bab ii hasil penelitian dan analisis

57
15 BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Koperasi Indonesia a. Pengertian Koperasi Koperasi merupakan badan usaha yang terdiri dari orang- perorangan yang didasari pada keamaan tujuan. Dilihat dari asal katanya, istilah Koperasi berasal dari Bahasa Inggris co-operation yang berarti usaha bersama. Dengan arti seperti itu, segala bentuk pekerjaan yang dilakkan secara bersama-sama sebenarnya dapat disebut sebagai koperasi. Tetapi yang dimaksud dengan Koperasi dalam hal ini bukanlah segala bentuk pekerjaaan yang dilakukan secara bersama-sama dalam arti yang sangat umum tersebut. Yang dimaksud dengan koperasi disini adalah suatu bentuk perusahaan yang didirikan oleh orang-orang tertentu, untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, berdasarkan ketentuan dan tujuan tertentu pula. 1 Prof . Marvin A.schars seorang guru besar dari Universitas of Wisconsin, Madison USA mengatakan “koperasi adalah suati badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang 1 Revrisond Baswir, Koperasi Indonesia, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, BPFE, Yogyakarta, 2000, hal 1.

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

15

BAB II

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Koperasi Indonesia

a. Pengertian Koperasi

Koperasi merupakan badan usaha yang terdiri dari orang-

perorangan yang didasari pada keamaan tujuan. Dilihat dari asal katanya,

istilah Koperasi berasal dari Bahasa Inggris co-operation yang berarti

usaha bersama. Dengan arti seperti itu, segala bentuk pekerjaan yang

dilakkan secara bersama-sama sebenarnya dapat disebut sebagai

koperasi. Tetapi yang dimaksud dengan Koperasi dalam hal ini bukanlah

segala bentuk pekerjaaan yang dilakukan secara bersama-sama dalam arti

yang sangat umum tersebut. Yang dimaksud dengan koperasi disini

adalah suatu bentuk perusahaan yang didirikan oleh orang-orang tertentu,

untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, berdasarkan ketentuan

dan tujuan tertentu pula.1

Prof . Marvin A.schars seorang guru besar dari Universitas of

Wisconsin, Madison USA mengatakan “koperasi adalah suati badan

usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang

1Revrisond Baswir, Koperasi Indonesia, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, BPFE,

Yogyakarta, 2000, hal 1.

Page 2: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

16

adalah juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk

mereka ats dsar nir laba atau atas dasar biaya.”2

Sedangkan menurut undang-undang No. 25 Tahun 1992 Koperasi

adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan

hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip

Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas

asas kekeluargaan.

Sebagai organisasi ekonomi yang bertujuan memperjuangkan

kepentingan ekonomi anggotanya dan masyarakat pada umumnya,

kehadiran koperasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat ekonomi

lemah .Tapi dalam kenyataannya di lapangan, justru masyarakat

golongan ekonomi lemah masih banyak yang belum memahami arti

pentingnya koperasi bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi mereka.

Mereka masih memandang koperasi sebagai suatu organisasi

ekonomi yang manfaatnya hanya menguntungkan bagi golongan

masyarakat tertentu saja, bahkan tidak jarang dari mereka yang

menolak kehadiran koperasi sebagai lembaga ekonomi alternatif yang

dapat meningkatkan harkat dan martabat kehidupan mereka

b. Landasan, Asas dan Tujuan Koperasi

1) Landasan dan Asas Koperasi

2 Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian, sejarah, teori dan praktek, (Jakarta

: Ghalia Indonesia, Juni 2002) hal. 39

Page 3: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

17

Menurut Pasal 2 UU Perkoperasian disebutkan bahwa

Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

serta berdasar atas asas kekeluargaan.

2) Tujuan Koperasi

Dalam Pasal 3 UU Perkoperasian disebutkan Koperasi

bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan

perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat

yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945.

c. Fungsi, Peran dan Prinsip-prinsip Koperasi

Dalam UU Perkoperasian dijelaskan mengani fungsi, peran dan prinsip

Koperasi yang terdapat dalam Pasal 4 UU Perkoperasian Fungsi dan Peran

Koperasi adalah:

1) membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan

ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya

untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;

2) berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas

kehidupan manusia dan masyarakat;

3) memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan

ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai

sokogurunya;

Page 4: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

18

4) berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian

nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Prinsip-prinsip Koperasi

Kemudian untuk Prinsip Koperasi diatur dalam Undang-

Undang Perkoperasian, Koperasi melaksanakan Prinsipnya sebagai

berikut:

Pasal 5 :

a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;

b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;

c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan

besarnya jasa usaha masing-masing anggota;

d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;

e. kemandirian.

Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi

melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut:

a. pendidikan perkoperasian;

b. kerja sama antarkoperasi.

2. Koperasi Simpan Pinjam dan Pengelolaan Koperasi simpan pinjam

a. Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi simpan pinjam adalah lembaga keuangan non-bank yang

berbentuk koperasi dengan kegiatan usaha menghimpun dana simpanan dan

memberikannya kembali kepada para anggotanya sebagai bentuk pinjaman

dengan bunga yang serendah mungkin.

Koperasi simpan pinjam biasa juga disebut koperasi kredit adalah

suatu bentuk koperasi yang independen dimana anggotanya adalah

Page 5: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

19

gabungan antara orang-orang atau badan-badan tertentu. Orang yang tidak

terdaftar sebagai anggota tidak bisa menyimpan apalagi meminjam dana

dari koperasi simpan pinjam.

Jadi secara keseluruhan, koperasi simpan pinjam adalah sebuah

lembaga keuangan yang melakukan kegiatan simpan dan pinjam dana yang

dimiliki dan dikelola sendiri oleh anggotanya, serta bertujuan untuk

menyejahterakan anggotanya, mengedukasi anggotanya untuk hidup hemat

dan juga menambah pengetahuan anggotanya tentang perkoperasian.

Kegiatan usaha KSP tertuang dalam pasal 44 UU No. 25 Tahun

1992 tentang Perkoperasian yang menyatakan bahwa koperasi dapat

mengumpulkan dana dan menyalurkannya melaui kegiatan usaha

simpan pinjam dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi

yang bersangkutan, koperasi lain dan anggotanya. Untuk

memperkuat dasar hukum dari kegiatan usaha KSP, pemerintah

kemudian mengeluarkan PP No. 9 Tahun 1995 yang disempurnakan

dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri No.351/KEP/M/XII/1998 yang

menyatakan bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

anggota koperasi, maka kegiatan usaha simpan pinjam perlu di

tumbuhkan dan dikembangkan.

b. Pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam

Sebagaimana unit usaha lain dalam sebuah koperasi, unit simpan

pinjam pun didalam melaksanakan kegiatannya dikelola oleh pengurus. Hal

ini sebagaimana tertera dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun

Page 6: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

20

1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam, dimana dari

ayat-ayat sebagai berikut :

Pasal 8

1. Pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam dilakukan oleh Pengurus.

2. Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan

oleh Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.

3. Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab

kepada Pengurus.

4. Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapatberupa

perorangan atau badan usaha, termasuk yang berbentuk badan hukum.

5. Dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksuddalam ayat

(2), Pengelola wajib mengadakan kontrak kerja dengan Pengurus.

Jika dalam sebuah Koperasi Simpan Pinjam yang menjadi pengelola

adalah perorangan, maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana telah

ditentukan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam, yaitu :

1. Tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan

atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang

keuangan,

2. Memiliki akhlak dan moral yang baik, dan

3. Mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti

pelatihan simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.

Adapun jika pengelola dalam hal ini adalah badan usaha, wajib

memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut :

1. Memiliki kemampuan keuangan yang memadai, dan

2. Memiliki tenaga managerial yang berkualitas baik.

Dalam menjalankan usahanya, Pengelola wajib memperhatikan aspek

permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan

usaha dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait.

Page 7: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

21

1) Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus

ditingkatkan

b. setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan

modal sendiri

c. antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan

harus berimbang

2) Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi

kewajiban jangka pendek

b. ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah

dihimpun

3) Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan

pada kemampuan membayar kembali;

b. ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan

kekayaan harus berimbang

4) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan

ditetapkan dalam jumlah yang wajar untuk dapat memupuk

permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa anggota dengan

tetap mengutamakan kualitas pelayanan;

Page 8: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

22

b. ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva

harus wajar

3. Kedudukan Koperasi Simpan Pinjam dalam Perkoperasian

Pemerintah dan rakyat Indonesia mempunyai kewajiban untuk

menggali, mengolah dan membina kekayaan alam, guna mencapai

masyarakat adil dan maakmur.Rakyat Indonesia sudah bertekad bulat

untuk mewujudkan demokrasi ekonomi.Kita harus menjadikan Koperasi

gerakan rakyat Indonesia yang dijiwai oleh demokrasi ekonomi untuk

membawa kemakmuran serta kemajuan bersama.

Koperasi diyakini dapat diandalkan untuk menopang perekonomian

Indonesia.Koperasi sebagai lembaga ekonomi bagi masyarakat usaha

mikro dan usaha kecil telah membuktikan kemampuan sebagai pelaku

ekonomi yang tangguh, misalnya dalam menanggulangi pengangguran.3

Kebijakan pemerintah dalam pembangunan ekonomi adalah lebih

diarahkan kepada terwujudnya demokrasi ekonomi, dimana masyarakat

harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan tersebut.

Ciri-ciri demokrasi ekonomi itu sendiri adalah antara lain, bahwa

perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah

koperasi.Dalam kaitan ini pulalah, maka pembangunan koperasi juga

diarahkan agar koperasi dapat berperan secara positif sebagai salah satu

3Muslimin Nasution, 2008, Koperasi Menjawab Kondisi Ekonomi Nasional, PIP & LPEK, Jakarta,

h.159

Page 9: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

23

soko guru perekonomian nasional sebagaimana diamanatkan dalam

Undang-Undang Dasar 1945.4

Di dalam Undang- Undang Republik Indonesia Tahun 1945 pada

pasal 33 ayat yang pertama, disana disebutkan “perekonomian dususun

sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekluargaan”. Dalam pasal 33

tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua

untuk semua di bawah pimpinan atau penilaian anggota-anggota

masyarakat.Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan

kemakmuran orang-seorang.Sebab itu perekonomian disusun sebagai

usaha bersama atas asas kekeluargaan.5

Dalam UU Perkoperasian pada Pasal 44 dikatakan bahwa

“Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui

kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk…” . Kemudian pada pasal

yang sama ayat 2 berbunyi “kegiatan usaha simpan pinjam dapat

dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha

koperasi”

Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya

usaha simpan pinjam. Pengertian ini terdapat dalam Peraturan

Pemerintah nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Simpan Pinjam oleh Koperasi .makna yang terkandung adalah bahwa

KSP merupakan koperasi yang bergerak dalam kegiatan usaha simpan

pinjam, dimana simpan merupakan jenis usaha yang dapat dilakukan oleh

4Ninik Widiyanti dan Sunindhia, Koperasi dan Perekonomian Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,

1989, hal. 159 5Ibid hal. 160

Page 10: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

24

koperasi, karena itu tidak menutup kemungkinan bahwa koperasi dapat

menjadikan usaha simpan pinjam menjadi usaha yang dilakukannya.

Berdasarkan Surat Keputusan Mentri Koperasi Pengusaha Kecil

dan Menengah nomor 351/Kep/M/XII/1998 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi pada romawi

V, dinyatakan bahwa: “1. Dalam melaksanakan kegiatan usaha

penghimpunan dana, ada 2 bentuk simpanan yang diperbolehkan yaitu

tabungan koperasi dan simpanan berjangka. Untuk melayani kebutuhan

penyimpanan, koperasi dapat menciptakan berbagai jenis tabungan

koperasi dan simpanan berjangka. Pemberian nama dan ketentuan

mengenai jenis-jenis tabungan koperasi dan simpanan berjangka

merupakan wewenang pengurus koperasi.”

Dengan demikian, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) merupakan dari

satu kesatuan dengan Koperasi Indonesia. Koperasi Simpan Pinjam

merupakan Koperasi yang melakukan usahanya secara khusus dalam

bidang simpan pinjam saja.Oleh karena itu Koperasi Simpan Pinjam

memiliki peran pula sebagai soko guru perekonomian Nasional. Melalui

Koperasi Simpan pinjam ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan

usaha mikro rakyat, sehingga dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan

masyarakat.

Page 11: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

25

B. Hasil Penelitian dan Analisis

1. Sistem Pengawasan Koperasi dalam Peraturan Perundang-Undangan

a. Pengawasan Koperasi

Pengawasan adalah kegiatan pembinaan, pemantauan, pemeriksaan,

dan penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam.

Adapun Menurut Permenkop No. 17/M.KUKM/IX/2015 Tentang

Pengawasan Koperasi, Pengawasan dan pemeriksaan Koperasi adalah

kegiatan yang dilakukan oleh pejabat yang membidangi koperasi untuk

mengawasi dan memeriksa koperasi agar kegiatan diselenggarakan dengan

baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan peraturan

perundang-undangan yang di bentuk dalam rangka memberikan bimbingan,

kemudahan, dan perlindungan oleh pemerintah dalam rangka

pengembangan koperasi, khususnya dalam hal pengawasan koperasi belum

seperti yang diharapkan. Karena pada kenyataanya di lapangan masih

banyak terjadi penyimpangan- penyimpangan dalam pengelolaan koperasi

khususnya koperasi simpan pinjam. Hal tersebut dapat menghambat

perkembangan koperasi, sehingga akan berpengaruh terhadap kepercayaan

masyarakat terhadap koperasi khususnya koperasi simpan pinjam.

Jumlah koperasi dengan semua variannya di sektor keuangan (usaha

simpan pinjam) dan sektor riil, telah tumbuh begitu pesat. Tidak sedikit pula

praktik usaha koperasi menyimpang dari nilai jatidiri dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan teknis selama ini lebih

menghasilkan kuantitas koperasi, untuk menghasilkan koperasi yang

berkualitas diperlukan pengawasan.

Page 12: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

26

Dalam kehidupan perkoperasian, terdapat dua sistem pengawasan

Koperasi simpan pinjam yang terdiri atas :

1) Pengawasan KSP Intern

Pengawasan Intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang

atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang

bersangkutan. Pengendalian intern selalu diterapkan pada masing-masing

organisasi yang gunanya untuk meningkatkan efektifitas operasional

organisasi, termasuk pada organisasi koperasi simpan pinjam. Pengawasan

Koperasi secara intern dilakukan oleh organ koperasi itu sendiri.

a) Badan Pengawas Koperasi

Dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

menyatakan bahwa Pengawas bertugas :

Pasal 39 ayat (1)

a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan

dan pengelolaan Koperasi;

b. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.

Sedangkan pada ayat (2) menyatakan bahwa Pengawas

berwenang :

a. Meneliti catatan yang ada pada Koperasi;

b. Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.

Kedudukan badan pengawas dalam lembaga koperasi, yakni

merupakan suatu badan yang dibentuk dari dan oleh anggota koperasi

serta ditetapkan dalam anggaran dasar yang bertujuan untuk mendidik

dan membimbing pengurus koperasi agar lebih teliti dan ahli serta

Page 13: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

27

terampil dalam mengembangkan koperasi dimasa-masa yang akan

datang.6 Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, badan pengawas

membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaannya yang akan

disampaikan dalam rapat anggota.

Wewenang pengawas koperasi secara garis besar meliputi

pengawasan terhadap pengelolaan organisasi dan usaha koperasi

secara umum, termasuk pemeriksaan terhadap kewajaran laporan

keuangan koperasi. Sehubungan dengan pelaksanaan pengawasan

tersebut, pengawas memiliki wewenang untuk meminta keterangan

yang diperlukan dari pengurus koperasi atau pihak-pihak lain yang

dianggap perlu. Selanjutnya pengawas wajib mempertanggung

jawabkan laporan tersebut dengan membuat laporan tertulis mengenai

pengawasan yang dilakukannya serta menyampaikan kepada Rapat

Anggota.

Sesuai dengan UU No.25 Tahun 1992 keberadaan lembaga

Badan Pengawas pada struktur organisasi koperasi bukan merupakan

sesuatu yang diwajibkan. Artinya pengawasan pada koperasi pada

dasarnya dilakukan secara langsung oleh para anggota, tidak semua

koperasi Lembaga khusus yang bertugas melakukan pengawasan.

Pengawasan yang bertujuan untuk mencegah kesalahan yang mungkin

adalah lebih bijaksana daripada memberi hukuman dan peringatan.

Badan Pengawas mempunyai Kedudukan yang penting, karena

badan pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap

6 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/29912 di akses pada 09 Agustus 2018 pukul 13.55

Page 14: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

28

pelaksanaan kebijakan atas pengelohan koperasi. Tanggung jawab

badan pengawas kepada rapat anggota, adalah sesuatu yang menjadi

tuntutan dari apa yang lelah dilaksanakan oleh badan pengawas dalam

menjalankan tugasnya. Tanggung jawab badan pengawas meliputi

tanggung jawab dalam kegiatan pengawasan terhadap kebijaksanaan

pengelolaan usaha koperasi, tanggungjawab dalam membuat laporan

yang baik7

b) Sistem/Satuan Pengendalian Intern (SPI)

Sistem pengendalian intern merupakan suatu perencanaan yang

meliputi struktur organisasi dan semua metode dan alat-alat yang

dikoordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan

untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa

ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong efisiensi, dan

membantu mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah

ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun

2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, SPI adalah

proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan

secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk

memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi

melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan

7 Meilha Diohan Oc, Tanggung Jawab Badan Pengawas dalam Koperasi sebagai Badan Usaha

Berbadan Hukum, PRANATA HUKUM Volume I, Nomor I Januari 2009, hal. 30.

Page 15: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

29

keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan

perundang-undangan.

Sebagai sebuah sistem pengendalian, SPI memiliki peranan

penting sebagai berikut :

(1) Pengendalian untuk kepentingan pencegahan (preventive

control). Pada titik ini SPI berperan sebagai pencegah terjadinya

hal-hal yang menyebabkan organisasi dan perusahaan berjalan

tidak sesuai dengan tujuannya.

(2) Pengendalian untuk pemeriksaan (detective control). Pada

titik ini, SPI sebagai alat untuk mendeteksi persoalan-persoalan

yang terjadi.

(3) Pengendalian untuk koreksi (correvtive control). Pada titik ini

SPI berfungsi sebagai alat untuk mengoreksi kekeliruan-

kekeliruan yang terjadi dalam proses jalannya organisasi dan

perusahaan

Pengadaan sistem pengendalaian internal (SPI) dalam struktur

organisasi koperasi akan memperkuat sistem pengawasan terhadap

koperasi. Koperasi yang memiliki SPI akan dapat melakukan

pencegahan terhadap tindakan pelanggaran dan penyimpangan

individu (baik anggota atau non anggota) koperasi baik yang menjabat

sebagai pengawas, pengurus, maupun pengelola. Untuk dapat

menemukan pelanggaran dan penyimpang yang dilakukan oleh

internal organisasi, koperasi harus sadar tentang risikko. Bagian

Page 16: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

30

struktur yang berfungsi melakukan identifikasi risiko, mengukur

dampak, memitigasi risiko, dan monev terhadap risiko adalah SPI.8

Perlu diketahui bahwa dalam penyusunan dan penerapan SPI

pada Koperasi harus didukung dengan kebijakan pengurus Koperasi

yang ditetapkan dan disyahkan rapat anggota. Mengapa SPI perlu

dibuat secara tertulis ?

Sebab ada : “Tidak Ada Kesalahan, Tidak Ada Sanksi, Tanpa

Adanya Suatu Peraturan Yang Mendahului, Harus Ada Kata Sepakat

Dari Orang Yang Berwenang”, dalam hal ini dapat diputuskan oleh

Rapat Anggota, Pengurus, Pengawas atau oleh orang yang ditunjuk

untuk itu.

Prinsip-prinsip Penyusunan SPI, merupakan ciri pokok dari

suatu sistem pengendalian intern. Suatu sistem pengendalian intern

yang baik, harus memiliki prinsip-prinsip penyusunan SPI, yakni :

a. Perencanaan Organisasi yang baik,

b. Penetapan tanggung jawab perseorangan,

c. Sistem otorisasi dan prosedur akuntansi,

d. Praktek yang sehat,

e. Pegawai yang cakap dan penempatan yang tepat

f. Pengawasan oleh atasan

g. Penciptaan situasi dan kondisi kerja yang kondusif / positif

8 Subagyo Ahmad, Pengawasan Koperasi di Indonesia, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2017, h.55

Page 17: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

31

2) Pengawasan KSP Ekstern

Pengawas ini merupakan pengawas eksternal karena berasal dari luar

koperasi. Pengawas eksternal adalah pengawas yang berasal dari luar

organisasi yang bersangkutan, baik dari organ pengawasan fungsional

maupun nonfungsional. Pengawsan koperasi secara ektern dilakukan oleh:

a) Pengawasan KSP oleh Pemerintah / Departement Koperasi

Pelaksanaan pengawasan eksternal pada koperasi simpan pinjam yang

dilakukan Departemen Koperasi. Menurut KBBI, departemen adalah

lembaga tinggi pemerintahan yang mengurus suatu bidang pekerjaan negara

yang dipimpin seorang menteri. Merujuk pada pengertian itu, maka

departemen koperasi adalah bagian daripada kementrian koperasi dan UKM

yang tugas dan fungsinya adalah sama.

Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1995

Tentang Pembinaan dan Pengawasan Usaha Simpan Pinjam yang dikelola

Koperasi. Kementrian Koperasi memiliki ruang lingkup tugas meliputi;

(1) Pengaturan

(2) Pengawasan

(3) Pemeriksaan (berkala, sesuai kebutuhan)

(4) Penilaian kesehatan

(5) Penerapan sanksi (pemberian tindakan administratif)

Page 18: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

32

Dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor

17/Per/M.KUKM/IX/2015 : Pelaksanaan Pengawasan Koperasi menjadi

tanggung jawab Menteri berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ayat

(2) : Pelaksanaan pengawasan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) oleh :

a) Deputi bidang pengawasan untuk koperasi dengan wilayah

keanggotaan lintas provinsi;

b) Gubernur untuk koperasi dengan wilayah keanggotaaannya lintas

kabupaten/kota dalam 1 (satu) Provinsi;

c) Bupati/Walikota untuk Koperasi dengan wilayah keanggotaan dalam 1

(satu) Kabupaten/Kota.

Dalam melaksanakan tugasnya, Menteri Koperasi melalui Deputi

Bidang Pengawasan memerlukan dukungan bersama dari berbagai pihak,

termasuk membentuk satuan tugas pengawasan koperasi dengan dukungan

anggaran dana dekonsentrasi untuk meningkatkan kualitas koperasi di

Indonesia.9

Dalam Peraturan Menteri No.17/Per/M.KUKM/IX/2015 sudah di

jelaskan bahwa Menteri dalam melalukan tugas pengawasan di bantu oleh

Deputi bidang Pengawasan. Maka dengan itu Deputi Bidang Pengawasan

membentuk Satgas Pengawasan yang program dan kegiatannya

berlandaskan pada Pasal 5 Peraturan Menteri No.17/Per/M.KUKM/IX/2015.

9 Anonim, 2017, “Koperasi Perikanan Di Pentas Industrialisasi” Majalah Cooperative Koperasi

Dan UKM No 03, Mei 2017,h.11

Page 19: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

33

Adapun penejelasan mengenai Deputi Pengawasan tercantum pada

Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2015 :

Pasal 24 :

Deputi Bidang Pengawasan mempunyai tugas menyelenggarakan

perumusan kebijakan serta koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan

kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan peraturan perundang-

undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha

simpan pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan

pinjam.

Pasal 25 :

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,

Deputi Bidang Pengawasan menyelenggarakan fungsi:

a) perumusan kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan

peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan

koperasi, pemeriksaan usaha simpan pinjam, penindakan, dan

penilaian kesehatan usaha simpan pinjam;

b) koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang

peningkatan kepatuhan peraturan perundangundangan,

pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan

pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan

pinjam;

c) pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang

peningkatan kepatuhan peraturan perundang- undangan,

pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan

pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan

pinjam;

d) pelaksanaan administrasi Deputi Bidang Pengawasan; dan

e) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.

Kemudian Deputi Pengawasan mempunyai kegiatan guna untuk

Pengawasan Koperasi yaitu :

1. Penataan dan Pementaan Data Koperasi

2. Penyempurnaan Peraturan Menteri dan Peraturan Deputi

mengenai pengawasan koperas`i

3. Pemanfaatan Sistem Informasi Pengawasan Koperasi

Page 20: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

34

4. Membuka web layanan pengaduan Koperasi

5. Melaksanakan Pemeriksaan dan Pengawasan serta penerapan

sangsi kepadakoperasi

6. Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pengawasan

7. Melakukan Bimtek, Sosialisasi, dan Pendampingan

8. Melakukan Kerjasama Dengan :

a. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dengan Pembentukan

Satgas Waspada Investasi

b. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Tentang

Pelaksana Pengawas Kemitraan Koperasi, Usaha Mikro,

Kecil dan Mengah (Tim Satgas Kemitraan yang terdiri

dari Satgas Pengawasan Koperasi di daerah Prov, Kab,

kota)

c. Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan

(PPATK) dalam rangka Penerapan Prinsip Mengenai

Penggguna Jasa Bagi koperasi Simpan Pinjam bersama

Pembentukan Tim Financial Action Task Force

d. Kerjasama dengan Bank Dunia dalam rangka pembuatan

modul pelatihan pengawasan.

Pengawasan Koperasi menurut Deputi Pengawasan Memiliki 3

Jenis Pengawasan Koperasi :

1. Pengawasan Aktif (analisa langsung) dan Pasif (analisa laporan)

2. Pengawasan Rutin (sesuai jadwal rencana) dan sewaktu-waktu

(sesuai kebutuhan)

Page 21: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

35

3. Pengawasan Bersifat Preventif (Pembinaan dan Pencegahan)

dan Represif (mencegah meluasnya permasalahan)

b) Pengawasan KSP oleh OJK

Selain pengawasan Eksternal yang dilakukan oleh Pemerintah,

OJK juga berperan dalam pengawasan KSP.

Koperasi, khususnya koperasi simpang pinjam (KSP),

merupakan lembaga keuangan non-bank yang memperoleh modal atau

dana dari pungutuan terhadap anggota yang kemudian akan disalurkan

kembali kepada anggota sendiri. Sesuai dengan azas koperasi yang

berpegang teguh kepada prinsip kekeluargaan, secara tradisional KSP

menghimpun dan menyalurkan dana secara internal.

Namun begitu, dewasa ini KSP dalam praktiknya tidak hanya

melibatkan anggota tetapi juga pihak ketiga.Terjadi perubahan-

perubahan dalam operasional KSP sehingga terus tumbuh dan asetnya

bertambah. Banyak kita temui KSP (Credit Union) di berbagai daerah

di Indonesia yang memiliki asset puluhan hingga ratusan milyar

rupiah. Dan merupakan hal yang biasa bagi KSP tersebut memungut

dana dari pihak ketiga kemudian menyalurkan kembali kepada pihak

ketiga sehingga sudah sepatutnya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan

(OJK).

OJK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan payung

hukum UU Nomor 21 Tahun 2011 yang memiliki fungsi

meyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan yang

terintegrasi di dalam sector jasa keuangan. OJK yang didirikan

Page 22: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

36

sebagai pengganti Bapepam-LK mempunyai fungsi, tugas, dan

wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan peyidikan

terhadap penyedia jasa keuangan.

Seperti telah disinggung sebelumnya, perubahan praktik KSP

dalam beroperasional yang mulai melibatkan pihak ketiga berdampak

kepada berpindahnya pengawasan KSP menjadi di bawah OJK. Hal

tersebut bukan satu-satunya factor penyebab. Pembatalan UU Nomor

17 Tahun 2012 tentang perkoperasian berdampak kepada

pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (LPS-

KSP) oleh Mahkamah Konstitusi.

Pada butir undang-undang perkoperasian yang dibatalkan,

disebutkan KSP dan Unit Simpan Pinjam (USP) berada di bawah

Kementrian Koperasi dan UKM. Sehingga akibat dari pembatalan

tersebut untuk selanjutnya fungsi pengawasan diteruskan kepada OJK.

Untuk sementara sebelum instrument regulasi pengawasan oleh OJK

resmi dibentuk pasca pembatalan undang-undang perkoperasian maka

undang-undang perkoperasian yang lama UU Nomor 25 Tahun 1992

dinyatakan kembali berlaku untuk sementara.

OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam

sektor jasa keuangan:

1. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

2. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara

berkelanjutan dan stabil; dan

3. mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Page 23: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

37

OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

1. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;

2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

3. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun,

lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai

wewenang:

1. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;

2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan;

3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa

keuangan;

5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah

tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

7. enetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola

statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;

8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta

mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan

kewajiban; dan

Page 24: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

38

9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di

sektor jasa keuangan.

Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai

wewenang:

1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap

kegiatan jasa keuangan;

2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan

oleh Kepala Eksekutif;

3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan

Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan,

pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana

dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan;

4. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan

dan/atau pihak tertentu;

5. melakukan penunjukan pengelola statuter;

6. menetapkan penggunaan pengelola statuter;

7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor

jasa keuangan; dan

8. memberikan dan/atau mencabut:

a. izin usaha;

b. izin orang perseorangan;

Page 25: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

39

c. efektifnya pernyataan pendaftaran;

d. surat tanda terdaftar;

e. persetujuan melakukan kegiatan usaha;

f. pengesahan;

g. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan

h. penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan

perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan UU

Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK yang berfungsi

menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan, membuat pengawasan terhadap semua lembaga keuangan

berada di satu atap. Mulai tahun 2015, OJK mulai mengawasi

Lembaga Keuangan Mikro (LKM), termasuk KSP. Hal utama yang

akan dilakukan dalam konteks pengawasan tersebut adalah meminta

seluruh LKM yang ada di Indonesia untuk mengajukan izin usaha10

c) Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN)

Status DEKOPIN adalah sebagaimana ditetapkan dalam

Undang-undang No.25/1992, bahwa “koperasi secara bersama-sama

mendirikan organisasi tunggal yang berfungsi untuk

memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa

aspirasi koperasi” ( pasal 57 ayat 1 ). Dengan demikian maka

10

Dari Bank Pedesaan Sampai Baitul Maal wa Tamwil Kini Diawasi OJK, diakses dari

http://finance.detik.com/read/2015/03/12/185015/2857365/5/dari-bank-pedesaan-sampai-

baitulmaal-wa-tamwil-kini-diawasi-ojk?f9911013

Page 26: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

40

DEKOPIN memiliki kedudukan sebagai satu-satunya organisasi yang

berdiri dengan lingkup nasional.

Pada pasal yang sama juga dinyatakan bahwa terkait dengan

status tersebut maka DEKOPIN memiliki fungsi-fungsi yang

dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan yakni:

1. Memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi.

2. Meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat.

3. Melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan

masyarkat.

4. Mengembangkan kerja sama antar Koperasi dan antara Koperasi

dan dengan badan usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun

internasional.

Kemampuan organisasi DEKOPIN dalam melaksanakan UU ini

perlu ditingkatkan agar kepercayaan Gerakan Koperasi dan

masyarakat konstituen DEKOPIN dapat terpelihara. Sebab tujuan-

tujuan organisasi DEKOPIN merupakan resultan dari tujuan-tujuan

para anggotanya.

Secara lebih operasional maka DEKOPIN haruslah menjalankan

fungsi-fungsi advokasi dan fasilitasi. Fungsi Advokasi adalah upaya

mempengaruhi kebijakan melalui identifikasi permasalahan, lobi dan

penciptaan opini publik. Esensi dari fungsi advokasi adalah

penyaluran aspirasi dan perlindungan terhadap kepentingan koperasi.

Sedangkan Fungsi Fasilitasi adalah upaya memberikan pelayanan dan

Page 27: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

41

fasilitasi bagi Gerakan Koperasi agar mampu meningkatkan kapasitas

organisasi dan usahanya. Fungsi ini terutama pada pelayanan

peningkatan SDM, dan peningkatan kinerja usaha. Sehingga dapat

dikatakan bahwa advokasi adalah berorientasi keluar dan berhubungan

dengan lembaga-lembaga pengambilan keputusan sektor publik

sedangkan fasilitasi berorientasi ke dalam (anggota), terutama

pengembangan jaringan usaha dan berhubungan dengan lembaga-

lembaga pendukung pengembangan usaha.

Peran DEKOPIN adalah bagaimana aktualisasi dan fungsi-

fungsi DEKOPIN dan bagaimana posisi DEKOPIN terhadap pihak-

pihak berkepentingan (stakeholders), yakni anggota (Gerakan

Koperasi), pemerintah dan masyarakat. Peran DEKOPIN ini

tergantung pada beberapa hal, yakni :

1. Kemampuan dan prestasi-prestasi dalam pelaksanaan tugasnya

sesuai dengan kebutuhan anggotanya.

2. Kemampuan dalam mengkonsolidasikan perangkat organisasi

dan mengintegrasikan seluruh potensi Gerakan Koperasi ke

dalam satu simpul perjuangan.

3. Kemampuan dalam mengembangkan keja sama, baik dengan

pemerintah, maupun dengan organisasi Gerakan Koperasi

internasional.

4. Kemampuan membangun opini dan menciptakan image building

tentang Koperasi khususnya dalam rangka meningkatkan

apresiasi masyarakat dalam berkoperasi

Page 28: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

42

c. Tujuan dan Ruang Lingkup Pengawasan Koperasi

1. Tujuan dan Ruang Lingkup Pengawasan Koperasi Secara

Intern

a) Badan Pengawas Koperasi

Secara Intern Ruang Lingkup dan Tujuan Pengawasan Koperasi

menurut Badan Pengawas adalah sebagai berikut :

Tujuan:

1) Memberi bimbingan kepada pengurus, karyawan kearah

keahlian dan ketrampilan

2) Mencegah terjadinya pemborosan bahan, waktu dan tenaga

3) Menilai hasil kerja dengan rencana yang sudah ditetapkan

4) Mencegah terjadinya penyelewengan

5) Membereskan administrasi secara keseluruhan.

Jadi yang menjadi tujuan dari badan pengawas dalam koperasi

adalah membantu seluruh anggota manajemen agar dapat

melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif, dengan jalan

memberikan analisis, penilaian,rekomendasi, saran dan keterangan

dari operasi yang telah diperiksanya. Oleh karena itu perlu penguasaan

yang baik terhadap seluruh fase aktivitas koperasi,agar jasa yang dapat

diberikannya dapat membantu manajemen dalam mengambil

keputusan.

Ruang lingkup badan pengawas meliputi pengujian dan

pengawasan atas kelayakan dan efektifitas struktur pengendalian

Page 29: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

43

intern yang digunakan koperasi serta kualitas pegawai dalam

melaksanakan tanggung jawabnya. Dengan demikian ruang lingkup

badan pengawas dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Menilai keandalan dan integritas informasi keuangan dan

operasi serta cara yang digunakan untuk mengindentifikasikan,

mengukur,mengklasifikasikan, dan melaporkan informasi-

informasi tersebut.

2. Menilai atas sistem yang telah disusun dengan maksud untuk

mengetahui kepatuhan atas kebijaksanaan, rencana, prosedur,

dan peraturan yang mempunyai pengaruh yang berarti pada

operasi dan pelaporan.

3. Menilai atas cara-cara pengamanan harta dan vertifikasi atas

keberadaannya.

4. Menilai keekonomian dan keefisienan atas pemakaian sumber-

sumber perusahaan.

5. Menilai operasi atau program guna memastikan apakah hasilnya

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan apakah operasi

dan program tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana. Dari

uraian di atas dapat disimpulkan bahwa badan pengawas

membantu manajemen untuk menguji struktur pengendalian

intern baik teknis maupun aspek administrasi.

b) SPI

Page 30: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

44

Selanjutnya Tujuan dan Ruang Lingkup mengenai Pengawasan

Oleh SPI. Sistem Pengendalian Intern yang baik mempunyai tujuan

untuk :

1. Melindungi harta kekayaan perusahaan.

2. Pemeliharaan kecermatan dan ketelitian data akuntasi, informasi

keuangan serta laporan-laporan.

3. Menanamkan dan meningkatkan efisiensi dalam operasi.

4. Mendorong dipatuhinya peraturan kebijakan manajemen yang

telah ditetapkan untuk memenuhi tujuan di atas terdapat

beberapa elemen yang merupakan ciri-ciri pokok dari suatu

sistem pengendalian intern

Ruang Lingkup SPI dapat dibagi menjadi dua bidang yakni SPI

Manajemen dan SPI Akuntansi :

1. Bidang SPI Manajemen : Tujuannya untuk memastikan apakah

pelaksana mentaati semua prosedur yang ada dengan benar,

apakah prosedur yang ada telah menjamin efisiensi. Sasarannya

adalah “Tiga Tepat”, yakni :

a) Tepat Prosedur, dan juga dinilai dari kecepatan

menyelesaikan pekerjaan dan biaya lebih murah.

b) Tepat Pelaksana, berpengetahuan dan trampil, dapat dinilai

dari tingkat kerajinan, ketelitian/kesalahan, kejujuran,

jumlah pekerjaan yang diselesaikan.

Page 31: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

45

c) Tepat Otoritas, pemisahan wewenang, delegasi, tanggung

jawab, dapat dinilai dari tingkat kepemimpinan, tanggung

jawab terhadap pekerjaannya (dirinya) maupun pekerjaan

bawahannya

2. Bidang SPI Akuntansi : Tujuannya untuk memastikan apakah

semua transaksi telah dicatat dengan benar sesuai PAI? Apakah

Laporan Keuangan telah disusun sesuai PAI? Sasarannya adalah

“Lima Tepat” yakni:

a) Tepat Prosedur,

b) Tepat Jumlah/Nilai,

c) Tepat Waktu,

d) Tepat Pencatatannya, dan

e) Tepat Otoritasnya.

2. Tujuan dan Ruang Lingkup Perngawasan Koperasi Secara

Ekstern

a) Pemerintah/Departemen Koperasi

Adapun secara Ekstern menurut Permenkop Nomor

17/Per/M.KUKM/IX/2015 adalah bahwa tujuan dan uang lingkup

pengawasan koperasi meliputi :

Tujuan pengawasan koperasi dimuat dalam Pasal 2 menjelaskan

bahwa:

Page 32: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

46

a. Meningkatkan efektifitas pelaksanaan pengawasan Koperasi

oleh pemerintah, pemerintah Provinsi, dan pemerintah

Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah keanggotaan Koperasi;

b. Meningkatkan kesadaran para pengelola Koperasi dalam

mewujudkan kondisi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Mengenai Ruang Lingkup dalam Pasal 5 disebutkan bahwa:

a. Penerapan Kepatuhan;

b. Kelembagaan Koperasi;

c. Usaha Simpan Pinjam;

d. Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam;

e. Penerapan Sanksi.

Dalam penejelasannya disebutkan bahwa:

1) Aspek penerapan kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam

Permenkop Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015 Pasal 5 huruf a

sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi:

a) kepatuhan legal;

b) kepatuhan usaha dan keuangan;

c) kepatuhan transaksi.

2) Aspek kelembagaan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 huruf b meliputi:

a) kelengkapan legalitas yang terdiri dari Akta Pendirian

Koperasi, Anggaran Dasar, perubahan pengesahan

Anggaran Dasar bagi Koperasi, surat izin usaha, surat izin

pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan

kantorkas;

Page 33: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

47

b) kelengkapan organisasi Koperasi yang mencerminkan

strukturtugas, rentangkendali, dan satuan pengendalian

internal.

3) Aspek usaha simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal

5 huruf c meliputi:

a) penghimpunan dana bersumber dari anggota, calon

anggota, Koperasi lain dan atau anggotanya, bank dan

lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat

utang lainnya, dan sumber lain yang sah, serta modal

penyertaan;

b) mengontrol keseimbangan dana antara sumber dana dan

penyaluran dana agar tidak terjadi over liquid dan

unliquid;

c) Penyaluran dana untuk menyalurkan dana yang sifatnya

menjadi aktiva produktif mengurangi kemacetan.

4) Aspek penilaian kesehatan usaha simpan pinjam sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 huruf d dilaksanakan dengan

melakukan penilaian melalui pendekatan kualitatif maupun

kuantitatif terhadap aspek-aspek sebagai berikut:

a) permodalan;

b) kualitas aktiva produktif;

c) manajemen;

d) efisiensi;

Page 34: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

48

e) likuiditas;

f) jatidiri Koperasi;

g) pertumbuhan dan kemandirian; dan

h) kepatuhan terhadap prinsip syariah untuk usaha simpan

pinjam pola syariah.

5) Aspek Penerapan Sanksi sebagaimana dimaksud adalah :

a) sanksi administrative

b) pelimpahan perkara

c) pemantauan pelaksanaan sanksi

d) pemantauan keputusan hasil pelimpahan perkara

e) rehabilitasi kelembagaan

f) rehabilitasi usaha.

b) Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK

menyebutkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan

kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur,

adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem

keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta

mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat.

Maka dari itu tujuan pembentukan OJK ini berhubungan dengan

bagaimana pengawasan yang dilakukan OJK terhadah KSP.

Dengan pembentukan OJK, maka lembaga ini diharapkan

dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan secara

Page 35: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

49

menyeluruh sehingga meningkatkan daya saing perekonomian.

Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional.

Antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan,

pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan

tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. OJK dibentuk

dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang

meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,

transparansi, dan kewajaran (fairness).

Ruang lingkup OJK dalam melakukan tugasnya dalam

mengatur dan mengawasi terhadap setiap:

1. Pelaksanaan kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan,

meliputi baik perbankan konvensional maupun perbankan

syariah;

2. Pelaksanaan kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal

dan;

3. Pelaksanaan kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB

(Industri Keuangan Non Bank), seperti misalnya dana

pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga pembiayaan ekspor,

lembaga pembiayaan sekunder perumahan, lembaga

penjaminan, pergadaian, usaha perasuransian, lembaga yang

menyelenggarakan program jaminan sosial, pensiun, dan

kesejahteraan yang bersifat wajib, atau industri keuangan non

bank lainnya.

Page 36: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

50

Wewenang OJK terbagi ke dalam 3 aspek pengaturan dan

pengawasan (mencakup kelembagaan, kesehatan, dan kehati-hatian

bank) serta aspek pemeriksaan bank.

Adapun aspek-aspek terkait pengaturan dan pengawasan

adalah sebagai berikut :

1. Kelembagaan Bank

a. menentukan tatacara perizinan berdirinya dan

pembukaan kantor suatu bank sekaligus pencabutan

izinnya, mengatur anggaran dasar, program kerja,

ownership, kepengelolaan dan sumber daya manusia,

dan penggabungan usaha (merger, akuisisi, konsolidasi)

bank

b. Cakupan aktivitas usaha bank di antaranya kegiatan di

sektor jasa, sumber finansial, pemasokan dana, serta

produk hibridasi

2. Kesehatan Bank

a. kesanggupan pemenuhan kewajiban jangka pendek /

Likuiditas, kesanggupan penghasilan laba dalam suatu

periode / rentabilitas, kesanggupan pemenuhan seluruh

kewajiban bank / solvabilitas (dalam hal ini menyangkut

pelunasan segala hutang menggunakan seluruh aktiva

bank), mutu aktiva, Capital Adequacy Ratio (CAR), modal

Page 37: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

51

minimum, BMPK, Loan to Deposit Ratio (LDR), serta

pencadangan bank

b. Laporan kesehatan dan hasil kerja bank yang dinilai dari

kualitas dan kuantitas

c. penukaran informasi debitur dan pelayanan kredit oleh

Sistem Informasi Debitur dari bank dan badan usaha yang

melakukan pembiayaan

d. credit testing (pengujian kredit)

e. penyajian informasi laporan keuangan bank, yang metode

dan format bakunya biasa disebut sebagai 'standar

akuntansi bank'

3. Kehati-hatian Bank

a. identifikasi serta pengukuran dan penilaian risiko yang

termanajemen

b. tata laksana bank

c. Pengenalan Anti Money Laundering dan Know Your

Customer Principles (prinsip mengenal nasabah)

d. pencegahan pendanaan terorisme dan fraud rate / modus

kejahatan perbankan seperti phishing, malware, dan

skimming.

Page 38: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

52

d. Bagan Pengawasan KSP

Vbff

EKSTERN

Depaertement

Koperasi / Pemerintah Dekopin OJK SPI Badan

Pengawas

Ruang Lingkup

Pengaturan, Pengawasan, Pemeriksaan (berkala, sesuai

kebutuhan), Penilaian

kesehatan, Penerapan sanksi (pemberian tindakan

administratif)

Ruang Lingkup

1. Pelaksanaan kegiatan

jasa keuangan di bidang

Perbankan, meliputi baik

perbankan konvensional

maupun perbankan

syariah

2. Pelaksanaan kegiatan

jasa keuangan di bidang

Pasar Modal dan;

3. Pelaksanaan kegiatan

jasa keuangan di bidang

IKNB (Industri Keuangan

Non Bank), seperti

misalnya dana pensiun,

lembaga pembiayaan, lembaga yang

menyelenggarakan

program jaminan sosial,

pensiun, dan

kesejahteraan yang

bersifat wajib, atau industri keuangan non

bank lainnya.

Ruang lingkup:

1.Audit

Operasional/

Manajemen

2.Audit

Kepatuhan/Ketaa

tan

3. Audit atas

Kewajaran

Laporan

Keuangan

Ruang lingkup;

Pengawasan terhadap

pengelolaan organisasi

dan usaha koperasi

secara umum,

termasuk pemeriksaan

terhadap kewajaran

laporan keuangan

koperasi.

INTERN

KEGIATAN KSP

Deputi Pengawasan

Satuan Tugas

KSP

Page 39: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

53

4. Sasaran Pengawaan Koperasi Simpan Pinjam

Menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan

Menengah Nomor 17/Per/M.KUKM/Ix/2015 Tentang Pengawasan

Koperasi disebutkan bahwa Sasaran pengawasan Koperasi adalah:

a. Terwujudnya peningkatan kepatuhan Koperasi terhadap peraturan

perundang-undangan;

b. Terbentuknya Koperasi yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh;

c. Terwujudnya Koperasi yang akuntabel

Selain itu juga sasaran pengawasan KSP adalah sebagai berikut :

a. Penguatan tingkat kepatuhan dan ketaatan karyawan

tehadap Peraturan dan Kebijaksanaan Koperasi.

b. Memberantas Pelanggaran Keuangan dan Administrasi ( khusus

pelanggaran administrasi yang berdampak langsung terhadap

kerugian perusahaan secara financial ).

c. Menjaga efektivitas dan efisiensi pengelolaan Koperasi.

d. Mendorong laju pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang

lebih maksimal.

Page 40: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

54

Analisis terhadap Sistem Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam

menurut Peraturan Perundang-undangan.

Terkait dengan pengaturan hukum yang mengatur mengenai

pengawasan koperasi, penulis melihat bahwa terdapat beberapa dasar

hukum yang melandasi adanya pengawasan yang begitu kuat diantaranya

sebagai berikut:

1. UU No.25 Tahun 1992 Tentang Koperasi

Dalam undang-undang ini, pengawasan diatur di dalam pasal 39

yang menyatakan bahwa:

Pengawas bertugas:

a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan

pengelolaan Koperasi;

b. membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.

Jika di telaah pasal ini mengharuskan pengawas untuk melakukan -

pengawasan terhadap pelaksanaan dan kebijakan koperasi serta

melakukan laporan tertulis. Hal ini berarti bahwa pengawas

memiliki tugas dan peran yang sangat penting guna memajukan

usaha koperasi dan oleh karenanya dibutuhkan suatu keahlian

sehingga proses pengawasannya tetap berjalan dengan baik.

Namun demikian penulis melihat bahwa ketentuan yang mengatur

mengenai pengawasan dalam Undang-Undang Nomer 25 tahun

1992 tidak mengatur secara spesifik mengenai sistem pengawaan

koperasi oleh pengawas, sehingga sangat kurang untuk dimengerti

pengawasan yang seperti apa yang dilakukan oleh pengawas

Page 41: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

55

terhadap KSP karena hanya membuat laporan tertulis saja sangat

tidak cukup

2. Peraturan Presiden No 62 tahun 2015 tentang Kemenkop & UKM

Pasal 24 Peraturan Presiden No. 62 tahun 2015 tentang

Kemenkop & UKM disebutkan bahwa Deputi Bidang Pengawasan

mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan kebijakan serta

koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang

peningkatan kepatuhan peraturan perundang-undangan,

pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha simpan

pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam.

Sedangkan dalam Pasal 25 Peraturan Presiden No. 62 tahun 2015

tentang Kemenkop & UKM disebutkan bahwa dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,

Deputi Bidang Pengawasan menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang peningkatan kepatuhan

peraturan perundang-undangan, pemeriksaan kelembagaan

koperasi, pemeriksaan usaha simpan pinjam, penindakan,

dan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam;

b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di

bidang peningkatan kepatuhan peraturan perundang-

undangan, pemeriksaan kelembagaan koperasi,

pemeriksaan usaha simpan pinjam, penindakan, dan

penilaian kesehatan usaha simpan pinjam;

c. pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang

peningkatan kepatuhan peraturan perundang-undangan,

pemeriksaan kelembagaan koperasi, pemeriksaan usaha

simpan pinjam, penindakan, dan penilaian kesehatan usaha

simpan pinjam;

d. pelaksanaan administrasi Deputi Bidang Pengawasan; dan

e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.

Page 42: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

56

Penulis berpendapat bahwa secara holistik ketentuan yang

mengatur mengenai pengawasan oleh Deputi Pengawasan sudah

cukup baik, namun kerjasama dengan lembaga terkait seperti OJK,

KPPU, PPATK dan Bank Dunia masih kurang mengenai kegiatan

yang dilakukan terhadap pengawasan koperasi sehingga rentan

terjadi penyimpangan. Dengan melihat situasi seperti ini, penulis

berpendapat bahwa seharusnya diatur secara rinci mengenai

mekanisme kerjasama antar lembaga-lembaga diatas serta

sinkronisasi tugas dan tanggung jawab sebagai upaya

pemberantasan terhadap tindakan penyimpangan yang dilalukan

oleh KSP.

3. Peraturan Menteri No. 17/Per/M.KUKM/IX/2015

Dalam Konsideran huruf a disebutkan bahwa untuk

mewujudkan Koperasi yang kuat, sehat, mandiri, tangguh dan

berdaya saing sesuai jatidiri Koperasi perlu meningkatkan

akuntabilitas, kepercayaan, kepatuhan, kesinambungan, dan

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada anggota dan

masyarakat; kemudian dalam konsideran huruf b dijelaskan bahwa

untuk mewujudkan Koperasi sebagaimana dimaksud huruf a,

koperasi perlu pengawasan oleh pejabat yang berwenang sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Penulis melihat adanya

pelimpahan kewenangan dari Menteri kepada pejabat terkait untuk

melaksanakan tugas pengawasan guna meminimalisir atau

mencegah terjadinya praktik yang menyimpang. Kemudian dalam,

Page 43: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

57

Pasal 19 Ayat(1) dan (2) menyebutkan;

Ayat (1): Dalam rangka efektifitas pengawasan Menteri

berkoordinasi dengan Gubernur dan Bupati/Walikota;

Ayat (2): Koordinasi penyelenggaraan pengawasan Koperasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama, antara

lain dengan :

a. Kepolisian;

b. Kejaksaan;

c. Otoritas Jasa Keuangan (OJK);

d. Pusat Pengendalian Analisis Transaksi (PPATK)

Dalam pasal ini tidak dijelaskan koordinasi seperti apa yang

dilakukan oleh pengawas dengan lembaga terkait tersebut,

sehingga kurang dipahami. Namun Permenkop No.

17/Per/M.KUKM/IX/2015 ini merupakan acuan untuk Satgas

Pengawasan Koperasi untuk melakukan tugas pengawasan.

4. DEKOPIN

Pengawasan yang dilakukan oleh Dekopin belum ada

sebagaimana mestinya karena tidak ada peraturan yang mengatur

dan tidak dijelaskan seperti apa tindakan pengawasan yang

dilakukan. Dekopin hanya menjalankan tugas pembinaan,

sementara untuk pengawasan meminta bantuan pada OJK agar ikut

membantu dalam pengawasan KSP. Dekopin sendiri ditetapkan

memiliki peran utama sebagai wahana untuk menyuarakan aspirasi

gerakan koperasi, sekaligus menjadi juru bicara gerakan koperasi di

tanah air. Oleh karena itu, Dekopin tidak memiliki skema kerja

untuk melakukan pengawasan yang jelas serta program

pembiayaan atau perkuatan modal bagi koperasi. Seharusnya

Page 44: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

58

sebagai lembaga tertinggi yang mewakili Gerakan Koperasi

Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri harus turut

membantu dalam mengawasi kegiatan KSP dan mempunyai

standarisasi pengawasan terhadap koperasi terlebih dalam

mengawasi KSP.

5. Pengawasan KSP Oleh OJK

OJK sebagai lembaga yang dibentuk untuk menghadapi

industri jasa keuangan yang semakin besar nilainya dan canggih

bentuk pelayanannya telah mengeluarkan Peraturan OJK No. 14/

POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga

Keuangan Mikro (LKM). LKM adalah lembaga keuangan yang

khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan

pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau

pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan

masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa

konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari

keuntungan. Salah satu bentuk badan hukum LKM adalah

Koperasi. Dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) peraturan tersebut

tercantum antara lain:

(1) Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan

oleh OJK.

(2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, OJK

melakukan koordinasi dengan kementerian yang

Page 45: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

59

menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam

Negeri.

Penulis melihat bahwa meskipun tidak diatur secara eksplisit

bagaimana peran OJK dalam mengawasi koperasi, namun secara

garis besar OJK memilki kewenangan untuk melakukan

pembinaan, membentuk peraturan, serta melakukan pengawasan

serta berkoordinasi dengan kementrian koperasi guna

menyelenggarakan urusan pembinaan dan pengawasan koperasi.

Dengan penjelasan di atas dan bagan yang sebelumnya,

penulis berpendapat bahwa pengawasan yang semacam itu belum

sepenuhnya saling melengkapi, sehingga tidak dapat membantu

untuk menjadikan KSP dengan unit usaha bisnis yang berkembang

dengan baik. Dengan adanya pengawasan Intern dan Ekstern disini

tidak jelas siapa yang lebih aktif dalam mengawasi KSP tersebut.

Dengan demikian, pengawasan dimaksudkan agar lebih

dapat memastikan apakah pelaksanaan kegiatan koperasi sudah

berada pada rel yang sebenarnya atau malah terjadi penyimpangan.

Kalaupun ada terjadi suatu penyimpangan, maka dengan adanya

pengawasan diharapkan dapat diketahui sedini mungkin sehingga

tidak sampai pada taraf yang sangat membahayakan koperasi.

2. Peran Kementrian Koperasi dan UKM mengenai Ragam Pengawasan

Secara umum peran Kementrian Koperasi dan UKM sangat penting

guna mengawasi Koperasi sehingga tidak terjadi perbuatan atau tindakan

yang menyimpang yang dilakukan oleh Koperasi khususnya organ-organ

Page 46: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

60

yang terdapat di dalamnya. Namun demikian, peran yang dilakukan oleh

Kementrian Koperasi dan UKM sendiri dalam mengawasi Koperasi belum

sepenuhnya maksimal sehingga terjadi perbuatan yang menyimpang dalam

suatu Koperasi.

Pemerintah melalui peraturan perundang-undangan yang dibentuk,

tampaknya masih belum dapat mendorong secara significan peningkatan

kualitas KSP dan USP. Bahkan diduga kuat banyak koperasi simpan

pinjam yang tidak untuk melayani anggota, sebagai pemilik dan pengguna,

tetapi lebih banyak melayani masyarakat lainnya yang bukan anggota.

Bahkan cukup banyak ditemui KSP-KSP yang beroperasi saat ini, lebih

banyak menguntungkan atau berorientasi kepada kepentingan anggota

sebagai pemilik dan sangat kurang memperhatikan kepentingan

anggota/calon anggota sebagai pelanggan, yaitu sebagai penyimpan dan

peminjam (nasabah).

Terdapat dua kemungkinan terjadinya penyimpangan pada kegiatan

operasi KSP dan USP dilihat dari kehadiran PP No. 9 tentang usaha

simpan pinjam, yaitu: 1) kepiawaian pengelola koperasi memanfaatkan

celah-celah beberapa aturan yang meragukan atau mendua, dan 2) secara

sengaja melanggar aturan yang ada. Sebagai informasi penting adalah

bahwa selama ini hampir tidak pernah dikenakan sanksi yang memadai

apabila koperasi melakukan pelanggaran terhadap UU koperasi No.25

Tahun 1992 dan atau PP No.9 Tahun 1995 yang dilakukan tersebut.

Eksistensi koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam pada

koperasi akan terjamin apabila kinerja usaha yang ditunjukkan oleh

Page 47: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

61

pertumbuhan usaha yang sinifican didukung secara kuat oleh adanya

aturan/kebijakan yang baik dan praktik-praktik yang sehat, dalam rangka

meningkatkan kemampuan ekonomi dan usaha serta pendapatan anggota

(members promotion). Eksistensi koperasi simpan pinjam dan unit simpan

pinjam pada koperasi dipengaruhi sekurang-kurang oleh tiga faktor, yaitu:

1) legal, 2) kinerja usaha, 3) kepercayaan anggota. Ketiga faktor tersebut

pada kenyataannya di lapangan sangat terkait satu sama lain, sehingga

paduan ketiganya sering diidentikan dengan kesehatan koperasi simpan

pinjam. Oleh karena itu, apabila salah satu faktor saja kinerjanya tidak

baik, maka akan sangat berpengaruh terhadap kinerja atau kesehatan

koperasi secara keseluruhan.

Terdapat tujuh aspek penting dalam PP No.9 tahun 1995 tentang

pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam. Ketujuh aspek tersebut adalah:

1. Umum,

2. Organisasi,

3. Pengelolaan,

4. Permodalan,

5. Kegiatan Usaha,

6. Pembinaan dan

7. Sanksi.

Oleh karena ketujuh aspek tersebut tidak dilaksanakan secara baik,

maka menimbulkan berbagai permasalahan yang pada akhirnya

menyebabkan tidak optimalnya kinerja koperasi tersebut.

Page 48: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

62

Dampak dari rendahnya kemampuan penyusunan laporan yang

lengkap dari KSP/USP adalah belum memiliki informasi keuangan yang

dapat dianalisis kinerjanya. Manajemen KSP/USP umumnya tidak mampu

melakukan evaluasi terhadap kinerja keuangannya, sehingga sulit untuk

mengetahui tingkat kesehatannya, padahal evaluasi kinerja sangat penting

sebagai sumber informasi bagi KSP/USP dalam menentukan strategi

maupun pengambilan keputusan keuangan. Manajemen yang diterapkan

KSP/USP umumnya adalah manajemen yang tradisional.Tidak heran

beberapa kasus yang terjadi KSP/USP yang sebelumnya mengalami

perkembangan usaha yang bagus tiba-tiba gulung tikar, karena tidak

mampu memenuhi kewajiban pembayaran modal pinjaman (modal luar).

Penyebabnya adalah koperasi belum melakukan analisis terhadap kredit

bermasalah (NPL) sebagai ramburabu tingkat keamanan dari dana yang

disalurkan, pada saat koperasi menghadapi kredit bermasalah yang tinggi,

maka tidak akan mampu memenuhi kewajiban pada pihak ketiga.11

Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Deputi Bidang

Pengawasan per 1 maret 2017, didata bahwa jumlah koperasi yang

dikenakan sanski administrative adalah sebagai berikut:12

1. KSPPS BMT CSI Syariah Sejahtera, Kabupaten Cirebon

2. KSPPS BMT CSI Madani Nusantara Kota Cirebon

3. KSP Pandawa Mandiri Group

11

Jurnal Ekonomi MODERNISASI, Volume 5, Nomor 3, Oktober 2009, Publisher:

Fakultas Ekonomi Universitas Kanjuruhan Malang 12

www.depkop.go.id diakses pada 20 Juli 2018 Pukul 21.55

Page 49: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

63

Sedangkan Koperasi yang Diduga Terkait dengan Kegiatan yang

menyimpang dari dampak pengawasan yang kurang efektif, adalah sebagai

berikut:

Tabel I. Contoh KSP Menyimpang

No. Koperasi Badan Hukum

1. Koperasi Cipaganti Karya Guna

Persada.

Badan Hukum Nomor: 518/BH.

10DISKOP/2002 dan Pengesahan

Perubahan Nomor:

23/PAD/XIII.23/VI/DINAS

KUKM & PERINDAG/2012.

2. Koperasi Sejahtera Bersama 1. Pengesahan Badan Hukum

Nomor: 04/BH/518-

DISKOP.UKM/ I/2004

tanggal 26 Januari 2004.

2. Pengesahan Perubahan

Anggaran Dasar dengan

Keputusan Menteri Negara

Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah Republik Indonesia

Nomor:

81/PAD/MENEG.I/IV/2006.

3. Surat Izin Usaha Simpan

Pinjam dari Kementerian

Negara Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah Republik

Indonesia Nomor:

44/SISP/Dep.1/II/2010.

3. Koperasi Karangasem

Membangun (Bali)

Badan Hukum No.: 19/BH/2006 ,

tgl. 28 Mar 2006 4.

4. Koperasi LK Mitra Tiara Badan Hukum Nomor:

19/BH/XXIX.4/XII/2010 tanggal

9 Desember 2010.

5. Koperasi Langit Biru Badan Hukum No.

81/BH/XI/KUMKM/VII/2011

tanggal 20 Juli 2011

6. Koperasi BMT Global Insani 05/BH/KUMKM/III/2012

7. Koperasi Cassava Agro -

8. Koperasi Pandawa Mandiri

Group Depok

Badan Hukum :

1189/BH/M.KUKM.2/I/2015

Page 50: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

64

tanggal 9 Januari 2015.

9. Koperasi Nurul Hikmah

Koperasi Maslahat Umat

Mesjid Nurul Hikmah

99/BH/KDK.9.4/IV/1999

10. KSP Wein Sukses 2014 -

11. Koperasi BMT CSI Syariah

Sejahtera

Badan Hukum No.

1152/BH/M.KUKM.2/V/2014

12. Koperasi CSI Madani

Nusantara

Badan Hukum No.

915/BH/M.KUKM.2/VI/2010

tanggal 18 Juni 2010, Perubahan

Anggaran Dasar Koperasi Jasa

Keuangan dengan nomor laporan

: 92/LAP-PAD/IV/2015 tanggal 9

April 2015.

13. Koperasi Pandawa Malang Badan Hukum Koperasi Nomor

518/19/35.73.112.2012

14

14. Koperasi Bintang Abadi

Sejahtera

-

15. Koperasi Segitiga Bermuda -

16. Koperasi Merah Putih Badan Hukum No :

1121/BH/M.KUKM.2/IX/2013

Analisis terhadap peran Kementrian dan UKM dalam Upaya

Pencegahan Terhadap Praktek Koperasi yang Menyimpang.

Peran dan pembinaan koperasi di daerah sangat diperlukan, apalagi saat ini

pemerintah terus mendorong agar koperasi memiliki kualitas dan

kompetensi dalam perannya sebagai salah satu kekuatan ekonomi di

masyarakat.

Kepatuhan koperasi, tidak semuanya dimaknai seperti operasi yang

dilakukan aparat penegak hukum. Kepatuhan koperasi lebih

mengedepankan tentang bagaimana pembinaan koperasi secara luas.

Page 51: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

65

Dengan adanya kepatuhan koperasi, maka koperasi akan benar-benar

berkualitas baik dari segi pengawasannya, kelembagaan dan usahanya.

Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM

meminta kepada dinas-dinas koperasi di daerah untuk berkoordinasi dan

membangun formula bersama dalam pengawasan dan kepatuhan koperasi.

Dengan demikian koperasi di daerah akan terkontrol dengan baik dan tidak

disalahgunakan.

Peranan dari Dinas Koperasi melalui satuan tugas pengawasan sangat

diperlukan untuk mengadakan pengawasan secara eksternal terhadap

koperasi–koperasi yang dibina di wilayahnya. Dalam mengatasi masalah

perkoperasian di lapangan satuan tugas pengawasan pada Dinas Koperasi

Provinsi / Daerah memiliki peranan yang sangat besar dalam hal:

1. Mewujudkan pola kelola usaha koperasi yang baik. Dengan pola

kelola usaha yang baik, dapat dengan cepat memajukan usaha

koperasi dan menekan resiko terjadinya penyimpangan-

penyimpangan.

2. Meningkatkan kesadaran para pengelola koperasi dalam

mewujudkan kondisi yang berlaku. Melalui pembinaan yang

dilakukan oleh tim satgas pengawasan, diharapkan dapat

meningkatkan kesadaran para pengelola koperasi untuk selalu

mengikuti perkembangan teknologi.

3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

Koperasi terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Masih

Page 52: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

66

banyak koperasi yang tidak mau terbuka dalam menyampaikan

laporannya.

4. Mendorong pengelolaan koperasi mencapai tujuannya secara

efektif dan efisien yaitu meningkatkan pemberdayaan ekomoni

anggota.

5. Mendorong internal audit pengawas di koperasi untuk melakukan

fungsi dan tugasnya. Permasalahan dikoperasi sering terjadi

akibat kurangnya kontrol atau pengawasan dari internal koperasi

itu sendiri.

6. Mewujudkan koperasi yang akuntabel. Dalam pengelolaan

koperasi, adaministrasi organisasi dan usahanya harus sesuai

dengan prinsip akutansi koperasi dan dapat

dipertanggungjawabkan kepada anggota. Dapat diketahui bahwa

peran satuan tugas pengawasan sudah efektif dalam mendukung

perkembangan dan kemajuan koperasi khususnya koperasi

simpan pinjam, serta menekan penyimpangan yang mungkin

terjadi pada koperasi yang salah satu lingkup kerjanya adalah

menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk anggota serta

calon anggota saja.

Satuan tugas (Satgas) pengawasan koperasi yang dibentuk di daerah-

daerah harus bertindak tegas dan tidak ragu menjatuhkan sanksi kepada

koperasi yang melanggar aturan perundang-undangan. Hal ini sejalan

dengan upaya reformasi koperasi yang tengah dilakukan Kementerian

Koperasi dan Usaha Kecil Menegah (Kemenkop dan UKM). Dengan

Page 53: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

67

adanya Permenkop No. 17 tahun 2015 tentang pengawasan dan aturan

adanya sanksi sebagai landasan hukum. Untuk itu, Satgas Pengawasan

Koperasi harus memiliki keberanian memberikan sanksi kepada koperasi-

koperasi yang melanggar norma yang ada dalam regulasi.

Satgas Pengawasan Koperasi merupakan kepanjangan tangan dari

Kemenkop dan UKM dalam hal ini Deputi Pengawasan di daerah-daerah,

sekaligus menjadi mitra dalam hal pengawasan koperasi di Indonesia.

Tim Satuan Tugas Pengawasan merupakan filter bagi pengelolaan

koperasi, sehingga dalam pengelolaannya koperasi dapat kembali pada jati

diri koperasi (definisi, nilai, dan prinsip). Dalam melaksanakan tugasnya,

tim satuan tugas pengawasan (satgaspengawasan) ada dua metode yaitu

pengawasan secara aktif dan pengawasan secara pasif :

a. Sistem pengawasan secara aktif, tim satgas pengawasan melakukan

kunjungan dan pembinaan ke koperasi-koperasi bermasalah

misalnya, koperasi yang dinilai melakukan penyimpangan dalam

melakukan kegiatan usahanya, kopersi yang mengalami penurunan

asset maupun omset usaha.

b. Sedangkan pengawasan pasif dilakukan dengan memeriksa laporan

perkembangan keuangan yang dikirim oleh koperasi secara rutin

baik bulan, triwulan, maupun semester ke dinas koperasi. Disamping

itu, pengawasan pasif juga biasa dilakukan dengan melakukan

mediasi antara pihak-pihak yang bersengketa (antara koperasi

dengan anggota, maupun antara koperasi dengan non anggota).

Page 54: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

68

Peran Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dalam

upaya mencegah penyalahgunaan fungsi KSP agar tidak terjadi

penyimpangan Koperasi adalah dengan melakukan pengawasan. Fungsi

pengawasan pada KSP sangatlah penting karena pengawas merupakan

ujung tombak yang dapat mendeteksixca adanya ketidakwajaran di dalam

pengelolaan kegiatan usaha KSP. Pengawasan yang dilakukan secara cepat

akan meminimalisasi penyalahgunaan KSP untuk melakukan tindakan

yang menyimpang, khususnya praktek penyimpangan yang berkedok bank

koperasi. Pengawasan internal oleh pengawas sebagai salah satu organ dari

dalam koperasi sangatlah tidak memadai, oleh karenanya diperlukan peran

aktif Pemerintah untuk melakukan pengawasan eksternal melalui badan

yang dibentuk secara khusus untuk itu, atau melalui OJK yang memiliki

organ untuk mengawasi Lembaga Keuangan non bank. Seharusnya

pemerintah dengan lembaga yang dibentuk di bawahnya lebih membangun

komunikasi yang efektif supaya lebih menyentuh kebutuhan daripada

anggota koperasi dalam hal terhindar daripada perbuatan menyimpang

yang dilakukan oleh oknum atau organ suatu organisasi koperasi.

Dengan melihat konsep atau model pengawasan yang dilakukan

sekarang ini, baik oleh Pemerintah maupun beberapa lembaga lain guna

mengawasi koperasi, penulis berpendapat bahwa model pengawasan yang

seharusnya diterapkan adalah seperti model pengawasan oleh OJK

terhadap bank. Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa untuk

Page 55: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

69

melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan,

OJK mempunyai wewenang:

a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang

meliputi: 1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor

bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan

dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank,

serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. kegiatan usaha bank,

antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan

aktivitas di bidang jasa;

b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang

meliputi: 1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio

kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit,

rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2.

laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3.

sistem informasi debitur; 4. pengujian kredit (credit testing); dan 5.

standar akuntansi bank;

c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatihatian bank,

meliputi: 1. manajemen risiko; 2. tata kelola bank; 3. prinsip

mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. pencegahan

pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d.

pemeriksaan bank.

Penulis berpendapat bahwa jika dilihat secara detail, ketentuan

tersebut telah memuat hal-hal yang pokok atau substansi mengenai

keberlangsungan hidup bank. Dengan berpedoman pada hal tersebut,

Page 56: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

70

maka penulis merekomendasikan sistem atau tatacara pengawasan yang

dilakukan oleh OJK terhadap bank sebaiknya diterapkan hal yang sama

terhadap entitas koperasi, sehingga dengan adanya sistem pengawasan

dari berbagai lembaga dapat menjadi lebih bersinergi untuk mencegah

terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh suatu KSP.

Terdapat beberapa point penting yang menjadi dasar perbedaan

pengawasan yang dilakukan OJK terhadap bank dan Pemerintah maupun

lembaga lainnya terhadap Koperasi, sehingga mau tidak mau untuk

menghindari terjadi hal-hal yang menyimpang, maka sudah sepantasnya

standart pengawasannya pun harus bisa sesuai dan dapat memenuhi

segala kebutuhan koperasi dalam rangka meningkatkan kualitas

kesehatannya.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Permenkop Nomor

17/Per/M.Kukm/Ix/2015 Tentang Pengawasan Koperasi, disebutkan

bahwa Ruang lingkup pengawasan koperasi meliputi aspek : a.

penerapan kepatuhan; b. kelembagaan koperasi; c. usaha simpan pinjam;

d. penilaian kesehatan usaha simpan pinjam; e. penerapan sanksi. Jika

dibandingkan, pengawasan yang dilakukan oleh OJK dan Pemerintah

tidak jauh berbeda, namun dalam POJK lebih selektif dalam memilah

orang-orang untuk berada dalam unit bisnis tersebut. Menurut hemat

penulis, ketentuan yang terdapat dalam Permenkop memungkinkan setiap

orang untuk menjadi anggota ataupun organ koperasi yang tanpa

mengetahui identitas dan latar belakang yang jelas dapat menyebabkan

terjadinya penyimpangan. Hal berbeda yang diatur di dalam POJK yang

Page 57: BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

71

mengharuskan mengenal nasabah dan sumber modal yang dijadikan

sebagai dasar berinvestasi atau anggaran dasar dalam pendirian koperasi

atau pada saat yang bersangkutan ingin menjadi anggota koperasi.

Dengan model pengawasan tersebut, apabila diterapkan pada koperasi,

tidak lain dan tidak mungkin koperasi tentu akan menjadi entitas bisnis

yang jauh dari penyimpangan-penyimpangan dan terlebih akan dipercaya

oleh masyarakat untuk menjadi anggota suatu koperasi.

Dapat disimpulkan juga bahwa pengawasan model perbankan baik

substansi juga kelembagaan menjadikan bank sehat dan maju, sementara

pengawasan model KSP justru malah banyak yang kolaps karena

pengawasan dan kelembagaan sebagai pengawas tidak akurat.