bab ii kajian pustaka 2.2 landasan teori 2.1.1 … ii.pdf · contoh: pajak pertambahan nilai dan...

26
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang tanpa adanya kotraprestasi atau imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara untuk kemamkmuran rakyat. Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro (Mardiasmo, 2012:7) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dipaksakan dengan tidak adanya kontraprestasi (tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung) dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum Negara. Menurut Waluyo (2011;2) “Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayar menurut peraturan-peraturan, dengan tidak medapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas yang menyelenggaraan pemerintahan”. Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pada Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara

Upload: hatuong

Post on 05-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang tanpa adanya

kotraprestasi atau imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara untuk

kemamkmuran rakyat.

Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro (Mardiasmo, 2012:7) “Pajak

adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dipaksakan

dengan tidak adanya kontraprestasi (tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung) dan

digunakan untuk membayar pengeluaran umum Negara”.

Menurut Waluyo (2011;2) “Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat

dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayar menurut peraturan-peraturan,

dengan tidak medapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas yang

menyelenggaraan pemerintahan”.

Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007

pada Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

Undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakn untuk keperluan

Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pajak memiliki

unsur:

a) Iuran dari rakyat kepada Negara dalam bentuk uang (bukan barang)

b) Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang atau memiliki kekuatan Undang-

Undang dan aturan pelaksanaannya.

c) Tanpa adanya jasa timbal balik atau kontraprestasi secara langsung.

d) Pajak digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-

pengeluaran yang nantinya bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.2 Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:1) ada dua fungsi pajak, yaitu :

1) Fungsi Anggaran (Budgetair)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran Negara itu sendiri. Yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrument

pengumpulan dana guna membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

Ditunjukan dengan masuknya pajak ke dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN).

2) Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur tau melaksanakan kebijakan pemerintah

dalam bidang ekonomi dan social. Yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrument

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

pengatur melalui kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi kehidupan

sosial dan ekonomi masyarakat, conrohnya untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi dan stabilisasi ekonomi.

2.1.3 Tarif Pajak

Terdapat 4 (empat) macam tarif pajak yang berlaku di Indonesia yaitu :

a) Tarif Sebanding/Proporsional

yaitu tarif pajak yang presentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar

pengenaan pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

b) Tarif Tetap/Regresif

yaitu tarif pajak akan selalu tetap sesuai peraturan yang telah ditetapkan

c) Tarif Progresif

yaitu tarif pajak akan semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan

pajak. Contoh Pajak Pengahsilan

d) Tarif Degresif

yaitu kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar

pengenaan pajaknya semakin meningkat.

Tarif Pajak yang berlaku untuk Pajak Penghasilan di Indonesia adalah tarif

progressif sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-undang Pajak

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

Penghasilan. Sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai berlaku tarif pajak

proporsional yaitu 10%.

2.1.4 Pengelompokan Pajak

1) Menurut golongannya:

a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib Pajak

dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:

Pajak Penghasilan.

b) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2) Menurut sifatnya:

a) Pajak Subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:

Pajak Penghasilan.

b) Pajak Obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai

dan Pajak Penjualan Barang Mewah.

3) Menurut lembaga pemungutnya:

a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah,

Pajak Bumi dan Bangunann dan Bea Materai.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah DaeraH dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri

atas:

1) Pajak Provinsi: Pajak Kendaraan Bermotor dan Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor.

2) Pajak Kabupaten/Kota: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Waluto (2010;17) system pemungutan pajak dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Official Assessment System

Sistem ini merupakan system pemungutan Pajak yang memberikan wewenang

kepada Pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak.

Ciri-ciri Official Assessment System adalah sebagai berikut:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus.

b) Utang Pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

c) Wajib Pajak bersifat Pasif.

2. Self assessment System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,

kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

memperhitungan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

3. Withholding System

Sistem ini merupakan system pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang

oleh Wajib Pajak.

2.2 Tinjauan Umum Pajak Pertambahan Nilai

2.2.1 Pengertian PPN

Menurut Mardiasmo (2011:294) Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-undang ini disebut Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai

dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa

Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN

termasuk jenis pajak tidak langsung, yang artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain

(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak

(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar

oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa

Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah

Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

Barang Kena Pajak. Sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang

yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang

Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor

Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak. Mardiasmo (2011:294)

2.2.2 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Karakteristik PPN yang berlaku di Indonesia (Untung Sukardji, 2011:1) adalah

sebagai berikut:

1) Pajak Tidak Langsung

Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan ke pihak lain. Tanggung jawab

pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang

atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada

penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak).

2) Pajak Objektif

Sebagai pajak objektif mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban

pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi

subjektif subjek pajak tidak relevan.

3) PPN Bersifat Multi Stage Levy

Multi Stage Levy mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada setiap

mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena

Pajak. Hal ini berarti PPN dikenakan berulang-ulang pada setiap mutasi BKP

atau JKP.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

4) Perhitungan PPN Terutang untuk Dibayar ke Kas Negara Menggunakan

Indirect Subtraction Method

Indirect Subtraction Method (metode pengurangan secara tidak langsung), yaitu

dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa

atas penyerahan barang atau jasa, dengan PPN yang dibayar kepada penjual atau

pengusaha jasa lain atas perolehan barang atau jasa.

5) PPN Bersifat Non Kumulatif

PPN tidak bersifat kumulatif (non kumulatif) meskipun memiliki karakteristik

Multi Stage Tax karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan Pajak

Masukan. Oleh karena itu, PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok

barang atau jasa.

6) PPN Menganut Tarif Tunggal (Single Rate)

PPN di Indonesia menganut tarif tunggan yang dalam UU PPN 1984 ditetapkan

sebesar 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% untuk penyerahan ekspor.

7) PPN Adalah Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri

Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas

barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik Indonesia.

Apabila barang atau jasa itu akan dikonsumsi di luar negeri, tidak dikenakan

PPN di Indonesia.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

8) PPN yang Diterapkan di Indonesia Adalah PPN Tipe Konsumsi (Consumption

Type VAT)

Dilihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia termasuk tipe

konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk

perolehan barang modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak.

2.2.3 Barang Kena Pajak (BKP)

Pasal 1 angka 2 dan 3 UU PPN 1984 merumuskan sebagai berikut. “Barang Kena

Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat merupa barang

bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak

berdasarkan undang-undang ini.”

Pada dasarnya semua barang dikenai PPN, kecuali barang barang tertentu yang

disebutkan dalam UU PPN, barang yang tidak dikenai PPN sebagaimana disebutkan dalan

Pasal 4A ayat 2 UU PPN 1984 didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai

berikut:

1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari

sumbernya. Diambil langsung dari sumbernya artinya barang tersebut belum

diolah atau belum diproses. Sesuai dengan penjelasan pasal 4A ayat (2) UU PPN

1984 huruf a, yang dimaksud dengan barang hasil pertambangan dan hasil

pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya seperti:

a) Minyak mentah (crude oil);

b) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi

langsung oleh masyarakat;

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

c) Panas bumi;

d) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu

permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit,

granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat,

opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk,

tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras,

yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;

e) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan

f) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak

serta bijih bauksit.

2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam hal ini, diatur dalam penjelasan

pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN 1984. Dalam Undang-Undang PPN ini dirinci

jenis barang kebutuhan pokok dimaksud yang meliputi:

a) Beras;

b) Gabah;

c) Jagung;

d) Sagu;

e) Kedelai;

f) Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;

g) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses

disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain,

dan/atau direbus;

h) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan,

diasinkan, atau dikemas;

i) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun

dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau

dikemas atau tidak dikemas;

j) Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui

proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau

dikemas atau tidak dikemas, dan;

k) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau

disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,

dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat

maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa

boga atau catering; dan

4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi, dan lainnya).

2.2.4 Jasa Kena Pajak (JKP)

Dalam Pasal 1 angka 5 UU PPN 1984 dirumuskan bahwa: “Jasa adalah setiap

kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hokum yang menyebabkan

suatu barang atau fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang

dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan

atas petunjuk dari pemesan.”

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh

Undang-Undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan PPN ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok sebagai berikut:

1) Jasa di bidang pelayanan kesehatan medis, meliputi:

a) Jasa dokter umum,dokter spesialis, dan dokter gigi;

b) Jasa dokter hewan;

c) Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi dan fisioterapi;

d) Jasa kebidanan dan dukun bayi;

e) Jasa paramedis dan perawat;

f) Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan,

dan Sanatorium;

g) Jasa psikolog dan psikiater; dan

h) Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.

2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:

a) Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo;

b) Jasa pemadam kebakaran;

c) Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;

d) Jasa lembaga rehabilitasi;

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

e) Jasa penyedia rumah duka atau jasa pemakaman termasuk krematorium;

f) Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial

3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa pengiriman surat

dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti

perangko tempel.

4) Jasa keuangan meliputi:

a) Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,

sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan

dengan itu;

b) Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada

pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun

dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;

c) Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:

sewa guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu kredit, dan/atau

pembiayaan konsumen;

d) Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah

dan fidusia; dan

e) Jasa penjaminan

5) Jasa Asuransi, yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian,

asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada

pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen

asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.

6) Jasa di bidang keagamaan, meliputi:

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

a) Jasa pelayanan rumah ibadah;

b) Jasa pemberian khotbah atau dakwah;

c) Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan;

d) Jasa lainnya di bidang keagamaan.

7) Jasa di bidang pendidikan,meliputi:

a) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan

pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan

kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan

professional

b) Jasa penyelengaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus

8) Jasa di bidang kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan

oleh pekerja seni nyang telah dikenakan Pajak Tontonan.

9) Jasa di bidang penyiaran meliputi jasa penyiaran radio dan televisi baik yang

dilakukan oleh instansi Pemerintah maupn swasta yang bukan bersifat iklan dan

tidak dibiayai oleh sponsor yang bersetujuan komersial.

10) Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri

yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.

11) Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:

a) Jasa tenaga kerja;

b) Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja

tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut;

c) Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

12) Jasa di bidang perhotelan, meliputi:

a) Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan,

motel losmen, hostel serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan

untuk tamu yang menginap;

b) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel, rumah

penginapan, motel, losmen dan hotel.

13) Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan

secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi

pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemberian Izin

Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak,pembuatan Kartu

Tanda Penduduk.

14) Jasa penyediaan tempat parkir, yaitu jasa penyediaan tempat parkir yang

dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna

tempat parkir dengan dipungut bayaran.

15) Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, yaitu jasa telepon umum

dengan menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh

pemerintah maupun swasta.

16) Jasa penerimaan uang dengan wesel pos.

17) Jasa boga atau catering.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

2.2.5 Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

A. Objek PPN

1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

pengusaha, dengan syarat-syarat berikut:

a) Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP

b) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang tidak

berwujud.

c) Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean, dan

d) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2. Impor BKP

Pemungutan pajak atas impor BKP dilakukan melalui Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan BKP ke dalam Daerah Pabean

dikenakan pajak tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka

kegiatan usaha atau pekerjaannya ataukah tidak.

3. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:

a) Jasa yang diserahkan merupakan JKP;

b) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

c) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

4. Pemanfataan BKP tidak berwujud (hak paten, hak cipta, merk dagang,

waralaba) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean (jasa konsultan asing yang

memberikan jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lain) di dalam

Daerah Pabean.

6. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.

7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan

usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya

digunakan sendiri atau digunakan orang lain.

8. Penyerahan BKP berupa aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula

aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan

yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat

dikreditkan.

B. Subjek PPN

1) Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan

penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikreditkan pajak

berdasarkan Undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk

pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan Pengusaha Kena Pajak apabila

melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran

bruto melebihi Rp. 4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus juta

rupiah) dalam satu tahun.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP

Dalam Pasal 1 ayat (1) PMK Nomor 197/PMK.03/2013 tentang

perubahan atas PMK Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan

Pengusaha Kecil PPN “Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang

selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp

4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).”

Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP,

selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya PKP.

3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud

dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.

4) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya

sendiri dengan persyaratan tertentu. Adapun syarat-syarat yang

dimaksud adalah :

a. Luas bangunan lebih atau sama dengan 20 meter persegi

b. Bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat

usaha

c. Bangunan bersifat permanen

d. Tidak dibangun dalam lingkungan real estate, dan

e. Pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan

atau pekerjaan oleh orang pribadi, yang hasilnya digunakan

sendiri oleh pihak lain

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

2.2.6 Pengertian Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di

Dalam Daerah Pabean

a. Jasa Kena Pajak tersebut diserahkan oleh orang pribadi atau badan yang

bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah;

b. Pemberian Jasa Kena Pajak dapat dilakukan di dalam dan/atau di luar

Daerah Pabean sepanjang kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak tersebut

tidak menyebabkan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau

berkedudukan di luar Daerah Pabean menjadi Subjek Pajak dalam negeri;

c. Kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Daerah

Pabean tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan

d. Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut

dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean.

2.2.7 Pemungut PPN

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau

instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan

melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau

instansi Pemerintah tersebut.

Yang termasuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan menjadi Wajib

Pungut (WAPU) PPN antara lain:

1) Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

2) Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan

kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas

bumi;

3) Badan Usaha Milik Negara. Wajib Pungut PPN melakukan pemungutan

PPN/PPnBM terhadap penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak

oleh rekanan kepada Wajib Pungut tersebut.

Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP

kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara,

Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin, atau Badan Usaha Milik Negara.

Pemungut PPN memiliki kewajiban-kewajiban sebagai konsekuensi penunjukan

sebagai pemungut PPN.

Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain:

1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok wajib Pajak).

2. Wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang

terutang.

2.2.8 Tarif PPN

Penghitungan PPN yang terutang atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar

Daerah Pabean adalah sebagai berikut:

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

a) 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau

seharusnya dibayarkan kepada pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak, jika

dalam jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan tidak termasuk PPN;

b) 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) dikalikan dengan jumlah yang

dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang memanfaatkan Jasa

Kena Pajak, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan sudah

termasuk PPN;

c) Dalam hal tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk

jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan atau ditemukan adanya

kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa

dalam jumlah kontrak atau perjanjian sudah termasuk PPN, maka PPN yang

terutang dihitung sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang

dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang memanfaatkan Jasa

Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.

Saat terutangnya PPN atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah

Pabean terjadi pada saat dimulainya pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah

Pabean tersebut. Saat dimulainya pemanfaatan adalah saat yang diketahui terjadi

lebih dahulu dari peristiwa-¬peristiwa di bawah ini:

a. saat Jasa Kena Pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang

memanfaatkannya;

b. saat harga perolehan Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang

oleh pihak yang memanfaatkannya;

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

c. saat harga jual dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh

pihak yang menyerahkannya; atau

d. saat harga perolehan Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau

seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya.

2.2.9 Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Jasa Kena Pajak

dari Luar Daerah Pabean

1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa

dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

2) PMK Nomor 40/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Perhitungan, Pemungutan,

Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan BKP Tidak

Berwujud dan /atau JKP dari Luar Daerah Pabean.

3) Surat Edaran DJP Nomor : SE-147/Pj/2010 tentang Penjelasan Atas PMK

Nomor 40/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Perhitungan, Pemungutan, Penyetoran

dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud

dan /atau JKP dari Luar Daerah Pabean.

2.3 Tata Cara Penyetoran PPN yang di Pungut

PPN yang terutang atas Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean wajib dipungut

dan disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi dengan

menggunakan Surat Setoran Elektronik (SSE) paling lama tanggal 15 bulan berikutnya

setelah saat terutangnya pajak.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

2.3.1 Pengertian Surat Setoran Elektronik

Saat ini Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam pemenuhan kewajiban perpajakan

dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas elektronik yang telah disediakan Direktorat

Jenderal Pajak. Salah satu fasilitas tersebut adalah e-Billing. Sistem pembayaran

elektronik (billing system) berbasis MPN-G2 yang memfasilitasi Wajib Pajak untuk

membayarkan pajaknya dengan lebih mudah, lebih cepat dan lebih akurat. E-Billing

ialah metode pembayaran pajak secara elektronik menggunakan Kode Billing. Kode

Billing sendiri adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem Billing atas

suatu jenis pembayaran atau setoran pajak yang akan dilakukan Wajib Pajak.

2.3.2 Fungsi Surat Setoran Elektronik

Surat Setoran Elektronik merupakan salah satu sarana yang penting untuk

melakukan penyetoran kewajiban perpajakan, adapun fungsi dari Surat Setoran Pajak

antara lain:

1) Sarana untuk membayar pajak

2) Bukti dan laporan pembayaran pajak

2.3.3 Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak

Menurut Peraturan Menteri Keungan Nomor 40/PMK.03/2010 tempat pembayaran

maupun penyetoran pajak yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, yaitu:

1) Bank-bank yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak

2) Bank BUMN dan BUMD

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

3) Kantor Pos

4) Tempat pembayaran lain yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan

2.4 Tata Cara Pelaporan PPN yang Telah di Setor

a. Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), PPN yang telah disetor dilaporkan dalam Surat

Pemberitahuan (SPT) Masa PPN bulan terutangnya pajak dan dapat dilaporkan pada masa

pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang

bersangkutan . SPT Masaa PPN tersebut diperlakukan sebagai laporan pemungut PPN atas

pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean.

b. Orang Pribadi maupun Badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan

PPN yang telah disetor dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke

Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau

tempat kedudukan badan tersebut paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutang

pajak.

2.4.1 Pengertian SPT Masa PPN

SPT Masa PPN merupakan sebuah form yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan

untuk melaporkan penghitungan jumlah pajak baik untuk melapor Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) maupun Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang terhutang. Fungsi dari SPT

Masa PPN selain untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, namun juga dapat

digunakan untuk melaporkan harta dan kewajiban serta penyetoran pajak dari pemotong

atau pemungut.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

2.4.2 Kewajiban Melapor SPT Masa PPN

SPT Masa PPN harus dilapor walaupun tidak ada perubahan neraca, atau nilai

Rupiah pada masa pajak terkait nihil (0). Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), PPN yang

telah disetor dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN bulan terutangnya

pajak dan dapat dilaporkan pada masa pajak berikutnyabpaling lama 3 (tiga) bulan setelah

berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. SPT Masa PPN tersebut diperlakukan sebagai

laporan pemungut PPN atas pemanfaatan JK dari Luar Daerah Pabean.

SPT yang dilampirkan ialah:

1. SPT Induk (Form 1111)

2. SPT Lampiran

a) Form 1111AB

b) Form 1111A1

c) Form 1111A2

d) Form 1111B1

e) Form 1111B2

f) Form 1111B3

2.4.3 Sanksi Keterlambatan Melapor SPT Masa PPN

Keterlambatan penyampaian atau pelaporan SPT baik Masa maupun Tahunan akan

dikenakan sanksi administrasi berupa denda, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk

kepentingan tertib administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak

dalam memenuhi kewajiban menyampaikan SPT.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.2 Landasan Teori 2.1.1 … II.pdf · Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. 3) ... Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

Didalam Undang-undang Perpajakan Pasal 7 Ayat 1 disebutkan besarnya denda

yang dikenakan atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPN ialah sebesar Rp.

500.000-,