bab ii kajian pustaka 2.1 minat belajar siswa 2.1.1 konsep...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Minat Belajar Siswa
2.1.1 Konsep Minat Belajar
Menurut Sukardi dalam (Susanto, Ahmad 2013:57), minat dapat
diartikan sebagai suatu kesukaan, kegemaran atau kesenangan akan sesuatu.
Adapun menurut Sardiman dalam (Susanto, Ahmad 2013:57), minat adalah suatu
kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi
yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhan sendiri.
Oleh karena itu, apa saja yang dilihat seseorang barang tentu akan
membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan
dengan kepentingannya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa minat merupakan
kecenderungan jiwa seseorang terhadap sesuatu objek, biasanya disertai dengan
perasaan senang, karena itu merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu.
Dari beberapa gambaran definisi minat di atas, kiranya dapat
ditegaskan di sini bahwa minat merupakan dorongan dalam diri seseorang atau
faktor yang menimbulkan ketertarikan atau perhatian secara efektif, yang
menyebabkan dipilihnya suatu objek atau kegiatan yang menguntungkan,
menyenangkan, dan lama-kelamaan akan mendatangkan kepuasan dalam dirinya.
Menurut Bloom dalam (Susanto, Ahmad 2013:57), minat adalah apa
yang disebutnya sebagai subject-related affect, yang di dalamnya termasuk minat
dan sikap terhadap materi pelajaran. Namun ternyata sulit menemukan pembatas
yang jelas antara minat dan sikap terhadap materi pelajaran. Yang tampak adalah
sebuah kontinum yang terentang dari pandangan-pandangan negatif atau afek
(affect) negatif terhadap pelajaran. Ini dapat diukur dengan menanyakan kepada
seseorang apakah ia mempelajari itu, apa yang disukai atau tidak disukainya
mengenai pelajaran dan berbagai pendekatan dengan menggunakan kuesioner
yang berupaya meningkatkan berbagai pendapat, pandangan, dan preferensi yang
mungkin menunjukkan suatu afek positif atau negatif terhadap pelajaran.
8
2.1.2 Macam-Macam dan Ciri-Ciri Minat
Adapun mengenai jenis atau macam-macam minat, Kuder dalam
(Susanto, Ahmad 2013:61) mengelompokkan jenis-jenis minat ini menjadi
sepuluh macam, yaitu:
1. Minat terhadap alam sekitar, yaitu minat terhadap pekerjaan-pekerjaan yang
berhubungan dengan alam, binatang, dan tumbuhan.
2. Minat mekanis, yaitu minat terhadap pekerjaan yang bertalian dengan mesin-
mesin atau alat mekanik.
3. Minat hitung menghitung, yaitu minat terhadap pekerjaan yang membutuhkan
perhitungan.
4. Minat terhadap ilmu pengetahuan, yaitu minat untuk menemukan fakta-fakta
baru dan pemecahan problem.
5. Minat persuasif, yaitu minat terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan
kesenian, kerajinan, dan kreasi tangan.
6. Minat seni, yaitu minat terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan
kesenian, kerajinan, dan kreasi tangan.
7. Minat leterer, yaitu minat yang berhubungan dengan masalah-masalah
membaca dan menulis sebagai karangan.
8. Minat musik, yaitu minat terhadap masalah-masalah musik, seperti menonton
konser dan memainkan alat-alat musik.
9. Minat layanan sosial, yaitu minat yang berhubungan dengan pekerjaan untuk
membantu orang lain.
10. Minat klerikal, yaitu minat yang berhubungan dengan pekerjaan administratif.
Ada tujuh ciri minat, yang masing-masing dalam hal ini tidak
dibedakan antara ciri minat secara spontan maupun terpola (Hurlock, Elizabeth
1978:115). Ciri-ciri ini sebagai berikut:
1. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental. Miant di
semua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental, misalnya
perubahan minat dalam hubungannya dengan perubahan usia.
2. Minat tergantung pada kegiatan belajar. Kesiapan belajar merupakan salah
satu penyebab meningkatnya minat seseorang.
9
3. Minat tergantung pada kesempatan belajar. Kesempatan belajar merupakan
faktor yang sangat berharga, sebab tidak semua orang dapat menikmatinya.
4. Perkembangan minat mungkin terbatas. Keterbatasan ini mungkin
dikarenakan keadaan fisik yang tidak memungkinkan.
5. Minat dipengaruhi budaya. Budaya sangat mempengaruhi, sebab jika budaya
sudah mulai luntur mungkin minat juga ikut luntur.
6. Minat berbobot emosional. Minat berhubungan dengan perasaan, maksudnya
bila suatu objek dihayati sebagai sesuatu yang sangat berharga, maka akan
timbul perasaan senang yang akhirnya dapat diminatinya.
7. Minat berbobot egisentris, artinya jika seseorang senang terhadap sesuatu,
maka akan timbul hasrat untuk memilikinya.
2.1.3 Pembentukan Minat Belajar
Setiap jenis minat berpengaruh dan berfungsi dalam pemenuhan
kebutuhan, sehingga makin kuat terhadap kebutuhan sesuatu, makin besar dan
dalam minat terhadap kebutuhan tersebut. Dalam kaitan ini, Slameto dalam
(Susanto, Ahmad 2013:63) menyebutkan bahwa intensitas kebutuhan yang
dilakukan oleh individu akan berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya
minat individu yang bersangkutan. Adapun menurut Sukartini dalam (Susanto,
Ahmad 2013:63) perkembangan minat tergantung pada kesempatan belajar yang
dimiliki seseorang. Dengan kata lain, bahwa perkembangan minat sangat
tergantung pada lingkungan dan orang-orang dewasa yang erat pergaulannya
dengan mereka, sehingga secara langsung akan berpengaruh pula terhadap
kematangan psikologisnya.
Secara psikologis, menurut Munandar dalam (Susanto, Ahmad
2013:64) fase perkembangan minat berlangsung secara bertingkat dan mengikuti
pola perkembangan individu itu sendiri. Di samping itu, kematangan individu juga
mempengaruhi perkembangan minat, karena semakin matang secara psikologis
maupun fisik, maka minat juga akan semakin kuat dan terfokus pada objek
tertentu.
10
Sukartini dalam (Susanto, Ahmad 2013:64) menyebutkan ada empat indikator-
indikator minat, yaitu:
1. Keinginan untuk memiliki sesuatu.
Minat masa kanak-kanak cenderung egosentris, aspek kognitif minat ini
berkisar sekitar pertanyaan apa saja keuntungan dan kepuasan pribadi yang
dapat diperoleh dari minat itu (Hurlock, Elizabeth 1978:117).
2. Objek atau kegiatan yang disenangi.
Minat mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi anak. Ketika anak mulai
berpikir tentang pekerjaan mereka di masa mendatang misalnya, mereka
menentukan apa yang mereka ingin melakukan bila mereka dewasa. Semakin
yakin mereka mengenai pekerjaan yang diidamkan, semakin besar minat
mereka terhadap kegiatan, di kelas atau di luar kelas, yang mendukung
tercapainya aspirasi itu (Hurlock, Elizabeth 1978:114).
3. Jenis kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh sesuatu yang disenangi.
Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman
pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, serta
dari berbagai jenis media massa. Dari sumber tersebut anak belajar apa saja
yang akan memuaskan kebutuhan mereka dan yang tidak. Yang pertama
kemudian akan berkembang menjadi minat, dan yang kedua tidak (Hurlock,
Elizabeth 1978:117).
4. Upaya-upaya yang dilakukan untuk merealisasikan keinginan atau rasa
terhadap objek atau kegiatan tertentu.
Setiap minat memuaskan suatu kebutuhan dalam kehidupan anak, walaupun
kebutuhan ini mungkin tidak segera tampak bagi orang dewasa. Semakin kuat
kebutuhan ini, semakin kuat dan bertahan pada minat tersebut. Selanjutnya,
semakin sering minat diekspresikan dalam kegiatan, semakin kuatlah ia
(Hurlock, Elizabeth 1978:114).
2.1.4 Pengaruh Minat Terhadap Kegiatan Belajar Siswa
Minat merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan belajar
siswa. Suatu kegiatan belajar yang dilakukan tidak sesuai dengan minat siswa
akan memungkinkan berpengaruh negatif terhadap hasil belajar siswa yang
11
bersangkutan. Dengan adanya minat dan tersedianya rangsangan yang ada sangkut
pautnya dengan diri siswa, maka siswa akan mendapatkan kepuasan batin dari
kegiatan belajar tadi. Kenyataan ini juga diperkuat oleh pendapat Sardiman dalam
(Susanto, Ahmad 2013:66) yang menyatakan bahwa proses belajar itu akan
berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Begitu juga menurut Wiliam James
dalam (Susanto, Ahmad 2013:66), bahwa minat belajar merupakan faktor yang
menetukan derajat keaktifan belajar siswa. Jadi, dapat ditegaskan bahwa faktor
minat ini merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap
keberhasilan belajar.
Dari uraian singkat di atas, maka semakin jelas bahwa minat akan
berdampak terhadap kegiatan yang dilakukan seseorang. Dalam hubungannya
dengan kegiatan belajar, minat tertentu dimungkinkan akan berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa, hal ini dikarenakan adanya minat siswa terhadap sesuatu
dalam kegiatan belajar itu sendiri. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Hartono
dalam (Susanto, Ahmad 2013:67) yang menyatakan bahwa minat memberikan
sumbangan besar terhadap keberhasilan belajar peserta didik. Bahan pelajaran,
pendekatan, ataupun metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan minat peserta
didik menyebabkan hasil belajar tidak optimal.
Guru seharusnya mampu memelihara minat anak didiknya, dengan
cara-cara seperti yang ditawarkan oleh Nurkacana dalam (Susanto, Ahmad
2013:67) yaitu:
1. Meningkatkan minat anak-anak, setiap guru mempunyai kewajiban untuk
meningkatkan minat siswanya. Karena minat merupakan komponen penting
dalam kehidupan pada umumnya dan dalam pendidikan, serta pembelajaran di
ruang kelas pada khususnya.
2. Memelihara minat yang timbul, apabila anak-anak menunjukkan minat yang
kecil, maka tugas guru untuk memelihara minat tersebut.
3. Mencegah timbulnya minat terhadap hal-hal yang tidak baik, sekolah
merupakan lembaga yang menyiapkan peserta didik untuk hidup dalam
masyarakat, maka sekolah harus mengembangkan aspek-aspek ideal agar
anak-anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
12
4. Sebagai persiapan untuk memberikan bimbinhan kepada anak-anak tentang
lanjutan studi atau pekerjaan yang sesuai baginya, minat merupakan bahan
pertimbangan untuk mengetahui kesenangan anak, sehingga kecenderungan
minat terhadap sesuatu yang baik perlu bimbingan lebih lanjut.
Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dapat ditegaskan bahwa
minat belajar siswa merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang
tercapainya efektifitas proses belajar mengajar, yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang bersangkutan.
2.2 Hasil Belajar
Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai
tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley
dalam (Sudjana, Nana 1990:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a)
keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-
cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah
ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne dalam (Sudjana, Nana 1990:22)
membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan
intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Dalam
sitem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom dalam (Sudjana, Nana 1990:22) yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.Ranah afektif
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban
atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
13
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan
reflex, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perceptual, (d)
keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan
ekspresif dan interpretatif.
2.3 Hasil Belajar IPS
2.3.1 Ilmu Pengetahuan Sosial
Menurut Somantri dalam (Gunawan, Rudy 2011:17) “Pendidikan IPS
dalam kepustakaan asing disebut dengan berbagai istilah seperti Social Studies,
Sosial Education, Citizenship Education dan Social Science Education”.
Mengenai studi sosial Banks dalam (Gunawan, Rudy 2011:17) memberikan
definisi sebagai berikut:
The social studies is that part of the elementary and lugh school curriculum which
has the primary responsibility for helping students to develop the knowledge skill,
attitudes, and values needed to participate in the civic life of their local
communities, the nation, and the world.
Sedangkan definisi studi sosial menurut NCSS dalam (Gunawan, Rudy
2011:17) adalah sebagai berikut:
The term social studies is used to include history, economics, anthropology,
sociology civics, geography and all modifications of subjects whose content as
well as aim is social. In all content definitions, the social studies is conceived as
the subject matter of the academic disciplines somehow simplified, adapted,
modified, or selected for school instruction.
Sementara Djahiri dan Ma’mun dalam (Gunawan, Rudy 2011:17)
berpendapat bahwa: “IPS atau studi sosial konsep-konsepnya merupakan konsep
pilihan dari berbagai ilmu lalu dipadukan dan diolah secara didaktis-pedagogis
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa”. Sedangkan mengenai IPS Somantri
dalam (Gunawan, Rudy 2011:17) berpendapat, bahwa: “Istilah IPS merupakan
subprogram pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, maka lahirlah nama
Pendidikan IPS (dan Pendidikan IPA). Istilah ini adalah penegasan dan akibat dari
istilah IPS-IPA saja agar bisa dibedakan dengan pendidikan pada tingkat
14
universitas”. Lebih lanjut Somantri dalam (Gunawan, Rudy 2011:18)
mengemukakan, bahwa:
Tingkat pendidikan dasar dan menengah pendidikan IPS merupakan
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-
ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-
psikologis untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam
kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila.
Sementara untuk perguruan tinggi Pendidikan IPS adalah seleksi dari struktur
disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara
ilmiah (dan psikologis) untuk mewujudkan tujuan pendidikan FPIPS dalam
kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila.
Pendapat diatas jelas, bahwa IPS dan Pendidikan IPS atau studi sosial
tidak terdapat perbedaan yang prinsipil. Perbedaannya bukan pada objek kajian
tetapi pada kedalaman kajian. Dilihat dari bahan kajiannya menurut penjelasan
pasal 37 UU No, 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dalam (Gunawan, Rudy
2011:18), bahwa: “Bahan kajian ilmu pengetahuan sosial antara lain, ilmu bumi,
sejarah, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya …”. Sedangkan menurut Somantri
dalam (Gunawan, Rudy 2011:18), bahwa: “Sumber bahan pelajaran ilmu-ilmu
sosial untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah adalah disiplin ilmu-ilmu
sosial yang disajikan di universitas”. Di sinilah perlunya penyederhanaan, seleksi,
adaptasi, dan modifikasi materi pelajaran sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
kematangan jiwa peserta didik.
Sementara Pendidikan IPS pada tingkat perguruan tinggi mengkaji
disiplin ilmu sosial dan ilmu pendidikan untuk mempersiapkan lulusannya
menjadi pendidik ditingkat pendidikan dasar dan menengah. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Winataputra dalam (Gunawan, Rudy 2011:18), bahwa: “Dalam
program pendidikan tenaga kependidikan PIPS merupakan program pendidikan
disiplin ilmu sosial yang bertujuan menghasilkan guru IPS (terpadu maupun
terpisah)”.
15
1.3.2 Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Tujuan merupakan ukuran untuk mengetahui tercapai tidaknya
program yang telah ditetapkan. Setiap kegiatan walaupun ruang lingkupnya kecil
pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai, lebih-lebih kegiatan yang berimplikasi
terhadap kehidupan manusia secara luas seperti kegiatan pendidikan. Pendidikan
IPS sebagai bagian integral dan program pendidikan memiliki tujuan yang ingin
dicapai dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan secara umum.
Banyak pendapat yang mengemukakan tentang tujuan pendidikan IPS,
diantaranya oleh The Multi Consortium of Performance Based Teacher Education
di AS pada tahun 1973, oleh Djahiri dan Ma’mun, dalam (Gunawan, Rudy
2011:20), yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui dan mampu menerapkan konsep-konsep ilmu sosial yang penting,
generalisasi (konsep dasar) dan teori-teori kepada situasi dan data baru.
2. Memahami dan mampu menggunakan beberapa struktur dari suatu disiplin
atau antar disiplin untuk digunakan sebagai bahan analisis data baru.
3. Mengetahui teknik-teknik penyelidikan dan metode-metode penjelasannya
yang dipergunakan dalam studi sosial secara bervariasi serta mampu
menerapkannya sebagai teknik penelitian dan evaluasi suatu informasi.
4. Mampu mempergunakan cara berpikir yang lebih tinggi sesuai dengan tujuan
dan tugas yang didapatnya.
5. Memiliki keterampilan dalam memecahkan permasalahan (Problem Solving).
6. Memiliki self concept (konsep atau prinsip sendiri) yang positif.
7. Menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
8. Kemampuan mendukung nilai-nilai demokrasi.
9. Adanya keinginan untuk belajar dan berpikir secara rasional.
10. Kemampuan berbuat berdasarkan sistem nilai yang rasional dan mantap.
Menurut Somantri dalam (Gunawan, Rudy 2011:21): “Tujuan
pendidikan IPS, diantaranya untuk membantu tumbuhnya berpikir ilmuan sosial
dan memahami konsep-konsepnya, serta membantu tumbuhnya warga negara
yang baik”.
16
Selanjutnya Somantri (Gunawan, Rudy 2011:21), mengemukakan
bahwa: “Tujuan pendidikan IPS bisa bervariasi mulai dari penekanan pada: (a)
pendidikan kewarganegaraan, (b) pemahaman dan penguasaan konsep-konsep
ilmu-ilmu sosial, (c) bahan dan masalah yang terjadi dalam masyarakat yang
dikembangkan secara reflektif”.
Sementara menurut Wahab dalam (Gunawan, Rudy 2011:21):Tujuan
pengajaran IPS di sekolah tidak lagi semata-mata untuk memberi pengetahuan dan
menghafal sejumlah fakta dan informasi akan tetapi lebih dari itu. Para siswa
selain diharapkan memiliki pengetahuan mereka juga dapat mengembangkan
keterampilannya dalam berbagai segi kehidupan dimulai dari keterampilan
akademiknya sampai pada keterampilan sosialnya.
Pendapat tersebut senada dengan tujuan IPS menurut penjelasan pasal
37 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas (2003:86), bahwa: “Bahan kajian
ilmu pengetahuan sosial, antara lain ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan
sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat”.
Beberapa pendapat tentang tujuan pendidikan IPS sebagaimana
diuraikan diatas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional berdasarkan pasal 3 UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu: Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (Gunawan, Rudy 2011:21).
1.3.3 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang
mengkaji seperasngkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial, memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi.
Melalui mata pelajaran IPS, anak diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
17
Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta
damai.
Ruang lingkup mata pelajaran IPS SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Manusia, tempat dan lingkungan.
2. Waktu, keberlanjutan dan perubahan.
3. Sistem sosial dan budaya.
4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Selain mengkaji perilaku manusia, disiplin ilmu-ilmu sosial
memandang situasi peristiwa umat manusia dari perspektif yang berbeda dan unik.
Karena ada perbedaan persepsi maka metodologi dan teknik penelitiannyapun
berbeda. Setiap disiplin ilmu sosial memiliki konsep-konsep, generalisasi dan
teori yang dapat memberikan kontribusi dalam penyusunan desain maupun dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar IPS pada sekolah dasar dan menengah. Para
ahli ilmu-ilmu sosial telah merinci sekitar 8 disiplin ilmu sosial yang mendukung
untuk pengembangan program social studies yang meliputi : antropologi,
ekonomi, geografi, sejarah, filsafat, ilmu politik, psikologi, dan sosiologi. Pada
hakikatnya, semua disiplin ilmu sosial tersebut memiliki objek kajian yang sama,
yakni manusia.
IPS SD sebagai pendidik Global (global education), yakni: Mendidik
siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan peradaban di dunia, menanamkan
kesadaran ketergantungan antar bangsa, menanamkan kesadaran semakin
terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di dunia, mengurangi
kemiskinan, kebodohan dan perusakan lingkungan.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang diteliti:
SK : Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan
kemerdekaan.
KD : Perjuangan mempertahankan kemerdekaan
a. kklrelge
18
2.4 Model Pembelajaran Make A Match
Model pembelajaran make a match (membuat pasangan) merupakan
salah satu jenis dari pembelajaran kooperatif. Model ini dikembangkan oleh Lorna
Curran dalam (Shoimin, Aris 2013:93). Penerapan model ini dimulai dengan
teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal
sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Model ini
dapat digunakan untuk membangkitkan aktifitas belajar peserta didik dan cocok
digunakan dalam bentuk permainan. Isjoni dalam (Shoimin, Aris 2013:93)
mengatakan bahwa teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia.
Karakteristik model pembelajaran make a match adalah memiliki
hubungan yang erat dengan karakteristik siswa yang gemar bermain. Pelaksanaan
model make a match harus didukung dengan keaktifan siswa untuk bergerak
mencari pasangan dengan kartu yang sesuai dengan jawaban atau pertanyaan
dalam kartu tersebut. Siswa yang pembelajarannya dengan model make a match
aktif dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat mempunyai pengalaman
belajar yang bermakna.
1.4.1 Langkah-langkah pembelajaran Make A Match
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang
cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya
berupa kartu jawaban).
b. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu
yang dipegang.
c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(kartu soal/kartu jawaban).
d. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
e. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
f. Kesimpulan.
19
Pada langkah-langkah pembelajaran make a match yang dikemukakan
di atas, langkah tersebut berfokus pada membagi peserta didik menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama, kelompok pemegang kartu soal dan kelompok
yang kedua pemegang kartu jawaban. Apabila langkah ini dilaksanakan di dalam
kelas, ruang gerak siswa akan terbatas apalagi kalau jumlah siswa lebih dari 30
anak. Lebih baiknya langkah-langkah ini dilakukan di luar kelas, agar suasana
lebih nyaman dan menyenangkan, kemudian pemberian poin kepada kelompok
soal dan jawaban yang sudah benar dari siswa sendiri, sehingga siswa lebih
mengerti mengenai materi yang dipelajari.
1.4.2 Kelebihan model pembelajaran Make A Match menurut (Shoimin,
Aris 2013:99)
1. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
2. Kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
3. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.
1.4.3 Kelemahan model pembelajaran Make A Match menurut (Shoimin,
Aris 2013:99)
1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan pembelajaran.
2. Suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat mengganggu kelas lain.
3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
2.5 Model Pembelajaran Teams Games Tournaments
Menurut Saco dalam (Rusman,2010:224) bahwa di dalam TGT siswa
memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor
bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis
berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-
kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok
(identitas kelompok mereka).
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang
ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Misalnya tiap siswa akan mengambil
sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan
yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa
dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi
20
kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat
berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai review materi
pembelajaran.
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5
sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata
atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam
kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS
kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan
anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti
dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung
jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan
pertanyaan tersebut kepada guru.
Menurut Slavin dalam (Rusman,2010:225) pembelajaran kooperatif
tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas, belajar
dalam kelompok, permainan, pertandingan, dan penghargaan kelompok.
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran
kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil;
b. games tournament;
c. penghargaan kelompok.
2.5.1 Langkah-langkah model pembelajaran Teams Games Tournaments
1. Penyajian kelas (Class Presentations)
Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi dalam
penyajian kelas atau sering juga disebut dengan presentasi kelas (class
presentations). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok materi, dan
penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada kelompok. Kegiatan
ini biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah yang
dipimpin oleh guru.
21
2. Belajar dalam Kelompok (Teams)
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok biasanya terdiri
dari 5 sampai 6 orang peserta didik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk
mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada
saat game atau permainan.
3. Permainan (Games)
Games atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
relevan dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang
didapat peserta didik dari penyajian kelas dan belajar kelompok.
4. Pertandingan atau Lomba (Tournament)
Turnamen atau lomba adalah struktur belajar, dimana permainan terjadi.
5. Penghargaan Kelompok (Team Recognition)
Setelah lomba berakhir, guru kemudian mengumumkan kelompok
yang menang, dan memberikan hadiah. Hal ini dapat menyenangkan para peserta
didik atas prestasi yang telah mereka buat.
2.5.2 Kelebihan model pembelajaran Teams Games Tournaments menurut
(Shoimin, Aris 2014:207)
1. Model pembelajaran TGT tidak hanya membuat peserta didik yang cerdas
(berkemampuan akademis tinggi) lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi
peserta didik yang berkemampuan akademi lebih rendah juga ikut aktif dan
mempunyai peranan penting dalam kelompoknya.
2. Model pembelajaran ini, akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling
menghargai sesama anggota kelompoknya.
3. Model pembelajaran ini, membuat peserta didik lebih bersemangat dalam
mengikuti pelajaran. Karena dalam pembelajaran ini, guru menjanjikan sebuah
penghargaan pada peserta didik atau kelompok terbaik.
4. Model pembelajaran ini, membuat peserta didik menjadi lebih senang dalam
mengikuti pelajaran karena ada kegiatan permainan berupa turnamen dalam
model ini.
22
2.5.3 Kelemahan model pembelajaran Teams Games Tournaments
(Shoimin, Aris 2014:208)
1. Membutuhkan waktu yang lama.
2. Guru dituntut untuk pandai memilih materi pelajaran yang cocok untuk
model ini.
3. Guru harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelum diterapkan.
2.6 Keterkaitan penerapan model pembelajaran make a match dan teams
games tournaments dalam meningkatkan minat dan hasil belajar IPS
2.6.1 Keterkaitan penerapan model pembelajaran make a match dalam
meningkatkan minat belajar IPS
Minat belajar merupakan salah satu hal yang bisa ditindaklanjuti guru
untuk ditingkatkan. IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang terkesan
mempunyai banyak materi yang bersifat hafalan, untuk itu dengan penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe make a match,siswa diharapkan mempunyai
minat yang tinggi terhadap pembelajaran IPS. Salah satu keunggulanya karena
model pembelajaran make a match mengajak siswa belajar dalam situasi yang
menyenangkan, sehingga minat peserta didik bisa tumbuh dalam belajar IPS.
2.6.2 Keterkaitan penerapan model pembelajaran teams games tournaments
dalam meningkatkan minat belajar IPS
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe teams games
tournaments akan membuat minat peserta didik menjadi meningkat sebab,
kegiatan pembelajaran yang biasa terjadi yaitu ceramah di dalam kelas yang
membuat siswa merasa bosan berubah menjadi suatu kegembiraan sebab kegiatan
pembelajaran dikemas dalam sebuah permainan.
2.6.3 Keterkaitan kegiatan apersepsi pada model pembelajaran make a
match terhadap hasil belajar IPS
Hasil belajar siswa bisa ditingkatkan melalui penggunaan metode yang
tepat. Seperti halnya minat, hasil belajar peserta didik bisa ditingkatkan melalui
penggunaan metode yang tepat. Salah satunya dengan penggunaan model
pembelajaran make a match pada mata pelajaran IPS. Kegiatan pembelajaran yang
23
dikemas secara menyenangkan akan membuat minat peserta didik meningkat. Jika
minat peserta didik meningkat, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
hasil belajar peserta didik yang tentunya juga akan meningkat.
2.6.4 Keterkaitan kegiatan apersepsi pada model pembelajaran teams games
tournaments terhadap hasil belajar IPS
Seperti halnya model pembelajaran make a match yang bisa membuat
minat dan hasil belajar peserta didik meningkat. Penggunaan model pembelajaran
teams games tournaments selain meningkatkan minat peserta didik, juga akan
meningkatkan hasil belajar siswa. Sebab kegiatan pembelajaran yang dikemas
dalam sebuah bentuk permainan akan menciptakan suasana yang menyenangkan
yang tentunya mendorong motivasi siswa untuk belajar.
2.7 Kajian Hasil yang Relevan
Penelitian ini tentu tidak dapat terlepas dari penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Novi Sabtutiyani (2011) yaitu
“Peningkatan Hasil Belajar IPS dengan Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Make A Match pada Siswa Kelas V SDN 06 Ngringo Jaten
Karanganyar Tahun Ajaran 2010/2011”. Pada penelitian ini dapat dilihat
peningkatan hasil tes IPS siswa yang menunjukkan adanya peningkatan yaitu pada
pra tindakan nilai rata-rata kelas 61,1 dengan ketuntasan klasikal 37%. Pada siklus
I menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar mencapai 69,1 dan ketuntasan klasikal
meningkat menjadi 76%. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi
75,4 dan ketuntasan klasikal meningkat menjadi 90%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa
kelas V SDN 06 Ngringo Karanganyar tahun ajaran 2010/2011.
Penelitian yang disusun oleh Ziyad Fathur Rohman (2013) yang
berjudul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS Melalui Model Teams Games
Tournament dengan Media CD Interaktif pada Siswa Kelas VC SDN Kalibanteng
Kidul 01 Kota Seamarang”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa model
24
Teams Games Tournament dengan media CD Interaktif dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran IPS. Pada siklus I siswa memperoleh skor 13,59, siklus II
mendapatkan 15,26 dan siklus III mendapatkan 17,43. Ketuntasan siswa pada
siklus I sebesar 69,23%, siklus II sebesar 76,92% dan siklus III sebesar 82,05%.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil belajar siswa kelas VC SDN
Kalibanteng Kidul 01 Semarang meningkat dengan penggunaan model
pembelajaran Teams Games Tournament.
Temuan berikutnya yang disusun oleh Bagus Edi Rosanto (2010)
berjudul “Penerapan Model Make A Match pada Mata Pelajaran IPS tentang
Keadaan Alam Indonesia untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V di SD
Negeri Semanggi 02 Kecamatan Jepon Kabupaten Blora”. Pada penelitian ini
siklus 1, rata-rata hasil belajar pada siklus 1 mencapai 70,83 dan pada siklus 2
mencapai rata-rata 80 dengan ketuntasan 100%. Kelebihan yang ditentukan dalam
penelitian ini adalah hasil pada siklus 2 bisa mencapai 100%, hal ini sangat baik
karena pada umumnyapeningkatan hanya mencapai 30–40%. Kelemahan
penelitian ini adalah hasil belajar hanya diukur berdasarkan tes formatif sebaiknya
aspek lain juga diukur. Mendasarkan kelemahan yang terdapat pada penelitian
diatas pada penelitian berikutnya dapat digunakan sebagai pertimbangan agar
menggunakan hasil proses juga sehingga hasil belajar yang diperoleh yaitu dari
nilai tes dan nilai proses.
Jadi dari temuan diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
make a match dan teams games tournament dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Penelitian diatas hampir sama dengan penelitian yang akan dilakukan.
Perbedaannya yaitu terletak pada mata pelajaran yang akan diteliti, cara
pelaksanaan penelitian serta penelitian terhadap minat belajar siswa. Jadi dengan
demikian penelitian diatas mendukung penelitian ini.
25
2.8 Kerangka Berpikir
Setelah melakukan observasi peneliti melihat bahwa pembelajaran IPS
kelas V berlangsung belum optimal dalam menggunakan model pembelajaran
yang bervariasi. Guru masih sering sebagai sumber belajar yang ada di kelas
sehingga peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan dari guru. Bahkan
peran peserta didik pasif saat pembelajaran IPS berlangsung, sehingga hasil
belajar tidak mencapai target KKM yang telah ditentukan.
Mata pelajaran IPS pada umumnya berbentuk abstrak, dengan banyak
uraian materi yang harus dipahami siswa. Pada umumnya guru sering memakai
metode ceramah untuk menjelaskan materi ini padahal dilihat dari perkembangan
siswa SD akan lebih mudah memahami materi yang dituangkan melalui suatu
kegiatan. Apabila guru hanya menjelaskan materi dengan ceramah anak-anak
lama-kelamaan akan merasa bosan, mengantuk, dan sering kali mengobrol dengan
temannya.
Apabila hal tersebut tidak segera diperbaiki, hasil belajar yang akan
diperoleh siswa bisa jadi tidak akan memenuhi KKM yang telah ditentukan. Guru
harus jeli dalam memilih model pembelajaran yang tepat agar bisa
membangkitkan semangat dan keaktifan siswa dalam belajar sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar agar mencapai target yang sudah ditetapkan.
Guru memperbaiki kondisi diatas dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe make a match dan teams games tournaments pada saat
pembelajaran dalam rangka supaya siswa memahami materi IPS. Model
pembelajaran make a match dan teams games tournaments adalah termasuk model
pembelajaran kooperatif yang menyajikan pembelajaran dalam bentuk permainan
kelompok.
Salah satu keunggulan pembelajaran model make a match ini adalah
siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam
suasana yang menyenangkan. Model ini dapat digunakan untuk membangkitkan
aktifitas belajar peserta didik dan cocok digunakan dalam bentuk permainan.
Sedangkan model pembelajaran TGT adalah salah satu tipe pembelajaran
26
kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang
beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin
dan suku kata atau ras yang berbeda. Tujuannya sama yaitu membuat siswa
belajar menjadi menyenangkan dalam bentuk permainan.
Skema
Kerangka Berpikir
2.9 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari perumusan masalah diatas adalah terdapat perbedaan
yang signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan
teams games tournaments dalam meningkatkan minat belajar IPS kelas V SDN
Sidorejo Lor 02 Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2015/2016.
SDN Sidorejo Lor
(Kelas Eksperimen)
02
(Kelas Eksperimen)
SDN Sidorejo Lor 06
(Kelas Kontrol)
Pre-test
Model Pembelajaran Kooperatif
(Tipe Make A Match dan Teams
Games Tournaments)
Model pembelajaran
konvensional
Post-test
Hasil Belajar IPS Siswa dari pengaruh penggunaan Model
Pembelajaran Kooperatif (Tipe Make A Match dan Teams Games
Tournaments)