bab ii kajian pustaka a. belajar dan...

43
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sengaja untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik. Belajar merupakann suatu proses dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari belum dapat melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan sesuatu. Skinner (dalam Sagala, 2006, hlm. 14) mengungkapkan bahwa, Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responsnya menurun. Jadi jika dilihat dari pendakat Skinner tentang belajar, belajar dan tidak belajarnya seseorang akan terlihat dari respon yang tampak pada dirinya. Sedangkan menurut pendapat Syah (2010, hlm. 90) “Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”. Keberlangsungan belajar tidak memerlukan waktu yang singkat namun memerlukan waktu yang cukup panjang melalui pengalaman-pengalaman yang dialami oleh seseorang. Dalam proses belajar siswa terjadi proses adaptasi antara siswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses adaptasi ini akan menghasilkan suatu interaksi antara dirinya dengan lingkungan yang berupa suatu pengalaman. Pengalaman tersebut akan membuat terjadinya suatu perubahan tingkah laku dalam dirinya. Belajar merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk mengubah tingkah laku ke arah yang lebih baik. Seorang siswa dapat dikatakan belajar jika ia sudah mampu menerapkan materi atau hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari dan akan terlihat perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa. Menurut Sagala (2006) pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah yakni antara guru dan siswa, guru sebagai pendidik merupakan pihak yang mengajar, sedangkan siswa merupakan peserta didik yang belajar.

Upload: phungduong

Post on 10-Apr-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang dilakukan

secara sengaja untuk mendapatkan perubahan yang lebih baik. Belajar

merupakann suatu proses dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi

terampil, dari belum dapat melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan sesuatu.

Skinner (dalam Sagala, 2006, hlm. 14) mengungkapkan bahwa,

Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang

berlangsung secara progresif. Belajar juga dipahami sebagai suatu

perilaku, pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik.

Sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responsnya menurun.

Jadi jika dilihat dari pendakat Skinner tentang belajar, belajar dan tidak

belajarnya seseorang akan terlihat dari respon yang tampak pada dirinya.

Sedangkan menurut pendapat Syah (2010, hlm. 90) “Belajar adalah tahapan

perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.

Keberlangsungan belajar tidak memerlukan waktu yang singkat namun

memerlukan waktu yang cukup panjang melalui pengalaman-pengalaman yang

dialami oleh seseorang. Dalam proses belajar siswa terjadi proses adaptasi antara

siswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses adaptasi ini akan

menghasilkan suatu interaksi antara dirinya dengan lingkungan yang berupa suatu

pengalaman. Pengalaman tersebut akan membuat terjadinya suatu perubahan

tingkah laku dalam dirinya. Belajar merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan

seseorang untuk mengubah tingkah laku ke arah yang lebih baik. Seorang siswa

dapat dikatakan belajar jika ia sudah mampu menerapkan materi atau hasil

belajarnya dalam kehidupan sehari-hari dan akan terlihat perubahan tingkah laku

ke arah yang lebih baik.

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa.

Menurut Sagala (2006) pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah

yakni antara guru dan siswa, guru sebagai pendidik merupakan pihak yang

mengajar, sedangkan siswa merupakan peserta didik yang belajar.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

12

Pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehigga dapat membantu siswa

dalam mempelajari kemampuan yang dimilikinya dan nilai-nilai yang baru. Knirk

dan Gustafson (dalam Sagala, 2006, hlm. 64) mengungkapkan bahwa,

„Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan

pelaksanaan, dan evaluasi‟. Dengan arti lain pembelajaran bukan sekedar kegiatan

yang asal-asalan, melainkan pembelajaran harus dipersiapkan secara matang

melalui tahapan perencanaan pembelajaran.

Sementara Bruner (dalam Sagala, 2006) mengatakan dalam pembelajaran

diperlukan teori-teori pembelajaran yang akan menunjang dalam merancang

pembelajaran yang efektif di kelas. Pembelajaran yang efektif akan membuat

siswa sebagai peserta didik mampu dan terampil dalam pemecahan masalah, serta

dapat berinteraksi dengan lingkungannya.

Dalam proses pembelajaran guru menjadi peranan penting, dimana guru

menjadi fasilitator dan motivator. Dengan begitu jika guru memiliki keterampilan

dalam merancang pembelajaran dan menguasai metode-metode pembelajaran

dengan baik, maka akan tercipta pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang bermakna, bermakna

disini merupakan pembelajaran yang akan melekat selama hidupnya. Bukan

membuat siswa hapal saja dengan konsep dan materi yang diajarkan, melainkan

siswa harus mampu memahami dan menerapkan setiap konsep dan materi yang

diajarkan. Dengan demikian siswa tidak akan mudah lupa terhadap setiap

pembelajaran yang telah dilaksanakan di dalam kelas maupun di luar kelas.

Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Konfusius (dalam Silberman,

2010) yaitu jika saya dengar, maka saya lupa, jika saya lihat, maka saya ingat, jika

saya lakukan, maka saya paham. Setelah itu Silberman memodifikasi pernyataan

Konfusius tentang paham belajar aktif. Berikut adalah teori belajar aktif yang

dikembangkan oleh Silberman (2010, hlm. 23).

Yang saya dengar, saya lupa.

Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit lupa.

Yang saya dengar dan lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan

orang lain, saya mulai pahami.

Yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan

dan keterampilan.

Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

13

Dari pernyaatn paham belajar aktif di atas maka sudah sangat jelas bahwa

jika dalam proses pembelajaran melibatkan keaktifan siswa, maka pembelajaran

akan lebih bermakna. Dengan gaya mengajar yang hanya berbicara di depan kelas

tanpa melibatkan siswa dan siswa hanya mendengarkan, siswa akan cepat lupa

akan mateari yang disampaikan oleh guru.

B. Pembelajaran Matematika

1. Pengertian Matematika

Matematika seringkali dipandang sebagai matapelajaran yang selalu

berkutat dengan angka dan rumus yang kerap membuat pusing, stress, dan

frustasi. Padahal sebenarnya matematika mempunyai arti yang luas, para ahli

berhak mendefinisikan apa matematika itu berdasarkan sudut pandang dan

pengalamannya masing-masing. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan

oleh Fathani (2012) bahwa hingga saat ini masih belum ada kesepakatan yang

bulat tentang apa yang dimaksud dengan matematika. Untuk mendeskripsikan apa

definisi matematika, para matematikawan belum pernah mencapai suatu

kesepakatan yang sempurna. Hal tersebut akan terus berlangsung hingga akhir

zaman dan mengikuti perkembangan zaman.

Matematika berasal dari kata Yunani yaitu mathematike yang berarti

mempelajari. Kata mathematike ini juga berkaitan dengan kata mathein atau

mathenein yang memiliki arti berpikir (Suwangsih & Triurlina, 2010). Jadi dapat

diartikan bahwa matematika adalah pengetahuan yang dihasilkan dari proses

berpikir. Sejalan dengan pendapat Johnson dan Rising (dalam Ruseffendi, 1992)

bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian

yang logik, matematika merupakan pengetahuan terstruktur dan terorganisasikan.

Dalam matematika terdapat keteraturan, keruntutan, dan keharmonisan dari

sebuah pola. Itulah yang membuat matematika begitu indah sehingga

matematatika bisa dikatakan sebagai seni.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Reys, dkk. (dalam Suwangsih &

Triurlina, 2010, hlm. 4) „Matematika adalah telaahan pola dan hubungan, suatu

jalan atau pola berpikir suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat‟. Dengan

matematika sebagai seni akan membuat siswa menjadi kreatif, dengan matematika

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

14

siswa akan terampil dalam berbahasa, dan matematika merupakan suata alat yang

dapat digunakan untuk pemecahan masalah.

Pengertian lain dari matematika, dikemukakan oleh James dan James

(dalam Suwangsih & Tiurlina, 2010, hlm. 4), „Matematika adalah ilmu tentang

logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling

berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam

tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri‟. Hal ini mengandung arti bahwa

matematika terbentuk dari logika.

Sedangkan Kitcher (dalam Fathani, 2012) mendefinisikan matematika

berdasarkan sudut pandangnya mengenai komponen-komponen dalam kegiatan

matematika. Menurutnya matematika memiliki lima komponen yang terdiri dari

bahasa yang dijalankan para matematikawan, pernyataan yang digunakan para

matematikawan, pertanyaan penting yang belum terpecahkan, alasan untuk

menjelaskan pernyataan, dan ide matematika.

Sementara itu menurut Kline (dalam Suwangsih & Triurlina, 2010, hlm.

4), „Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena

dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia

dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam‟. Dapat

diartikan bahwa matematika begitu melekat dengan kehidupan manusia,

matematika senantiasa membantu manusia dalam memecahkan berbagai masalah

di kehidupan sehari-hari. Dari mulai dilahirkan hingga kembali kepada sang

Khalik, manusia memerlukan matematika. Seperti yang telah dikemukakan oleh

Freudenthal (dalam Tarigan, 2006) mengenai matematika yang merupakan

aktivitas manusia. Maka dari itu matematika sangat berguna bagi kehidupan

manusia.

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan, dapat disimpulkan

bahwa matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang didasarkan pada

logika, yang tersusun secara teratur dan sistematik serta dapat membantu manusia

dalam memahami dan menyelesaikan permasalahan hidup manusia, baik itu dari

segi sosioal, ekonomi, dan alam di dalan kehidupan sehari-hari.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

15

2. Kegunaan Matematika

Matematika mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia,

seperti yang sudah seringkali disebutkan bahwa manusia tidak akan terlepas dari

yang namanya matematika. Matematika tentu mempunyai banyak kegunaan,

diantaranya adalah kegunaan matematika menurut Suwangsih & Triurlina (2010)

yaitu sebagai berikut.

a. Matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu

Matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu maksudnya adalah matematika

sebagai pemicu munculnya ilmu-ilmu yang lain. Matematika sangat membantu

bidang ilmu yang lainnya. Seperti halnya dalam statistik yaitu penghitungan data

jumlah penduduk, dalam geometri dan pengukuran yaitu ketika akan membuat

sebuah bangunan, serta bidang-bidang yang lainnya.

b. Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya dalam

kehidupan sehari-hari

Matematika juga merupakan suatu ilmu yang menggunakan pola pikir logik,

kritis, kreatif, dan sistematik. Selanjutnya yaitu matematika sering digunakan

untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Karena matematika

sering digunakan dalam transaksi jual beli, pembagian warisan, menghitung jarak

dan waktu, menghitung kecepatan, dan lain sebagainya.

3. Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Matematika merupakan ilmu yang menjadi akar bertumbuhkembangnya

bidang-bidang ilmu yang lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh Lidinillah

(2009b), “Matematika adalah suatu bentuk warisan kebudayaan manusia yang

sangat berharga hingga saat ini. Matematika dapat menjadi bukti bahwa daya

nalar manusia telah mengalami kemajuan pesat dalam setiap babak sejarah

kebudayaan manusia”. Matematika merupakan alat untuk membantu

berkembangnya bidang kajian ilmu yang lainnya, selain itu juga senantiasa

membantu dalam pemecahan masalah-masalah yang ada pada bidang ilmu yang

lainnya. Matematika berkembang pesat seiring dengan munculnya masalah-

masalah yang terjadi pada bidang-bidang ilmu lain.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan terhadap bidang kajian

matematika dalam kehidupan manusia, mau tidak mau harus menuntut adanya

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

16

perubahan dalam sistem pendidikan agar mampu mempersiapkan siswa yang

kelak akan memiliki kemampuan matematik untuk menopang kehidupan mereka

(Lidinillah, 2009b).

Tuntutan zaman terhadap berkembangnya kehidupan manusia harus

dibarengi dengan kemampuan berpikir matematis yang kritis serta kreatif, dengan

begitu siswa yang akan menjadi penerus bangsa yang mampu menopang hidupnya

dengan kemampuan matematik yang kokoh dan akan menjadi bekal di masa

sekarang dan masa yang akan datang. Dalam hal ini guru harus mampu mencetak

siswa unggul yang memiliki kemampuan berpikir marematis yang kritis dan

kreatif dengan melakukan pembelajaran matematika yang disesuaikan dengan

karakteristik siswa.

Maka dari itu guru harus mengetahi pembelajaran di kelas pada saat ini.

Untuk memahami bagaimana pembelajaran matematika yang terjadi di kelas,

Lidinillah (2009b) mengatakan bahwa diperlukan kerangka berpikir yang nantinya

akan memberikan landasan pemahaman tentang pembelajaran matematika,

kerangka berpikir ini juga akan memberikan pemahaman tentang bagaimana

paradigma pemebelajaran matematika di sekolah dan juga bagaimana paradigma

yang telah terjadi.

Untuk melihat profil pembelajaran matematika serta perubahan yang

terjadi pada pradigma pembelajarannya, menurut Cockcroft (dalam Lidinillah,

2009b) paling tidak dapat dilihat dari 3 dimensi yang dapat dijadikan acuan, yaitu:

„(1) matematika, sebagai bahan yang dipelajari, (2) metode, sebagai cara dan

strategi penyampaian bahan matematika, serta (3) siswa, sebagai subjek yang

mempelajari bahan matematika‟.

Dimensi matematika sebagai bahan pembelajaran merentang dari sajian

konkret sampai abstrak. Dalam hal ini, guru perlu menyajikan matematika yang

relevan dengan tahapan atau jenjang kemampuan berpikir siswa. Misalnya,

pembelajaran matematika akan lebih konkret di tingkat SD dibandingkan dengan

SMP maupun SMA. Dalam pembelajaran di SD guru harus menjembatani siswa

yang masih berpikir konkret atau semi konkret kepada matematika yang semi

abstrak atau abstrak. Pada hakikatnya, matematika adalah ilmu yang objek yang

abstrak tetapi matematika tidak bisa dilepaskan dari cara berpikir manusia itu

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

17

sendiri. Sehingga bagi siswa SD diperlukan representasi matematis dan bahan ajar

matematika yang sesuai dengan tingkat berpikir mereka.

4. Tujuan Matapelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BNSP, 2006a),

matapelajaran matematika bertjuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai

berikut ini.

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara

luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generelasisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.

Selanjutnya tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar yang

dikemukakan DEPDIKNAS (Utomo, 2010) yaitu sebagai berikut.

a. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan,

misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,

menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.

b. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi,

dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil,

rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.

c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,

catatan, grafik, peta, diagram.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran

matematika tidak hanya sekedar untuk dapat menyelesaikan suatu soal melalui

berbagai operasi hitung, tetapi salahsatu tujuan dari pembelajaran matematika

adalah siswa dapat memiliki kemampuan berpikir kreatif yang melibatkan

imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen,

orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba. Dari

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

18

tujuan tersebut dapat diketahui bahwa betapa pentingnya siswa memiliki

kemampuan berpikir kreatif matematis. Mengingat hal tersebut dalam suatu

proses pembelajaran matematika guru seharusnya dapat mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif dalam diri siswa, guru harus merancang proses

pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan tersebut.

5. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Bidang kajian matapelajaran matematika di SD meliputi tiga bidang, yaitu

bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data. Berikut adalah ketiga

aspek bidang kajian matapelajaran matematika menurut Adjie & Maulana (2006).

a. Bilangan

Bidang kajian bilangan di sekolah dasar diantaranya adalah melakukan dan

menggunkan sifat-sifat operasi hitung dalam pemecahan masalah dan menaksir

operasi hitung.

b. Geometri dan Pengukuran

Bidang kajian geometri dan pengukuran di sekolah dasar diantaranya adalah

mengidentifikasi bangun datar dan bangun ruang yang memenuhi sifat, unsur,

atau kesebangunannya, melakukan operasi hitung yang melibatkan keliling, luas,

volume, dan satuan pengukuran, menaksir ukuran dari benda atau bangun

geometri, menentukan dan menggambarkan letak titik atau benda dalam sistem

koordinat.

Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya

terhadap suatu standar atau satuan pengukuran. Sementara geometri adalah

salahsatu cabang matematika yang mempelajari tentang titik, garis, bidang, dan

benda-benda ruang beserta sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya, dan hubungannya

antara yang satu dengan yang lainnya.

c. Pengolahan Data

Bidang kajian pengolahan data di sekolah dasar diantaranya adalah

mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data.

Dari ketiga aspek di atas, penelitian ini akan dilakukan pada aspek

geometri dan pengukuran. Karena menurut teori Van Hiele unsur-unsur yang ada

pada geometri dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Adapun

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

19

aspek yang diambil dari geometri dan pengukuran ini dilakukan dalam upaya

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD kelas V. Dari

aspek geometri dan pengukuran ini, penelitian akan dilakukan pada kompetensi

dasar “4.1 Menghitung volume kubus dan balok dan 4.2 Menyelesaikan masalah

yang berkaitan dengan volume kubus dan balok”.

Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar matapelajaran

matematika pada kelas V SD dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(BNSP, 2006a, hlm. 34).

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang Relevan dengan Luas

Permukaan dan Volume Kubus dan Balok Kelas V

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Geometridan Pengukuran

4. Menghitung volume kubus dan

balok dan menggunakannya

dalam pemecahan masalah.

4.1 Menghitung volume kubus dan

balok.

4.2 Menyelesaikan masalah yang

berkaitan volume kubus dan balok.

Sumber: Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI, BNSP Tahun 2006.

C. Teori Belajar Mengajar Matematika

Terdapat beberapa teori yang mendukung pembelajaran matematika

dengan menggunakan pendekatan investigatif, yaitu sebagai berikut.

1. Teori Belajar Jean Peaget

Teori belajar Jean Piaget disebut Teori Perkembangan Mental Anak atau

Teori Tingkat Perkembangan Berpikir Anak. Menurut Jean Piaget (Maulana,

2008a, hlm. 72) tahapan berpikir dibagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut.

a. Tahap Sensori Motor (dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun)

Secara terperinci, beberapa ciri tahap sensori motor adalah sebagai

berikut menurut Maulana (2008a, hlm. 73).

1) Anak belajar mengembangkan dan menyelaraskan gerak jasmaninya.

2) Anak berpikir/belajar melalui perbuatan dan gerak.

3) Anak belajar mengaitkan simbol benda dengan benda konkretnya,

hanya masih sukar. Misal: mengaitkan penglihatan mentalnya

dengan penglihatan real dari benda yang disembunyikan.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

20

4) Mulai mengotak-atik benda.

Hal tersebut mengndung arti bahwa pada tahapan ini, anak mulai belajar

untuk menyeimbangkan gerak fisiknya. Melalui gerak fisik tersebut anak

berinteraksi dengan lingkungan sampai pada akhirnya anak mampu mengenal

dan selanjutnya mampu mengembangkan konsep suatu hal.

b. Tahap Praoperasi (umur dari sekitar 2 tahun sampai sekitar 7 tahun)

Pada tahap ini anak telah menggunakan bahasa untuk mengungkapkan

gagasannya meskipun dalam mengungkapkannya anak masih bergantung

pada apa yang ada di pikirannya. Selain itu, pada tahap ini anak tidak melihat

bahwa banyaknya objek adalah tetap atau tidak berubah, tanpa

memperhatikan susunan ruang yang ditempati objek tersebut. Misalnya

seorang anak melihat benda cair yang sama banyak tetapi yang satu berada

dalam gelas panjang dan satu lagi berada di cawan datar, dia akan

mengatakan bahwa air di gelas lebih banyak dari pada air di cawan datar.

c. Tahap Operasional Konkret (umur dari sekitar 7 tahun sampai sekitar 12

tahun)

Pada tahap ini anak mengembangkan konsep melalui penggunaan benda-

benda konkret untuk mengetahui hubungan dan berbagai model ide yang

bersifat abstrak. Pada tahap ini pula anak sudah mampu berpikir logis, namun

masih perlu benda-benda konkret untuk menjembatani pemahaman mereka

dalam berpikir logis. Oleh karena itu, siswa harus telibat langsung dalam

proses memanipulasi benda-benda konkret. Dari awal tahap operasi konkret

sampai menjelang tahap operasi formal, terdapat empat tingkat berpikir yang

dilalui oleh anak yaitu berpikir konkret, berpikir semi-konkret, berpikir semi-

abstrak, dan berpikir abstrak.

Pada umumnya siswa sekolah dasar berusia 6-12 tahun. Sehingga dapat

dikatakan bahwa siswa SD berada pada tahap operasi konkret. Tentunya guru

harus berupaya untuk menyajikan pembelajaran matematika yang abstrak

dalam bentuk konkret. Hal tersebut bukanlah suatu hal mudah untuk

dilakukan oleh guru karena matematika dipenuhi oleh unsur yang bersifat

abstrak. Namun tak perlu terlalu dirisaukan karena matematikapun sangat erat

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

21

kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga hal tersebut akan sangat

membantu.

d. Tahap Operasi Formal (umur dari sekitar 12 tahun keatas)

Menurut Piaget, tahap ini merupakan tahap akhir dalam perkembangan

intelektual. Ciri-ciri yang tampak dalam tahap ini antara lain sebagai berikut.

1) Anak sudah mampu berpikir secara abstrak, tidak memerlukan lagi

perantara operasi konkret untuk menyajikan abstraksi mental secara

verbal.

2) Dia dapat mempertimbangkan banyak pandangan sekaligus, dapat

memandang perbuatannya secara objektif dan merefleksikan proses

berpikirnya, serta dapat membedakan antara argumentasi dan fakta.

3) Mulai belajar menyusun hipotesis (perkiraan) sebelum melakukan

suatu perbuatan.

4) Dapat merumuskan dalil/teori, menggeneralisasikan hipotesis, serta

mampu menguji bermacam-macam hipotesis.

Pada tahap ini lebih mengarah pada tipe berpikir siswa. Piaget

menekankan bahwa proses belajar merupakan proses asimilasi dan

akomodasi informasi. Asimilasi merupakan suatu proses dimana siswa

mencoba mengaitkan pengalaman baru dengan pengalaman yang sudah ada

sedangkan akomodasi adalah proses perubahan pikiran sebagai hasil dari

adanya informasi serta pengalaman baru. Berdasarkan teori di atas,

pembelajaran bukan merupakan proses pentrasferan pengetahuan melainkan

proses pengkonstrusian pengetahuan siswa secara aktif. Sesuai dengan

karakteristik pada pendekatan investigatif yaitu finding pattern. Dimana

dalam hal ini siswa diajak menemukan sebuah pola, bukan hanya sekedar

transfer ilmu.

2. Teori Belajar Jerome S. Bruner

Teori belajar Bruner menjelaskan bahwa pembelajaran matematika yang

berhasil adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada konsep-konsep dan

struktur-struktur yang terdapat dalam pokok bahasan yang diajarkan (Ruseffendi,

1992). Menurutnya juga guru seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mengalami sendiri apa yang dipelajarinya melalui proses memanipulasi

benda-benda atau alat peraga. Melalui alat peraga, siswa dapat melihat langsung

keteraturan serta pola pada benda yang sedang diperhatikannya. Kemudian

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

22

melalui pengalaman langsung siswa akan dengan mudah menghubungkan

keteraturan yang mereka temukan dengan pengetahuan yang mereka miliki

sehingga memudahkan siswa memahami konsep yang diajarkan.

Menurut Bruner (dalam Maulana, 2008a), ada tiga tahapan yang harus

dilewati siswa dalam proses belajar matematika yaitu sebagai berikut.

a. Tahap enaktif (enactive), siswa terlibat langsung dalam memanipulasi

(mengotak-atik) benda-benda konkret.

b. Tahap ikonik (iconic), siswa sudah mulai menggunakan gambar atau grafik.

Pada tahap ini siswa sudah melakukan aktivitas mental.

c. Tahap simbolik (symbolic), siswa sudah mampu menggunakan simbol yang

bersifat abstrak.

Berdasarkan teori di atas, pembelajaran matematika di sekolah dasar

harus sesuai dengan tahapan yang disebutkan oleh Bruner. Pada tahapan-tahapan

tersebut, siswa dituntut untuk dapat menghubungkan konteks dengan konsep

matematika. Kondisi tersebut sesuai dengan salahsatu karakteristik dari

pendekatan investigatif yaitu self discovery. Dimana siswa dilatih untuk

menemukan sendiri pengetahuan yang baru bagi dirinya. Selain itu pada

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan investigatif didalamnya meliputi

tiga tahapan teori bruner.

3. Teori Belajar Ausubel

David Ausubel adalah seorang tokoh yang mengusung teori ini. Ausebel

adalah tokoh yang membedakan antara belajar menerima dan belajar menemukan.

Seperti pendapat Sagala (2006) bahwa belajar akan lebih terasa bermakna apabila

siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya sebatas

mengetahuinya. Menurut Ausubel (dalam Maulana, 2008a, hlm. 66), „Belajar

bermakna ialah belajar untuk memahami apa yang sudah diperolehnya, kemudian

dikaitkan dan dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajar lebih

dimengerti‟. Pendapat tersebut mengandung arti bahwa belajar harus dipahami,

bukan dipaksa untuk dihafal. Belajar harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-

hari sehingga materi akan selalu ada dalam memori dan tidak mudah lupa.

Sedangkan jika siswa hanya menghafal maka belajar yang telah mereka lakukan

tidak akan membuahkan hasil yang memuaskan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

23

Berdasarkan teori di atas, pembelajaran matematika adalah pembelajaran

yang harus dipahami bukan untuk dihafal. Oleh karena itu, melalui pendekatan

investigatif, siswa diminta menemukan atau mengkontruksi sendiri konsep yang

sedang dipelajari dengan mengaitkan konsep tersebut ke dalam kehidupan sehari-

hari siswa. Selain itu, pengetahuan yang telah diperoleh siswa dapat digunakan

dalam memecahkan persoalan siswa di kehidupan sehari-harinya, sehingga

pembelajaran menjadi lebih bermakna.

4. Teori Belajar Vigotsky

Vigotsky (dalam Muijs dan Reynold, 2008) adalah seorang psikolog asal

Rusia yang mengemukakan pentingnya interaksi dan kerjasama dalam

pembelajaran. Pada saat siswa belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya,

kemudian siswa tersebut mengalami kesulitan, maka guru berperan dalam

membantu siswa mencapai pengetahuan yang lebih tinggi. Menurut Vigotsky

kondisi tersebut dinamakan sebagai zone of proximal development (ZPD).

Pemberian bantuan tersebut dapat melalui scaffolding berupa petunjuk atau

pertanyaan-pertanyaan (Hannah, 2014).

Hal tersebut sejalan dengan Budiningsih (2012) yang mengemukakan

bahwa menurut Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran hendaknya siswa

memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan ZPD atau potensinya

melalui belajar dan berkembang. Sementara guru harus menyediakan berbagai

jenis tingkatan bantuan atau scaffolding sebagai alat untuk memfasilitasi siswa

agar mereka mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Bantuan yang

dimaksud adalah berupa contoh-contoh, pertanyaan yang dapat memancing

kreativitas siswa, atau bimibingan dari guru.

Berdasarkan teori di atas, dapat diketahui bahwa guru harus mampu

membantu siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang memancing. Dengan

demikian hal tersebut mampu membuat siswa menjadi kreatif dalam berpikir.

Selain itu teori ini sesuai dengan komponen pendekatan investigatif yaitu siswa

belajar dengan mengkontruksi pengetahuan mereka.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

24

5. Teori Belajar Van Hiele

Van Hiele adalah seorang bangsawan dari Belanda yang menyeldiki

tentang pembelajaran geometri. Menurutnya unsur-unsur yang ada dalam

geometri dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Menurut

Subarinah (2006) dalam pembelajaran geometri terdapat lima tahapan yang harus

dilalui yaitu tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi,

dan tahap akurasi. Berikut adalah penjelasan mengenai lima tahapan tersebut.

a. Tahap pengenalan, pada tahap ini siswa mulai belajar mengenal bangun

geometri secara keseluruhan tanpa harus memahami sifat-sifatnya. Misalnya

pada bangun kubus, siswa cukup mengenal bahwa kubus memiliki enam sisi

persegi, delapan sudut, dan 12 rusuk.

b. Tahap analisis, pada tahap ini siswa mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki

bangun geometri, tetapi siswa belum memahami bagaimana hubungan sifat

sifat-sifat antar bangun. Misalnya siswa mengetahui sifat persegipanjang

mempunyai dua sisi yang sejajar dan sama panjang. Tetapi siswa tidak harus

tahu bahwa persegipanjang merupakan jajargenjang.

c. Tahap pengurutan, pada tahap ini siswa telah dapat mengenal dan memahami

sifat-sifat bangun geometri serta mampu mengurutkannya. Misalnya siswa

mampu menyatakan bahwa kubus adalah salahsatu bentuk balok, atau persegi

merupakan bentuk istimewa persegipanjang.

d. Tahap deduksi, pada tahap ini siswa mampu membuat kesimpulan umum dan

membawa sifat-sifat tersebut ke hal-hal yang bersifat khusus. Menurut

Maulana (2008a, hlm. 85) “Tahap ini merupakan tahap pengembangan bukti

melalui aksioma dan definisi”.

e. Tahap akurasi, tahap ini merupakan tahap akhir dimana siswa mulai

menyadari pentingnya keakuratan prinsip-prinsip dasar yang melandasi

pembuktian suatu teorema. Tahap ini merupakan tahap berpikir tingkat tinggi

yang rumit dan abstrak dalam matematika. Tahap ini mungkin tidak terjadi di

SD.

D. Pendekatan Investigatif

Dalam pembelajaran matematika, terdapat istilah investigasi matematika.

Investigasi matematika pertama kali diperkenalkan dalam Cockroft Report tahun

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

25

1982 oleh Committee of Inquiry into the Teaching of Mathematics in School di

Inggris. Investigasi matematika ini merupakan bagian aktivitas pembelajaran

matematika. Hal tersebut sesuai dengan laporan yang tertuang dalam Cockroft

Report bahwa pembelajaran matematika dalam setiap jenjang pendidikan harus

meliputi, eksposisi (pemaparan) guru, diskusi, kerja praktek, pemantapan dan

latihan, pemecahan masalah dan kegiatan investigasi (Lidinillah, 2009b). Berikut

adalah penjelasan mengenai pendekatan investigatif.

1. Pengertian Pendekatan Investigatif

Secara bahasa investigasi adalah penyelidikan dengan mencatat atau

merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan, dan sebagainya, dengan tujuan

memperoleh jawaban atas pertanyaan mengenai peristiwa, sifat atau khasiat suatu

zat, dan sebagainya. Investigasi adalah menguji masalah, pernyataan dan lainnya

secara hati-hati, dan secara khusus untuk mecari suatu kebenaran (Lidinillah,

2009b). Dengan kata lain investigasi merupakan suatu kegiatan yang meliputi

pengumpulan data atau fakta, menguji bukti atau data yang ada, membuat dugaan,

menguji dan membuktikan dugaan, dan menghasilkan kesimpulan.

Menurut Height (dalam Safitri, 2013), kegiatan investigasi yaitu kegiatan

yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara

sistematis. Sedangkan menurut Dobson (dalam Safitri, 2013) menyatakan bahwa

investigasi merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi

siswa untuk dapat mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan

dan hasil benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa. Kegiatan belajarnya

diawali dengan pemecahan soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh

guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak

terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksananya mengacu pada

berbagai teori investigasi.

Lidinillah (2009b) mengungkapkan beberapa pendapat mengenai

investigasi matematika berdasarkan sudut pandang masing-masing ahli yaitu

sebagai berikut.

Menurut Bastow, dkk. (1984) investigasi matematika adalah suatu

pendekatan pembelajaran yang dapat mendorong suatu aktivitas percobaan

(experiment), mengumpulkan data, melakukan observasi, mengidentifikasi suatu

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

26

pola, membuat dan menguji kesimpulan/dugaan (conjecture) dan jika dapat pula

sampai membuat suatu generalisasi.

Kemudian menurut Singapore Ministry of Education (2004) yang

dimaksud dengan investigasi matematika adalah sebagai berikut.

Investigasi matematika adalah suatu aktivitas matematika yang divergen.

Investigasi matematika memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bekerja dalam situasi matematika yang terbuka. Dalam kerja investigasi,

siswa menggunakan berbagai heuristik pemecahan masalah dan

keterampilan berpikir untuk memecahkan masalah investigatif dengan

penekanan pada penemuan pola-pola dan hubungan-hubungan.

Selain itu, Safitri (2013) juga mengemukakan bahwa pendekatan

investigatif yaitu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan proses

penyelidikan yang dilakukan siswa, selanjutnya siswa tersebut mengomunikasikan

hasil perolehannya, dan dapat membandingkannya dengan perolehan temannya,

karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa pendekatan

investigatif lebih menekankan kepada aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.

Siswa harus mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan menyelidiki

masalah yang bersifat terbuka secara rinci dan sistematis, sehingga dapat

menemukan pemecahan masalahnya. Dengan demikian, pendekatan investigatif

yaitu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengkontruksi pengetahuan matematika secara mandiri dan menyelidiki suatu

masalah melalui pemecahan masalah sesuai dengan ketertarikan dan kemampuan

berpikir mereka dengan menggunakan langkah-langkah investigatif.

2. Karakeristik Pendekatan Investigatif

Menurut Edmmond & Knight (dalam Lidinillah, 2009b), pendekatan

investigatif matematika memiliki beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut:

„Open ended; finding pattern; self-discovery; reducing the teacher’s role; not

helpful examination; not worthwhile; not doing real math; using one’s own

method; being exposed; limited to the teacher’s experience; not being in control;

divergen‟. Berikut penjabaran dari karakteristik-karakteristik tersebut.

a. Open-ended, pada pendekatan investigatif aktivitas yang dilakukan bersifat

open-ended (terbuka). Contoh penerapan open-ended dalam pembelajaran

yaitu ketika siswa dihadapkan pada suatu permasalahan, siswa diminta untuk

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

27

menemukan cara yang berbeda dalam menjawab permasalahan namun tidak

berorientasi pada hasil. Tujuannya yaitu lebih menekankan pada bagaimana

cara siswa untuk dapat menemukan suatu jawaban, bukan untuk mendapatkan

jawaban. Siswa bisa saja menemukan berbagai cara, tidak hanya satu cara.

Hal tersebut dimaksudkan agar kemampuan berpikir matematis siswa dapat

berkembang secara maksimal dan kreativitas siswa dapat terkomunikasikan

dalam pembelajaran.

b. Finding pattern, yang dimaksud dengan finding pattern adalah kondisi

dimana siswa diajak untuk dapat menemukan sebuah pola. Kegiatan mencari

pola pada awalnya hanya dilakukan secara pasif melalui petunjuk yang

diberikan oleh guru. Selanjutnya, keterampilan itu akan terbentuk sehingga

pada saat siswa menghadapi permasalahan tertentu, siswa akan terangsang

untuk mencari pola atau keteraturannya. Tetapi tanpa dilakukan latihan-

latihan, sulit bagi siswa untuk menyadari bahwa dalam permasalahan yang

dihadapinya terdapat pola yang dapat digunakan.

c. Self-discovery, artinya siswa dilatih untuk menemukan sendiri pengetahuan

yang baru bagi dirinya meskipun hal tersebut tidak terlepas dari bantuan guru.

Pada aspek ini guru hanya sebagai fasilitator, artinya guru tidak membantu

secara penuh.

d. Reducing the teachers role, artinya guru tidak sepenuhnya memberikan

konsep mengenai materi yang dipelajari, tetapi guru hanya memberikan

sedikit informasi tentang bagaimana cara agar siswa mendapatkan konsep

tersebut.

e. Not helpful examination, artinya pembelajaran dengan pendekatan investigatif

lebih berorientasi pada proses siswa dalam menemukan berbagai cara atau

strategi dalam menyelesaikan permasalahan, bukan berorientasi pada hasil.

f. Not worthwhile, pada aspek ini tidak jauh berbeda dengan aspek not helpful

examination, hasil akhir tidak terlalu diutamakan tetapi lebih mengutamakan

proses. Dan pada akhirnya konsep yang dipelajari akan bermakna dan

tertanam dalam diri siswa.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

28

g. Not doing real math, artinya siswa lebih banyak didorong untuk melakukan

kegiatan berpikir matematis (doing mathematics), tidak melakukan aktivitas

matematika secara nyata.

h. Using ones own method, artinya siswa dibiarkan untuk menggunakan cara

atau strategi mereka sendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang

diberikan oleh guru.

i. Being exposed, artinya selain siswa mampu menemukan dan menyelesaikan

permasalahan dengan cara atau strategi mereka sendiri, siswa juga dituntut

untuk mampu mengkomunikasikan jawabannya kepada teman di kelas.

j. Limited to the teachers experience, artinya guru dalam hal ini pengalamannya

terbatas. Hal ini dimaksudkan karena pembelajaran ini berpusat pada siswa

dan siswa yang mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka seperti yang

telah disebutkan sebelumnya bahwa guru hanya sebagai fasilitator sehingga

pengalaman guru dalam pembelajaran terbatas. Namun, kreativitas guru

sangat dipertaruhkan karena guru harus mampu mengarahkan siswa agar

dapat menguasai konsep yang sedang dipelajari.

k. Not being in control, dalam hal ini guru tidak sepenuhnya memegang kendali

atas aktivitas siswa. Artinya, dalam pembelajaran siswa dapat secara aktif

untuk mencari cara dalam pemecahan suatu masalah. Siswa dapat dengan

bebas untuk mengekspresikan atu mengeluarkan ide-idenya tanpa terlalu

berorientasi pada hasil, yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana siswa

mampu memecahkan masalah dengan berbagai cara yang mereka temukan.

l. Divergent, artinya siswa tidak dibatasi dalam melakukan aktivitas saat proses

pembelajaran. Siswa juga tidak terpaku untuk melakukan satu aktivitas untuk

menemukan konsep atau menyelesaikan permasalahan.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan investigatif

matematika berangkat dari suatu permasalahan yang bersifat terbuka (open

ended), yang menuntut aktivitas belajar yang terbuka pula dan lebih berorientasi

pada proses menuju solusi bukan pada hasil, sehingga mendorong siswa untuk

mampu mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan matematika sendiri (self

discovery). Dalam hal ini, peran guru tidak terlalu signifikan dalam aktivitas

pembelajaran. Guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator yang

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

29

memfasilitasi siswa agar dapat melakukan kegiatan investigasi matematika

dengan baik. Dengan demikian diharapkan siswa mampu mengembangkan

pemikirannya bukan hanya pada satu arah (kovergen) melainkan terbuka pada

berbagai arah (divergen) dalam mencari solusi untuk menyelesaikan setiap

persoalan dalam kehidupan.

Sementara Yeo & Yeap (2009) menyatakan bahwa dalam investigatif

tidak selamanya harus menekankan pada permasalahan terbuka namun dapat pula

menggunakan masalah tertutup. Hal tersebut tertera dalam tulisannya yang

berjudul “Solving Mathematical Problems by Investigation”.

Investigatif adalah sebuah proses dan sebuah aktivitas penyelidikan.

Karakteristik dari investigasi matematika disebutkan dalam tulisan Yeo dan Yeap

(2009) terdapat empat proses yaitu spelialisasi (specialising),

dugaan/mengkonjektur (conjecturing), membenarkan (justifying), dan generalisasi

(generalising).

Selanjutnya Yeo & Yeap (2009) berpendapat bahwa “Investigation as a

process can occur when solving closed mathematical problems and we examine

how investigation can aid teachers and students to solve these problems when

they are stuck by looking at two closed mathematical tasks”. Maksud dari kalimat

tersebut adalah investigatif sebagai suatu proses yang dapat terjadi ketika

memecahakan masalah matematika tertutup dan kita meneliti bagaimana

investigasi dapat membantu para guru dan para siswa untuk menyelesaikan

permasalahan ketika mereka terjebak dalam melihat dan menyelesaikan dua

masalah tertutup.

3. Langkah-Langkah Pendekatan Investigatif

Menurut Bastow, dkk. (dalam Lidinillah, 2009b) langkah-langkah

kegiatan investigatif matematika, yaitu sebagai berikut.

a. Menafsirkan/memahami masalah (interpreting)

b. Eksplorasi secara spontan (exploring spontaneously)

c. Pengajuan pertanyaan (posing question)

d. Eksplorasi secara sistematis (exploring systematically)

e. Mengumpulkan data (gathering and recording data)

f. Memeriksa pola (identifying pattern)

g. Menguji dugaan (testing conjecture)

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

30

h. Melakukan pencarian secara informal (expressing finding

informally)

i. Simbolisasi (symbolising)

j. Membuat generalisasi formal (formalising generalitation)

k. Menjelaskan dan mempertahankan kesimpulan (explaining and

justifying)

l. Mengomunikasikan hasil temuan (communicating finding)

Bastow, dkk. (dalam Lidinillah, 2009b) merinci kegiatan pembelajaran

yang dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan investigatif pada

pelaksanaan yang praktisnya, yaitu sebagai berikut.

a. Preliminary Skirmishing, pada tahapan ini siswa memulai investigasi dengan

cara yang tidak terorganisir. Suatu masalah dapat teridentifitasi dan satu atau

lebih dari tindakan produktif mulai muncul. Siswa harus didorong untuk

melakukan inisiatif mandiri secara individu maupun berkelompok. Siswa

yang satu mengamati gaya dan pendekatan siswa yang lainnya dalam

melakukan tindakan awal. Pertukaran gaya dan pendekatan antar siswa

menghasilkan cara yang lebih tepat.

b. Gestating, pada tahap gestating, perhatian sadar tidak dapat diarahkan dalam

melakukan investigasi. Kemudian ketika siswa telah menyadari kegiatan

investigasi, ide-ide barunya akan bermunculan. Hal ini dapat terjadi dalam

beberapa interval waktu selama investigasi berlangsung.

c. Exploring Systematically, tahap ini dilakukan secara teratur selama proses

pembelajaran. Siswa dapat memperoleh data dan pola.

d. Making Conjecture, pola yang diperoleh dapat digunakan untuk generalisasi

dan dapat diberlakukan untuk setiap kasus yang siswa temukan. Jika benar

atau salahnya generalisasi secara induktif belum bisa ditentukan, maka hal itu

disebut konjektur.

e. Testing Conjecture, langkah ini adalah untuk menguji konsistensi dari

konjektur dalam berbagai kasus dengan data yang tersedia, serta dapat

memprediksi hasil dari kasus yang tidak diujicoba dan kemudian menentukan

data yang relevan. Data dapat mendukung konjektur atau menghasilkan

counter example yang mengindikasikan untuk melakukan revisi atau menolak

konjektur.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

31

f. Explaining or Justifying, ketika satu konjektur telah diuji melalui data yang

ada, siswa harus didorong untuk menjelaskan tentang pembuktian konjektur.

Hal itu bisa dilakukan oleh setiap siswa untuk menyajikan pertimbangan

secara deduktif untuk kepentingan generalisasi.

g. Reorganising, melalui penataan ulang pendekatan penyelesaian, investigasi

bisa lebih sederhana dan dapat lebih sistematik atau lebih umum atau

dikembangkan. Hal ini dapat dihasilkan dari pengembangan pemahaman yang

lebih mendalam tentang apa yang diinvestigasi atau mungkin sejak tahap

gestation. Walaupun penataan ulang mengharuskan usaha lebih, hal itu

biasanya dapat dipertimbangkan untuk hasil yang lebih baik.

h. Elaborating, pengembangan dari aspek lain baik masalah atau cara

penyelesaian dapat terus dilanjutkan. Tahapan ini mungkin muncul selama

tahap 2 sampai 7.

i. Summarizing, pada tahapan in siswa melakukan kesimpulan baik lisan

maupun tulisan tentang apa-apa yang yang dihasilkan pada tahap 3 dan 8 di

atas, dengan mengacu juga kepada tahap 1 dan 2.

Kemudian menurut Bastow, dkk. (dalam Lidinillah, 2009b) dalam

pembelajaran dengan pendekatan investigatif, guru harus memperhatikan

beberapa hal, yaitu sebagai berikut.

a. Purpose of the investigation, guru harus menetapkan terlebih dahulu tentang

tujuan pembelajaran dan tujuan kegiatan investigasi yang akan dilakukan.

b. Teacher Trial, guru perlu mencoba berbagai bahan pembelajaran, skenario

pembelajaran serta rancangan pengelolaan kelas terlebih dahulu.

c. The First Investigation, kegiatan investigasi pertama yang dilakukan yaitu

guru harus bisa merancang permasalahan yang dapat menantang siswa untuk

aktif dan disiplin dalam mengerjakan tugas, melakukan penilaian yang mudah

dan simple bagi siswa, dan mampu mendorong siswa untuk belajar

mengambil keputusan.

d. Durasi dari investigasi, guru harus mempertimbangkan penggunaan waktu

pada setiap fase pembelajaran.

e. Model presentation, guru perlu menentukan model presentasi yang sesuai

dengan kondisi kelas.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

32

f. Provision of materials, guru harus mempersiapkan dan merancang bahan ajar

dan media pembelajaran yang efektif yang dapat memfasilitasi aktivitas

investigasi matematika.

g. Direction to students, guru mengarahkan siswa dalam proses pembelajaran,

seperti diskusi dan cara-cara penyimpulan.

h. Use of class time, guru harus bisa menggunakan waktu seefektif mungkin

dalam setiap tahapan proses pembelajaran di kelas.

i. Provision of hints, guru bisa memberikan petunjuk untuk membantu proses

berpikir siswa, tetapi dilakukan secara tepat.

j. Individual and group activity, guru harus mengatur kegiatan siswa baik

secara individu maupun kelompok.

k. Summative discussion of an investigation, guru mendemonstrasikan berbagai

aspek dalam kegiatan investigasi yang mereka hasilkan; menjelaskan strategi

pemecahan masalah yang digunakan dalam investigasi; dan menyajikan

hasilnya secara lisan.

l. Open endedness of investigation, guru mendorong siswa untuk mengajukan

permasalahan baru dari soal yang sama atau mendorong siswa untuk

mengembangkan cara lain dari permasalahan yang sama.

m. Assessment of Investigation, guru harus mempertimbangkan komponen

penilaian seperti: (a) lingkup masalah dan aspek yang diinvestigasi termasuk

inisitaif; (b) kedalaman masalah dan aspek yang diinvestigasi; (c) kualitas

penggunaan proses termasuk kegiatan diskusi; (d) konten matematika dan

kualitas penggunaannya; (e) kualitas dari kesimpulan.

4. Fase-fase yang Harus Ditempuh dalam Pendekatan Investigatif

Adapun fase-fase yang harus ditempuh dalam pendekatan investigatif

menurut Setiawan (2006), yaitu sebagai berikut.

a. Fase Membaca, Menerjemahkan dan Memahami Masalah

Pada fase ini siswa harus memahami permasalahannya dengan jelas. Untuk

mempermudah siswa dalam menyelesaikan permasalahan maka harus dibuat

rencana apa yang harus dikerjakan, mengartikan persoalan menurut bahasa

mereka sendiri dengan jalan berdiskusi dalam kelompoknya, yang kemudian hasil

diskusi kelompoknya akan didiskusikan dengan kelompok lain. Jadi pada fase ini

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

33

siswa memperlihatkan kecakapannya dalam memulai pemecahan suatu masalah,

yaitu dengan menginterpretasikan soal berdasarkan pengertiannya dan membuat

suatu kesimpulan tentang apa yang harus dikerjakannya.

b. Fase Pemecahan Masalah

Pada fase ini siswa menjadi bingung apa yang harus dikerjakan pertama kali,

dengan demikian peran guru akan sangat diperlukan, misalnya memberikan saran

untuk memulai memecahkan masalah dengan suatu cara. Hal tersebut

dimaksudkan untuk memberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa,

sehingga mereka terangsang untuk mencoba mencari cara-cara yang mungkin

untuk digunakan dalam pemecahan soal tersebut, misalnya dengan membuat

gambar, mengamati pola atau membuat catatan-catatan penting. Pada fase yang

sangat menentukan ini siswa diharuskan membuat konjektur dari jawaban yang

didapatnya, serta mencek kebenarannya, yang secara terperinci siswa diharapkan

melakukan hal-hal sebagai berikut.

1) Mendiskusikan dan memilih cara atau strategi untuk menangani dan

memecahkan permasalahan.

2) Menggunakan berbagai macam strategi yang mungkin akan membantu

dalam pemecahan masalah.

3) Mencoba ide-ide yang mereka dapatkan pada fase memahami masalah.

4) Memilih cara-cara yang sistematis.

5) Mencatat hal-hal penting.

6) Bekerja secara bebas atau bekerja bersama-sama (atau kedua-duanya).

7) Bertanya kepada guru untuk mendapatkan gambaran strategi untuk

penyelesaian masalah.

8) Membuat konjektur atau kesimpulan sementara.

9) Mengecek (memeriksa) konjektur yang didapat sehingga yakin akan

kebenarannya.

c. Fase Menjawab dan Mengomunikasikan Jawaban

Setelah siswa mampu memecahkan masalah, siswa harus diberikan

pengertian untuk mengecek kembali hasil yang telah diperolehnya. Jawaban yang

diperoleh itu apakah sudah cukup komunikatif dan dapat dipahami oleh orang

lain, baik tulisan, gambar ataupun penjelasannya. Pada fase ini siswa dapat

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

34

terdorong untuk melihat dan memperhatikan apakah hasil yang dicapainya pada

masalah ini dapat digunakan pada masalah lain. Jadi pada intinya fase ini siswa

diharapkan berhasil mengecek hasil yang diperolehnya, mengevaluasi

pekerjaannya, mencatat dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh dengan

berbagai cara mentransfer keterampilannya untuk diterapkan pada persoalan yang

lebih kompleks.

5. Kelebihan Pendekatan Investigatif

Safitri (2013) mengemukakan kelebihan pendekatan investigatif dari tiga

sudut pandang, yaitu sebagai berikut.

a. Kelebihan Secara Pribadi

1) Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas.

2) Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif dan aktif.

3) Rasa percaya diri dapat lebih meningkat.

4) Dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah.

5) Mengembangkan antusiasme dan rasa tertarik pada matematika.

b. Kelebihan Secara Sosial

1) Meningkatkan belajar bekerja sama.

2) Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun dengan guru.

3) Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis.

4) Belajar menghargai pendapat orang lain.

5) Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.

c. Kelebihan Secara Akademis

1) Siswa terlatih untuk mempertanggungjawabkan yang diberikan.

2) Bekerja secara sistematis.

3) Mengembangkan dan melatih keterampilan matematika dalam berbagai

bidang.

4) Merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya.

5) Mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat.

6) Selalu berfikir tentang cara atau strategi yang digunakan sehingga

didapat sesuatu kesimpulan yang berlaku umum.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

35

E. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Berpikir merupakan suatu hal yang terjadi di dalam otak kita. Dalam

kehidupan yang dijalani oleh manusia pasti tidak akan terlepas dari berpikir. Cara

berpikir dapat menentukkan kualitas hidup seseorang. Menurut Maulana (2008b)

berpikir merupakan suatu aktivitas mental yang digunakan untuk pemecahan atau

penyelesaian suatu permasalahan, membuat keputusan atau mencari suatu

pemahaman mengenai suatu hal.

Berpikir kreatif adalah salahsatu kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Berpikir kreatif identik dengan menciptakan sesuatu hal yang baru. Menurut Fauzi

(dalam Supardi, tanpa tahun) berpikir kreatif yaitu berpikir untuk menentukan

hubungan-hubungan baru antara berbagai hal, menemukan pemecahan baru dari

suatu soal, menemukan sistem baru, menemukan bentuk artistik baru, dan

sebagainya. Sejalan dengan pendapat Fauzi, Evans (dalam Sabandar, 2012)

menyatakan bahwa berpikir kreatif nampak dalam bentuk kemampuan untuk

menemukan hubungan-hubungan yang baru, serta memandang sesuatu dari sudut

pandang yang berbeda dari yang biasa.

Sementara menurut Hudgins et al. (dalam Maulana, 2011, hlm. 44),

„Berpikir kreatif adalah suatu proses yang produktif dalam arti bahwa berpikir

kreatif menghasilkan suatu ide atau produk baru‟. Pendapat tersebut mengandung

arti bahwa menciptakan sesuatu yang baru yang dimaksud dalam berpikir kreatif

tidak harus benar-benar baru dalam menciptakan sesuatu ide atau produk. Akan

tetapi, bisa juga menggunakan sesuatu yang telah ada kemudian digabungkan atau

dikombinasikan untuk membentuk sesuatu yang baru.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Malaka (dalam Supardi, tanpa

tahun) mengemukakan bahwa, „Jangan berpikir bahwa kreatif itu hanya membuat

hal-hal yang baru. Justru salah, karena manusia tidak pernah membuat hal yang

baru. Manusia hanya bisa menemukan apa yang belum ditemukan oleh orang lain,

manusia hanya bisa mengubah atau menggabungkan hal-hal yang sudah ada,

sekali lagi bukan menciptakan hal yang baru‟.

Munandar (1992) mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif sebagai

kemampuan untuk membuat suatu kombinasi baru berdasarkan informasi yang

ada dan menemukan banyak kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

36

menekankan pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Dalam hal

ini, berpikir kreatif memiliki kaitan yang erat dengan berpikir divergen.

Ciri orang yang memiliki kreativitas adalah mampu membuat sesuatu

baik itu dalam bentuk, ide, langkah, atau produk. Kemudian ide atau cara baru

yang dihasilkan dari berpikir kreatif itu haruslah berguna. Kreativitas dimaknai

sebagai sebuah proses. Proses mengelola informasi, melakukan sesuatu, dan

membuat sesuatu (Sudarma, 2013).

Sejalan dengan hal tersebut, Maulana (2008b, hlm. 12) berpendapat

sebagai berikut,

Kreativitas yang dimiliki seseorang merupakan kemampuan untuk

mengungkapkan hubungan-hubungan baru, melihat suatu masalah dari

sudut pandang yang baru serta membentuk kombinasi baru dari beberapa

konsep yang sudah dikuasai sebelumnya bersifat praktis, serta

memunculkan solusi yang tidak biasa tetapi berguna.

Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

berpikir kreatif adalah suatu kemampuan untuk menghasilkan ide-ide atau cara

baru yang bermanfaat dengan melihat segala suatunya dari berbagai sudut

pandang.

Selanjutnya adalah berkenaan dengan kemampuan berpikir kreatif

matematis. Menurut Balka (dalam Maulana, 2011) kemampuan berpikir kreatif

matematis meliputi kemampuan berpikir konvergen dan divergen. Kemampuan

berpikir konvergen yaitu kemampuan menyelesaikan suatu persoalan dengan

menggunakan satu jawaban, sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan

berpikir divergen yaitu kemampuan menyelesaikan persoalan dengan berbagai

cara. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa berpikir kreatif sangat erat

kaitannya dengan berpikir divergen.

Sementara menurut Haylock (dalam Hannah, 2014) kemampuan berpikir

kreatif matematis dapat dikenali melalui dua hal yaitu dengan memperhatikan

jawaban siswa sebagai hasil berpikir dan produk yang dihasilkan dari berpikir

kreatif.

Ciri-ciri orang yang bepikir kreatif matematis menurut Munandar (1992)

adalah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, tertarik terhadap tugas-tugas yang

menantang, berani mengambil resiko, tidak mudah putus asa, menghargai

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

37

keindahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru,

menghargai diri sendiri dan orang lain.

Ciri-ciri tersebut tidak akan mungkin muncul dengan sendirinya tanpa

adanya rangsangan yang berarti. Maka dari itu harus diberikan rangsangan dari

luar supaya ciri-ciri tersebut dapat muncul pada diri seseorang. Hal tersebut

sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Munandar (1992) bahwa setiap orang

sebenarnya mempunyai bakat kreatif, namun jika tidak dipupuk kreativitas itu

tidak akan berkembang bahkan mungkin akan menjadi bakat terpendam. Oleh

karena itu, guru harus mampu menciptakan suatu pembelajaran matematika yang

kreatif.

Ada beberapa idikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang harus

ditempuh guru untuk menciptakan suatu pembelajaran matematika yang kreatif.

Menurut Maulana (2011) kemampuan berpikir kreatif matematis meliputi lima

indikator yaitu kepekaan (sesitivity), kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility),

keterperincian (elaboration), dan keaslian (originality).

Berikut dijabarkan indikator yang termasuk ke dalam kemampuan berpikir

kreatif matematis.

a. Kepekaan (sesitivity)

Siswa harus memiliki aspek kepekaan ini karena berpikir kreatif merupakan

suatu kemampuan berpikir yang berawal dari adanya kepekaan terhadap kondisi

yang sedang dihadapi, misalnya dalam sebuah situasi terdeteksi adanya masalah

yang ingin atau harus diselesaikan. Menurut Maulana (2011) kepekaan dapat

diartikan sebagai kemampuan siswa menangkap dan menemukan adanya masalah

sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.

b. Kelancaran (Fluency)

Mauluna (2011) mengungkapkan bahwa kelancaran adalah kemampuan

menyelesaikan masalah dan mampu memberikan banyak jawaban terhadap

masalah, atau memberikan beragam contoh pernyataan yang berkaitan dengan

suatu konsep matematis tertentu. Dalam hal ini siswa harus memiliki kemampuan

menyelesaikan masalah dengan berbagai cara. Dalam kondisi serumit apapun

siswa harus mampu merencanakan dan menggunakan berbagai strategi untuk

penyelesaian yang dihadapi.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

38

Adapun menurut Munandar (1992, hlm. 88) berpikir lancar dapat dijabarkan

sebagai berikut.

Tabel 2.2

Indikator Berpikir Lancar (Fluency)

Definisi Perilaku Siswa

1) mencetuskan banyak

gagasan, jawaban,

penyelesaian masalah, atau

pertanyaan.

2) memberikan banyak cara

atau saran untuk

melakukan berbagai hal.

3) selalu memikirkan lebih

dari satu jawaban.

1) Mengajukan banyak pertanyaan.

2) Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada

pertanyaan.

3) Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu

masalah.

4) Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya.

5) Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih

banyak daripada anak-anak lain.

6) Dapat dengan cepat melihat kesalahan atau

kekurangan pada suatu objek atau situasi. Sumber : Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Penuntun bagi Guru dan

Orang tua

c. Keluwesan (flexibility)

Kemampuan berpikir keluwesan menurut Maulana (2011) adalah kemampuan

yang dapat menghasilkan berbagai alternatif jawaban atau cara yang berbeda dan

memberikan contoh pernyataan yang beragam mengenai suatu konsep matematis.

Keluwesan dapat dipandang juga sebagai suatu aspek yang dapat

menunjukkan kekayaan ide atau alternatif dalam membangun gagasan yang

menuju pada solusi yang diharapkan. Kadang dalam penyelesaian masalah

menggunakan solusi yang singkat tetapi juga dapat menggunakan cara

penyelesaian yang formal.

Adapun menurut Munandar (1992, hlm. 88-89) berpikir luwes dijabarkan

pada Tabel 2.3.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

39

Tabel 2.3

Indikator Berpikir Luwes (flexibility)

Definisi Perilaku Siswa

1) Menghasilkan gagasan,

jawaban, atau pertanyaan yang

bervariasi.

2) Dapat melihat suatu masalah

dari sudut pandang yang

berbeda.

3) Mencari banyak alternatif atau

arah yang berbeda-beda.

4) Mampu mengubah cara

pendekatan atau pemikiran.

1) Memberikan aneka ragam penggunaan yang tak

lazim terhadap suatu objek.

2) Memberikan bermacam-macam penafsiran

terhadap suatu gambar, cerita, masalah.

3) Menerapkan suatu konsep atau asas dengan

cara yang berbeda-beda.

4) Memberikan pertimbangan-pertimbangan

terhadap situasi yang berbeda dari yang

diberikan orang lain.

5) Dalam membahas atau mendiskusikan suatu

situasi selalu mempunyai posisi yang

bertentangan dengan mayoritas kelompok.

6) Jika diberi masalah, biasanya memikirkan

macam-macam cara yang berbeda untuk

menyelesaikannya.

7) Menggolongkan hal-hal menurut pembagian

(kategori) yang berbeda-beda.

8) Mampu mengubah arah berpikir secara

spontan.

Sumber : Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Penuntun bagi Guru dan

Orang tua

d. Keterperincian (Elaboration)

Keterperincian adalah kemampuan memberikan jawaban atau penjelasan

secara rinci dan runtut mengenai suatu situasi matematis dengan menggunakan

konsep, representasi, istilah atau simbol matematis yang sesuai (Maulana, 2011).

Selain itu, keterperincian juga merupakan kemampuan mengembangkan suatu

gagasan matematis sehingga menjadi lebih menarik. Hal ini perlu dilaksanakan

agar siswa tidak kehilangan momentum dalam suasana belajar, terutama sebelum

siswa sempat lupa akan ide-idenya. Penataan yang teratur dan rinci ini membuka

kesempatan pada siswa untuk sewaktu-waktu dapat mengulangi atau membaca

serta mengkaji kembali apa yang telah dihasilkan.

Munandar (1992, hlm. 90), menjabarkan kemampuan keterperincian sebagai

berikut.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

40

Tabel 2.4

Indikator Berpikir Keterperincian (Elaboration)

Definisi Perilaku Siswa

1) Mampu memperkaya dan

mengembangkan suatu gagasan

atau produk.

2) Menambah atau merinci detail-

detail dari suatu objek, gagasan,

atau situasi sehingga menjadi

lebih menarik.

1) Mencari arti yang lebih mendalam terhadap

jawaban atau pemecahan masalah dengan

melakukan langkah-langka yang terperinci.

2) Mengembangkan atau memperkaya gagasan

orang lain.

3) Mencoba atau menguji detail-detail untuk

melihat arah yang akan ditempuh.

4) Mempunyai rasa keindahan yang kuat,

sehingga tidak puas dengan penampilan yang

kosong atau sederhana.

5) Menambah garis-garis, warna, dan detail-

detail (bagian-bagian) terhadap gambarnya

sendiri atau gambar orang lain.

Sumber : Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Penuntun bagi Guru dan

Orang tua

e. Keaslian (Orisinality)

Ciri utama dari suatu kreativitas adalah keaslian. Kemampuan tersebut

meliputi kemampuan untuk menghasilkan cara baru, unik dan tidak biasa dalam

menyelesaikan suatu masalah matematis. Keaslian atau originalitas juga dapat

dipandang sebagai munculnya gagasan dari diri siswa sendiri tanpa memperoleh

bantuan dari orang lain. Keaslian bisa dibilang sebagai suatu kerelatifan, karena

bagi siswa yang memiliki gagasan baru bagi dirinya belum tantu baru bagi siswa

yang lainnya.

Menurut Munandar (1992, hlm. 89-90), kemampuan berpikir asli ini dapat

dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 2.5

Indikator Berpikir Keaslian (Originality)

Definisi Perilaku Siswa

1) Mampu melahirkan ungkapan yang

baru dan unik.

2) Memikirkan cara yang tidak lazim

untuk mengungkapkan diri.

3) Mampu membuat kombinasi-

kombinasi yang tidak lazim dari

bagian-bagian atau unsur-unsur.

1) Memikirkan masalah-masalah atau

hal-hal yang tidak pernah

terpikirkan oleh orang lain.

2) Mempertanyakan cara-cara yang

lama dan berusaha memikirkan

cara-cara yang baru.

3) Memilih asimetri dalam

menggambar atau membuat desain.

4) Memilih cara berpikir yang lain

dari yang lain.

5) Mencari pendekatan yang baru dari

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

41

Definisi Perilaku Siswa

yang stereotip.

6) Setelah membaca dan

mendengarkan gagasan-gagasan,

bekerja untuk menemukan

penyelesaian baru.

7) Lebih senang mensintesis daripada

menganalisa situasi. Sumber : Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Penuntun bagi Guru dan

Orang tua

Dari kelima indikator yang telah dijelaskan di atas, yang akan digunakan

dalam penelitian ini hanya tiga indikator yaitu kepekaan (sensitivity),

keterperincian (elaboration), dan keaslian (originality). Pemilihan indikator

tersebut didasarkan pada pendapat Sabandar (2012, hlm. 6) yang menyatakan

bahwa,

Berpikir kreatif sesungguhnya adalah suatu kemampuan berpikir yang

berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang sedang dihadapi,

misalnya dalam situasi itu terdeteksi atau teridentifikasi adanya masalah

yang ingin atau harus diselesaikan. Selanjutnya ada unsur originalitas

gagasan yang muncul dalam benak seseorang terkait dengan apa yang

teridentifikasi.

Berdasarkan pendepat tersebut dapat diketahui bahwa indikator yang

terpenting dalam kemampuan berpikir kreatif adalah kepekaan (sensitivity) dan

keaslian (originality). Selanjutnya untuk indikator kelancaran (fluence) dan

keluwesan (fleksibility) tidak diukur dalam penelitian ini. Karena kedua indikator

tersebut dituntut untuk melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang, tidak

terbatas hanya satu sudut pandang. Sementara menurut teori Piaget tahap

perkembangan siswa sekolah dasar hanya melihat suatu hal hanya dari satu sudut

pandang. Namun pada penelitian ini, ditambahkan indikator keterperincian

(elaboration). Hal ini disesuaikan dengan materi dalam penelitian ini yaitu luas

permukaan dan volume dari kubus dan balok yang menuntut adanya penjabaran

atau keterperincian terutama dalam menyelesaikan soal cerita.

F. Materi yang Berkaitan dengan Luas Permukaan dan Volume dari

Kubus dan Balok

Pada penelitian ini materi yang akan diteliti adalah mengenai luas

permukaan dan volume dari kubus dan balok. Materi inidipilih karena materi

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

42

tersebut adalah materi yang cukup sulit bagi anak SD. Hal tersebut terbukti dari

penelitian Soedjadi (dalam Darwis, dkk., 2014) bahwa „Masih banyak siswa yang

menganggap materi geometri sangat sulit dipelajari‟. Sebagian besar siswa tidak

mengetahui mengapa dan untuk apa mereka belajar materi-materi geometri,

karena menurut pandangan siswa semua yang dipelajari terasa jauh dari

kehidupan mereka sehari-hari.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiyawati pada tahun 2011 (dalam

Huda & Kencana, 2013) juga menyimpulkan tentang kesulitan siswa dalam

menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan segitiga dan segiempat yaitu

sebagai berikut.

1. Kesulitan memahami soal, siswa tidak menuliskan atau tidak

lengkap dalam menuliskan informasi yang diketahui dan ditanyakan,

menuliskan sama persis dengan soal yang diberikan sebesar 9,01%.

2. Kesulitan menarik kesimpulan, siswa tidak mampu menuliskan

kesimpulan sesuai pertanyaan soal, siswa salah dalam menuliskan

kesimpulan karena menggunakan hasil perhitungan yang salah, dan

ada yang tidak menuliskan kesimpulan sebesar 27,26%.

Selain itu menurut teori Van Hiele unsur-unsur yang ada dalam geometri

mampu mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, salahsatunya adalah

berpikir kreatif. Sehingga pada penelitian ini terpilihlah materi luas permukaan

dan volume dari kubus dan balok.

1. Kubus

Kubus merupakan salahsatu bangun ruang. Keistimewaan dari kubus

yaitu tersusun dari enam sisi yang ukurannya sama, karena sisi tersebut adalah

persegi. Sejalan dengan pendapat Ismunamto (2011, hlm. 68) bahwa “Kubus

adalah suatu bangun yang dibatasi oleh enam bidang datar yang masing-masing

berbentuk persegi yang sama dan sebangun”. Kubus juga memiliki sisi, rusuk,

titik sudut dan terdiri dari 6 buah sisi, 12 rusuk, dan 8 titik sudut.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

43

Gambar 2.1

Kubus (a) dan jaring-jaring kubus (b)

2. Balok

Menurut Ismunamto, dkk. (2011, hlm. 52), “Balok adalah suatu bangun

yang dibatasi oleh enam bidang datar yang berbentuk persegipanjang”. Artinya

balok memiliki rusuk yang tidak sama panjang seperti pada kubus, dan hal inilah

yang membedakan balok dengan kubus. Rusuk dalam balok, terbagi menjadi tiga

kelompok, yaitu panjang, lebar, dan tinggi.

A B

CD

EF

GH

(a)

(b)

Gambar 2.2

Balok (a) dan jaring-jaring balok (b)

3. Luas Permukaan

Luas permukaan adalah luas daerah suatu bangun ruang atau jumlah luas

seluruh sisi pada permukaan suatu bangun ruang.

a. Luas Permukaan Kubus

Luas permukaan kubus dapat dicari dengan menjumlahkan luas keenam sisi-

sisinya, dengan kata lain yaitu luas 6 buah persegi. Berikut adalah rumus luas

permukaan kubus.

Luas permukaan = 6 x sisi x sisi

= 6 x s x s = 6s²

A B

CD

EF

GH

(a)

(b)

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

44

b. Luas Permukaan Balok

Sama halnya dengan kubus dalam mencari luas permukaan balok pun dengan

menjumlahkan luas semua sisinya yaitu 6 buah sisi berbentuk persegipanjang.

Seperti pada jaring-jaring persegipanjang dapat diketahui bahwa balok terdiri dari

3 pasang persegipanjang yang berbeda ukuran. Sehingga dapat dituliskan rumus

sebagai berikut.

Luas permukaan = 2 x panjang x lebar + 2 x panjang x tinggi + 2 x lebar x tinggi

= 2 + 2 + 2

4. Volume

Volume merupakan penghitungan suatu ukuran yang menyatakan banyak

tepuk atau cairan yang memenuhi rongga bangun ruang tersebut. Pada dasarnya

volume bangun ruang yang memiliki alas dan tutupnya kongruen dapat dihitung

dengan menggunakan rumus yaitu mencari luas alasnya ( ) dan

mengalikannya dengan tingginya (t).

a. Kubus

Berkenaan dengan bangun ruang kubus yang memiliki ukuran sisi-sisi yang

sama dapat diartikan bahwa alas dan tutupnya kongruen maka dapat dikatakan

bahwa panjang, lebar, dan tinggi sama dengan ukuran sisinya. Sehingga rumus

menghitung volume kubus yaitu sebagai berikut.

Volume = panjang x lebar x tinggi

= sisi x sisi x sisi

= s x s x s

= s³

b. Balok

Seperti yang telah diketahui bahwa untuk mencari volume suatu bangun

ruang adalah dengan cara mengalikan luas alas dengan tingginya, maka rumus

volume balok dapat dituliskan sebagai berikut.

Volume = Luas alas x tinggi

= (panjang x lebar) x tinggi

= panjang x lebar x tinggi

=

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

45

5. Hubungan Antarsatuan Volume

Berikut adalah satuan volume dan hubungan antar satuannya. Satuan

volume adalah kubik (misal = cm3).

Gambar 2.3

Tangga satuan volume

Keterangan : km3 = kilometer kubik

hm3 = hektometer kubik

dam3 = dekameter kubik

m3 = meter kubik

dm3 = desimeter kubik

cm3 = sentimeter kubik

mm3 = milimeter kubik

Satuan volume memiliki hubungan antar satuannya. Jika tangga naik

maka dibagi 1000, sedangkan jika turun maka dikalikan 1000. Untuk lebih

jelasnya perhatikan tabel di bawah ini.

Tabel 2.6

Hubungan antar satuan volume

Set

iap t

uru

n 1

tangg

a dik

alik

an

1000

1 km 0,00 000 000 000 000 000 1

Set

iap n

aik 1

tangg

a dib

agi

1000

1 000 hm 0,00 000 000 000 000 1

1 000 000 dam 0,00 000 000 000 1

1 000 000 000 m 0,00 000 000 1

1 000 000 000 000 dm 0,00 000 1

1 000 000 000 000 000 cm 0,00 1

1 000 000 000 000 000 000 Mm 1

Selain hubungan tersebut, terdapat pula hubungan antarsatuan volume

lainnya seperti pada tangga berikut.

km3

hm3

dam3

m3

dm3

cm3

mm3

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

46

k

h

da

D

C

M

Gambar 2.4

Tangga satuan volume

Keterangan : k = kiloliter

h = hektoliter

d = dekaliter

= liter

d = desiliter

c = sentiliter

m = mililiter

Berikut ini adalah hubungan antar satuan volume yang tertera di atas.

Tabel 2.7

Hubungan antar satuan volume

Set

iap t

uru

n 1

tangga

dik

alik

an

10

1 k 0, 0 0 0 0 0 1

Set

iap n

aik

1

tangga

dib

agi

10

1 0 h 0, 0 0 0 0 1

1 0 0 da

0, 0 0 0 1

1 0 0 0 0, 0 0 1

1 0 0 0 0 D

0, 0 1

1 0 0 0 0 0 C 0, 1

1 0 0 0 0 0 0 m 1

Selanjutnya adalah hubungan antarsatuan volume lainnya yang harus

diketahui siswa, dapat dilihat sebagai berikut.

1 = 1 dm3

1 m = 1 cm3

1 m = 1 cc

1 cm3 = 1cc

G. Perbedaan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Investigatif

Berdasarkan beberapa uraian di atas mengenai pembelajaran

konvensional dan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan investigatif

dapat dilihat beberapa perbedaan secara garis besar yaitu sebagai berikut.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

47

1. Pada pendekatan investigatif pembelajaran berpusat pada siswa (student

center) sedangkan pada pembelajaran konvensional pembelajaran berpusat

pada guru (teacher center).

2. Pada pendekatan investigatif siswa dituntut untuk mampu mengkontruksi

pengetahuannya dan menemukan sendiri konsep yang akan diajarkan,

sedangkan pada pembelajaran konvensional siswa hanya menerima materi

atau konsep dari guru.

3. Tujuan akhir dari pembelajaran dengan pendekatan investigatif tidak hanya

dilihat dari hasil akhir pembelajaran tetapi juga menekankan pada proses

pembelajaran, sedangkan untuk pembelajaran konvensional hanya melihat

hasil pembelajaran.

4. Sementara jika dari langkah pembelajarannya dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 2.8

Sintaks Pembelajaran antara Konvensional dan Investigatif

Pembelajaran Konvensional Langkah-langkah Investigasi

1. Langkah pertama

a. Guru menuliskan topik

pembelajaran.

b. Guru menginformasikan

tujuan pembelajaran.

c. Guru menyampaikan materi

prasyarat.

d. Guru memotivasi siswa.

1. Fase membaca, menerjemahkan dan

memahami masalah

a. Siswa menginterpretasikan soal

berdasarkan pengertiannya

b. Siswa membuat suatu

kesimpulan tentang apa yang

harus dikerjakannya.

2. Langkah kedua

a. Guru menyampaikan konsep

tentang materi yang diajarkan

kepada siswa baik secara lisan

atau pun tertulis. Hal tersebut

bertujuan supaya kosep yang

diajarkan dapat dipahami

siswa.

b. Guru memberikan contoh dan

mengajukan pertanyaan.

c. Guru menyimpulkan konsep

yang telah diajarkan.

2. Fase Pemecahan Masalah

a. Mendiskusikan dan memilih

cara atau strategi untuk

menangani dan memecahkan

permasalahan.

b. Menggunakan berbagai

macam strategi yang mungkin

akan membantu dalam

pemecahan masalah.

c. Mencoba ide-ide yang mereka

dapatkan pada fase memahami

msalah.

d. Memilih cara-cara yang

sistematis.

e. Mencatat hal-hal penting.

f. Bekerja secara bebas atau

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

48

Pembelajaran Konvensional Langkah-langkah Investigasi

bekerja bersama-sama (atau

kedua-duanya).

g. Bertanya kepada guru untuk

mendapatkan gambaran

strategi untuk penyelesaian

masalah.

h. Membuat konjektur atau

kesimpulan sementara.

i. Mengecek (memeriksa)

konjektur yang didapat

sehingga yakin akan

kebenarannya.

3. Langkah ketiga

a. Guru meminta siswa untuk

menerapkan konsep yang telah

diajarkan dengan mengerjakan

soal-soal latihan.

3. Fase menjawab dan

mengomunikasikan Jawaban

a. Mencek hasil yang

diperolehnya.

b. Mengevaluasi pekerjaannya.

c. Mencatat dan

menginterpretasikan hasil

yang diperoleh dengan

berbagai cara mentransfer

keterampilannya untuk

diterapkan pada persoalan

yang lebih kompleks.

H. Pembelajaran Luas Permukaan Kubus dan Balok dengan Pendekatan

Investigatif

Pembelajaran luas permukaan dengan menggunakan pendekatan

investigatif lebih menekankan pada penemuan sendiri konsep mengenai rumus

luas permukaan kubus dan balok dengan cara penyelidikan yang dilakukan oleh

siswa. Pembelajaran ini dilakukan dengan langkah-langkah pembelajaran dengan

pendekatan investigatif. Berikut adalah garis besar pembelajaran mengenai luas

permukaan kubus dan balok dengan menggunakan pendekatan investigatif.

1. Guru membagi siswa ke dalam 8 kelompok, masing-masing kelompok terdiri

dari 5 orang.

2. Guru menyampaikan pengaturan pengerjaan LKS.

3. Siswa mulai melakukan kegiatan investigatif secara berkelompok dengan

bimbingan dari guru.

a. Fase membaca/memahami masalah

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

49

1) Siswa mulai membaca petunjuk pengerjaan LKS.

2) Siswa bersama kelompoknya menyimpulkan apa yang akan

dikerjakan pada saat diskusi kelompok.

b. Fase pemecahan masalah

1) Siswa bersama kelompok mendiskusikan dan memilih cara/strategi

untuk menangani permasalahan yang ada dalam LKS.

2) Perwakilan dari masing-masing kelompok mengambil media

berupa kubus dan balok serta penggaris dan gunting dari tempat

yang telah disediakan.

3) Siswa mulai membandingkan luas yang satu dengan luas yang

lainnya.

4) Siswa menyelidiki luas dari berbagai bangun datar bangunan.

5) Siswa menggambar jaring-jaring dari bangun ruang yang telah

mereka gunting.

6) Siswa mencatat hal-hal yang penting yang mereka dapatkan pada

proses penyelidikan.

7) Siswa bertanya kepada guru jika ada hal-hal yang tidak dimengerti

oleh siswa.

8) Siswa membuat konjektur atau kesimpulan sementara atas

penyelidikan yang dilakukan.

9) Siswa mengecek konjektur yang didapat sehingga siswa yakin akan

kebenarannya.

c. Fase menjawab dan mengkomunikasikan masalah

1) Menginterpretasikan hasil yang diperoleh dengan berbagai cara.

2) Mengkomunikasikannya kepada teman-teman sekelas tentang apa

yang telah diperoleh.

I. Pembelajaran Volume Kubus dan Balok dengan Pendekatan Investigatif

Pembelajaran volume dengan menggunakan pendekatan investigatif lebih

menekankan pada penemuan sendiri konsep mengenai rumus luas permukaan

kubus dan balok dengan cara penyelidikan yang dilakukan oleh siswa.

Pembelajaran ini dilakukan dengan langkah-langkah pembelajaran dengan

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

50

pendekatan investigatif. Berikut adalah garis besar pembelajaran mengenai

volume kubus dan balok dengan menggunakan pendekatan investigatif.

1. Guru membagi siswa ke dalam 8 kelompok, masing-masing kelompok terdiri

dari 5 orang.

2. Guru menyampaikan pengaturan pengerjaan LKS.

3. Siswa mulai melakukan kegiatan investigatif secara berkelompok dengan

bimbingan dari guru.

a. Fase membaca/memahami masalah

1) Siswa mulai membaca petunjuk pengerjaan LKS.

2) Siswa bersama kelompoknya menyimpulkan apa yang akan

dikerjakan pada saat diskusi kelompok.

b. Fase pemecahan masalah

1) Siswa bersama kelompok mendiskusikan dan memilih cara/strategi

untuk menangani permasalahan yang ada dalam LKS.

2) Perwakilan dari masing-masing kelompok mengambil media berupa

kubus dan balok yang telah disediakan.

3) Siswa mulai melakukan langkah-langkah yang ada dalam LKS.

4) Siswa memasukkan kubus-kubus satuan pada bangun yang

berbentuk kubus dan balok hingga penuh.

5) Siswa mencatat hal-hal yang penting yang mereka dapatkan pada

proses penyelidikan.

6) Siswa bertanya kepada guru jika ada hal-hal yang tidak dimengerti

oleh siswa.

7) Siswa membuat konjektur atau kesimpulan sementara atas

penyelidikan yang dilakukan.

8) Siswa mengecek konjektur yang didapat sehingga siswa yakin akan

kebenarannya.

c. Fase menjawab dan mengkomunikasikan masalah

1) Menginterpretasikan hasil yang diperoleh dengan berbagai cara.

2) Mengkomunikasikannya kepada teman-teman sekelas tentang apa

yang telah diperoleh.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

51

J. Pembelajaran Menyelesaikan Masalah yang Berkaitan dengan Luas

Permukaan dan Volume Kubus dan Balok dengan Pendekatan

Investigatif

1. Guru membagi siswa ke dalam 8 kelompok, masing-masing kelompok terdiri

dari 5 orang.

2. Guru menyampaikan pengaturan pengerjaan LKS.

3. Siswa mulai melakukan kegiatan investigatif secara berkelompok dengan

bimbingan dari guru.

a. Fase membaca/memahami masalah

1) Siswa mulai membaca petunjuk pengerjaan LKS.

2) Siswa bersama kelompoknya menyimpulkan apa yang akan

dikerjakan pada saat diskusi kelompok.

b. Fase pemecahan masalah

1) Siswa bersama kelompok mendiskusikan dan memilih cara/strategi

untuk menangani permasalahan yang ada dalam LKS.

2) Siswa diminta mengambil 1 buah kubus dan 1 buah balok.

3) Siswa yang lain menyiapkan gunting dan alat-alat lainnya.

4) Siswa mulai mengikuti langkah-langkah yang ditunjukkan dalam

LKS.

5) Sengerjakan persoalan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

6) Siswa bertanya pada guru jika dalam pemecahan masalah terdapat

hal yang kurang dipahami.

7) Siswa membuat konjektur atau kesimpulan sementara atas

penyelidikan yang dilakukan.

8) Siswa mengecek konjektur yang didapat sehingga siswa yakin akan

kebenarannya.

c. Fase menjawab dan mengkomunikasikan masalah

1) Menginterpretasikan hasil yang diperoleh dengan berbagai cara.

2) Mengkomunikasikannya kepada teman-teman sekelas tentang apa

yang telah diperoleh.

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

52

K. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Yulia (2012) dengan judul “Implementasi

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigatif dalam Meningkatkan

Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP” hasil dari penelitian tersebut

adalah tercapainya peningkatan kemampuan penalaran yang ditunjukkan dengan

hasil posttest, kelompok tinggi mencapai nilai rata-rata tertinggi yaitu 85,24.

Kedua tertinggi adalah kelompok sedang yang mencapai rata-rata 67,2.

Sedangkan yang terakhir adalah kelompok rendah yang mencapai nilai rata-rata

45,38. Selain itu, seluruh siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran

yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan investigatif.

Badriyah (2014) telah melakukan sebuah penelitian yang berjudul

“Pengaruh Pendekatan Investigatif terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik

Siswa Sekolah Dasar pada Materi Sifat-Sifat Bangun Datar dan Simetri” dengan

hasil penelitian yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa SD yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

investigatif lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan siswa SD yang

mengikuti pembelajaran secara konvensional. Hal tersebut sesuai dengan hasil

perhitungan perbedaan rata-rata gain normal, didapat nilai P-value (Sig.1-tailed) =

0,012. Karena P-value (Sig.1-tailed) nilainya lebih kecil dari nilai α, maka

ditolak atau diterima. Selain itu berdasarkan angket yang dibagikan, siswa

memberi respon positif terhadap pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat

bangun datar dan simetri dengan menggunakan pendekatan investigatif.

Hannah (2014) melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh

Pendekatan Kontekstual Mind Map terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa Sekolah Dasar”. Dari hasil penelitian tersebut disebutkan

bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual mind map

terbukti berhasil meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

secara signifikan pada materi pecahan. Kondisi tersebut terlihat dari hasil

perhitungan uji beda rata-rata pretes dan postes di kelas eksperimen dengan

menggunakan uji Wilcoxon dengan taraf signifikansi 5% (∝ =0,05) yang

menunjukkan P-value (Sig. 1-tailed) 0,000 yang berarti kurang dari ∝= 0,05.

Artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Hal tersebut juga didukung dengan adanya

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaranrepository.upi.edu/19630/4/s_pgsd_kelas_1103684_chapter2.pdfsiswa dengan lingkungan tempat dimana ia belajar. Proses ... menghasilkan

53

aktivitas siswa aktif selama pembelajaran dan kinerja guru yang baik dalam

pelaksanaanya, dengan mengoptimalkan komponen-komponen pembelajaran

kontekstual. Selain itu, respon siswa yang positif terhadap pembelajaran dapat

mendukung peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis.

Kukuh, Setiani, dan Fakhrudin (2014) menulis sebuah jurnal penelitian

berjudul “Implementasi Pendekatan Investigasi dengan Strategi Pembelajaran

Kooperatif Tipe Stad terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

SMA”. Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa kemampuan pemecahan

masalah matematik siswa yang memperoleh pendekatan investigatif dengan

strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik secara signifikan

daripada kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional serta peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematik siswa yang memperoleh pendekatan investigasi dengan

strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik secara signifikan

daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional.

L. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kaitan antara rumusan masalah dengan teori yang

dikemukakan maka dapat disusun hipotesis yaitu sebagai berikut.

1. Pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa pada materi luas pemukaan dan volume dari kubus dan

balok secara signifikan.

2. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan investigatif

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada materi

luas pemukaan dan volume dari kubus dan balok secara signifikan.

3. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan investigatif lebih

baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran

konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis.