengan yang akan diteliti terletak
pada objek penelitian dan materi yang dikembangkan dalam mengembangkan
soal HOTS. Persamaannya terletak pada pengembangan soal berbasis HOTS
dan soal yang dikembangkan berbentuk soal uraian.
Tabel 2.4 Analisis Penelitian yang Relevan
Nama Peneliti Tahun Judul Perbedaan Persamaan
Kurnia
Susilawati
2018 Pengembangan
Lembar Kerja
Siswa Berbasis
Open-Ended
pada
Pembelajaran
Matematika
Kelas 3 Di SDN
Girimoyo 02
1. Produk yang
dikembangkan
berupa LKS
2. Materi yang
digunakan dalam
pengembangan
LKS
1. Penggunakan
pendekatan
open-ended
dalam
mengembangk
an soal latihan.
2. Objek
penelitian pada
Kelas III SD
3. Model
penelitian
ADDIE
Anggi Lestari,
Asep
Saepulrohman
dan Ghullam
Hamdu
2016 Pengembangan
Soal Tes
Berbasis HOTS
pada Model
Pembelajaran
1. Materi yang
digunakan dalam
mengembangkan
produk
1. Objek
penelitian pada
siswa sekolah
dasar
27
Nama Peneliti Tahun Judul Perbedaan Persamaan
Latihan
Penelitian Di
Sekolah Dasar
2. Objek penelitian
pada kelas IV
2. Produk soal
yang
dikembangkan
berbasis HOTS
Maria Vannny
Febiana
2018 Pengembangan
soal HOTS
Materi Luas
Bangun Datar
dan Volume
Bangun untuk
Siswa Kelas V
SD
1. Materi yang
digunakan dalam
mengembangkan
soal (produk)
2. Objek penelitian
pada kelas V
3. Bentuk soal
uraian tertutup
1. objek penelitian
pada siswa
sekolah dasar
2. Produk yang
dikembengkan
berupa soal
HOTS
3. Bentuk soal
uraian
Sumber: (Olahan Peneliti)
28
C. Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Sumber: (Olahan Peneliti)
Kondisi Ideal:
1. Kurikulum 2013 mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi
masalah kompleks, sebagai kecakapan abad 21.
2. Kurikulum 2013 diimplementasikan dalam pembelajaran berbasis
kompetensi dan pendidikan karakter, dengan tujuan menjadikan
peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif
3. Penilaian dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
4. Program PKP yaitu penilain berbasis HOTS untuk membiasakan
siswa dalam menggunakan kemampuan tingkat tinggi.
Kondisi lapang:
1. Evaluasi diberikan dengan bentuk soal isian,
dimana hanya memiliki satu jawaban yang
pasti.
2. Pelaksanaan evaluasi memiliki kendala pada
waktu dan beberapa siswa yang
mendapatkan hasil yang tidak murni.
3. Indikator penilaian yang digunakan masih
pada ranah LOTS, belum menggunakan soal
HOTS.
Permasalahan:
1. Bentuk soal yang diberikan hanya memiliki satu jawaban
yang pasti sehingga dalam pelaksanaannya masih terdapat
siswa yang tidak mengerjakan sendiri. Bentuk soal tersebut
diasumsikan sebagai soal yang belum bisa membedakan
siswa yang memahami materi atau tidak. Sehingga fungsi
evaluasi tidak terlaksana dengan baik.
2. Penggunaan alat ukur penilaian dengan indikator yang
rendah sedangkan dalam kurikulum 2013 peserta didik
dipersiapkan untuk menghadapi masalah yang kompleks
dengan melakukan berbagai peningkatan dalam proses
belajar mengajar. Selain itu Dikjen GTK telah membuat
program PKP yaitu penilaian berbasis HOTS untuk melatih
keterampilan tingkat tinggi.
Solusi:
Pengembangan soal open-ended
berbasis HOTS
Teknik Pengumpulan data:
Observasi, wawancara, dokumentasi, dan angket
Hasil:
1. Pengembangan soal open-ended berbasis HOTS pada tema 1 subtema 3
pembelajaran 3 untuk siswa kelas III SDN Mojolangu 5 Malang.
2. Kualitas tingkat kesukaran dan daya pembeda soal open-ended berbasis
HOTS pada tema 1 subtema 3 pembelajaran 3 untuk siswa kelas III SDN
Mojolangu 5 Malang.
Teknik Analisis data:
Kualitatif dan kuantitatif
Analyze Design Development Implementation Evaluation
Model Pengembangan: ADDIE