bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 hasil belajar ii.pdfklasifikasi hasil belajar menurut...

21
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011 : 22). Kemampuan- kemampuan yang dimiliki tiap siswa tentu berbeda karena pengalaman belajar yang dialami antara siswa satu dengan siswa lain juga berbeda. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow yang mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel dalam Purwanto, 2008:45). Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009: 6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. 1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual. 2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap. 3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran bidang/materi/dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes. Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar kognitif. Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut Benyamin S. Bloom yang telah disempurnakan David Krathwohl serta Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay ds ( Wardani, NS dkk, 2010:3.21) adalah menghafal (Remember), memahami (Understand), mengaplikasikan (Aply), menganalisis (Analize), mengevaluasi (Evaluate), dan membuat (create).

Upload: others

Post on 15-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    2.1.1 Hasil Belajar

    Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

    setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011 : 22). Kemampuan-

    kemampuan yang dimiliki tiap siswa tentu berbeda karena pengalaman belajar

    yang dialami antara siswa satu dengan siswa lain juga berbeda. Aspek

    perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang

    dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow yang mencakup tiga aspek

    yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel dalam Purwanto,

    2008:45).

    Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009:

    6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah

    afektif, dan ranah psikomotoris.

    1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.

    2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.

    3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar

    keterampilan dan kemampuan bertindak.

    Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran

    bidang/materi/dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes.

    Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil

    belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam

    aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

    Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar kognitif.

    Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut Benyamin S. Bloom yang

    telah disempurnakan David Krathwohl serta Norman E. Gronlund dan R.W.

    de Maclay ds ( Wardani, NS dkk, 2010:3.21) adalah menghafal (Remember),

    memahami (Understand), mengaplikasikan (Aply), menganalisis (Analize),

    mengevaluasi (Evaluate), dan membuat (create).

  • 8

    Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil

    belajar adalah kemampuan yang didapat oleh siswa setelah mengalami

    pembelajaran di kelas yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

    Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam

    mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari

    aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai

    kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada

    suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu

    berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur

    standar seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran

    subyektif yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-

    lain (Endang Poerwanti, dkk,2008:1-4). Menurut Cangelosi (1995) yang

    dimaksud dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses

    pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan

    informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Jadi pengukuran

    memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara membandingkan

    sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang dihasilkan adalah

    data kuantitatif atau data angka. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran,

    perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia

    pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan

    siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan

    angket.

    Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil

    belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Teknik yang dapat

    digunakan untuk mengukur hasil belajar ada 2 yaitu tes dan non tes.

    1. Tes Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang

    harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-

    tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu

    aspek tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut

    adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes berasal dari bahasa Perancis yaitu

  • 9

    “testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia dari material lain

    seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Kemudian diadopsi dalam psikologi dan

    pendidikan untuk menjelaskan sebuah instrumen yang dikembangkan untuk dapat

    melihat dan mengukur dan menemukan peserta tes yang memenuhi kriteria

    tertentu. Cronbach (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan tes sebagai “a systematic

    procedure for observing a person’s behavior and describing it with the aid of a

    numerical scale or category system”. Menurut Ebster’s Collegiate (dalam

    Arikunto, 1995), tes adalahserangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang

    digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan

    atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

    Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008:1-5), tes adalah seperangkat tugas

    yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta

    didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan

    materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.

    Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk

    memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap

    butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap

    benar (Suryanto Adi, dkk, 2009). Dari beberapa definisi di atas peneliti

    menyimpulkan, tes adalah sejumlah pertanyaan atau soal-soal yang harus dijawab,

    dilakukan dalam waktu tertentu dan memiliki tujuan tertentu guna mengukur

    kemampuan seseorang.

    Tes sangat bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut Endang

    Poerwanti, dkk (2008:4-5) terdapat lima jenis-jenis tes, salah satunya adalah jenis

    tes berdasarkan bentuk jawabannya, yaitu:

    a. Tes esei (Essay-type test)

    Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan

    gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara

    mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

    b. Tes jawaban pendek

    Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta

    menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan

  • 10

    jawaban-jawaban pendek , dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-

    kata lepas, maupun angka-angka.

    c. Tes objektif

    Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk

    menjawab tes telah tersedia.

    2. Non Tes Teknik nontes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah

    afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada

    aspek kognitif. Ada beberapa macam tekhnik non tes, yaitu: unjuk kerja

    (performance), penugasan (proyek), tugas individu, tugas kelompok, laporan,

    ujian praktik dan portofolio.

    Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan

    pembelajaran dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrumen

    butir-butir soal apabila cara pengukurannya menggunakan tes, apabila

    pengukurannya dengan cara mengamati atau mengobservasi akan

    menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran

    dengan cara/teknik skala sikap akan menggunakan instrumen butir-butir

    pernyataan.

    Besarnya hasil belajar dalam penelitian ini akan diukur melalui teknik

    (tes obyektif dan tes esay) dan non tes (unjuk kerja berupa diskusi

    berpasangan dan presentasi).

    2.2.2 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

    Latar Belakang IPS

    Ilmu Pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

    pokok yang diajarkan dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB.

    Pengetahuan sosial mengkaji seperangkat fakta, peristiwa, konsep dan

    generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk

    membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya

    berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini,

    dan antisipasi untuk masa yang akan datang (Depdiknas, 2003). Pada jenjang

  • 11

    SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan

    Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat

    menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab,

    serta warga dunia yang cinta damai.

    Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat

    karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat.

    Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan

    pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial

    masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

    Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu

    dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam

    kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik

    akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu

    yang berkaitan.

    Tujuan Pembelajaran IPS

    Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan

    sebagai berikut.

    1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

    masyarakat dan lingkungannya

    2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa

    ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam

    kehidupan sosial

    3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

    kemanusiaan

    4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi

    dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan

    global.

    Ruang Lingkup Pembelajaran IPS

    Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

  • 12

    1. Manusia, tempat, dan lingkungan 2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan 3. Sistem sosial dan budaya

    4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

    Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

    Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh setiap peserta didik, kemampuan

    peserta didik yang standar dinamakan Standar Kompetensi (SK). Secara lengkap

    yang dimaksud dengan SK adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik

    yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang

    diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran

    atau kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu

    sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Standar

    kompetensi ini selanjutnya akan diperinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD).

    Kompetensi dasar ini merupakan sejumlah kemampuan yang harus dikuasai

    peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator

    kompetensi dalam suatu pelajaran. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran

    IPS kelas V semester II ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut :

    Tabel 2.1

    SK dan KD untuk Mata Pelajaran IPS Kelas V, Semester 2

    Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

    2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankaan kemerdekaan Indonesia

    2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang

    2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia

    2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan

    2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan

    http://www.dhanay.co.cc/2010/10/pengertian-indikator.htmlhttp://www.dhanay.co.cc/2010/10/pengertian-indikator.htmlhttp://www.dhanay.co.cc/2010/10/pengertian-indikator.html

  • 13

    2.2.3 Model Pembelajaran Cooperative Script

    Model pembelajaran kooperatif pada dasarnya mengandung pengertian

    sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam kerja atau membantu diantara

    sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari

    dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh

    keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pola hubungan seperti itu

    memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka

    lakukan untuk keberhasilannya, berdasarkan kemampuan dirinya sebagai individu

    atau peran serta anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama-sama

    dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif memandang bahwa

    keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru,

    melainkan juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran yaitu teman

    sebaya.

    Dalam pembelajaran kooperatif, interaksi yang terjadi dalam proses

    pembelajaran tidak hanya dari guru terhadap siswa atau dari siswa terhadap guru,

    tetapi juga ada interaksi yang terjadi dari siswa satu terhadap siswa yang lain dan

    sebaliknya. Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa dilatih untuk dapat bekerja

    sama dan mengakui perbedaan pendapat dengan orang lain. Dari beberapa macam

    model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran cooperative script sangat

    tepat digunakan dalam pembelajaran IPS dan sebagai strategi untuk meningkatkan

    hasil belajar IPS siswa. Cooperative script adalah model belajar dimana siswa

    bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian

    dari materi yang dipelajari. Model pembelajaran cooperative script ini

    dikembangkan oleh Danserau dkk pada tahun 1985. Pembelajaran cooperative

    script muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan

    memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.

    Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan

    masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok

    sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran cooperative script. Hal ini

    sejalan dengan teori belajar dari Vygotsky yang berusaha mengembangkan model

    konstruktivistik belajar mandiri dari Piaget menjadi belajar kelompok. Dalam

  • 14

    membangun sendiri pengetahuannya, peserta didik dapat memperoleh

    pengetahuan melalui kegiatan yang beraneka ragam dengan guru sebagai

    fasilitator.

    Menurut Schank dan Abelson, (2007) pembelajaran cooperative script

    adalah pembelajaran yang mengatur interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan

    sosial siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok

    masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas. Menurut Slavin, (1995)

    mengemukakan bahwa penggunaan pembelajaran cooperative dapat

    meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan

    hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain,

    serta dapat meningkatkan harga diri. Menurut Spurlin, (2007) menyatakan bahwa,

    cooperative script dapat mendorong siswa untuk mendapatkan kesempatan

    mempelajari bagian lain dari materi yang tidak dipelajarinya.

    Tugas guru adalah menyediakan atau mengatur lingkungan belajar siswa,

    dan mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa, serta memberikan

    dukungan dinamis, sehingga setiap siswa bisa berkembang secara maksimal

    dalam zona perkembangan proksimal masing-masing. Guru perlu mengupayakan

    supaya setiap siswa berusaha agar bisa mengembangkan diri masing-masing

    secara maksimal, yaitu mengembangkan kemampuan berpikir dan bekerja secara

    secara independen. Tetapi dilain pihak guru juga perlu mengupayakan agar tiap-

    tiap siswa juga aktif berinteraksi dengan siswa-siswa lain dan orang-orang lain di

    lingkungan masing-masing yang sesuai dengan teori belajar Vygotsky. Jika kedua

    hal itu dilakukan, perkembangan kognitif tiap-tiap siswa akan bisa terjadi secara

    optimal.

    Setiap model pembelajaran mempunyai berbagai kelebihan dan kekurangan,

    kelebihan dari model pembelajaran cooperative script adalah: (1) melatih

    pendengaran, ketelitian atau kecermatan, (2) setiap siswa mendapat peran, (3)

    melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan. Sedangkan

    kekurangan dari model ini adalah: (1) hanya digunakan untuk mata pelajaran

    tertentu, (2) hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga

  • 15

    koreksinya hanya sebatas pada dua orang tersebut). Dengan demikian siswa harus

    memiliki keaktifan pada saat proses pembelajaran.

    Selain kelebihan dan kekurangan, model pembelajaran cooperative

    script juga mempunyai banyak keunikan yang membedakan antara model

    pembelajaran cooperative script dengan pembelajaran Konvensional.

    Pembelajaran konvensional menurut Ujang Sukandi (dalam Sunarto 2009)

    ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajar tentang konsep-konsep

    bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan bukan

    mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa

    lebih banyak mendengarkan. Model pembelajaran konvensional merupakan

    model pembelajaran yang berpusat pada guru dimana hampir seluruh kegiatan

    pembelajaran dikendalikan oleh guru. Jadi guru memegang peranan utama

    dalam menentukan proses dan isi pembelajar dan termasuk dalam menilai

    kemajuan siswa (I Wayan Sukra, 2009: 83). Sedangkan menurut Nurhadi

    (2009: 43) metode konvensional terlihat pada proses siswa menerima

    informasi secara pasif, siswa belajar secara individual, hadiah/penghargaan

    untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai angka/raport saja, pembelajaran

    tidak memperhatikan pengalaman siswa, dan hasil belajar diukur hanya

    dengan tes.

    Manfaat dari penggunaan model pembelajaran cooperative script dalam

    proses pembelajaran adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya

    dalam wujud input pada level individual. Selain itu, dengan belajar kooperatif

    dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Karena melalui

    kooperatif siswa dilatih untuk dapat meningkatkan perasaan positif terhadap diri

    sendiri maupun orang lain, dapat memberikan efek yang sangat ampuh pada

    waktu singkat baik dalam aspek pembelajaran akademik maupun aspek skill,

    memberikan seorang atau beberapa orang sebagai pendamping belajar yang

    menyenangkan dan bersama-sama mengembangkan skill bersosial serta berempati

    terhadap orang lain. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul

    generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki

    solidaritas sosial yang kuat.

  • 16

    Dalam membentuk atau mengorganisasi sebuah kelompok belajar di dalam

    kelas tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada beberapa faktor yang harus

    diperhatikan, diantaranya adalah gender, tingkat kecerdasan individu, dan sifat-

    sifat khusus yang dimiliki setiap individu, untuk itu sebelum membentuk

    kelompok belajar di kelas guru terlebih dahulu benar-benar mengerti dan

    memahami karakteristik peserta didiknya. Dalam sebuah kelompok perlu

    diperhatikan dalam pembagian berdasarkan gender agar seimbang untuk

    memudahkan mereka dalam melakukan tugasnya. Tingkat kecersasan individu

    merupakan point penting dalam pembagian kelompok belajar. Untuk itu guru

    hendaknya melakukan klasifikasi siswa berdasarkan tingkat kecerdasannya, bukan

    bermaksud untuk membeda-bedakan antara siswa yang pandai dengan yang

    kurang pandai tetapi untuk menyetarakan semua kelompok agar tidak terjadi

    kasenjangan antara kelompok si pandai dengan kelompok si kurang pandai. Selain

    itu terdapat pula sifat-sifat khusus yang dimiliki tiap peserta didik dalam suatu

    kelas. Perlu diperhatikan dalam proses pembagian kelompok karena hal ini

    berperan dalam hidupnya sebuah kelompok belajar. Sifat-sifat khusus yang

    dimaksudkan disini misalnya terdapat siswa yang pandai dalam menyampaikan

    suatu topik atau berpresentasi di depan kelas, ada siswa yang pandai bicara tapi

    tidak bermakna atau hanya sekedar celotehan saja, ada siswa yang hanya senang

    berfikir tetapi saat menyampaikan pendapat kurang pandai dalam berkata-kata,

    dan lain sebagainya. Hal ini penting dalam pembentukan kelompok belajar untuk

    keadilan dalam pembagian tugas agar tiap anggota kelompok mendapatkan tugas

    yang merata dan semuanya terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar.

    Langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran cooperative script menurut Danserau, dkk (dalam Saminanto, 1985; 34) sebagai berikut :

    a. Guru membagi siswa untuk berpasangan. b. Guru membagikan wacana atau materi kepada tiap-tiap siswa untuk

    dipelajari dan dibuat ringkasan. c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai

    pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan

    mamasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. e. Sementara pendengar menyimak atau mengoreksi atau menunjukkan

    ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat atau

  • 17

    menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.

    f. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti di atas.

    g. Siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan. h. Penutup.

    Pada langkah-langkah pembelajaran cooperative script ini fokusnya

    adalah siswa berpasangan, meringkas materi, selanjutnya pembagian peran

    pembaca dan pendengar, diskusi siswa dan tukar peran.

    Langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang kedua menurut Agus Suprijono, (2009: 126) adalah sebagai berikut :

    1. Guru membagi siswa untuk berkelompok untuk berpasangan 2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat

    ringkasan. 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai

    pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. 4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan

    memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. 5. Pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang

    kurang lengkap, serta membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.

    6. Bertukar peran, yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti cara diatas.

    7. Kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru. 8. Penutup.

    Fokus langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang kedua ini

    sama dengan langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang pertama

    yaitu siswa berpasangan, siswa meringkas materi, selanjutnya pembagian peran

    pembaca dan pendengar, diskusi siswa dan tukar peran.

    Langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang ketiga menurut Miftahul Huda, (2011: 151) adalah sebagai berikut :

    1. Guru membagi siswa untuk berpasangan (2 orang). 2. Guru membagikan wacana atau materi kepada tiap-tiap siswa untuk

    dipelajari dan dibuat ringkasannya sesuai dengan yang siswa kuasai. 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai

    pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. 4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin. 5. Sementara pendengar menyimak atau mengoreksi atau menunjukkan ide-

    ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat atau menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.

  • 18

    6. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya.

    7. Siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan. 8. Penutup.

    Fokus langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang ketiga ini

    masih sama dengan langkah-langkah pembelajaran cooperative script dari dua

    tokoh sebelumnya yaitu siswa berpasangan, siswa meringkas materi, selanjutnya

    pembagian peran pembaca dan pendengar, diskusi siswa, tukar peran dan kembali

    melaksanakan diskusi berpasangan.

    Keberhasilan kelompok belajar sangat tergantung pada usaha setiap

    anggotanya. Untuk menciptakan kelompok belajar yang efektif, guru perlu

    menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus

    menyelesaikan tugasnya sendiri dan agar yang lain bisa mencapai tujuan

    mereka. Selanjutnya, guru akan mengevaluasi setiap kelompok. Dengan cara

    ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk

    menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Penilaian juga dilakukan

    dengan cara yang tidak biasa. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai

    kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari sumbangan setiap anggota

    kelompok. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan poin

    diatas nilai rata-rata mereka. Misalnya nilai rata-rata si A adalah 65 dan kali

    ini dia mendapat nilai 72, maka dia akan menyumbangkan 7 poin untuk nilai

    kelompoknya. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa mempunyai

    kesempatan untuk memberikan sumbangan poin untuk nilai kelompok mereka.

    Beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap

    rekan-rekan mereka karena toh mereka juga memberikan sumbangan.

    Malahan mereka akan merasa terpacu untuk meningkatkan usaha mereka dan

    dengan demikian menaikkan nilai mereka. Sebalikknya, siswa yang lebih

    pandai juga tidak akan merasa dirugikan karena rekannya yang kurang mampu

    juga telah memberikan bagian sumbangan nilai mereka.

    Dari beberapa langkah-langkah pembelajaran cooperative script

    menurut para ahli, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran cooperative

    script yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

  • 19

    1. Siswa duduk berpasangan (2 orang)

    2. Tiap-tiap siswa diberikan materi

    3. Masing-masing siswa membuat ringkasan dari materi yang telah

    diterimanya

    4. Siswa dan guru menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai

    pembicara dan pendengar

    5. Pembicara menjelaskan hasil ringkasaanya kepada pendengar dengan

    menambahkan informasi lain yang mereka punya

    6. Pendengar menyimak dan mengoreksi jika ada kesalahan dari

    pembicara serta membantu mengingat ide-ide pokok dari materi

    7. Bertukar peran, semula siswa yang menjadi pembaca sekarang menjadi

    pendengar dan sebaliknya

    8. Siswa bersama dengan guru membuat kesimpulan

    9. Penutup.

    Jadi model pembelajaran cooperative script adalah suatu pola belajar

    kelompok yang dilakukan oleh sepasang siswa dimana mereka saling

    bergantian peran sebagai seorang pembicara dan pendengar yang melibatkan

    mereka secara aktif dan dominan dalam proses pembelajaran agar tercipta

    keefektifan dalam proses belajar mengajar di kelas.

    2.2 Hasil Temuan Yang Relevan

    Penelitian yang relevan tentang upaya meningkatkan hasil belajar IPS

    siswa dengan penggunaan model pembelajaran cooperative script pada siswa

    kelas V SD Negeri Muncar 02 semester II tahun ajaran 2011/2012 sebagai

    berikut:

    Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Trias Indiantika dengan

    judul “Penerapan model cooperative script untuk meningkatkan aktivitas dan

    hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV SDN Kebonagung 06

    Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang”. Berdasarkan hasil observasi pra

    tindakan pada tanggal 18 Februari 2011 di SDN Kebonagung 06 Kecamatan

    Pakisaji Kabupaten Malang, aktivitas dan hasil belajar siswa relatif rendah

  • 20

    KKM yang di peroleh hanya mencapai 42,00. Hal tersebut berhubungan

    dengan cara pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional,

    hal tersebut menyebabkan siswa kurang aktif dalam mencari pengetahuannya

    sendiri. Hasil dari pra tidakan yang diberikan pada 30 siswa menunjukkan

    bahwa hanya ada 3 siswa (10%) yang mencapai KKM yang ditentukan 75,00.

    Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan penerapan

    model pembelajaran Cooperative Script, aktivitas dan hasil belajar siswa

    setelah diterapkan model pembelajaran Cooperative Script. Penelitian ini

    menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK), subjek dalam

    penelitian ini yaitu seorang guru kelas IV dan seluruh siswa kelas IV SDN

    Kebonagung 06, dengan prosedur (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3)

    Observasi dan Penilaian, (4) Refleksi di setiap siklusnya. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPS materi “Koperasi” siswa kelas

    IV SDN Kebonagung 06 dengan penerapan model pembelajaran Cooperative

    Script dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Aktivitas belajar

    siswa kelas IV dalam belajar IPS materi “Koperasi” meningkat ketika

    diterapkan model pembelajaran Cooperative Script. Rata-rata aktivitas pada

    siklus I 70,80 dan rata-rata pada siklus II 90,31. Pada siklus I dan II rata-rata

    aktivitas siswa mengalami peningkatan 19,51. Hasil belajar siswa kelas IV

    dalam belajar IPS materi “Koperasi” meningkat setelah diterapkan model

    pembelajaran Cooperative Script. Rata-rata hasil belajar pada siklus I 74, 83

    dan pada siklus II 85,33. Pada siklus I dan II rata-rata hasil belajar siswa

    mengalami peningkatan 10,50. Ketuntasan siswa kelas IV pada siklus I 19

    (63%) siswa, dan jumlah siswa yang tidak tuntas belajar 11 (37%) siswa. Pada

    siklus II siswa yang tuntas 30 (100%) hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus

    II mengalami peningkatan 37%. Nilai ketuntasan yang diperoleh pada siklus II

    sudah melebihi dari nilai KKM yang ditentukan yaitu 75, maka dapat

    disimpulkan bahwa siswa kelas IV SDN Kebonagung 06 dalam belajar IPS

    materi “Koperasi” tuntas belajar. Sedangkan kelebihannya adalah dapat

    meningkatkan ketuntasan siswa hingga 100%, yang mulanya hanya tuntas

    10%. Kelemahan dalam penelitian ini adalah terlalu menekankan pada

  • 21

    ketuntasan belajar, padahal seharusnya peningkatan hasil belajar. Dalam

    penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut.

    Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Hendra Pujiastutik tahun

    2010 dengan judul “Penerapan model pembelajaran cooperative script yang

    dimodifikasi untuk meningkatakan motivasi dan prestasi belajar sejarah siswa

    kelas VIII-F SMP Negeri 1 Pakisaji Kabupaten Malang. Penelitian ini

    merupakan penelitian tindakan kelas kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus

    tindakan. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII-F SMP Negeri 1 Pakisaji

    Kabupaten Malang, dengan jumlah 29 siswa. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative

    Script dapat meningkatkan motivasi dan hasil prestasi belajar siswa kelas

    VIII-F SMP Negeri 1 Pakisaji Kabupaten Malang. Motivasi belajar klasikal

    mengalami peningkatan dari 53,11 % pada Siklus I menjadi 81,72 % pada

    Siklus II, dengan perincian sebagai berikut: aspek minat mengalami

    peningkatan sebesar 32,75 %, aspek keaktifan sebesar 34,48 %, aspek usaha

    sebesar 28,44 %, aspek konsentrasi sebesar 20,69 % dan aspek efesiensi kerja

    sebesar 26,72 %. Keberhasilan belajar klasikal dari Siklus I sebesar 58,65 %

    meningkat menjadi 72,41 % pada Siklus II. Berdasarkan jawaban angket siswa

    diketahui bahwa model pembelajaran Cooperative Script dapat

    membangkitkan minat, keaktifan, usaha, konsentrasi dan efesiensi kerja siswa

    dalam belajar sejarah di kelas. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat

    disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Cooperative Script dapat

    meningkatkan motivasi dan hasil prestasi belajar siswa kelas VIII-F SMP

    Negeri 1 Pakisaji Kabupaten Malang. Kelebihan pada penelitian ini adalah

    benar-benar mengusahakan agar mata pelajaran IPS digemari oleh siswa,

    sedangkan kelemahannya karena terlalu mengulas dari segi motifasi yang

    sifatnya cenderung subyektif sehingga terkesan mengabaikan segi prestasi

    belajar yang seharusnya menjadi tujuan utama dari penelitian ini. Dalam

    penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut.

    Ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih tahun 2011

    dengan judul “Pengaruh penerapan model pembelajaran cooperative script

  • 22

    pada pelajaran bahasa Indonesia terhadap peningkatan hasil belajar siswa SD

    Negeri mangunsari Salatiga semester II tahun 2010/2011”. Hasil penelitian

    menunjukkan rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen

    sebesar 80.52 lebih besar daripada rata-rata skor hasil belajar siswa pada

    kelompok kontrol sebesar 60.00 dengan besarnya nilai t adalah 9,839 dengan

    tingkat signifikansi sebesar 0,000, karena besarnya t hitung 9,839 > dari t tabel

    1,734 maka hipotesis yang diajukan diterima berarti ada perbedaan yang

    sangat signifikan antara nilai posttest kelas kontrol dengan nilai posttest kelas

    eksperimen yang artinya terdapat perbedaan pengaruh yang sangat signifikan

    pada penggunaan model pembelajaran cooperative script terhadap

    peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas IV SD N Mangunsari

    04 Salatiga semester 2 tahun 2010/2011. Kelebihan dari penelitian ini adalah

    penerapan model cooperative scrip yang sangat berhasil dengan

    terbuktikannya dengan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara kelas

    kontrol dan kelas eksperimen. Sedangkan kelemahannya adalah tidak ada

    pembahasan tentang proses belajar siswa yang turut mengalami peningkatan

    atau tidak. Dalam penelitian ini akan mengatasi kelemahan tersebut.

    Keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati pada

    tahun 2010 dengan judul “Penerapan model pembelajaran cooperative script

    untuk meningkatkan aktifitas belajar dan hasil belajar siswa kelas XI-IPA

    SMA Taman Madya Malang tahun 2010/2011”. Berdasarkan penelitian

    tersebut terbukti bahwa peningkatan hasil belajar siswa dikarenakan dalam

    pembelajaran peneliti menggunakan model pembelajaran cooperative script.

    Setelah dilakukan analisa data dengan perhitungan koefisien korelasi,

    didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar 0,410 yang termasuk ke dalam

    kategori cukup kuat, koefisien determinasi sebesar 16,5%. Hal ini

    menunjukkan kelemahan dalam penelitian ini dan akan diatasi oleh penelitian

    selanjutnya yaitu bahwa prestasi belajar siswa hanya dipengaruhi oleh faktor

    penggunaan model pembelajaran cooperative script sebesar 16,5%, sedangkan

    sisanya 83,5% dipengaruhi oleh faktor lain misalnya minat, motivasi,

    lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, serta lingkungan masyarakat,

  • 23

    Melalui pengujian uji t statistik didapatkan hasil terhitung sebesar 2,243,

    karena terhitung (2,243) tabel (1,699) dengan taraf signifikan 0,05, hal ini

    menunjukkan kelebihan yaitu bahwa penggunaan model pembelajaran

    cooperative script berpengaruh positif terhadap ptestasi belajar siswa pada

    mata pelajaran IPA. Berdasarkan judul di atas dapat diketahui bahwa dalam

    pembelajaran Biologi peningkatan hasil belajar siswa kelas Kelas XI-IPA

    SMA Taman Madya Malang dapat meningkat dikarenakan dalam

    pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative script.

    Kelima adalah penelitian yang dilakukan oleh delita tahun 2010 dengan

    judul “Peningkatan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran cooperative

    script dengan media gambar pada siswa kelas IV SDN Mangunsari 01 Salatiga

    tahun 2010/2011”. Berdasarkan judul di atas dapat diketahui bahwa dalam

    pembelajaran IPS peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN Mangunsari

    01 Salatiga dapat meningkat dikarenakan dalam pembelajaran menggunakan

    model pembelajaran cooperative script. Penelitian tersebut dilakukan oleh

    Delita, subjek penelitiannya berjumlah 30 orang. Pengumpulan data

    menggunakan tes dan pengamatan. Data dianalisis dengan melihat ketuntasan

    belajar siswa secara klasikal yaitu 80% siswa mendapat skor ≥ 70.

    Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model

    pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa

    dalam pembelajaran menyimak berita. Hal ini terbukti dari adanya

    peningkatan rata-rata hasil tes siklus 1 diketahui 76,10 dan hasil tes siklus 2

    rata-rata 78,8. Ditinjau dari pencapaian ketuntasan belajar siswa pada siklus 1

    diperoleh 80% dan siklus 2 diperoleh 92%. Dengan demikian, ketuntasan

    belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 9%.

    Berdasarkan penelitian tersebut maka terbukti bahwa peningkatan hasil belajar

    siswa dalam pembelajaran IPS dikarenakan dalam pembelajaran peneliti

    menggunakan model pembelajaran cooperative script.

    Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan para peneliti di atas

    bahwa dengan menggunakan model pembelajaran cooperative script dapat

    meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan analisis tersebut maka peneliti

  • 24

    melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran cooperative

    script untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas V

    semester II tahun ajaran 2011/2012 di SD N Muncar 02 Kecamatan Susukan

    Kabupaten Semarang.

    2.3 Kerangka Berfikir

    Proses pembelajaran dengan metode konvensional yang pada umumnya

    dilaksanakan oleh guru masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi

    siswa. Dalam pembelajaran konvensional peran dan karakter guru sebagai

    penceramah masih dominan sehingga membuat siswa mengantuk dan bosan,

    pada akhirnya siswa mencari kesibukan lain dengan asik mengobrol dengan

    teman sebangkunya sehingga mengganggu teman yang lainnya. Karena yang

    dilakukan guru dalam metode konvensional hanya ceramah, maka komunikasi

    yang tercipta juga hanya satu arah saja yaitu dari guru kepada siswa dan

    sebaliknya sehingga peran siswa menjadi pasif. Dalam pembelajaran

    konvensional ini siswa tidak mengalami pengalaman belajar sendiri untuk

    mendapatkan informasi atau pengetahuan baru, akibatnya informasi yang

    didapat siswa tidak bertahan lama atau kurang terserap sehingga hasil belajar

    siswa ≤ KKM. Selain itu pada pembelajaran konvensional hasil belajar diukur

    hanya dengan menggunakan tes dan tidak memperhatikan proses belajar

    siswa. Untuk mengatasi paradigma di atas, peneliti mencoba menerapkan

    pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperative script.

    Model pembelajaran cooperative script merupakan cara belajar yang

    dilakukan secara bersama-sama dalam suatu kelompok kecil berpasangan.

    Karena dengan siswa belajar bersama-sama atau berkelompok, akan terjadi

    adanya interaksi antar teman. Hal ini dapat menumbuhkan rasa sosial,

    kreativitas, kerjasama, dan tanggung jawab. Belajar kelompok sesuai dengan

    kebutuhan siswa, dimana anak usia kelas V adalah usia bermain dan mencari

    teman. Dalam proses pembelajaran cooperative script ini mula-mula siswa

    diorganisasikan untuk berpasang-pasangan dan duduk sebangku dengan

    kondisi pasangan yang heterogen dari berbagai segi, misalnya tiap pasangan

  • 25

    terdiri dari siswa laki-laki dan siswa perempuan dan keduanya berbeda

    kemampuan. Kemudian keseluruhan siswa diberikan materi IPS pada SK

    “Menghargai peranan para tokoh pejuang dan masyarakat dalam

    mempersiapdan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia” dan pada KD

    “Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan

    Belanda dan Jepang dan menghargai jasa dan peranan para tokoh pejuang

    dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia”. Tugas dari semua siswa

    adalah membuat ringkasan dari materi yang telah diterimanya. Langkah

    selanjutnya adalah siswa dan guru menetapkan dari masing-masing pasangan

    siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa sebagai pendengar,

    misalnya deretan siswa yang duduk sebelah kanan yang pertama sebagai

    pembicara dan sebelah kiri menjadi pendengar. Setelah siswa sepakat dengan

    tugasnya masing-masing selanjutnya mereka bekerjasama dalam

    kelompoknya. Tugas pembicara adalah membacakan dan menjelaskan hasil

    ringkasannya kepada pendengar dengan menambahkan informasi lain yang

    mereka punya, sedangkan tugas pendengar adalah menyimak dan mengoreksi

    jika ada kesalahan dari pembicara serta membantu mengingat ide-ide pokok

    dari materi. Disini peran guru adalah sebagai fasilitator. Jadi walaupun siswa

    berdiskusi dengan pasangannya tidak menutup kemungkinan bagi siswa untuk

    bertanya kepada guru ketika siswa menemukan konsep yang sulit dipahami

    atau ketidak jelasan materi, sehingga selama proses pembelajaran berlangsung

    terjadi komunikasi dua arah yaitu dari guru dengan siswa dan dari siswa yang

    satu terhadap siswa yang lain. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah

    bertukar peran, yang semula berperan sebagai pembicara sekarang menjadi

    pendengar dan sebaliknya. Selanjutnya siswa bersama-sama dengan guru

    membuat kesimpulan dari seluruh rangkaian pembelajaran yang telah

    berlangsung. Dan langkah terakhir adalah menutup pelajaran. Dalam model

    pembelajaran cooperative script ini siswa terlibat secara langsung dalam

    proses belajar sehingga mengalami pengalaman belajar sendiri untuk

    mendapatkan informasi atau pengetahuan baru, dan hasilnya informasi yang

    didapat siswa dapat bertahan lama dan terserap oleh siswa dengan baik.

  • 26

    Penilaian yang dilakukan dalam cooperative script dalam penelitian ini hasil

    belajar diukur melalui tes (tes obyektif dan esay) dan non tes (unjuk kerja

    berupa diskusi berpasangan dan presentasi). Berdasarkan uraian diatas,

    kerangka berpikir pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

    Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Hubungan Model Pembelajaran

    Cooperative Script dan Hasil Belajar

    KD: Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda

    Pembelajaran

    Guru ceramah, pembelajaran berpusat pada guru, komunikasi 1 arah (guru-siswa), siswa hanya

    d k d

    Penilaian : tes

    Hasil belajar ≤

    KD: Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan

    Pembelajaran Cooperative

    Langkah-

    Siswa berpasangan

    Siswa

    Siswa kiri

    Menyimak

    Menyimak

    Membuat

    Membuat

    pembicara

    diskusi

    pendengar

    Membacakan dan menjelaskan ringkasannya serta menambahkan

    Menyimak dan mengoreksi jika ada kesalahan dari pembaca dan membantu mengingat

    Bertukar peran pendeng

    pembicar

    kesimpulan

    Penilaian hasil : tes

    Penilaia proses Penilaian proses

    Hasil belajar ≥

    Membacakan dan menjelaskan ringkasannya serta menambahkan

    Menyimak dan mengoreksi jika ada kesalahan dari pembaca dan membantu mengingat

    diskusi

  • 27

    Kerangka pikir di atas menggambarkan tentang alur penelitian yang

    dilakukan. Alur ini didasarkan pada kondisi awal pembelajaran yang

    menggunakan metode konvensional dan ternyata berpengaruh pada hasil

    belajar siswa yang rendah ≤ KKM. Setelah diberikan tindakan dengan cara

    menggunaan model pembelajaran Cooperative Script kepada siswa dalam

    proses belajar mengajar di kelas maka diharapkan akan mendapatkan kondisi

    akhir yaitu hasil belajar siswa meningkat ≥ KKM pada mata pelajaran IPS.

    2.4. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir seperti uraian berfikir di

    atas diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut : melalui penggunaan model

    pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada

    siswa kelas V SD Negeri Muncar 02 Kecamatan Susukan Kabupaten

    Semarang semester II tahun ajaran 2011/2012.