bab ii kajian teorirepository.upi.edu/35126/3/d_bk_1502982_chapter2.pdf · kajian teori menggunakan...

84
13 Dody Hartanto, 2019 MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu BAB II KAJIAN TEORI Bab ini memaparkan konsep dasar konseling kekuatan diri untuk mengembangkan harapan sukses akademik pada mahasiswa. Pembahasan meliputi konsep harapan dan konsep Strength Based Counseling. Paparan mengenai konsep harapan menggunakan perspektif teori dari CR Snyder sementara itu kajian mengenai konsep Konseling Kekuatan Diri (Strength Based Counseling) menggunakan teori yang dikembangkan oleh Elsie J Smith. Paparan kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait dengan kekuatan karakter pada diri individu (character strength). Urutan kajian pada bab II ini meliputi kajian mengenai sejarah dan definisi harapan, kajian filosofi dan urgensi, dinamika dan konsep asesmen harapan, konsep psikologis terkait harapan, dan pendekatan yang digunakan untuk pengembangan harapan. Pada bagian Konseling Kekuatan Diri (Strength Based Counseling) didahului dengan pembahasan mengenai strength (karakteristik, zona dan tahapan perkembangan) dan diakhiri dengan pembahasan mengenai pendekatan Konseling Kekuatan Diri. A. KAJIAN TEORI TENTANG HARAPAN 1. Kajian Sejarah dan Definisi Harapan Menurut Snyder (1994) ilustrasi pertama yang muncul terkait dengan harapan berasal dari Yunani yang dikenal dengan dongeng kotak Pandora. Cerita bermula pada saat Prometheus yang mencuri api dari dewa, hal ini menyebabkan kemarahan dari Zeus. Selanjutnya Zeus membalas dendam dengan mengirimkan gadis bernama Pandora ke bumi dengan membawa kotak yang telah diisi dengan wabah untuk memusnahkan manusia selamanya. Seperti yang diharapkan dalam rencana Zeus, Pandora tidak menaati aturan untuk tidak membuka kotak setelah tiba di bumi, pada akhirnya kekuatan jahat yang dimasukkan oleh Zeus keluar dari kotak untuk memangsa tubuh dan pikiran manusia.

Upload: others

Post on 24-Dec-2019

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

13 Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

BAB II

KAJIAN TEORI

Bab ini memaparkan konsep dasar konseling kekuatan diri untuk

mengembangkan harapan sukses akademik pada mahasiswa. Pembahasan

meliputi konsep harapan dan konsep Strength Based Counseling. Paparan

mengenai konsep harapan menggunakan perspektif teori dari CR Snyder

sementara itu kajian mengenai konsep Konseling Kekuatan Diri (Strength Based

Counseling) menggunakan teori yang dikembangkan oleh Elsie J Smith. Paparan

kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat

ini berkembang dan terkait dengan kekuatan karakter pada diri individu

(character strength). Urutan kajian pada bab II ini meliputi kajian mengenai

sejarah dan definisi harapan, kajian filosofi dan urgensi, dinamika dan konsep

asesmen harapan, konsep psikologis terkait harapan, dan pendekatan yang

digunakan untuk pengembangan harapan. Pada bagian Konseling Kekuatan Diri

(Strength Based Counseling) didahului dengan pembahasan mengenai strength

(karakteristik, zona dan tahapan perkembangan) dan diakhiri dengan pembahasan

mengenai pendekatan Konseling Kekuatan Diri.

A. KAJIAN TEORI TENTANG HARAPAN

1. Kajian Sejarah dan Definisi Harapan

Menurut Snyder (1994) ilustrasi pertama yang muncul terkait

dengan harapan berasal dari Yunani yang dikenal dengan dongeng kotak

Pandora. Cerita bermula pada saat Prometheus yang mencuri api dari

dewa, hal ini menyebabkan kemarahan dari Zeus. Selanjutnya Zeus

membalas dendam dengan mengirimkan gadis bernama Pandora ke bumi

dengan membawa kotak yang telah diisi dengan wabah untuk

memusnahkan manusia selamanya. Seperti yang diharapkan dalam

rencana Zeus, Pandora tidak menaati aturan untuk tidak membuka kotak

setelah tiba di bumi, pada akhirnya kekuatan jahat yang dimasukkan oleh

Zeus keluar dari kotak untuk memangsa tubuh dan pikiran manusia.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

14

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Namun, menyadari hal tersebut Pandora kemudian bergegas untuk

menutup kotak, dan satu-satunya kekuatan yang tersisa dari Pandora

itulah yang kemudian dikenal dengan harapan. Kisah tersebut pada

akhirnya menjadi gambaran dari perdebatan filosofis dan ilmiah

mengenai konsep harapan.

Dalam perspektif Islam harapan dikenal dengan rooja’. Secara

bahasa rooja’ dimaknai sebagai harapan/ cita-cita yang dimiliki oleh

seorang makhluk, sedangkan menurut istilah dimaknai sebagai

bergantungnya hati dalam meraih sesuatu pada masa yang akan datang.

Kata rooja’ tidak akan mencapai tingkatan tertinggi apabila tidak disertai

dengan amalan atau tindakan serta perbuatan yang baik secara nilai,

terpuji dan dapat memberikan kebaikan bagi lingkungannya (Al

Utsaimin; Muhammad bin Salih, 2002).

Konsep rooja’ diketahui berbeda dengan tamanny (berangan-

angan), bahwa berangan-angan lebih condong pada sesuatu yang

dominan disertai dengan kemalasan, individu yang dengan tamanny tidak

pernah bersungguh-sungguh dan berusaha. Sedangkan rooja’ (harapan)

secara konsep akan diikuti dengan usaha dan berserah diri pada Allah.

Munculnya harapan pada diri individu dapat disertai dengan khouf yang

bermakna rasa takut. Khouf artinya perasaan takut yang muncul terhadap

sesuatu, peristiwa, keadaan atau pribadi yang mencelakakan, berbahaya

atau mengganggu. Konsep rooja` senantiasa disandingkan dengan khouf,

karena dengan rasa takut akan membantu individu untuk tidak keluar dari

jalan menuju pencapaian yang ditetapkan, dan rasa harap akan menjadi

pemacu dalam pencapaiannya. Manusia yang kurang atau tidak memiliki

harapan dapat dinyatakan sebagai individu yang disbelief atau lemah

iman. Untuk dapat mencapai berbagai harapan yang dimiliki maka harus

disertai dengan tindakan dan doa. Karena individu yang memiliki

keinginan kuat akan senantiasa memohon kepada Tuhan adalah ciri orang

yang memiliki harapan yang tinggi.

Terdapat silang pendapat dari para ulama mengenai kedudukan

dari keduanya, apakah harus mendahulukan rooja’ atau khouf.

Page 3: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

15

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Setidaknya terdapat tiga pendapat utama yang banyak diikuti yaitu;

pertama harapan dan rasa takut harus seimbang, kedua harapan yang

harus lebih dominan dan ketiga rasa takut merupakan hal yang harus

lebih ditonjolkan. Berdasarkan pada pendapat dan telaah yang dilakukan,

maka dapat dipahami bahwa rooja’ dan khouf merupakan hal yang dapat

dipertukarkan dan digunakan sesuai dengan keadaan, kondisi dan tujuan

dari setiap individu (Al Utsaimin; Muhammad bin Salih, 2002).

Harapan sebagai konsep dalam psikologi telah mulai dikenal dan

dikembangkan pada tahun 1950. Rangkaian pengembangan konsep

harapan menurut C.R Synder dan Shane J Lopez (2002) diawali oleh para

psikolog dan psikiater diantaranya: Schachtel pada tahun 1959, lalu

dilanjutkan oleh, Schachtel dan Menninger tahun 1959; Mowrer, 1960,

Cantril pada tahun 1964, Farber pada tahun 1968, Melges & Bowlby,

Stotland pada tahun 1969, kemudian oleh Frank tahun 1975 serta Frankl

pada tahun 1992. Seluruh tokoh tersebut pada awal pengembangan

konsep setuju pada premis bahwa harapan didasarkan pada positive

expectations for goal attainmen (ekspektasi positif bagi pencapaian

tujuan).

Pada pertengahan 1970-an perkembangan konsep harapan

dipengaruhi oleh berbagai macam penelitian psikologis yang berkaitan

dengan dengan stres, coping, dan penyakit. Penelitian mulai

menunjukkan bahwa pikiran dan perasaan negatif yang terkait dengan

kesehatan yang buruk, coping, dan pemulihan kesehatan. Menurut

Snyder (2000) mencatat bahwa tahun 1970an dan 1980an menjadi

periode yang paling maju dalam pengembangan konsep harapan karena

diteliti oleh berbagai disiplin ilmu (keperawatan untuk psikologi).

Berikut ini disajikan berbagai definisi menganai harapan yang ditinjau

dari berbagai perspektif untuk mendapatkan pemahaman yang

komprehensif. Definisi yang dipaparkan akan disusun berdasarkan tahun

dimana definsi tersusun. Menurut Mowrer (dalam Lopez & Snyder,

2004) memberikan konsep harapan sebagai sesuatu yang lebih

didasarkan pada sudut pandang perilaku, dimana harapan merupakan

Page 4: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

16

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

bagian dari domain afektif dan bentuk lain dari reinforcement. Hal ini

didasarkan pada percobaan yang dilakukan terhadap hewan. Melalui

paradigma stimulus dan respon harapan dikaitkan dengan prinsip

kenikmatan/ kepuasan.

Erikson (Lopez & Snyder, 2004) mendefinisikan harapan sebagai

“the enduring belief in the attainability of fervent wishes, in spite of the

dark urges and rages which mark the beginning of existence”. Hal

tersebut dapat dimaknai bahwa harapan adalah pikiran atau kepercayaan

yang menopang individu menuju tujuan yang dicapai. Erikson

meletakkan definisi harapan pada konteks perkembangan, dimana

harapan sudah muncul sejak lahir. Erikson juga memamaparkan bahwa

konflik internal pada individu dimungkinkan terjadi karena ada harapan.

Sementara itu, Stotland (dalam Lopez & Snyder, 2003, hlm. 00)

membuat konsep harapan sebagai “an expectation greater than zero of

achieving a goal”. Konsep tersebut dapat dimaknai sebagai ekspektasi

terhadap sesuatu yang besar untuk mencapai kerhasilan atas suatu tujuan.

Berbeda dengan pandangan di atas, Gottschalk (dalam Lopez &

Snyder, 2004) melihat harapan sebagai ekspektasi positif, secara lengkap

didefinisikan sebagai jumlah dari rasa optimisme untuk mencapai suatu

hasil dan biasanya akan dapat terjadi. Lebih lanjut Gottschalk

menambahkan bahwa harapan adalah fenomena kosmis dan peristiwa

imajiner dan mengarah pada peristiwa spiritual. Harapan juga menjadi

cara bagi indvidu untuk dapat keluar dari belenggu masalah psikologis

yang dialami.

Breznitz (dalam Lopez dan Snyder, 2004) memiliki pandangan

bahwa harapan lebih condong pada domain kognitif. Harapan

berhubungan dengan pemikiran sekilas atau pernyatan yang merupakan

deskripsi kognitif. Harapan dapat memiliki pengaruh pada individu

apabila dimunculkan dari kekuatan dan ketekunan yang cukup untuk

menginduksi tanggapan fisiologis. Dalam hal ini, pikiran sesaat yang

muncul dalam pernyataan yang dapat menenangkan diri sendiri seperti

kata “Aku akan baik-baik saja”, merupakan jenis respon awal dari

Page 5: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

17

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

munculnya harapan pada seorang individu. Harapan dan berharap

menurut Breznitz dapat dibedakan, bahwa berharap merupakan proses

aktif yang harus disertai dengan pengalaman nyata, dan hal tersebut

menjadi esensi dari harapan.

Menurut pandangan ahli lain, Staats (dalam Lopez dan Snyder,

2004) harapan didefinsikan sebagai interaksi antara keinginan dan

ekspektasi. Staats mendefinisikan harapan dalam sudut pandang afektif

sejajar dengan aspek kognitif sehingga dia menyebut harapan sebagai the

affective cognition (Staats & Stassen, 1985). Pada sisi afektif Staats

mendefinisikan harapan sebagai perbedaan antara keinginan yang positif

dan keinginan yang negatif. Sementara pada aspek kognitif harapan

sebagai komunikasi antara keinginan dan hasrat.

Menurut Averill dkk (dalam Lopez dan Snyder, 2004) Harapan

didefinisikan sebagai domain emosi yang diatur atau diarahkan oleh

kognisi. Melalui definisi yang dibuat oleh para peneliti yang melihat

harapan sebagai sesuatu yang tepat ketika tujuan merupakan sesuatu yang

layak untuk dicapai, dapat dikontrol, serta dilihat sebagai hal penting

bagi individu dan dapat diterima oleh tingkatan sosial dan moral.

Harapan menurut Averil hanya dapat dipahami pada konteks sosial dan

budaya. Pendapat lain yang lebih diikuti dan menjadi rujukan adalah

“...hope is defined as goal-directed thinking in which people perceive that

they can produce routes to desired goals (pathways thinking) and the

requisite motivation to use those routes (agency thinking)” (Snyder,

Irving, & Anderson, 1991).

Berdasarkan berbagai pendapat dan ahli mengenai konsep

harapan maka peneliti lebih condong mengikuti pendapat dari CR

Snyder. Menurut Snyder (2000) harapan adalah pernyataan motivasional

yang didapatkan dari hasil keinginan untuk sukses yang meliputi dua hal,

yaitu: (1) agency (energi untuk mencapai tujuan) dan (2) pathways

(rencana untuk mencapai tujuan). Definisi dan kajian yang digagas oleh

Snyder ini dikenal sebagai model kognitif-motivasional. Teori ini

diketahui telah digunakan selama lebih dari dua dekade. Penggunaan

Page 6: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

18

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

teori dari Snyder telah menyebar tidak hanya di Eropa dan Amerika

namun di belahan dunia lain seperti Asia dan Australia. Teori ini

dianggap yang lebih komprehensif apabila dibandingkan dengan berbagai

teori lain terdahulu. Pengembangan teori ini juga lebih mampu

mengungkap berbagai aspek lebih mampu mengungkap berbagai aspek

rasional untuk dikembangkan karena condong pada domain kognitif,

sehingga pengembangan yang dilakukan dapat lebih terukur dan

terstruktur pada diri individu.

2. Kajian Filosofi dan Urgensi Harapan

Kajian filosofi mengenai harapan telah dulu muncul dan

didiskusikan oleh para filusuf. Harapan menjadi salah satu yang dikaji

dalam filsafat kuno diantaranya oleh filosof ternama Aristoteles (Curtis,

1993) yang menyatakan bahwa “Hope is a waking dream” (harapan

adalah mimpi yang terbangun. Pada era filsafat modern minimal terdapat

tiga filusuf yang secara khusus membahas mengenai harapan, yaitu:

Immanuel Kant, Ernst Bloch, and Gabriel Marcel. Mereka merupakan

tiga tokoh yang telah memaparkan diskusi yang substansial tentang

harapan. Harapan dalam konsep dan paparan ketiga tokoh tersebut turut

dikaitkan dengan agama, dan ketidakpercayaan atau kepercayaan pada

Tuhan. Pada perkembangan era filsafat, lebih banyak ditemukan pokok

pikiran dan ide dari Bloch dan Kant, sehingga kedua tokoh tersebut yang

menjadi rujukan dalam melakukan kajian filosofis dan urgensi harapan.

Harapan menurut Kant (Peters, 1993) sesungguhnya memiliki

perspektif teori yang sangat individualistik, tetapi melalui kajian dan

telaah filsafat sejarah yang dilakukan Kant mengembangkan analog

sosial untuk teori harapan. Harapan menurut Kant lebih berorientasi pada

umat manusia dan bukan individu sebagai subjek. Kant memaparkan

mengenai sifat dasar dari harapan pada manusia. Harapan dasar manusia

menurut Kant adalah memperoleh kepuasan atas hasrat yang dimiliki.

Setiap manusia adalah makluk yang mencari kenikmatan secara rasional

dan moral. Sebagai makhluk yang mencari kenikmatan, individu akan

mengupayakan yang bersifat kekal dan penuh dengan hasrat akan

Page 7: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

19

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

kepuasan. Teori dari Kant secara khusus ditandai dengan interpretasi

yang holistik pada diri individu. Menurut Kant manusia adalah makhluk

yang sedang menjadi rasional. Rasionalitas yang dimaksud adalah

kapasitas untuk mengadopsi dan mengejar tujuan sendiri, untuk

mengetahui hukum moral, dan bertindak sesuai dengan dan karena

tatanan moral dan hukum yang ada. Harapan mengarahkan individu

dalam mencapai hasrat untuk memperoleh kepuasan yang utuh.

Menurut Kant (dalam Peters, 1993, hlm.142) tidak terdapat

persyaratan dalam hasrat untuk memperoleh kepuasan, karena hal

tersebut terjadi secara alami. Namun secara praktik terdapat prasyarat

pada ekpektasi dari kebahagiaan, yaitu kebaikan (virtue). Hal tersebut

kemudian menjadi dasar dari pemikiran dari Kant bahwa persyaratan

dimilikinya harapan adalah kebaikan (virtue). Individu yang memiliki

kebaikan dalam dirinya akan memiliki harapan yang memadai, sebaiknya

individu yang tidak memiliki kebaikan maka dapat dipastikan kurang

atau bahkan tidak memiliki harapan sama sekali. Melalui paparan

tersebut dapat diketahui bahwa terdapat keterkaitan yang kuat antara

hope dan virtue pada setiap individu. Pemahaman ini yang kemudian

banyak dikembangkan dalam berbagai literature terkait dengan harapan

dan kebaikan dalam bidang psikologi dan pendidikan. Individu yang

memiliki harapan pada tahapan lanjut akan memiliki kebaikan untuk diri

dan lingkungan.

Konten dari harapan menurut Kant (dalam Peters, 1993, hlm.

144) terkait dengan ide pokok yang dikenal dengan summum bonum

(kebaikan tertinggi). Secara alami harapan pada manusia diarahkan pada

kebahagiaan dan kepuasan akan hasrat yang dimiliki. Pemikiran

mengenai harapan dan kebaikan tertinggi dalam kehidupan ini sangat erat

terkait dengan konsep Tuhan. Pemikiran tentang summum bonum dari

Kant juga terkait dengan ide tentang dunia moral, dimana semua hal akan

dapat dicapai melalui kebaikan. Harapan sebagai analogi sosial menurut

Kant akan berkembang dan menjadikan manusa hidup dalam damai dan

harmoni.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

20

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Harapan menjadi tujuan yang penting dalam kehidupan menurut

Kant. Harapan dapat menunjukkan arah dalam bertindak dan dalam

menjalani kehidupan. Harapan selanjutnya menjadi dorongan yang kuat

dalam berbuat kebaikan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Kant (dalam Peters,

1996, hlm. 147) bahwa harapan akan membantu individu dalam

melanjutkan perjuangan kehidupan dan kebaikan meskipun ditemui

berbagai macam rintangan dan kegagalan. Selain itu, harapan membantu

menjaga kekuatan moral dan mendorong manusia dalam menghadapi

kesengsaraan yang dihadapi.

Pembahasan lain yang muncul dalam kajian filosofis dari Kant

terkait harapan adalah mengenai identifikasi atau ciri dari indivdu yang

memiliki harapan. Individu sebagai makhluk yang mencari kepuasan dan

sekaligus rasional/ moral being merupakan salah satu identifikasi dari

manusia memiliki harapan. Individu senantiasa memiliki hasrat untuk

mendapatkan kepuasan, dan kemudian akan menentukan bagaimana cara

untuk mendapatkan atau melakukan hal tersebut.

Tokoh lain yang menulis dan memaparkan konsep harapan dalam

perspektif filosofis adalah Ernest Bloch. Bloch merupakan seorang

filosof yang terlahir di Jerman dan kemudian mengembangkan berbagai

macam kajian dan tulisan filsafat. Tulisan mengenai harapan telah mulai

dikembangkan pada tahun 1923 dan kemudian mulai dipublikasikan pada

1930. Tulisan tersebut kemudian semakin menguat dan dikenal pasca

Bloch berpindah ke Amerika pada tahun 1950. Pada tahun tersebut Bloch

terpaksa harus pindah ke Amerika pasca kekuasaan NAZI. Pemikiran

dari Bloch dipengaruhi oleh para filosof dari Jerman pada saat itu.

Menurut Bloch (1996, hlm. 7) harapan berkorelasi positif dan

menjadi faktor yang determinan dari eksistensi manusia sebagai individu,

tidak karena terjadi dalam sejarah ilmu pengetahuan, baik sebagai entitas

psikologis atau sebagai kosmis dari semua ketidakmungkinan, namun

harapan condong pada kemungkinan-kemungkinan yang baru.

Ekspektasi, harapan dan perhatian terhadap kemungkinan yang belum

terjadi, bukan hanya menjadi dasar dari kesadaran manusia namun

Page 9: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

21

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

merupakan penentu dasar dari realitas obyek secara menyeluruh. Tanpa

harapan tidak akan ilmu pengetahun baru yang akan didapatkan seorang

individu. Harapan merupakan bagian dari emosi yang positif dan

membantu manusia dan harapan sebagai salah satu emosi yang paling

tepat atas setiap suasana hati, karena tidak berubah-ubah, tetapi sangat

khas. Pada diri individu harapan sering dan akan muncul bersamaan

dengan kecemasan.

Telaah terhadap sejumlah literatur mengidentifikasi dua puluh

enam teori tentang harapan dan lima puluh empat definisi (Lopez dkk.,

2018). Memaknai hubungan antara harapan dengan pendidikan cukup

mudah untuk dilakukan, namun untuk melihat karakteristik harapan

dalam konteks yang dinamis merupakan hal yang sulit dilakukan.

Kesulitan tersebut terlihat ketika diajukan pertanyaan sederhana tentang

apakah harapan?

Is it an emotion (Lazarus, 1999), a cognitive process

(Waterworth, 2004), an existential stance (Crapanzano, 2003), a

state of being (Fromm, 1968), a disposition (Day, 1969), an

attitude (Dauenhauer, 2005), a state of mind (Pettit, 2004), an

emotion which resembles a state of mind (Bar-Tal, 2001), an

instinct (Mandel, 2002), an impulse (Ricoeur, 1970), an intuition

(Polkinghorne, 2002), a sociohormone (Tiger, 1979) or a

subliminal ‘sense’ (Taussig, 2002)? Is it a biologically-based

reaction shaped by natural selection (Maier and Watkins 2000)

or a socially constructed pattern of behaviour (Averill et al.

1990).

Harapan merupakan sebuah proses antropologis yang terjadi

sedemikian rupa sehingga manusia tidak mampu tidak berharap

(Schumacher, 2003, hlm. 147) atau seseorang telah belajar pola fikir

dimana terdapat manusia yang sanggup tidak berharap karena mereka

tidak diajarkan untuk berpikir cara ini (Snyder, 2000). Harapan dapat

dipahami sebagai mediasi sosial dalam kapasitas sebagai manusia dengan

berbagai dimensi afektif, kognitif dan perilaku. Harapan dapat dipahami

disisi lain sebagai sesuatu yang sulit, nilai-nilai yang tidak dapat diubah

dan kekhususan antropologis (Mandel, 2002, hlm. 247), tetapi mode

dimana harapan yang dialami pada waktu, budaya dan kelompok tertentu,

Page 10: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

22

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

adalah hasil dari proses yang kompleks dari mediasi sosial. Hal ini berarti

bahwa individu yang berbeda dari kelas sosial, sejarah, menyebabkan

terjadinya hubungan sosial yang berbeda, kesempatan yang berbeda dan

berbagai kendala, serta akan menjadikan harapan dalam bentuk yang

berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Harapan menurut Petit (dalam Webb, 2013) adalah bagian positif

dari mental regulasi diri, sebuah proses dimana kita secara aktif

mengadopsi sikap dan mengkonstruk gambaran yang seimbang dan

supportif dalam mengorganisasi perasaan atau tindakan. Harapan adalah

keinginan dan tekad kognitif yang memungkinkan orang untuk memiliki

keyakinan dalam mencapai dan mengatur perasaan serta bertindak sesuai

dengan asumsi yang ingin dicapai. Mode harapan ini disebut dengan

‘resolute hope’. Henry Giroux (2002) yang memberikan definisi harapan

sebagai “a belief that different futures are possible” (kepercayaan bahwa

masa depan sangat mungkin berubah dan berbeda).

Paparan secara filosofis menunjukkan bahwa harapan merupakan

aspek yang penting dalam kehidupan. Harapan pada dasarnya menjadi

inti untuk menjadikan manusa hidup dalam damai dan harmoni. Arti

penting harapan tidak hanya terbatas pada saat ini dan diri sendiri, namun

memiliki dimensi yang terarah pada masa depan dan pada orang di

sekitar diri individu (masyarakat). Harapan sebagai faktor determinan

dan berkorelasi dengan keadaan berbagai variabel lain dalam kehidupan

individu. Tanpa harapan niscaya seorang individu dapat menghadapi

berbagai tangan dan keadaan di masa yang akan datang. Harapan sebagai

penentu dasar dari realitas obyek secara menyeluruh akan terus

mendorong kesadaran dan keseimbangan hidup manusia. Individu yang

terus menerus diliputi ketakutan namun tidak memiliki harapan dapat

terjebak pada berbagai masalah yang mendorong pada kehancuran

ketidakbermaknaan.

Harapan tidak hanya dibutuhkan oleh individu pada masa kanak-

kanak, harapan dibutuhkan oleh setiap individu sepanjang hayat. Harapan

yang berkembang sejak masa bayi menjadi semakin dibutuhkan pada saat

Page 11: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

23

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

individu dituntut peran yang lebih tinggi dan kompleks. Harapan akan

membantu individu dalam kesuksesan karir dan pencapaian berbagai

tugas perkembangan yang dituntut oleh masyarakat. Perkembangan

individu pada tahap perkembangan remaja dan dewasa lebih menuntut

peran dan kontribusi harapan dalam pencapaian berbagai tujuan hidup.

Oleh karena itu, penekanan dan perhatian perlu lebih diberikan pada

tahap perkembangan remaja dan dewasa untuk mengembangkan

harapan.

3. Dinamika Perkembangan Dan Konsep Asesmen Harapan

a. Dinamika Perkembangan Harapan

Banyak ahli telah melakukan penelitian pada perkembangan

harapan sebagai sarana untuk mendapatkan pengetahuan lebih luas

tentang mekanisme dan dampak yang terjadi secara lebih mendalam.

Para peneliti setuju bahwa perkembangan harapan terjadi lebih awal

(Averill dkk., 1990; Erikson, 1964; Snyder, 1994, 2000, 2002; Shorey

dkk., 2003). Beberapa penulis berpendapat bahwa perkembangan

kognitif bayi sangat mempengaruhi perkembangan harapan sementara

yang lain menambahkan bahwa hubungan interpersonal, penggunaan

bahasa, pengalaman dalam pencarian tujuan, dan lingkungan akademis

memiliki dampak yang mendalam (Averill et al., 1990; Erikson, 1964;

Snyder, 1994, 2000).

Snyder (1994, 2000) mengemukakan bahwa "eksplorasi

lingkungan pada bayi saat lahir memungkinkan pemrosesan dan

pengkodean informasi sensorik baru. Sensasi dan makna baru yang

diberikan kepada mereka, dapat memunculkan persepsi serta pada

akhirnya memberi bayi skema awal tentang dunia di sekitar mereka.

Dengan memperhatikan hubungan skematis antara tujuan dan perilaku,

bayi dan balita mulai memahami kronologi kejadian (Snyder, 1994,

2000). Pada saat bayi berusia 3 bulan, dan 12 bulan, pikiran dan

keterkaitan antisipatif berkembang menjadi penunjuk, serta ungkapan

awal dalam mengidentifikasi tujuan (Snyder, 2000). Dengan

Page 12: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

24

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

perkembangan korteks prefrontal yang berlanjut, balita menjadi lebih

mahir dalam mempertahankan perhatian, yang mempertahankan

representasi tujuan meskipun ada gangguan, dan perencanaan, yang

memfasilitasi imajinasi berbagai jalur pencarian tujuan (Snyder, 2000).

Dengan demikian, pemikiran berkembang saat bayi membentuk skema

dan persepsi tentang lingkungan sekitar mereka. Bayi mendapatkan

pemahaman kronologis tentang kejadian, mempelajari asosiasi

berikutnya antara kejadian dan sasaran, dan mengalami kemajuan

kognitif dalam perhatian dan perencanaan (Snyder, 1994, 2000).

Dimensi agency berkembang setelah patways karena

mengharuskan bayi untuk memiliki pengetahuan tentang kedirian dan

wawasan tentang diri sebagai instigator (Snyder, 2000). Namun, Kaplan

(1978) menunjukkan bahwa balita mengenali diri mereka di cermin

sekitar 12-21 bulan dan menggunakan kata ganti "saya" pada usia 18-21

bulan. Dalam 2 tahun pertama, pengembangan kedirian (ke-AKU-an)

menyebabkan pengakuan bahwa seseorang bergerak menuju tujuan yang

diinginkan yang membentuk dasar pemikiran agensi (Snyder, 2000).

Model pengembangan epigenetik Erikson (1964; Snyder, 2000)

menawarkan penjelasan tambahan tentang pengembangan harapan.

Menurut Erikson, pertanyaan yang menjadi perhatian utama anak pada

usia pasca kelahiran sampai usia 2 tahun, adalah apakah dia

mempercayai dunia atau tidak. Harapan akan menghasilkan rasa percaya

dan bukan ketidakpercayaan selama tahap kritis ini. Akibatnya, harapan

bergantung pada perasaan seseorang terhubung dengan alam semesta.

Sementara itu, teori pembelajaran sosial Bandura (1977) menunjukkan

bahwa individu belajar melalui pengamatan terhadap individu lain

"perilaku, sikap, dan hasil dari perilaku tersebut; dengan demikian,

hubungan interpersonal yang memodelkan agency dan pathways, serta

perilaku berikutnya, pada akhirnya akan mengembangkan harapan

kepada anak (Snyder, 1994). Meskipun sebagian besar penelitian di

bidang ini bersifat teoritis, Shorey dkk.,. (2003) memberikan dukungan

empiris pada sebuah model di mana pengasuhan anak berkontribusi pada

Page 13: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

25

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

pembentukan gaya keterikatan, sehingga memudahkan pengembangan

harapan. Keterikatan yang aman dapat memunculkan tingkat pemikiran

agency dan pathways, sementara keterikatan yang disertai dengan

kecemasan dan penghindaran menyebabkan tingkat harapan yang lebih

rendah (Shorey dkk., 2003). Selain itu, keterikatan pada pengasuh dengan

tingkat harapan tinggi meningkatkan kemungkinan anak tersebut akan

membentuk keterikatan yang kuat dengan orang lain, dan pencapaian

tujuan yang melibatkan orang lain (Snyder, Cheavens & Sympson, 1997;

Snyder, 2000).

Hubungan interpersonal sangat penting untuk mengembangkan

harapan saat berhadapan dengan hambatan (Shorey dkk., 2003; Snyder,

1994). Impedimen pada tujuan pencarian menghasilkan emosi negatif,

terutama jika hambatan yang ditemui cukup besar (Snyder, 1993, 1994).

Hubungan sosial dengan pengasuh memberikan sumber daya bagi anak-

anak dalam situasi ini untuk belajar toleransi dalal situasi frustrasi dan

membantu menemukan rute alternatif untuk menghindari hambatan dan

mencapai tujuan (Shorey dkk., 2003; Snyder, 2000). Sebaliknya,

keberhasilan mengejar tujuan menghasilkan emosi positif, terutama jika

hambatan telah dapat diatasi (Snyder, 1993, 1994). Emosi positif ini

meningkatkan dimensi agensi, terutama bila diperkuat oleh hubungan

interpersonal (Snyder, 2000).

Bahasa memainkan peran penting dalam pengembangan agency

dan pathways, seperti interaksi interpersonal. Bahasa memberi anak-anak

kesempatan untuk meningkatkan referensi kapasitansi dan kehendak

mereka; Pada gilirannya, rumusan anak-anak tentang penyelesaian tujuan

yang berhasil membangun pemikiran agensi (Snyder, 2000c).

Selanjutnya, bahasa menyediakan sistem simbol untuk membangun peta

mental dunia, yang meningkatkan pathways. Semakin banyak

pemahaman yang dimiliki anak untuk berbagai situasi, semakin siap

mereka mencapai tujuan mereka dalam beragam situasi (Snyder, 1994).

Pelajaran di sekolah, terutama di Sekolah Dasar dan Menengah,

memberikan mekanisme untuk memajukan perkembangan harapan

Page 14: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

26

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

(Snyder, 1994). Membaca memperluas informasi faktual seseorang,

memberikan landasan untuk harapan dan tujuan harapan (Snyder, 1994,

2000c). Kedua, kegiatan pencarian tujuan yang menghasilkan fakta-fakta

mendorong pada munculnya pathways (Snyder, 2000a). Matematika

memfasilitasi pengembangan harapan karena terminologi matematika

mirip dengan terminologi harapan (Snyder, 1994). Berikut disajikan

gambar tentang perkembangan harapan dari individu.

Gambar 2.1 Model Tahap Perkembangan Harapan Snyder (2000)

Seiring waktu yang terus berjalan, pemikiran anak-anak tentang

diri mereka dan tujuan pencarian mereka menjadi lebih halus dan

kompleks (Snyder, 2000). Teori harapan menegaskan bahwa pada akhir

masa remaja, rasa identitas pribadi yang lebih koheren menawarkan

sebuah model pemikiran yang terarah dan harapan harapan yang stabil

(Snyder 1994, 2000). Awal pengembangan dan stabilisasi harapan pada

akhir masa remaja memungkinkan individu memperoleh manfaat dari

efek positif harapan. Kenyataannya, dampak positif dari harapan yang

berkembang sepenuhnya ditunjukkan pada pencapaian prestasi akademik,

kasus putus sekolah (drop out), kesehatan mental, dan kesehatan fisik.

Model perkembangan harapan dalam teori Snyder lebih dominan

menggunakan teori dari Erikson (1964). Pasca usia 18 tahun

perkembangan harapan individu lebih banyak dipengaruhi oleh

pengalaman hidup. Keberhasilan awal dan berkelanjutan dalam mencapai

tujuan atau memecahkan masalah sulit merupakan dasar rasa percaya diri

Page 15: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

27

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

dan kemampuan untuk mengatasi kesulitan masa depan dapat mendorong

perkembangan harapan individu. Hal yang sebaliknya akan terjadi

apabila individu mengalami kegagalan dan kesulitan dalam mengatasi

hambatan atau permasalahan hidup. Regulasi diri serta pengalaman

spiritual dapat mempengaruhi kekuatan harapan pada diri individu.

Hubungan dengan individu lain, keluarga, pekerjaan dan kesehatan lebih

mempengaruhi perkembangan harapan pada usia dewasa (Snyder, 1994).

Pada model tahapan harapan Snyder semakin menekankan arti penting

harapan dan tidak menutup kemungkinan harapan pada diri individu

tidak lagi berkembang atau mati. Perkembangan harapan pada remaja

akhir akan memberikan dampak yang positif dan pada akhirnya mampu

membantu individu dalam meraih prestasi akademik, mencegah droup

out dari sekolah, menciptakan mental yang sehat serta kesehatan fisik

yang baik.

b. Asesmen/ Pengukuran Harapan

Harapan telah didefinisikan dengan sangat beragam dan dilakukan

oleh banyak ahli. Definisi yang beragam dari banyak peneliti dan

ilmuwan menghasilkan gambaran yang beragam tentang konstruksi teori

pada saat ini. Pada saat bersamaan, hal itu menyebabkan kebingungan

dan ambiguitas. Meskipun beberapa pencetus teori berhati-hati dalam

memberikan definisi yang operasional pada harapan, yang lain justru

memunculkan teori yang terkesan samar, semakin mengacaukan

pemahaman tentang konsep harapan.

Harapan sebagai konstruksi universal telah dikenal orang

sepanjang masa dan memainkan peran penting dalam kehidupan

manusia. Definisi harapan, bervariasi pada setiap budaya, dan asumsi

bahwa harapan merupakan hal yang sama di semua kelompok dapat

menimbulkan permasalahan. Sehingga perbedaan budaya perlu

dipertimbangkan dalam pengukuran konsep harapan.

Pada saat ini konsep asesmen harapan telah bergerak menuju

model baru yang menawarkan kombinasi atau penggabungan komponen

kognitif dan afektif. Salah satu model yang kemudian berkembang dalam

Page 16: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

28

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

melakukan asesmen harapan adalah hasil pengembangan dari Snyder

(2000) yang melihat kompleksitas konsep dasar harapan. Stotland (1969;

Snyder, 2004) mengemukakan bahwa memberikan pertanyaan secara

langsung (wawancara) tidak akan memunculkan jawaban dari individu

pada jawaban yang diinginkan, sedangkan teori dari Gottschalk (1974;

Snyder, 2004) cenderung mengukur harapan melalui observasi. Peneliti

lain (Staats, 1989; Snyder, 2004) menggunakan lebih dari satu

pengukuran untuk mengetahui harapan. Staats mencoba untuk melihat

dalam perpektif afektif dan kognitif dari harapan pada saat pengukuran.

Selain itu, diskresi beberapa teori yang hanya mengakui teori tunggal,

berupa model kognitif atau afektif murni dapat membatasi kemajuan

dalam pengukuran.

Pengembangan instrument untuk melakukan penelitian harapan

terus berkembang dan mengarah pada pengembangan instrument yang

bersifat skala pelaporan diri (self report scale). Pengukuran yang bersifat

self report ini yang digunakan oleh banyak peneliti dalam

mengembangkan harapan. Berbagai laporan dan kajian mengenai

instrument yang digunakan dalam pengukuran harapan didapatkan pada

Positive Psychological Assessment: A Handbook Of Models And

Measures (Snyder & Lopez, 2007). Model dan asesmen yang telah

dikembangkan khusus bagi anak-anak, remaja dan bagi dewasa.

Beberapa skala tersebut adalah Snyder’s Hope Scales, The Children’s

Hope Scale, dan terdapat Adult State Hope Scale. Berikut ini disajikan

tabel berbagai instrumen yang digunakan dalam pengukuran harapan.

Tabel 2.1

Instrumen Pengukuran Harapan N

o

Nama indeks/

instrumen

harapan

Target

usia

Jumlah

item

Waktu

pengisian

(menit)

Reliabilitas

internal

Validitas

konstruk

1 Hope Scale 15-100 12a 2-5 .70-.80 Excellent

2 Domain Specific

Hope Scale

15-100 48 7-15 .93 Strong

3 Children's Hope Scale

7-16 6 2-5 .72-.86 Excellent

4 Young Children's

Hope Scale

5-7 6 2-5 .88 Some support

5 State Hope Scale 15-100 6 2-5 .90s Strong

6 Hope Scale- 15-100 8 2-5 ______ ______

Page 17: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

29

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Observer

7 CHS-Observer 7-16 6 2-5 ______

Some support

8 YCHS-Observer 5-7 6 2-5 ______

Some support

Berdasarkan hasil riset tentang validasai dan penggunaan

Instrumen untuk mengukur harapan maka dalam penelitian ini digunakan

Hope Scale yang dikembangkan oleh CR. Snyder (1991). Penggunaan

Hope Scale (Skala Harapan) terbukti telah digunakan pada subyek

mahasiswa di Perguruan Tinggi (rentang usia 15 -100 tahun) dan

memiliki tingkat reliabilitas yang sangat memadai dan validitas yang baik

sekali. Penggunaan Hope Scale telah diujicobakan di negara-negara Barat

(Eropa dan Amerika) dan Negara-negara di kawasan Asia. Hal ini

semakin menunjukkan Skala Harapan sebagai instrumen yang dapat

digunakan pada berbagai negara di Asia, Australia dan New Zealand.

Penggunaan waktu dalam pengisian yang singkat, jumlah item yang

sedikit menjadikan skala harapan sebagai instrumen yang dapat

digunakan dalam asesmen harapan pada individu.

4. Harapan dan Konsep-Konsep Psikologis Terkait

Harapan menjadi salah satu konsep psikologis yang sering

dianggap rancu dan dipertukarkan dengan konsep lain. Harapan

merupakan salah satu konsep psikologi yang dianggap masuk dalam

temuan baru Psikologi Positif dan disebut sebagai anggota psikologi

positif. Konsep harapan pada akhirnya telah diakui sebagai salah satu

kekuatan karakter pada individu (character strength). Untuk dapat

memperjelas posisi dan membedakan konsep harapan berikut ini

dipaparkan tentang konsep-konsep psikologis yang terkait dengan harapan.

Harapan pada penelitian ini dimaknai sebagai kognitif-motivasional model

dimana domain psikologis terletak pada kognitif. Paparan ini menjadi

penting agar tidak terdapat keraguan bahwa harapan merupakan konsep

psikologis yang terukur dan unik serta dapat terus berkembang.

a. Harapan dan Ekspektasi Positif

Page 18: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

30

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Harapan telah banyak didefinisikan sebagai harapan positif

untuk meraih atau berhasil hasil masa depan. Istilah harapan bagi

konseli mengacu pada keuntungan atau kebermaknaan terapi dan

harapan konseli mungkin terkait dengan prosedur psikoterapi, peran

konselor, dan lama dari proses konseling (Garfield, 1994). Istilah hope

(harapan) dan expectancy (ekspektasi) sering digunakan secara

bergantian (interchangeably) dalam literatur psikoterapi. Ekspektasi

positif konseli mengenai hasil dari terapi/ konseling merupakan

refleksi dari kepercayaan individu mengenai perubahan, namun tidak

melibatkan kontrol personal atau keterlibatan aktif dalam proses yang

dilakukan, dimana hal tersebut merupakan aspek yang signifikan

dalam harapan. Meskipun nampak sama dan terlihat identik namun

ekspektasi positif dan harapan merupakan dua hal yang berbeda.

Arnkoff dkk (dalam Chamodraka, 2008) meninjau 24

penelitian yang meneliti hubungan antara ekspektasi positif konseli

untuk perubahan dan hasil terapi mengungkapkan temuan yang

bertentangan. Secara khusus, setengah dari mereka menunjukkan

hubungan yang signifikan, sedangkan sisanya menunjukkan bahwa

terdapat temuan yang saling terkait atau tidak ada hubungan.

Ekspektasi positif menurut Galassi, dkk. 1992; Giurelli, 2000; Van

Audenhove & Vertommen, 2000 (dalam Chamodraka, 2008)

dimaknai sebagai preferensi atau sinonim yang mengacu pada

antisipasi konseli tentang apa yang akan terjadi dalam terapi/

konseling dan mencerminkan apa yang ingin mereka terima atau

dapatkan dari apa yang mereka lakukan. Orientasi dari ekspektasi

positif adalah lebih dominan pada proses antisipasi.

b. Harapan dan Motivasi

Variabel psikoterapi lain yang berkaitan dengan harapan

adalah motivasi. Deskripsi awal motivasi dalam psikoterapi

disampaikan oleh Sifneos (dalam Chamodraka, 2008), yang diuraikan

sebagai sejumlah komponen: "kecenderungan untuk memberikan

jawaban atau cerita yang jujur dan benar dan disertai dengan

Page 19: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

31

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

introspeksi, kesediaan untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan dan

untuk mengubah, mengeksplorasi, dan bereksperimen , rasa ingin tahu

dan kemauan untuk memahami diri sendiri, memiliki harapan yang

realistis dari hasil terapi, dan membuat pengorbanan yang wajar ".

Menurut Klinger & Cox (dalam Chamodraka, 2008) definisi

motivasi yang lebih lengkap mengenai motivasi adalah "pernyataan

internal dari organisme (individu) yang menyebabkan dorongan,

ketekunan, energi, dan arah perilaku menuju tujuan". Harapan

menurut Loewenstein dkk (2001; Mellers: 2000; Chamodraka: 2008)

(dalam Chamodraka, 2008) dapat dilihat sebagai penentu penting dari

motivasi konseli atau dapat dimaknai sebagai tingkat komitmen

terhadap proses dalam mengejar tujuan. Seperti dalam penelitian

terkait dengan ekspektasi positif, temuan tentang peran motivasi

dalam hasil terapi terlihat samar-samar. Garfield (1994; Snyder, 2004)

menyimpulkan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan

terdapat hubungan positif antara motivasi konseli dan hasil dari

treatmen atau terapi dan konseling yang diberikan.

c. Harapan dan Rasa Iba (Compassion)

Goetz dkk (dalam Howell & Larsen, 2015) compassion atau

rasa iba adalah perasaan yang muncul pada saat menyaksikan

penderitaan orang lain dan yang memotivasi keinginan berikutnya

untuk membantu. Seperti emosi lainnya, compassion dapat dinyatakan

berguna dalam membimbing pikiran dan tindakan dalam kaitannya

dengan tujuan seorang individu. Compassion berhubungan dengan

tujuan antarpribadi di alam, seperti tujuan keadilan atau tujuan yang

diarahkan bagi kesejahteraan orang lain. Secara keseluruhan,

compassion dikaitkan dengan upaya mengurangi kekhawatiran

terhadap kebutuhan sendiri, dan meningkatkan kepedulian terhadap

yang lain. Rasa iba juga dapat melibatkan identifikasi dengan

penderita (Cassell, 2002; Howell & Larsen, 2015) dan tidak

mementingkan diri sendiri (Dambrun & Ricard, 2011; Howell &

Larsen, 2015).

Page 20: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

32

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Compassion berbeda dari berbagai konsep lain yang terkait

dengan harapan. Compassion akan muncul dan membersamai situasi

yang melibatkan serta membahayakan orang lain, terutama bahaya

yang muncul tidak pada tempatnya (Goetz dkk., 2010; Howell &

Larsen, 2015). Pada pembahasan lain diketahui bahwa compassion

dan harapan dapat dibedakan dari penjelasan bahwa compassion

adalah pernyataan yang berorientasi saat ini, sedangkan harapan

berorientasi pada masa depan. Sebagai contoh, sedangkan kita merasa

kasihan pada saat melihat seorang anak yang cedera, harapan

tercermin dalam keinginan yang berkelanjutan bagi anak untuk

berkembang di masa depan, lama setelah kekhawatiran dirasakan.

d. Harapan dan Altruisme

Harapan sering kali dikaitkan dengan konsep altruistik.

Contohnya penyebutan istilah disebut harapan altruistik oleh Averill

dkk (dalam Howell& Larsen, 2015). Penner dan Orom (dalam

Howell& Larsen, 2015) mendefinisikan perilaku altruistik sebagai "...

perilaku dimana satu-satunya motivasi untuk tindakan yang dilakukan

adalah untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain, karena tidak ada

harapan atau imbalan yang nyata atau bahkan tidak berwujud ".

Definisi harapan sebagai kepercayaan yang berorientasi masa depan,

keinginan, dan penghargaan dari orang lain, dan belum ditemukan

penelitian yang secara definitif menunjukkan bahwa contoh harapan

mencerminkan motivasi altruistik.

e. Harapan dan optimisme

Optimisme menurut Snyder (1994) merupakan kekuatan mental

untuk melepaskan atau membiarkan dampak dan potensi kegagalan

yang mungkin dapat terjadi pada individu di masa depan. Pada

konteks ini optimisme dapat dikaitkan pada tiga dimensi. Pertama

dikatikan dengan situasi yang tidak baik atau buruk di luar dari diri

individu, kedua dalam terdapat proses mengevaluasi kegagalan

dengan perkiraan apakah kegagalan tersebut akan terjadi lagi di masa

depan, dan ketiga bahwa dalam perspektif optimis, kegagalan hanya

Page 21: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

33

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

akan terjadi pada suatu keadaan atau peristiwa saja dan tidak akan

mungkin terjadi pada situasi atau keadaan yang sama.

Page 22: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

34

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

f. Harapan dan empati

Empati lazim dikonsepsikan sebagai kemampuan untuk

mengambil perspektif atas apa yang diperlukan atau dirasakan oleh

orang yang lain Batson dkk., (dalam Howell & Larsen, 2015).

Perbedaan yang paling mencolok antara empati dengan harapan

adalah pada respon yang terjadi. Empati merespon suatu peristiwa

yang terjadi pada individu yang lain pada saat keadaan sedang

berlangsung, sementara harapan lebih terfokus pada kesejahteraan

atau kebaikan pada individu yang lain serta memikirkan hasil untuk

masa yang akan datang.

g. Harapan dan Cinta

Cinta dan harapan dilihat sebagai dua hal yang berbeda namun

saling terkait (interconnected), beberapa ahli memaparkan terjadinya

overlap antara cinta dan harapan. Bovens (dalam Howell & Larsen,

2015) berargumen bahwa terdapat hubungan antara harapan dengan

cinta, dalam cinta seseorang memiliki harapan atas apa yang dicintai.

Munculnya cinta mendorong individu dalam mencapai tujuan dan

keinginan. Harapan merupakan bentuk dari aktivitas psikologis yang

merefleksikan kecintaan individu pada orang lain. Perbedaan antara

harapan dan cinta adalah penekanan pada bentuk dan pilihan hasil

yang akan didapatkan individu di masa depan, dan antisipasi yang

akan didapatkan atasnya. Cinta lebih sarat akan perspektif emosional,

sementara harapan dipandang lebih dominan perspektif kognitif.

Namun, perbedaan ini bersifat relatif dan keduanya melibatkan elemen

kognitif dan emosional.

h. Harapan dan kecemasan (worry)

Harapan dapat dimaknai sebagai hasrat dan upaya untuk

mengurangi kecemasan dan masalah yang dihadapi individu sehingga

sebagai hasil dari pemahaman tersebut maka harapan dan kecemasan

(worry) tidak secara keseluruhan (utuh) dipisahkan dalam konsepnya.

Kecemasan sendiri dapat dimaknai sebagai perkataan atau pernyataan

verbal yang muncul atas suatu aktivitas. Ketika kita cemas, kita akan

Page 23: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

35

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

berbicara pada diri kita sendiri tentang hal-hal yang negatif,

kebanyakan yang muncul dalam perkataan adalah ketakutan pada

kejadian di masa depan Borkovec, dkk. (dalam Howell & Larsen,

2015).

i. Harapan dan Peduli (care)

Peduli merupakan konsep lain yang sering dipersandingkan dan

tumpang tindih dengan harapan. Dalam perspektif fenomenologis, van

Manen (dalam Howell & Larsen, 2015) memberikan contoh peduli

dalam hubungan antara orang tua dengan anak. Bentuk hubungan

orang tua dapat dilihat antara peduli dan cemas, dalam hubungannya

melibatkan kemungkinan-kemungkinan positif dan dalam hal ini

biasanya sering terjadi tumpang tindih antara harapan dan peduli.

Barilan (dalam Howell & Larsen, 2015) membedakan secara formal

antara harapan dan peduli. Dalam perspektif psikologi, Hall (dalam

Howell & Larsen, 2015) menyatakan bahwa peduli lebih terarah pada

aspek fisik atau mental disability, sementara harapan lebih

menekankan pada proses merekognisi kekebalan atau kekuatan

(vulnerability) pada individu yang lain, melibatkan kesehatan diri.

5. Berbagai Pendekatan Konseling yang Digunakan Untuk Penguatan

Harapan

Pengembangan harapan pada individu telah dilakukan melalui

berbagai cara dan pendekatan. Harapan dikembangkan melalui setting

yang beragam, yaitu: rumah, komunitas, masyarakat maupun sekolah.

Pengembangan harapan didasarkan pada premis “hope is learned”

(Snyder, 1994). Pada perkembangan teori dan penelitian untuk

mengembangkan harapan akhirnya lebih banyak dilakukan melalui

intervensi di sekolah. Pengembangan harapan melalui proses intervensi

berdasar hasil kajian literatur dan riset diketahui banyak dilakukan

melalui konseling. Berbagai pendekatan konseling telah dicoba

dikembangkan dan terus menerus dikembangkan. Pendekatan konseling

yang digunakan oleh para peneliti dalam mengembangkan harapan

Page 24: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

36

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

didasarkan pada telaah filosifi, urgensi yang menjadi latar belakang

permasalahan yang dihadapi. Berbagai pendekatan tersebut perlu

dipaparkan untuk memahami pemilihan pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini.

a. Choice Based Reality Therapy

Pencetus teori Choice Based Reality Therapy (CBRT) adalah

Glasser pada 1965 dan disempurnakan pada tahun 1998. Dia

menciptakan teori realitas berbasis pilihan dan mengemukakan teori

bahwa seorang manusia memiliki lima kebutuhan dasar yang harus

dipenuhi, yaitu kelangsungan hidup, cinta, kekuatan, kesenangan, dan

kebebasan. Kebutuhan untuk bertahan hidup mengacu pada pencarian

makanan, tempat tinggal, dan pakaian; Kebutuhan akan cinta mengacu

pada mencari milik dan kepedulian; Kebutuhan akan kekuasaan mengacu

pada mencari pengakuan dan kelayakan; Kebutuhan untuk bersenang-

senang mengacu pada kenikmatan dan kesenangan; Kebutuhan akan

kebebasan mengacu pada otonomi dan pilihan. Selanjutnya, Glasser

menunjukkan bahwa setiap orang mulai menciptakan visi tentang dunia

yang berkualitas saat dia lahir dan berlanjut sepanjang hidup.

Teori realitas berbasis pilihan mengusulkan bahwa perilaku

manusia terdiri dari tindakan, pemikiran, perasaan, dan fisiologi, dan

agregat disebut sebagai perilaku total. Dalam teori pilihan, mobil sering

digunakan untuk menggambarkan perilaku total, dengan dua roda depan

diidentifikasi sebagai tindakan dan pemikiran dan dua roda belakang

sebagai perasaan dan fisiologi. Sama seperti pada kebanyakan mobil,

arah penggerak dikendalikan oleh roda depan, manusia lebih cenderung

membuat pilihan melalui tindakan dan pemikiran daripada melalui

perasaan dan fisiologi (Corey, 2013; Wubbolding & Brickell, 2009).

Untuk membantu individu yang dalam menemukan harapan, terapi

realitas berbasis pilihan dirancang dengan fokus pada pengajaran bagi

individu untuk memahami apa kebutuhan mereka dan bagaimana

memenuhi kebutuhan tersebut melalui pilihan yang tepat (Mottern,

2002), bertanggung jawab atas pilihan mereka sendiri (Glasser, 1965,

Page 25: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

37

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

1998; Moore, 2001; Wubbolding, 2011), dan untuk menetapkan prioritas

di antara kebutuhan mereka melalui sistem evaluasi WDEP

(Wubbolding, 2000, 2011). Selanjutnya, terapis bertanya kepada individu

di mana pilihan mereka saat ini untuk mengevaluasi apakah pilihan

mereka saat ini membawa mereka ke tujuan yang mereka inginkan dan

membantu mereka mendapatkan energi untuk mengejar tujuan melalui

peningkatan kemampuan pengendalian diri.

Akhirnya, konselor pada model konseling ini meminta individu

membuat rencana yang efektif untuk memenuhi keinginan mereka serta

membantu mereka dalam mendapatkan kepercayaan diri dalam

perencanaan pathways mereka (Glasser, 1990; Law & Guo, 2014, 2015;

Wubbolding, 1990).

b. Narrative Therapy

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak berusia 6 atau 7

tahun dapat menyusun narasi tentang kehidupan mereka dan yang paling

mampu menulis tentang mereka. Orang tua dapat secara aktif terlibat

dengan mendorong anak-anak mereka untuk menulis tentang diri mereka

sendiri dan juga dengan menunjukkan hubungan antara kejadian. Akan

sangat penting, untuk memberikan kebebasan pada anak-anak dan privasi

untuk membangun narasi mereka sesuai keinginan mereka.

Konseptualisasi naratif tentang diri sendiri selalu melibatkan cerita,

reauthoring (menceritakan kembali), dan voicing (menyuarakan), jadi

narasi pada anak-anak mungkin tidak sesuai dengan pandangan orang

tua. Identitas, yang dibentuk melalui narasi, merupakan kisah hidup yang

terinternalisasi, terdiri dari setting, karakter, dan plot, yang diceritakan

kepada diri sendiri, dan akhirnya dipresentasikan kepada orang lain

(McAdams, Diamond, St. Aubins, & Mansfield, 1997 ).

Menulis tentang diri, terutama dalam konteks penetapan tujuan dan

pemecahan masalah, merupakan cara terbaik untuk menemukan harapan

seseorang dan untuk meneliti proses untuk meningkatkannya

(McDermott & Snyder, 2000). Meminta anak untuk menulis narasi

harapan bisa memberi petunjuk penting mengenai tingkat harapan anak.

Page 26: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

38

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

c. Feminist Therapy

Hubungan antara konselor dengan konseli dianggap sebagai

komponen terapi yang paling penting pada hampir semua orientasi

pendekatan teoretis (Strupp, 1999; Strupp, dkk., 1969; Snyder, 2000).

Kegagalan membentuk hubungan dengan konseli, diprediksi dapat

menciptakan kegagalan dalam intervensi. Penelitian yang ada

menunjukkan bahwa ketika konseli dapat mengandalkan dan

mempercayai terapis maka akan diperoleh psikoterapi yang sukses

(Frank & Frank, 1991; Horvath & Greenberg, 1989; Strupp, dkk., 1969,

Snyder, 2000). Hubungan emosional antara konselor dengan konseli

berfungsi untuk meningkatkan agensi konseli sehingga mereka dapat

membuat perubahan positif (Strong, 1991, Snyder, 2000).

Dalam terapi feminis, hubungan ini memiliki kualitas khusus

yang membedakan dengan pendekatan lain dalam proses treatmen. Ciri

khas hubungan tersebut bersifat egaliter. Konselor dalam pendekatan

feminis menghindari model hierarki tradisional dimana dokter sebagai

ahli dan pasien diposisikan pasif dan tidak tahu apa-apa. Mereka yang

mencari pertolongan dari konselor feminis cenderung disebut sebagai

konseli (Bandura, 1969; Snyder, 2000).

Melihat pengalaman konseli dalam konteks masyarakat patriarki,

dan reaksinya sesuai dengan tuntutan eksternal dan bukan sebagai tanda-

tanda patologi, membantunya untuk merasa dimengerti dan terbantu.

Dalam model konseling feminis, konseli dianggap sebagai ahli bagi diri

sendiri terkait pengalaman dan perasaan (Brown, 1994; Enns, 1997,

Snyder, 2000). Teori harapan menunjukkan bahwa terapis adalah

penolong yang membantu konseli dalam merumuskan tujuan yang

penting bagi individu. Peran utama konselor adalah membantu konseli

memahami bagaimana menikmati mengejar dan mencapai tujuan yang

ditetapkan (Snyder, 2000).

Teori terapi feminis dan terapi harapan sama-sama mendorong

konseli untuk mempercayai sifat aliansi, sekaligus meningkatkan

Page 27: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

39

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

kompetensi dan agensi untuk perubahan. Pendekatan feminis diketahui

sesuai dengan teori harapan. Kedua pendekatan berusaha membantu

konseli dalam mengenali apa tujuan individu, mendorong individu untuk

mengembangkan dan menerapkan strategi realistis, dan memberi nuansa

pada agensi dan tekad individu. Teori harapan memberdayakan individu

dengan meningkatkan tingkat harapan. Konseli datang untuk menghargai

kebutuhan dan mengakui kebutuhan mereka sendiri serta harapan sebagai

hal penting dalam kehidupan mereka (Brown, 1994, Snyder, 2000).

d. Hope Therapy

Melalui teori harapan dan ilmu pengetahuan yang terkait, peneliti

telah menemukan hubungan antara harapan dan indeks coping (Snyder,

Cheavens, & Michael, 1999; Snyder, 2000). Kajian literatur terkait

harapan menunjukkan bahwa peningkatan harapan dapat dicapai dengan

mengintegrasikan intervensi yang berfokus pada solusi, naratif, dan

intervensi kognitif, dan harapan dengan menggabungkan versi teknik

yang disingkat ini. Dengan demikian, terapi/ konseling harapan

dirancang untuk membantu konseli dalam mengkonseptualisasikan

tujuan yang lebih jelas, menghasilkan banyak pathways menuju

pencapaian, menggunakan energi mental untuk mempertahankan tujuan,

dan membingkai kembali rintangan yang tidak dapat diatasi sebagai

tantangan yang harus diatasi. Hubungan terapeutik berbasis harapan

memfasilitasi komponen harapan individu. Perubahan harapan tidak akan

terjadi hanya di permukaan atau tingkat perilaku.

Pengembangan hope therapy (terapi harapan) dilakukan

berdasarkan sembilan prinsip yang telah disusun Snyder (2000). Asumsi

ini yang menjadi dasar dari prinsip terapi harapan. Prinsip (1) Terapi

harapan didasarkan pada konseptualisasi teoretis harapan dari Snyder.

Prinsip (2) Terapi harapan adalah terapi singkat yang terstruktur dimana

fokusnya adalah pada klarifikasi dan pencapaian tujuan sekarang. Terapis

mengikuti pola historis pemikiran penuh harapan dan perubahan kognitif,

perilaku, dan emosional yang diinginkan. Prinsip (3) Keyakinan self-

referential konseli ditingkatkan dengan berfokus pada tujuan,

Page 28: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

40

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

kemungkinan, dan kesuksesan masa lalu daripada masalah atau

kegagalan. Prinsip (4) Aliansi terapeutik yang baik, percaya, dan positif

terbentuk untuk memfasilitasi partisipasi aktif konseli. Prinsip (5)

Terapis/ konselor harus aktif dan direktif dalam membantu konseli

mengembangkan kerangka kerja baru untuk perubahan, dengan tetap

menghargai konseli sebagai individu yang paling situasi mereka. Prinsip

(6) Terapi harapan adalah proses edukatif yang bertujuan untuk

mengajarkan konseli dalam menangani kesulitan pada saat mencapai

tujuan mereka sendiri. Prinsip (7) Terapi/ konseling harapan

mencerminkan proses pengembangan harapan. Konseli dibantu dalam

mengembangkan pathways menuju tujuan terapi positif yang diinginkan

dan dalam menghilangkan hambatan yang mungkin muncul. Prinsip (8)

Dalam terapi harapan, perubahan dimulai pada tingkat kognitif, dengan

fokus pada peningkatan perilaku self-referential agentik dan pathways

yang diarahkan pada tujuan. Prinsip (9) Dengan memasukkan faktor

terapeutik dan teknik naratif, terapi terfokus, dan kognitif, hope therapy

berkembang menjadi sistem terapeutik baru dengan sendirinya.

e. Problem-Solving Therapy

Problem Solving Therapy dan teori harapan, memiliki beberapa

persamaan yang berkaitan dengan orientasi umum; terapis/ konselor yang

menggunakan teknik Problem Solving Therapy secara implisit

mendukung teori tentang agency dan pathways dan, dengan demikian,

mengakui arti penting dari harapan. Para pendukung Problem Solving

Therapy dan teori harapan juga mengenali peran perilaku dan emosi

namun tetap meletakkan fungsi kognitif dalam proses terapi. Terapis

dalam kedua pendekatan tersebut mengajarkan pemikiran yang diarahkan

pada tujuan dan mendorong konseli untuk melakukan pendekatan

sistematis dan aktif terhadap masalah mereka (Marx, Williams, &

Claridge, 1994; Snyder, Harris, dkk., 1991). Selain itu, harapan dan

keterampilan pemecahan masalah dapat digambarkan sebagai aditif dan

iteratif. Peningkatan dalam agency dan pathways mengarah pada

peningkatan harapan dan pencapaian tujuan, yang pada gilirannya

Page 29: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

41

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

mempromosikan pemikiran agency dan pathways berikutnya (Snyder,

Harris, dkk., 1991). Demikian pula, dengan menghubungkan pencapaian

tujuan melalui peningkatan keterampilan memecahkan masalah,

kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah di

masa depan dapat ditingkatkan. Seseorang dengan kemampuan

memecahkan masalah yang baik dapat menjadi semakin efektif di masa

yang akan datang. Peneliti telah menunjukkan bahwa individu dengan

harapan tinggi adalah pemecah masalah yang kreatif dan efektif (Snyder,

Harris, dkk., 1991; Snyder, Irving, & Anderson, 1991) dan memiliki

persepsi positif tentang kompetensi untuk pemecahan masalah di banyak

wilayah (Snyder, Hoza, dkk., 1997).

Melalui restrukturisasi kognitif, konseli didorong untuk melihat

masalah sebagai tantangan, untuk menerima kontrol pribadi atas suatu

hasil, dan menginvestasikan waktu dan usaha yang diperlukan untuk

menerapkan solusi (D'Zurilla, 1988; Snyder, 2000). Intinya, dari proses

ini adalah konseli diajarkan mengenai arti penting pemikiran agensi

dalam pemecahan masalah. Dengan agensi yang diperkuat, konseli dapat

mulai menghasilkan solusi atau jalur yang bisa diterapkan. Konseli yang

terlibat dalam penggunaan Problem-Solving Therapy diperkenalkan pada

sejumlah proses kognitif yang penting untuk solusi yang efektif. Konseli

didorong untuk mengembangkan kepekaan terhadap masalah dengan

mengenali kapan masalah ada dan harus ditangani. Konseli

mempraktikkan pemikiran alternatif atau menghasilkan berbagai solusi

potensial. Mereka belajar pemikiran yang memungkinkan mereka

mengenali arah yang relevan untuk mencapai tujuan. Akhirnya, konseli

belajar berpikir konsekuensial atau kemampuan untuk meramalkan

konsekuensi yang terkait dengan pilihan tertentu (D'Zurilla, 1988;

Snyder, 2000).

f. Solution Focused Therapy

Terdapat sejumlah kesamaan konseptual antara Solution-Focused

Therapy dan Hope Theory. Untuk menggambarkan hal ini, kita akan

membahas Solution-Focused Therapy dalam bingkai teori harapan. Salah

Page 30: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

42

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

satu kesamaan konseptual terpenting antara Solution-Focused Therapy

dan harapan teori adalah perspektif berorientasi pada kekuatan. Banyak

teori psikologi sebelumnya memiliki perspektif patologis, dengan orang-

orang ditilik dalam perspektif kelemahan dan masalah mereka dan bukan

pada kekuatan dan kemampuan mereka. Teori harapan adalah bagian dari

gerakan psikologi positif yang lebih baru untuk melihat orang-orang

melalui perspektif kekuatan dan kemampuan yang dimiliki (Snyder,

2000). Demikian pula, Terapi Berfokus pada Solusi berorientasi pada

penemuan apa yang dilakukan konseli dengan baik dan bagaimana

perilaku konseli dengan cara yang melakukan pengecualian terhadap

serangkaian perilaku bermasalah (de Shazer, 1985; Snyder, 2000).

Perspektif ini berasal dari teori Erickson (1954; Snyder, 2000),

yang percaya bahwa psikoterapis harus menggunakan kekuatan dan

keterampilan yang dimiliki konseli pada terapi untuk membantu mereka

mewujudkan tujuan kehidupan yang lebih memuaskan. Perspektif

berorientasi solusi tidak berfokus pada keterbatasan dan kurangnya

kemampuan untuk memecahkan masalah. Terapi ini lebih condong

menggunakan model kesehatan dan bukan berorientasi pada penyakit

(Friedman, 1992 Snyder, 2000). Terapi berfokus-pada solusi dan teori

harapan merupakan pendekatan yang berorientasi pada masa depan.

Salah satu tugas pertama dalam Solution-Focused Therapy adalah

membantu konseli membangun visi masa depan dimana keluhan tidak

lagi menjadi masalah. Konseli memandang masa depan karena memiliki

banyak kemungkinan untuk hal-hal baik yang terjadi, dengan konseli

tersebut menjadi penulis atas hasil yang diinginkan. Konseli kemudian

menjadi lebih penuh harapan.

Melalui penggunaan teknik terapi berfokus pada solusi, konseli

belajar untuk mengatur ulang harapan mereka. Konseli mulai

memberlakukan perilaku baru mempertahankan harapan positif, yang

berarti bahwa mereka melakukan perilaku yang lebih konstruktif dan

dapat memfasilitasi pemeliharaan harapan baru. Individu yang penuh

harapan melihat masa depan secara positif dan melihat masalah di masa

Page 31: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

43

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

depan sebagai sesuatu yang dapat dipecahkan. Terapi berfokus solusi,

secara inheren, merupakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan (de

Shazer, 1985; Nunnally, 1993). Salah satu tujuan terapis yang berfokus

pada solusi adalah membantu konseli memilih tujuan. Terapis terkadang

menganggap terapi selesai ketika salah satu tujuan ini tercapai atau

konseli telah menghasilkan kemajuan yang cukup dan merasa nyaman

melanjutkan prosesnya sendiri. Banyak konseli mengikuti konseling

dengan tujuan yang tidak jelas. Seringkali, mereka tidak bisa

mengkonseptualisasikan hidup mereka tanpa masalah mereka. Konseli

diketahui hanya memiliki perasaan samar (tidak jelas) tentang perubahan

yang diperlukan untuk kehidupan yang lebih konstruktif.

g. Cognitive Behaviour Therapy

Sebelum memeriksa hubungan spesifik antara teori harapan dan

beragam terapi perilaku kognitif, penting untuk menyoroti fungsi teori

harapan sebagai kerangka menyeluruh yang menyatukan semua terapi.

Teori harapan adalah metatori atau cetak biru bagi penggunaan CBT dan

psikoterapi lain. Agar harapan bisa hadir, baik agency maupun pathways

harus ada. Menurut teori harapan, tak satu pun dari individu-individu

dapat memliki pengharapan yang tinggi pada semua aspek, karena

terdapat rendah dalam salah satu komponen. Individu dengan harapan

rendah cenderung menghasilkan lebih sedikit tujuan hidup (Snyder,

1994). Temuan-temuan akhir ini dapat diartikan sebagai pendukung teori

harapan yang mendalilkan bahwa pengaruh positif (termasuk rasa

kesejahteraan) adalah hasil dari pencarian tujuan yang berhasil dan

dampak negatif tersebut dihasilkan dari pencapaian tujuan yang tidak

berhasil (seringkali terdapat hambatan dalam mencapai tujuan (Snyder,

1994; Snyder, 2000).

Psikoterapis yang beroperasi dalam kerangka teori harapan dapat

membantu konseli melepaskan tujuan yang tidak terjangkau dan

menggantikan yang baru. Selanjutnya, Beck menggambarkan terapi

kognitif yang berfokus pada masalah saat ini dan tujuan masa depan.

Sehubungan dengan tujuan tersebut, dalam teori harapan, dikemukakan

Page 32: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

44

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

bahwa, terlepas dari kebutuhan terapeutik yang spesifik dari beragam

konseli, psikoterapi yang sukses selalu akan berlanjut kepada tujuan atau

rangkaian tujuan yang telah ditetapkan dengan baik. Protokol perlakuan

CBT, mengandung karakteristik spesifik CBT menjadi sumber pathways,

dan hubungan terapeutik menjadi katalisator bagi agensi. Hal ini

menguatkan CBT dapat digunakan dalam mengembangkan harapan.

B. KONSEP DASAR KEKUATAN (STRENGTH) DAN KONSELING

KEKUATAN DIRI (STRENGTH BASED COUNSELING)

Pembahasan pada sub bab ini menjadi jembatan dalam memahami

pendekatan yang akan digunakan dalam mengembangkan harapan

akademik pada mahasiswa. Pendekatan Strength Based Counseling dapat

dipahami dengan pengetahuan mengenai konsep strength terlebih dahulu.

Konsep tentang kekuatan (strength) menjadi inti dari pengembangan

pendekatan konseling yang digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan

dilakukan dengan melakukan telaah tentang definisi, karakteristik, konsep

zona kekuatan dan tahapan perkembangan kekuatan. Pasca pemahaman

mengenai konsep strength dipaparkan tentang konsep pendekatan

konseling yang digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan pendekatan

Konseling Strength Based Counseling diawali dengan definisi, kontribusi

teori dan pendekatan konseling lain, tinjauan filosofi dan asumsi dasar,

peran konselor dan konseli, proposisi dan diakhiri dengan pembahasan

tentang langkah atau tahapan dalam Strength Based Counseling

1. Definisi Kekuatan (Strength)

Berbagai literature menunjukkan tidak mudah untuk memberikan

definisi dari strength (kekuatan). Kerumitan dalam memberikan definisi

ini diantaranya disampaikan oleh Aspinwall dan Satudinger (dalam Smith,

2013). Meski sulit namun terdapat beberapa ahli yang kemudian memandu

dalam menemukan definisi kekuatan (strength) yang tepat dan sesuai.

Kajian mengenai strength bidang psikologi baru dimulai pada tahun 2001.

Tokoh yang dianggap menjadi pioneer dalam membahas strength adalah

Page 33: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

45

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Donald Clifton dari Amerika. Atas berbagai penelitian dan tulisan Clifton

tentang strength oleh American Psychological Association dia

mendapatkan penghargaan Presidential Commendation dan dinobatkan

sebagai the father of strength – based psychology dan the grand father of

positive psychology.

Pasca pengembangan yang dilakukan oleh Donald O Clifton

selanjutnya diperoleh beberapa definisi dari strength yang sampai saat ini

terus berkembang. Menurut (Clifton, 2006; Smith, 2013) strength adalah

kemampuan untuk terus konsisten, serta menghadirkan kinerja sempurna

dalam kegiatan tertentu. Sementara itu menurut (Linley & Harrington,

2007) strength adalah sebuah kapasitas untuk merasa, berpikir, dan

berperilaku dengan cara yang memungkinkan dan berfungsi optimal dalam

mengejar hasil yang berharga (Linley & Harrington, 2007).

Sedikit berbeda dengan pendapat tersebut menurut (Buckingham &

Clifton, 2014) strength dapat dimaknai sebagai kombinasi bakat (pola

alami yang terjadi secara berulang dari pikiran, perasaan dan perilaku),

pengetahuan (fakta dan pelajaran), dan keterampilan (langkah-langkah dari

suatu kegiatan). Pedapat tersebut dikembangkan oleh Peterson & Seligman

(2004) yang menyatakan strength adalah kombinasi dari unsur-unsur

psikologis pada manusia meliputi proses atau mekanisme yang

mengarahkan pada virtues (kebaikan/ kebajikan) moral yang dihargai

Sementara itu, definisi termutakhir yang berhasil didapatkan dari Smith

(2013) menyatakan strength sebagai sesuatu yang membantu seseorang

untuk menghadapi kehidupan atau yang membuat hidup lebih memuaskan

untuk diri sendiri atau orang lain.

Definisi yang berbeda antara satu ahli dengan yang lain tersebut

semuanya masih tetap memiliki akar yang kuat dengan teori sifat

kepribadian klasik. Dalam pandangan strengths psychology semua strength

merupakan genetik dan atau aspek evolusi ‘alami’ yang dapat

menunjukkan serta prediksi dari perbedaan individu. Linley (2008; Smith,

2013), misalnya, mendukung perspektif evolusi di mana keadaan

lingkungan, dari waktu ke waktu dapat membentuk strengths. Sementara

Page 34: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

46

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

itu, Buckingham dan Clifton (2001; Smith, 2013) menekankan peran

koneksi sinaptik alami dalam manifestasi bakat, yang mereka anggap

sebagai aspek integral dari strengths.

Clifton dan Harter (2003; Smith, 2013) mengakui peran teori

kepribadian sebagai dasar pendekatan mereka dan dalam memahami dan

mendalami konsep strengths. Dalam paparan yang diberikan diketahui

bahwa strength merupakan komposisi dari genetik serta bagaimana

seorang individu dapat tumbuh dan berkembang secara dinamis dan

berkenaan dengan siapa individu memulai kehidupannya. Seorang individu

dapat mengubah atau berubah (kepuasan, subjective well-being,

engagement, dan kinerja), tetapi kebanyakan akan memiliki strength yang

efisien, melalui siapa mereka untuk memulai/ berinteraksi serta bakat

dimiliki individu. Pemahaman mengenai strength ini konsisten dengan

penelitian pada topik diantaranya yang dilakukan oleh Steger, Hicks,

Kashdan, Krueger, dan Bouchard (2007) yang menggunakan sampel

individu yang kembar untuk menguji kontribusi faktor genetik pada

strength dan menemukan pola yang konsisten dari kontribusi genetik,

dengan melihat dampak dari berbagai macam kasus. Demikian pula, dalam

sampel dari ratusan anggota masyarakat yang masuk dalam kategori

dewasa, Linley (2010; Smith, 2013) menemukan korelasi kuat antara

strength dan faktor kepribadian dan diketahui ditentukan oleh kontribusi

genetik.

Penggunaan istilah strength atau kekuatan secara global pada

akhirnya semakin meningkatkan arti pengetahuan dan manfaat dalam

bidang psikologi (Peterson & Seligman, 2004). Individu dapat

menyesuaikan perilaku mereka untuk mendapatkan hasil terbaik dalam

situasi tertentu dan dapat belajar untuk membangun kehidupan di mana

kekuatan/ strength yang lebih mudah digunakan ini termasuk

menggunakan strength dalam berbagai upaya yang dilakukan untuk

mencapai tujuan yang selaras dengan nilai-nilai sentral yang dimiliki

individu (Hayes, Luoma, Bond, Masuda, & Lillis, 2006). Selain berfokus

pada konsep strength sebagai kapasitas internal yang ada sepanjang waktu

Page 35: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

47

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

dan situasi (pendekatan sifat kontemporer), teori yang saat ini banyak

dikembangkan telah mengadopsi pendekatan kepribadian dan pribadi yang

dinamis. Pendekatan yang saat ini dikembangkan dalam konsep strength

merupakan perpaduan atau interaksi dari individu (person) dan lingkungan

(behaviour). Berdasarkan pemahaman konsep tersebut, maka perilaku

dapat didefinisikan sebagai struktur berbasis strength dalam kepribadian

seorang individu.

Strength atau kekuatan seringkali dimaknai sebagai keberanian

atau keteguhan hati. Pemaknaan ini merupakan representasi dari sebuah

keadaan yang bertujuan untuk membantu orang lain yang tidak dapat

melindungi diri. Terdapat unsur ekspektasi dan keyakinan bahwa ketika

nanti dilakukan terdapat kemungkinan tujuan yang diinginkan akan

tercapai. Untuk dapat memahami makna strength atau kekuatan secara

lebih terbuka, maka perlu mempertimbangkan konteks. Pemahaman

strength perlu dilakukan secara lebih terbuka dikarenakan beberapa

individu akan menunjukkan perilaku yang bervariasi, dalam cara yang

dapat diprediksi secara khas sesuai dengan karakter individu. Jika strength

atau kekuatan hanya didefinisikan sebagai sesuatu yang muncul, hadir dan

ada di setiap waktu serta setting, kita akan gagal untuk memahami makna

kekuatan. Strength merupakan sesuatu yang menuntut adanya tanggapan

atau reaksi yang berbeda pada setiap situasi yang berbeda (situational

contingencies).

Kesepakatan yang muncul pada pendapat dari ahli dan pendekatan

secara konvensional dalam menggambarkan kekuatan individu yang

melintas batas waktu dan ruang, akan mengarahkan pemaknaan condong

kepada hal yang tidak penting dan pada akhirnya akan menciptakan

pemaknaan yang negatif dan cenderung keliru.

Pada akhirnya kegagalan dari pemaknaan kekuatan individu akan

menyebabkan rendahnya keberhasilan dalam intervensi. Hal tersebut

dikarenakan minimnya pengakuan terhadap strength seorang individu,

(Seligman, dkk., 2014). Pemahaman yang semakin meningkat tentang

strength dan arti penting kekuatan pada diri individu mendorong

Page 36: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

48

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

munculnya teori psikologi positif dan kekuatan karakter. Sehingga temuan

baru mengenai strength bukan dianggap sebagai penawaran teori baru

kepribadian, sebaliknya justru dapat dimaknai sebagai adaptasi dari teori

modern untuk penelitian, penilaian, dan intervensi dengan kekuatan.

2. Karakteristik Strength

Strength memiliki sejumlah karakteristik yang tergolong internal

maupun eksternal, dapat dilihat secara intrinsik atau ekstrinsik, sesuai

dengan konteks, berorientasi sepanjang hayat dan culturally bound.

Kekuatan diketahui memiliki karakteristik yang melibatkan daya adaptasi,

dan functionally. Kekuatan terkait dengan kualitas yang normatif karena

terkait dengan orang lain dan masyarakat dan memungkinan seorang

individu berpindah dari satu tingkatan kepada tingkatan yang lain.

Kekuatan memiliki karakteristik yang berkaitan dengan kualitas

transenden dari individu. Kekuatan pada akhirnya dapat membangun

polaritas dan berhubungan dengan kualitas kehidupan yang lebih baik. Di

bawah ini disajikan tentang beberapa karakteristik dari kekuatan

(Strength).

a. Culturally bound strenghts (Kekuatan terikat dengan budaya)

Kekuatan hampir pasti diekspresikan secara kultural. Karakteristik

yang dianggap sebagai kekuatan dalam satu budaya dapat dipandang

sebagai kelemahan dalam budaya lain (Smith, 2013). Kelompok

masyarakat dapat dikatakan memiliki kekuatan budaya tertentu (Chang,

2001; Smith, 2013). Kekuatan pada satu budaya seringkali ditemukan

dan muncul dari keluarga, di mana kekuatan budaya mungkin menjadi

kemampuan untuk menyelamatkan dan menjadi hal yang menguntungkan

bagi individu. Pentingnya kekuatan dimaknai berbeda antar budaya.

Misalnya, dalam budaya yang diberi label sebagai individualistik,

otonomi sangat dihargai (Smith, 2013). Sebaliknya, budaya dalam

perspektif kekuatan digambarkan sebagai kolektivis, keterampilan

relasional yang dapat ditekankan kepada lebih banyak individu. Konselor

dihadapkan pada tantangan untuk belajar dan memahami kekuatan

individu dan budaya sehingga bisa memenuhi kebutuhan keberagaman

Page 37: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

49

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

konseli. Kekuatan berbasis kontekstual. Kekuatan manusia memiliki

ketergantungan kontekstual (Aspinwall & Staudinger, 2003) karena

melibatkan interaksi dengan lingkungan material atau dengan konteks

manusia (Staudinger, Marsiske, & Baltes, 1995; Staudinger & Pasupathi,

2000).

Kekuatan dikembangkan dalam situasi tertentu yang mengandung

karakteristik kontekstual tertentu yang dapat mempromosikan atau

menghambat kekuatan manusia. Selama perang, misalnya, kekuatan

karakter tertentu dapat muncul, seperti keberanian atau perasaan

pengecut. Konselor harus mempertimbangkan situasi kontekstual yang

dihadapi konseli. Perilaku konseli dapat dianggap sebagai kekuatan

dalam satu setting dan tanggung jawab dalam konteks sosial yang

berbeda. Misalnya, hasil penelitian telah menunjukkan bahwa konseli

yang memiliki keyakinan pengendalian internal dan problem-focused

coping mungkin menjadi sangat tidak berfungsi pada saat individu

menghadapi kondisi atau kendala yang tinggi, seperti kesehatan yang

buruk (Staudinger, Freund, Linden, & Maas, 1999). Selain itu, pada

beberapa budaya non-Barat (Chang, 2001 Smith, 2013), pesimisme

bersifat adaptif karena meningkatkan usaha pemecahan masalah secara

aktif.

b. Developmental and lifespan-oriented strengths

Kekuatan memiliki perspektif yang berorientasi pengembangan dan

sepanjang hayat. Kekuatan berkembang bersamaan dengan tingkat

kedewasaan kognitif, fisik, dan emosional tertentu atau perkembangan

pengalaman (Lyons, Uziel-Miller, Reyes, & Sokol, 2000; Masten &

Reed, 2002). Kekuatan berhubungan dengan usia karena tindakan anak

dan remaja tidak dapat ditafsirkan dalam hal kekuatan seperti keberanian

(Benson, 1997). Kekuatan keduanya dapat dibentuk dan dapat diganti.

Mereka dapat dipelajari atau diajarkan. Kekuatan individu dapat

berkembang atau berkembang sepanjang usia (Benson, Galbraith, &

Espeland, 1995). Kekuatan juga bersifat incremental, sehingga satu

kekuatan memberikan fondasi untuk mencapai yang lain.

Page 38: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

50

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

c. Adaptability and functionality

Kekuatan sangat berkaitan dengan kemampuan individu dalam

beradaptasi dan keberfungsian. Kemampuan seseorang untuk

menerapkan sebanyak mungkin sumber daya dan keterampilan yang

berbeda untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai suatu tujuan

dapat dianggap sebagai kekuatan manusia. Charles Darwin telah

melakukan penelitian dan menyatakan tentang asal mula spesies serta

menyoroti pentingnya kemampuan seseorang untuk beradaptasi terhadap

perubahan. Darwin menyatakan bahwa kemampuan individu untuk

beradaptasi terhadap perubahan sama dengan peluang bertahan hidup

mereka. Kekuatan dapat dikonseptualisasikan sebagai bagian dari sistem

adaptasi manusia (Masten & Reed, 2002). Dari perspektif ini, orang

secara biologis dipersiapkan untuk mengembangkan kekuatan (Watson &

Ecken, 2003). Para peneliti telah menetapkan karakteristik kekuatan

manusia sebagai keterampilan bertahan yang penting dan memungkinkan

orang mengoreksi diri mereka sendiri (Masten & Coatsworth, 1998).

Kekuatan berkembang saat individu bergerak menuju adaptasi eksternal.

Manusia adalah organisme self-righting yang terlibat dalam proses

adaptasi lingkungan (Bronfenbrenner, 1974; Masten & Coatsworth,

1998).

Para psikolog beberapa tahun terakhir mulai mempelajari arti penting

kemampuan seseorang untuk menerapkan secara fleksibel sebanyak

mungkin sumber daya dan keterampilan yang berbeda yang diperlukan

untuk memecahkan masalah atau bekerja menuju suatu tujuan

(Staudinger, dkk., 1995; Staudinger & Pasupathi, 2000). Para peneliti

telah menemukan bahwa kekuatan adaptasi seringkali muncul bersama

dengan penggunaan kemampuan diskriminatif yang mengharuskan

individu menggunakan mekanisme peraturan optimal pada saat-saat

terakhir untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas tertentu

(Frederic & Lowenstein, 1999; Staudinger, 2000). Sebagai contoh,

beberapa peneliti telah memandang kebijaksanaan sebagai penyeimbang

Page 39: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

51

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

kesejahteraan seseorang dan kesejahteraan orang lain (Baltes &

Staudinger, 2000; Sternberg, 1998).

d. Normative quality and enabling environments

Karakteristik dari kekuatan yang lain adalah berkenaan dengan

kualitas normatif dan lingkungan yang mendukung. Kekuatan juga

memiliki kualitas normatif karena mereka ada dibandingkan dengan

suatu keadaan lain, yang seringkali kurang berkembang. Misalnya,

kekuatan keberanian berbeda dengan rasa takut dan pengecut. Setiap

masyarakat mengembangkan norma mengenai apa yang dianggap

sebagai kekuatan manusia. Pelanggaran individu terhadap norma-norma

yang diakui sebagai kekuatan dapat menyebabkan sanksi dan teguran

masyarakat. Apalagi, setiap budaya atau lingkungan memiliki kondisi

yang memungkinkan dan membatasi yang membantu atau menghalangi

individu dalam kemajuan mereka di sepanjang hirarki kekuatan (Smith,

2013). Struktur kelas sosial dapat mencegah individu mencapai kekuatan

tertentu (McCubbin, McCubbin, & Thompson, 1993).

Setiap masyarakat cenderung membangun situasi, kejadian, atau

struktur untuk membantu individu berpindah dari satu tingkat kekuatan

ke tingkat yang lain. Budaya memberikan teladan dan perumpamaan

yang menunjukkan kekuatan yang diinginkan (misalnya dalam contoh

individu di Amerika menggambarkan, Jackie Robinson, mewakili

kekuatan kesabaran dan keterampilan; sedangkan George Washington,

mewakili kukuatan kebenaran dan kejujuran). Budaya membangun

institusi dan ritual untuk menumbuhkan kekuatan. Beberapa budaya Asia

memiliki tingkat kepercayaan, keimanan dan kekuatan seperti contohnya

dalam kepercayaan Buddha yang menggambarkan tingkatan kekuatan

untuk kebijaksanaan, keahlian. Setiap lingkungan memiliki atribut fisik

dan sosial yang mempengaruhi kesejahteraan. Lingkungan sosial,

budaya, ekonomi, dan politik memberikan efek negatif pada

pengembangan kekuatan individu, sementara yang lain memiliki

pengaruh positif. Studi telah menemukan bahwa beberapa lingkungan

Page 40: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

52

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

memiliki kualitas restoratif (rasa menjauh), yang meningkatkan relaksasi

dan mereda (Kaplan, 1995; Korpela & Hartig, 1996; Ulrich, 1984).

Beberapa lingkungan atau tempat menggunakan dan menjiwai

penggunaan simbol. Pemaknaan terhadap simbol sering digunakan dalam

menggambarkan identitas pribadi atau kelompok seseorang

(Csikszentmihalyi & Rochberg-Halton, 1981). Lingkungan yang

dipenuhi dengan keadaan kemiskinan cenderung membatasi kekuatan

individu dan seluruh masyarakat (Putnam, 2000; Sarbin, 1970). Oleh

karena itu, pengembangan kekuatan adalah proses yang dipengaruhi oleh

faktor keturunan, lingkungan, dan interaksi kedua kekuatan ini. Atribut

sosial dan ekonomi lingkungan dapat membangun kekuatan jika mereka

memiliki efek positif terhadap individu.

e. Transcendence

Kekuatan manusia juga memiliki dimensi dan berkaitan dengan

kualitas transendensi, karena bisa digunakan untuk melawan kekuatan

atau serangan, baik mental maupun fisik (Aspinwall, 2001). Banyak

penelitian tentang resiliensi menekankan arti penting kemampuan

individu untuk melampaui permasalahan dan keadaan kehidupan.

Kekuatan membantu seseorang melampaui dan meningkatkan

kepribadian (misalnya, secara kekurangan fisik), dan keadaan masyarakat

(misal kemiskinan atau kondisi kehidupan dimana orang tua memiliki

masalah dengan kecanduan zat atau penyakit jiwa) (Affleck & Tennen,

1996; Isen, 2002). Kekuatan dapat berkembang dari kebutuhan untuk

menemukan makna dan tujuan dalam kehidupan kita sehingga kita

mencari orang, tempat, dan pengalaman transformasional yang

membantu kita merasakan keterhubungan dengan dunia.

f. Polarities

Kekuatan sering berkembang dari polaritas. Keberadaan manusia

ditandai oleh polaritas seperti kebahagiaan/ duka cita, otonomi/

ketergantungan, dan kesehatan/ penyakit (Riegel, 1976; Smith, 2013).

Kekuatan manusia dapat berkembang dari aktivasi keadaan negatif dan

positif manusia. Misalnya pada remaja, berkaitan dengan kecakapan

Page 41: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

53

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

fisik. Dengan demikian, remaja bekerja keras untuk bersaing secara

atletis, meskipun hal tersebut tidak bijaksana. Pergeseran polaritas terjadi

saat individu menua, sehingga usia dikaitkan dengan kehilangan dalam

fungsi fisik tapi terjadi penambahan dalam hal kearifan. Kekurangan dan

ketidaktercapaian perkembangan menghasilkan upaya kompensasi yang

menyebabkan kekuatan. Konsep inti dari konseling kekuatan diri adalah

memberikan landasan untuk membangun kategori kekuatan dan alasan

untuk intervensi konseling. Kategori kekuatan menyarankan beberapa

atribut yang berkontribusi pada fungsi sosial dan emosional positif atau

negatif (Aspinwall & Staudinger, 2003). Kategori kekuatan diperlukan

karena membantu konselor mengenali atribut positif konseli, fokus pada

apa yang berjalan baik dalam kehidupan seseorang, dan menempatkan

kekuatan semacam itu dalam kerangka kerja menyeluruh dari fungsi

psikologis dan sosial konseli (Peterson & Seligman, 2004). Selain itu,

begitu karakteristik kekuatan dipahami, konselor dapat lebih

memperjelas peran kekuatan konseli dalam psikoterapi (Peterson &

Seligman, 2004).

3. Konsep Zona Strength

Para peneliti yang tergabung dalam proyek yang bernama Values in

Action (VIA) di University of Pennsylvania telah mengembangkan

diagnostik manual pada kekuatan dari individu (Peterson & Seligman,

2004), kategori klasifikasi yang dicantumkan adalah sebagai berikut; (a)

kekuatan kebijaksanaan dan pengetahuan, (b) Kekuatan keberanian, (c)

kekuatan kemanusiaan dan cinta, (d) kekuatan keadilan, (e) kekuatan

kesederhanaan, dan (f) kekuatan transendensi. Manual diagnostik berbasis

kekuatan merupakan tantangan yang menarik bagi peneliti dan ahli yang

berkaitan dengan proses membantu individu yang lain. Psikolog berada

pada tahap awal untuk mendefinisikan, mengisolasi, dan mengkategorikan

kekuatan manusia yang melintasi budaya. Di antara kekuatan yang dibahas

dalam psikoterapi adalah keberanian, komunikasi interpersonal, wawasan,

optimisme, ketekunan, menempatkan masalah dalam perspektif, dan

menemukan tujuan hidup (Peterson & Seligman, 2004).

Page 42: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

54

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Hasil kajian literatur menyatakan bahwa terdapat sepuluh kategori

kekuatan yang dikenal dan ada pada individu. Sepuluh kategori kekuatan

tersebut selanjutnya dikenal sebagai zona dari strength (kekuatan).

Sepuluh kategori kekuatan yang telah muncul dari literatur yang dijelaskan

secara singkat di bawah ini. Selama berabad-abad, kebanyakan budaya

menghargai kebijaksanaan dan kekuatan spiritual, dan oleh karena itu,

kebijaksanaan dipresentasikan sebagai kekuatan manusia yang diakui

secara universal (Baltes & Staudinger, 2000; Sternberg, 1998). Oleh

karenanya zona pertama dari strength (kekuatan) adalah kebijaksanaan.

Kebijaksanaan sering dikaitkan dan berhubungan dengan usia, karena

orang tua dianggap bijak sementara orang muda dianggap sebagai individu

yang bodoh. G. Stanley Hall, presiden APA pertama, berusaha

mengembangkan model kebijaksanaan pada tahun 1922, namun penelitian

dan kajian tentang hal tersebut tidak berkembang. Hanya sedikit penelitian

tambahan telah dilakukan mengenai topik ini sampai saat ini.

Zona atau kategori kedua adalah kekuatan emosional, seperti insight,

optimisme, ketekunan, menempatkan masalah dalam perspektif,

menemukan tujuan dalam hidup, dan memiliki kemampuan untuk

bertahan. Harapan, optimisme, iman, dan cinta akan kehidupan juga

merupakan kekuatan emosional. Menurut Goleman (1995), kekuatan

emosional kita seringkali lebih penting daripada kekuatan intelektual kita.

Para peneliti telah mempelajari kekuatan optimisme (Carver & Scheier,

1990; Scheier & Carver, 1985; Seligman, 1991) dan menyatakan bahwa

optimisme terkait dengan kesehatan mental.

Zona ketiga adalah kekuatan karakter (character strengths) dan

mencakup perilaku seperti integritas, kejujuran, disiplin, keberanian, dan

ketekunan. Universitas Pennsylvania telah mengidentifikasi 24 kekuatan

karakter melalui kegiatan Signature Strengths Survey. Proyek VIA adalah

strategi penelitian berbasis Internet dengan situs Web yang memungkinkan

survei diselesaikan lebih cepat dan melintas batas ruang dan waktu.

Responden berasal dari individu yang telah masuk dalam kategori dewasa

menjawab pertanyaan, dan selanjutnya hasil jawaban disimpan secara

Page 43: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

55

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

otomatis, dinilai, dan dapat digunakan oleh peneliti psikologi positif

(Peterson & Seligman, 2004). Sejumlah karakter dan deskripsi dalam

kekuatan karakter dapat dipelajari dan diketahui pada buku dari Character

Strengths and Virtues: A Handbook and Classification (Peterson &

Seligman, 2004). Selain kekuatan karakter kearifan dan pengetahuan,

penulis mencantumkan kekuatan kognitif yang melibatkan perolehan dan

penggunaan pengetahuan, seperti kreativitas (yaitu, pemikiran baru dan

produktif), keingintahuan (yaitu, minat, pencarian baru, dan keterbukaan

terhadap pengalaman), dan cinta belajar .

Zona keempat adalah kekuatan kreatif, seperti kemampuan untuk

menghargai seni dan kemampuan untuk mengekspresikan diri secara

tertulis, suara, dan bentuk seni lainnya. Sepanjang sejarah, orang telah

mengenali kontribusi music, misalnya Haydn and Beethoven, seni visual,

misalnya, Michelangelo, Van Gogh, dan Picasso, dan literature, misalnya,

Shakespeare dan Robert Frost terhadap penguatan dan pengayaan

kehidupan manusia. Elsie Jones Smith (2014) memiliki pendapat yang

berbeda dengan Peterson dan Seligman (2004), dimana Smith

mempertahankan bahwa kekuatan kreatif harus dikelompokkan secara

terpisah dari kebijaksanaan dan pengetahuan. Kreativitas melibatkan seni

dan melampaui pemikiran baru dan produktif.

Zona atau kategori kekuatan kelima mencakup kekuatan relasional dan

pengasuhan. Kekuatan relasional dan pengasuhan menjadi gambaran dari

kemampuan individu untuk membentuk hubungan yang berarti dengan

orang lain, kemampuan untuk berkomunikasi, dan kapasitas untuk

memelihara (pengasuhan) kepada orang lain (Peterson & Seligman, 2004).

Individu mengembangkan kekuatan relasional dan pengasuhan mereka

dari need for belonging (Maslow, 1954, 1971; Smith, 2013). Kekuatan

relasional seperti kasih sayang, kerja sama, toleransi, pengampunan, dan

empati telah dapat dikonseptualisasikan. Peterson dan Seligman (2004)

menempatkan kekuatan pengasuhan di bawah kategori kemanusiaan, yang

mencakup kekuatan karakter seperti cinta, kebaikan, dan kecerdasan

Page 44: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

56

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

sosial. Kekuatan relasional yang dimiliki individu diprediksi dapat

berinteraksi dengan kategori kekuatan lainnya.

Zona keenam adalah kekuatan pendidikan (educational strengths) yang

meliputi faktor-faktor seperti tingkat akademis, tingkat pencapaian

pendidikan, dan pendidikan informal. Kategori kekuatan ketujuh adalah

kekuatan analisis dan kognitif individu, seperti kekuatan pemecahan

masalah dan pengambilan keputusan dan kemampuan berpikir dan

menjawab serta memberikan alasan. Kekuatan yang terkait dengan

pekerjaan dan kemampuan individu dalam berpenghasilan merupakan

kategori kekuatan kedelapan, yang mencakup kemampuan untuk

mendapatkan pekerjaan, untuk memberi nafkah keluarga mereka, dan

untuk menghasilkan kekayaan.

Zona kekuatan kesembilan mengacu pada kemampuan individu untuk

menciptakan rasa aman atau memanfaatkan dukungan sosial serta

kekuatan masyarakat secara baik. Sementara itu, keterampilan survival

(bertahan) merupakan zona kekuatan kesepuluh, mencakup kemampuan

untuk menghindari rasa sakit dan mempertahankan kelangsungan hidup

fisik dalam budaya atau masyarakat. Kekuatan survival dapat membantu

orang untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan dasar mereka,

dan kelangsungan hidup dengan mengacu pada kondisi kesehatan (Masten

& Coatsworth, 1998; Masten & Reed, 2002). Individu mungkin memiliki

kekuatan dalam beberapa kategori secara bersamaan. Beberapa individu

lain memiliki kekuatan di semua kategori, hanya karena masing-masing

individu memiliki keterbatasan dan kelemahan. Peneliti berteori bahwa

beberapa faktor dapat menyebabkan individu berpindah dari satu kategori

kekuatan ke tingkat yang lain, termasuk gender, tahap perkembangan

kehidupan, pengalaman hidup, keberlangsungan hidup dan kemampuan

bertahan, serta kemampuan untuk merenungkan pengalaman hidup.

4. Tahapan Perkembangan Strength (Stages of Strength Development)

Perkembangan kekuatan merupakan proses sepanjang hayat (lifelong

process) yang melibatkan kondisi dinamis dari dorongan, pathways,

instruksi, proses belajar melalui observasi, dan budaya. Kekuatan

Page 45: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

57

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

merupakan gambaran dari pola dominan seorang individu terkait dengan

pikiran, perasaan yang digunakan dalam cara produktif untuk mencapai

tujuan. Perkembangan kekuatan melibatkan proses self examination

(pemeriksaan terhadap diri sendiri), refleksi dan self discovery (pencarian

diri). Perkembangan kekuatan menuruty Smith (2014) merupakan proses

intensional atau disengaja. Upaya untuk menumbuhkan kekuatan

dilakukan melalui latihan yang berulang-ulang, dan repetisi. Proses

intesional meliputi penggunaan energi pada salah satu dari area kekuatan

terkuat yang dimiliki individu.

Perkembangan kekuatan merupakan proses yang melibatkan sejumlah

tahapan. Tahap pertama dari perkembangan kekuatan terkait dengan otak.

Terdapat tiga tingkatan dalam perkembangan berkaitan dengan otak.

Pertama ini faktor genetik memiliki peran yang kuat, ditambah dengan

terjadi perubahan susunan hubungan sinapsis dalam otak. Tingkatan kedua

pada tahap perkembangan otak terkait dengan pengaruh dari lingkungan

yang ada di luar rahim. Secara spesifik pada tingkatan kedua terkait

dengan interkasi dengan orang tua, saudara kandung, dan anggota keluarga

lain. Bayi pada tingkatan ini akan kembali menguatkan sinaptik pada otak.

Pada saat salah satu kekuatan melemah maka kekuatan lain akan menguat

sebagai contoh individu akan menjadi semakin bijaksana pada saat

kekuatan fisik yang dimiliki melemah. Tingkatan ketiga perkembangan

otak pada tahap perkembangan kekuatan adalah repetisi dan penggunaan

secara berulang-ulang hubungan sinaptik yang telah terbentuk di otak

manusia. Penggunaan ini lebih dominan terjadi pada saat masih kanak-

kanak. Sejumlah pengetahuan dan keterampilan biasanya lebih matang

diperoleh dibandingkan dengan bakat dan kekuatan individu.

Tahap kedua adalah perkembangan kesadaran dan kempuan

identifikasi (strength awareness and identification). Tahap ini meliputi

identifikasi dari bakat seseorang atau sesuatu yang dilakukan sesorang

secara sempurna. Individu melihat kekuatan pribadi mereka sebagai hasil

dari proses evaluasi tentang hasil (sebaik apa) mereka melakukan suatu

aktifitas atau tugas. Isu utama pada tahap kedua ini adalah bahwa

Page 46: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

58

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

indetifikasi kekuatan seringkali disertai dengan proses reflektif. Proses

reflektif ini terarah pada sebaik apa individu dapat melakukan atau

mengerjakan sesuatu. Kekuatan identifikasi selalu melibatkan proses

noticing dan attention. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat

diketahui bahwa identifikasi terhadap kekuatan individu dilakukan melalui

noticing (mengingat), attention (memperhatikan) dan awareness

(menyadari/ kesadaran).

Tahap ketiga adalah strength engagement, tahap ini dapat dipahami

sebagai proses penamaan dan klaim bakat dari individu sebagai titik

kekuatan. Aspek pengembangan kekuatan pada tahap ini terjadi ketika

seseorang benar-benar menggunakan atau melibatkan kekuatan dalam

beberapa situasi yang berbeda. Pasca melakukan hal tersebut, individu

pada tahap ini kemudian membuat pengakuan atau melakukan konfirmasi

bahwa ia memiliki domain dari kekuatan tertentu.

Tahap keempat strength refinement, practise (perbaikan dan latihan).

Tahap ini terjadi pada saat individu melatih kekuatan sehingga individu ia

menjadi lebih baik dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki. Tahap ini

melibatkan penggunaan sinapsis neurologis. Tahap kelima dari

perkembangan kekuatan adalah stength integration (integrasi kekuatan).

Meliputi kesadaran, penggunaan, dan perbaikan kekuatan individu. Tahap

kelima ini merupakan penggabungan dari kekuatan dan pada menjadi

konsep diri individu. Tahap keenam adalah aplikasi dari kekuatan pada

berbagai macam setting yang berbeda. Dan terakhir tahap ketujuh yaitu

penggunaan dari kekuatan seorang individu dalam mengelola kelemahan

yang dimiliki.

5. Definisi Konseling Kekuatan Diri (Strength Based Counseling)

Konseling kekuatan diri merupakan pergeseran yang baru dengan

paradigma yang luar biasa dalam psikologi, dari model medis yang

berfokus pada patologi ke model yang menekankan pengembangan

modalitas/ asset dari seorang individu (Seligman, 1991, 1998, 1999;

Walsh, 2004). Pendekatan ini berusaha memahami kebajikan manusia dan

menjawab pertanyaan kekuatan apa yang dimiliki seseorang untuk

Page 47: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

59

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

menghadapi kehidupan secara efektif. Dan Apa kekuatan fundamental

umat manusia?. Konseling kekuatan diri menyediakan kerangka teoretis

dan praktik yang dirancang untuk melibatkan konselor dan psikolog dalam

membangun dan mengembangkan kapasitas serta modalitas/ aset diseluruh

rentang kehidupan seseorang (Benson, Galbraith, & Espeland, 1995).

Konseling kekuatan diri dapat dimaknai sebagai proses membantu

individu lain dimana konselor mempelajari kekuatan dan hal baru

mengenai kualitas manusia dalam perspektif positif yang seringkali tidak

dikenali, tidak disebutkan namanya, dan tidak diketahui, baik dalam proses

terapeutik maupun di sekolah (Benard, 1991; Benson, 1997; Rutter, 1985a,

1985b; Wolin & Wolin, 1993). Perpektif baru ini membantu keluarga dan

sekolah mencari dan menemukan kekuatan pada remaja. Terlebih lagi,

remaja diajarkan untuk mengidentifikasi kekuatan mereka sendiri dan

untuk mengarahkan mereka dalam menghadapi kesulitan. Bahasa dengan

bingkai kekuatan ini membantu orang tua, guru, dan profesi lain terkait

dalam memodifikasi dan membingkai kembali bagaimana melihat dan

menilai serta memahami remaja dan individu muda (Connell, Spencer, &

Aber, 1994). Melalui konseling kekuatan diri konselor dituntut untuk

melakukan perubahan perspektif layanan dari hanya melihat risiko

individu atau remaja kepada perspektif ketahanan dan kekuatan yang luar

biasa dari individu (Albee, 1994; Garbarino, 1991, 1994; Wolin & Wolin,

1993). Konsep inti dari konseling kekuatan diri adalah penggunaan

kategori kekuatan sebagai fondasi atau landasan dalam membangun dan

menggunakan intervensi konseling yang rasional. Kategori kekuatan

menyarankan beberapa atribut yang berkontribusi terhadap fungsi sosial

dan emosional positif atau negatif (Aspinwall & Staudinger, 2003).

Kategori kekuatan diperlukan untuk membantu konselor dalam

mengidentifikasi atribut positif konseli, fokus pada kebaikan dalam

kehidupan seseorang, dan menempatkan kekuatan dalam kerangka

keseluruhan fungsi psikologis dan sosial konseli (Peterson & Seligman,

2004). Selain itu, melalui pemahaman karakteristik kekuatan dari konseli,

Page 48: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

60

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

konselor dapat lebih memperjelas peran kekuatan konseli dalam konseling

dan psikoterapi (Peterson & Seligman, 2004).

6. Kontribusi Teori dan Pendekatan Konseling dalam Strength Based

Counseling

a. Psikologi Positif

Dalam studinya tentang optimisme, Seligman (2004)

menemukan bahwa pesimis merupakan respon dari ketidakberdayaan;

individu yang pesimis akan cenderung menyerah lebih awal daripada

yang tekun untuk berusaha. Sebaliknya optimisme akan mendorong

seorang individu dalam berusaha. Optimis akan berguna pada saat

individu dihadapkan pada masalah kehidupan atau kemunduran. Gaya

berpikir optimis membantu seorang individu dalam mempertahankan

harapan, meningkatkan resiliensi seseorang, dan meningkatkan

peluang seseorang untuk meraih kesuksesan. Seligman pada tahun

1998 sebagai presiden APA mengartikulasikan visinya dengan

memperkenalkan dan melakukan kajian serta penelitian yang dikenal

dengan psikologi positif dengan menggunakan pijakan dua tokoh yang

juga merupakan presiden APA sebelumnya yaitu Carl Rogers pada

tahun 1961 dan 1964 serta Abraham Maslow pada tahun 1962 dan

1971.

Maslow pertama kali menggunakan istilah psikologi positif

dalam buku yang ditulis berjudul Motivation and Personality pada

tahun 1954, khusus pada bab terakhir berjudul Toward a Positive

Psychology. Pandangan Maslow untuk psikologi positif menekankan

konsep tentang harga diri positif di kalangan pemuda, pengalaman

puncak, dan aktualisasi diri. Seligman (2004) menantang psikolog

untuk lebih memahami pengaruh optimisme dan pemikiran positif

dalam pengembangan dan pembangunan sumber daya manusia.

Beberapa pertanyaan yang sering diungkapkan dalam menjembatani

konsep psikologi positif diantaranya: Apakah seorang individu yang

berpikir positif dapat belajar lebih baik di sekolah? Sampai sejauh

Page 49: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

61

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

mana seorang individu bisa belajar optimisme atau pesimisme dan

kemudian mempengaruhi perkembangan seseorang melalui tahap

perkembangan anak-anak dan remaja? Bisakah psikologi positif

mempengaruhi tingkat bunuh diri remaja dengan mengajarkan remaja

untuk menjadi orang yang terpelajar? Apakah seorang individu yang

berpikir positif mengalami sedikit depresi atau kecemasan? Psikologi

positif lebih menekankan kesejahteraan individu, kenikmatan indra,

dan rasa kebahagiaan saat ini dan membantu konseli untuk

membangun kognisi positif tentang masa depan melalui optimisme,

harapan, dan keyakinan (Gillham & Seligman, 1999; Seligman, 2002).

Di tingkat individu, psikologi positif berusaha mengembangkan ciri-

ciri pribadi seperti kemampuan dalam hal cinta, keberanian,

ketekunan, pengampunan (pemberian maaf), dan kebijaksanaan. Pada

tingkat kelompok, psikologi positif menekankan tanggung jawab dan

altruisme (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000).

b. Narrative Therapy

Michael White dan David Epston, merupakan dua tokoh

terapis keluarga yang memperkenalkan terapi naratif untuk membantu

konseli yang sedang menghadapi masalah. Kedua terapis ini

mengamati bagaimana konseli mereka terpengaruh oleh makna yang

mereka anggap berasal dari trauma hidup dan rangkaian peristiwa

kehidupan yang membuat individu tertekan. Permasalahan konseli

biasanya melibatkan deskripsi diri mereka sebagai korban daripada

sebagai survivor.

Soon, White dan Epston (1990) mendorong konseli mereka

untuk menceritakan kembali kisah-kisah pribadi mereka tentang rasa

sakit dan penolakan dengan cara-cara baru yang membebaskan dan

memberdayakan mereka. Terapis naratif membantu konseli

menceritakan kembali kisah mereka secara tertulis sehingga konseli

mengingat kekuatan mereka dalam mengatasi masalah dan bukan

kelemahan mereka. Demikian pula, konseling kekuatan diri meminta

konseli untuk menceritakan kembali kisah mereka, melalui

Page 50: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

62

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

penekankan kekuatan yang dimiliki individu. Kontribusi terapis

naratif menjadi bagian dalam tahapan konseling bebasis kekuatan di

mana konseli diminta untuk menceritakan kisah hidup mereka dari

perspektif kekuatan yang dimiliki.

c. Preventive Research

Preventif research (penelitian pencegahan) telah mulai

dikembangkan pada tahun 1960an ketika para peneliti tertarik untuk

belajar bagaimana membangun rasa percaya diri dan kemampuan dari

remaja dalam melawan penyalahgunaan narkoba dan kecanduan

alkohol (Dryfoos, 1990). Pada tahun 1976, National Institute of

Mental Health America mengadakan pertemuan dengan para peneliti

dan praktisi terkemuka yang menegaskan bahwa pencegahan

merupakan cara terbaik dalam menangani masalah kesehatan mental

bagi orang Amerika (Klein & Goldston, 1977).

Selama tahun 1980an, APA membentuk satuan tugas untuk

pencegahan, promosi, dan alternatif intervensi dalam psikologi yang

memulai usaha besar untuk mengidentifikasi program pencegahan

berbasis penelitian (Price, Cowen, Lorion, & RamosMcKay, 1988).

Sejak tahun 1988, standar yang ketat telah ditetapkan dalam

melakukan penelitian pencegahan (Weissberg, Kumpfer, & Seligman,

2003). Pada tahun 1998, Seligman menunjuk sebuah gugus tugas

presiden APA yang diberi nama Prevention: Promoting Strength,

Resilience, and Health in Young People. Gerakan pencegahan dan

Penelitian pencegahan telah berkontribusi pada pemahaman kita

tentang remaja berisiko dan perspektif strength/ kekuatan. Gerakan

pencegahan telah menjadi satu bidang dalam psikologi yang telah

secara konsisten dikenal dan digunakan dalam mengatasi kondisi

pemuda/ remaja secara keseluruhan di Amerika Serikat.

Gerakan tersebut menyoroti tentang perlunya perubahan, dan

kondisi negatif di mana anak-anak Amerika dibesarkan. Misalnya,

para peneliti mencatat tingkat perceraian yang tinggi, frekuensi wanita

yang melahirkan sebelum menikah dan membesarkan anak-anak, dan

Page 51: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

63

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

hilangnya struktur keluarga tradisional (sebagai contoh salah satu

orang tua di rumah dan yang lainn bekerja; Weissberg, Walberg,

O'Brien , & Kuster, 2003).

d. Psikologi Konseling

Sejarah profesional psikologi konseling berkaitan erat dengan

gerakan vocational guidance di Amerika Serikat, kembalinya para

veteran setelah Perang Dunia II, dan kebutuhan akan konseling dalam

mencari perkejaan dan penempatan kerja (Meara & Myers, 1999).

Konseling psikolog menekankan pola perkembangan normal, meski

mereka juga dilatih untuk mengenali pola abnormalitas dan patologi

(Brown & Lent, 2000). Tujuan utama psikologi konseling adalah

untuk memfasilitasi anak-anak dengan berfokus pada pola hidup

individu.

Menurut Gelso dan Fretz (1992), psikologi konseling secara

tradisional mengadopsi peran pencegahan, mendidik dan

perkembangan, serta proses remedial. Selanjutnya, Gelso dan Fretz

mengidentifikasi lima hal yang menjadi fokus dari pendapat mengenai

psikologi konseling antara lain; (a) kepribadian yang utuh, (b) aset dan

kekuatan yang dimiliki individu, (c) intervensi yang relatif singkat, (d)

interaksi antar individu-lingkungan, dan (e) pendidikan Dan

pengembangan karir dan lingkungan. Sumbangan psikologi konseling

terhadap layanan konseling dengan perspektif kekuatan terdiri atas

tiga bagian. Pertama, secara historis psikologi konseling berfokus

pada aset dan kekuatan individu (Brown & Lent, 2000). Kedua, ini

lebih menekankan arti penting keragaman budaya dan dampak budaya

terhadap ekspresi kekuatan individu. Psikologi konseling secara

tradisional berfokus pada kaum muda dan kekuatan budaya kelompok

etnis (Brown & Lent, 2000; Gelso & Woodhouse, 2004).

Beberapa tahun terakhir, Maton dkk. (2004) meminta orang

Amerika untuk memberikan perhatian (berinvestasi) pada anak-anak,

remaja, keluarga, dan masyarakat. Ketiga, psikologi konseling secara

tradisional berada di garis depan dalam mempromosikan perubahan

Page 52: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

64

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

sosial (Brown & Lent, 2000; Walsh, 2004). Para peneliti diketahui

pada saat ini berfokus pada isu-isu konseling untuk kesehatan manusia

secara menyeluruh, fungsi manusia yang optimal, dan pengembangan

kekuatan manusia melalui keragaman (Bingham & Saponaro, 2003;

Leong & Blustein, 2000). Salah satu peran psikologi konseling yang

paling penting adalah membantu orang Amerika menghargai kekuatan

keragaman dalam masyarakat (Bingham & Saponaro, 2003).

Pendekatan konseling kekuatan diri (Strength Based

Counseling) berpendapat bahwa masyarakat dengan identitas etnik

dan ikatan yang kuat diantara anggotanya melindungi kaum muda dari

banyak faktor risiko (seperti penyalahgunaan narkoba dan kekerasan)

akan lebih mampu menghadapi masalah (Smith, 2013). Pendekatan ini

menekankan pentingnya menggunakan pertimbangan unsur etnis dan

budaya untuk memberikan konteks layanan bagi individu.

e. Positive Youth Development

Dalam dekade terakhir, para psikolog di Amerika Serikat

mulai fokus pada positive youth development (Larson, 2000). Gerakan

ini menegaskan bahwa meskipun orang-orang berusia di bawah 18

tahun hanya berjumlah 25% dari populasi A.S., namun Amerika

mempercayai bahwa 100% masa depan Amerika Serikat ada di tangan

para pemuda. Data nasional menunjukkan bahwa sebagian besar

remaja A.S. sampai dewasa tidak siap untuk menjadi warga negara

yang produktif, orang tua yang efektif, atau bahkan warga negara yang

bertanggung jawab (Children's Defense Fund, 2001).

Sebagai gambaran mengenai permasalahan pada remaja atau

anak-anak muda di Amerika Serikat berikut disarikan keadaan yang

ada. Pemuda berusia di bawah 18 tahun diidentifikasi sebagai

kelompok yang paling miskin, dengan satu dari lima orang hidup

dalam kemiskinan. Anak-anak minoritas memiliki tingkat persentase

kemiskinan hampir dua kali lebih tinggi (Biro Sensus, 1997, 2001). Di

Amerika Serikat, orang tua tunggal meningkat dari satu menuju empat

keluarga. Sekitar 8 juta anak di bawah usia 14 tahun menghabiskan

Page 53: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

65

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

waktu dengan pengawasan orang dewasa secara teratur. Sebanyak 11

juta lainnya tidak memiliki asuransi kesehatan, walaupun satu dari

sembilan anak memiliki orang tua yang bekerja (Bureau of the

Sensent, 1997, 2001).

Gerakan Positive Youth Movement adalah paradigma baru

yang dirancang untuk mendukung dan memperkuat keluarga dalam

membantu pemenuhan kebutuhan anak-anak (Larson, 2000).

Paradigma ini berfokus pada membantu kaum muda untuk menyadari

aset dan kebutuhan pembangunan mereka (Benson, 1997).

f. Solution Focused Therapy

Penekanan utama terapi terfokus pada solusi adalah mencari

solusi untuk masalah konseli daripada berfokus pada masalah mereka.

Teori berfokus pada solusi dipelopori oleh usaha dari Steve de Shazer

(1985, 1988, 1994), Insoo Berg (1994) dkk, yang melihat adanya

perubahan dramatis dalam fungsi keluarga ketika mereka

menyampaikan pertanyaan berikut ini. Apa yang terjadi dalam

kehidupan Anda, dan yang anda inginkan terus terjadi? Praktisi

mengamati bahwa memusatkan perhatian pada masalah dan

menemukan solusi tidak harus terhubung. Prosesnya lebih efektif jika

praktisi menekankan solusi yang diinginkan keluarga daripada terapi

yang memusatkan perhatian pada berbagai masalah dalam keluarga.

Terapi yang berfokus pada solusi berpendapat bahwa cara terbaik

untuk merancang sebuah solusi adalah konselor harus mendapatkan

deskripsi akurat tentang apa yang akan dilakukan oleh konseli secara

berbeda pada saat masalah sedang dihadapi menggunakan miracle

question dan menentukan bagaimana kehidupan konseli akan berubah

ketika masalah dipecahkan.

Tahapan untuk membangun solusi yaitu; (a) menjelaskan

masalah, (b) mengembangkan tujuan yang terbentuk, (c)

mengeksplorasi pengecualian, (d) berpartisipasi dalam umpan balik

pada sesi akhir, dan (e) mengevaluasi kemajuan konseli (DeJong &

Berg , 2002). Dua teknik pada model konseling kekuatan diri yang

Page 54: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

66

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

dipinjam dari terapi terfokus pada solusi adalah pertanyaan keajaiban

(miracle question) dan situasi pengecualian (exception situation).

Terapis menggunakan pertanyaan ajaib (miracle question) saat mereka

meminta anggota keluarga yang tertekan untuk membayangkan bahwa

semua masalah mereka dipecahkan secara ajaib. Seorang terapi

keluarga mungkin bertanya pada keajaiban tersebut dengan

mengajukan serangkaian pertanyaan, misalnya Anda tidur malam ini,

dan saat Anda sedang tidur, sebuah keajaiban terjadi, dan semua

masalah Anda terpecahkan. Saat Anda bangun, bagaimana masing-

masing Anda bisa mengatakan bahwa keajaiban ini benar-benar

terjadi? Apa yang akan berbeda dengan keluarga? Bagaimana situasi

individu Anda berubah?

Konseli didorong untuk memiliki mimpi (bermimpi) sebagai

metode untuk mengidentifikasi jenis perubahan yang paling mereka

inginkan. Konseli mulai mempertimbangkan jenis kehidupan yang

berbeda yang tidak didominasi oleh masalah tertentu. Pertanyaan

pengecualian (exception situation) didasarkan pada keyakinan bahwa

dalam kehidupan konseli dimungkinkan terdapat masalah yang tidak

jelas. Terapis yang berfokus pada solusi mengajukan pertanyaan

pengecualian untuk memusatkan perhatian konseli pada saat-saat

dimana tidak terdapat masalah. Pertanyaan pengecualian mewakili

pengalaman dimana konseli mungkin menduga bahwa masalahnya

akan terjadi, namun entah bagaimana pada akhirnya tidak terjadi (de

Shazer, 1985). Terapis yang berfokus pada solusi akan bertanya

kepada konseli tentang apa yang harus dilakukan agar pengecualian

ini dapat terjadi dan lebih sering muncul.

g. Social Work

Profesi pekerjaan sosial telah memberi banyak kontribusi pada

konseling berperspektif kekuatan. Dalam artikel yang ditulis oleh

Weick, Rapp, Sullivan, dan Kisthardt (1989) telah menggunakan

istilah perspektif kekuatan. Saleebey (1992) mengidentifikasi asumsi

dasar dari perspektif kekuatan untuk pekerja sosial dan praktisi yang

Page 55: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

67

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

tertantang untuk mengubah cara mereka bekerja dengan konseli

sehingga mereka berfokus untuk belajar bagaimana individu tersebut

bertahan. Dari sudut pandang yang dipaparkan Saleebey, anggota

helping professions harus tahu apa yang telah dilakukan konseli,

bagaimana mereka melakukannya, apa yang mereka pelajari dari

pengalaman mereka, dan sumber daya apa yang mereka gunakan

dalam perjuangan apa yang telah dan akan mereka lakukan untuk

mengatasi kesulitan.

Pekerja sosial lain (Maluccio, 1981; Rappaport, 1990; Weick,

dkk., 1989) menegaskan bahwa jika praktisi memusatkan perhatian

pada gangguan mental konseli atau diagnosisnya, konseli mungkin

merasa kecil hati dan merasa mereka adalah korban atas penyakit

dimana mereka memiliki. Tujuan membantu adalah memberdayakan

konseli untuk menemukan kekuatan individu dan kekuatan dari

keluarga mereka sendiri (Lee, 2001; Simons & Aigner, 1985).

7. Tinjauan Filosofi dan Asumsi Dasar Strength Based Counseling

Secara filosofis konseling kekuatan diri menegaskan bahwa kita

adalah pahlawan dalam hidup kita sendiri. Konseli dalam konseling

kekuatan diri menjalani perjalanan atau pencarian seperti seorang

pahlawan dalam cerita mitologi. Konseli yang akan memutuskan

apakah mereka akan menjalani petualangan atau menolak

menaklukkan badai masalah yang mengganggu hidup mereka. Hidup

menghadirkan ujian atau kesepakatan yang sangat berbeda bagi setiap

individu. Konselor yang menggunakan pendekatan berbasis kekuatan

tidak menolak atau meminimalkan arti diagnosis dan keterampilan

diagnosis. Konseling kekuatan diri menekankan arti penting

keseimbangan penggunaan diagnosis. Terdapat tiga hal yang secara

filosofis harus menjadi petimbangan bagi konselor yang akan

menggunakan pendekatan berbasis kekuatan, yaitu; Pertama konseling

kekuatan diri berfokus pada apa yang bekerja pada konseli

dibandingkan pada apa yang tidak bekerja. Kedua konseling kekuatan

diri menonjolkan apa yang konseli miliki dan bukan pada apa yang

Page 56: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

68

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

tidak dimiliki. Ketiga konseling kekuatan diri menekankan pada

kekuatan dalam perjuangan yang dilakukan konseli.

Konseling kekuatan diri memiliki sejumlah asumsi dasar dalam

membantu individu pada proses layanan. Asumsi dasar dibangun

dengan tetap menempatkan budaya sebagai bangunan dasar dari

kekuatan yang dimiliki individu. Perbedaan budaya memungkinkan

perbedaan dalam kekuatan yang dimiliki individu. Berikut ini

dipaparkan empat belas asumsi dasar dari konseling kekuatan diri.

a. Ruang terbesar dalam pertumbuhan setiap individu terletak pada

kekuatan atau zona kekuatan

b. Setiap individu memiliki luka atau masalah, namun individu tetap

memiliki kekuatan yang nampak pada kegemaran (passion)

pribadi

c. Treatmen psikologi merupakan upaya membangun kompetensi

individu, serta membantu konseli untuk memulai proses

penyembuhan mereka sendiri

d. Psikoterapi harus harus berkaitan dengan instalasi harapan

(Snyder, Ilardi, Michael, & Cheavens, 2000)

e. Menggunakan perspektif kekuatan berarti percaya bahwa konseli

memiliki kekuatan dan sumber daya yang diperlukan untuk

menyelesaikan situasi sulit dan memiliki kemampuan untuk

memobilisasi lingkungan

f. Konseling kekuatan diri berfokus pada apa yang konseli lakukan

dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dibandingkan

pada masalah itu sendiri – sehingga konseli tidak terlalu larut

dalam masalah

g. Konseling kekuatan diri mengenali masalah konseli dengan

memusatkan perhatian pada kekuatan, keterampilan, minat dan

sistem pendukung yang dimiliki, yang diprediksi dapat

memberikan landasan bagi konseli dalam menyelesaikan masalah

yang muncul.

Page 57: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

69

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

h. Konseling kekuatan diri berfokus pada bagaimana individu dapat

survive dari masalah hidup dan sumber daya yang dapat

membangun resiliensi

i. Konseling kekuatan diri menekankan faktor protektif yang dapat

meningkatkan resolusi positif bagi konseli dalam menyelesaikan

masalah yang muncul.

j. Konselor kekuatan diri tidak menyangkal bahwa konseli mungkin

memiliki gejala dan masalah. Mereka menekankan bahwa

penderitaan, masalah, dan tekanan mental memang ada untuk

beberapa konseli tapi ini tidak membentuk keseluruhan kisah

kehidupan konseli.

k. Konseling yang menggunakan perspektif tradisional seringkali

melihat akar masalah dan menghabiskan banyak waktu untuk

melakukan pemeriksaan terhadap masa lalu konseli, Konseling

kekuatan diri lebih menekankan pada keadaan saat ini dan masa

depan- 6 bulan dari sekarang

l. Konselor tidak berusaha melibatkan konseli untuk membuat

narasi secara berulang-ulang tentang penderitaan yang dialami

m. Konseling kekuatan diri berkaitan dengan mempromosikan

efikasi diri konseli, membantu individu untuk mempercayai

kekuatan yang dimiliki, dan mengambil alih tujuan yang lebih

disukai dan akan dicapai.

n. Konseli didorong untuk mengaitkan kelangsungan hidup mereka

dan memperbaiki kekuatan, serta kemampuan sehingga dapat

meningkatkan efikasi diri

8. Peran Konselor dan Konseli Dalam Strength Based Counseling

Proses terapeutik yang terjadi pada Konseling kekuatan diri

berfokus pada kompetensi dan kekuatan yang dimiliki konseli.

Konselor menekankan kekuatan dari konseli selama proses intervensi

berlangsung. Pada saat kekuatan menjadi fokus dalam intervensi

konseli cenderung memliki motivasi, keterlibatan, kepuasan hidup,

produktivitas dan performansi serta pemahaman terhadap diri sendiri

Page 58: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

70

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

dan orang lain yang lebih tinggi, Clifton & Anderson, 2002;

McQuaide & Ehrenreich, 1997 (dalam Smith, 2014).

Perbandingan peran konselor pada pendekatan berbasis kekuatan

dengan konselor tradisional, disajikan dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2

Perbandingan Peran Konselor Pada Pendekatan Berbasis

Kekuatan dengan Konselor Tradisional

No Konselor Berbasis Kekuatan Konselor Tradisional

1 Berpikir dalam perspektif solusi

dan kesehatan mental konseli

sebagai keadaan yang relatif

daripada kesempurnaan mutlak

Condong melakukan

konseptualisasi dalam hal

masalah dan mental illness

konseli

2 Menggunakan bahasa dan

metaphor dari konseli

Menggunakan jargon teknis dari

profesi (konselor)

3 Menghindari patologisasi konseli.

Konselor fokus pada apa yang

benar dari konseli dan

menempatakan perilaku konseli

sebagai rangkaian fungsi

kesehatan mental

Melihat hal yang patologis dari

konseli: fokus pada apa yang

salah dari konseli

4 Konselor dan konseli bersama-

sama mengkonstruk tujuan

sebagai kolaborator

Konselor tidak sejajar dalam

menyusun sejumlah tujuan

dalam konseling

5 Konseling berfokus pada

kekuatan, survival dan coping

skills dalam membantu konseli

keinginan/ hasrat hidup

Konselor berfokus pada

menghilangkan patologi konseli

6 Konselor menerima definisi

masalah yang diberikan oleh

konseli

Konselor mendefinisikan

masalah yang akan ditangani

dalam terapi

Konseli dalam pendekatan konseling kekuatan diri merupakan

pahlawan bagi diri mereka sendiri. Mereka yang akan memutuskan

apakah mereka akan atau tidak akan memulai jalan yang mereka rintis

sendiri. Terdapat sejumlah peran dan hak yang dimiliki oleh konseli

dalam pendekatan konseling kekuatan diri. Peran dan hak tersebut

adalah sebagai berikut.

a. Konseli memiliki hak untuk diperlakukan secara terhormat dan

bermartabat

Page 59: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

71

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

b. Konseli memiliki hak untuk mendapatkan privasi dan

kerahasiaan

c. Konseli memiliki hak untuk dilihat sebagai individu yang mampu

untuk berubah, tumbuh dan menjadi lebih positif terhadap

lingkungan (tetangga) dan komunitas

d. Konseli memiliki hak untuk mendapatkan pasangan yang secara

kolaboratif membantu proses konseling

e. Konseli memiliki hak untuk memperoleh layanan sesuai kekuatan

yang dimiliki dan bagaimana mengatasi kelemahan

f. Konseli dapat menggunakan memiliki budaya dan sebagai

kekuatan dan untuk meminta layanan yang menghormati dan

mempertimbangkan kepercayaan budaya yang dimiliki

g. Konseli dapat bertanya tentang asesmen klinis termasuk kekuatan

yang sesuai dengan kebutuhan, keterbatasan dan tantangan

h. Konseli berhak untuk menentukan sendiri tujuan dari treatmen

daripada hanya menerima pemberian tujuan treatmen dari orang

lain

i. Konseli dapat belajar dari kesalahan yang dilakukan di masa lalu

dan tidak hanya dilihat dari sejumlah kesalahan yang telah

dilakukan

j. Konseli berhak untuk mendapatkan pesan yang berisi harapan

selama proses layanan konseling dilakukan

k. Konseli berhak untuk mendapatkan konselor yang mengetahui

bagaiman cara membantu sesuai dengan kekuatan dan kompetensi

yang dimiliki.

9. Proposisi Strength Based Counseling

Dua belas proposisi yang ditawarkan yang menguraikan prinsip-

prinsip dasar Konseling kekuatan diri Strength Based Counseling.

Proposisi didasarkan pada konsep inti dan dasar teoritis untuk Strength

Based Counseling disajikan sebagai berikut. Konsep inti dalam

Konseling kekuatan diri diri (Strength Based Counseling) belum

banyak dibahas, karena merupakan sebuah pendekatan baru yang

Page 60: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

72

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

masih memerlukan replikasi dan perluasan dalam implementasi.

Namun berbagai kajian dan penelitian empiris telah dilakukan untuk

menguji validitas dari prinsip-prinsip yang dilaksanakan dalam

pendekatan ini.

Proposisi 1) manusia adalah organisme yang dapat memperbaiki

diri secara terus-menerus dalam pola berkelanjutan melalui adaptasi

dengan lingkungan mereka, pola yang mungkin sehat atau tidak sehat

(Benard, 1991; Bronfenbrenner, 1979, 1989; Darwin, 1859/1995;

Smith, 2013). Kekuatan (strength) berkembang seiring usaha dari

individu dalam beradaptasi dengan lingkungan mereka (Masten &

Coatsworth, 1998). Semua individu terlibat dalam mekanisme self-

righting, meskipun beberapa lebih efektif daripada yang lain.

Mekanisme self-righting memungkinkan individu untuk

mengembangkan kekuatan untuk bertahan hidup, yang mungkin

merupakan pola dasar dan hasil kode dalam genetik seorang individu.

Proposisi 2) individu mengembangkan kekuatan (strength) sebagai

akibat dan bentuk dari kekuatan internal dan eksternal dan sebagai

bagian dari kekuatan pendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan

psikologis dasar (misalnya, keamanan, rasa atau hasrat memiliki,

otonomi, makna dan tujuan hidup) (Carver & Scheier, 1990 ; Frankl,

1963; Maslow, 1954, 1971). Misalnya, kekuatan kompetensi sosial

seorang individu, termasuk pengasuhan (nurturing) dan kekuatan

relasional, merupakan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan

psikologis untuk memiliki dan kebutuhan individu untuk dapat

menjalin hubungan interelasional (Maslow, 1954). Kebutuhan individu

untuk memperoleh kekuatan dan prestasi adalah fungsi dari sistem

motivasi yang utama dari individu (Bandura, 1997).

Proposisi 3) setiap individu memiliki kapasitas untuk

mengembangkan kekuatan dan untuk pertumbuhan dan perubahan

(Maslow, 1971; Rogers, 1964). Pengembangan kekuatan adalah proses

sepanjang hayat (seumur hidup) yang dipengaruhi oleh interaksi dari

faktor keturunan individu dan lingkungan budaya, sosial, ekonomi, dan

Page 61: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

73

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

politik di mana mereka menemukan diri mereka. Individu

mengembangkan kekuatan melalui resiliensi. Kekuatan resiliensi

merupakan keterampilan bertahan hidup yang penting dan muncul

karena dorongan biologis namun diekspresikan secara budaya. Upaya

untuk memperoleh keterampilan bertahan hidup selanjutnya akan

mendorong individu dalam mengembangkan kekuatan yang sehat.

Semua individu pada dasarnya memiliki pengetahuan akan

kekuatan, beberapa di antaranya tidak menggunakannya atau belum

mampu memanfaatkannya dan di sisi lain ada individu yang belum

mengeksplore dan belum mengenali (Cowger, 1992; Dryfoos, 1990;

Epstein, 1998; Epstein & Sharma, 1998; Saleebey, 1992, 1996).

Individu dapat mengembangkan kekuatan diri ketika masyarakat

memberikan kesempatan untuk mengeksplor perkembangan mereka

(Benson, 1997; Clark, 1999; Comer, 1996). Kekuatan bisa dipelajari

atau diajarkan. Semua orang juga memiliki dorongan alami untuk

perkembangan yang positif dan kecenderungan alami untuk mencari

realisasi dan atau mengekspresikan kekuatan dan kompetensi yang

dimiliki (Maluccio, 1981; Maslow, 1954, 1971; Rogers, 1961, 1964;

Weick & Chamberlain, 2002). Konselor yang menerapkan pendekatan

kekuatan diri akan memberikan dukungan dan terlibat secara alami

ketika mereka membantu konseli dalam mengidentifikasi kekuatan

selama proses konseling.

Proposisi 4) kekuatan individu sangat bervariasi, mulai dari

kontinum rendah hingga ke tinggi (Epstein, 1998; Epstein & Sharma,

1998). Tingkat kekuatan dari masing-masing individu dipengaruhi oleh

beberapa faktor kontekstual, termasuk lingkungan di mana mereka

dibesarkan, orang-orang yang ada di sekitarnya, pengalaman dalam

kehidupan nyata serta panutan dalam kehidupan mereka (Bradley &

Corwyn, 2002; Bronfenbrenner, 1979, 1989; Goodman, 1999; Hewlett,

1991). Individu yang dibesarkan di lingkungan yang mengalami

depriasi menunjukkan bukti kekuatan yang berbeda daripada individu

yang dibesarkan di lingkungan yang kaya dalam masyarakat, keluarga,

Page 62: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

74

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

dan sumber daya yang dimiliki. Kekuatan yang dimiliki akan sangat

bervariasi, meskipun berada dalam satu keluarga, hal ini dikarenakan

terdapat kontak individu dengan sumber daya dan orang yang berbeda.

Proposisi 5) kekuatan adalah produk akhir dari proses dialektik

yang melibatkan perjuangan seorang individu dalam menghadapi

kesulitan. Riegel (1976) menegaskan bahwa keberadaan manusia

tampaknya dipengaruhi oleh dialektika dasar (diantaranya kebahagiaan

dan kesedihan, otonomi dan ketergantungan). Pertumbuhan mungkin

tergantung pada kerugian/ kehilangan yang dialami individu selama

hidup (Baltes, Lindenberger, & Staudinger, 1998). Dalam menanggapi

kehilangan atau masalah fisik yang dialami seorang individu pada

masa pertengahan dan usia tua, salah satu cara yang dikembangkan

adalah melakukan kompensasi. Dengan demikian, salah satu tujuan

konseling adalah untuk melakukan intervensi sedemikian rupa

sehingga konselor membantu konseli untuk mencapai keseimbangan

optimal antara pasangan dialektis (misalnya, kebahagiaan dan

kesedihan) sehubungan dengan suatu keadaan tertentu.

Konselor membantu konseli dalam mengeksplorasi aspek-aspek

positif dari peristiwa kehidupan yang negatif. Konselor yang

menggunakan pendekatan berbasis kekuatan diri membantu konseli

untuk memahami bahwa kekuatan dikembangkan dari kehilangan/

kerugian. Tujuannya adalah untuk membantu konseli memahami

paradoks kesulitan, seperti kesulitan yang dihadapi konseli pada masa

lalu atau pada saat sekarang (Desetta & Wolin, 2000; Garbarino, 1991,

1994). Konselor mengakui bahwa semua kekuatan dikondisikan oleh

budaya (Affleck & Tennen, 1996).

Proposisi 6) kekuatan manusia bertindak sebagai penahan atau

penyangga terhadap penyakit mental (Seligman, 1991; Seligman, dkk.,

1999; Vailant, 2000). Melalui proses pembangunan resiliansi, individu

menjadi sadar bahwa mereka memiliki sumber daya internal yang

memungkinkan mereka untuk mengatasi atau mengurangi hambatan.

Model konseling kekuatan diri diri didasarkan pada premis bahwa

Page 63: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

75

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

semua individu memiliki potensi untuk menderita gangguan mental.

Penyakit mental terjadi ketika individu tidak memiliki kekuatan yang

cukup dalam menghadapi ancaman terhadap well being. Model

konseling kekuatan diri diri (Strength Based Counseling) menyatakan

bahwa dengan mengidentifikasi dan berfokus pada sejumlah kekuatan

individu dapat melawan gangguan mental, individu selanjutnya dapat

melakukan pencegahan yang efektif (Beck, Rush, Shaw, & Emery,

1979; Peterson, 2000; Seligman, dkk., 1995). Untuk mengembalikan

individu pada keadaan keseimbangan mental, treatmen psikologis

harus berfokus pada upaya membangun kembali kekuatan yang

dimiliki individu. Kekuatan yang dimiliki indvidu akan membantu

dalam mencegah atau menangani masalah gangguan mental.

Proposisi 7) orang-orang termotivasi untuk berubah selama

konseling dimana konselor berfokus pada kekuatan individu bukan

pada kekurangan dan kelemahan serta masalah mereka (Saleebey,

1992, 1996). Seorang psikolog yang berfokus pada kekuatan konseli,

dia memberikan reward verbal dan relasional eksternal (Weick, dkk.,

1989). Baik dan efektifnya proses psikoterapi dapat membangun

kekuatan. Kekuatan yang dibangun selama psikoterapi mungkin

termasuk keberanian, optimisme, tanggung jawab pribadi,

keterampilan interpersonal, ketekunan, dan tujuan. Membangun

kekuatan selama psikoterapi telah terbukti memberikan dampak positif

bagi konseli dalam penyembuhan.

Proposisi 8) dorongan adalah sumber kunci dan bentuk positif yang

konselor sengaja berikan untuk memperoleh efek perubahan perilaku

pada konseli. Dalam psikoterapi, fungsi dorongan merupakan titik

tumpu dalam memperoleh untuk perubahan. Ini menyediakan landasan

bagi konseli untuk bersedia atau untuk mencoba serta

mempertimbangkan perubahan perilaku dan perolehan kemandirian.

Konselor berbasis kekuatan harus memiliki banyak teknik dalam

memberikan dorongan, termasuk pujian (De Jong & Berg, 2002;

Rogers, 1961).

Page 64: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

76

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Proposisi 9) dalam konseling kekuatan diri diri, konselor secara

sadar dan sengaja serta terencana menghormati upaya konseli dan

berupaya untuk menangani masalah yang dihadapi atau memaparkan

isu yang dimiliki (Rogers, 1961, 1964). Konselor yang menganut

perspektif filosofis ini dapat menciptakan suasana yang menghargai

dan menghormati konseli (Goldstein, 1990; Rapp, 1998). Konseli yang

merasa mereka telah sengaja divalidasi dalam mencapai tujuan

konseling diketahui memiliki keberhasilan yang lebih tinggi daripada

mereka yang merasa belum divalidasi oleh konselornya (Weick &

Chamberlain, 2002).

Proposisi 10) konselor dengan model kekuatan diri memahami

bahwa individu termotivasi untuk mengubah perilaku disfungsional

atau diri sendiri karena mereka berharap bahwa hal tersebut akan

mempengaruhi perubahan hidup yang diinginkan dan mengharapkan

penghargaan. Harapan memobilisasi individu (Snyder, 2000). Fungsi

harapan adalah untuk membuat konseli memiliki antisipasi atau

perkiraan serta penguatan positif untuk perubahan perilaku atau sikap

mereka. Harapan akan kehidupan atau masa depan yang lebih baik

dapat menopang partisipasi positif konseli atau keterlibatan dalam

proses konseling. Konseli yang memeiliki harapan yang tinggi dapat

mencapai tujuan konseling yang lebih baik daripada individu yang

memiliki pesimisme (Snyder, McDermott, Cook, & Rapoff, 1994).

Konseli yang mendapatkan layanan konseling kekuatan diri diri ini

menunjukkan kecemasan dan tingkat depresi yang lebih rendah

dibandingkan yang menggunakan konseling dengan pendekatan

Problem Centered Counseling.

Proposisi 11) konselor dengan model konseling kekuatan diri

memahami proses penyembuhan dari rasa sakit dan kesulitan

(Goldstein, 1990) dan merancang sesi konseling untuk membantu

konseli agar dapat mengatasi dan sembuh dari rasa sakit mereka

(Janoff-Bulman, 1992). Konselor berbasis kekuatan dapat membantu

Page 65: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

77

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

proses penyembuhan dengan membantu konseli mengidentifikasi

keyakinan penyembuhan dalam budaya mereka.

Proposisi 12) konselor pada konseling kekuatan diri diri

mengasumsikan bahwa ras, kelas, dan gender merupakan elemen yang

mengorganisir setiap interaksi konseling (Albee, 1994; APA, 2003a;

Baines, 2000; Betancourt & Lopez, 1993; Wrenn, 1962). Psikolog

menganalisis cara dimana struktur-struktur sosial yang lebih

mempengaruhi konseli dan sumber daya yang tersedia bagi individu

dalam proses konseling, Katz, 1997; Kozol, 1998 (dalam Smith, 2003).

Konselor harus mempertimbangkan bahwa peluang konseli, harapan,

dan pilihan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ras, jenis

kelamin, dan tingkatan sosial di masyarakat (Albee, 1994).

10. Tahapan Strength Based Counseling

Pendekatan dalam membantu manusia saat ini telah mengalami

perubahan (Seligman, 1998, 1999). Psikologi dan helping professions

telah merubah perspektif layanan dari yang berfokus pada masalah, dan

kekurangan serta kelemahan menuju pada perspektif strength atau

kekuatan yang mengedepankan kemampuan dan sumber daya yang

dimiliki dalam diri individu (Cohler, 1987; Rapp, 1998). Meskipun

demikian, temuan dari berbagai literatur konseling dan layanan pada

manusia menunjukkan beberapa kebingungan tentang apa yang dimaksud

dengan istilah berbasis kekuatan (strength-based.) Melalui perspektif

strength/ kekuatan psikolog diharuskan untuk belajar bahwa terlepas dari

kekurangan, ketertindasan, atau sakit yang dialami oleh konseli, individu

diketahui tetap bertahan, dan dalam beberapa kasus individu tetap mampu

berkembang, bahkan terkadang dalam situasi terburuk (Saleebey, 2001).

Melalui perspektif baru ini, para psikolog dan profesi lain yang

memberikan layanan bantuan lebih berfokus pada mencari apa yang

dimiliki orang daripada apa yang tidak mereka miliki, berfokus pada apa

yang dapat dilakukan orang daripada apa yang tidak dapat mereka

lakukan, dan bagaimana mereka berhasil daripada bagaimana mereka telah

gagal.

Page 66: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

78

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Konseling kekuatan diri tidak hanya berfokus pada hal positif dan

mengesampingkan atau mengabaikan kekhawatiran atau

ketidaksempurnaan dari diri dan keluarga individu. Sebaliknya, konseling

kekuatan diri berarti menemukan bagaimana mengenali dan membantu

individu mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki serta pada akhirnya

dapat membangun kompetensi yang ada (Norman, 2000). Selain itu,

konseling kekuatan diri membantu konseli mengidentifikasi resiliensi

(ketahanan) di dalam diri individu, keluarga, atau kelompok, sesuai

dengan konteks masalah yang spesifik terjadi pada diri mereka.

Program konseling kekuatan diri mempercayai dan menekankan

pemahaman bahwa konseli memiliki sumber daya untuk mempelajari

keterampilan baru dan memecahkan masalah yang dihadapi (Masten &

Coatsworth, 1998). Sepuluh tahap konseling kekuatan diri yang diperoleh

dari psikologi konseling dan profesi bantuan lainnya diuraikan untuk

menggambarkan bagaimana pendekatan ini dapat diterapkan. Tahapan ini

telah muncul dari berbagai alur literatur konseling dan psikoterapi.

Corsini (2001) telah mencatat dan kemudian membuat daftar 250

sistem psikoterapi dan konseling yang berbeda, dan Corsini & Wedding

(2005) baru-baru ini menyatakan bahwa lebih dari 400 sistem atau

pendekatan dan konseling telah ada sejauh ini. Seperti diketahui, sebagian

besar psikoterapi, kebanyakan teori konseling yang ada berfokus pada

tujuan terapeutik, fungsi dan peran terapis, hubungan antara terapis dan

konseli, mekanisme perubahan konseli, dan teknik dan evaluasi terapi.

Demikian pula pada pendekatan Konseling kekuatan diri ini model yang

digunakan mengacu pada model-model yang telah ada dengan berbagai

macam penyesuaian. Berikut ini dipaparkan 10 langkah yang digunakan

dalam pendekatan Strength Based Counseling.

Langkah 1. Creating The Therapeutic Alliance

Selama tahap pertama, konselor berbasis kekuatan membangun

hubungan dengan konseli dengan membantu mereka mengidentifikasi dan

mengumpulkan strength/ kekuatan dan kompetensi untuk menghadapi

tantangan dan kesulitan. Penekanan pada kekuatan konseli dilakukan

Page 67: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

79

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

dengan menciptakan rasa aman dalam hubungan konseling. Penciptaan

rasa aman dilakukan dengan mengupayakan perasaan pada konseli bahwa

mereka akan dihormati dan tidak dinilai secara negatif (Cowger, 1992; De

Jong & Berg, 2002; Goldstein, 1990). Kekuatan konseli dikuatkan dengan

cara yang positif dimana konselor melihat konseli sebagai manusia yang

berharga (Desetta & Wolin, 2000; Rogers, 1961, 1964; Simon, 1990).

Psikolog atau konselor dapat menjalin hubungan dengan konseli dengan

memberikan rasa hormat terhadap perjuangan mereka dalam menghadapi

dan menyelesaikan masalah. Tahapan ini dapat dimaknai sebagai tahap

awal untuk membangun hubungan pada proses konseling dan membangun

kepercayaan. Pada berbagai tahap pendekatan konseling sering dimaknai

sebagai tahap awal. Tahapan ini harus diikuti dengan proses identifikasi

kekuatan dimana pada pendekatan lain yang dilakukan adalah

mengidentifikasi dan menganalisis masalah gejala masalah atau

kekurangan serta kelemahan dari individu.

Langkah 2: Identifying Strengths

Psikolog dan konselor dengan pendekatan berbasis kekuatan

mengajarkan konseli untuk menceritakan kisah hidup mereka dalam

perspektif kekuatan. Menceritakan kisah hidup seseorang, akan membantu

individu dalam memahami kehidupan, dan memandang diri individu

sebagai seorang survivor (bukan sebagai individu atau orang tua yang

buruk, keluarga miskin, dan lain-lain) hal tersebut memiliki efek yang kuat

selama psikoterapi. Sesi pertemuan terapi mungkin merupakan

kesempatan yang pertama bagi seorang individu untuk menceritakan kisah

hidup yang dilalui. Oleh karena itu, psikoterapi dengan pendekatan

berbasis kekuatan yang kompeten harus didasarkan pada narasi kisah

hidup konseli. Konselor harus dilatih untuk membantu konseli dalam

menarasikan tentang kisah/ pengalaman hidup mereka.

Pada saat memberikan layanan pada korban trauma, White dan

Epston (1990) mengobservasi bahwa individu sering mendefinisikan diri

mereka sendiri dalam perspektif kejadian traumatis. Terapis keluarga ini

mulai membantu konseli mereka menceritakan kembali kisah mereka

Page 68: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

80

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

dengan cara yang menyoroti keberanian mereka daripada

ketidakberdayaan mereka dan yang menjauhkan konseli dari masalah

tertentu. Pada saat memberikan layanan dengan narasi kepada konseli,

psikolog atau konselor dapat membandingkan dengan mencari bahan atau

subteks yang lain, karena psikolog atau konselor kemudian mengadopsi

strategi narasi mereka sendiri (Dyche & Zayas, 1995). Brower (1996)

mengemukakan bahwa narasi dapat digunakan dalam konseling kelompok

dengan meminta setiap anggota kelompok menyimpan tanggapan pribadi

mereka kepada kelompok tersebut dan kemudian membacanya pada saat

dilaksanakan pertemuan kelompok. Narasi seperti itu membantu individu

dalam memberi pengalaman koherensi, latar belakang, aturan, dan makna

kelompok mereka.

Cerita naratif membantu konseli mengeksternalisasikan dan

menjauhkan diri dari masalah mereka (White, 1989). Selanjutnya, konseli

didorong untuk mencari pengecualian (exceptions), yang berarti pada saat

individu berada dalam kendali atas masalah mereka. Proses ini dikenal

sebagai finding exceptions (menemukan pengecualian). Tidak seperti

perspektif psikoanalitik, Konseling kekuatan diri berpendapat bahwa

masalah seharusnya tidak mendefinisikan identitas total seorang individu

(Bretton, 1993; Goldstein, 1990; Rapp, l998). Identitas seorang individu

lebih condong digambarkan dalam hal bakat dan aset yang mereka miliki.

Konseling kekuatan diri berupaya untuk menggeser fokus hanya pada

masalah (problem) kepada aset untuk mengatasi keadaan yang merugikan.

Menemukan kekuatan konseli mungkin tidak mudah karena konselor

mungkin tidak mencari apa yang sedang bekerja dan karena kekuatan

dapat dikaburkan oleh gejala atau keadaan yang membuat individu

tertekan (Bretton, 1993).

Psikolog membantu konseli menemukan kekuatan pada aspek

biologis, psikologis, sosial, budaya, lingkungan, ekonomi, material, dan

politik (De Jong & Miller, 1995). Kekuatan biologis bisa meliputi

istirahat, nutrisi, kepatuhan terhadap pengobatan, status kesehatan,

olahraga, dan waktu senggang yang memadai. Kekuatan psikologis

Page 69: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

81

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

mungkin terbagi dalam kategori seperti kognitif (misalnya kecerdasan,

kemampuan memecahkan masalah, dan pengetahuan), emosional

(misalnya, harga diri, kestabilan emosi, optimisme, keterampilan

mengatasi masalah, kemandirian, dan disiplin diri), Kekuatan sosial

(misalnya, rasa memiliki dan dukungan, teman, keluarga, dan mentor),

kekuatan budaya (misalnya, kepercayaan, nilai, tradisi, cerita, identitas

etnik yang kuat, rasa komunitas, dan identitas budaya), kekuatan ekonomi

diantaranya (memiliki uang yang cukup dan perumahan yang layak), dan

kekuatan politik (misalnya, kesempatan yang sama dan memiliki hal

dalam menyampaikan pendapat).

Konselor membantu mengidentifikasi kekuatan konseli dengan

meminta konseli untuk menggambarkan hal positif yang ingin mereka

lanjutkan dalam hubungan mereka (Durrant & Owalski, 1992; Saleebey,

1992; Schumm, 1985). Untuk membantu memperjelas kekuatan konseli,

psikolog atau konselor dapat mengajukan pertanyaan seperti; Bagaimana

Anda berhasil bertahan? Apa yang kamu lakukan dengan baik? Apa yang

orang lain lihat dari Anda? Apa kualitas luar biasa Anda? Bagaimana dan

dengan siapa Anda membangun aliansi? Bagaimana Anda bisa beradaptasi

dengan perubahan? Apa karakteristik khusus atau bakat yang membedakan

Anda dari orang lain?

Pasca melakukan identifikasi kekuatan individu, maka konselor

perlu untuk melakukan asesment masalah yang dihadapi oleh konseli, dan

untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dalam mengupayakan

pemberian layanan.

Langkah 3: Assessing Presenting Problems

Asesmen berbasis kekuatan (strength based assessment) telah

didefinisikan sebagai pengukuran keterampilan dan kompetensi emosional,

perilaku, dan karakteristik yang menciptakan rasa pencapaian pribadi;

berkontribusi untuk memuaskan hubungan dengan anggota keluarga,

teman sebaya, dan orang dewasa; meningkatkan kemampuan seseorang

untuk mengatasi kesulitan dan stres; dan mempromosikan pengembangan

pribadi, sosial, dan akademis seseorang, (Epstein & Sharma, 1998, hlm.

Page 70: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

82

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

3). Meskipun konselor berbasis kekuatan fokus untuk menemukan solusi,

mereka juga harus meluangkan waktu untuk sampai pada pemahaman

yang jelas tentang persepsi konseli tentang masalah mereka selama tahap

penilaian (Cowger, 1992).

Jika konselor tidak meluangkan waktu untuk mengeksplorasi

pandangan konseli atas masalah yang terjadi dan jika mereka mengedit

atau mengabaikan masalah konseli – maka akan didapati cerita jenuh

terlalu dini dalam konseling, sehingga menyebabkan solusi yang

dihasilkan tidak mungkin dilakukan atau berhasil (Selekman, 1997). Oleh

karena itu, terapis harus membantu konseli dalam mengungkapkan apa

yang mereka anggap sebagai masalah mereka, mengapa mereka percaya

bahwa ada masalah, perilaku/ situasi apa yang menyebabkan mereka

mendapatkan masalah yang paling banyak, dan konsekuensi dari masalah

tersebut. Selekman (1997) menawarkan beberapa contoh pertanyaan lain

tentang menemukan masalah kritis yang harus disampaikan para konselor

dengan pendekatan berbasis kekuatan, yaitu: Jika ada satu pertanyaan yang

ingin Anda tanyakan kepada saya tentang masalah Anda, pertanyaan apa

itu? Bagaimana saya bisa sangat membantu Anda? Apa teori Anda tentang

mengapa Anda memiliki masalah ini? Jika ada satu pertanyaan tentang

harapan Anda, saya akan bertanya kepada Anda, pertanyaan apa itu?

Langkah 4: Encouraging And Instilling Hope

Konseling kekuatan diri dapat dikonseptualisasikan sebagai

konseling yang mendorong individu dan didasarkan pada prinsip perilaku

yang mengandung muatan penguatan positif. Dorongan telah didefinisikan

sebagai umpan balik yang menekankan upaya atau peningkatan individu

daripada hasil dari usaha yang dilakukan. Psikolog atau konselor dalam

konseling secara positif memperkuat konseli untuk datang ke terapi, baik

secara sukarela atau tanpa disengaja, dengan menekankan kekuatan

mereka (Dreikurs, 1971). Menurut psikologi Adlerian, dorongan adalah

proses pengembangan sumber daya batin anak dan memberinya

keberanian untuk membuat pilihan positif (Adler, 1931; Dinkmeyer &

Page 71: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

83

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Losoncy, 1996). Anak-anak berperilaku buruk karena mereka kurang

mendapat dorongan.

Konselor menggunakan dorongan saat mereka mengakui dan

menerima seorang anak dan ketika mereka memiliki kepercayaan kepada

anak untuk bergerak maju ke arah yang positif (Evans, 1996). Konseli

yang merasa konselor memberi cukup dorongan memiliki tingkat

preterminasi yang lebih rendah daripada mereka yang merasa tidak diberi

dorongan (Adler, 1931; Dinkmeyer & Losoncy, 1996). Dorongan

bukanlah pujian atau penghargaan eksternal yang digunakan untuk

mendapatkan kepatuhan di kelas atau dalam konseling (Dreikurs, 1971).

Pujian biasanya bersifat menghakimi, berorientasi pada ekstrinsik,

dan mengendalikan, sehingga membentuk hubungan superior/ inferior di

mana anak-anak harus bekerja untuk menyenangkan guru atau konselor

dan membuktikan diri mereka layak diperhatikan. Pujian condong

diberikan hanya jika seorang individu telah mencapai tujuan yang

diinginkan, sedangkan dorongan dapat diberikan kepada individu bahkan

ketika hal-hal tidak berjalan dengan baik. Seorang konselor yang

memberikan dorongan adalah orang yang menyampaikan kepada remaja

bahwa partisipasi, kontribusi, dan kerja sama mereka dihargai. Selama

proses terapeutik, konselor yang memberikan mendorong adalah mereka

yang mendengarkan tanpa menyela sebelum anak menyelesaikan cerita

atau kejadian yang dialami. Seorang konselor juga dapat mengaktifkan

dorongan selama konseling dengan memuji konseli atau dengan membuat

pernyataan yang berkontribusi pada rasa harga diri dan rasa memiliki

konseli (Evans, 1996). Konseli bertahan tetap dalam konseling karena

mereka berharap perubahan yang baik akan terjadi (Snyder & Lopez,

2004). Selama tahap ini, konselor berbasis kekuatan berusaha membantu

konseli mengubah perspektif mereka atas kesulitan yang dialami dan

mengilhami perasaan bahwa konseli memiliki kemungkinan untuk

berubah atau menyelesaikan masalah. Konselor menggunakan strategi

naratif sehingga konseli dapat menceritakan kembali kisah hidup mereka

untuk menggambarkan diri mereka sebagai survivor daripada korban.

Page 72: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

84

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Mereka menggunakan pujian untuk mengarahkan konseli menuju

perubahan dan harapan akan suatu pilihan dalam situasi yang sebelumnya

tampak tidak dapat diubah (Wall, Kleckner, Amendt, & Bryant, 1989

Smith, 2013).

Harapan dari konselor, rasa hormat, dan optimisme mulai

ditransfer kepada konseli dan berfungsi sebagai permulaan untuk

membangun dan menjalin hubungan saling percaya dan pencapaian

perubahan konseli (Cowger, 1992; Goldstein, 1990). Memahami arti

penting kekuatan konseli akan memberi rasa aman serta nyaman dalam

hubungan konseling, hal tersebut akan memunculkan perasaan bahwa

konseli dihormati dan tidak dinilai secara negatif (De Jong & Berg, 2002

Smith, 2013).

Psikolog menjalin hubungan dengan konseli dengan

menyampaikan rasa hormat atas perjuangan atau tindakan yang dilakukan

dalam kehidupan mereka. Terapis secara aktif membantu menemukan

bukti bahwa konseli menghadapi tantangan hidup di masa lalu dan mereka

dapat melakukannya lagi sehingga konseli dapat mematahkan pandangan

bahwa mereka adalah korban (mentalitas korban). Konselor berbasis

kekuatan memahami konsep kebanggaan konseli sebagai individu yang

orang survive (Desetta & Wolin, 2000), yang mengacu pada perasaan

konseli yang berlaku karena kesulitan atau situasi yang sulit. Konseli

mengakui rasa sakit dan penderitaan yang mereka alami, namun mereka

juga melaporkan rasa bangga karena bisa melewati, menghindari, atau

mengalami kesulitan. Kebanggaan sebagai seorang survivor membawa

sesuatu dari pesan bahwa "Saya masih mampu berdiri."

Harapan adalah landasan (cornerstone) dalam layanan Konseling

kekuatan diri karena harapan adalah penyangga dalam melawan dan

menghindari penyakit jiwa (Seligman, 2004). Individu-individu memiliki

tingkat harapan yang berbeda mulai dari tinggi sampai rendah, terkait

untuk diri mereka sendiri dan masa depan mereka. Mereka yang memiliki

harapan tinggi memiliki tujuan dan arah untuk mencapai tujuan mereka

(Snyder & Lopez, 2004). Biasanya, orang yang memiliki harapan telah

Page 73: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

85

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

berhasil memenuhi tugas perkembangan mereka (Seligman, dkk., 2004).

Sebaliknya, individu yang mengalami kesulitan dalam mencapai

perkembangan sering kehilangan harapan dan kemampuan mereka untuk

mencapai tujuan (Seligman, dkk., 2004). Konselor berbasis kekuatan

bekerja untuk mendorong konseli menghidupkan kembali harapan dengan

bertanya tentang bagaimana mereka merasa berharap tentang kehidupan

dan keadaan hidup seperti apa yang membuat mereka merasa penuh

harapan. Pertanyaan yang dirancang untuk menghidupkan kembali

harapan konseli termasuk kapan terakhir kali Anda merasa penuh harapan

tentang kehidupan dan keadaan Anda? Dan Apa yang terjadi dalam

hidupmu yang membuatmu merasa penuh harapan?.

Teknik untuk menanamkan harapan saat konseling adalah

menciptakan “a hope chest” (peti harapan). Konselor mendorong konseli

untuk membayangkan peti harapan yang memungkinkan semua masalah

mereka hilang. Konselor berpendapat bahwa tiga keinginan mungkin bisa

diberikan dari peti harapan dengan syarat bahwa perubahan harus

dilakukan untuk memastikan kelanjutannya. Konseli kemudian diminta

untuk menjelaskan tiga harapan yang akan mereka ambil dari peti harapan

dan bagaimana harapan ini akan mengubah situasi mereka saat ini.

Misalnya, konselor berbasis kekuatan mungkin menyusun wawancara

dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: Misalkan Anda bisa menciptakan

peti harapan yang memungkinkan semua masalah Anda hilang. Anda bisa

membuat tiga permintaan untuk diambil dari peti harapan itu. Meski tiga

harapan akan dikabulkan, Anda harus melakukan perubahan untuk

memastikan kelanjutannya. Apa tiga harapan yang akan Anda keluarkan

dari peti harapan Anda? Bagaimana pemberian harapan ini mengubah

situasi Anda saat ini? Apa yang harus Anda lakukan agar harapan Anda

tetap hidup? Kekuatan apa yang Anda miliki sebagai individu untuk

mempertahankan tiga harapan Anda? Pertanyaan harapan mengungkapkan

apa yang ingin diubah konseli tentang kehidupan mereka dan apa yang

bersedia mereka lakukan untuk mempertahankan perubahan tersebut.

Page 74: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

86

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Langkah 5: Framing Solutions

Konselor yang menggunakan Konseling kekuatan diri memahami

bahwa individu tidak harus memecahkan masalah serta mencari jalan

keluar untuk situasi yang mengganggu (Walter & Peller, 1992). Teknik

konseling yang berguna untuk tahap ini adalah pertanyaan pengecualian

(exception question). Psikolog secara aktif mencari pengecualian terhadap

masalah yang terjadi dan memperbesar bantuan kepada konseli dalam

menemukan solusi praktis terhadap isu inti atau isu yang sedang dihadapi.

Solusi praktis mungkin mengadopsi jadwal yang berbeda atau menemukan

kepercayaan individu (Berg & De Jong, 1996). Konselor berbasis kekuatan

terlibat dalam percakapan untuk membangun solusi dengan konseli

mereka (de Shazer, 1985, 1994).

Konselor berbasis kekuatan membantu mengidentifikasi dan

mengevaluasi cara mengatasi masa lalu konseli dan sumber dukungan

terkini untuk menghadapi masalah (Durrant & Kowalski, 1992). Psikolog

mencari informasi tentang apa yang dikerjakan dan telah bekerja dalam

kehidupan konseli dan mungkin mengajukan pertanyaan seperti

Bagaimana Anda mencoba memecahkan masalah yang dihadapi? Apakah

hal tersebut bekerja untuk Anda, walau untuk sementara? Apakah pernah

ada waktu yang Anda ingat (berkesan) saat masalah tidak ada? Apa yang

terjadi dalam hidup Anda ketika masalah itu tidak ada? Pertanyaan

semacam itu mengarahkan konseli menuju solusi yang mungkin untuk

mengatasi kesulitan yang dihadapi (Clark, 1999; Friedman, 1992; Wolin &

Wolin, 1993).

Suasana yang terfokus pada solusi dalam konseling diprediksi

dapat menanamkan optimisme dan kepercayaan diri individu (de Shazer,

1988). Psikolog bekerja sama dengan konseli untuk menghasilkan solusi.

Bersama-sama mereka menyusun rencana aksi realistis yang akan

membantu konseli mewujudkan tujuannya. Teknik lain dalam Konseling

kekuatan diri adalah teknik memaafkan (forgiveness technique), yang

mendorong konseli melepaskan diri dan orang lain dari masa lalu.

Pengampunan (forgiveness) adalah bagian penting dari penyembuhan

Page 75: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

87

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

(Brown, 2004; Brown & Phillips, 2005; Holeman, 2004). Seringkali,

konseli dihinggapi oleh kemarahan, kepahitan, pengkhianatan, dan

keputusasaan - emosi yang mungkin melemahkan. Untuk membantu

konseli membebaskan diri dari emosi negatif ini, konselor harus

mendorong dan melatih konseli untuk memaafkan orang yang mereka

anggap sebagai pelaku kejahatan atau orang-orang yang bertanggung

jawab atas masalah atau rasa sakit mereka. Kebanyakan orang harus

menghadapi perasaan memaafkan/ pengampunan selama hidup mereka

(Brown, 2004; Holeman, 2004).

Konseling kekuatan diri membantu konseli merumuskan definisi

memaafkan/ pengampunan selama proses terapeutik. Ini membantu

konseli menghadapi kesalahpahaman mereka tentang pengampunan dan

mengenali rintangan untuk mendapatkan pengampunan/ memaafkan.

Konselor mencatat bahwa memaafkan adalah sebuah proses yang dapat

membantu konseli memahami motivasi mereka untuk mendapatkan

pengampunan dan langkah-langkah untuk mencapai pengampunan.

Konselor dapat memberikan saran agar konseli memaafkan mereka yang

telah membantu menciptakan masalah yang dihadapi saat ini (Brown,

2004; Holeman, 2004). Konseli didorong untuk menciptakan lingkaran

pengampunan, yang mencakup orang-orang yang membantu menciptakan

rasa sakit atau situasi dan diri mereka sendiri. Sebagai konseli memaafkan

diri mereka sendiri dan orang lain, mereka diminta melepaskan energi

yang terperangkap dalam kekurangan dalam memberikan pengampunan

(Holeman, 2004).

Langkah 6: Building Strength And Competence

Orang membutuhkan kompetensi dan kekuatan untuk

perkembangan sepanjang kehidupan. Kekuatan yang mungkin dibangun

selama psikoterapi meliputi keberanian, wawasan, optimisme, ketekunan,

menempatkan masalah dalam perspektif, dan menemukan tujuan (Walsh,

1998). Selama tahap pengembangan kompetensi, terapis membantu

konseli menyadari bahwa mereka tidak berdaya untuk mengubah

perubahan dalam kehidupan mereka. Pengakuan ini berkontribusi pada

Page 76: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

88

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

rasa otonomi karena konseli mengetahui bahwa mereka dapat menemukan

solusi (Dana, 2002; Wall, dkk., 1989).

Meskipun membangun kompetensi merupakan hal penting

sepanjang usia, ini lebih penting bagi kaum muda. Lembaga Penelusuran

di Minneapolis (Benson, 1997) mengidentifikasi 40 aset pengembangan

yang dianggap sebagai tiang bangunan bagi pengembangan pemuda yang

sehat atau positif. Benson (1997) membagi aset menjadi dua kategori

umum yaitu eksternal dan internal. Aset eksternal adalah pengalaman

positif yang dialami pemuda dari orang-orang di Lingkungan mereka.

Konselor atau psikolog berbasis kekuatan mengembangkan program dan

praktik konseling yang menggabungkan aset eksternal antara lain; (a)

dukungan, perawatan, dan cinta dari keluarga, masyarakat, dan guru

mereka; (b) pemberdayaan agar kaum muda merasa dihargai oleh

masyarakatnya, memiliki kesempatan untuk berkontribusi, dan merasa

aman dan aman di rumah mereka; (c) batasan dan harapan agar kaum

muda tahu apa yang diharapkan dari mereka dan kegiatan dan perilaku apa

yang dapat diterima; dan (d) penggunaan waktu yang konstruktif karena

kaum muda membutuhkan kesempatan membangun dan membangun yang

konstruktif untuk pertumbuhan melalui kegiatan kreatif, program pemuda,

keterlibatan spiritual, dan waktu berkualitas di rumah. Aset internal

memerlukan pemeliharaan fokus, tujuan, dan pemusatan.

Konselor sekolah atau psikolog berbasis kekuatan membantu kaum

muda untuk membangun aset internal sebagai berikut. (a) komitmen untuk

belajar; (b) nilai positif yang membimbing pilihan mereka; (c) kompetensi

sosial yang membantu mereka membuat pilihan positif, membangun

hubungan, dan berhasil dalam kehidupan; dan (d) identitas positif untuk

mempromosikan rasa kuat dari kekuatan mereka sendiri, self-efficacy,

tujuan hidup, harga diri, dan janji untuk diri sendiri (Benson, 1997).

Langkah 7: Empowering

Praktisi menggunakan konsep pemberdayaan untuk merujuk pada

praktik pengembangan kerangka kerja di mana mereka dapat

mengidentifikasi keadaan individu dan kelompok di masyarakat (Bretton,

Page 77: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

89

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

1993; Comer, 1996; Rappaport, 1990; Resnick dkk., 1993). Kerangka

kerja tersebut merupakan upaya untuk melakukan interkoneksi antara

realitas pribadi dan politik dengan mengalihkan kekuasaan kepada konseli.

Pemberdayaan adalah proses mengenali dan mempromosikan fungsi

kompeten konseli melalui kolaborasi antara konselor dan konseli selama

proses konseling dilakukan (Dunst, Trivette, & Deal, 1988; Lee, 2001;

Simon, 1990).

Selama proses pemberdayaan dilakukan, praktisi bekerja untuk

mengembangkan kesadaran kritis tentang interkoneksi dalam realitas

kehidupan sosiopolitik konseli (Lee, 2001; Simon, 1990). Praktisi

mengembangkan apa yang dikenal dengan konsep “conscientization”

(Bretton, 1993), yaitu sebuah konsep yang menyatakan keadaan

ketidakterpisahan masalah pribadi dan masalah publik yang dialami

individu. Pemberdayaan yang dilakukan oleh konselor dilakukan dengan

mengeksplorasi asal usul sosial tindakan konseli, dan mereka berfokus

pada konteks di mana masalah konseli terjadi. Konselor menyadari bahwa

masalah tidak harus berada dalam diri seseorang dan bahwa konseli

kemungkinan besar mencoba solusi untuk setiap masalah, dengan tingkat

keberhasilan dan kegagalan yang berbeda-beda. Konselor dalam proses

konseling membantu konseli mengaktifkan sumber daya di dalam diri dan

komunitas mereka (Lee, 2005).

Langkah 8: Changing

Konselor berbasis kekuatan memahami bahwa perubahan adalah

sebuah proses, bukan kejadian yang terisolasi. Kekuatan konseli

dipandang sebagai dasar untuk melakukan perubahan yang diinginkan

(Friedman, 1992; Simons & Aigner, 1985). Sepanjang konseling, psikolog

berbicara mengenai perubahan bersama konseli mereka (Selekman, 1997).

Perubahan terdiri atas dialog produktif yang membantu konseli menyadari

perubahan apa yang harus mereka lakukan untuk memperbaiki kehidupan

mereka dan untuk menggambarkan kekuatan atau sumber daya apa yang

harus mereka gunakan untuk mengubahnya. Konseli didorong untuk

melihat kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar (Watzlawick,

Page 78: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

90

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Weakland, & Fisch, 1974). Konselor membantu konseli fokus pada apa

yang mereka lakukan dengan benar mengenai situasi yang dihadapi.

Akibatnya, konseli dapat mulai melihat bahwa semua peristiwa dan usaha

bukan merupakan hal yang sia-sia. Membantu konseli untuk menetapkan

tujuan juga merupakan bagian dari dialog tentang perubahan dan proses

perubahan. Sasaran harus eksplisit dan operasional, realistis dan dapat

dicapai, diskrit dan memiliki waktu yang terbatas, dapat diamati dan dapat

diukur (Siporin, 1975). Konselor membantu dan memberikan dorongan

kepada konseli dalam mengidentifikasi langkah-langkah kecil menuju

pencapaian tujuan mereka, dan membantu konseli mengenali hambatan

yang menghalangi jalan dalam mencapai tujuan/ sasaran.

Selain menetapkan tujuan, konselor membantu konseli dengan

membantu mereka mengubah makna yang mereka berikan pada peristiwa

atau keadaan kehidupan tertentu. Konselor yang menggunakan pendekatan

berbasis kekuatan bekerja sama dengan konseli untuk mengubah makna

yang mereka anggap berasal dari situasi, tekanan, trauma, atau rasa sakit

mereka (Thompson, 1985; White & Epston, 1990). Mereka membantu

konseli memahami bahwa mereka dapat memilih bagaimana mereka akan

melihat kesulitan mereka. Seperti dua filsuf kuno, Democritus dan

Epictetus, berpendapat, bukan apa yang terjadi pada kita yang menentukan

betapa bahagianya kita, tapi bagaimana kita menafsirkan apa yang terjadi

pada kita. Individu adalah konstruktivis sosial; Mereka bertindak sesuai

dengan apa yang mereka yakini benar, dan bukan sesuai dengan kebenaran

obyektif.

Janoff-Bulman (1992) telah melakukan penelitian pada korban

peristiwa traumatis untuk menentukan bagaimana individu dapat

mengubah makna keadaan kehidupan. Dia menemukan bahwa individu

yang mengalami dan mengatasi kejadian traumatis sering kali berbicara

tentang pelajaran berharga yang mereka dapatkan dari kesulitan tersebut.

Korban peristiwa traumatis menyatakan bahwa mereka tidak lagi

menganggap hidup sebagai sesuatu yang biasa, bahwa kehidupan telah

menghasilkan makna baru, bahwa mereka telah mengembangkan apresiasi

Page 79: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

91

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

yang lebih besar terhadap diri mereka sendiri, dan bahwa mereka sekarang

melihat diri mereka sebagai hasil dari kekuatan batin. Demikian pula,

Frankl (1963) telah memberikan wawasan penting tentang mengubah

makna keadaan kehidupan. Selama berada di sebuah kamp konsentrasi

Nazi, dia menyadari bahwa dia dapat memilih cara untuk melihat

situasinya. Dia menemukan bahwa dia bisa menggunakan kekuatan

pikirannya untuk mendapatkan makna dari keadaannya yang

memungkinkan individu menanggung ketakutan. Frankl berpendapat

bahwa orang memiliki pilihan dalam bagaimana peristiwa negatif mereka

rasakan, hadapi, dan tafsirkan. Mereka bisa menghadapi peristiwa

kehidupan yang paling memalukan dengan tetap memiliki harga diri,

hanya dengan mengubah perspektif mereka.

Reframing (Membingkai ulang). Reframing dapat dimaknai

sebagai memeriksa pengalaman hidup yang sebelumnya dipandang negatif

dan terlihat baru, menjadi gambaran pengalaman sebagai sesuatu yang

positif, fungsional, atau berguna (Watzlawick, dkk., 1974). Pada saat

konseli mengalami kesulitan untuk memaknai perspektif baru atau

berbeda, terapis berbasis kekuatan mencatat aspek positif dari situasinya.

Akibatnya, fitur negatif dari keadaan kehidupan dapat berubah menjadi

kesempatan lebih baik untuk berubah atau berkurang dalam kepentingan

mereka (Walter & Peller, 1992; Smith, 2013). Reframing telah

dikonseptualisasikan sebagai lebih dari sekedar prosedur satu langkah

karena beberapa jenis reaksi emosional dan perilaku konseli tetap

diperlukan. Gerber, Ginsberg, dan Reiff (1990; Smith, 2013)

mengemukakan empat langkah dalam proses reframing untuk orang

dewasa yang tidak mampu belajar: (a) pengakuan, (b) penerimaan, (c)

pengertian, dan (d) tindakan. Smith (2014) menawarkan langkah-langkah

berikut untuk reframing konseli dan konselor: (a) pengakuan, (b)

penerimaan, (c) pengertian, (d) belajar bahwa selalu ada pilihan untuk

suatu kesulitan, (e) mengubah makna yang dianggap berasal dari sebuah

peristiwa, (F) mendapatkan pelajaran dari kejadian yang menyakitkan, (g)

mendefinisikan kembali diri diri kita atas kekuatan dan berbagai talenta,

Page 80: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

92

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

dan (h) mengambil tindakan konstruktif terkait identitas dan kekuatan baru

yang dimiliki. Selama tahap pengenalan proses reframing, konselor

mengakui dan memvalidasi penderitaan konseli dan cobaan traumatis.

Konseli tidak hanya mendefinisikan ulang dirinya sendiri selama

reframing, tapi juga mengambil tindakan untuk mencerminkan makna dan

identitas yang berubah dan telah mereka berikan pada peristiwa traumatis

(misalnya, pemerkosaan atau kekerasan seksual).

Langkah 9: Building Resilience

Psikolog berbasis kekuatan secara aktif berusaha membantu

konseli membangun ketahanan (resiliensi) yang akan memperkuat mereka

dari masalah yang berulang dan sama atau untuk melindungi diri dari

masalah yang sama (Dunst, dkk., 1988). Beberapa tujuan ketahanan

(resiliensi) untuk seorang individu mungkin adalah untuk mengembangkan

kompetensi sosial (Maluccio, 1981), untuk memutus siklus masalah

keluarga, untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah yang

baik, untuk mengembangkan kompetensi sekolah yang penting dan

diperlukan, dan untuk membuktikan keterampilan coping yang baik

(Garmezy, 1993 ; Wang, Haertel, & Walberg, 1997)

Langkah 10: Evaluating And Terminating

Pada fase ini, baik konselor dan konseli menghormati kemajuan

yang telah dibuat (Weick & Chamberlain, 2002). Mereka menentukan

apakah konseli telah mencapai tujuan, apakah perubahan dapat dikaitkan

dengan intervensi, dan kekuatan konseli dan sumber daya lingkungan

mana yang paling penting dalam membantu mereka mencapai tujuan

mereka. Selama tahap terminasi, konselor yang baik berusaha menjawab

pertanyaan seperti apakah konseli menyelesaikan apa yang dia

kontrakkan? Faktor apa yang menyebabkan perubahan konseli? Apakah

situasi saat ini memerlukan konseling lebih lanjut?

Secara garis besar tahapan konseling Strenght Based Counselig

dapat dibagi dalam tiga bagian besar yaitu tahap awal, tahap inti dan tahap

akhir atau penutup. Pada penjelasan di atas, tahap satu sampai dengan tiga

merupakan tahap awal. Pada tahap empat sampai sembilan dapat

Page 81: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

93

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

dikategirikan sebagai tahap inti. Sementara tahap ke sepuluh merupakan

tahap akhir atau penutup. Hal ini digunakan untuk mempermudah proses

dan pelaksanaan kegiatan pada saat intervensi dilaksanakan.

Penelitian ini bertujuan merumuskan model konseling kekuatan

diri untuk mengembangkan harapan akademik pada mahasiswa. Desain

penelitian ini lebih mengutamakan bagaimana proses mengkonstruksi teori

dan bukan menguji teori secara empiris. Hal ini berbeda dengan

perkembangan penelitian lain yang cenderung berfokus pada metode untuk

menguji teori, namun belum berfokus pada metode untuk menghasilkan

teori. Metode untuk menguji teori pada akhirnya hanya akan mengarahkan

penelitian pada hasil akhir dan kurang memperhatikan proses penelitian.

Pengembangan model yang selama ini dilakukan lebih berorientasi

pada model matematis dan kausal. Penelitian dengan model matematis dan

kausal condong menggunakan perspektif kuantitatif dan kurang

melibatkan proses kualitatif. Pemilihan model simulasi dilatarbelakangi

oleh upaya peneliti menyesuaikan desain penelitian yang juga

membutuhkan analisis kualitatif dalam proses (emmbedded). Penelitian

dilaksanakan dengan menekankan pada uji efektivitas dan tidak mengarah

pada upaya menghasilkan teori. Oleh karena itu peneliti menggunakan

model simulasi sebagai upaya untuk menggabungkan proses kuantitatif

dan kualitatif dalam bingkai eksperimen laboratorium.

C. Kerangka Pikir

Harapan merupakan aspek penting dan menjadi faktor determinan

dan berkorelasi dengan keadaan berbagai variabel kehidupan individu.

Selain itu, harapan merupakan prediktor yang kuat dalam proses

penyembuhan. Harapan menjadi tumpuan dan tujuan yang penting dalam

kehidupan manusia. Harapan merupakan jantung dan dari berbagai

aktivitas kehidupan manusia tidak kerkecuali aktivitas akademik individu.

Tanpa harapan individu diketahui dan diprediksi akan mengalami berbagai

hambatan akademik yang dijalani.

Berdasarkan paparan teori dan hasil kajian hasil penelitian yang

dilakukan peneliti dapat dipahami bahwa harapan merupakan aspek

Page 82: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

94

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

penting dalam perkembangan dan kehidupan individu. Harapan dapat

menunjukkan arah bagi individu dalam bertindak dan menjalani

kehidupan. Hasil kajian sistematis integratif mengenai harapan

menunjukkan korelasi antara harapan dengan kesuksesan akademik pada

individu. Variabel kesuksesan akademik sebagai korelat dalam harapan

merupakan aspek yang sangat dinamis dan unik untuk terus menerus

diteliti. Pengembangan harapan akademik sebagai variabel yang dinamis

dan unik tersebut perlu dilakukan dalam proses pendidikan di perguruan

tinggi (mahasiswa).

Penelitian harapan telah mengalami pergeseran dari yang bersifat

kuantitatif desktiptif, penelitian korelasional kemudian beralih pada

penelitian yang bersifat kualitatif dan kemudian ditindaklanjuti melalui

berbagai penelitian eksperimen hingga saat ini. Berbagai penelitian

eksperimen dilakukan untuk meningkatkan harapan individu dikaitkan

dengan variabel yang lain dalam psikologi. Penelitian dengan pendekatan

eksperimen melibatkan berbagai pendekatan konseling yang mendasarkan

harapan sebagai common faktor dalam proses yang dilakukan. Penggunaan

pendekatan penelitian eksperimen untuk mengembangkan harapan

diarahkan pada dua domain utama yaitu agency dan pathways.

Pengembangan harapan diektahui dilakukan melalui berbagai

pendekatan konseling. Beberapa pendekatan konseling yang dipergunakan

adalah konseling kognitif perilaku, konseling naratif, konseling berfokus

solusi dan konseling feminis. Salah satu pendekatan konseling

dikembangkan untuk mengembangkan harapan adalah Konseling

Kekuatan Diri (Strength Based Counseling). Pasca penggunaan paradigma

psikologi positif menguat maka dikenal pendekatan yang secara asumsi

dan filosofi sesuai. Konseling kekuatan diri sebagai paradigma baru

menekankan pengembangan modalitas dibandingkan patologi individu.

Penggunaan Konseling kekuatan diri dalam mengembangkan harapan

akademik mahasiswa didasari oleh kerangka pikir penempatan harapan

sebagai landasan (cornerstone) dalam layanan konseling.

Page 83: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

95

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Harapan dalam perspektif Strength Based Counseling merupakan

fondasi dalam melawan dan menghindari penyakit jiwa dan

pengembangan kualitas hidup individu. Individu-individu yang memiliki

harapan tinggi lebih memiliki arah dan tujuan dalam menjalani kehidupan

dan berbuat kebaikan. Dampak kuat dari harapan yang berkembang

berkaitan dengan prestasi akademik, kasus putus sekolah (drop out),

kesehatan mental, dan kesehatan fisik. Tujuan akhir dari pengembangan

harapan pada manusia diarahkan pada kepuasan, kebahagiaan dan

kebaikan yang dimiliki individu. Hal tersebut yang mendorong serta

menguatkan peneliti dalam menggunakan Strength Based Counseling

dalam menguatkan harapan akademik mahasiswa.

D. Asumsi dan Hipotesis Penelitian

Penelitian yang berfokus pada Strength Based Counseling untuk

mengembangkan harapan akademik mahasiswa dilandasi pada asumsi

sebagai berikut.

1. Harapan menjadi tujuan yang penting dalam kehidupan manusia.

Harapan dapat menunjukkan arah dalam bertindak dan dalam

menjalani kehidupan. Harapan menjadi dorongan yang kuat dalam

berbuat kebaikan. Harapan akan membantu individu dalam

melanjutkan perjuangan kehidupan dan kebaikan meskipun ditemui

berbagai macam rintangan dan kegagalan (Curtis; 1996, hlm. 147)

2. Harapan merupakan kunci utama kesuksesan dalam konseling dan

psikoterapi, Jerome Frank, 1961; Frank & Frank, 1991 (dalam

Chamodraka, 2008)

3. Harapan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: usia dan jenis kelamin

(Maureen Esteves, 2013), pengasuhan (Shorey, dkk., 2003), budaya

(Riele: 2010; Maureen Esteves: 2013) lingkungan akademis (Averill,

dkk., 1990; Erikson, 1964; Snyder 1994, 2000).

4. Individu-individu memiliki tingkat harapan yang berbeda mulai dari

tinggi sampai rendah, terkait untuk diri mereka sendiri dan masa

depan mereka. Mereka yang memiliki harapan tinggi memiliki tujuan

dan arah untuk mencapai tujuan mereka (Snyder & Lopez, 2004).

Page 84: BAB II KAJIAN TEORIrepository.upi.edu/35126/3/D_BK_1502982_Chapter2.pdf · kajian teori menggunakan landasan pijak dan bingkai psikologi positif yang saat ini berkembang dan terkait

96

Dody Hartanto, 2019

MODEL KONSELING KEKUATAN DIRI UNTUK PENGEMBANGAN HARAPAN AKADEMIK MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN Universitas Pendidikan Indonesia I repository.upi.edu I perpustakaan.upi.edu

Sementara itu, domain harapan terdiri atas: (1) agency atau energi

untuk mencapai tujuan dan (2) pathways atau rencana untuk mencapai

tujuan, (Synder, 2000).

5. Kekuatan (strength) bisa dipelajari atau diajarkan. Semua orang juga

memiliki dorongan alami untuk perkembangan yang positif dan

kecenderungan alami untuk mencari realisasi dan atau

mengekspresikan kekuatan dan kompetensi yang dimiliki (Maluccio,

1981; Maslow, 1954, 1971; Rogers, 1961, 1964; Weick &

Chamberlain, 2002; Smith, 2013).

Rumusan hipotesis penelitian ini disusun sebagai berikut.

1. Konseling Kekuatan Diri (Strength Based Counseling) efektif

untuk menguatkan harapan akademik mahasiswa pada domain

agency dan pathways.

2. Konseling Kekuatan Diri (Strength Based Counseling) efektif

untuk menguatkan harapan akademik mahasiswa jika budaya

mendukung.

3. Konseling Kekuatan Diri (Strength Based Counseling) efektif

untuk menguatkan harapan akademik mahasiswa jika

menggunakan gaya pengasuhan modern dibandingkan tradisional.

4. Efektivitas Strength Based Counseling (Konseling kekuatan diri)

untuk mengembangkan harapan bergantung kepada latar belakang

jenis kelamin.