bab ii kajian literatur joe sekigawa

70
BAB II KAJIAN LITERATUR A. Konsep/Teori yang Relevan dengan Berbagai Masalah Kesejahteraan Sosial Ilmu pekerjaan sosial berhubungan erat dengan kesejahteraan sosial. Hal tersebut dapat dilihat dari individu yang bermasalah sosial berarti mereka belum dapat dikatakan sejahtera dalam bidang kesejahteraan sosialnya. Berkaitan dengan masalah- masalah di bidang kesejahteraan sosial, maka di bawah ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai pengertian pekerjaan sosial, masalah sosial, dan juga tentang kesejahteraan sosial. Pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang mempunyai bidang garapan tersendiri. Berbeda dan lain halnya dengan profesi lain seperti psikolog, dokter, dan sosiolog. Ada beberapa definisi pekerjaan sosial menurut para ahli, yaitu : 8

Upload: ikhsan-nashki

Post on 02-Aug-2015

86 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Konsep/Teori yang Relevan dengan Berbagai Masalah Kesejahteraan

Sosial

Ilmu pekerjaan sosial berhubungan erat dengan kesejahteraan

sosial. Hal tersebut dapat dilihat dari individu yang bermasalah sosial berarti

mereka belum dapat dikatakan sejahtera dalam bidang kesejahteraan

sosialnya. Berkaitan dengan masalah-masalah di bidang kesejahteraan sosial,

maka di bawah ini akan dijelaskan beberapa definisi mengenai pengertian

pekerjaan sosial, masalah sosial, dan juga tentang kesejahteraan sosial.

Pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang mempunyai bidang garapan

tersendiri. Berbeda dan lain halnya dengan profesi lain seperti psikolog,

dokter, dan sosiolog. Ada beberapa definisi pekerjaan sosial menurut para

ahli, yaitu :

a Pekerjaan Sosial didefinisikan sebagai metode yang bersifat sosial dan

institusional untuk membantu seseorang mencegah dan memecahkan

masalah-masalah sosial yang mereka hadapi, untuk memulihkan dan

meningkatkan kemampuan menjalankan fungsi sosial mereka. Pekerjaan

sosial juga dapat dikatakan sebagai institusi sosial, profesi pelayanan

manusia serta seni praktek yang ilmiah dan teknis (Max Siporin dalam

Dwi Heru Sukoco, 1995)

8

Page 2: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

b Pekerjaan sosial menekankan pada interaksi antara orang dengan

lingkungan sosialnya yang mempengaruhi kemampuan orang untuk

menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya, meringankan stress,

mewujudkan aspirasi dan nilai-nilainya (Allen Pincus dan Anne Minahan

dalam Achlis, 1986)

c Pekerjaan Sosial adalah suatu pelayanan profesional yang dilaksanakan

pada ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang

bertujuan untuk membantu, baik secara perseorangan maupun kelompok

untuk mencapai kepuasan dan ketidaktergantungan pribadi dan sosial

(Walter A. Friedlander dalam Syarif Muhidin, 1982)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang membantu meningkatkan

keberfungsian sosial (social functioning) seseorang melalui

pemecahan/intervensi masalah yang dihadapinya.

Masalah atau problema adalah perbedaan antara das sollen (yang

seharusnya, yang diinginkan, yang dicita-citakan, yang diharapkan) dengan

das sein (yang nyata, yang terjadi). Dengan kata lain masalah adalah

perbedaan antara yang ideal dan real (Abu Huraerah, 2008), menurut Horton

dan Leslie dalam Suharto (2000) ”masalah sosial adalah suatu kondisi yang

dirasakan banyak orang yang tidak menyenangkan serta menuntut pemecahan

aksi sosial secara kolektif.”

9

Page 3: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

Parillo yang dikutip Edi Suharto (2005) dalam ”Membangun

Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan

Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial,” empat komponen dalam

memahami pengertian masalah sosial, yaitu :

a. Masalah itu bertahan untuk suatu periode tertentu.

b. Dirasakan dapat menyebabkan berbagai kerugian fisik atau mental, baik

pada individu maupun masyarakat.

c. Merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai atau standar sosial dari satu

atau beberapa sendi kehidupan masyarakat.

d. Menimbulkan kebutuhan akan pemecahan.

Lebih lanjut dijelaskan tentang karakteristik dari masalah sosial antara

lain :

a. Masalah adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan ; suatu

masalah sosial baru dikatakan masalah, apabila kondisi yang

dirasakan tidak sesuai harapan masyarakat.

b. Kondisi sosial yang dinilai tidak menyenangkan ; penilaian

masyarakat sangat penting dalam menentukan suatu kondisi sebagai

masalah sosial, sementara ukuran baik buruk sangat tergantung pada

nilai atau norma yang dianut masyarakat.

c. Masalah sosial adalah perilaku atau keadaan kompleks yang

akibatnya berpengaruh pada membahayakan kesejahteraan orang

banyak (umum) serta dapat mengganggu kestabilan masyarakat,

norma, adat istiadat, norma dan kepercayaan masyarakat.

10

Page 4: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

d. Kondisi yang menuntut pemecahan. Bagaimana pun beratnya suatu

masalah sosial, pasti membutuhkan pemecahan secara kolektif

sesuai dengan kebutuhan permasalahan, atau pemecahan tersebut

harus dilakukan melalui aksi sosial secara kolektif.

Masalah sosial merupakan gejala-gejala sosial yang tidak diinginkan

akibat ketidakberfungsian dari unsur-unsur masyarakat yang menyebabkan

kekecewaan dan penderitaan. Masalah masyarakat dan problema sosial adalah

dua macam persoalan dalam masalah sosial. Timbulnya masalah sosial adalah

dari kekurangan dalam diri manusia kelompok sosial yang bersumber pada

faktor ekonomis, biologis dan kebudayaan. Sehingga setiap masyarakat

mempunyai norma yang berhubungan dengan kesejahteraan kebendaan,

kesehatan fisik, mental serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial.

Ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut para ahli, yaitu :

a. Menurut Walter A. Friedlander, 1961 dalam Pengantar Kesejahteraan

Sosial oleh Drs. Syarif Muhidin, Msc. “Kesejahteraan sosial adalah

sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-

lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk

mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi

pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan

kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya

secara selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.”

b. Menurut Dwi Heru Sukoco, 1995 dari buku Introduction to Social Work

Practice oleh Max Siporin. “Kesejahteraan sosial mencakup semua

11

Page 5: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

bentuk intervensi sosial yang secara pokok dan langsung untuk

meningkatkan keadaan yang baik antara individu dan masyarakat secara

keseluruan. Kesejahteraan sosial mencakup semua tindakan dan proses

secara langsung yang mencakup tindakan dan pencegahan masalah

sosial, pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kualitas

hidup.”

c. Kesejahteraan sosial adalah sebuah sistem yang meliputi program dan

pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial,

ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk

memelihara masyarakat (Zastrow, 2000).

d. Sebagaimana batasan PBB, kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan

yang terorganisasi yang betujuan untuk membantu individu atau

masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan

meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan

masyarakat (Suharto, 2005).

Setelah membaca beberapa definisi tentang kesejahteraan sosial di atas

di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tindakan

yang mengarah kepada kondisi sosial masyarakat yang menjamin kehidupan

masyarakat dalam lingkungan untuk hidup dengan rasa nyaman, aman, dan

tentram untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Pembangunan pun merupakan suatu konsep yang relevan dengan

pemecahan permasalahan sosial. Pembangunan juga harus memperhatikan

berbagai aspek-aspek sosial dan ekonomi penduduk, pemanfaatan sumber

12

Page 6: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

daya alam maupun pengelolaan lingkungan. Menurut Departemen Sosial

Republik Indonesia (2003) dalam Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial :

Hakikat pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan.

Pembangunan kesejahteraan sosial pada dasarnya ditujukan untuk

meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat sebaik-baiknya dalam

upaya menciptakan suatu kondisi tata kehidupan sosial yang diliputi rasa

keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin sehingga

memungkinkan setiap warga masyarakat memenuhi kebutuhan jasmani,

rohani dan sosialnya secara layak bagi individu, keluarga maupun

masyarakat.

Arah pembangunan kesejahteraan sosial adalah seperti yang tertuang di

bawah ini :

a. Pencegahan, mencakup kegiatan mencegah timbul, meluas serta

kambuhnya permasalahan baik dalam kehidupan perorangan,

keluarga, kelompok maupun masyarakat.

b. Rehabilitasi, merupakan proses refungsionalisasi dan pemantapan

taraf kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para PMKS

(Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) mampu melaksanakan

kembali fungsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara.

13

Page 7: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

c. Pengembangan, merupakan upaya pemeliharaan dan peningkatan

taraf kesejahteraan sosial para PMKS melalui penggalian dan

pendayagunaan potensi dirinya.

d. Penunjang, merupakan fungsi pendorong dan pendukung yang turut

menentukan keberhasilan pembangunan.

Pembangunan kesejahteraan sosial dirancang guna memenuhi

kebutuhan publik yang luas, target utamanya adalah pemerlu pelayanan

kesejahteraan sosial (PPKS), yaitu mereka yang mengalami hambatan dalam

menjalani fungsi sosialnya, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan yang

paling mendasar dan karenanya memerlukan pelayanan sosial.

Tujuan Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) adalah untuk

meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup:

a. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan

jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok-

kelompok masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat

memerlukan perlindungan sosial.

b. Peningkatan keberdayaan melalui penepatan sistem dan kelembagaan

ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat

kemanusiaan.

c. Penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan-

pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar

kemanusiaan.

14

Page 8: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

B. Indikator Masalah Kesejahteraan Sosial

Menurut PUSDATIN Depsos RI tahun 2008 merujuk pada Buku

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Tahun 2008. Pemerlu

Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) adalah seseorang, keluarga atau

kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan

tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi

kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan

wajar. Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan,

ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan,

keterasingan/ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial.

Menurut Kementerian Sosial saat ini terdapat 22 jenis Pemerlu

Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), yaitu sebagai berikut:

1. Anak Balita Telantar

Anak berusia 0-4 tahun yang karena sebab tertentu, orangtuanya

tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan :

miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua-duanya

meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup,

pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani maupun

sosial.

Indikator :

a. Anak (laki – laki/perempuan) usia 0 – 4 tahun.

b. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya atau balita yang tidak

pernah mendapat ASI/susu pengganti atau balita yang tidak

15

Page 9: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

mendapat makanan bergizi (4 sehat 5 sempurna) 2x dalam satu

minggu atau balita yang tidak mempunyai sandang yang layak sesuai

dengan kebutuhannya.

c. Yatim piatu atau tidak dipelihara, ditinggalkan oleh orangtuanya

pada orang lain, di tempat umum, rumah sakit, dsb.

d. Apabila sakit tidak mempunyai akses kesehatan modern (dibawa ke

Puskesmas dan lain–lain).

2. Anak Telantar

Anak yang berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu (karena

beberapa kemungkinan : miskin/tidak mampu, salah seorang dari orang

tuanya/wali pengampu sakit, salah seorang/kedua orang tuanya/wali

pengampu atau pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada

pengampu atau pengasuh), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan

dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.

Indikator :

a. Anak (Laki-laki/perempuan) usia 5 – 18 tahun.

b. Anak yatim, piatu, yatim piatu.

c. Tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

d. Anak yang lahir karena tindak perkosaan, tidak ada yang mengurus

dan tidak mendapat pendidikan.

3. Anak Nakal

Anak yang berusia 5-18 tahun yang berperilaku menyimpang dari

norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, lingkungannya

16

Page 10: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan orang lain, akan

mengganggu ketertiban umum, akan tetapi (karena usia) belum dapat

dituntut secara hukum.

Indikator :

a. Anak (laki – laki/perempuan) usia 8 sampai kurang dari 18 tahun dan

belum menikah.

b. Melakukan perbuatan (secara berulang) yang menyimpang atau

melanggar norma masyarakat seperti :

1) Sering bolos sekolah.

2) Sering bohong, ingkar/menipu.

3) Sering mencuri di lingkungan keluarga.

4) Sering merusak barang/peralatan/sarana umum.

5) Sering mengganggu orang lain, memancing keributan atau

perkelahian.

6) Sering meminta uang/barang dengan paksa.

7) Perokok dan peminum.

8) Melakukan perkelahian massal (tawuran)

9) Melakukan tindak kriminal seperti perjudian, penodongan,

perampokan, penjarahan, pemerkosaan, penganiayaan,

pembunuhan dan pelacuran (membayar/dibayar).

17

Page 11: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

4. Anak Jalanan

Anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar

waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun

di tempat – tempat umum.

Indikator :

a. Anak (laki-laki/perempuan) usia 5 – 18 tahun.

b. Melakukan kegiatan tidak menentu, tidak jelas kegiatannya dan atau

berkeliaran di jalanan atau di tempat umum minimal 4 jam/hari

dalam kurun waktu 1 bulan yang lalu, seperti pedagang asongan,

pengamen, ojek payung, pengelap mobil, pembawa belanjaan di

pasar dan lain – lain.

c. Kegiatannya dapat membahayakan dirinya sendiri atau mengganggu

ketertiban umum.

5. Wanita Rawan Sosial Ekonomi

WRSE (Wanita Rawan Sosial Ekonomi) adalah Seorang wanita

dewasa belum menikah atau janda yang tidak mempunyai penghasilan

cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. (Keputusan

Menteri Sosial Nomor. 24/HUK/1996).

Indikator:

a. Wanita usia 18 - 59 tahun.

b. Berpenghasilan kurang atau tidak mencukupi untuk kebutuhan fisik

minimum (sesuai kriteria fakir miskin).

18

Page 12: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

c. Tingkat pendidikan rendah (umumnya tidak tamat/maksimal

pendidikan dasar).

d. Isteri yang ditinggal suami tanpa batas waktu dan tidak dapat

mencari nafkah.

e. Sakit sehingga tidak mampu bekerja.

6. Korban Tindak Kekerasan

Wanita yang terancam secara fisik atau non fisik (psikologis)

karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam

lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya.

Indikator :

a. Wanita usia 18–59 tahun atau kurang dari 18 tahun tetapi sudah

menikah.

b. Tidak diberi nafkah atau tidak boleh mencari nafkah.

c. Diperlakukan secara keras, kasar dan kejam (dipukul, disiksa) dalam

keluarga.

d. Diancam secara fisik dan psikologis (diteror, ditakut-takuti, disekap)

dalam keluarga atau di tempat umum.

e. Mengalami pelecehan seksual (di kantor, di RT, di tempat umum

antara lain diperkosa atau dipaksa menjual diri/dieksploitir).

7. Lanjut Usia Telantar

Setiap orang berhubung lanjut usia (60 tahun keatas) tidak

mempunyai/berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi

kehidupan sehari-hari. (UU Nomor 13 tahun 1998).Seseorang yang

19

Page 13: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

berusia 60 tahun atau lebih karena faktor-faktor tertentu tidak dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun

sosialnya.

Indikator :

a. Usia 60 tahun ke atas (laki-laki/perempuan).

b. Tidak sekolah/tidak tamat/tamat SD.

c. Makan 2 x perhari.

d. Makan-makanan berprotein tinggi (4 sehat 5 sempurna)

e. Pakaian yang dimiliki kurang dari 4 stel.

f. Tempat tidur tidak tetap.

g. Jika sakit tidak mampu berobat ke fasilitas kesehatan.

h. Ada atau tidak ada keluarga, sanak saudara atau orang lain yang mau

dan mampu mengurusnya.

8. Penyandang Cacat

Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental yang

dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya

untuk melakukan secara layaknya yang terdiri dari ; a. Penyandang

cacat fisik, b. Penyandang cacat mental, dan c. Penyandang cacat fisik

dan mental (UU Nomor 4 tahun 1997).

a. Penyandang Cacat Fisik

1) Penyandang Cacat Tubuh

Seseorang yang menderita kelainan pada tulang dan atau

sendi anggota gerak dan tubuh, kelumpuhan pada anggota gerak

20

Page 14: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

dan tulang, tidak lengkapnya anggota gerak atas dan bawah,

sehingga menimbulkan gangguan atau menjadi lambat untuk

melakukan kegiatan sehari-hari secara layak/wajar.

Indikator :

a) Anggota tubuh tidak lengkap putus/amputasi tungkai,

lengan atau kaki.

b) Cacat tulang/persendian.

c) Cacat sendi otot dan tungkai, lengan atau kaki.

d) Lumpuh.

2) Penyandang Cacat Mata (Tuna Netra)

Seseorang yang buta kedua matanya atau kurang awas

(low vision) sehingga menjadi hambatan dalam melakukan

kegiatan sehari-hari secara layak/wajar.

Indikator :

a) Buta total (buta kedua mata).

b) Masih mempunyai sisa penglihatan atau kurang awas (low

vision).

3) Penyandang Cacat Rungu/Wicara

Seseorang yang tidak dapat mendengar dan berbicara

dengan baik sehingga menjadi hambatan dalam melakukan

kegiatan sehari-hari secara layak/wajar.

21

Page 15: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

Indikator :

a) Tidak dapat mendengar atau memahami perkataan yang

disampaikan pada jarak 1 meter tanpa alat bantu dengar.

b) Tidak dapat bicara sama sekali atau berbicara tidak jelas

(pembicaraannya tidak dapat dimengerti).

c) Mengalami hambatan atau kesulitan dalam berkomunikasi

dengan orang lain.

b. Penyandang Cacat Mental.

Seseorang yang menderita kelainan mental/jiwa sehingga

orang tersebut tidak bisa mempelajari dan melakukan perbuatan

yang umum dilakukan orang lain seusianya atau yang tidak dapat

mengikuti perilaku biasa sehingga menjadi hambatan dalam

melakukan kegiatan sehari-hari secara layak/wajar.

Penyandang Cacat Mental terdiri dari :

1) Penyandang Cacat Mental Eks Psikotik

a) Eks Penderita penyakit gila.

b) Kadang masih mengalami kelainan tingkah laku.

c) Sering mengganggu orang lain.

2) Penyandang Cacat Mental Retardasi

a) Idiot : kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat

dengan anak normal usia 2 tahun, wajahnya terlihat seperti

wajah dungu.

22

Page 16: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

b) Embisil : kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat

dengan anak normal usia 3-7 tahun.

c) Debil : kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat

dengan anak normal usia 8-12 tahun.

3) Penyandang Cacat Fisik dan Mental/Ganda

Seseorang yang menderita kelainan fisik dan mental

sekaligus atau cacat ganda seperti gangguan pada fungsi tubuh,

penglihatan, pendengaran dan kemampuan berbicara serta

mempunyai kelainan mental atau tingkah laku, sehingga yang

bersangkutan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari

secara layak/wajar.

9. Tuna Susila

Seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau

lawan jenisnya secara berulang-ulang dan bergantian di luar perkawinan

yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.

Indikator :

a. Seseorang (laki-laki/perempuan) usia 18 – 59 tahun.

b. Menjajakan diri di tempat umum, di lokasi atau tempat pelacuran

(bordil) dan tempat terselubung (warung remang-remang, hotel, mall

dan diskotik).

23

Page 17: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

10. Pengemis

Orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta di

tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan

belas kasihan orang lain.

Indikator :

a. Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun.

b. Meminta-minta di rumah-rumah penduduk, pertokoan, persimpangan

jalan (lampu lalu lintas), pasar, tempat ibadah dan tempat umum

lainnya.

c. Bertingkah laku untuk mendapatkan belas kasihan berpura-pura

sakit, merintih dan kadang-kadang mendoakan dengan bacaan-

bacaan ayat suci, sumbangan untuk organisasi tertentu.

d. Biasanya mempunyai tempat tinggal tertentu atau tetap, membaur

dengan penduduk pada umumnya.

11. Gelandangan

Orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma

kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak

mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara

di tempat umum.

Indikator :

a. Anak sampai usia dewasa (laki-laki/perempuan) usia 18-59 tahun,

tinggal di sembarang tempat dan hidup mengembara atau

24

Page 18: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

menggelandang di tempat-tempat umum, biasanya di kota-kota

besar.

b. Tidak mempunyai tanda pengenal atau identitas diri, berperilaku

kehidupan bebas/liar, terlepas dari norma kehidupan masyarakat

pada umumnya.

c. Tidak mempunyai pekerjaan tetap, meminta-minta atau mengambil

sisa makanan atau barang bekas dan lain-lain.

12. Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK)

Seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri

masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan

dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam

kehidupan masyarakat, sehingga mendapatkan kesulitan untuk

mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal

Indikator :

a. Usia 18 tahun sampai usia dewasa.

b. Telah selesai atau segera keluar dari penjara karena masalah pidana.

c. Kurang diterima/dijauhi atau diabaikan oleh keluarga dan

masyarakat.

13. Korban Penyalahgunaan NAPZA

Seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat

adiktif lainnya termasuk minuman keras di luar tujuan pengobatan atau

tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.

25

Page 19: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

Indikator :

a. Usia 10 tahun sampai usia dewasa.

b. Pernah menyalahgunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif

lainnya termasuk minuman keras, yang dilakukan sekali, lebih sekali

atau dalam taraf coba-coba.

c. Secara medik sudah dinyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh

dokter yang berwenang.

14. Keluarga Fakir Miskin

Orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata

pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai

sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang

layak bagi kemanusiaan. (PP No. 42 tahun 1981).

Seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai

sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata

pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga

yang layak bagi kemanusiaan.

Indikator :

a. Seorang kepala keluarga usia 18-59 tahun.

b. Penghasilan rendah atau berada di bawah garis kemiskinan seperti

tercermin dari tingkat pengeluaran perbulan, yaitu Rp. 62.000,-

26

Page 20: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

untuk perkotaan, dan Rp. 50.090,- untuk pedesaan (tahun 2000) per

orang per bulan.

c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah : tidak tamat SLTP, tidak

ada ketrampilan tambahan.

d. Derajat kesehatan dan gizi rendah.

e. Tidak memiliki tempat tinggal yang layak huni, termasuk tidak

memiliki MCK.

f. Pemilikan harta sangat terbatas jumlah atau nilainya.

g. Hubungan sosial terbatas, belum banyak terlibat dalam kegiatan

kemasyarakatan.

h. Akses informasi terbatas (baca koran, radio).

15. Keluarga Berumah Tidak Layak Huni

Keluarga yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak

memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik,

kesehatan maupun sosial.

a. Kondisi Rumah :

1) Luas lantai per kapita kota < 4m2, desa < 10 m2.

2) Sumber air tidak sehat, akses memperoleh air bersih terbatas.

3) Tidak mempunyai akses MCK.

4) Bahan bangunan tidak permanen atau atap/dinding dari bambu,

rumbia.

5) Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara.

6) Tidak memiliki pembagian ruangan.

27

Page 21: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

7) Lantai dari tanah dan rumah lembab atau pengap.

8) Letak rumah tidak teratur dan berdempetan.

9) Kondisi rusak.

b. Kondisi Lingkungan :

1) Lingkungan kumuh dan becek.

2) Saluran pembuangan air tidak memenuhi standar.

3) Jalan setapak tidak teratur.

c. Kondisi Keluarga :

1) Kebanyakan keluarga miskin usia 18-59 tahun, pengeluaran

biaya hidup tidak melebihi Rp. 62.000,- untuk perkotaan, dan

Rp. 50.090,- untuk pedesaan (tahun 2000) per orang per bulan.

2) Kesadaran untuk ikut serta memiliki dan memelihara lingkungan

pada umumnya rendah (ikut bersih kampung, ikut kerja bakti,

membuang sampah sembarangan di sungai).

16. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis

Keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama

hubungan antara suami isteri kurang serasi, sehingga tugas dan fungsi

keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar.

Indikator :

a. Suami atau isteri sering tanpa saling memperhatikan atau anggota

keluarga kurang berkomunikasi.

b. Suami dan isteri sering saling bertengkar, hidup sendiri-sendiri

walapun masih dalam ikatan keluarga.

28

Page 22: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

c. Hubungan dengan tetangga kurang baik, sering bertengkar, tidak

mau bergaul/berkomunikasi.

d. Kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosial kurang

terpenuhi.

17. Komunitas Adat Terpencil

Kelompok orang yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial

budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat

dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik

nasional. (SK Mensos No. 60/HUK/1998).

Kelompok orang/masyarakat yang hidup dalam kesatuan-kesatuan

kecil yang bersifat lokal dan terpencil dan masih sangat terikat pada

sumber daya alam dan habitatnya yang secara sosial budaya terasing dan

terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya

sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan

lingkungan dalam arti luas.

Indikator :

a. Hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial yang bersifat lokal dan

terpencil.

1) Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen.

2) Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan.

3) Pada umumnya secara geografis terpencil dan relatif sulit

dijangkau atau terisolasi.

29

Page 23: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

b. Kehidupan dan penghidupannya masih sangat sederhana

1) Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistens

(hanya untuk kepentingan sendiri) belum untuk kepentingan

pasar.

2) Peralatan dan teknologi sederhana, misalnya peralatan rumah

tangga.

3) Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumberdaya alam

setempat relatif tinggi.

4) Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik.

5) Secara sosial budaya terasing dan atau terbelakang.

18. Korban Bencana Alam

Perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita

baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi akibat terjadinya

bencana alam atau musibah lainnya yang menyebabkan mereka

mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Termasuk dalam korban bencana adalah :

a. Korban bencana gempa bumi tektonik letusan gunung berapi, tanah

longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami, angin kencang,

kekeringan dan kebakaran hutan atau lahan.

b. Korban kebakaran pemukiman, kecelakaan kapal terbang, kereta api

dan lain-lain, musibah industri (kecelakaan kerja), kekacauan atau

kerusuhan sosial dan kecelakaan perahu.

30

Page 24: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

c. Orang terlantar dalam perjalanan seperti orang Indonesia yang

terlantar di luar negeri, TKI yang terlantar, pelintas batas, orang-

orang Indonesia yang masuk negara lain tanpa izin dan harus

dipulangkan ke Indonesia.

d. Korban wabah penyakit.

Indikator :

a. Kehilangan tempat tinggal sehingga mereka ditampung sementara

atau diasramakan di tempat pengungsian atau menumpang dirumah

keluarga/kerabat.

b. Kehilangan sumber mata pencaharian sehingga mengalami hambatan

dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya.

c. Kehilangan kepala atau anggota keluarga yang merupakan sumber

pencari nafkah utama untuk anggota keluarga lainnya.

d. Kehilangan harta benda.

e. Kondisi mental kurang stabil, emosional atau stress.

19. Korban Bencana Sosial atau Pengungsi

Perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita

baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi akibat terjadinya

bencana sosial atau kerusakan yang menyebabkan mereka mengalami

hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Indikator :

a. Korban musibah, kekacauan atau kerusuhan sosial

b. Korban wabah penyakit

31

Page 25: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

20. Pekerja Migran Telantar

Seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap

sementara di tempat tersebut dan potensial mengalami permasalahan

sosial.

Indikator :

Orang terlantar dalam perjalanan seperti orang Indonesia yang

terlantar di luar negri, TKI yang terlantar, pelintas batas, orang-orang

Indonesia yang masuk negara lain tanpa izin dan harus dipulangkan ke

Indonesia.

21. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

ODHA adalah seseorang yang dengan rekomendasi

profesional/petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV sehingga

mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS).

22. Keluarga Rentan

Keluarga Rentan adalah keluarga muda yang baru menikah (sampai

dengan lima tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial dan

ekonomi (berpenghasilan sekitar 10% di atas garis kemiskinan) sehingga

kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Adalah keluarga

yang masih berkategori tidak bermasalah, namun jika tidak diberdayakan

melalui bimbingan sosial akan mengalami masalah tertentu. Keluarga

rentan tersebut berada pada batas marginal dan menjadi rentan terhadap

masalah sosial lainnya.

32

Page 26: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

C. Kebijakan Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial

Kebijakan merupakan suatu prinsip atau tindakan yang diambil untuk

dapat menyelesaikan suatu permasalahan, baik yang dialami oleh perorangan,

kelompok maupun masyarakat. Kebijakan terkadang diambil karena suatu

kondisi atau situasi masalah yang memerlukan suatu tindakan atau

penanganan secepat mungkin.

1. Pengertian Kebijakan

Menurut Ealau dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan

yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang,

baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena

kebijakan itu) (Suharto, 1997). Kamus Webster memberi pengertian

kebijakan sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk

mengarahkan pengambilan keputusan. Titmuss mendefinisikan kebijakan

sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada

tujuan-tujuan tertentu (Suharto, 1997).

Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada

masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-

oriented). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah

suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-

cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam

mencapai tujuan tertentu.

Kaitan kebijakan dengan program pelayanan sosial adalah

kebijakan sosial harus dapat diterima oleh masyarakat, karena pada

33

Page 27: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

dasarnya kebijakan dibuat untuk dapat mengatasi masalah sosial yang

ada pada masyarakat. Harus juga diingat bahwa kebijakan meliputi:

kebijakan sosial, kebijakan kesejahteraan sosial, dan kebijakan publik

a. Kebijakan Sosial

Dalam kaitannya dengan kebijakan sosial, maka kata sosial

dapat diartikan baik secara luas maupun sempit (Kartasasmita,

1996). Secara luas kata sosial menunjuk pada pengertian umum

mengenai bidang-bidang atau sektor-sektor pembangunan yang

menyangkut aspek manusia dalam konteks masyarakat atau

kolektifitas. Istilah sosial dalam pengertian ini mencakup antara lain

bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya,

atau pertanian.

Bruce. S Jansson mendefinisikan kebijakan sosial adalah

mengendalikan sasaran pemecahan masalah yang menyangkut

keuntungan orang banyak. Hal ini menekankan bahwa kebijakan

sosial bertujuan untuk mengurangi masalah sosial seperti kelaparan,

kemiskinan, dan guncangan jiwa. Atau kebijakan sosial dapat pula di

definisikan sebagai kumpulan strategi untuk memusatkan perhatian

pada problem sosial.

Schorr dan Baumheir, menggunakan definisi kebijakan sosial

yaitu suatu prinsip dan cara melakukan suatu tindakan kesepakatan

di suatu tataran dengan individu dan juga menjalin hubungan dengan

masyarakat. Hal ini menjadikan suatu pemikiran dalam melakukan

34

Page 28: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

intervensi (keterlibatan) dari peraturan yang berbeda dengan sistem

sosial. Menetapkan suatu kebijakan sosial haruslah menunjukkan

tata cara bagaimana proses penerapannya dalam menghadapi suatu

fenomena sosial, hubungan sosial pemerintah dalam

mendistribusikan penghasilan dalam suatu masyarakat.

Dalam perjalanan, penyusunan, perancangan, dan

penerapannya, kebijakan sosial meliputi 4 (empat) tingkatan

aktivitas profesi :

1) Melihat aktivitas di suatu tataran dengan merespon untuk

membuat suatu kebijakan sosial yang melihat dari penetapannya

terhadap suatu undang-undang, mengartikannya dengan

menjadikan sebagai suatu kebijakan yang dilindungi oleh

hukum, membuat keputusan pada bidang administrasi,

melaksanakan dan menerapkannya. Penentuan bidang ini

dilakukan oleh pengambil kebijakan yaitu pemerintah

2) Melihat bentuk pelayanan dan sebagai penasihat secara teknis

tentang suatu kebijakan, atau sebagai konsultan yang

mengkhususkan dalam suatu lapangan yang berkepentingan.

Bidang ini merupakan wewenang di tingkatan legislatif pada

suatu negara demokrasi.

3) Meneliti dan menginvestigasi problema sosial dan

mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan kebijakan

sosial. Bidang ini dilakukan oleh para pekerja sosial

35

Page 29: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

4) Memberikan perlindungan atau advokasi secara khusus terhadap

suatu kebijakan dasar yang berkepentingan dengan suatu bidang.

Bidang ini merupakan kerja pihak LSM yang bergerak pada

bidangnya misalkan LSM lingkungan, LSM ekonomi, LSM

politik, dan lain-lain.

Sehingga kesimpulan ringkas yang dapat kita ambil dari

adanya pembagian aktivitas yang secara tidak langsung dapat

bekerjasama mengambil suatu ketetapan dalam penerapan kebijakan

sosial, disini pihak pemerintah dapat dengan mudah menentukannya

hal ini disebabkan karena masing-masing pihak dapat memantau

kebijakan yang dibuat pemerintah dan mengawasi tindakan dalam

penerapannya. Sehingga tingkat pelanggaran yang nantinya akan

terjadi dapat terdeteksi dan transparan.

Selain adanya tingkatan aktivitas yang dilakukan pada

bidangnya masing-masing, kebijakan sosial pun memiliki 3 (tiga)

tingkatan intervensi, yang tak jauh berbeda dengan tingkatan

aktivitas. Penjelasan ini menurut pembagian Bruce. S Jansson, di

dalam Social Policy,from Theory to Practice di antaranya:

1) Direct-service practice, yang berkaitan dengan pekerjaan para

pelaksana kebijakan

2) Community organization, yang membicarakan pada pengerahan

kemampuan seperti menghimpun koalisi

36

Page 30: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

3) Administrative social work, yang berkenaan dengan pokok

persoalan.

Suatu kebijakan yang telah disusun, dirancang, dan disepakati

sebelumnya haruslah meliputi dua aspek yang harus diperhatikan, di

antaranya ialah :

1) Mengaktualisasikan kebijakan dan program yang dibuat untuk

kesejahteraan masyarakat

2) Menyingkap dan memperlihatkan lapangan akademis dalam

penyelidikan yang ditekankan dengan deskripsi, uraian, dan

evaluasi terhadap suatu kebijakan.

Adanya aspek yang tertera di atas dimaksudkan agar

masyarakat sebagai objek sasaran kesejahteraan dapat memahami

dan menerapkannya dengan baik. Begitu juga dengan pemerintah

dan semua perangkatnya haruslah memperhatikan bagaimana kinerja

tersebut berlangsung. Sehingga kesejahteraan masyarakat dapat

diwujudkan dengan baik.

Pemerintah dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat

melalui kebijakan yang telah disusun dan diterapkan dapat ditempuh

dengan 3 (tiga) langkah yang bila hal tersebut berjalan secara efektif

maka penerapannya akan sempurna. Ketiga langkah tersebut antara

lain seperti yang terdapat dalam The Handbook of Social Policy

adalah :

37

Page 31: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

1) Mereka (pemerintah) membuat kebijakan yang bersifat spesifik

dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Contoh : pemerintah mungkin dapat saja mencoba untuk

memperbaiki kondisi sosial penduduknya dengan

memperkenalkan bentuk program kebijakan yang baru.

2) Pemerintah mempengaruhi kesejahteraan sosial melalui

kebijakan sosial dengan melihatnya dari sisi ekonomi,

lingkungan, atau kebijakan lainnya, walaupun begitu mereka

memiliki perhatian terhadap suatu kondisi sosial. Contoh :

kebijakan sosial dengan menambah hubungan relasi

perdagangan atau mengundang investor dari negara lain lalu

menciptakan lapangan pekerjaan baru dan membangkitkan

pemasukan yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat

dengan melihat tumbuh suburnya jumlah investor perdagangan,

dan lain-lain.

3) Kebijakan sosial pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan

masyarakat secara tidak terduga dan tidak diharapkan. Suatu

kebijakan terfokus pada salah satu grup tetapi pada kenyataanya

justru mendatangkan keuntungan yang tidak terduga pada aspek

yang lain

b. Kebijakan Kesejahteraan Sosial

Menurut Neil Gilbert dan Harry Specht (K. Suhendra, 1985 : 5),

menjelaskan bahwa : Kebijakan Kesejahteraan Sosial adalah

38

Page 32: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan yang memberikan

informasi berupa petunjuk perencanaan atau petunjuk kegiatan

kepada pemerintah maupun lembaga sosial masyarakat.

Kebijakan Kesejahteraan sosial dapat dijabarkan sebagai

berikut ini :

1) Meningkatkan dan meratakan pelayanan sosial yang lebih adil

dalam arti bahwa setiap orang khususnya Pemerlu Pelayanan

Kesejahteraan Sosial (PPKS) berhak untuk memperoleh

pelayanan sosial yang sebaik-baiknya.

2) Meningkatkan profesionalisme pelayanan sosial baik yang

dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha terhadap

Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), memantapkan

manajemen pelayanan sosial yang mencakup aspek

perencanaan, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan

serta koordinasi atau masyarakat dalam pelayanan sosial dengan

melibatkan satu unsur dan komponen masyarakat.

3) Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dengan

mempertimbangkan keunikan nilai sosial budaya daerah serta

mengedepankan potensi dan sumber sosial keluarga dan

masyarakat setempat.

39

Page 33: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

2. Tujuan Kebijakan Sosial

a. Membina, menyelamatkan, memulihkan dan mengentaskan para

Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) agar dapat hidup

dan berkembang secara wajar.

b. Menggali dan memanfaatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan

Sosial (PSKS) dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial dan

peningkatan serta pemerataan pelayanan sosial.

c. Meningkatkan keberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat rentan,

guna mendukung pemulihan kehidupan ekonomi nasional.

d. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia

dalam jajaran pembangunan kesejahteraan sosial.

e. Mengembangkan kepekaan, kepedulian, kesetiakawanan sosial, etika

moral dan tanggung jawab moral masyarakat.

3. Sasaran Kebijakan Sosial

a. Individu, kelompok dan masyarakat yang menyandang masalah

sosial.

b. Individu, kelompok dan masyarakat yang dikhawatirkan akan

menjadi penyandang masalah sosial.

c. Sumber dan potensi yang mendukung pelayanan sosial.

d. Lembaga pemerintah dan swasta, organisasi-organisasi sosial di

masyarakat.

40

Page 34: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

4. Pelayanan yang Berkaitan dengan Kebijakan Sosial

a. Program pemeliharaan pendapatan meliputi jaminan sosial seperti

lanjut usia kesehatan dan lain-lain.

b. Pelayanan case work, group work, seperti konseling, pelayanan

kesejahteraan anak dan lan-lain.

c. Program bantuan perumahan bagi orang-orang yang pendapatannya

menengah kebawah seperti perumnas (RSS).

d. Bantuan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan pelayan

sosial lainnya.

e. Progam pendidikan seperti sekolah luar biasa dan penempatan

pekerja sosial di sekolah.

f. Pelayanan yang berorientasi pada pekerjaan seperti training bagi

PPKS, penyandang cacat, remaja putus sekolah dan lain-lain.

5. Landasan Pembangunan Kesejahteraan Sosial

a. Landasan Idiil Pancasila mengarahkan agar semua pembangunan dan

pelayanan sosial harus merupakan penjabaran pengalaman dari sila

dalam Pancasila.

b. Landasan Konstitutional Undang-Undang Dasar 1945.

1) UUD 1945 pasal 27 ayat 2, bahwa tiap warga Negara berhak

atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2) UUD 1945 pasal 34 fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

oleh negara.

41

Page 35: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

c. Landasan Operasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) Tahun 2004.

d. Landasan struktural berupa peraturan perundang-undangan, antara

lain:

1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak.

2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan

Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

Terhadap Wanita.

3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi

Kemasyarakatan.

4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak.

5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang

Cacat

6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

7) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

8) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia.

9) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 42 tentang Hak

Asasi Manusia.

10) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan

Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan

42

Page 36: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk

Anak.

11) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak.

12) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi

Daerah.

13) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial.

6. Program Prioritas Pelayanan antara lain:

Program prioritas pembangunan kesejahteraan sosial yang

dilaksanakan oleh Kementerian Sosial seperti program penanggulangan

kemiskinan, penanggulangan keterlantaran, pelayanan dan rehabilitasi

cacat, ketunaan sosial dan penanggulangan bencana termasuk pengungsi.

Sasaran program dan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial

seperti pelayanan kesejahteraan anak, kesejahteraan sosial lanjut usia,

rehabilitasi penyandang cacat, rehabilitasi tuna sosial dan rehabilitasi

sosial korban NAPZA.

Sasaran program dan kegiatan lingkup dirjen bantuan dan jaminan

sosial seperti bantuan korban bencana seperti bencana alam termasuk

kondisi rawan dan rentan bencana, pengungsi, kecelakaan dan

masyarakat dalam kondisi konflik.

Program prioritas Kementerian Sosial oleh menteri sosial RI seperti

program penanganan fakir miskin di kota, pinggiran kota, di desa dan

43

Page 37: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

desa nelayan pantai. Penanganannya melalui kelompok usaha bersama

(KUBE) dan Adopsi Desa Miskin (ADEM).

a. Kebijakan Pembangunan Kesejahteraan Sosial

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa kebijakan penyelenggaraan

kesejahteraan sosial meliputi:

1) Rehabilitasi sosial, yang dimaksudkan untuk memulihkan dan

mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami

disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara

wajar yang dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif,

koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.

2) Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin

seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya

yang layak. Jaminan sosial diberikan dalam bentuk asuransi

kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan.

3) Pemberdayaan sosial yang dimaksudkan untuk memberdayakan

seseorang, keluarga, kelompok,dan masyarakat yang mengalami

masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi

kebutuhannya secara mandiri juga meningkatkan peran serta

lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber

daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Pemberdayaan sosial tersebut dapat dilakukan melalui:

44

Page 38: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

a) Peningkatan kemauan dan kemampuan;

b) Penggalian potensi dan sumber daya;

c) Penggalian nilai-nilai dasar;

d) Pemberian akses; dan/atau

e) Pemberian bantuan usaha.

4) Perlindungan sosial, yaitu semua upaya yang diarahkan untuk

mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan

sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar

kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan

dasar minimal. Perlindungan sosial tersebut dilaksanakan

melalui:

a) Bantuan sosial;

b) Advokasi sosial; dan/atau Bantuan hukum.

b. Pembangunan kesejahteraan sosial dilaksanakan berdasarkan

kebijakan sebagai berikut :

1) Pembangunan kesejahteraan sosial dilaksanakan melalui usaha

kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem yang melembaga.

2) Usaha kesejahteraan sosial yang mencakup semua program dan

kegiatan yang ditunjukan untuk mewujudkan, membina,

memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan

sosial dilaksanakan sebagai tanggung jawab bersama

masyarakat dan pemerintah.

3) Peningkatan kualitas dan efektifitas pelayanan sosial.

45

Page 39: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

4) Perluasan jangkuan pelayanan sosial yang makin adil dan

merata.

5) Peningkatan profesionalitas pelayanan sosial. Baik yang

diselenggarakan oleh masyarakat maupun pemerintah.

6) Pengutamaan fungsi pencegahan dan pengembangan di samping

fungsi rehabilitasi dan bantuan.

7) Pembinaan dan pengembangan keterpaduan dalam kerja sama

intra dan inter sektoral.

8) Pendayagunaan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial dalam

masyarakat.

D. Sistem Sumber Kesejahteraan Sosial

Max Siporin D.S.W. mengatakan bahwa “A resource any valuable

thing, or recerve or at hand, that one can mobilie and put to instrumental use

in order to function, meet a need resolve a problem” (Siporin, 1975 : 22).

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jenis sumber dapat dipandang dari

beberapa hal, yaitu :

1) Sumber Internal dan Eksternal

Sumber internal dapat berupa kemampuan intelektual, imaginasi,

kreativitas, motivasi, kegairahan, karakter moral kekuatan dan ketahanan

fisik/jasmani, stamina, ketampanan/kecantikan serta pengetahuan.

Sedang sumber eksternal dapat berupa harta kekayaan, prestise, mata

pencaharian sanak-saudara yang kaya, teman yang berpengaruh dan hak

jaminan.

46

Page 40: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

2) Sumber official/formal dan sumber non-official/non-formal

Sumber official dapat berupa tokoh-tokoh formal, organisasi-

organisasi yang secara formal mewakili mayarakat seperti guru, pekerja

sosial, badan konseling, dan badan-badan sosial pemberdayaan. Sedang

sumber non-offisial dapat berupa dukungan emosional maupun sosial

dari kerabat, teman serta tetangga. Sumber non-offisial tersebut

merupakan bagian dari sistem sumber pertolongan alamiah.

3) Sumber manusia dan non-manusia

Sumber manusia adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan

dan kekuatan untuk digali dan dimanfaatkan untuk membantu

memecahkan permasalahan klien. Sedang sumber non-manusia adalah

sumber-sumber material atau benda.

4) Sumber simbolik-partikularistik, kongkrit-universal dan pertukaran nilai

Sumber simbolik-partikularistik dapat berupa informasi dan status

sosial seseorang. Informasi dan status sosial seseorang di dalam

masyarakat mempunyai arti simbolik yang khusus dan dapat

dipergunakan sebagai sumber yang dapat digali dan dimanfaatkan.

Sumber kongkrit-universalistik dapat berupa pelayanan-pelayanan

maupun benda-benda kongkrit. Sedang sumber pertukaran nilai dapat

berupa kasih sayang maupun uang.

47

Page 41: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

Menurut Allen Pincus dan Anne Minahan (1973:4–9)

mengklasifikasikan sumber kesejahteraan sosial ke dalam beberapa jenis:

1. Sistem Sumber Informal (natural resource systems)

Sistem sumber informal atau alamiah dapat berupa keluarga,

teman, tetangga, maupun orang lain yang bersedia membanru.

Bantuan yang dapat diperoleh dari sumber alamiah adalah dukungan

emosional, kasih sayang, nasehat, informasi dan pelayanan-

pelayanan konkgkrit lainnya, seperti pinjam uang.

2. Sistem Sumber Formal (formals resource systems)

Sistem sumber formal adalah keanggotaannya di dalam suatu

organisasi atau asosiasi formal yang bertujuan untuk meningkatkan

minat anggota mereka. Sistem sumber tersebut juga dapat membantu

anggotanya untuk bernegosiasi dan memanfaatkan sistem sumber

kemasyarakatan atau societal.

3. Sistem Sumber Kemasyarakatan (societal resource system)

Sistem sumber kemasyarakatan dapat berupa rumah sakit,

badan-badan adopsi, program-program latihan kerja, pelayanan-

pelayanan sosial resmi. Orang didalam kehidupannya terkait dengan

sistem sumber kemasyarakatan, seperti sekolah, pusat-pusat

perawatan anak, penempatan-penempatan tenaga kerja, dan

program-program tenaga kerja. Orang juga terkait dengan badan-

badan pemerintah dan pelayanan-pelayanan umum lainnya, seperti

48

Page 42: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

perpustakaan umum, kepolisian, tempat-tempat rekreasi dan

pelayanan perumahan.

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) adalah semua hal

yang berharga yang dapat digunakan untuk menjaga, menciptakan,

mendukung atau memperkuat Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS). PSKS

dapat berasal atau bersifat manusiawi, sosial dan alam. Adapun jenis-

jenis PSKS antara lain:

1. Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM)

Warga masyarakat yang peduli dan komitmen kesejahteraan

sosial dan telah mengikuti program pendidikan dan latihan

kesejahteraan sosial atas`dasar kesadaran dan tanggung jawab

sosialnya secara sukarela melaksanakan usaha kesejahteraan sosial di

daerah atau wilayah sendiri. TKSM terdiri dari:

a. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

Warga masyarakat yang telah memperoleh atau mengikuti

bimbingan dan pelatihan di bidang kesejahteraan sosial atas

dasar kesadaran dan tanggung jawab sosialnya serta didorong

oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial

secara sukarela mengabdi dibidang kesejahteraan sosial yang

bertujuan meningkatkan kemampuan diri untuk menjadi sumber

daya manusia yang berkualitas.

49

Page 43: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

Kriteria :

1) Usia sekurangnya 18 tahun

2) Adanya minat untuk mengabdi dan bekerja di bidang

Kesejahteraan Sosial atas dasar sukarela, rasa terpanggil

dan kesadaran sosial

3) Telah mengikuti berbagai bimbingan dan pelatihan bidang

Kesejahteraan Sosial

4) Sebagai tokoh atau ditokohkan masyarakat

5) Pendidikan sekurang-kurangnya SLTP

b. Wanita Pemimpin Kesejahteraan Sosial (WPKS)

Wanita tokoh masyarakat yang mempunyai kemampuan

untuk memimpin dan melaksanakan kegiatan usaha

kesejahteraan sosial, selain itu telah mengikuti bimbingan dan

pelatihan di bidang kesejahteraan atas dasar kesadaran dan

tanggung jawab sosialnya yang secara sukarela melaksanakan

usaha kesejahteraan sosial di daerah atau wilayah sendiri.

2. Organisasi Sosial (Orsos)

Menurut Kepmensos No. 40/HUK/1980 yang dimaksud

dengan organisasi sosial (Orsos) adalah lembaga, yayasan atau

perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik berbadan

hukum, maupun tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai

sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan usaha

kesejahteraan sosial.

50

Page 44: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

Kriteria :

a. Mempunyai nama struktur dan alamat organisasi yang jelas.

b. Mempunyai pengurus dan program kerja.

c. Berbadan hukum atau tidak berbadan hukum.

d. Melaksanakan/mempunyai kegiatan dalam bidang Usaha

Kesejahteraan Sosial (UKS).

3. Karang Taruna (KT)

Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia, Karang

Taruna (KT) adalah organisasi sosial kepemudaan, wadah

pengembangan generasi muda, yang tumbuh atas dasar kesadaran

dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat

khususnya generasi muda di wilayah suatu daerah, kelurahan atau

komunitas sosial sederajat, yang bergerak di bidang kesejahteraan

sosial dan organisasi berdiri sendiri.

4. Dunia Usaha yang Melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial

Menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia, Dunia Usaha

yang Melakukan Usaha Kesejahteraan Sosial adalah organisasi

komersial seluruh lingkungan industri dan produksi barang atau jasa

termasuk BUMN dan BUMD serta atau wirausahawan beserta

jaringannya yang dapat melakukan tanggung jawab sosialnya. Dunia

usaha yang melakukan usaha kesejahteraan sosial lebih populer

dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR), dan biasa

dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, contohnya

51

Page 45: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

Pertamina, Unilever, Telkom, Bank Mandiri, Aqua, Djarum, dan lain

sebagainya. Namun untuk kapasitas di desa, yang biasa melakukan

UKS adalah dari jenis perusahaan kecil menengah seperti

perusahaan meubel kayu, perusahaan keripik, perusahaan genting,

dan lain sebagainya.

Ciri-cirinya adalah sebagai berikut : a)Perorangan atau

Keluarga b)Dikaderkan oleh masyarakat setempat c)Memiliki dana,

menghimpun dana, mencarikan dana untuk kepentingan kegiatan

usaha kesejahteraan sosial.

5. Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM)

Menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia, WKSBM

adalah sistem kerja sama anta keperangkatan kepelayanan sosial

diakar rumput yang terdiri atas usaha kelompok, lembaga maupun

jaringan pendukungnya. Wahana ini berupa jejaring kerja daripada

kelembagaan sosial komunitas lokal, baik yang tumbuh melalui

proses alamiah dan tradisional maupun lembaga yang sengaja

dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat pada tingkat lokal,

sehingga dapat menumbuhkembangkan sinergi lokal dalam

pelaksanaan tugas di bidang usaha kesejahteraan sosial.

WKSBM dibangun dalam upaya menggali, menghimpun,

mengembangkan dan mengarahkan sumberdaya yang ada terutama

di tingkat lokal untuk mencapai tujuan bersama dalam

mengembangkan masyarakat. Dengan demikian di dalam WKSBM

52

Page 46: Bab II Kajian Literatur Joe Sekigawa

terjadi sinergi sumber daya yang pada awalnya masih tersebar di

berbagai keperangkatan pelayanan masyarakat.

Terjadinya sumber daya yang dimiliki ditingkat lokal dan

sistem sumber akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk

membangun dirinya. Hal ini merupakan iklim yang kondusif bagi

terwujudnya pembangunan masyarakat yang dilandasi oleh

kepercayaan diri dan keswadayaan baik secara sosial, budaya,

ekonomi, maupun politik. Kondisi tersebut selanjutnya akan

mewujudkan tata kehidupan dan penghidupan yang diliputi oleh

ketahanan sosial masyarakat.

6. Keperintisan dan Kepahlawanan Perintis Kemerdekaan

Perintis kemerdekaan adalah mereka yang telah berjuang

mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang

kemerdekaan, diakui dan disyahkan sebagai perintis kemerdekaan.

Janda/duda perintis kemerdekaan adalah isteri/suami yang

ditinggal(meninggal dunia) oleh perintis kemerdekaan dan telah

disahkan sebagai janda, duda perintis kemerdekaan. Keluarga

pahlawan adalah suami/isteri (warakawuri) pahlawan, anak kandung,

anak angkat yang diangkat berdasarkan perundang-undangan yang

berlaku. Apabila pahlawan yang bersangkutan belum/tidak

berkeluarga maka yang menjadi keluarga adalah orang tuanya.

53