bab ii kajian pustaka 2.1 proses penuaan 2.pdfpemeriksaan kesehatan berkala yang diperlukan dan...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proses Penuaan
Faktor yang menyebabkan proses penuaan dibagi menjadi dua yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi radikal bebas, hormon yang
berkurang, proses glikolisasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan tubuh yang
menurun dan gen. Faktor eksternal yang utama adalah gaya hidup yang tidak
sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, kemiskinan, dan stress
(Pangkahila, 2011).
Proses penuaan biologis terjadi secara perlahan-lahan dan dapat dibagi
menjadi beberapa tahapan, antara lain (Pangkahila, 2007) :
1. Tahap subklinik (usia 25 – 35 tahun)
Usia ini dianggap usia muda dan produktif, tetapi secara biologis mulai terjadi
penurunan kadar hormon didalam tubuh, seperti growth hormone, testosterone
dan estrogen. Walaupun telah terjadi penurunan tetapi belum terjadi tanda-
tanda penurunan fungsi-fungsi fisiologis tubuh.
2. Tahap transisi (usia 35 – 45 tahun)
Pada tahap ini mulai dirasakan gejala penuaan seperti tampilan fisik yang
tidak muda lagi, misalnya penumpukan lemak di daerah sentral, rambut mulai
putih, penyembuhan lebih lama, kulit mulai keriput, penurunan kemampuan
fisik dan dorongan seksual bahkan berkurangnya gairah hidup.
Pada tahap ini terjadi radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik yang dapat
bermanifestasi pada berbagai penyakit. Penurunan hormon terjadi lebih
banyak hingga mencapai 25% dari kadar optimal.
3. Tahap klinik (usia 45 tahun keatas)
Gejala dan tanda penuaan menjadi lebih nyata meliputi penurunan semua
fungsi sistem tubuh antara lain sistem imun, metabolisme, endokrin, seksual
dan reproduksi, kardiovaskuler, gastrointestinal, otot dan saraf. Pada tahap ini
penyakit degeratif mulai terdiagnosis, aktifitas dan kualitas hidupberkurang
akibat ketidakmampuan baik fisik maupun psikis yang sangat terganggu.
Secara alamiah setelah mencapai usia dewasa maka seluruh komponen
tubuh tidak dapat lagi berkembang lagi. Sebaliknya terjadi penurunan akibat
proses penuaan. Pada umumnya menjadi tua dianggap hal yang lumrah sehingga
masalah yang muncul diangap memang seharusnya terjadi. Padahal terdapat
banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses penuaan. Faktor-faktor ini dapat
dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal antara
lain radikal bebas, hormon yang berkurang, dan genetik. Faktor eksternal yang
utama adalah pola hidup yang tidak sehat, polusi lingkungan dan stress.Faktor-
faktor tersebut dapat dicegah, diperlambat bahkan mungkin dapat dihambat
sehingga kualitas hidup dapat dipertahankan. Lebih jauh lagi maka usia harapan
hidup dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila,
2007).
Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses penuaan,
maka dapat ditentukan faktor mana yang perlu dihindari atau diatasi sehingga
proses penuaan dapat dicegah atau dihambat. Dengan adanya kesadaran bahwa
menjaga kesehatan dan menghindari berbagai faktor penyebab penuaan serta
dilengkapi dengan pengobatan merupakan hal yang sangat penting, maka
masyarakat memiliki kesempatan untuk hidup lebih sehat dan berusia lebih
panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila, 2007).
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penuaan
antara lain adalah dengan menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan pola hidup
sehat meliputi olahraga teratur, pola makanan yang sehat, mengatasi stress, jangan
merasa sehat dan normal hanya karena tidak ada keluhan serius, melakukan
pemeriksaan kesehatan berkala yang diperlukan dan disesuaikan dengan kondisi,
menggunakan obat dan suplemen yang diperlukan sesuai dengan petunjuk ahli
untuk mengembalikan fungsi organ yang menurun (Pangkahila, 2007).
2.2Dislipidemia
2.2.1 Definisi
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida
serta penurunan kadar kolesterol HDL (Bays, 2011).
Dislipidemia bukan penyakit, lebih tepat disebut sebagai kekacauan
metabolik akibat sekunder dari beberapa macam penyakit dan ini kemudian akan
berdampak pada terjadinya aterosklerosis dan selanjutnya akan menyebabkan
penyakit kardiovaskular (Bays, 2011).
Dislipidemia biasanya tidak menimbulkan gejala, kadar LDL tinggi dapat
menyebabkan xantelasmakelopak mata, arcus cornea dan penumpukan LDL pada
tendon achilles, siku dan tendon lutut serta sendi metakarpofalangealis, dalam
jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis. Trigliserida tinggi
(>1000mg/dl) dapat menyebabkan pankreatitis akut(Bays, 2011).
Berikut ini adalah tabel nilai lipid dari laboratorium Prodia di Indonesia
Tabel 2.1 Nilai Lipid
Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi
Kolesterol Total < 200 Yang diinginkan
200 – 239 Batas tinggi
> 240 Tinggi
Kolesterol LDL < 100 Optimal
100 – 129 Mendekati optimal
130 – 159 Batas tinggi
160 – 189 Tinggi
> 190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL < 40 Rendah
> 60 Tinggi
Trigliserida < 150 Normal
150 – 199 Batas tinggi
200 – 499 Tinggi
> 500 Sangat tinggi
Prodia, 2015
Dari berbagai penelitian jangka panjang di negara-negara barat, yang
dikaitkan dengan besarnya risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular (PKV),
dikenal patokan kadar kolesterol sebagai berikut :
Tabel 2.2Pedoman Klinis untuk Menghubungkan Profil Lipid
dengan Risiko Terjadinya Penyakit Kardiovaskular (PKV)
Diinginkan Diwaspadai Berbahaya
( mg/dl ) ( mg/dl ) ( mg/dl )
Kolesterol
Total < 200 200 – 239 > 240
Kolesterol LDL
- Tanpa PKV < 130 130 - 159 > 160
- Dengan PKV < 100
Kolesterol HDL > 45 36 – 44 < 35
Trigliserida
- Tanpa PKV < 200 200 - 399 > 400
-
Dengan PKV < 150 250 - 499 > 500
(Bahri. 2004)
2.2.2 Klasifikasi Dislipidemia
Klasifikasi dislipidemia berdasarkan patogenesis penyakit (Grundy, 2006):
1. Dislipidemia primer, yaitu kelainan penyakit genetik dan bawaan yang dapat
menyebabkan kelainan kadar lipid dalam darah.
2. Dislipidemia sekunder, yaitu dislipidemia yang disebabkan oleh penyakit atau
suatu keadaan tertentu seperti hiperkolesterolemia disebabkan oleh
hipotiroidisme, sindrom nefrotik, penyakit hati obstruktif, kehamilan,
anoreksia nervosa dan profiria akut intermiten. Hipertrigliseridemia
disebabkan oleh diabetes mellitus, konsumsi alkohol, gagal ginjal kronik,
miokard infark, disglobulinemia, sindrom nefrotik, kelainan autoimun, dan
kehamilan.
2.2.3Penyebab Dislipidemia
Penyebab dislipidemia dibagi 2, yaitu (AACE, 2015):
A. Dislipidemia Primer
Dislipidemia primer berkaitan dengan gen yang mengatur enzim dan apoprotein
yang terlibat dalam metabolism lipoprotein maupun reseptornya. Kelainan ini
biasanya disebabkan oleh mutasi genetik. Dislipidemia primer meliputi:
• Hiperkolesterolemia poligenik
• Hiperkolesterolemia turunan
• Dislipidemia remnan
• Hiperlipidemia kombinasi turunan
• Sindroma kilomikron
• Hipertrigliseridemia turunan
• Peningkatan kolesterol HDL
• Peningkatan apolipoprotein B
B. Dislipidemia Sekunder
Dislipidemia sekunder disebabkan oleh penyakit atau keadaan yang
mendasari.Hal ini dapat bersifat spesifik untuk setiap bentuk dislipidemia seperti
diperlihatkan oleh tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.3Penyebab Umum Dislipidemia Sekunder
Lipid Penyebab
↑ Kolesterol total dan kolesterol LDL - Hipotiroid
- Sindrom nefrotik
- SLE, multiple myeloma
- Progestin, pengobatan anabolik
streroid
- Penyakit hati obstruktif, sirosis
- Protease inhibitor pada pengobatan
infeksi HIV
↑ Trigliserida dan kolesterol VLDL - Gagal ginjal kronik
- DM tipe 2
- Obesitas
- Alkohol
- Hipotiroid
- Obat anti hipertensi (Tiazid, Beta
Bloker)
- Terapi koertikosteroid (↑ steroid
Endogen akibat stres berat)
- Estrogen oral, kontrasepsi oral,
kehamilan
- Very low fat diet
(AACE, 2015)
2.2.3 Penatalaksanaan Dislipidemia
Penatalaksanaan dislipidemia dibagi menjadi:
A. Terapi Non Farmakologi
Komponen-komponen Therapeutic Lifestyle Change (TLC) meliputi pengurangan
asupan kolesterol dan asam lemak jenuh, pemilihan makanan yang berhubungan
dengan aturan makan untuk mengurangi LDL seperti stanol dan sterol serta
peningkatan masukan serat yang dapat larut, penurunan berat badan, dan
peningkatan aktivitas fisik. Terapi non farmakologi ini hendaknya menjadi terapi
utama untuk dislipidemia, kecuali untuk pasien dengan hiperkolesterolemia
bawaan (genetik mempunyai kelainan metabolisme lipoprotein/kolesterol) atau
hiperlipidemia gabungan yang bersifat familial, penanganan terapinya dengan
pengaturan makanan dan terapi obat dapat dimulai secara bersamaan (Grundy,
2006).
Terapi non farmakologis meliputi:
1. Terapi diet
Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi
makanan yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa
sering keduanya dimakan.Jika diperlukan ketepatan yang lebih tinggi untuk
menilai asupan gizi, perlu dilakukan penilaian yang lebih rinci, yang biasanya
membutuhkan bantuan ahli gizi.Penilaian pola makan penting untuk menentukan
pola dan keberhasilan terapi diet.
Tabel 2.4 Terapi perubahan pola hidup dengan pola diet
Nutrient Recomended Intake
Total fat 25%-35% of total calories
Saturated fat Less than 7% of total calories
trans-fatty acids Zero or as low as possible
Polyunsaturated fat Up to 10% of total calories
Monounsaturated fat Up to 20% of total calories
Carbohydrate 50% to 60% of total calories, especially
from whole grains, fruits and vegetables
Fiber 25-30 g/day (soluble forms such as psyllium
at 10-25 g)
Plant strerols 2 g/day
Protein Approximately 15% of total calories
Cholesterol Less than 200 mg/day
Total calories (energy) Balance energy intake and expenditure to
maintain desirable body weight/prevent
weight gain.
(Krause, 2012)
2 Latihan jasmani
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan
kadar HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas
dan meningkatkan keseragaman fisik, menurunkan trigliserida dan LDL, dan
menurunkan berat badan.
Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :
1) Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit
2) Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung
maksimal (220 - umur) selama 20-30 menit .
3) Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan, selama 5-
10 menit. Frekwensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama latihan
seperti diutarakan diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lama
latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik.
B. Terapi Farmakologi
Obat anti-dislipidemia adalah obat yang ditujukan untuk memperbaiki
kadar lemak di dalam darah, dapat diberikan langsung bila terdapat kelainan
dislipidemia primer. Pemberian obat anti-dislipidemik dapat diberikan dalam
menangani kasus dislipidemia apabila dengan terapi diet dan olah raga kondisi
pasien tidak merespon (Illingworth, 2007).
Bila terapi non-farmakologi tidak berhasil maka kita dapat memberikan
bermacam-macam obat anti-dislipidemik tergantung dari jenis dislipidemia yang
kita dapat. Beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan adalah kemampuan dari
pada obat obat tersebut dalam mempengaruhi kolesterol HDL, trigliserida,
fibrinogen, kolesterol LDL, dan juga diperhatikan pengaruh atau efek samping
dari pada obat-obat tersebut .
Saat ini didapat beberapa golongan obat dislipidemia (ACC/AHA, 2013):
1) Golongan statin (HMG-CoA Reductase Inhibitor : lovastatin, pravastatin,
fluvastatin, simvastatin, atrovastatin, rosuvastatin, pitavastatin)
2) Derivat asam fibrat (gemfibrozil, fenofibrat)
3) Asam nikotinat (niacin)
4) Golongan resin (sequestran)
5) Kolestrol absorbsi inhibitor (ezetimibe)
Kadang kala kadar kolesterol dan trigliserida meningkat secara progresif
pada kehamilan tetapi merupakan kontra indikasi pengobatan dengan niacin dan
ezetimibe (ACC/ AHA, 2013)
2.2.4Komplikasi Dislipidemia
Apabila dislipidemia tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai
macam komplikasi, antara lain:
1. Aterosklerosis
2. Penyakit jantung koroner
3. Penyakit serebrovaskular seperti stroke
4. Kelainan pembuluh darah tubuh lainnya
5. Pankreatitis akut (bila kadar trigliserida > 1000 mg/dl
2.3 Diet tinggi lemak
Pola makan yang baik seharusnya mengandung nutrisi yang sehat dan
seimbang dengan komposisi: 50% karbohidrat dengan indeks glikemik rendah,
30% lemak (60% berupa monounsaturated fatty acids (MUFA) dan 10%
polyunsaturated fatty acids (PUFA), dan 20% protein. Pada kenyataannya sering
kali kita mempunyai pola makan yang tidak seimbang karena terlalu banyak
mengandung karbohidrat dengan indeks glikemik yang tinggi seperti roti, gula,
makanan penutup, dan juga tinggi lemak hewani dan terlalu sedikit makanan
berserat dan buah (Pangkahila, 2011).
Energi tinggi yang dikonsumsi lewat masukan lemak jenuh yang tinggi
menyebabkan kelebihan kalori dan lemak. Jika terjadi kelebihan lemak maka
kelebihan lemak tersebut akan disimpan sebagai cadangan energi pada sel lemak
dan jaringan lemak (Adiposit dan jaringan adiposa). Kelebihan lemak biasa
berasal dari asupan Lipos (minyak hewani dan minyak nabati).Adiposit dan
jaringan adiposa menyimpan sejumlah lemak termasuk trigliserida dan
koleterol.Jaringan adiposa dan adiposit berfungi sebagai organ endokrin aktif dan
sel immun (immune stand point) (Bays, 2011).
Hipertropi adiposit dan akumulasi jaringan adiposa membentuk adiposit
patogenik dan efek jaringan adiposa.yang disebut Adiposopathy, menstimulasi
peningkatan TNF-α sehingga mengakibatkan peningkatan sirkulasi lipid,
patogenesis ini yang sekarang dipercaya sebagai landasan teori relasi kelebihan
lemak tubuh dan dislipidemia (Bays, 2011) .
Gambar 2.1 Adiposopathy : hubungan patogenik jaringan adiposa,
dislipidemia dan penyakit kardiovaskular (Bays,2011)
Gambar 2.2 Mekanisme diet tinggi lemak menjadi dislipidemia (Bays.,
2011).
Gambar 2.3 Jaringan adiposa dan adiposit pada keadaan Adiposopathy
(pada diet tinggi lemak) (Bays,2011)
2.4 Lipid
Lipid yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari
makanan (eksogen) dan hasil produksi organ hati (endogen) . Lipid plasma yang
utama adalah kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas. Lipid tidak
larut dalam air karena itu agar dapat diangkut dalam sirkulasi, maka susunan
molekul lipid tersebut perlu dimodifikasi, dengan bentuk lipoprotein yang bersifat
larut didalam air. Partikel dari lipoprotein terdiri dari inti yang mengandung
trigliserida dan kolesterol ester, dikelilingi oleh fosfolipid, kolesterol bebas dan
apolipoprotein . Zat-zat tersebut beredar dalam darah sebagai lipoprotein yang
larut di dalam plasma. Lipoprotein ini bertugas mengangkut lipid dari tempat
sintesisnya menuju tempat yang akan digunakan (Bays, 2011).
2.4.1 Trigliserida
Trigliserida merupakan bentuk lain dari lemak cadangan energi dan dapat
menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebihan dalam darah. Peningkatan kadar
trigliserida ini dihubungkan dengan LDL padat kecil (small dense LDL) dan
rendahnya kadar HDL (Elstein, 2005).
Trigliserida dapat disintesis dari karbohidrat dan protein. Setiap kali karbohidrat
yang memasuki tubuh dari yang dapat dipakai segera sebagai energi ataupun
disimpan dalam bentuk glikogen, karbohidrat yang berlebihan tersebut dengan
cepat diubah menjadi trigliserida kemudian disimpan dalam jaringan adiposa.
Pada kelebihan protein, akan disimpan menjadi lemak (Guyton dan Hall, 2007).
Pembentukan lemak terutama terjadi di dalam hati. Atom-atom karbon
yang berasal dari glukosa dan asam-asam amino akan di ubah menjadi asetil KoA.
Pembentukan melalui beberapa tahap reaksi bagian asetat dari asetil KoA akan
membentuk asam-asam lemak jenuh berupa asam palmitat (C16), asam stearat
(C18) dan asam arakidonat (C20). Asam lemak ini melakukan esterifikasi dengan
gliserol (diproduksi dalam glikolisis) dan akan dihasilkan trigliserida. Trigliserida
kemudian dikeluarkam ke dalam aliran darah sebagaivery low density lipoprotein
(VLDL), yang akan digunakan untuk menghasilkan energi atau disimpan pada
sel-sel adiposa (Almatsier, 2009).
2.4.2 Fosfolipid
Fosfolipid dibentuk di dalam hati, Terutama berfungsi adalah membentuk
membran sel. Fosfolipid mempunyai kekhususan karena bersifat polar dan non
polar atau disebut juga amfilitik. Sifat inilah yang merupakan bagian penting
dalam peranan biologik fosfolipid dalam membran sel. Mempunyai daya tarik
yang sama terhadap zat larut air dan zat larut lemak, fosfolipid merupakan bahan
struktur sel yang efektif, Fosfolipid berfungsi sebagai alat angkut lipid (Almatsier,
2009).
2.4.3 Kolesterol
Kolesterol adalah komponen utama pada struktur selaput sel dan
merupakan komponen utama sel otak dan saraf. Merupakan bahan perantara untuk
pembentukan sejumlah komponen penting seperti vitamin D, hormon seks dan
asam empedu (Movva, 2008).
Kolesterol ditemukan pada otak, hati, darah dan empedu. Kolesterol
diproduksi terutama di hati, diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati. Bahan
bakunya diperoleh dari karbohidrat, protein dan lemak. Jumlah yang disintesis
tergantung dari kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperoleh tergantung dari
makanan (Almatsier, 2009).
Organ hati merupakan pusat biosintesis dan degradasi kolesterol tubuh.
Apabila asupan kolesterol dan lemak dari makanan berlebih, maka hati
sedemikian rupa akan menjaga agar konsentrasi kolesterol tubuh tetap normal
dengan cara mengurangi laju biosintesis kolesterol dan meningkatkan sekresi
kolesterol melalui cairan empedu sehingga jumlah kolesterol berkurang, sehingga
konsentrasi kolesterol tubuh dapat dipertahankan pada kondisi normal (Wahyudi,
2009).
2.4.4 Asam Lemak
Adapun rumus umum dari asam lemak adalah: CH3(CH2)nCOOH atau
CnH2n+1-COOH Rentang ukuran dari asam lemak adalah C12 sampai dengan
C24 (Rader dan Hobbs, 2005).
Ada dua macam asam lemak yaitu (Rader dan Hobbs, 2005) :
1. Asam lemak jenuh (saturated fatty acid).
2. Asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid).
2.4.4.1Lipoprotein
Lemak tidak larut dalam air, yang berarti juga tidak larut dalam plasma
darah. Supaya lemak dapat diangkut ke dalam peredaran darah, maka di dalam
plasma darah, lemak akan berikatan dengan protein spesifik membentuk suatu
kompleks makro molekul yang larut dalam air. Ikatan antara protein dan lemak
(kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid) disebut Lipoprotein (Mahley et al. 2011).
Pengaturan kadar lipoprotein melalui beberapa cara (Rader dan Hobbs,
2005) :
1. Pengurangan pembentukan lipoprotein dan mengurangi jumlah lipoprotein
yang masuk ke dalam darah.
2. Penurunan atau peningkatan kecepatan pembuangan lipoprotein daridalam
darah.
Berdasarkan komposisi, densitas, dan mobilitasnya, lipoprotein dibedakan
menjadi kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate
DensityLipoprotein (IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan High Density
Lipoprotein (HDL). Setiap jenis lipoprotein memiliki fungsi yang berbeda,
dipecah serta dibuang dengan cara sedikit berbeda (Rader dan Hobbs, 2005).
2.4.4.1.1Kilomikron
Kilomikron adalah lipoprotein yang mengangkut lemak menuju ke
hati.Kilomikron dibentuk dalam usus halus dengan komposisi asam lemak dari
trigliserida.Lipoprotein dengan berat molekul terbesar ini lebih dari 80 persen nya
terdiri dari trigliserida yang berasal dari makanan, terutama makanan yang
mengandung trigliserida dan kurang dari 5 persen terdiri dari kolesterol ester.
Kilomikron berinteraksi dengan Lipoprotein Lipase (LPL) yang terdapat pada
permukaan endotel kapiler, jaringan lemak dan otot, Akibat interaksi ini
trigliserida dapat dilepaskan dari kilomikron, dan diangkut oleh HDL ke hepar
untuk di metabolisme. Kilomikron membawa kolesterol makanan ke hati dan
membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka. (Rader
dan Hobbs, 2005).
Lapisan permukaan kilomikron terdiri dari fosfolipid, kolesterol bebas,
Apo AI, Apo AII, Apo AIV dan Apo B48 , sedangkan bagian inti kilomikron
terdiri dari kolesterol trigliserida dan. Di dalam plasma, Apo C dan Apo E
ditransfer ke kilomikron dari HDL sehingga membentuk kilomikron.Apo CII
memediasi hidrolisis trigliserida melalui pengaktifan LPL, sehingga terbentuk
kilomikron remnan yang miskin trigliserida dan asam lemak bebasdan kaya
kolesterol (Rader dan Hobbs, 2005).
Kilomikron remnan diambil oleh hepatosit dengan bantuan Apo E,
sehingga kolesterol digunakan oleh hepatosit untuk membentuk asam empedu
disatukan ke dalam membran, diekskresikan sebagai kolesterol ke dalam empedu
atau membentuk lipoprotein (Lichtenstein dan Jones, 2001 ; Rader dan Hobbs,
2005), Sedangkan Asam lemak bebas kemudian diambil oleh berbagai jaringan
untuk disimpan sebagai trigliserida, dioksidasi sebagai sumber energy dan
digunakan kembali di hepar untuk dibentuk lipoprotein trigliserida (Mahley et al.,
2011).
2.4.4.1.2 Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
Very Low Density Lipoprotein (VLDL) adalah trigliserida endogen.
Lipoprotein ini terdiri dari 60 persen trigliserida endogen dan 10-15 persen
kolesterol.Lipoprotein ini dibentuk dari asam lemak bebas di hati, yang berfungsi
sebagai alat transportasi lemak dari hepar ke jaringan.Trigliserida merupakan
bagian terbesar dari VLDL serta ukuran dari VLDL ditentukan oleh jumlah
trigliserida yang ada (Rader dan Hobbs, 2005).
Apolipoprotein utama VLDL adalah Apo B100.Trigliserida VLDL
dihidrolisis oleh lipoprotein lipase (LPL) kemudian diubah menjadi VLDL
remnant (Mahley et al., 2003).VLDL remnan ditangkap kembali oleh hepar
melalui reseptor atau dapat tetap dalam sirkulasi dan setelah diambil komponen
trigliseridanya dihirolisis oleh Hepatik Lipase (HL) menjadi partikel IDL dan
LDL (Rader dan Hobbs, 2005).
2.4.4.1.3Low Density Lipoprotein (LDL)
Lipoprotein densitas rendah (LDL) merupakam lipoprotein yangmerupakan
alat transportasi kolesterol yang utama, mengangkut sekitar 70-80 persen dari
kolesterol total, yang merupakan metabolit VLDL.Apolipoprotein utama LDL
adalah Apo B100.Fungsi LDL yaitu membawa kolesterol dari hepar ke jaringan
perifer termasuk ke sel otot jantung, otak, dan jaringan lain supaya dapat
berfungsi sebagaimana mestinya misalnya sintesis membran plasma dan hormon
steroid. Rangkaian proses penyediaan kolesterol pada jaringan ekstrahepatik
disebut LDL receptor pathway, sedangkan rangkaian proses pengembalian
kolesterol ke hepar dari jaringan perifer disebut reverse cholesterol transport.
Kedua jalur tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetic (Mayes dan
Botham, 2003).
Partikel LDL mengandung kolesterol 60 persen dan trigliserida sebanyak 10
persen. Kadar LDL plasma tergantung dari banyak faktor termasuk kolesterol
dalam makanan, asupan lemak jenuh, kecepatan produksi dan eliminasi VLDL
dan LDL . Apabila makan banyak lemak jenuh atau bahan makanan yang banyak
mengandung kolesterol, maka kadar LDL dalam darah kita tinggi. Kelebihan
LDL akan mudah melekat pada dinding sebelah dalam (intima) pembuluh darah
dengan risiko penumpukan atau pengendapan kolesterol LDL pada dinding
pembuluh darah arteri, yang diikuti dengan terjadinya aterosklerosis. Makin kecil
ukuran LDL atau makin tinggi kepadatannya, makin mudah pula LDL tersebut
menyusup ke dalam intima.LDL demikian disebut LDL kecil padat (small dense
LDL), dengan sifat di atas, maka LDL disebut kolesterol jahat.Ambilan LDL
terjadi karena adanya reseptor LDL.Jalur katabolisme reseptor dapat ditekan oleh
produksi kolesterol endogen. Bila katabolisme LDL oleh hati dan jaringan perifer
berkurang maka kadar kolesterol plasmanya meningkat. Kadar kolesterol yang
meningkat sebagian disalurkan ke dalam makrofag yang membentuk sel busa
(foam cells) dan berperan dalam pembentukan aterosklerosis (Rader dan Hobbs,
2005).
2.4.4.1.4High Density Lipoprotein (HDL)
Lipoprotein densitas tinggi (HDL) berfungsi membawa kolesterol dari
jaringan perifer ke hati sehingga dapat dimetabolisme lalu dibuang ke dalam
kandung empedu sebagai asamempedu, sehingga penimbunan kolesterol di perifer
berkurang.Komponen HDL ialah 13 persen kolesterol, kurang dari 5 persen
trigliserida dan 50 persen protein. Pada individu dengan nilai lipid yang normal,
kadar HDL relatif menetap sesudah dewasa (kira-kira 45 mg/dl pada pria dan 54
mg/dl pada perempuan). HDL mengandung Apo AI, AII, AIV, C, dan E. Apo AI
dan AIV merupakan aktivator enzim LCAT. HDL memberikan Apo E dan Apo C,
dan menerina Apo AI dan Apo AIV dari kilomikron di dalam sirkulasi darah.
HDL berguna sebagai transportasi serta metabolisme ester kolesterol dalam
plasma untuk membersihan kolesterol dan trigliserida. Mekanisme proteksi HDL
terhadap penyakit jantung koroner belum diketahui dengan jelas.Kadar HDL
menurun pada kegemukan, perokok, penderita diabetes yang tidak terkontrol dan
pada pemakaian kombinasi estrogen-progestin. (Rader dan Hobbs, 2005).
2.4.4.1.5 Apoprotein
Transportasi antar organ dari lipid eksogen dan endogen di dalam
lipoprotein diatur oleh apoprotein.
1. Mengatur transportasi dan aktivitas lipoprotein dengan memodulasi aktivitas
enzim dan membantu klirens lipoprotein dari sirkulasi ke organ-organ melalui
reseptor khusus.
2. Meningkatkan kelarutan lipoprotein di dalam air. (Lichtenstein et al, 2001)
2.5Metabolisme Lipid
Lipid meliputilemak netral yang dikenal sebagai trigliserida, fosfolipid,
kolesterol dan beberapa lipid lain yang kurang penting. Secara kimia sebagian
besar lipid dasar dari trigliserida danfosfolipid adalah asam lemak yang hanya
merupakan asam organik rantai panjang (Guyton and Hall, 2006).Asam lemak ini
dikenal sebagai asam lemak bebas (free fatty acid) yang merupakan lipid plasma
yang secara metabolik paling aktif (Mayeset al, 2003).
Walaupun kolesterol tidak mengandung asam lemak, inti sterolnya
disintesis dari gugus molekul asam lemak sehingga kolesterol memiliki banyak
sifat fisik dan kimia dari zat lipid lainnya. Trigliserida untuk menyediakan energi
bagi berbagai proses metabolik, suatu fungsi yang hampir sama dengan
karbohidrat. Beberapa lipid terutama fosfolipid,kolesteroldan sebagian kecil
trigliserida dipakai untuk membentuk semua membran sel dan dipakai untuk
melakukan fungsi-fungsi sel yang lain (Guyton dan Hall, 2007).
Hampir seluruh lemak dalam makanan diabsorbsi dari usus ke dalam
limfe usus.Selama pencernaan, trigliserida dipecah menjadi asam lemakdan
monogliserida.Sewaktu melalui sel epitel usus, monogliserida dan asam lemak
disintesis kembali menjadi molekul trigliserida baru yang masuk ke dalam limfe
dalam bentuk droplet kecil disebut kilomikron.Sebagian fosfolipid dan kolesterol
memasuki kilomikron.Kilomikron kemudian ditranspor ke atas melalui duktus
toraksikus dan masuk ke dalam darah vena yang bersirkulasi pada pertemuan vena
subklavia dan vena jugularis (Guyton dan Hall, 2007).
Pada spesies omnivora yang memakan makanannya pada waktu tertentu
seperti manusia, Kalori yang berlebihan akan dikonsumsi pada fase anabolik di
dalam siklus ‘makan’ yang diikuti oleh periode keseimbangan negatif ketika
organism tersebut mengambil simpanan dari karbohidrat dan lemaknya sendiri.
Lipoprotein memperantarai siklus ini dengan mengangkut lipid dari intestinal
sebagai kilomikron dan dari hati sebagai very low density lipoprotein (VLDL) ke
sebagian besar jaringan tubuh untuk oksidasi dan jaringan adipose untuk
penyimpanan.Lipid diangkut dari jaringan adipose sebagai asam lemak bebas
yang terikat pada albumin serum (Mahleyet al, 2011).
Di samping asam lemak bebas ada empat kelompok lipoprotein yang telah
diidentifikasi yaitu :
1. Very low density lipoprotein (VLDL) yang berasal dari hati untuk
mengeluarkan triasilgliserol
2. Kilomikron, yang berasal dari penyerapan triasilgliserol di usus
3. Low density lipoprotein (LDL) yang merupakan tahap akhir dalam
katabolisme VLDL
4. High density lipoprotein (HDL) yang ikut dalam metabolism kilomikron dan
VLDL serta pengangkutan kolesterol
Asam lemak bebas tidak semua yang dihasilkan melalui lipolisis
digunakan untuk energi. Asam lemak bebas yang tidak dioksidasi akan
mengalami reesterifikasi menjadi trigliserida di dalam jaringan adiposa ataupun
hepar, atau disimpan dalam trigliserida intramuskuler. Bila laju reesterifikasi tidak
mampu mengimbangi laju lipolitik, terjadi peningkatan konsentrasi asam lemak
bebas plasma serta dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit yang
berhubungan dengan lipid.Asam lemak bebas yang digunakan untuk energi
diaktifkan oleh enzim asil-KoA sintetase, kemudian dibawa ke dalam mitokondria
dan diubah oleh Carnitine Palmitoyl Transferase(CPT) menjadi Asil-KoA.Asil-
KoAmengalami oksidasi β menjadi asetil-KoA.Asetil-KoA masuk ke dalam siklus
asam sitrat untuk menghasilkan energi. Apabila kebutuhan energi sudah
mencukupi, asetil KoA dapat mengalami lipogenesis menjadi asam lemak yang
selanjutnya dapat disimpan dalam bentuk trigliserida (Guyton et al 2007).
Beberapa lipid non gliserida disintesis dari asetil KoA.Asetil KoA
mengalami kolesterogenesis menjadi kolesterol. Kolesterol mengalami
steroidogenesis membentuk steroid.Asetil KoAsebagai hasil oksidasi asam lemak
juga berpotensi menghasilkan badan-badan keton (aseto asetat, hidroksi butirat
dan aseton), Proses ini dinamakanketogenesis. Badan-badan keton dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan asam-basa yang dinamakan asidosis
metabolik, yang dapat menyebabkan kematian (Guytondan Hall,2007).
Langkah-langkah masuknya asil KoA ke dalam mitokondria dijelaskan
sebagai berikut (Mayes dan Botham, 2003) :
1. Asam lemak bebas (FFA) menjadi asil-KoA dengan bantuan ATP dan
koenzim A, dan dikatalisir oleh enzim asil-KoA sintetase (tiokinase).
2. Asil-KoA dikonversikan oleh enzim carnitine palmytoyltransferase I (CPT I)
yang terdapat pada membran eksterna mitokondria menjadi asil karnitin.,
yang dapat menembus membran interna mitokondria.
3. Dalam membran interna mitokondria terdapat enzim asil karnitin translokase
yang bertindak sebagai pengangkut asil karnitin ke dalam dan keluar.
4. Asil karnitin yang masuk ke dalam mitokondria selanjutnya bereaksi dengan
KoA (Ko-enzim A) dengan dikatalisir oleh enzim carnitine palmytoyl
transferase II (CPT II) yang ada di membran interna mitokondria menjadi
Asil KoA dan karnitin dibebaskan.
5. Asil KoA yang sudah terdapat dalam mitokondria ini kemudian masuk dalam
proses oksidasi β.
Sebagian dari asetil-KoAakan berubah menjadi asetoasetat, selanjutnya
asetoasetat berubah menjadi hidroksi butirat dan aseton.Aseto asetat, β-hidroksi
butirat dan aseton dikenal sebagai badan-badan keton. Proses perubahan ini
dinamakan ketogenesis (Guyton dan Hall, 2007).
Sebagian dari asetil KoAdirubah kemudian menjadi kolesterol (prosesnya
dinamakan kolesterogenesis) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan
untuk disintesis menjadi steroid (steroidgenesis)(Guyton dan hall, 2007).
Gambar 2.4 . Biosintesis Kolesterol (Koolman dan Roehm, 2005)
)
Gambar 2.5 Ikhtisar Metabolisme Lemak(Koolman dan Roehm, 2005)
2.6 Tanaman Obat
2.6.1 Definisi Tanaman Obat
Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat karena
mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak
mengandung zat aktif tertentu tetapi mengandung efek resultan/sinergi dari
berbagai zat yang berfungsi mengobati, serta digunakan sebagai obat dalam
pencegahan penyakit (Esha Flora Plants dan Tissue Culture, 2008).
Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam
tanaman obat mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk
fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif (Esha Flora Plants dan
Tissue Culture, 2008).
2.6.2 Penggunaan Tanaman Obat
1. Waktu Pengumpulan
Untuk mendapatkan bahan yang terbaik dan tumbuhan obat, perlu diperhatikan
saat-saat pengumpulan atau pemetikan bahan berkhasiat.
a. Daun : dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum buah menjadi
masak
b. Bunga : dikumpulkan sebelum atau sesaat sesudah mekar
c. Buah : dipetik dalam keadaan masak
d. Biji : dikumpulkan dari buah yang masak sempurna
e. Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber), dan umbi lapis (bulbus) :
dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhan berhenti.
2. Pencucian dan Pengeringan
Bahan obat yang sudah dikumpulkan segera dicuci bersih, sebaiknya dengan air
yang mengalir. Setelah bersih, dapat segera dimanfaatkan bila diperlukan
pemakaian yang segar. Namun, bisa pula dikeringkan untuk
disimpan.Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan mencegah
pembusukan oleh bakteri. Bahan kering juga mudah dihaluskan bila ingin dibuat
serbuk.
Pengeringan cara bahan obat :
a. Bahan berukuran besar dan banyak mengandung air dapat dipotong – potong
seperlunya terlebih dahulu.
b. Pengeringan dapat langsung dibawah sinar matahari atau memakai pelindung
seperti kawat halus jika menghendaki pengeringan tidak terlalu cepat.
c. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan mengangin-anginkan bahan
ditempat yang teduh atau di dalam ruang pengering yang aliran udaranya baik
(Tanaman obat, 2012).
2. 7Tanaman Bungur atau Ketangi (Lagerstroemia speciosa)
2.7.1Klasifikasi Tanaman Bungur (Lagerstroemia speciosa)
Tanaman bungur diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut
(Anonim, 2015a; 2015b) :
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Genus : Lagerstroemia
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Sub Kelas : Rosidae
Famili : Lythraceae
Spesies :Lagerstroemia speciosa
Gambar 2.6 . Daun bungur (Natur life)
Salah satu tumbuhan yang mengandung senyawa obat yaitu Bungur atau
Ketangi (Lagerstroemia speciosa Pers.).Bungur аԁаƖаh jenis pohon Crepe Myrtle
уаnɡ menghasilkan bunga berwarna merah muda atau putih.Tanaman bungur
tumbuh ԁі daerah Filipina, Thailand, Indonesia ԁаn Jepang.Tanaman ini relatif
lebih mudah tumbuh di berbagai jenis tanah (Liu et al, 2011).
Bungur ditanam sebagai pohon hias atau pohon pelindung di tepi jalan. Di
Jawa, bungur dapat tumbuh sampai ketinggian 800 m dpl. Selain itu, bungur
banyak ditemukan pada ketinggian di bawah 300 m. Pohon, tinggi 10-30 m.
Batang bulat, percabangan mulai dari bagian pangkalnya, berwarna cokelat muda.
Daun tunggal, bertangkai pendek.Helaian daun berbentuk oval, elips, atau
memanjang, tebal seperti kulit, panjang 9-28 cm, lebar4-12 cm, berwarna hijau
tua. Bunga majemuk berwarna ungu, tersusun dalam malai yang panjangnya 10-
50 cm, keluar dari ketiak daun atau ujung ranting. Buahnya buah kotak, berbentuk
bola sampai bulat memanjang, panjang 2-3,5 cm, beruang 3-7, buah yang masih
muda berwarna hijau, setelah masak menjadi cokelat. ( Anonim, 2013 )
2.7.2 Metabolit Sekunder pada Tanaman Bungur (Lagerstroemia speciosa)
Senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan biasanya tersebar merata ke
seluruh bagian tumbuhan tetapi dalam kadar yang berbeda-beda (Anonim, 2014).
Daun bungur mengandung senyawa asam korosolat, ellagitanin dan lagerstroemin
(Hayashiet al., 2002) , senyawa saponin, flavonoid, alkaloid. (Liu et al.,2001)
2.7.2.1 Saponin
Saponin adalah senyawa berbentuk glikosida yang tersebar luas pada
tumbuhan tingkat tinggi, namun dengan konsentrasi berbeda-beda pada bagian
tertentu, tergantung dari varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Penelitian
menunjukkan bahwa saponin dapat meningkatkan sistem imun, bersifat
antioksidan, dapat mencegah kanker, anti virus, dapat menghambat pertumbuhan
jamur, dan biasanya digunakan sebagai bahan antiseptic (Anonim,2014).
2.7.2.2. Flavonoida
Merupakan suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan
di alam.Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman berwarna hijau, kecuali alga.Senyawa ini dapat ditemukan pada batang,
daun, bunga, dan buah tanaman. Manfaat flavonoid antara lain untuk melindungi
struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, mencegah keropos tulang,
sebagai zat anti inflamasi, antioksidan, antibiotik, dan sebagai pencegah kanker
(zat antioksidan). Flavonoid sendiri dikatakan dapat mencegah terjadinya penyakit
degeneratif (penyakit yang terjadi seiring berjalannya proses penuaan atau
pertambahan usia) dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak
dengan cara menangkap radikal bebas dan menghelat ion logam transisi.
(Anonim, 2015b)
2.7.2.3 Tanin
Tanin adalah suatu polifenol yang merupakan senyawa antara suatu
metabolisme pada tanaman tingkat tinggi. Merupakan suatu ester dari Galloyl atau
turunannya, yang terikat pada inti catechin dan triterpenoid (gallo-tannins,
ellagitannins and complex tannins), bisa juga suatu oligomer dan polimer
proanthocyanidins yang mempunyai substitusi flavanil yang berlainan (condensed
tannins)(Rahastuti et al, 2011).
Flavonoid dan tanin dapat menghambat enzim HMG-COA reduktase yang
berperan mensintesis kolesterol. Terhambatnya HMG-COA reduktase akan
menurunkan sintesis kolesterol di hati sehingga menurunkan sintesis APO B dan
meningkatkan reseptor LDL pada permukaan hati. Kemudian kolesterol dalam
darah dapat ditarik ke hati sehingga menurunkan kolesterol LDL dan VLDL.
Selain itu tanin berefek menghambat enzim lipase pankreas sehingga
penyerapankolesterol oleh hepar terhambat dan sekresi kolesterol melalui feses
meningkat (Rahastutiet al, 2011)
Tanin jugadapatmenghambat enzimAcylCoA Cholesterol Acyl
Transferase(ACAT)yang berperan dalam esterifikasi kolesterol sehingga
menghambat penggabungan kolesterol ester membentuk kilomikron dan VLDL.
Menurunnyakadar APO B menyebabkan pembentukan kilomikron, LDL dan
VLDL terganggu yang menyebabkan trigliserida tidak terbentuk sehingga ukuran
partikel sdLDL besar (Rahastuti et al, 2011).
Kandungan alkaloid memiliki efek menghambat aktivitas enzim lipase,
sehingga dapat menghambat pemecahan lemak menjadi molekul-molekul lemak
yang lebih kecil. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan jumlah lemak
yang dapat diabsorbsi sehingga konsetransi trigliserida dalam usus menurun
yangmenyebabkan peningkatan ukuran partikel sdLDL (Olivera et al, 2007 dan
Rahastuti et al , 2011)
Pengujian pada hewan juga menunjukkan bahwa ekstrak Bungur dapat
meningkatkan insulin, aktivitas hipoglikemik dan hipolipidemik(Hernawan,
2003).Pengujian bahan dilakukan dalam bentuk ekstrak di Laboratorium Analisis
Pangan, Fakultas Pertanian UNUD.Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat
pada table dibawah ini.(Lampiran 3)
Tabel 2.5
Kandungan Senyawa Kimia Daun Bungur
No. Jenis Analisis Jumlah Satuan Hasil
1 Kapasitas Antioksidan 1 ppm GAEAC 36,8
2 Kadar Total Fenol 1 % GAE 2.31
3 Kadar Tanin 1 %TAE 80,42
4 Kadar Flavonoid 1 %QE 13,65
Keterangan :
GAEAC : Garlic Acid Equivalent antioksidant capacity
GAE : Garlic Acid Equivalent
TAE : Tannic Acid Equivalent
QE : Quarsetic equivalent
%b/b TAE 80,42
Kandungan antioksidan dalam ekstrak daun bungur mempunyai efek yang
menguntungkan pada fungsi yaitu menurunkan oksidasi LDL dan meningkatkan
produksi nitric oxide (NO), Oksidasi LDL akan menginduksi respon inflamasi
dengan memproduksi leukosit dan cytokine pada endotel. Nitric oxide adalah
vasodilator endogenous yang mempunyai kemampuan anti aterogenesis. Oksidasi
LDL akan menghasilkan Reactive oxygen species(ROS) yang bersifat toksik, dan
jika berikatan dengan NO akan membentuk peroksinitrik oksidan. Oksidasi
kolesterol ini dapat memacu terjadinya proses aterogenesis (Vita, 2005)
Dengan makin meningkatnya usia seseorang, sel-sel tubuh mengalami
degenerasi, proses metabolisme terganggu, respon imun menurun. Semua faktor
ini dapat memicu berbagai penyakit degeneratif.Oleh karena itu tubuh kita
memerlukan substansi penting yaitu antioksidan yang membantu melindungi
tubuh dari radikal bebas dan meredam dampak negatifnya.Konsumsi antioksidan
yang memadai dilaporkan menurunkan kejadian penyakit degeneratif seperti
penyakit kardiovaskular, kanker, aterosklerosis, osteoporosis dan lain-
lain.Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan disebut-sebut dapat
meningkatkan status imunologis dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif
akibat penuaan (Winarsi, 2007).
2.8. Tikus Putih (Rattus Norvegicus) jantan sebagai hewan coba
Perkembangan dunia kedokteran dan pengobatan tidak jarang melibatkan
penggunaan hewan coba dalam penelitiannya.Salah satu hewan coba yang
menjadi pilihan adalah tikus. Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan
percobaan lain, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak
lazim ditempat oesephagus bermuara karena ke dalam lambung, dan tikus tidak
mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Pada penelitian ini menggunakan tikus putih jantan sebagai binatang
percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih
stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan
seperti pada tikus betina,. Tikus putih jantan juga mempunyai kecepatan
metabolisme obat lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil
dibanding tikus betina (Ngatijan, 2006).
Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan
sangat cerdas.Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan
kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu
besar.Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya.Tikus
laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988).
Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih
besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium tikus
putih lebih menguntungkan daripada mencit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Gambar 2.7Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan coba