bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1 metode group...

20
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Metode Group Investigation Peran guru sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Satori, dkk (2008), fungsi dan peran guru adalah sebagai motivator dan inovator dalam pembangunan pendidikan, perintis dan pelopor pendidikan, penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, dan pengabdian. Sebagai motivator guru harus mampu untuk meningkatkan motivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran agar hasil belajar juga mengalami peningkatan. Salah satu cara untuk membangkitkan aktivitas pembelajaran adalah dengan mengganti metode atau cara pembelajaran yang selama ini hanya dilakukan dengan metode ceramah dan kurang diminati siswa. Sanyasa (2007) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dengan demikian model pembelajaran sangat penting untuk merancang atau mempersiapkan proses penyampaian materi ajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Group Investigation merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang inovatif. Menurut Huda (2011) Group investigation adalah suatu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan tehnik-tehnik pengajaran di ruang kelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar demokratis dimana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk di dalamnya siswa mempunyai kebebasan untuk memilih matei yang akan dipelajari sesui dengan topik yang sedang dibahas. Menurut Suprijono (2011) mengemukakan bahwa dalam penggunaan metode Group Investigation maka setiap kelompok akan bekerja untuk melakukan investigasi sesuai dengan masalah yang mereka pilih. Sesuai dengan pengertian-pengertian tersebut maka dapat diketahui maka pembelajaran dengan metode Group Investigation adalah 7

Upload: truongnga

Post on 02-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1 Metode Group Investigation

Peran guru sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut

Satori, dkk (2008), fungsi dan peran guru adalah sebagai motivator dan inovator

dalam pembangunan pendidikan, perintis dan pelopor pendidikan, penelitian dan

pengkajian ilmu pengetahuan, dan pengabdian. Sebagai motivator guru harus

mampu untuk meningkatkan motivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran agar

hasil belajar juga mengalami peningkatan. Salah satu cara untuk membangkitkan

aktivitas pembelajaran adalah dengan mengganti metode atau cara pembelajaran

yang selama ini hanya dilakukan dengan metode ceramah dan kurang diminati

siswa. Sanyasa (2007) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dengan demikian model

pembelajaran sangat penting untuk merancang atau mempersiapkan proses

penyampaian materi ajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Group Investigation

merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang inovatif. Menurut Huda (2011)

Group investigation adalah suatu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh

Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada

menerapkan tehnik-tehnik pengajaran di ruang kelas. Selain itu juga memadukan

prinsip belajar demokratis dimana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan

pembelajaran baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk di

dalamnya siswa mempunyai kebebasan untuk memilih matei yang akan dipelajari

sesui dengan topik yang sedang dibahas. Menurut Suprijono (2011)

mengemukakan bahwa dalam penggunaan metode Group Investigation maka

setiap kelompok akan bekerja untuk melakukan investigasi sesuai dengan masalah

yang mereka pilih. Sesuai dengan pengertian-pengertian tersebut maka dapat

diketahui maka pembelajaran dengan metode Group Investigation adalah

7

8

pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa dan tentu akan membangkitkan

semangat serta motivasi siswa untuk belajar. Kondisi ini ternyata sejalan dengan

apa yang dikemukakan Narudin (2009) group Investigationn merupakan salah

satu bentuk metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi

dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan

dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau

siswa dapat mencari melalui internet. Di antara model-model belajar yang terci

pta, group investigaton merupakan salah satu metode pembelajaran yang

bersifat demokrasi karena siswa menjadi aktif belajar dan melatih kemandirian

siswa dalam belajar.

Slavin (2010) mengemukakan enam langkah pembelajaran menggunakan

Model Group Investigation yaitu:

1. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok)

2. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa

melakukan apa).

3. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,

mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi).

4. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi

laporan, penentuan penyaji,moderator, dan notulis).

5. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,

mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).

6. Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan

masing-masing).

Menurut Huda (2011) langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode

Group Investigation terdiri dari:

1. Siswa dibentuk kedalam kelompok kecil secara heterogen

2. Masing-masing kelompok diberi tugas/ proyek

3. Setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan

dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana menelitinya, dan

bagaimana menyajikan hasil penelitian didepan kelas.

9

4. Selama proses penelitian atau investigasi siswa akan terlibat dalam aktivitas

berpikir tingkat tinggi, seperti sintesis, meringkas, hipotesis, dan kesimpulan.

5. Menyajikan laporan akhir

Metode ini melatih siswa untuk membangun pengetahuan mereka sendiri

secara aktif dan tekanan terletak pada proses pembelajaran yang berlangsung,

selain pada hasil yang akan dicapai dan menekankan pada partisipasi siswa dan

guru. Peran guru dalam pengajaran dengan menggunakan model group

investigation adalah sebagai fasilitator yang terlibat dalam proses kelompok

(membantu pembelajar dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur

kelompok) serta beberapa kebutuhan dalam sebuah penelitian (pengetahuan

tentang metode yang digunakan). Guru berfungsi sebagai konselor akademik,

dimana saat siswa mengalami kebingungan maka guru membantu mereka dalam

memecahkan masalah dan mengumpulkan data yang relevan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode Group

Investigation terdapat dampak instruksional dan dampak pengiringnya

sebagaimana dikemukakan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun (2011) yaitu

Dampak instruksional:

1. Proses dan pengelolaan kelompok efektif

2. Pandangan konstruktifis tentang pengetahuan

3. Disiplin dalam penelitian kolaboratif

Dampak pengiring:

1. Kemandirian sebagai pembelajar

2. Penghargaan pada martabat orang lain

3. Penelitian sosial sebagai pandangan hidup

4. Kehangatan dan interpretasi interpersonal

Dampak instruksional dan dampak pengiring tersebut merupakan manfaat dari

metode Group Investigation, disamping merupakan penelitian akademik yang

mandiri bagi siswa, metode ini juga memadukan interaksi sosial dalam proses

pembelajarannya sehingga timbul hubungan yang positif antar siswa, selain itu

juga meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-teman yang berbeda

10

dengan dirinya, baik itu ras, etnik, maupun dari sisi akademis. Selain itu juga

meningkatkan rasa kepedulian dan ketergantungan yang positif antar sesama.

Selain manfaat yang diperoleh dari pembelajaran metode Group

Investigation, terdapat juga kelemahan dari metode Group investigation

sebagaimana pendapat dari Huda (2011) yaitu setiap kelompok ditugaskan untuk

mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang berbeda antara kelompok yang

satu dengan kelompok yang lain, dan karena hal tersebut maka seringkali siswa

hanya fokus pada materi yang menjadi tanggung jawabnya, sementara bagian

materi kelompok lain tidak dihiraukan. Berdasarkan pendapat Huda tersebut,

maka dapat setiap kelompok hanya mendalami bagian materi yang menjadi

tugasnya saja sementara materi yang menjadi bagian kelompok lain kurang

mereka pahami betul, mereka dapat memahami materi lain setelah mereka

mendapatkan penjelasan dari kelompok lainnya.

Dalam hal ini ada beberapa hal penting yang harus diketahui dalam

pelaksanaan model pembelajaran group investigation menurut Slavin (2010)

berpendapat bahwa hal tersebut diantaranya :

1. Menguasai kemampuan kelompok

Kesuksesan implementasi dari group investigation sebelumnya menuntut

pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial untuk memperoleh

informasi. Fase ini sering disebut sebagai meletakkan landasan kerja atau

pembentukan tim. Menurut Huda (2011) merencanakan ukuran kelompok

(jumlah anggota setiap kelompok) dibutuhkan untuk menghindari terjadinya

ketidakseimbangan kerja antar kelompok. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan sosialisasi antar siswa serta meningkatkan rasa saling

menghargai dalam perbedaan (jenis kelamin serta kemampuan pemahaman),

selain itu semakin kecil kelompok, maka membuat semua anggota didalamnya

aktif terlibat dan berpatisipasi.

Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari informasi dari berbagai

sumber baik dalam maupun luar kelas. Sumber-sumber seperti bermacam

buku, institusi, orang menawarkan sederetan gagasan, opini, data, solusi

ataupun posisi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipelajari. Para

11

siswa selanjutnya mengevalusi dan mensistesiskan informasi yang

disumbangkan oleh tiap anggota kelompok supaya dapat menghasilkan buah

pemikiran karya kelompok.

2. Perencanaan kooperatif

Penting bagi group investigation adalah perencanaan kooperatif. Siswa

menentukan apa yang akan mereka investigasikan sehubungan dengan upaya

untuk “ menyelesaikan masalah yang mereka hadapi; sumber apa yang mereka

butuhkan; siapa akan melakukan apa; dan bagaimana mereka menampilkan

proyek mereka yang sudah selesai ke hadapan kelas “. Biasanya ada pembagian

tugas dalam kelompok yang mendorong tumbuhnya interdependensi yang

bersifat positif di antara anggota kelompok. Siswa bersama-sama melakukan

penyelidikan masalah dengan menggali sumber yang dibutuhkan serta

membagi tugas dan kemudian mempresentasikannya di hadapan kelompok

lain. Selain itu juga diharapkan semua siswa untuk bekerjasama dengan baik

dalam pelaksanaan, pengumpulan data, maupun dalam presentasi hasilnya

meskipun terdapat perbedaan pendapat yang kadang kala muncul.

3. Peran guru

Dalam kelas yang melaksanakan proyek group investigaton guru bertindak

sebagai nara sunber dan fasiitator. Guru tersebut berkeliling di antara

kelompok-kelompok yang ada dan untuk melihat bahwa mereka bisa

mengelola tugasnya, dan membantu setiap kesulitan yang mereka hadapi dalam

interaksi kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap tugas-tugas

khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran. Hal pertama yang harus

dilakukan adalah guru harus membuat model kemampuan komunikasi dan

sosial yang diharapkan dari para siswa. Peningkatan kemampuan komunikasi

yang dapat dilakukan dengan membuat model- model dari berbagai

kemampuan seperti mendengarkan, membuat ungkapan, memberi reaksi yang

tidak menghakimi, mendorong partisipasi, dan sebagainya.

Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan model

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation menurut (Rusman, 2011), yaitu:

12

1. Untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat ditempuh melalui

pengembangan proses kreativitas menuju suatu kedasaran dan pengembangan

alat bantu yang secara eksplisit mendukung kreativitas

2. Komponen emosional lebih penting daripada intelektual

3. Untuk meningkatkan keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah harus

lebih dahulu memahami emosional dan irrasional.

Metode Group Investigation dapat meningkatkan kreativitas siswa, melalui

kegiatan penelitian serta penyajian hasil penelitian, selain itu juga aspek

emosional lebih penting karena mereka belajar bagaimana bekerja dengan

kelompok.

Berdasarkan pendapat Slavin (2010) dan Huda (2011), maka dapat dikaji

langkah-langkah pembelajaran menggunakan Group Investigation dengan materi

Sumber Daya alam yang dilakukan dalam penelitian materi Sumber Daya Alam

terdiri dari:

Pra pembelajaran

1. Guru menyiapkan ruang,alat dan media pembelajaran

2. Guru mengatur tempat duduk siswa

3. Mengatur kesiapan siswa menerima pembelajaran

Kegiatan awal pembelajaran

4. Guru menyampaikan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai

5. Guru melakukan kegiatan apersepsi/ mengidentifikasi topik

Kegiatan inti pembelajaran

6. Mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok/ Grouping

Pada tahap para siswa bergabung dalam kelompoknya yang dibentuk secara

heterogen (baik itu dari jenis kelamin, kemampuan akademik (nilai pretest

yaitu nilai rendah, sedang, dan tinggi), dan etnik).

7. Merencanakan tugas yang akan dipelajari/ Planning

a. Kelompok mendiskusikan bersama didalam kelompok hal apa yang ingin

mereka ketahui terkait dengan topik yang telah ditentukan.

b. Kelompok menentukan apa yang akan mereka ketahui terkait topik dengan

kalimat tanya.

13

c. Setiap kelompok merencanakan koordinasi pembagian tugas masing-

masing anggota dalam kelompok

8. Melaksanakan investigasi/ Investigation

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Guru mengarahkan siswa pada sumber informasi yang bisa diakses

(perpustakaan: majalah, buku, interner, dan ahli (guru).

b. Siswa mengumpulkan informasi dari sumber yang telah diarahakan guru.

c. Siswa mendata informasi.

Ditahap ini siswa melakukan pengamatan terhadap obyek yang akan

diteliti, serta mengumpulkan data dari pengamatan, baik itu berupa gambar

maupun data tertulis. Dalam kegiatan ini para anggota kelompok berkontribusi/

berpartisipasi untuk usaha yang dilakukan kelompoknya serta selama proses

siswa bertukar pendapat dan berdiskusi.

9. Menyiapkan laporan akhir/ Organizing

Tahapan yang terdapat dalam tahap ini yaitu:

a. Mengorganisasi/ menata data yang diperoleh melalui kegiatan investigasi

b. Menulis laporan

c. Merencanakan presentasi laporan: penentuan penyaji, moderator, dan

notulis.

d. Waktu/ durasi

10. Mempresentasikan laporan akhir/ Presenting

a. Setiap kelompok mempresentasikan hasil penelitian

b. Presentasi dilakukan secara klasikal

Salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,

mengklarifikasi, dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan sehingga

semua siswa dapat mendengarkan penjelasan materi dari kelompok lain

yang berbeda materi dengan kelompoknya.

c. Bagian presentasi tersebut melibatkan pendengar aktif, dalam hal ini yaitu

teman sekelas mereka.

Kegiatan akhir pembelajaran

14

11. Evaluasi/ Evaluation

Dalam tahap meliputi:

a. Para siswa saling memberikan umpan balik berupa masukan, kritik, saran,

dan pujian mengenai topik yang mereka presentasikan. Berbagi

pengalaman mengenai proses kerjasama kelompok antar anggota.

b. Setiap kelompok mendata informasi dan menyimpulkan informasi dari

kelompok lain.

c. Guru melakukan konfirmasi tentang informasi dari masing-masing

kelompok guna mengecek/ memastikan kebenarannya.

Selain itu guru dan siswa mengevaluasi proses pembelajaran (menejemen

waktu, pembagian tugas dalam kelompok, dan keefektifan pencarian

informasi).

12. Guru mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah tujuan pembelajarannya

yang ditentukan tercapai atau tidak.

Berdasarkan tahapan pembelajaran Group Investigation menurut Slavin

(2010) dan Huda (2011) tersebut, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan

adalah pembelajaran yang mengikutsertakan siswa dalam pembelajaran bahkan

semua kegiatan dari tahap perencanaan hingga evaluasi dilakukan oleh siswa.

Dalam hal ini siswa lebih aktif dalam belajar disamping juga belajar untuk

bersosialisasi dengan teman lainnya.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2010) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dimyati dan

Mudjiono (2009) menyatakan bahwa belajar merupakan hasil dari suatu interaksi

tindak belajar dan tindak mengajar, sedangkan menurut Uno (2008) hasil belajar

merupakan perubahan peilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang dengan

lingkungannya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar tersebut dapat ada karena siswa telah melakukan proses belajar, dan

dalam proses belajar tersebut siswa mendapat pengalaman dari pengajaran

gurunya, baik itu langsung maupun tidak langsung, sehingga terjadi perubahan

perilaku sebagai akibat dari pengaruh lingkungan belajarnya. Hasil belajar dapat

15

dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring (Dimyati dan

Mudjiono). Dampak pengajaran yaitu hasil yang dapat diukur, seperti nilai rapor,

angka dalam ijazah, sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan

kemampuan dibidang lain atau suatu transfer data. Hasil belajar tidak hanya

tertuang dalam nilai-nilai angka dalam rapor saja tetapi penerapan dari

pengetahuan yang didapat merupakan hasil belajar, dimana mereka belajar dan

kemudian menerapakn apa yang telah dipelajari.

Hasil belajar yang ditandai oleh perubahan perilaku menurut Suprijono

(2010) memiliki ciri-ciri:

1. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari

2. Kontinu atau kesinambungan dengan perilaku lainnya

3. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup

4. Positif atau berakumulasi

5. Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan

6. Permanen atau tetap

7. Bertujuan atau terarah

8. Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mencakup seluruh aspek

kemanusiaan yang menjadi bekal untuk kehidupannya, terutama bagi siswa untuk

mengahdapi kehidupan sosialnya kelak.

Adapun tujuan penilaian hasil belajar menurut (Arifin, 2011) adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah

diberikan

2. Untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat, dan sikap peserta didik

terhadap rogram pembelajaran

3. Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik

dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan

4. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan peserta didik

5. Untuk seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik sesuai dengan jenis

pendidikan tertentu

16

6. Untuk menentukan kenaikkan kelas

7. Untuk menetapkan peserta didik sesuai dengan potensi yang telah dimilikinya

Oleh karena itu penilaian hasil belajar sangat bermanfaat, terutama bagi

peserta didik. Bagi peserta didik, hasil belajar berguna untuk mengetahui seberapa

jauh pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan serta untuk mengetahui

kelebihan atau potensi dan kekurangan yang dimilikinya. Adapun fungsi hasil

belajar (Arifin, 2011) adalah sebagai berikut:

- Fungsi formatif, yaitu untuk memberikan umpan balik dan memperbaiki

proses pembelajaran serta mengadakan remedial bagi peserta didik.

- Fungsi sumatif, yaitu untuk menentukan nilai/ angka kemajuan hasil belajar

peserta didik dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan laporan kepada

pihak tertentu, penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya

peserta didik.

- Fungsi diagnostik, yaitu untuk memahami latar belakang peserta didik yang

mengalami kesulitan belajar, dan hasilnya dapat digunakan sebagai dasar

untuk memecahkan kesulitan tertentu.

- Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan peserta didik dalam situasi

pembelajaran yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.

Berdasarkan fungsi hasil belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar tidak hanya menilai tentang bagaimana pemahaman siswa tetapi juga

untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan, mengatasi

kesulitan belajar peserta didik serta untuk mengontrol kemajuan peserta didik.

Dalam penelitian ini, hasil belajar dari fungsi sumatif diartikan sebagai

peningkatan kemampuan kognitif siswa yang diukur melalui pretest dan posttest

guna memperoleh data berupa nilai.

2.1.3 Aktivitas Siswa

Hamalik (2008) menyatakan bahwa pengajaran yang efektif adalah

pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan

aktivitas sendiri. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) dalam kegiatan

pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif

memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Pendapat tersebut menyatakan

17

bahwa yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah

kesempatan bagi siswa untuk berperan serta sehingga aktivitas siswa timbul,

bukan aktivitas guru. Sebagaimana dikemukakan oleh Hamalik (2008)

menyatakan bahwa saat bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman,

dan aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang

bermakna untuk hidup dimasyarakat. Dalam kegiatan belajar siswa hendaknya

siswa turut mengambil bagian sehingga siswa akan lebih aktif mengikuti

pelajaran dan dapat memperoleh pengetahuan sehingga dapat mengembangkan

dan menerapkan ketrampilan yang didapatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Pelaksanan kegiatan belajar mengajar hendaknya menitikberatkan pada Student

center sehingga mereka akan menemukan dengan sendirinya pengetahuan

(inquiry). Sardiman (2011) prinsip aktivitas belajar siswa dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Menurut pandangan ilmu lama

Menurut pandangan ilmu lama, aktivitas belajar siswa didominasi oleh guru.

Hal ini mengandung pengertian bahwa guru memegang peranan penting dan

siswa hanya bersifat pasif dan menerima begitu saja.

2. Menurut pandangan ilmu modern

Anak didik dipandang sebagai organisme yang memiliki potensi untuk

berkembang. Oleh karena itu tugas seorang pendidik adalah membimbing

dalam mengembangkan bakat dan minatnya. Aktivitas diperlukan agar tanpa

perbuatan anak itu tidak berpikir.

Berdasarkan prinsip aktivitas dari Sardiman tersebut maka terdapat

perbedaan prinsip aktivitas antara ilmu lama dan ilmu modern, bila menurut ilmu

lama guru peling berperan tetapi dalam ilmu moden siswa diberi kesempatan

untuk memperoleh pengalamannya sendiri, sehingga mereka akan berpikir dengan

melakukannya.

Implikasi prinsip aktivitas bagi siswa terwujud melalui perilaku-perilaku

seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan,

ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping,

dan peilaku sejenis lainnya (Dimyati & Mudjiono, 2009). Dalam pengertian

tersebut dijelaskan bahwa bahwa penerapan aktivitas terwujud dalam berbagai

18

hal, diantaranya melalui perilaku- perilaku yang didorong untuk mencari

informasi maupun menghasilkan kreatifitas.

Model group investigation merupakan salah satu model yang dapat

melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan

siswa secara aktif dalam proses pembelajaran memberikan peluang kepada siswa

untuk lebih memahami gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan

siswa yang salah dan guru akan memperbaiki kesalahannya. Jadi pembelajaran

IPA dapat meningkatkan aktifitas siswa jika guru menerapakan model pebelajaran

yang sesuai dengan materi yang diajarkan, salah satunya dengan menggunakan

model group investigation yang juga merupakan pembelajaran dengan experiental

learning. Dalam penerapan model group investigaton, semua siswa aktif baik itu

dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannnya. Sependapat dengan apa yang

dikemukakan oleh (Mikarsa, 2008) tentang ciri-ciri experiental learning yaitu

1. Siswa terlihat aktif melakukan sesuatu

2. Adanya relevansi antara topik pada experiental learning

3. Tanggung jawab siswa harus ditingkatkan

4. Penggunaan experiental learning bersifat luwes

Bahwa dalam pelaksanaannya pembelajaran yang aktif adalah pembelajaran yang

mengajak siswa untuk belajar secara aktif dan siswa tidak hanya mendengar dan

menulis saja tetapi juga melibatkan semua aspek termasuk didalamnya emosional

maupun mentalnya karena tanpa adanya aktivitas mak pelajaran tidak berlangsung

dengan baik. Aktifitas siswa sangat besar nilainya bagi pengajaran para siswa

(Hamalik, 2008) karena:

1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri

2. Berbuat sendiri akan mengambangkan seluruh aspek pribadi siswa secara

integral

3. Memupuk rasa kerjasama yang harmonis dikalangan siswa

4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri

5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis

6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua

dengan guru

19

7. Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga

mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindari verbalitas.

8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas kehidupan di

masyarakat.

Berdasarkan pendapat Hamalik tersebut, maka dengan adanya aktivitas

siswa dalam belajar/ pembelajaran lebih ditentukan oleh siswa maka pembelajaran

menjadi lebih bermakna, dimana siswa mendapat kesempatan untuk turut

berperan serta dalam kegiatan belajar serta belajar untuk bekerjasama dengan

teman lain.

Aspek aktivitas belajar siswa terdiri atas delapan kelompok menurut

Diedrich (Sardiman, 2011), yaitu:

1. Visual activities (Kegiatan visual): seperti membaca , memerhatikan gambar

demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral activities (Kegiatan-kegiatan lisan/ oral): seperti menyatakan,

merumuskan, bertanya, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara,

diskusi dan interupsi

3. Listening activities (Kegiatan-kegiatan mendengarkan): seperti contoh

mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

4. Writing activities (Kegiatan-kegiatan menulis): seperti menulis cerita, menulis

laporan, menulis karangan, menyalin dan mengisi angket

5. Drawing activities (Kegiatan-kegiatan mengambar): seperti menggambar,

membuat grafik, chart, diagram, peta.

6. Motor activities (Kegiatan-kegiatan motorik): seperti melakukan percobaan,

membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.

7. Mental activities (Kegiatan mental): seperti menanggapi, mengingat,

memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8. Emotional activities (Kegiatan-kegiatan emosional): seperti minat, merasa

bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Berdasarkan uraian tersebut maka diharapkan aktifitas belajar dapat

mengikutsertakan banyak sisi, tidak hanya mendengarkan dan menulis saja tetapi

juga lisan, visual, mental, mengambar serta emosional sehingga siswa dapat

20

mempelajari segala aspek dalam kehidupan melalui pembelajaran di sekolah.

Dalam hal penelitian ini peneliti menggukur aktivitas siswa berdasarkan aspek

aktivitas dari Diedrich (Sardiman, 2011).

2.1.4 Pembelajaran

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam hasil interaksinya dengan lingkungan (Slameto,

2003: 3). Sedangkan belajar menurut Arifin (2011) belajar adalah proses

perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan dan

pengalaman. Sedangkan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan belajar

peserta didik secara sungguh-sungguh yang melibatkan aspek intelektual,

emosional, dan sosial. Dalam pembelajaran tidak hanya melibatkan aspek

intelektual siswa saja tetapi aspek sosial dan emosional juga terlibat, dimana

mereka belajar tidak hanya aspek inteletualnya saja, tetapi juga bagaimana mereka

belajar hidup berdampingan bersama dengan orang lain secara sosial. Proses

pembelajaran sangat penting bagi seorang guru terlebih untuk evalusi,

sebagaimana dinyatakan oleh Syarafuddin dan Nasution (2005) menyatakan

bahwa dalam proses pembelajaran, hasil penilaian dapat menolong guru untuk

memperbaiki keterampilan profesional guru dan juga membantu mereka mendapat

fasilitas serta sumber belajar yang lebih baik. Kegiatan pembelajaran merupakan

pengalaman bagi guru setelah melakukan kegiatan belajar, dimana pembelajaran

menjadi refleksi untuk mengetahui kekurangan pembelajaran dan juga mengetahui

pembelajaran yang bagaimana yang dapat meningkatkan aktivitas siswa, sehingga

dengan reflesi tersebut para guru akan lebih meningkatkan daya profesionalnya

sebagai seorang pendidik. Adapun dalam pelaksanan pembelajaran seorang guru

juga harus mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam menyampaikan materi

pembelajaran, sebagaimana dikemukan oleh Hanafiah dan Suhana (2010) bahwa

tingkatan prose pembelajaran dapat terjadi mulai dari yang konkret menuju ke

yang abstrak, dari yang sederhana menuju yang kompleks, dan dari yang faktual

menuju yang konseptual. Pembelajaran untuk anak sekolah dasar harus mengingat

bahwa anak-anak usia SD dalam berpikirnya masih membutuhkan contoh-contoh

21

yang bisa dilihat oleh mata/ konkret, kemudian setelah dirasa siap untuk dengan

pola berpikir imajinasi/ membayangkan mereka akan dapat berpikir secara

abstrak. Selain itu juga dalam pembelajaran siswa harus dimulai dari hal-hal yang

mudah terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan kehal-hal yang lebih rumit atau

komplek. Arifin (2011) menjelaskan lebih lanjut tentang pembelajaran, yaitu

sebagai berikut:

1. Pembelajaran adalah suatu program.

2. Setelah pembelajaran berproses, tentu guru perlu mengetahui keefektifan dan

efisiensi semua komponen yang ada dalam proses pembelajaran.

3. Pembelajaran bersifat interaktif dan komunikatif.

4. Dalam proses pembelajaran, guru hendaknya dapat menciptakan kondisi-

kondisi yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar peserta didik.

5. Proses pembelajaran dimaksudkan agar guru dapat mencapai tujuan

pembelajaran dan peserta didik dapat menguasai kompetensi yang ditetapkan.

Dengan demikian, pembelajaran merupakan suatu proses yang interaktif dan

komunikatif, sehingga dengan komunikasi dan interaksi memungkinkan

terjadinya kegiatan peserta didik dan tercapai penguasaan kompetensi yang

diharapkan melalui kegiatan tersebut. Selain itu tugas seorang guru adalah

menciptakan iklim belajar yang memungkinkan terjadinya interaksi, baik itu

dengan teman, guru, maupun dengan lingkungan sekitar, sehingga terjadi kegiatan

belajar yang komunikatif bagi peserta didik.

2.1.5 Pendidikan IPA di SD

IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan,

dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitarnya yang diperoleh dari

pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah seperti penyelidikan, penyusunan

dan pengujian gagasan (Sutarno, 2006). Berdasarkan pendapat dari Sutarno

tersebut maka secara langsung IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang

berkaitan dengan alam dan tersusun dengan sistematis sehingga dapat

dihubungkan antara fenomena atau kejadian satu dengan kejadian yang lainnya.

Menurut De Vito et al. Tahun 1993 (Samatowa, 2010) menyatakan bahwa

pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari

22

siswa. Berdasarkan pendapat dari De Vito tersebut maka pembelajaran dengan

mengaitkan lingkungan belajar siswa sangat diperlukan untuk membangun rasa

ingin tahu siswa tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya dan

menimbulkan kesadaran tentang perlunya belajar IPA menjadi sangat diperlukan.

IPA perlu diajarkan di Sekolah Dasar karena beberapa alasan, seperti yang

dikemukakan oleh Samatowa (2010) yang menggolongkan menjadi empat

mengapa IPA dimasukkan dalam kurikulum sekolah, antara lain:

a. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa

b. Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata

pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis

c. Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh

anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan

belaka.

d. Mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi

yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

IPA dikatakan berfaedah bagi suatu bangsa karena dengan adanya IPA

maka kesejateraan suatu bangsa dapat terjadi. IPA menghantarkan suatu bangsa

untuk berkembang dengan teknologi-teknologi yang tercipta. Selain itu IPA juga

melatih anak untuk berpikir lebih logis melalui pengalaman yang mereka alami

setiap harinya dengan lingkungan sekitar sehingga mereka dapat membangun

pengetahuan dengan sendirinya. Untuk mencapai tujuan dan memenuhi

pendidikan IPA, pendekatan yang digunakan dalam proses belajar IPA

(Samatowa, 2010) antara lain:

a. Pendekatan lingkungan

b. Pendekatan ketrampilan proses

c. Pendekatan inquiry ( penyelidikan )

d. Pendekatan terpandu

Pendekatan-pendekatan dalam belajar IPA itu selain dalam penggunaannya

memanfaatkan lingkungan sekitar tetapi juga melatih kertrampilan berpikir kritis

siswa melalui serangkaian fenomena yang terjadi di alam, sehingga mereka akan

menemukan sendiri (inquiry) jawaban dari setiap fenomena yang terjadi. Selain

23

pendekatan yang digunakan terdapat juga spek penting yang harus diperhatikan

guru dalam memberdayakan anak melalui pembelajaran IPA (Samatowa, 2010)

adalah:

1. Pentingnya memahami bahwa pada saat memulai pembelajaran, anak telah

memiliki konsepsi, pengetahuan yang relevan dengan apa yang mereka

pelajari.

2. Aktivitas anak melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam menjadi hal utama

dalam pembelajaran IPA

3. Dalam setiap pembelajaran IPA kegiatan bertanyalah yang menjadi bagian

penting, bahkan menjadi bagian yang paling utama dalam pembelajaran.

4. Dalam pembelajaran IPA memberikan kesempatan kepada anak untuk

mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menjelaskan suatu masalah.

Aspek-aspek tersebut harus diperhatikan untuk memungkinkan terjadinya

kegiatan pembelajaran yang aktif untuk membangun pengetahuan siswa. Aktifitas

dan kegiatan membangun pengetahuan itu dapat terjadi dengan sikap

keingintahuan siswa yang akan disalurkan melalui pertanyaan yang akan diajukan.

Dalam belajar IPA di sekolah hendaknya kepada siswa ditanamkan

tentang pentingnya memahami 4 hal mendasar dalam belajar IPA (Sutarno, 2009)

yaitu :

1. Pengetahuan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mendasar siswa

(personal needs) yang meliputi pemenuhan akan kebutuhan makanan

(karbohidrat, protein, lemak dsb).

2. Pengetahuan yang berhubungan denga ilmu-ilmu dasar yang harus mereka

kuasai ( academic preparation)

3. Pengetahuan untuk persiapan karier (career awarness) berupa pengetahuan yang

berguna bagi mereka kelak setelah mereka menyelesaikan studinya.

4. Kepekaan terhadap kehidupan sosial dari lingkunagn mereka berada (societal

issue).

Jadi pada hakikatnya belajar IPA sangat bermanfaat dan sangat kompleks,

tidak hanya belajar pengetahuan saja tetapi juga belajar tentang pengetahuan

untuk mempersiapkan karir hidupnya serta bagaimana mereka peka dan peduli

24

terhadap lingkungan alam tempat mereka memenuhi kebutuhan mereka serta peka

terhadap lingkungan sosial masyarakat.

Ilmu pengetahuan alam ( IPA ) berhubungan dengan mencari tahu tentang

alam secara sistematis sehingga IPA tidak hanya belajar tentang konsep, fakta

tetapi juga penemuan yang berhubungan dengan alam tempat manusia hidup dan

memperoleh kehidupan dan manusia bertugas untuk melestarikannya. Belajar

IPA dengan menggunakan metode Gruop Investigation merupakan penerapan cara

belajar penemuan, dimana manfaat belajar penemuan (Winaputra, 2008) itu

adalah:

1. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah

bermakna.

2. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tersimpan lama dan mudah diingat.

3.Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang

diinginkan adalah agar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang

diterimanya.

4. Transfer dapat ditingkatkan setelah generalisasi ditemukan sendiri oleh siswa

5. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam

menciptakan motivasi belajar

6. Belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk

berpikir secara bebas.

Jadi belajar IPA dengan menemukan maka pengetahuan siswa akan lebih lama

tersimpan dan mudah diingat, disamping itu juga dapat meningkatkan motivasi

belajar serta kemampuan berpikir secara bebas siswa. Motivasi itu timbul karena

tantangan untuk menemukan pemecahan masalah yang mereka hadapi sehingga

mereka akan lebih terbuka dalam berpikir dan bertindak.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Iswandi (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan model

pembelajaran Group Investigation untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang

tumbuhan hijau kelas V SDN Temenggungan 02 kecamatan Udanawu kabupaten

Blitar” menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran Group Investigation

dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam belajar juga dapat meningkatkan hasil

25

belajar siswa. Dalam penelitiaanya didapati bahwa terdapat segi positif dalam

penelitiaanya yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode group

investigation sangat menyenangkan sehingga pembelajaran tidak monoton serta

membuat siswa aktif bekerja diantaranya aktif berpendapat dalam berdiskusi,

disamping itu juga terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II

yaitu sebanyak 78 % dan nilai siswa telah mencapai standar kelulusasan sebesar

75.

Devi (2010) dalam skripsinya yang berjudul “ Penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) untuk meningkatkan

pemahaman gaya magnet pada pembelajaran IPA bagi siswa kelas V SD Negeri 2

Wanaraja Wanarasa Banjarnegara tahun ajaran 2010/2011.” menyimpulkan

bahwa penerapan metode Group Investigation dapat meningkatkan pemahaman

siswa dalam belajar IPA ( magnet ) yang ditandai dengan kenaikan hasil belajar

siswa. Peningkatan ini terlihat dari hasil pra tindakan sebesar 64,89 dan setelah

dilakukan tindakan maka pad siklus I mencapai 67,32 dan pada siklus II menjadi

70,08.

Winoto (2011) dalam skripsi PTK yang berjudul “Penerapan model Group

Investigation untuk meningkatkan pembelajaran IPA kelas V SDN Kidul Dalem 2

Malang” menarik kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran dengan

menggunakan model Group Investigation dapat meningkatkan pembelajaran IPA

materi "Bumi dan Alam Semesta" pada siswa kelas V SDN Kidul Dalem 2

Malang. Kondisi awal siswa yang sebelum menggunakan metode group

investigaton terlihat ramai, tapi keramaian itu tidak disebakan siswa membahas

tentang pembelajaran tetapi karena hal lain selain itu pembelajaran masih berpusat

pada guru / guru mendominasi. Dengan digunakannya pembelajaran dengan

group investigation maka didapati hasil belajar yang meningkat, yaitu pada siklus

I hasil belajar 55 % dan disiklus II mengalami peningkatan yaitu 75,93 %.

Sedangkan pada aspek aktivitas siswa meningkat dari sebesar 42,34% pada siklus

I dan pada siklus II meningkat menjadi 64,03%.

Sudarmono (2009) dalam tesisnya menyimpulkan bahwa penggunaan

metode Group Investigation dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

26

siswa.Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan observasi

terhadap aktivitas belajar siswa dan kegiatan mengajar guru. Dalam kegiatan ini,

aktvitas siswa berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil

belajar nampak dari hasil ulangan harian siswa yang mulanya hanya 66 kemudian

meningkat menjadi 88. Sedangkan hasil analisis data dari keaktifan siswa yaitu

pada kondisi awal hanya 51 %, siklus I mencapai persentase 77 %, dan siklus II

dengan persentase 89 %.

2.3 Kerangka Pikir

Untuk mengatasi pembelajaran yang hanya menekankan pada aktivitas

guru, maka peneliti mencoba mengeksperimenkan metode Group Investigation

dalam belajar. Hal ini karena metode ini merupakan metode pembelajaran yang

mengikutsertakan siswa dalam pembelajaran, mulai dari perencanaan sampai

dengan pelaksanaannya, sehingga pembelajaran tidak hanya didominasi oleh guru,

tetapi siswa juga menjadi bagian dalam pembelajaran.

Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen adalah siswa kelas III SDN 1

Kemiri dan kelas kontrol adalah siswa kelas III SDN 1 Tepusen. Kedua kelompok

tersebut keadaan awalnya kedua kelompok memiliki keseimbangan hasil belajar

dan juga aktivitas belajar. Kemudian dari kedua kelas, akan diberi perlakuan yang

berbeda, kelompok eksperimen akan menggunakan pembelajaran dengan metode

Group investigation, sedangkan pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran secara

konvensional. Dan setelah itu maka terlihat perbandingan pengaruh hasil belajar

serta aktivitas siswa selama belajar antara kedua kelas.

2.4.Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut “Metode Group

Investigation berpengaruh terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa pada mata

pelajaran IPA kelas III SD Negeri 1 Kemiri Kecamatan Kaloran Kabupaten

Temanggung tahun pelajaran 2011/2012”