bab ii kajian pustaka 2.1 struktur dan histologi tulang · 2017. 4. 1. · 2.1.1 sel tulang tulang...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Struktur dan Histologi Tulang
Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matriks
kolagen ekstraseluler (kolagen tipe I) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini
termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi
kaku dan kuat. Tulang merupakan jaringan penghubung yang terdiri dari fase
mineral dan organik yang secara khusus dirancang untuk berperan sebagai
struktur penahan beban tubuh. Untuk memenuhi tugas ini, tulang dibentuk dari
kombinasi tulang kompak yang padat dan tulang kanselus. Fase mineral dari
kerangka berkontribusi dalam dua per tiga dari berat kerangka, dan sepertiganya
adalah matriks organik, yang terutama mengandung kolagen tipe I dan sejumlah
kecil protein non-kolagen (Histo, 2010).
Sebagai unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang menyangga
struktur berdaging, melindungi organ vital seperti yang terdapat di dalam
tengkorak dan rongga dada, menampung sumsum tulang dan tempat sel darah
dibentuk. Tulang juga berfungsi sebagai cadangan kalsium, fosfat dan ion
lainyang dapat dilepaskan atau disimpan dengan cara terkendali untuk
mempertahankan konsentrasi ion-ion penting ini di dalam cairan tubuh. Karena
metabolit tidak dapat berdifusi melalui matriks tulang yang telah mengapur,
pertukaran zat antara osteosit dan kapiler darah bergantung pada komunikasi

8
melalui kanalikuli yang merupakan celah-celah silindris halus, yang menerobos
matriks. Permukaan bagian luar dan dalam semua tulang dilapisi lapisan-lapisan
jaringan yang mengandung sel-sel osteogenik, endosteum pada permukaan dalam
dan periosteum pada permukaan luar (Junqueira, 2007).
Kerangka manusia dewasa secara keseluruhan terdiri dari 80% tulang
kortikal dan 20% tulang trabekular (Clarke, 2008; Bayliss et al., 2012). Setiap
tulang memiliki rasio tulang kortikal dan tulang trabekular yang berbeda sesuai
situs dan jenis tulang itu sendiri sebagai contohnya pada tulang vertebra
perbandingan rasio tulang kortikal dan tulang trabekular adalah 25:75. Rasio pada
kaput femur adalah 50:50 dan 95:5 pada diafisis radius (Clarke, 2008).
Setiap tulang selalu mengalami perbaikan bentuk selama hidup untuk
membantu adaptasi terhadap perubahan kekuatan biomekanik, proses penggantian
tulang yang tua dan yang mengalami kerusakan mikro dengan tulang yang baru
serta membantu menjaga kekuatan tulang (Clarke, 2008).
Pertumbuhan tulang merupakan proses pertambahan dalam ukuran dan
mineralisasi pada masa kanak-kanak dan remaja. Massa tulang bertambah dari
sekitar 80 gram saat lahir hingga 3000 gram pada puncak tertinggi massa tulang
yaitu sekitar umur 25 tahun (Bayliss et al., 2012).

9
2.1.1 Sel Tulang
Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antar sel
berkapur, yaitu matriks tulang dan 4 jenis sel lain seperti sel osteoprogenitor,
osteoblas, osteosit dan osteoklas (Fawcett, 2002).
Komponen selular dari tulang terdiri dari osteogenic precursor cell,
osteoblas, osteoklas, osteosit dan elemen hematopoietik dari sumsum tulang.
Osteogenic precursor cell terdapat pada periosteum dan endosteum. Periosteum
merupakan jaringan ikat yang menutupi tulang, kecuali pada permukaan
persendian yang terdiri atas lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar terdiri
dari jaringan ikat padat yang iregular sedangkan lapisan dalam disebut juga
osteogenic layer terdiri dari sel-sel osteogenic. Pada endosteum hanya terdapat
selapis sel osteogenic dan tidak mengandung komponen jaringan ikat (Kalfas,
2001).
Osteoblas merupakan sel tulang yang mensintesis dan menjadi perantara
mineralisasi osteoid. Osteoblas ditemukan dalam satu lapisan pada permukaan
jaringan tulang sebagai sel berbentuk kuboid atau silindris pendek yang saling
berhubungan melalui tonjolan-tonjolan pendek (Histo, 2010). Osteoblas adalah sel
yang mature, metabolically active, dan bone forming cells. Osteoblas
mensekresikan osteoid yang merupakan unmineralized organic matriks yang
kemudian mengalami proses mineralisasi yang menyebabkan tulang menjadi
keras dan kaku. Sebagian dari osteoblas berubah menjadi osteosit, sedangkan
sebagian lainnya tetap berada di permukaan periosteum dan endosteum. Osteoblas
juga berperan mengaktivasi resorpsi tulang oleh osteoklas (Kalfas, 2001).

10
Osteosit merupakan osteoblas dewasa yang terjebak dalam bone matrix.
Setiap osteosit melakukan kontak dengan osteosit lainnya dan pembuluh darah
melalui kanalikuli. Osteosit berperan dalam regulasi konsentrasi kalsium dan
fosfat ekstraseluler serta dalam reaksi adaptasi terhadap lingkungan lokal (Kalfas,
2001). Osteoklas adalah multinucleated, bone-resorbing cells, yang diregulasi
oleh mekanisme hormonal dan seluler. Sel ini berperan dalam resorpsi tulang.
Pada proses tersebut osteoklas melekat pada permukaan tulang dan melepaskan
enzim hidrolitik yang menyebabkan hidrolisis dari matriks tulang dan calcified
cartilage. Proses tersebut menghasilkan terbentuknya cekungan pada tulang yang
disebut lakuna Howship (Kalfas, 2001). Gambaran histologi osteoklas dapat
dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Gambaran Histologi Osteoklas (Simon, 1994)
Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang woven, tulang kortikal dan tulang
kanselus. Tulang woven ditemukan pada proses pembentukan tulang saat

11
perkembangan embrio, pada pembentukan kalus pada penyembuhan tulang serta
pada keadaan-keadaan patologis, misalnya hiperparatiroid dan Paget Disease.
Tulang woven terdiri dari serat-serat kolagen yang tidak teratur dan irregularly
shaped vascular space yang dibatasi oleh osteoblas. Tulang woven kemudian
digantikan dengan tulang kortikal atau tulang kanselus (Kalfas, 2001).
Tulang kortikal disebut juga tulang lamelar merupakan hasil
perkembangan dari tulang woven. Unit struktural primer dari tulang kortical
adalah osteon yang disebut juga dengan Sistem Havers. Osteon terdiri dari
cylindrical shaped lamellar bone yang mengelilingi kanal pembuluh darah yang
berorientasi longitudinal yang disebut kanal Havers. Selain itu juga terdapat kanal
yang berorientasi horizontal yaitu kanal Volkmann yang menghubungkan osteon
yang berdekatan (Kalfas, 2001). Gambaran histologi tulang lamelar dapat dilihat
pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Gambaran Histologi Tulang Lamelar (Simon, 1994)

12
Tulang kanselus atau tulang trabekular terdiri dari jaringan-jaringan
trabekula tulang dan elemen-elemen hematopoietik. Jaringan trabekula
berorientasi tegak lurus terhadap gaya luar untuk berperan sebagai structural
support. Tulang kanselus secara kontinyu melakukan remodeling pada permukaan
dalam endosteal-nya (Kalfas, 2001).
2.2 Proses Penyembuhan Patah Tulang
Terjadi suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan mulai
dari inflamasi melalui proses repair (pembentukan kalus muda diikuti dengan
pembentukan kalus tua) dan berakhir dengan remodeling (White, 1977). Faktor
yang paling penting dalam penyembuhan patah tulang adalah blood supply atau
bone blood flow (Laurer et.al., 1999). Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari
inflamasi, proliferasi sel, pembentukan kalus, penulangan kalus (osifikasi) dan
remodeling (Friedlaender, 1987; Miller, 2008).
Tahap Inflamasi, berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera
kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan
membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
Tahap Proliferasi Sel, kira-kira 5 hari hematom akan mengalami
organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblas dan osteoblas. Fibroblas dan

13
osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari
periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut
dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan
yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif (Friedlaender, 1987).
Tahap Pembentukan Kalus, pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran
tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan.
Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan
tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan
defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran
tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung
dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa
lagi digerakkan (Friedlaender, 1987).

14
Gambar 2.3
Fase penyembuhan tulang; hematoma inflamasi, proliferasi, kalus lunak, tulang,
remodeling (Al-Sobayil, 2008).
Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi), pembentukan kalus mulai mengalami
penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui proses
penulangan endokondral. Patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan
memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. Mineral terus menerus ditimbun
sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap
bersifat elektronegatif (Miller, 2008).
Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling), tahap akhir perbaikan patah
tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke
susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan

15
sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan,
fungsi tulang dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus stres
fungsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan
remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik
kontak langsung (Al-Sobayil, 2008).
Gambar 2.4
Waktu dari masing masing fase penyembuhan tulang Hematoma (minggu1), Soft
Callus (minggu 2-3), Hard Callus (minggu 4-16), Remodeling (minggu 17 keatas)
(Bone, 2015).

16
Konsep terbaru dari remodeling tulang adalah berdasarkan hipotesis
dimana prekursor osteoklasik menjadi teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi
osteoklas dan memulai proses resorpsi tulang. Tahap ini akan diikuti oleh fase
pembentukan. Tanda-tanda yang mengawali remodeling tulang belum dapat
diidentifikasikan, namun bukti yang ada menunjukkan jika tekanan mekanik dapat
mengubah struktur lokal tulang. Saat ini, telah diketahui bahwa tekanan mekanik
dapat dirasakan oleh osteosit dan sel-sel ini akan mensekresi faktor parakrin
seperti insulin like growth factor (IGF)-I sebagai respon terhadap tekanan
mekanik. Urutan dari remodeling tulang pada keadaan normal selalu sama yaitu
resorpsi tulang oleh osteoklas, fase reversal, diikuti oleh pembentukan tulang oleh
osteoblas untuk memperbaiki defek (Miller, 2008).
Resorpsi tulang mengikutsertakan beberapa tahap yang langsung
mengarah pada pembuangan baik mineral dan konstituen organik dari matriks
tulang oleh osteoklas, dibantu oleh osteoblas. Tahap pertama adalah pengerahan
dan penyebaran progenitor osteoklas ke tulang melalui aliran darah. Sel-sel
progenitor ini berasal dari jaringan hemopoietik seperti sumsum tulang dan
disebut sebagai prekursor osteoklas. Selanjutnya sel-sel prekursor osteoklas
tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi osteoklas. Selama
resorpsi, osteoklas melepaskan faktor lokal dari tulang, dimana faktor lokal
tersebut memiliki dua efek, yaitu inhibisi fungsi osteoklas dan stimulasi aktivitas
osteoblas (Miller, 2008).
Aktivasi resorpsi tulang oleh osteoklas terjadi karena produksi ion
hidrogen dan enzim proteolitik dalam lingkungan yang terlokalisasi dibawah tepi

17
yang berkerut dari sel. Sitokin yang mendorong aktivitas osteoklas berperan
dalam meningkatkan jangka waktu hidup osteoklas dan faktor yang menghambat
aktivitas osteoklas, muncul sebagai pemicu apoptosis osteoklas dan memblok
pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang. Akhirnya saat osteoklas
menyelesaikan siklus resorptif, mereka akan mensekresikan protein yang nantinya
akan menjadi substrat untuk perlekatan osteoblas (Miller, 2008).
Setelah resorpsi selesai, maka akan dilanjutkan dengan pembentukan
tulang. Pembentukan tulang ini diawali dengan penarikan kemotaktik osteoblas
atau prekursornya ke daerah defek resorpsi. Proses ini dimediasi oleh faktor lokal
yangdiproduksi selama proses resorpsi, salah satunya adalah TGF-β. Selanjutnya
terjadi proliferasi prekursor osteoblas yang dimediasi oleh faktor pertumbuhan
yang juga dilepaskan selama proses resorpsi tulang berlangsung. Faktor-faktor
pertumbuhan tersebut adalah TGF-β dan beberapa faktor pertumbuhan yang
terdapat dalam matriks tulang dan menstimulasi proliferasi sel osteoblas, termasuk
IGF-I dan IGF-II, fibroblast growth factors (FGFs) dan platelet derived growth
factor (PDGF) (Miller, 2008).

18
Gambar 2.5 Proses Remodeling Tulang (Osteo, 2016).
2.2.1 Bone Turnover Marker pada Penyembuhan Fraktur
Bone turnover marker merupakan produk dari aktivitas sel tulang dan
secara umum dibagi menjadi 3 katergori: bone resorption marker, bone formation
marker dan osteoclast regularity protein. Bone resorption marker merupakan
hasil dari degradasi kolagen tipe I seperti C-terminal telopeptide (CTX), N-
terminal telopeptide (NTX) pada kolagen tipe I, CTX-matrix metalopreteinase
(ICTP), hydroxyproline (HYP), collagen crosslinks pyridinoline (PYD),
deoxypyridinoline (DPD) dan enzim yang dikeluarkan oleh sel osteoklas yang
bernama tantrate-resistant acid phospatase (TRAP) 5b isoform. Bone formation

19
marker berasal dari aktivitas sel osteoblas, yang terbentuk dari osteoblast
proliferation, differentiation dan osteoid synthesis, namanya adalah bone alkali
phospatase (BALP), osteocalcin (OC), N-terminal propeptide (PINP) dan C-
terminal propeptide (PICP) pada prokolagen tipe I. Termasuk dalam osteoclast
regulatory protein adalah receptor activator of nuclear factor NF-kB ligand
(RANKL) yang di produksi oleh osteosit, osteoblas dan sistem sel imun, yang
mana bertanggung jawab untuk aktivasi, diferensiasi dan ketahanan sel osteoblas
dan juga membrane-bound reseptor (RANK) dalam osteoclast precussor cell.
Osteoblas, osteosit dan stem sel juga memproduksi osteoprotegerin (OPG), yang
mana menghambat bone resorption dengan berikatan RANKL. Keseimbangan
antara OPG dan RANKL berperan dalam regulasi aktifitas sel osteoklas (Sousa
C.P. et al., 2015).

20
Skema 2.1 Bone turn over marker (Sousa C.P. et al., 2015).
2.2.2 PDGF (Platelet Derived Growth Factor)
Platelet berasal dari bahasa Yunani yang artinya gumpalan dan sel,
berbentuk kecil, dimana fragmen sel berbentuk tidak teratur yang jelas yaitu sel
tidak memiliki DNA inti dengan diameter 2-3 pM diameter, yang berasal dari
fragmentasi megakaryocytes prekursor. Platelet merupakan sumber alami
Inflammatory Stage
Reparative Stage Chondrogenic
and Osteogenic Phase
Remodelling Stage
Osteogenic Phase
Granulation tissue
Fracture callus
Reposisition anatomical shape
Bone Fracture Hematoma Inflamatory cells Cytokines Degranulation platelets TGF-β1, PDGF Skeletal muscle cells/blood GDF-8, and 10 MSCs BMP-2 and 4 Type-III collagen product (PINP), TRAP5b, β-CTX, ICTP
MSCs BMP-2 and cells of condrogenic lineage
BMP-3b and 6
Type-II and I collagen product, BALP, OC
Osteoblast BMP-1 and 7/BMP-3b and 8a
Type I collagen product

21
pertumbuhan. Mereka bersirkulasi dalam darah mammalia dan terlibat dalam
hemostasis, menyebabkan pembentukan gumpalan darah. Trombosit melepaskan
banyak faktor pertumbuhan salah satunya, “Platelet Derived Growth Factor”
(PDGF) (Raica & Cimpean, 2010).
PDGF adalah salah satu faktor pertumbuhan pertama ditandai dan telah
menyebabkan pemahaman tentang mekanisme jalur faktor pertumbuhan banyak
sinyal. Dalam biologi molekuler, PDGF merupakan protein yang mengatur
pertumbuhan dan pembelahan sel. Secara khusus, memainkan peran penting
dalam pembentukan pembuluh darah (angiogenesis), pertumbuhan pembuluh
darah dari yang sudah ada jaringan pembuluh darah dan memainkan peran penting
dalam pertumbuhan dan pembentukan sel-sel tulang (Hannink, 1989; Heldin,
1992).
Dalam istilah kimia, PDGF adalah dimer glikoprotein terdiri dari dua A
(AA-) atau B (BB-) rantai atau kombinasi dari dua (-AB). Ada isoform berbeda
PDGF yang mengaktifkan respon seluler melalui dua reseptor yang berbeda.
Ligan dikenal meliputi A (PDGFA), B (PDGFB), C (PDGFC), D (PDGFD) dan
heterodimer AB dan reseptor alpha (PDGFRA) dan beta (PDGFRB). PDGF
memiliki beberapa anggota lain dari keluarga, misalnya VEGF sub-keluarga
(Hollinger et al., 2008).
Pada pertengahan 1970, beberapa kelompok menemukan adanya serum
dari faktor pertumbuhan untuk fibroblas, sel-sel otot halus dan sel glia yang
berasal dari platelet/ keping darah. Faktor pertumbuhan ini kemudian dinamakan
Platelet Derived Growth Factor (PDGF), yang kemudian oleh Heldin

22
dipurifikasikan, bersamaan dengan ditemukannya reseptor untuk PDGF ini yang
dinamakan PDGFR, dimana reseptor tersebut merupakan reseptor pada tirosin
kinase (Heldin, 1992). Ukuran dari PDGF adalah sebesar 30 kDa yang terdiri dari
rantai A dan atau B yang dikoding dengan gen yang berbeda- beda dan mengalami
regulasi sesuai gen yang berperan. Rantai C dan D kemudian ditemukan sebagai
gen tambahan yang dikoding sebagai polipeptida PDGF-C dan PDGF-D. Masing-
masing rantai dikodingkan dengan gen individu yang berbeda yang terletak pada
kromosom 7, 22, 4 dan 11. Platelet Derived Growth Factor merupakan suatu
rantai pengikat heparin bersifat polipeptida dengan 4 tipe A, B, C dan D. Keempat
rantai PDGF ini mengandung faktor pertumbuhan domain yang berisi kurang
lebih 100 asam amino yang ditemukan juga pada kelompok VEGF. Hingga saat
ini, telah terdapat 5 komposisi dimerik yaitu: PDGF-AA, -AB, -BB, -CC dan –
DD. Target kerja pada PDGF ini biasanya pada sel asal mesoderm spektrum luas
seperti fibroblas, perisit, sel otot halus, sel glia atau sel mesangial (Raica &
Cimpean, 2010).
Berdasarkan sifat dasarnya, PDGF memainkan peran penting dalam
penyembuhan luka, merangsang proliferasi sel, migrasi dan angiogenesis. Peran
ini terkait dengan beberapa molekul spesifik dari matriks ekstraseluler, seperti
kolagen atau heparin. Dalam percobaan in vitro, telah menunjukkan bahwa baru-
baru ini heparin meningkatkan pengikatan PDGF dengan kolagen dan kompleks
PDGF-heparin-kolagen mengawali terjadinya proliferasi fibroblas, migrasi sel dan
vaskularisasi (Raica & Cimpean, 2010).

23
2.2.2.1 Struktur Senyawa
PDGF (Platelet Derived Growth Factor) adalah senyawa hormon yang
diturunkan dari keping darah selain EGF dan TGF. Bersama ILGF, PDGF
merupakan faktor neurotropik yang meredam tingkat apoptosis (mekanisme
biologi yang merupakan salah satu jenis kematian sel terprogram, pada umumnya
berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh), sedangkan
nekrosis adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut di
antara oligodendrosit (Raica & Cimpean, 2010).
PDGF adalah mitogen ampuh untuk sel asal mesenchymal, termasuk sel-
sel otot polos dan sel glia. Dalam tubuh manusia dan tikus, jaringan PDGF sinyal
terdiri dari empat ligan, PDGF-D dan dua reseptor, PDGFRalpha dan
PDGFRbeta. Semua fungsi PDGFA dan B dapat membentuk heterodimer
fungsional. Meskipun disintesis, disimpan dan dilepaskan oleh platelet pada saat
aktivasi, itu diproduksi oleh sejumlah besar sel termasuk sel otot polos, makrofag
diaktifkan dan sel endotel (Heldin, 1992; Raica & Cimpean, 2010).
2.2.2.2 Peran PDGF pada Proses Penyembuhan Tulang
Tulang memiliki kapasitas intrinsik yang kuat untuk beregenerasi pada
saat proses homeostasis dan saat mengalami cedera. Proses regeneratif ini ditandai
dengan siklus remodeling, di mana sel-sel dalam jumlah tertentu direkrut dan
dibedakan untuk kepentingan proses resorpsi tulang atau pembentukan tulang.
Proses ini dikoordinasikan dan diatur oleh sistem yang melibatkan faktor-faktor
pertumbuhan dan sitokin, dimana faktor-faktor pertumbuhan atau sitokin tersebut

24
beberapa telah tersedia ataupun dalam tahap perkembangan lebih lanjut untuk
aplikasi klinis melalui teknologi rekombinan. Salah satu faktor biologis penting
yang bertanggung jawab untuk proses reparatif tulang ini adalah PDGF. PDGF
bekerja dengan mengikat reseptor permukaan sel pada sebagian sel mesenchymal,
dan merangsang proses reparatif dalam beberapa jenis jaringan. Efek stimulasi
dari PDGF adalah sebagai kemotaksis dan mitogenesis, bersamaan dengan
kemampuannya untuk mempromosikan angiogenesis, merupakan mediator kunci
dalam perbaikan jaringan (Hollinger et al., 2008).
Pada saat jaringan tulang mengalami suatu kerusakan baik karena trauma
ataupun akibat pembedahan, reaksi inflamasi yang cepat dan aktif akan segera
berespon pada area yang mengalami kerusakan dengan mengeluarkan sel darah,
keping darah, monosit, makrofag serta sel-sel kaskade inflamasi lainnya.
Risikonya adalah terjadinya nekrosis pada tempat yang mengalami kerusakan agar
jaringan sehat sekitarnya tidak ikut mengalami kerusakan. Proses pemisahan ini
biasa berlokasi pada tulang yang mengalami kerusakan atau tempat dimana terjadi
cedera tersebut yang pada akhirnya akan terjadi blastem penyembuhan serta
terbentuknya kalus reparative. Peristiwa ini mengalami rekapitulasi ketika
demineralisasi matriks tulang (DBM) dialokasikan pada lokasi subkutaneus atau
intramuskuler, dimana pertumbuhan tulang endokondral akan berlangsung. Pada
area yang terisolasi ini, platelet dan makrofag akan mengeluarkan molekul
bioaktif dalam jumlah yang sangat banyak termasuk PDGF, untuk mempersiapkan
kondisi untuk terjadinya respon perbaikan. Pada keadaan yang stabil,
pembentukan pembuluh darah baru akan berinvasi pada jaringan yang akan

25
mengalami perbaikan dan pembuluh yang berasosiasi dengan Mesenchymal Stem
Cell (MSC) akan masuk membentuk lembaran-lembaran dari osteoblas yang akan
membuat tulang baru pada bagian pembuluh darah yang terganggu. Peranan
PDGF dalam perbaikan tulang belum diketahui dengan jelas namun PDGF
diperkirakan selain berperan dalam menstimulasi angiogenesis lokal, juga
meregulasi peristiwa osteogenik tersebut sehingga terjadi pembentukan tulang
dengan cepat. Dalam hal penyembuhan tulang dan regenerasi tulang, PDGF-BB
dapat diperkirakan berperan paling kuat diantara kelompok PDGF lainnya
(Hollinger et al., 2008).
2.3. Nonunion
Penyembuhan fraktur merupakan proses yang kompleks yang melibatkan
koordinasi dan regulasibeberapa sel, regulator sitokin dan protein morfogenetik.
Meskipun sebagian besar fraktur sembuh, beberapa gagal untuk sembuh dan
menjadi nonunion. Diketahui penyebab nonunion fraktur yang multifaktorial dan
termasuk instabilitas, infeksi,interposisi jaringan lunak, gangguan fragmen fraktur,
hilangnya vaskularisasi dan jaringan lunak (Kokubu et al., 2003).
Bila kelambatan penyatuan tidak diketahui, meskipun fraktur telah diterapi
dengan memadai, cenderung terjadi nonunion. Penyebab yang lain ialah adanya
celah yang terlalu lebar dan interposisi jaringan. Kalau permukaan fraktur terpisah
terlalu jauh, penyatuan sangat lama atau mungkin tidak terjadi. Celah dapat
diakibatkan oleh fraktur tembakan yang menghancurkan banyak bagian tulang,
akibat bagian tulang yang lepas dalam kecelakaan yang menyebabkan fraktur

26
dimana reaksi otot pasien sendiri menarik kedua fragmen hingga terpisah atau
akibat terapi dengan traksi yang berlebihan. Interposisi nonunion dapat terjadi bila
salah satu dari jaringan berikut ini berada diantara ujung-ujung tulang yaitu
periosteum, otot dan kartilago (Solomon et al., 2001).
Dari gambaran radiograpi menunjukkan fraktur dapat terlihat dan tulang
pada tiap sisinya mungkin mengalami sklerosis. Nonunion ini dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu: bersifat hipertrofik dengan ujung-ujung tulang yang
membesar, menunjukkan aktivitas osteogenik (seolah-olah akan membentuk kalus
penghubung) dan bersifat atrofik dengan ketiadaan perkapuran disekitar ujung
tulang (Solomon et al., 2001).

27
Gambar 2.6 Peran PDGF pada Proses Pembentukan Tulang (Hollinger et al.,
2008).
Gambar 2.7 Proses penyembuhan tulang melibatkan PDGF (Hollinger et al.,
2008).

28
Peranan PDGF-BB pada lokasi yang mengalami cedera atau fraktur adalah
sebagai berikut (Caplan & Correa, 2011):
1. Menstimulasi sekresi dari VEGF pada bagian pericyte, sehingga membawa
sel endotelial untuk angiogenesis pada lokasi yang mengalami kerusakan.
2. Melepaskan kaitan pericytes dari pembuluh darah yang ada dan
memfasilitasikannya pada lokasi yang mengalami cedera, sehingga
memungkinkan pelepasan pericytes yang bebas untuk menjadi aktif dan
sebagai mediator untuk MSC fungsional, beberapa di antaranya berfungsi
untuk membentuk lingkungan mikro regeneratif, sementara yang lain
menjadi sel osteoprogenitor.
3. Berfungsi sebagai mitogen kuat untuk pericyte dan MSC bebas yang
teraktivasi.
4. Memodulasi respon penting dalam proses osteogenik yang melibatkan
faktor-faktor seperti BMP, yang bertanggung jawab untuk diferensiasi
osteoblastik lebih lanjut pada sel MSC bebas yang teraktivasi.
5. Berfungsi untuk membawa PDGFR-b mengekspresikan MSC/pericytes
kembali untuk melakukan kontak dengan pembuluh darah mikro yang
mengalami pembesaran dan infiltrasi serta menstabilkan posisi dan
formasi pembuluh darah.
6. Berperan integral untuk mengkoordinasikan dan menghubungkan sel-sel
endotel, pericytes, MSC, ECM dan reseptor PDGF.