bab ii kajian pustaka 1.1. penelitian terdahulu penelitian terkait
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait metode pendeteksian untuk mencegah tindakan
kecurangan telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, baik di dalam
maupun luar negeri. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya digunakan
sebagai penelitian pendukung dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut
dirangkum dalam tabel 2.1:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti (Tahun) Judul Hasil Penelitian
1 Iprianto (2009)
Persepsi Akademisi dan
Praktisi Akuntansi
terhadap Keahlian
Akuntan Forensik
Terdapat perbedaan persepsi
yang signifikan antara
akademisi dengan praktisi
terhadap kemampuan
pemikiran kritis,
memecahkan masalah tidak
terstruktur, fleksibilitas
penyidikan, dan komunikasi
lisan yang dimiliki oleh
seorang akuntan forensik.
2 Ramazani (2010)
Iranian Accountants
Conception of The
Prevention Methods of
Fraud And Offering
Some
Recommendations to
Reduce Fraud in Iran
Metode firewalls, proteksi
menggunakan password,
review dan perbaikann
pengendalian internal
merupakan metode yang
mampu untuk memerangi
tindak kecurangan.
3 Rukmawati
(2011)
Persepsi Manajer dan
Auditor Eksternal
mengenai Efektivitas
Metode pendeteksian
dan Pencegahan
Tindakan Kecurangan
Keuangan
Tidak terdapat perbedaan
persepsi antara manajer dan
auditor eksternal tentang
efektivitas metode
pendeteksian dan pencegahan
tindakan kecurangan.
4 Sengur (2012) Auditor’s Perception of Adanya audit eksternal dan
9
10
Fraud Prevention
Measures: Evidence
From Turkey
meningkatkan pengawasan
lebih efektif untuk mencegah
kecurangan pelaporan
keuangan dibandingakan
dengan kecurangan berupa
penyalahgunaan aset dan
korupsi.
5 Ekaterina (2013)
Fraud Prevention and
Detective Methods in
Russian Small-Scale
Enterprises: Perception
of Managers and
Accountans Regarding
Their Effectiveness
Metode yang paling efektif
untuk mendeteksi kecurangan
berdasarkan persepsi auditor
dan manajer adalah
membandingkan order
pembelian dengan faktur dan
dokumen pengiriman serta
data konfirmasi dengan
vendor atau pelanggan.
2.2. Kajian Teoritis
2.2.1. Pengertian Persepsi
Menurut Lubis (2010 : 93), persepsi adalah bagaimana orang-orang
melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Orang-
orang bertindak atas dasar persepsi mereka dengan mengabaikan apakah
persepsi itu mencerminkan kenyataan sebenarnya. Pada kenyataannya,
setiap orang memiliki persepsinya sendiri atas suatu kejadian. Uraian
kenyataan seseorang mungkin jauh berbeda dengan uraian orang lain.
Persepsi juga merupakan pengalaman tentang objek atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Meskipun demikian, karena persepsi tentang objek
atau peristiwa tersebut bergantung pada suatu kerangka ruang dan waktu,
maka persepsi akan bersifat sangat subjektif dan situasional. Persepsi
ditentukan oleh faktor personal dan situasional. Faktor fungsional berasal
dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk
11
dalam faktor fungsional. Oleh karena itu, yang menentukan persepsi
bukanlah jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang
memberikan respons terhadap stimuli tersebut. Sementara itu, faktor
struktural berasal dari sifat fisik dan dampak saraf yang ditimbulkan pada
sistem saraf individu.
Robbins et al, (2009 : 175) mendefinisikan persepsi (perception)
sebagai proses dimana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-
kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka.
Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari
realitas objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut
sering timbul.
Persepsi individu dalam membuat penilaian terhadap individu lain,
akan dikaitkan dengan teori atribusi (Lubis, 2010: 97). Teori atribusi
merupakan penjelasan dan cara-cara manusia menilai orang secara
berlainan, bergantung pada makna yang dihubungkan ke suatu perilaku
tertentu. Pada dasarnya, teori ini menyarankan bahwa jika seseorang
mengamati perilaku seorang individu, orang tersebut berusaha menentukan
apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. Namun,
penentuan tersebut sebagian besar bergantung pada tiga faktor berikut:
1. Kekhususan (ketersendirian), merujuk pada apakah seorang individu
memperlihatkan perilaku-perilaku yang berlainan dalam situasi yang
berlainan.
12
2. Konsensus, yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi
serupa bereaksi dengan cara yang sama.
3. Konsistensi, yaitu individu memberikan reaksi dengan cara yang sama
dari waktu ke waktu.
Menurut pandangan Islam, setiap individu yang hendak
menyampaikan persepsinya terhadap suatu hal haruslah ada dasarnya.
Seseorang tidak diperbolehkan menyampaikan sebuah persepsi terhadap
suatu hal apabila individu tersebut tidak mengetahui secara pasti akan hal
tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan pada surat Al-Isra‟ ayat 36.
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”
(QS. Al-Isra‟ : 36).
Surat Al-Isra‟ ayat 36 diatas menegaskan bahwa pendapat atau
persepsi yang diungkapkan oleh seseorang hendaknya harus memiliki
dasar atau dengan kata lain, tidak boleh mengungkapkan suatu pendapat
apabila seseorang tersebut tidak mengetahui yang sebenarnya atau tidak
memiliki pengetahuan terkait hal tersebut. Hal ini diarenakan apabila
13
seseorang menyampaikan suatu pendapat atau persepsi mengenai suatu
hal, akan tetapi seseorang tersebut sebenarnya tidak mengetahui tentang
hal tersebut atau tidak memiliki pengetahuan mengenai hal tersebut, maka
dikhawatirkan akan menimbulkan hal-hal yang tidak benar atau negatif.
Selain itu, surat tersebut juga menegaskan bahwa apa yang didengar
maupun dilihat oleh setiap manusia akan diminta pertanggung
jawabannya.
2.2.2. Akuntan Pendidik
Akuntan pendidik menurut Sugiri, Slamet dan Riyono (2001)
adalah profesi akuntan yang menghasilkan akuntan-akuntan baru yang
berprofesional, selain mengajar akuntan pendidik ini melakukan
pengabdian masyarakat dan penelitian di bidang Akuntansi.
Akuntan pendidik adalah akuntan yang pekerjaan utamanya
mengajar baik mengajar pada perguruan tinggi, Sekolah Menengah Atas
ataupun privat akuntansi. Namun yang penulis bahas dalam penelitian ini
adalah akuntan pendidik di Perguruan Tinggi (PT) yang biasa disebut
dosen. Dosen dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada Tri Darma
Perguruan Tinggi, yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian pada
masyarakat. Pengajaran merupakan tugas utama seorang pendidik,
pengajaran dilakukan dngan tatap muka di kelas. Proses pengajaran
diharapkan menjadi sarana untuk mentransfer ilmu pengetahuan dari
pendidik pada anak didiknya. Tugas penelitian juga merupakan tugas bagi
14
seorang akuntan pendidik, sehingga disamping melakukan pekerjaan
mengajar, seorang pendidik juga dituntut untuk mampu melakukan
penelitian sebagai sarana untuk menerapkan ilmu dalam praktek yang
sesungguhnya. Selain dua tugas itu seorang akuntan pendidik juga harus
mampu melaksanakan pengabdian pada masyarakat. Hal tersebut
dimaksudkan agar seorang pendidik tidak hanya berkomunikasi dengan
bidang ilmunya sendiri, namun juga harus mampu berkomunikasi dengan
masyarakat luas.
1.2.3. Kantor Akuntan Publik
Haryono (2001) mengindikasikan bahwa bentuk usaha Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang dikenal menurut hukum Indonesia ada 2 jenis
yaitu:
1. KAP dalam bentuk Usaha Sendiri. KAP bentuk ini menggunakan
nama akuntan publik yang bersangkutan.
2. KAP dalam bentuk Usaha Kerjasama. KAP bentuk ini menggunakan
nama sebanyak-banyaknya tiga nama akuntan publik yang menjadi
rekan/partner dalam KAP yang bersangkutan.
KAP yang berafiliasi adalah bentuk usaha kerjasama antara KAP
lokal dengan KAP internasional (asing). KAP yang berafiliasi dengan
organisasi kantor akuntan publik international dalam kelompok 30 besar
untuk bertukar pandangan dan pengalaman mengenai hal-hal seperti teknis
15
informasi dan pendidikan lanjutan (Arens dan Loebbecke, 2003 dalam
Suboro, 2006).
Sekar (2002) menyatakan bahwa penelitian tentang KAP di
Indonesia sering menggunakan istilah afiliasi dan non afiliasi dengan
kantor akuntan asing dan dikatakan pula bahwa investor mempersepsikan
auditor yang berafiliasi dengan kantor akuntan asing memiliki kualitas
yang tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang bisa
dikaitkan dengan kualitas, didukung oleh penelitian Goetz, Morrow, Paula
And McElroy (1991) bahwa kualitas auditor meningkat sejalan dengan
besarnya KAP tersebut.
KAP yang berafiliasi dengan organisasi kantor akuntan publik
international dalam kelompok 30 besar untuk bertukar pandangan dan
pengalaman mengenai hal-hal seperti teknis informasi dan pendidikan
lanjutan (Arens dan Loebbecke, 2003 dalam Suboro, 2006).
2.2.4. Auditor
Auditor adalah para profesional yang ditugaskan untuk melakukan
audit atas kegiatan dan peristiwa ekonomi bagi perorangan dan entitas
resmi, pada umumnya diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu (1)
Auditor independen, (2) auditor internal, (3) auditor pemerintah (Boynton,
Johnson dan Kell, 2002 : 8).
16
1. Auditor Independen
Auditor independen adalah auditor yang bekerja kepada kantor-
kantor akuntan publik. Sesuai dengan namanya, auditor independen harus
bersikap independen, tidak boleh dipengaruhi oleh pihak-pihak dari klien.
Pada umumnya lisensi diberikan kepada mereka yang telah lulus dalam
ujian persamaan CPA serta memiliki pengalaman praktik dalam bidang
auditing.
2. Auditor Internal
Auditor internal adalah auditor yang merupakan pegawai dari suatu
entitas (pegawai suatu perusahaan atau organisasi), mereka dipekerjakan
oleh sebuah entitas. Para auditor internal kebanyakan memegang Certified
Internal Auditors (CIA) yang diantaranya juga bersertifikat CPA.
3. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja untuk pemerintah,
mereka melaksanakan tugas-tugas auditnya untuk membantu lembaga-
lembaga atau organisasi-organisasi pemerintah dalam kegiatan operasinya
dan kegiatan lain yang diperlukan.
Kualifikasi auditor eksternal menurut pandangan Islam dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Bersikap Adil
Menurut pandangan Islam, professi akuntan dianggap sebagai salah
satu fardhu kifayah atau kewajiban kolektif untuk menyediakannya
akuntansi berarti mencatat, dalam arti luas mengukur, dan mengalokasikan
17
hak diantara berbagai pihak secara adil. Begitu pula dengan profesi auditor
eksternal yang memiliki kewajiban untuk memeriksa laporan keuangan
secara adil, tidak memihak diantara salah satu pihak. Konsep keadilan ini
dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat An Nahl ayat 90:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (QS. An-Nahl : 90).
Selain surat An-Nahl tersebut, dapat dijelaskan pula dalam surat
An-Nisa ayat 58:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
18
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat” (QS. An-Nisa : 58).
Berdasarkan penggalan surat diatas, telah ditegaskan bahwa kita
sebagai manusia diperintahkan untuk berbuat adil dan melakukan
pekerjaan yang baik. Adanya perintah berbuat adil, hendaknya diterapkan
oleh profesi auditor eksternal untuk menerapkan sikap adil tersebut dalam
menjalankan tugasnya. Proses audit yang dilakukan hendaknya tidak
memihak kepada salah satu pihak, baik itu pihak manajemen ataupun
pemakai laporan keuangan lainnya, seperti investor maupun pihak
eksternal lainnya. Konsep adil ini juga ada dalam sistem akuntansi yang
disebut dalam prinsip “freedom from bias”. untuk menciptakan keadilan
ini maka dirasa perlu untuk memiliki kode etik untuk akuntan dan auditor
sehingga diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana
mestinya.
2. Integritas
Islam menempatkan integritas sebagai nilai tertinggi yang
memandu seluruh perilakunya. Islam juga menilai perlunya kemampuan,
kompetensi dan kualifikasi tertentu untuk melaksanakan suatu kewajiban.
Dalam Al-Qur‟an surat Al-Qashash ayat 26:
19
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya" (QS. Al-Qashash : 26).
Berdasarkan penggalan surat diatas dapat memberikan pengertian
bahwa seorang yang berprofesi sebagai auditor eksternal hendaknya dapat
bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya sehingga dapat
menunjukkan bahwa hasil dari setiap pekerjaannya dapat dipercaya bagi
pihak-pihak yang bersangkutan. Hal yang terpenting dari sikap integritas
adalah kepercayaan dan Islam selalu mensyaratkan perlunya jujur kepada
Allah SWT, kepada masyarakat dan diri sendiri.
3. Bertanggungjawab dihadapan Allah
Akuntan atau auditor eksternal muslim harus meyakini bahwa allah
selalu mengamati semua perilakunya dan dia akan
mempertanggungjawabkan semua tingkah lakunya kepada Allah nanti
dihari akhirat baik tingkah laku yang baik maupun yang besar. Karenanya
akuntan atau auditor eksternal harus berupaya untuk selalu menghindari
pekerjaan yang tidak disukai oleh Allah SWT karena dia takut akan
20
mendapat hukuman nantinya dihari akhirat. Sebagaimana firman Allah
dalam QS Ali Imran ayat 199.
Artinya: “Dan Sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman
kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang
diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan
mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah Amat
cepat perhitungan-Nya” (QS. Ali Imran : 199).
Oleh karenanya akuntan atau auditor eksternal/internal harus selalu
ingat bahwa dia akan mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya
dihadapan Allah dan juga kepada publik, professi, atasan dan dirinya
sendiri.
21
2.2.5. Kode Etik
Baidaie (2000) dalam Ludigdo (2007 : 54), menjelaskan bahwa
secara lebih luas kode etik profesi merupakan kaidah-kaidah yang menjadi
landasan bagi eksistensi profesi dan sebagai dasar terbentuknya
kepercayaan masyarakat karena dengan mematuhi kode etik, akuntan
diharapkan dapat menghasilkan kualitas kinerja yang paling baik bagi
masyarakat.
Mathews & Perrera (1991) dalam Ludigdo (2007 : 54-56), terdapat
beberapa keuntungan dari adanya kode etik ini.
1. Para profesional akan lebih sadar tentang aspek moral dari
pekerjaannya.
2. Kode etik berfungsi sebagai acuan yang dapat diakses secara lebih
mudah.
3. Ide-ide abstrak dari kode etik akan ditranslasikan ke dalam istilah yang
konkret dan dapat diaplikasikan ke segala situasi.
4. Anggota sebagai suatu keseluruhan akan bertindak dalam cara yang
lebih standar pada garis profesi.
5. Menjadi suatu standar pengetahuan untuk menilai perilaku anggota dan
kebijakan profesi.
6. Anggota akan menjadi dapat lebih baik menilai kinerja dirinya sendiri.
7. Profesi dapat membuat anggotanya dan juga publik sadar sepenuhnya
atas kebijakan-kebijakan etisnya.
8. Anggota dapat menjustifikasi perilakunya jika dikritik.
22
Keberadaan kode etik profesi memberikan batasan-batasan
terhadap seseorang yang menyandang sebuah profesi dalam memberikan
sebuah persepsi mengenai suatu hal, khususnya profesi dalam hal ini
adalah seorang akuntan baik itu akuntan pendidik maupun auditor
eksternal. Penyampaian persepsi oleh seorang akuntan bisa saja berbeda-
beda. Perbedaan persepsi yang disampaikan tersebut masih dapat diterima
dengan ketentuan harus memperhatikan kode etik profesi yang disandang,
khususnya memperhatikan integritas, objektivitas, keadilan, dan
profesionalisme seorang akuntan. Apabila pada saat menyampaikan
sebuah persepsi, sesorang akuntan tidak memperhatikan kode etik
profesinya, maka kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang
diserahkan akan semakin rendah.
Etika di dalam Islam dikenal sebagai akhlaq, Dalam beberapa ayat
al-Qur‟an, Allah banyak menyinggung masalah akhlaq atau etika. Salah
satu kode etik auditing dan akuntansi yang banyak disinggung adalah
konsep Fairness atau keadilan. Disebutkan dalam al-Qur‟an surat An
Nahl, ayat 90
23
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (QS. An-Nahl : 90).
Surat An-Nissa ayat 58
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat” (QS. An-Nisa : 58).
Seorang auditor muslim dituntut untuk menjalani profesinya dengan
akhlaq atau etika yang baik untuk membantu mengembangkan kesadaran
etika profesi dengan membawa perhatian mereka pada isu-isu etika yang
terdapat dalam praktek profesi dan apakah setiap tindakan dapat
24
dipertimbangkan sebagai perilaku yang beretika sesuai dengan sudut
pandang syariah sebagai tambahan dari sekedar komitmen etika profesi
yang normal. Dan meyakinkan keakuratan dan keandalan laporan
keuangan, sehingga dapat meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan
kepada jasa yang diberikan akuntan. Selain itu dapat meningkatkan
perlindungan kepentingan baik inttitusi maupun pihak-pihak yang terkait
dengan institusi tersebut.
2.2.6. Tanggung Jawab Auditor untuk Mendeteksi Kecurangan
Standar Audit Seksi 110 (PSA No.01) menyatakan bahwa
Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen, sebagai berikut
“Auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit
untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan
bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan
kecurangan” (IAI, 2001). Pernyataan ini memberikan arahan dan standar
yang jelas kepada auditor mengenai kewajibannya mendeteksi
kecurangan, serta audit laporan keuangan yang dilakukan harus sesuai
dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).
Auditor harus secara khusus manaksir risiko salah saji material
dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus
mempertimbangkan taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit
yang akan dilaksanakan (IAI, 2001). Dalam melakukan penaksiran ini,
auditor harus mempertimbangkan faktor risiko kecurangan yang berkaitan
25
dengan baik (a) salah saji yang timbul sebagai akibat kecurangan dalam
pelaporan keuangan maupun (b) salah saji yang timbul dari perlakuan
tidak semestinya terhadap aktiva untuk setiap golongan yang
bersangkutan.
Faktor-faktor risiko kecurangan tidak dapat dengan mudah disusun
peringkatnya menurut pentingnya atau digabungkan menjadi model
prediksi yang efektif. Signifikan atau tidaknya faktor risiko adalah sangat
bervariasi. Beberapa faktor tersebut akan ada di perusahaan yang di
dalamya kondisi khusus tidak menunjukkan adanya risiko salah saji
material. Oleh karena itu, auditor harus menggunakan pertimbangan
profesional pada waktu mempertimbangkan faktor risiko secara individual
atau secara gabungan dan apakah terdapat pengendalian khusus untuk
mengurangi risiko.
Standar Audit seksi 319 (PSA No. 69) menyatakan bahwa
pertimbangan pemahaman atas pengendalian intern yang diperlukan untuk
merancang audit, auditor mempertimbangkan pengetahuan yang diperoleh
dari sumber lain tentang tipe salah saji yang dapat terjadi, resiko bawaan
salah saji tersebut dapat terjadi, dan faktor yang mempengaruhi desain
pengujian substantif. Sumber lain pengetahuan seperti itu mencakup audit
sebelumnya dan pemahaman tentang industri yang menjadi tempat
beroperasinya entitas. Auditor juga mempertimbangkan taksirannya
tentang risiko bawaan, pertimbangan tentang materialitas, dan
kompleksitas dan kecanggihan operasi dan sistem entitas, termasuk apakah
26
metode pengendalian pengolahan informasi didasarkan pada prosedur
manual yang terlepas dari komputer atau sangat tergantung pada
pengendalian berbasis komputer. Semakin kompleks dan canggih operasi
dan sistem entitas, mungkin perlu mencurahkan perhatian ke komponen
pengendalian intern untuk memperoleh pemahaman terhadap komponen
tersebut yang diperlukan untuk mendesain pengujian substantif yang
efektif
Penaksiran risiko entitas adalah untuk mengidentifikasi,
menganalisis, dan mengelola risiko yang berdampak terhadap tujuan
entitas. Dalam audit atas laporan keuangan, audit melakukan penaksiran
atas risiko bawaan dan risiko pengendalian untuk mengevaluasi
kemungkinan bahwa salah saji material dapat terjadi dalam laporan
keuangan (Standar Audit seksi 319). Dalam hal ini termasuk metode-
metode pendeteksian untuk mencegah kecurangan.
Pertimbangan tentang risiko salah saji material sebagai akibat dari
kecurangan dapat berdampak terhadap audit melalui cara berikut ini (IAI,
2001):
a. Skeptisme profesional (profesional scepticism). Penerapan kemahiran
profesional mensyaratkan auditor untuk menggunakan skeptisme
profesional-yaitu, suatu sikap yang mencakup pikiran bertanya dan
penentuan secara kritis bukti audit.
27
b. Penugasan Personal. Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
personal yang dibebani tanggung jawab perikatan signifikan harus
sesuai dengan penaksiran auditor atas tingkat perikatan.
c. Prinsip dan kebijakan akuntansi. Auditor mungkin lebih
berkepentingan terhadap apakah prinsip akuntansi yang dipilih dan
kebijakan akuntansi yang dipakai telah diterapkan dengan cara tidak
semestinya untuk menghasilkan salah saji material dalam laporan
keuangan.
d. Pengendalian. Bila risiko salah saji material sebagai akibat dari
kecurangan berkaitan dengan faktor risiko yang memiliki implikasi
dalam pengendalian, kemampuan auditor untuk menaksir risiko
pengendalian di bawah maksimum dapat berkurang.
Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu
pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai
seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian
keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya, yang
diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik
audit (IAI, 2001). Untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang
profesional, auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup.
Pelatihan ini harus secara memadai mencakup aspek teknis maupun
aspek umum.
28
2.2.7. Pemeriksaan
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan bahwa
Pemeriksaan memberlakukan setiap standar pekerjaan lapangan audit
keuangan dan Pernyataan Standar Audit (PSA) yang ditetapkan oleh IAI,
kecuali ditentukan lain.
Pemeriksa harus memperoleh informasi dari entitas yang diperiksa
untuk mengidentifikasi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja,
pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau studi lain yang sebelumnya telah
dilaksanakan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang
dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi langkah koreksi yang
berkaitan dengan temuan dan rekomendasi signifikan. Pemeriksa harus
mempergunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan (1) periode
yang harus diperhitungkan, (2) lingkup pekerjaan pemeriksaan yang
diperlukan untuk memahami tindak lanjut temuan signifikan yang
mempengaruhi pemeriksaan, dan (3) pengaruhnya terhadap penilaian risiko
dan prosedur pemeriksaan dalam perencanaan pemeriksaan.
Standar Pemeriksaan pada dasarnya mensyaratkan bahwa pemeriksa
harus menilai risiko salah saji material yang mungkin timbul karena
kecurangan dari informasi dalam laporan keuangan atau data keuangan lain
yang secara signifikan terkait dengan tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus
mempertimbangkan prosedur pemeriksaan yang harus dirancang untuk
menilai salah saji material yang mungkin timbul karena kecurangan tersebut.
Standar Pemeriksaan juga mensyaratkan agar pemeriksa mempertimbangkan
29
prosedur pemeriksaan yang harus dirancang untuk menilai salah saji material
yang mungkin timbul karena ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan (Peraturan BPK RI No. 01 tahun 2007).
2.2.8. Risiko Audit
Resiko audit adalah risiko auditor tanpa sadar tidak melakukan
modifikasi pendapat sebagaimana mestinya atas laporan keuangan yang
mengandung salah saji material (Agoes, 2012 : 148).
Dalam praktik, seorang auditor tidak hanya harus mempertimbangkan
risiko audit untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi saja, tetapi juga
setiap asersi yang relevan dengan saldo akun dan golongan transaksi yang
material. Faktor risiko yang relevan dengan suatu asersi biasana berbeda
dengan faktor reiko yang relevan dengan asersi lainnya. Para auditor
menguraikan risiko audit sebagai suatu fungsi dari tiga komponen, tiga
komponen tersebut adalah (1) Risiko Bawaan, (2) Risiko Pengendalian dan (3)
Risiko Deteksi (Boynton et al, 2002 : 202).
1. Risiko Bawaan
Kerentanan suatu asersi terhadap kemungkinan salah saji yang
material, dengan asumsi tidak terdapat pengendalian internal yang terkait.
Penilaian terhadap risiko bawaan meliputi evaluasi faktor-faktor yang dapat
menyebabkan salah saji pada suatu asersi. Sebagai contoh faktor ekonomi dan
persaingan, serta perlunya mencapai target laba yang dilaporkan dapat
30
mendorong manajemen untuk menggunakan teknik-teknik akuntansi untuk
meningkatkan labayang dilaporkan.
2. Risiko Pengendalian
Risiko terjadinya salah saji yang material dalam suatu asersi yang tidak
akan dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur
pengendalian intern entitas. Manajemen seringkali mengakui adanya risiko
salah saji yang melekat pada sistem akuntansi, sehingga manajemen berusaha
merancang struktur pengendalian intern untuk mencegah, mendeteksi, dan
mengoreksi salah saji tersebut secara tepat waktu. Sebagai contoh, risiko salah
saji yang material untuk suatu asersi dapat dikurangi apabila auditor memiliki
bukti bahwa pengendalian intern atas asersi tersebut telah secara efektif
dirancang dan diterapkan dalam operasi.
3. Risiko Deteksi
Risiko yang timbul karena auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi. Setelah auditor membuat keputusan
tentang risiko audit, risiko bawaan, dan risiko pemgendalian secara
keseluruhan, maka ia dapat menggunakan model risiko audit untuk membuat
keputusan tentang bukti audit yang diperlukan guna membatasi risiko sampai
tingkat serendah mungkin. Para auditor dapat mengendalikan risiko deteksi
dengan menggunakan pertimbangan profesional dalam mengambil keputusan
tentang prosedur audit mana yang akan digunakan, kapan melaksanakan
prosedur audit, luasnya prosedur audit, dan siapa yang harus
melaksanakannya. Prosedur audit banyak yang melibatkan penggunaan teknik
31
audit dengan bantuan komputer sehingga auditor dapat menggunakan
teknologi untuk membuat audit lebih efesien.
2.2.9. Program Audit
Standar Auditing yang berlaku umum menyatakan bahwa dalam
merencanakan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat
pekerjaan yang harus dilaksanakan serta harus mempersiapkan suatu program
audit tertulis untuk setiap audit.
Maksud suatu program audit adalah mengatur secara sistematis
prosedur audit yang akan dilaksanakan selama audit berlangsung. Program
audit tersebut menyatakan bahwa prosedur audit yang diyakini oleh auditor
merupakan hal yang penting untuk mencapai tujuan audit. Program audit juga
mendokumentasikan strategi audit (Boynton et al, 2002 : 245-247). Biasanya
auditor berusaha menyeimbangkan prosedur audit top-down dan bottom-up
ketika mengembangkan suatu program audit. Jenis pengujian yang termasuk
dalam program audit meliputi:
1. Prosedur Analitis
Prosedur ini meneliti hubungan yang dapat diterima antara data keuangan
dan data non-keuangan untuk mengembangkan harapan atas saldo laporan
keuangan.
2. Prosedur awal
Yakni prosedur untuk memperoleh pemahaman atas (1) faktor persaingan
bisnis dan industri klien, (2) struktur pengendalian internnya. Auditor juga
32
melaksanakan prosedur awal untuk memastikan bahwa catatan-catatan
dalam buku pembantu sesuai dengan akun pengendali dalam buku besar.
3. Pengujian Estimasi Akuntansi
Pengujian ini meliputi pengujian subtantif atas saldo.
4. Pengujian pengendalian
Adalah pengujian pengendalain intern yang ditetapkan oleh strategi audit
dari auditor.
5. Pengujian transaksi
Adalah pengujian substantif yang terutama meliputi tracing atau vouching
transaksi berdasarkan bukti dokumenter yang mendasari.
6. Pengujian Saldo
Berfokus pada perolehan bukti secara langsung tentang saldo akun serta
item-item yang membentuk saldo tersebut.
7. Pengujian penyajian dan pengungkapan
Mengevaluasi penyajian secara wajar semua pengungkapan yang
dipersyaratkan oleh GAAP.
Elemen Kunci Program Audit menurut Boynton et al,(2002 : 246) dapat
digambarkan seperti tabel 2.2:
33
Tabel 2.2
Elemen Kunci Program Audit
Bottom-Up : Mengevaluasi bukti transaksi pendukung dan akumulasinya
dalam laporan keuangan
Prosedur Analitis
Prosedur Awal
Pengujian Estimasi Akuntansi
Pengujian Penyajian dan Pengungkapan
Penguian Pengendalian
Pengujian Transaksi
Pengujian Saldo
Bottom-Up : Mengevaluasi bukti transaksi pendukung dan akumulasinya
dalam laporan keuangan
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa yang
dimaksud dengan program audit adalah suatu proses yang mengatur mengatur
secara sistematis prosedur audit yang akan dilaksanakan selama audit
berlangsung. Tujuan audit itu sendiri adalah melakukan verifikasi bahwa
subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar,
regulasi, dan praktek yang telah disetujui dan diterima. Apabila subjek audit
tersebut tidak berjalan sesuai dengan standar yang ada dan hal tersebut
dilakukan secara sengaja, maka hal tersebut akan tergolong dalam tindak
kecurangan. Oleh karena pelaksanaan program audit ini memungkinkan untuk
menemukan adanya tindak kecurangan, maka program audit dijadikan
sebagai salah satu metode pendeteksian untuk mencegah tindakan kecurangan
keuangan.
34
2.2.10. Fraud
Fraud adalah sebuah tindakan yang melawan hukum. Para akuntan
merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang
beberapa tindak pidana yang dikenal sebagai Fraud (Tuanakotta, 2012 : 194-
195).
1. Pasal 362 tentang Pencurian (definisi KUHP: ”mengambil barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”);
2. Pasal 368 tentang Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP:
“dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya
atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau upaya
membuat hutang ataupun menghapuskan piutang”);
3. Pasal 372 tentang Penggelapan (definisi KUH: “dengan sengaja dan
melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan”).
4. Pasal yang berkaitan juga dengan tindakan Fraud adalah pasal 378
tentang Perbuatan Curang, pasal 396 tentang Merugian Pemberi Piutang
dalam Keadaan Pailit, dan pasal 406 tentang Menghancurkan atau
Merusakkan Barang.
35
5. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435
yang secara khusus dalam Undang-Undang Pemberantas Tindakan
Pidana Korupsi (Lembaga Pemerintah, 1999)
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa fraud merupakan
tindakan seseorang dengan berbuat curang. Menurut ACFE ini, kecurangan
merupakan segala sesuatu yang secara lihai dapat digunakan untuk mendapat
keuntungan dengan cara menutupi kebenaran, tipu daya, kelicikan atau
mengelabuhi dan cara tidak jujur yang lain. AICPA dan IAI tidak
membedakan secara jelas apakah kecurangan tersebut merupakan kesalahan
yang berakibat salah saji material atau tidak, yang perlu diperhatikan adalah
faktor yang mendasari alasan kecurangan, yaitu tindakan yang mendasari
salah saji material (misstatement) apabila disengaja. Oleh karenanya, ketidak
mampuan dan buruknya manajemen tidak termasuk penipuan. Keinginan
menipu untuk keuntungan pribadi dan kerugian untuk pihak yang
mengandalkan kebenaran bukti nyata transaksi merupakan elemen terpenting
penipuan.
Tindakan Fraud atau kecurangan merupakan suatu tindakan yang
tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Menurut pandangan islam,
perbuatan curang sangatlah dilarang oleh Allah SWT, sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam surat An-Nahl ayat 105 sebagai berikut:
36
Artinya: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-
orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-
orang pendusta” (QS. An-Nahl : 105).
Selain itu, larangan mengenai perbuatan yang dilakakukan dengan
cara curang juga dapat dijelaskan dalam surat Al-Anfal ayat 27 sebagai
berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”
(QS. Al-Anfal : 27).
Berdasarkan kedua penggalan surat diatas, dapat diketahui bahwa
adanya penegasan Allah SWT dalam hal pelarangan terhadap perbuatan yang
37
mengandung unsur kebohongan atau curang. Hal ini hendaknya dipahami
bahwa kita haruslah selalu berbuat jujur dalam setiap perbuatan yang kita
lakukan dan menjadi orang-orang yang benar, yaitu tidak melakukan
perbuatan curang, sebagaimana yang telah disampaikan pada surat At-Taubah
ayat 119 sebagai berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (QS. At-Taubah : 119).
Perintah agar kita bersama orang-orang yang benar dalam surat
tersebut mengandung arti bahwa kita diciptakan di bumi ini untuk menjadi
orang-orang yang benar, yaitu orang-orang yang tidak melakukan perbuatan
curang. Hal ini dikarenakan perbuatan curang adalah perbuatan yang tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya, sehingga dapat dikatan sebagai
perbuatan yang tidak benar.
2.2.11. Macam-macam Fraud
Seperti disebutkan oleh Halim (2003), SAS no. 82, Consideration of
Fraud in a Financial Statement Audit, mengungkapkan setidaknya terdapat
dua macam fraud, yaitu fraudulent financial reporting dan misappropriation
of assets. (IAI, 2001) menjelaskan dalam standar profesional akuntan publik
(SPAP) seksi 316 menyatakan hal serupa, yaitu:
38
1. Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam laporan keuangan, yaitu
salah saji atau penghilangan dengan sengaja jumlah atau pengungkapan
dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan.
2. Salah saji yang timbul dari perlakuan yang tidak semestinya. Hal ini
seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan berkaitan
dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum di
Indonesia.
Karpoff dan Lott (1993), sebagaimana terdapat dalam Uzun, Hatice,
Szewczyk dan Varma (2004), memperkenalkan empat jenis fraud, yaitu:
1. Fraud of stakeholder: terjadi jika perusahaan bertindak curang terhadap
kontrak yang bersifat eksplisit maupun implicit dengan supplier,
karyawan, franchisees, atau customer selain pemerintah.
2. Fraud of government: terjadi jika perusahaan melakukan kecurangan
dalam kontrak implisif maupun eksplisit dengan sebuah badan
pemerintahan.
3. Fraud of financial reporting: terjadi jika agen dalam perusahaan salah
dalam menyajikan kondisi keuangan perusahaan.
4. Regulatory violations: meliputi pelanggaran terhadap peraturan yang
ditetapkan badan pemerintah.
Adapun menurut Viton (2003), ada tiga macam penipuan di tempat
kerja, antara lain: (1) kecurangan manajemen; (2) kecurangan dalam
pekerjaan; dan (3) korupsi.
39
1. Kecurangan Manajemen (Management Fraud)
Kecurangan manajemen yang terjadi pada jajaran atas
perusahaan merupakan kecurangan yang menghasilkan kerugian
terbesar. Kecurangan ini melibatkan salah saji laporan keuangan yang
disengaja untuk melaporkan kinerja keuangan yang lebih baik dari
yang sebenarnya.
Dalam Kaplan (2004), sebuah penelitian menyimpulkan bahwa
pengauditan modern terlalu berfokus pada sistem informasi yang
digunakan klien untuk menghasilkan informasi keuangan dan justru
kurang memperhatikan pengujian langsung terhadap transaksi yang
terjadi. Salah saji yang terdapat dalam laporan keuangan yang curang
merupakan salah saji yang disengaja untuk menipu pengguna laporan
keuangan. Sumber dari salah saji ini meliputi manipulasi atau
pemalsuan catatan akuntansi, salah saji atau penghilangan yang
disengaja dari laporan keuangan, dan/atau kesalahan penerapan prinsip
akuntansi. Kecurangan semacam ini nampaknya di luar lingkup (atau
motivasi) karyawan tingkat bawah, namun justru ada pada manajemen
tingkat atas dan berada di luar sistem pengendalian internal. Oleh
karenanya diharapkan standar audit dapat melihat dengan jelas di area
mana kecurangan akuntansi sering terjadi.
Kesalahan dalam laporan keuangan dapat terjadi pada neraca,
laporan rugi laba, maupun keduanya. Area yang paling sering menjadi
subjek penyimpangan adalah: pengukuran dan pengakuan pendapatan,
40
cadangan/perkiraan untuk biaya masa datang yang belum jelas,
penilaian aset dan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan
khusus.
Di dalam al-qur‟an di terangkan bahwa seluruh pegawai harus
mentaati peraturan yang sudah ditetapkan oleh perusahaan dan dapat
memegang janjinya saat dilantik. Sesuai dengan surat At-Taubah 12
sebagai berikut:
Artinya: “Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka
berjanji, dan mereka mencerca agamamu, Maka perangilah pemimpin-
pemimpin orang-orang kafir itu, karena Sesungguhnya mereka itu
adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya
mereka berhenti” (QS. At-Taubah : 12).
2. Kecurangan dalam Pekerjaan (Occupational Fraud)
Meskipun kecurangan dalam pekerjaan dapat dilakukan oleh
manajemen, namun kecurangan jenis ini lebih sering dilakukan oleh
karyawan. Ada dua macam pendekatan teoretis terkait dengan hal ini,
yaitu:
41
Opportunity
Rationalization Pressure
a. Hollinger dan Clark dalam Aisyah (2006) menghubungkan
kecenderungan terlibat dalam kecurangan dengan ketidakpuasan
kerja. Diteorikan bahwa karyawan yang tidak puas (khususnya
mereka yang merasa bahwa mereka tidak digaji sesuai dengan apa
yang diharapkan) akan mencari “gaji dalam berbagai bentuk” dan
akan mencuri untuk “menyeimbangkan neraca”.
b. Adanya Fraud Triangle yang ditemukan dalam penelitian Cressey
(1940). Kecurangan dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni tekanan
keuangan, kesempatan untuk melakukan kecurangan dan mereka
dapat melakukan pembelaan (rasionalisasi) bahwa pelanggaran
yang dilakukan bukan suatu perbuatan kriminal (Tuanakota, 2012:
208).
Gambar 2.1
Fraud Triangle
Berikut ini adalah Cressey menemukan non-shereable
problem yang dihadapi orang-orang saat diwawancarai:
42
- Violation of ascribed obligation
Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab
keuangan, membawa konsekuensi tertentu bagi yang
bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan atau majikanya.
- Problem resulting from personal failure
Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersepsikan
oleh orang yang mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam
bidang keuangan, sebagai kesalahannya menggunakan akal
sehatnya, dan karena itu menjadi tanggung jawab pribadinya.
- Bussines revelsals
Kegagalan bisnis merupakan kelompok situasi yang juga
mengarah kepada non-shareable problem. Karena pelakunya
merasa bahwa kegagalan itu berada diluar dirinya atau diluar
kendalinya.
- Physical isolation
Situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam
kesendirian. Situasi ini orang bukan tidak mau berbagai keluh
dengan orang lain. Ia tidak mempuyai orang lain tempat ia
berkeluh dan memngungkapkan masalahnya.
- Status gaining
Menjadi non-shareable problem ketika orang itu menyadari
bahwa ia tidak mampu secara finnalcial untuk naik ke status
itu, untuk menikmati simbol-simbol keistimewaan yang
43
dijanjikan status itu secara wajar dan sah, dan pada saat yang
sama ia tidak bisa menerima kenyataan untuk tetap berada
dalam status itu, apalagy kalau harus turun status.
- Employer-employer relations
Situasi ini mencerminkan kekesalan seorang pegawai yang
menduduki jabatan yang dipegangnya sekarang, tetapi pada
saat yang bersamaan ia tidak ada pilihan baginya, yakni ia tetap
harus menjalankan apa yang dikerjakannya sekarang.
Keenam kelompok situasi yang disebutkan Cressey pada
dasarnya berkaitan dengan upaya memperoleh status lebih tinggi atau
mempertahankan status yang dipunyainya sekarang. Dengan
perkataan lain non-shereable problem mengancam status orang itu,
atau merupakan ancaman baginya untuk meningkat kestatus yang
lebih tinggi dari statusnyapada saat terjadi pelanggaran.
3. Korupsi (Corruption)
Meskipun frekuensi terjadinya korupsi di perusahaan ini relatif
lebih kecil, namun total kerugian yang ditimbulkan cukup besar.
Aktivitas yang termasuk korupsi meliputi penyuapan, kickbacks,
kecurangan kontrak, pemerasan, serta pembayaran dan penerimaan
persenan illegal.
Secara khusus, kecurangan terhadap kontrak dapat dilakukan
dalam dua tahap, yaitu pada saat memperoleh kontrak dan kemudian
menipu korban. Selama proses penawaran, kontraktor yang memiliki
44
kaki tangan dalam perusahaan dapat membuat proses lebih mudah.
Jikapun tidak, kontraktor dapat menyiapkan penawaran yang
diperkirakan lebih rendah dari pesaingnya meskipun mungkin tidak
sesuai dengan biaya yang seharusnya. Kontraktor yang tidak jujur telah
menyiapkan banyak cara untuk mendapatkan keuntungan nantinya.
Kecurangan terjadi akibat perubahan kontrak dengan
pelaksanaannya, antara lain melalui:
a. Menawarkan nilai kontrak yang rendah untuk item yang diyakini
akan dihilangkan dalam operasional kontrak dan menawarkan nilai
yang tinggi untuk item yang akan dipertahankan dalam operasional
kontrak.
b. Menunda pekerjaan dalam kontrak yang mereka tahu akan diubah,
kemudian mengaku telah menghabiskan banyak waktu dan tenaga
sehingga harus tetap dibayar.
c. Mengganti material yang tercantum dalam kontrak dengan material
yang lebih murah
Alqur‟an sebagai Kitab Suci Umat Islam sangat menentang,
mengutuk bahkan mengharamkan tindak korupsi, karena Islam sangat
menentang bentuk-bentuk perbuatan dalam bentuk pengkhianatan,
penyelewengan, mengambil harta orang lain dengan cara tidak benar
serta segala sesuatu yang merugikan orang banyak. Salah satu ayat
yang menentang adanya korupsi.
45
- Surat Al-Baqarah ayat 188
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah)
kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui” (QS. AL-Baqarah : 188).
- Surat An-Nisa‟ ayat 29
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
46
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An-Nisa : 29).
[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan
membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh
diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
2.2.12. Red Flags
Analisis mengenai red flags tidak akan terlepas dari pemahaman
tentang fraud. Seperti yang dinyatakan oleh Montgomery dkk. (Suartana dan
Kartana, 2008) bahwa ada fenomena segitiga kecurangan (the fraud triangle).
Konsep fraud triangle pertama kali diperkenalkan dalam SAS No. 99 yaitu
standar audit di Amerika Serikat yang terdiri dari tekanan, kesempatan dan
rasionalisasi.
Pertama, Tekanan yaitu insentif yang mendorong orang melakukan
kecurangan karena tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal
keuangan, perilaku gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan
ketidakpuasan kerja (Salman, 2005). Tekanan ini sesungguhnya mempunyai
dua bentuk yaitu nyata (direct) dan persepsi (indirect). Tekanan nyata
disebabkan oleh kondisi faktual yang dimiliki oleh pelaku seperti orang
sering gambling atau menghadapi persoalan-persoalan pribadi, sedangkan
tekanan karena persepsi merupakan opini yang dibangun oleh pelaku yang
mendorong untuk melakukan kecurangan seperti misalnya executive need.
47
Kedua, Kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa
dapat menjalankan aksinya yang disebabkan oleh kontrol yang lemah,
ketidakdisplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada
mekanisme audit, dan sikap apatis. Hal yang paling menonjol di sini adalah
dalam hal kontrol. Kontrol yang tidak baik akan memberi peluang orang
untuk melakukan kecurangan.
Ketiga, Rasionalisasi yaitu sikap yang ditunjukkan oleh pelaku dengan
melakukan justifikasi atas perbuatan yang dilakukan. Hal ini merujuk pada
sikap, karakter atau sistem nilai yang dianut oleh pelakunya. Rasionalisasi
mengacu pada fraud yang bersifat situasional. Sikap dan perilaku
rasionalisasi bisa juga akan melahirkan perilaku serakah.
Menurut Sofjan (2005) pencegahan kecurangan dapat dilakukan dari
aspek kebijakan, prosedur, organisasi, teknik pengendalian dan peran serta
pegawai. Kelima aspek ini mempunyai keterkaitan karena berada pada sistem
yang sama.
Kebijakan merupakan pernyataan niat (maksud) manajemen dalam
rangka menjalankan kendali organisasi, termasuk penentuan arah, tujuan serta
cara-cara yang perlu ditempuh untuk mencapainya. Kebijakan memuat antara
lain hal-hal yang bersifat mengharuskan, membatasi, mengarahkan,
membimbing, mendorong dan lain-lain. Seluruh kebijakan tersebut harus
tertulis dan dikomunikasikan secara reguler (Sofjan, 2005).
Prosedur adalah tata cara yang dipakai untuk melaksanakan
kebijakan/niat tersebut. Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk proses
48
penyusunan prosedur yaitu kecepatan dan keamanan dalam melakukan
kegiatan. Prosedur disusun sejalan dengan pemberian wewenang di dalam
organisasi dan secara berkala harus direview, oleh karena itu harus
dikoordinasikan dengan internal auditor yang akan selalu menilai keefektifan
prosedur tersebut (Sofjan, 2005).
Organisasi harus dilengkapi dengan uraian tugas yang jelas dan
terperinci agar dapat dihindarkan timbulnya perebutan wewenang atau saling
lempar tanggung jawab. Tiap kegiatan di dalam organisasi harus diciptakan
pemisahan fungsi antara fungsi pencatatan, penyimpanan, pengurusan dan
pemeriksaan intern. Unsur pimpinan hendaknya menyadari bahwa yang dapat
dilimpahkan adalah wewenang dan bukan tanggung jawab (Sofjan, 2005).
Ada tiga unsur penting dalam aspek teknik pengendalian yaitu
perencanaan, pencatatan dan pelaporan, serta pemeriksaan intern. Unsur
perencanaan digambarkan secara jelas mengenai macam kegiatan, tahap
pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan dana yang digunakan,
sehingga perencanaan juga sekaligus merupakan sarana koordinasi di dalam
pelaksanaan kegiatan. Pencatatan harus menggambarkan keadaan yang
sebenarnya. Pada proses pencatatan, orang yang melakukan pencatatan harus
terpisah dari orang yang melakukan kegiatan untuk mencegah adanya
penyimpangan di dalam pencatatan. Pelaporan adalah upaya
menginformasikan kegiatan dan perkembangannya di dalam organisasi
kepada pimpinan secara benar dan dipercaya (Sofjan, 2005).
49
2.2.13. Sinyal Adanya Fraud
Dibawah ini adalah suatu daftar yang disusun oleh American Institute
of Certified Public Accountants (AICPA) (dalam Tunggal, 2003) mengenai
kondisi-kondisi atau kejadian-kejadian yang dapat menandai adanya
kecurangan:
1. Manajemen senior yang sangat menguasai/mendominasi dan terdapat satu
atau lebih kondisi berikut atau yang sama:
a. Dewan direksi dan/atau panitia audit yang tidak efektif.
b. Indikasi dari penolakan manajemen atas pengendalian akuntansi
internal yang penting.
c. Kompensasi atau opsi saham yang signifikan yang berkaitan dengan
kinerja yang dilaporkan atau terhadap transaksi khusus, yaitu
manajemen senior mempunyai pengendalian nyata atau penuh.
d. Indikasi kesulitan keuangan pribadi dari manajemen senior.
e. Perebutan perwalian yang melibatkan pengendalian perusahaan atau
status dari manajemen senior.
2. Kemerosotan atau kemunduran dari mutu pendapatan yang dibuktikan
oleh:
a. Penurunan dalam volume atau mutu penjualan (misalnya, risiko
kredit yang meningkat atau penjualan sama dengan atau dibawah
harga pokok).
b. Perubahan yang signifikan dalam praktik usaha.
50
c. Kepentingan yang berlebihan oleh manajemen senior dalam laba per
saham (EPS/Earnings per Share) yang dipengaruhi oleh pilihan
akuntansi.
3. Kondisi usaha yang dapat menciptakan tekanan yang tidak biasa:
a. Modal kerja yang tidak memadai.
b. Kelenturan/fleksibilitas yang kecil dalam pembatasan hutang, seperti
rasio modal kerja dan keterbatasan dalam pinjaman tambahan.
c. Perluasan atau ekspansi yang cepat dari suatu produk atau lini usaha
yang menyolok sekali dengan melebihi rata-rata industri.
d. Investasi yang besar dari sumber daya pemisahan dalam suatu
industri yang mengalami perubahan cepat, seperti suatu industri yang
berteknologi tinggi.
4. Struktur korporat yang rumit, yaitu kompleksitas yang terjadi tidak
tampak diperlukan oleh operasi atau ukuran perusahaan.
5. Lokasi usaha yang menyebar secara luas disertai oleh manajemen
yang didesentralisasi secara ketat dengan sistem pelaporan tanggung
jawab yang tidak memadai.
6. Kekurangan staf yang tampak memerlukan karyawan tertentu bekerja
pada jam yang tidak biasa, tidak memerlukan cuti dan/atau melakukan
kerja lembur yang substansial.
7. Tingkat perputaran yang tinggi dalam posisi keuangan penting,
seperti bendaharawan atau kontroler.
8. Sering terjadi perubahan auditor atau penasihat hukum.
51
9. Kelemahan material yang diketahui dalam pengendalian intern yang
dapat secara praktis dikoreksi akan tetapi tidak diperbaiki, seperti:
a. Akses terhadap peralatan komputer atau alat pemasukan data
elektronik tidak cukup dikendalikan.
b. Kewajiban yang tidak sesuai/bertentangan tetapi tidak
digabungkan.
10. Terdapat transaksi yang material dengan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa atau terdapat transaksi yang mencakup benturan
kepentingan.
11. Pengumuman yang terlalu cepat atau premature atas hasil operasi atau
pengharapan masa depan yang positif.
12. Prosedur penelaahan analitis mengungkapkan fluktuasi yang
signifikan yang tidak dapat secara wajar dijelaskan, seperti:
a. Saldo akun yang material.
b. Antar hubungan keuangan dan operasional.
c. Selisih perhitungan persediaan.
d. Tingkat perputaran persediaan.
13. Transaksi besar yang tidak biasa, khususnya pada akhir tahun, dengan
pengaruh yang material atas pendapatan.
14. Pembayaran besar yang tidak biasa berhubungan dengan jasa yang
diberikan dalam usaha normal kepada pengacara, agen, atau pihak lain
(termasuk karyawan).
52
15. Kesulitan dalam memperoleh bukti audit yang berhubungan dengan:
a. Ayat jurnal yang tidak biasa atau tidak dapat dijelaskan.
b. Dokumentasi dan/atau otorisasi yang tidak lengkap atau hilang
c. Pengubahan dalam dokumentasi atau akun.
16. Dalam pelaksanaan pengujian laporan keuangan masalah yang tidak
dapat diramalkan ditemukan, seperti:
a. Tekanan klien untuk menyelesaikan audit dalam waktu singkat
yang tidak biasa atau dalam kondisi yang sulit.
b. Situasi pemindahan yang mendadak.
c. Tanggapan yang bersifat mengelakkan dari manajemen terhadap
penyelidikan audit.
2.2.14. Metode Pendeteksian dan Pencegahan Fraud
Banyak metode pendeteksian dan pencegahan tindakan kecurangan
yang sekarang digunakan untuk mengurangi biaya langsung dan tidak
langsung berkaitan dengan segala bentuk penipuan. Bierstaker (2006)
mengungkapkan beberapa metode pendeteksian dan pencegahan tindakan
kecurangan tersebut berdasarkan tingkat keefektifannya yaitu:
1. Penerapan akuntansi forensik oleh perusahaan
Akuntansi forensik adalah aplikasi ilmu keuangan dan mental investigatif
dalam upaya pemecahan masalah dalam konteks „rule of evidence‟.
Akuntansi forensik mencakup keahlian tentang keuangan, pengetahuan
tentang kecurangan serta pemahaman terhadap realitas bisnis dan cara
53
kerja dari sistem hukum. Penerapan akuntansi forensik di dalam sebuah
perusahaan diharapkan dapat meminimalkan serta mencegah adanya
tindakan kecurangan keuangan.
2. Perlindungan terhadap virus
Pada zaman canggih seperti sekarang penggunaan alat-alat untuk
membuat laporan keuangan dengan cepat dan tepat adalah tuntutan setiap
perusahaan, salah satu alat yang digunakan adalah komputer, namun
bukan tanpa kelemahan, komputer sangat rentan terhadap virus yang siap
merusak file-file yang telah kita buat. Salah satu cara untuk untuk
mencegah terjadinya virus masuk adalah menggunakan software
antivirus, tidak sembarang flasdisk masuk dalam komputer.
3. Perlindungan dengan metode firewall
Metode firewall adalah Sistem keamanan jaringan komputer yang
digunakan untuk melindungi dan mengontrol akses terhadap siapapun
yang memiliki akses terhadap jaringan privat dari luar. Hal ini
dimaksudkan agar ada perlindungan terhadap aset digital perusahaan dari
serangan para hacker atau pencuri data yang merugikan perusahaan.
4. Seleksi pemakaian software dengan ketat
Pemilihan software setiap perusahaan berbeda-beda dikarenakan
kepentingan yang berbeda, software yang baik adalah software yang
mampu merekam segala aktivasnya, sehingga ketika ada kecurangan
auditor mudah untuk melacak riwayat aktivitas software tersebut. Seleksi
54
juga berfungsi untuk menghindari terjadinya galat di tengah jalan,
sehingga data akan hilang.
5. Penggalian data (data mining)
Penggalian data (data mining) adalah suatu proses yang menggunakan
teknik statistik, matematika, kecerdasan buatan, dan machine elerning
untuk mengekstraksi dan mengidentifikasi informasi yang bermanfaat dan
pengetahuan yang terkait dari berbagai database. Penggalaian data ini
diharapkan mampu membantu seorang auditor untuk mendeteksi adanya
tindakan kecurangan yang dilakukan oleh pegawai perusahaan.
6. Perlindungan password
Pertumbuhan internet dan pelayanan jasa via elektronik menyebabkan
peningkatan pada sejumlah jaringan komputer yang akhirnya dapat
meningkatkan risiko tindakan kecurangan, banyak metode kecurangan
yang tidak disadarai. Penggunaan password pada komputer perusahaan
dianggap efektif dan efisien walaupun sistem keamanan menggunakan
password sudah lama kita kenal, namun masih dianggap salah satu metode
keamanan yang efektif dan efisien.
7. Audit berkelanjutan
Audit berkelanjutan merupakan suatu proses audit yang berlangsung
secara terus-menerus. Adanya teknik audit berkelanjutan diharapkan
auditor dapat mengkaji berbagai transaksi pada interval yang berdekatan
atau ketika transaksi tersebut terjadi, sehingga akan memudahkan seorang
auditor dalam pendeteksian kecurangan.
55
8. Fraud auditing
Fraud auditing merupakan salah satu bentuk upaya untuk mendeteksi dan
mencegah kecurangan dalam transaksi-transaksi komersial. Audit
kecurangan yang dilakukan terhadap pembukuan dan transaksi komersial
memerlukan gabungan dua keterampilan, yaitu sebagai auditor yang
terlatih dan kriminal investigator.
9. Rekonsiliasi bank
Tujuan dari dilakukan rekonsiliasi bank adalah untuk mengecek ketelitian
pencatatan yang terdapat dalam rekening kas dan catatan bank,serta
mengetahui penerimaan dan pengeluaran yang sudah terjadi di bank akan
tetapi belum dicatat oleh perusahaan. Adanya rekonsiliasi bank diharapkan
dapat membantu auditor untuk mendeteksi kecurangan.
10. Analisis digital
Analisis digital adalah Salah satu alternatif yang bisa dipakai dalam
melakukan manajemen resiko dalam perencanaan audit, terutama dalam
pemilihan obyek audit, adalah dengan mengimplementasikan analisis
digital terhadap pola distribusi kemunculan angka sehingga auditor dapat
memfokuskan perhatiannya kepada sampel yang dianggap memiliki
indikasi kecurangan
11. Aturan pemberian sanksi kepada suppliers
Pengaduan pelanggaran yang didukung bukti awal yang memadai akan
ditindaklanjuti untuk dilakukan investigasi lebih lanjut untuk menetapkan
apakah suatu laporan terbukti atau tidak. Hasil investigasi menjadi dasar
56
bagi manajemen untuk memberikan sanksi terhadap terlapor. Sistem
Pelaporan Pelanggaran menjamin setiap pelapor dapat mengetahui status
perkembangan dan tindaklanjut atas laporannya.
12. Meningkatkan peranan komite audit
Konite audit memiliki fungsi sebagai mediator antara auditor eksternal,
manajemen, auditor internal, dan dewan komisaris/pengawas guna
membahas temuan hasil audit dan hasil lainnya yang dapat ditindak lanjuti
dengan cepat. Ditinjau dari kacamata perusahaan, bukti empiris
menunjukkan bahwa banyak dari mereka yang merasakan manfaat dari
komite audit dalam meningkatkan independensi auditor eksternal,
sehingga komite audit dapat mempertinggi nilai ekonomis dari penugasan
auditor eksternal karena independensinya lebih terjamin dan juga kualitas
kerjanya lebih baik. Hal tersebut akan semakin meningkatkan pengawasan
terhadap tindakan kecurangan.
13. Review terhadap pengendalian internal dan perbaikannya
Pengendalian internal seringkali diperkirakan sebagai salah satu bentuk
pertahanan utama dalam menghadapi bentuk kecurangan. Sistem
pengendalian internal didesain untuk mencegah dan mendeteksi
kecurangan bila hal ini terjadi. Sebuah sistem pengendalian internal yang
efektif adalah sistem yang meliputi pengendalian yang bersifat untuk
pencegahan, pendeteksian, dan koreksi. Tujuan dari sistem pengendalian
internal bukan untuk mengekang pegawai tetapi lebih ditujukan untuk
memberikan sebuah lingkungan kerja dimana para pegawai yang baik
57
akan tertantang untuk melakukan sesuatu yang tidak umum atau sesuatu
yang luar biasa.
14. Penggunaan sampel untuk menemukan kecurangan keuangan
Penetapan sampel untuk pendeteksian adalah sebuah bentuk penetapan
sampel atribut, ini merupakan bentuk statistik dari etsimasi persentase
besarnya populasi yang memiliki karakteristik tertentu dari atribut.
Penetapan sampel untuk deteksi berdasarkan pada tingkat ekspektasi
dengan kesalahan nol. Hal ini dilakukan saat akuntan ingin mengetahui
apakah populasi sampel mengandung kesalahan indikatif adanya
kecurangan. Jika satu kasus tunggal dengan kesalahan yang signifikan
akan kecurangan ini dimasukkan dalam sampel, maka penetapan sampel
dalam proses ini sebaiknya dihentikan dan kesalahan kecurangan ditelaah.
15. Pelatihan pencegahan dan pendeteksian tindakan kecurangan
Pelatihan pencegahan dan pendeteksian tindakan keurangan ini ditujukan
kepada karyawan khususnya pada bagian keuangan. Hal ini dilakukan agar
dapat meningkatkan pengetahuan dan skill terkait pencegahan dan
pendeteksian kecurangan.
16. Meningkatkan perhatian pada manajer senior
Perilaku dari seorang manajer sering kali dipengaruhi dengan pola bonus
atas laba yang dihasilkan. Tindakan yang memacu para manajer untuk
melakukan creative accounting, seringkali dipengaruhi oleh pembagian
besaran bonus yang tergantung dengan laba yang akan dihasilkan. Pemilik
perusahaan umumnya menetapkan batas bawah, sebagai batas terendah
58
untuk mendapatkan bonus. Dengan melakukan crative accounting
terkadang manajer akan berlaku berlebihan yang akan mengakibatkan
munculnya nominal yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga
mengakibatkan kerugian yang dilakukan oleh manajer.
17. Audit kinerja
Audit kinerja adalah suatu proses yang sistematik untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif agar dapat melakukan penilaian secara
independen atas ekonomi, efisiensi dan efektivitas operasional dalam
pencapaian hasil yang inginkan dalam kepatuhan terhadap kebijakan
peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja
yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-ihak pengguna laporan
tersebut. Pelaksanaan program audit kinerja ini juga dilakukan guna dapat
mendeteksi dan mencegah tindakan kecurangan keuangan.
18. Kode etik perusahaan atau kebijakan etika
Kedisiplinan merupakan suatu kunci penting keberasilan dalam
menerapkan dan memelihara kode etik dalam suatu organisasi. Investigasi
terhadap suatu insiden dilakukan selalu dalam kerangka menegakan
kode etik atau terhadap yang melanggar kode etik secara kosekuen.
Dengan adanya investigasi terhadap kode etik dan kebijakan etika dari
perusahaan maka diharapkan akan mengurangi tindakan kecurangan.
59
19. Review keberadaan dan jumlah uang tunai
Melaksanakan kegiatan review terhadap keberadaan uang tunai ditujukan
untuk mengetahui apakah jumlah uang tunai yang ada telah sesuai dengan
jumlah yang tercatat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah ada tindak kecurangan yang dilakukan oleh pegawai terjadap
sejumlah uang tunai.
20. Rasio keuangan
Rasio Keuangan merupakan hubungan yang dihitung dan informasi
keuangan suatu perusahaan dan digunakan untuk tujuan perbandingan,
sedangkan analisis rasio keuangan merupakan analisis dengan
membandingkan satu pos laporan dengan dengan pos laporan keuangan
lainnya, baik secara individu maupun bersama-sama guna mengetahui
hubungan diantara pos tertentu, baik dalam neraca maupun dalam laporan
laba rugi. Melakukan perbandingan terhadap rasio keuangan ini
merupakan salah satu langkah yang dilakukan guna mengetahui apakah
sudah saling terkait dan sesuai antar pos-pos dalam laporan keuangan. Hal
ini juga dapat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kecurangan
di dalam perusahaan tersebut.
21. Pemasangan peralatan pengawas (CCTV)
Pemasangan peralatan pengawas (CCTV) adalah sebuah alat yang berguna
sebagai pengawas yang di ditempatkan di setiap sudut ruangan sehingga
akan terekam apa saja yang dilakukan oleh karyawan, hal ini diharapkan
60
akan mengurangi tindakan kecurangan yang dilakukan oleh para karyawan
perusahaan tersebut.
22. Pelatihan etika
Pelatihan etika untuk para pegawai sebaiknya dilakukan secara periodik.
Pelatihan sebaiknya dibuat spesifik bagi pegawai sesuai dengan dengan
masing-masing tingkatan dalam organisasi, lokasi geografi, dan tanggung
jawab penugasan serta perusahaan dapat mempertimbangkan pelatihan
berkelanjutan untuk posisi tertentu, misalnya bagian keuangan, pembelian
dan penjualan karena di posisi tersebut sangat rawan terjadi kecurangan.
23. Mengecek latar belakang pegawai
Mengecek latar belakang pegawai dirasa penting untuk mendapatkan
orang yang tepat bagi suatu jabatan tertentu, sehingga orang tersebut
mampu bekerja secara optimal dan dapat bertahan di perusahaan untuk
waktu yang lama. Kesalahan dalam memilih orang yang tepat sangat besar
dampaknya bagi perusahaan atau organisasi.
24. Kebijakan untuk melaporkan tindakan kecurangan
Tanggung jawab auditor adalah menyatakan pendapat tentang atas
kewajaran penyajian suatu laporan keuangan. Apa bila suatu tindakan
melanggar hukum, auditor harus mendesak manejemen melakukan revisi
atas laporan keuangan. Apabila revisi atas laporan keuangan tersebut
ternyata kurang tepat, auditor bertanggung jawab untuk
menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui
suatu pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar
61
bahwa laporan keungan tidak sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku umum.
25. Observasi persediaan
Observasi persedian adalah penghitungan fisik untuk meyakinkan diri
bahwa prosedur penghitungan yang dimiliki telah dilaksanakan secara
sungguh-sungguh oleh klien sehingga hal ini merupakan jaminan yang
sangat beralasan atas jumlah akhir penghitungan persediaan. Pengujian
terhadap pencatatan jumlah persediaan telah menyediakan bukti-bukti
yang aktual namun hal ini tetap saja tidak dapat mencegah adanya
tambahan jumlah yang dicantumkan atau adanya kartu persediaan yang
berisi unit-unit fiktif.
26. Hot line service untuk melaporkan tindakan kecurangan
Hot live service adalah saluran informasi resmi atau kotak saran serta
surat pengaduan tanpa nama terutama telah terjadinya suatu kecurangan
yang dilakukan oleh karyawan. Dewasa ini banyak organisasi
menggunakan hotline atau menggunakan petugas untuk mencegah
terjadinya kecurangan, internal auditor dan bentuk lainnya yang
memungkinkan manajemen dapat mengetahui terjadinya tindakan
kecurangan secara dini.
27. Review terhadap bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan
Review terhadap kerawanan perusahaan dapat membantu mengarahkan
rencana audit internal dan secara khusus menekankan pada aset yang
paling rentan. Review ini dianggap sebagai langkah proaktif dalam
62
pencegahan, penipuan dan deteksi. Pertimbangan dan penilaian terhadap
kerawanan aset perusahaan tersebut akan membantu auditor atau akuntan
untuk melihat apa yang diinginkan oleh penipu atau pencuri.
28. Kebijakan yang berkaitan dengan adanya whistle-blowing
Kebijakan whistle-blowing bertujuan untuk mendorong karyawan agar
melaporkan pelanggaran hukum dan etika yang mereka sadari kepada
otoritas internal baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
pihak ketiga yang ditunjuk sehingga tindakan dapat segera diambil guna
menyelesaikan masalah. Kebijakan yang berkaitan dengan adanya whistle-
blowing ini dapat menjadi salah satu bentuk tindakan pendeteksian dan
pencegahan terhadap tindakan kecurangan.
29. Pengamatan terhadap korespondensi elektronik
Korespondensi elektronik merupakan aplikasi administrasi perkantoran,
surat-menyurat bagi setiap karyawan suatu perusahaan/institusi secara
elektronis (office automation). Penomoran surat dalam penggunaan
korespondensi elektronik dilakukan secara system, sehingga dapat
menghindari adanya penyalahgunaan ataupun kecurangan. Oleh karena itu,
pengamatan terhadap korespondensi elektronik diharapkan mampu untuk
meminimalisir terjadinya kecurangan keuangan yang akan muncul.
30. Satuan pengamanan (departemen keamanan)
Kerangka keamanan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan bertujuan
untuk meminimalkan konfrontasi sambil membuka kemungkinan untuk
membina hubungan komunikasi yang profesional untuk mengatasi
63
konflik-konflik yang muncul. Adanya depertemen keamanan dalam
perusahaan merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan
perusahaan untuk mencegah adanya tindakan kecurangan.
31. Kontrak kerja pegawai
Review terhadap kontrak perusahaan terhadap perjanjian yang mereka buat
dapat memberikan indikasi kemungkinan adanya tindakan kecurangan
kontrak, termasuk tindakan penyuapan atau konflik kepentingan lainnya
dari pihak pegawai perusahaan. Kecurangan kontrak dapat terjadi jika
rekan kerja melakukan tindakan kecurangan dengan mengambil
keuntungan dari kontrak yang mereka buat dengan perusahaan untuk
memperoleh keuntungan yang tidak sah. Kecurangan kontrak mungkin
melibatkan konspirasi antara personil perusahaan dan rekan kerja atau
konspirasi antara dua pihak atau lebih.
32. Program konseling pegawai
Program konseling yang ditujukan kepada karyawan diharapkan mampu
menyelesaikan atau memberikan solusi-solusi terhadap karyawan tersebut
dalam pemecahan masalahnya, khususnya dalam konteks ini adalah
masalah yang berkaitan dengan perusahaan, misalnya ada tekanan target
perusahaan ataupun tekanan dari pihak ketiga terkait masalah pendanaan.
Menurut Teori Fraud Triangle tekanan tersebut akan mendorong
seseorang untuk melakukan kecurangan. Oleh karena itu, program
konseling pegawai ini juga merupakan salah satu metode untuk mencegah
adanya tindakan kecurangan.
64
33. Petugas atau bagian khusus yang menangani etika (pejabat)
Etika pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam sebuah
perusahaan. Apabila pegawai perusahaan tidak memiliki etika yang baik
dalam menjalankan pekerjaannya, maka tujuan perusahaan tidak akan
tercapai dan adanya kemungkinan akan munculnya tindakan kecurangan.
Oleh karena itu, dibutuhkan petugas atau bagian khusus yang menangani
etika guna dapat meminimalisir adanya tindakan kecurangan.
34. Rotasi pegawai
Rotasi diperlukan guna mencegah terjadinya kecurangan, dikarenakan jika
satu posisi di pegang oleh satu orang dan dalam waktu lama maka di
curigai akan terjadi keurangan, untuk menghindari kecurangan tersebut
maka diadakan rotasi peawai secara rutin.
Berdasarkan jenis-jenis metode pendeteksian dan pencegahan yang telah
dikemukakan oleh Bierstaker, et al (2006), maka dari sejumlah 34 metode
tersebut akan diambil sebanyak 14 metode yang akan digunakan untuk pembuatan
kuaesioner, yaitu hanya metode yang berkaitan dengan pendeteksian tindakan
kecurangan keuangan saja. Namun selain itu, kuesioner dalam penelitian ini juga
merujuk kuesioner pada penelitian Ekaterina (2013).
2.3. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teoritis mengenai teori persepsi, dapat diketahui
bahwa setiap individu tentu akan memiliki persepsi yang berbeda mengenai suatu
hal. Hal ini juga didukung oleh adanya beberapa hasil penelitian yang
65
menunjukkan adanya perbedaan persepsi setiap individu, begitu pula antara
seorang akuntan pendidik dan auditor eksternal. Hal ini didasarkan pada
perbedaan profesi yang disandangnya, yaitu akuntan pendidik sebagai akademisi
yang berpraktek di dunia pendidikan, sedangkan auditor eksternal sebagai praktisi
yang berpraktek di perindutrian. Hal tersebut akan menimbulkan perbedaan
persepsi mengenai metode mana yang lebih efektif untuk mendeteksi adanya
tindakan keurangan keuangan. Pemilihan metode yang efektif ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai upaya untuk mencegah munculnya tindakan kecurangan.
Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan persepsi
antar individu mengenai efektivitas metode pendeteksian tindakan kecurangan,
diantaranya adalah Rukmawati (2011) yang meneliti persepsi antara manajer dan
auditor eksternal. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ekaterina (2013). Kedua
penelitian tersebut memberikan hasil bahwa terdapat perbedaan persepsi antara
manajer dan auditor eksternal mengenai efektivitas metode pendeteksian
kecurangan, namun perbedaan tersebut tidak signifikan. Berdasarkan hal tersebut,
maka dapat disajikan kerangka berpikir sebagai berikut:
66
Gambar 2.2
Kerangka Berfikir
2.4. Hipotesis
Banyaknya kasus terkait kecurangan keuangan menjadi salah satu alasan
yang kuat untuk dilakukan tindakan pencegahan dan pendeteksian akan hal
tersebut. Pencegahan dan pendeteksian kecurangan yang dilakukan ditujukan
untuk meminimalkan kecurangan yang akan terjadi. Tindakan tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai metode, misalkan (Penerapan akuntansi forensik oleh
perusahaan, Menganalisis persentase-persentase perubahan item laporan keuangan
Metode Yang Diyakini Efektif untuk
mencegah kecurangan keuangan
Persepsi Akuntan
Pendidik
Persepsi Auditor
Eksternal
Uji Beda
Analisis
Pembahasan dan
Kesimpulan
67
selama beberapa periode laporan, Perhitungan fisik dan jumlah uang tunai, dan
pengadaan hot line service untuk melaporkan tindakan kecurangan). Metode-
metode tersebut diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga efektif
untuk mengurangi kecurangan yang timbul.
Metode-metode yang beragam terkait pencegahan dan pendeteksian
kecurangan menimbulkan persepsi yang berbeda antar individu mengenai metode
mana yang dianggap lebih efektif dalam pencegahan dan pendeteksian
kecurangan. Hal tersebut di dasarkan pada teori persepsi, dimana setiap individu
kemungkinan memiliki persepsi akan hal tertentu. Menurut Robin (2008), faktor-
faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain individu yang bersangutan atau
pemersepsi, sasaran dari persepsi, dan faktor situasi.
Perbedaan persepsi mengenai keefektivitasan metode pencegahan dan
pendeteksian kecurangan dapat dibuktikan dengan membandingkan hasil
penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Salah satu penelitian
terkait hal tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Ramzani & Atani
(2010). Hasil penelitian tersebut memberikan bukti bahwa firewalls, proteksi
menggunakan password, review dan perbaikann pengendalian internal merupakan
metode yang mampu untuk memerangi tindak kecurangan. Sedangkan penelitian
Ekaterina (2013) di Rusia memberikan hasil bahwa metode yang paling efektif
untuk mendeteksi kecurangan berdasarkan persepsi auditor dan manajer adalah
membandingkan order pembelian dengan faktur dan dokumen pengiriman serta
data konfirmasi dengan vendor atau pelanggan.
68
Penelitian serupa juga dilakukan oleh beberapa peneliti di Indonesia, salah
satunya adalah penelitian Rukmawati (2011). Namun, penelitian tersebut
memberikan hasil bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara auditor dan manajer
terkait pendeteksian dan pencegahan kecurangan. Hanya terdapat 9 variabel dari
total 34 variabel saja yang memiliki persepsi berbeda, diantaranya review terhadap
pengendalian internal dan perbaikannya, mengecek latar belakang pegawai,
kontrak kerja, review terhadap bagian yang rawan tindakan kecurangan keuangan,
pelatihan etika, rotasi pegawai, review keberadaan dan jumlah uang tunai,
observasi persediaan, dan audit berkelanjutan.
Perbedaan persepsi mengenai efektivitas metode pencegahan dan
pendeteksian tindakan kecurangan tentunya juga akan dialami oleh auditor
eksternal sebagai praktisi dan akuntan pendidik sebagai akademisi. Hal tersebut
dikarenakan seorang praktisi akan memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam
kasus kecurangan dibandingkan dengan seorang akademisi. Selain itu, seorang
auditor melakukan pekerjaan yang mengharuskan terjun ke perusahaan langsung
sehingga dapat melakukan tindakan pendeteksian secara langsung, sedangkan
akuntan pendidik menyampaikan informasi-informasi terkait kecurangan yang di
dasarkan dengan teori yang ada kepada anak didiknya sehingga belum tentu
mengetahui keadaan yang sebenarnya di lapang.
Banyak peneliti yang melakukan penelitian mengenai perbedaan persepsi
antara akademisi dan praktisi akuntansi tersebut, salah satunya adalah penelitian
yang dilakukan oleh Iprianto (2009), yaitu perbedaan persepsi akademisi dan
praktisi akuntansi terhadap keahlian akuntan forensik. Penelitian tersebut
69
memberikan hasil bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara
akademisi dengan praktisi terhadap kemampuan pemikiran kritis, memecahkan
masalah tidak terstruktur, fleksibilitas penyidikan, dan komunikasi lisan yang
dimiliki oleh akuntan forensik.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan persepsi antara auditor eksternal dan
akuntan pendidik mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan
tindakan kecurangan
Ha : Terdapat perbedaan persepsi antara auditor eksternal dan akuntan
pendidik mengenai efektivitas metode pendeteksian dan pencegahan tindakan
kecurangan.