bab ii gambaran umum struktur sosial masyarakat … · pelaksana tugas kepala kelurahan dalam suatu...

27
BAB II GAMBARAN UMUM STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT KECAMATAN PASAR KLIWON TAHUN 1973-1998 A. Kondisi Demografis Kecamatan Pasar Kliwon 1973-1998 Kecamatan Pasar Kliwon merupakan salah satu dari lima kecamatan yang ada di Kotamadya Surakarta. Sebagian wilayahnya berada di tengah kota dan sebagian lagi berada di pinggiran Kotamadya Surakarta. Wilayah Kecamatan Pasar Kliwon di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Jebres, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Serengan dan Kabupaten Sukoharjo, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Serengan dan Kecamatan Banjarsari, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. 1 Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari sembilan kelurahan, yakni Kelurahan Joyosuran, Kelurahan Gajahan, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Kauman, Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Kedung Lumbu, Kelurahan Sangkrah, Kelurahan Pasar Kliwon, dan Kelurahan Semanggi. Kecamatan Pasar Kliwon pada 1974 juga terdiri dari 38 Rukun Kampung 2 dan 347 Rukun Tetangga. 3 1 BPS., Kecamatan Pasar Kliwon dalam Angka tahun 2012, (Surakarta: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta), hlm. 2. 2 Rukun Kampung (RK) adalah pembagian wilayah di Indonesia di bawah desa atau kelurahan dan terdiri atas beberapa Rukun Tetangga (RT). RK bukan termasuk pembagian administrasi pemerintahan tetapi diakui dan dilindungi pemerintah. RK dikoordinasi oleh Kepala Lingkungan sebagai

Upload: truongtuong

Post on 03-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

GAMBARAN UMUM STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT

KECAMATAN PASAR KLIWON TAHUN 1973-1998

A. Kondisi Demografis Kecamatan Pasar Kliwon 1973-1998

Kecamatan Pasar Kliwon merupakan salah satu dari lima kecamatan yang

ada di Kotamadya Surakarta. Sebagian wilayahnya berada di tengah kota dan

sebagian lagi berada di pinggiran Kotamadya Surakarta. Wilayah Kecamatan

Pasar Kliwon di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari dan

Kecamatan Jebres, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Serengan dan

Kabupaten Sukoharjo, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Serengan dan

Kecamatan Banjarsari, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Sukoharjo.1

Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari sembilan kelurahan, yakni Kelurahan

Joyosuran, Kelurahan Gajahan, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Kauman,

Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Kedung Lumbu, Kelurahan Sangkrah,

Kelurahan Pasar Kliwon, dan Kelurahan Semanggi. Kecamatan Pasar Kliwon

pada 1974 juga terdiri dari 38 Rukun Kampung2 dan 347 Rukun Tetangga.3

1 BPS., Kecamatan Pasar Kliwon dalam Angka tahun 2012, (Surakarta:Badan Pusat Statistik Kota Surakarta), hlm. 2.

2 Rukun Kampung (RK) adalah pembagian wilayah di Indonesia dibawah desa atau kelurahan dan terdiri atas beberapa Rukun Tetangga (RT). RKbukan termasuk pembagian administrasi pemerintahan tetapi diakui dandilindungi pemerintah. RK dikoordinasi oleh Kepala Lingkungan sebagai

18

Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 4,82 km2 atau 481,5200

hektar. Pada 1984, penggunaan tanah di wilayah ini mayoritas merupakan

pekarangan atau tanah untuk bangunan dan halaman seluas 305,270 hektar

sedangkan 6,04 hektar merupakan tanah tegalan atau ladang.4 Dengan demikian,

lahan pemukiman di wilayah ini cukup padat.

1. Kondisi Penduduk

Pada 1974, jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon

mencapai 76.913 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk5 sebesar 15.957

jiwa/km2.6 Selain itu, wilayah ini juga terdiri dari 18.923 kepala keluarga. Jumlah

tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Pasar

Kliwon pada masa itu sudah cukup tinggi. Kecamatan ini memiliki tingkat

pelaksana tugas Kepala Kelurahan dalam suatu wilayah tertentu. RK dipimpinoleh Kepala RK yang dipilih oleh pengurus RT dan tokoh masyarakat setempat.Wawancara dengan Santosa pada tanggal 5 November 2014.

Di Kota Surakarta, perubahan ini baru terjadi pada tahun 1985. Hal inidibuktikan dengan data statistik yang dikeluarkan oleh BPS pada tahun 1985 yangtidak lagi menggunakan istilah Rukun Kampung, tetapi menggunakan istilahRukun Warga (RW). Setelah perubahan tersebut, Kecamatan Pasar Kliwon terdiridari 100 RW dan 417 RT. Lihat Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1985,Koleksi Badan Pusat Statistik Kota Surakarta.

3 Statistik Kotamadya Dati II Surakarta tahun 1974-1975, KoleksiBadan Pusat Statistik Kota Surakarta.

4 Statistik Kotamadaya Surakarta tahun 1984, Koleksi Badan PusatStatistik Kota Surakarta.

5 Kepadatan Penduduk adalah banyaknya penduduk per satuan luas.Kepadatan penduduk dibagi menjadi tiga jenis. Kepadatan penduduk kasar,menunjukkan banyaknya jumlah penduduk untuk setiap kilometer persegi luaswilayah. Kepadatan Fisiologis yang menyatakan banyaknya penduduk untuksetiap kilometer persegi wilayah lahan yang ditanami. Kepadatan Agraris,menunjukkan banyaknya penduduk petani untuk setiap kilometer persegiwilayah lahan yang ditanami. Badan Pusat Statistik, “Kepadatan Penduduk”,sirusa.bps.go.id, diakses pada 20 Maret 2015.

6 Statistik Kotamadya Dati II Surakarta tahun 1974-1975, KoleksiBadan Pusat Statistik Kota Surakarta.

19

kepadatan tertinggi kedua di Surakarta setelah Kecamatan Serengan yang

memiliki tingkat kepadatan sebesar 19.342 jiwa/km2.

Gambar.1Peta Kecamatan Pasar Kliwon

Sumber: Monografi Kecamatan Pasar Kliwon, Kantor Kecamatan Pasar Kliwon

20

Tingginya tingkat kepadatan di Kecamatan Pasar Kliwon disebabkan

sebagian wilayah ini berada di tengah kota yang menjadi pusat perekonomian dan

kegiatan masyarakat. Wilayah ini juga terdiri dari kompleks keraton yang menjadi

pusat pemerintahan dan perekonomian sejak zaman kerajaan. Hal-hal tersebut

menjadi faktor penarik terjadinya laju urbanisasi dari wilayah di sekitarnya.

Apalagi kecamatan ini juga berbatasan dengan desa-desa di Kabupaten Sukoharjo.

Dinamika laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Pasar Kliwon akan

ditunjukkan dalam tabel 1:

Tabel 1.

Jumlah Kepadatan Penduduk Kecamatan Pasar Kliwon tahun 1974-1997

TahunLaki-laki

PerempuanJumlah

PendudukDatang Pindah

Kepadatanper Km2

1974 35.684 41.229 76.913 2.435 2.176 15.957

1975 30.132 32.364 62.496 2.724 2.328 12.966

1976 32.644 36.143 68.787 3.795 3.057 14.271

1977 33.483 36.579 70.062 3.499 2.883 14.536

1978 35.622 38.168 73.790 - - 15.309

1979 36.339 38.726 75.065 3.510 2.981 15.574

1980 37.029 39.601 76.630 3.682 2.971 15.898

1984 38.677 41.288 79.965 2.376 2.917 16.590

1989 39.729 42.296 82.025 2.075 2.111 17.018

1991 39.543 41.898 81.441 1.547 1.811 16.896

1995 40.305 42.443 82.748 1.346 1.509 17.168

1997 40.677 42.684 83.361 1.406 1.529 17.295

Sumber: Diolah dari Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1974-1997, KoleksiBadan Pusat Statistik Kota Surakarta

21

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk di

wilayah ini cenderung meningkat setiap tahunnya, meskipun pada tahun-tahun

tertentu terjadi penurunan jumlah penduduk. Misalnya saja pada 1974 sampai

dengan 1975 terjadi penurunan laju pertumbuhan penduduk. Penurunan jumlah

penduduk yang terjadi antara 1974 sampai 1975 cukup mencengangkan karena

tingkat penurunan jumlah penduduknya dari 76.913 jiwa pada 1974 menjadi

62.496 jiwa pada 1975. Ini artinya, penduduk pada 1975 turun sekitar 14.417 jiwa

dari tahun sebelumnya.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kemerosotan jumlah

penduduk yang sangat besar antara tahun 1974 hingga 1975. Pertama, sistem

pencatatan atau pendataan yang kurang cermat. Patrice Levang mengungkapkan

bahwa walaupun semua departemen pemerintahan diwajibkan untuk melakukan

pengumpulan data dasar atau laporan mingguan, bulanan, dan tahunan, tetapi

keandalan data resmi Indonesia sangat rendah. Rendahnya keandalan data tersebut

terjadi karena adanya manipulasi angka dan kesalahan di setiap hierarkis pada

penyalinan atau penggabungan data. Namun demikian, Levang mengungkapkan

bahwa terjadi keajaiban statistik di tahap terakhir penggabungan data karena

kesalahan yang berturut-turut itu dilenyapkan dan besarannya tetap

dipertahankan.7

Pada data statistik Kotamadya Surakarta yang bisa dilihat pada Tabel 1

menunjukkan bahwa selisih jumlah penduduk antara tahun 1974 hingga 1975

mencapai 14.417 jiwa. Tetapi arus migrasi yang tercatat dalam data statistik

7 Lihat Patrice Levang, Ayo ke Tanah Sabrang: Transmigrasi diIndonesia, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2003), hlm. x-xiii

22

menunjukkan bahwa penduduk yang datang lebih banyak dibanding penduduk

yang pindah, sedangkan jumlah kelahiran mencapai 1.249 jiwa dan jumlah

kematian 445 jiwa.8 Ini artinya, jika merujuk pada data tersebut seharusnya terjadi

peningkatan jumlah penduduk di wilayah ini.

Kedua, ada kemungkinan bahwa sebagian masyarakat yang meninggalkan

wilayah ini yang luput dari pendataan atau pencatatan penduduk karena mereka

tidak melaporkan kepindahannya, baik kelurahan maupun kecamatan. Hal ini

disebabkan ada sebagian masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon yang sebenarnya

merupakan orang desa yang tinggal di kota pada saat selesai masa tanam dan

kembali lagi ke desa ketika masa panen atau disebut sebagai “masyarakat boro”.

Di antara mereka dapat juga digolongkan sebagai penduduk ilegal yang tinggal

dalam suatu wilayah.9 Mereka inilah yang dapat diduga tidak ikut dihitung atau

terdata pada saat pencatatan atau pendataan penduduk dilakukan.

Ketiga, penurunan jumlah penduduk secara drastis tersebut disebabkan

oleh tingkat kepadatan yang tinggi, yang membuat mereka harus pindah dari

wilayah ini menuju wilayah lain, untuk mencari penghidupan yang lebih baik dari

sebelumnya. Hal ini sesuai dengan teori mengenai beberapa faktor pendorong arus

8 Ibid. Berdasarkan data kelahiran, kematian, dan migrasi yang terjadipada tahun 1975 dan menghitungnya menggunakan rumus pertambahan alami(pertambahan jumlah penduduk sama dengan jumlah kelahiran dikurangi jumlahkematian ditambah dengan jumlah penduduk yang datang dikurangi jumlahpenduduk yang pindah), maka akan didapat hasil sejumlah 1.200 jiwa. Hal iniberarti penduduk pada 1975 bertambah 1.200 jiwa dari tahun sebelumnya,sehingga jika menggunakan perhitungan tersebut maka seharusnya jumlahpenduduk pada tahun 1975 menjadi 78.113 jiwa. Mengenai rumus pertambahanalami lihat Saidihardjo, Dasar-dasar Kependudukan, (Yogyakarta: Bursa BukuYogyakarta, 1974), hlm. 41.

9 Wawancara dengan Hayati Sri Mumpuni pada tanggal 30 September2014.

23

migrasi atau mobilitas penduduk yang menyatakan bahwa migrasi dapat

dipengaruhi oleh pertambahan alami jumlah manusia yang mengakibatkan adanya

tekanan penduduk, perasaan tidak aman dan tidak puas pada tempat tinggal

lamanya yang umumnya berkaitan dengan masalah ekonomi.10

Jumlah penduduk di wilayah ini kembali meningkat secara drastis pada

1976 dengan jumlah penduduk sebesar 68.787 jiwa, naik 6.291 jiwa dari tahun

sebelumnya.11 Terjadinya penurunan jumlah penduduk yang cukup drastis pada

1975 dan kenaikan jumlah penduduk yang cukup drastis pada 1976 menunjukkan

bahwa tingkat mobilitas penduduk di wilayah ini cukup tinggi. Ketidakstabilan

terlihat terjadi pada periode 1970-an, sedangkan tingkat pertumbuhan penduduk

pada periode 1990-an terlihat cukup stabil.

2. Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon Ditinjau dari Segi Etnis

Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari beragam etnis. Di

wilayah ini ada tiga golongan etnis penduduk yang cukup dominan, yaitu orang

Jawa, keturunan Arab dan keturunan Tionghoa. Orang Jawa merupakan mayoritas

di wilayah ini, disusul dengan keturunan Arab dan keturunan Tionghoa.

10 Harapan yang tidak terpenuhi pada masyarakat yang lama itu,sehingga harapan untuk dapat memenuhi keinginan ekonominya diletakkan padadaerah yang baru ia masuki. Lihat Soedigdo Hardjosudarmo, KebijaksanaanTransmigrasi dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia,(Djakarta: Bhratara, 1965), hlm. 24-25.

11 Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1976-1977, Koleksi Badan PusatStatistik Kota Surakarta. Data statistik menunjukkan bahwa jumlah kelahiran padatahun 1976 sebesar 1.145 jiwa, jumlah kematian sebesar 496 jiwa, penduduk yangdatang sebesar 3.795, dan penduduk yang pindah sebesar 3.057. Dengan demikianjumlah pertumbuhan penduduk total pada tahun 1976 sebesar 1.387, sehinggajumlah penduduk pada tahun 1976 sesuai dengan data statistik dan perhitunganmenggunakan rumus pertumbuhan penduduk total seharusnya sebesar 63.883jiwa.

24

Pemukiman warga keturunan Arab telah ada sejak zaman kolonial

Belanda. Perkampungan keturunan Arab tepatnya berada di wilayah Kelurahan

Pasar Kliwon. Keberadaan perkampungan Arab di Pasar Kliwon dapat dilihat dari

dua aspek, yakni sebagai akibat dari politik pemukiman di masa lampau dan

sebagai perkembangan natural dari kota itu sendiri. Aspek politik pemukiman

maksudnya bahwa munculnya perkampungan Arab tidak terlepas dari

kebijaksanaan pemerintah zaman kerajaan maupun pada masa kolonial. Pola

pemukiman di daerah kerajaan tradisional Jawa seperti Surakarta masih mengikuti

pola konsentris dengan raja sebagai pusatnya yang mengacu pada pembagian

kelas sosial sentana dalem, abdi dalem dan kawula dalem. Dengan demikian

orang-orang Arab sebagai kelompok orang asing yang berada di luar sistem sosial

masyarakat Jawa dikelompokkan di daerah tertentu serta terpisah dengan

penduduk lainnya.12

Pengelompokan pemukiman Arab dipertajam dengan kebijakan

pemerintah kolonial Belanda untuk memisahkan pemukiman penduduk

beradasarkan ras dan etnis dengan menerapkan sistem wijken stelsel dan passen

stelsel. Wijken stelsel adalah kebijakan pemerintah kolonial untuk

mengelompokkan suatu etnis tertentu yang dalam hal ini etnis Arab ke dalam

suatu wilayah tertentu sebagai tempat pemukiman. Passen stelsel adalah suatu

peraturan untuk orang-orang Arab dan Tionghoa jika akan berpergian keluar

pemukiman harus meminta surat jalan terlebih dahulu.

12 Nurus Sholihah, 2009, “Tradisi Haul Habib Ali Al-Habsyi MasyarakatMuslim Muhibbin di Pasar Kliwon Surakarta tahun 1980-2006”, Skripsi, JurusanIlmu Sejarah FSSR UNS, hlm. 23-24.

25

Seiring dengan terjadinya perubahan ekologi kota serta pertumbuhan

penduduk Kotamadya Surakarta, maka di daerah Pasar Kliwon telah dihuni oleh

berbagai kelompok etnis yang tinggal secara berdekatan.13 Dalam

perkembangannya, masyarakat keturunan Arab tinggal menyebar berdampingan

dengan masyarakat Jawa dan Tionghoa di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon.

Masyarakat Keturunan Arab mayoritas bermukim di kawasan Kelurahan Pasar

Kliwon, Kelurahan Semanggi, dan Kelurahan Kedung Lumbu.14

Populasi masyarakat keturunan Tionghoa terbanyak menempati Kelurahan

Kedung Lumbu15 khususnya di daerah Loji Wetan dan Kelurahan Kampung

Baru.16 Mereka pada umumnya tinggal di sepanjang jalan utama di Kecamatan

Pasar Kliwon yang merupakan akses perdagangan di wilayah ini. Namun

demikian, tidak diketahui secara pasti jumlah penduduk keturunan di wilayah

Kecamatan Pasar Kliwon karena pemerintah tidak melakukan pendataan

penduduk berdasarkan etnisnya.17

3. Agama dan Kepercayaan

Agama merupakan faktor penting dalam kehidupan masyarakat. Agama

mengajarkan kepada masyarakat untuk taat dan patuh kepada Tuhan. Agama

mempunyai pengaruh besar di dalam membentuk kepribadian seorang individu.18

13 Ibid., hlm. 25-27.14 Wawancara dengan Senin pada tanggal 3 November 2014.15 Septa Catur Indrayana, 2014, “Dinamika Industri Kertas Masyarakat

Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta tahun 1974-1995”, Skripsi, Jurusan IlmuSejarah FSSR UNS, hlm.24.

16 Wawancara dengan Prakosa pada tanggal 3 November 2014.17 Wawancara dengan Jarka pada tanggal 3 November 2014.18 Soerjono Sukanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1994), hlm 207.

26

Oleh sebab itu, memeluk suatu agama atau kepercayaan merupakan hak asasi

yang dimiliki oleh setiap individu yang dijamin oleh pemerintah.

Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon adalah masyarakat yang plural

dalam hal agama. Di Kecamatan Pasar Kliwon tumbuh penganut agama-agama

yang telah diakui di Indonesia seperti Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan,

Hindu, dan Budha. Selain itu, di wilayah ini juga terdapat penganut Khonghucu

yang pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai sebuah agama dan digolongkan

ke dalam agama Budha. Berikut rincian data pemeluk agama di Kecamatan Pasar

Kliwon tahun 1974:

Tabel 2.

Jumlah Pemeluk Agama di Kecamatan Pasar Kliwon tahun 1974-1997

Agama/Kepercayaan

Tahun

1974 % 1984 % 1997 %

Islam 60.233 78,31% 62.772 78,50% 64.691 77,60%

Kristen Katholik 6.783 8,82% 8.234 10,30% 9.129 10,95%

Kristen Protestan 6.046 7,86% 7.539 9,43% 7.851 9,42%

Hindu 379 0,49% 470 0,59% 593 0,71%

Budha 456 0,59% 950 1,19% 1.097 1,32%

Khonghucu 1.005 1,31% - - - -

Lainnya 2.011 2,61% - - - -

Jumlah 76.913 100% 79.965 100% 83.361 100%Sumber: Diolah dari Statitik Kotamadya Surakarta tahun 1974, 1984, dan 1997,

Koleksi Badan Pusat Statistik Surakarta.

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa masing-masing agama di

Kecamatan Pasar Kliwon terus mengalami kenaikan seiring dengan pertumbuhan

jumlah penduduk. Data tersebut juga menunjukkan bahwa mayoritas penduduk

memeluk agama Islam. Meskipun mayoritas menganut agama Islam, tetapi dalam

kehidupan masyarakat Jawa terdapat dua varian agama Islam.

27

Menurut Koentjaraningrat, dua varian agama Islam adalah Kejawen dan

Islam santri. Varian pertama dalam agama Islam orang Jawa adalah bersifat

sinkretis atau yang menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu, dan Islam atau

yang biasa disebut sebagai Agami Jawi atau Kejawen. Varian kedua adalah agama

Islam yang puritan atau yang mengikuti ajaran agama secara lebih taat. Orang-

orang yang termasuk dalam kategori ini dinamakan orang santri sehingga disebut

oleh Koentjaraningrat sebagai Agama Islam Santri.19 Penggolongan yang

dilakukan oleh Koentjaraningrat ini juga mewarnai kehidupan keagamaan

masyarakat di Kecamatan Pasar Kliwon.

Kedua varian praktek keagamaan Islam masyarakat yang ada di

Kecamatan Pasar Kliwon hidup secara berdampingan. Namun demikian,

mayoritas masyarakat yang dikategorikan sebagai orang santri umumnya tinggal

di Kelurahan Kauman20 dan Kelurahan Pasar Kliwon. Apalagi, terdapat

masyarakat keturunan Arab khususnya yang berasal dari golongan sayid21 karena

19 Santri pada awalnya berarti siswa-siswa yang berasal dari sekolahpesantren atau penghuni kompleks pesantren. Tetapi kemudian istilah itu berubahmenjadi seorang yang taat pada agama Islam dan mengikuti ajaran-ajaran agamadengan sungguh-sungguh. Lihat Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta:Balai Pustaka, 1994), hlm. 310-313.

20 Menurut Babad Solo, Kauman merupakan tempat tinggal abdi dalemNgulama (ulama) yang berpangkat bupati termasuk semua bawahannya hinggakaum. R.M Sajid, Babad Solo, (Surakarta: Rekso Pustoko Istana Mangkunegaran,t.th), hlm. 63. Abdi dalem agama Islam ini dalam lingkungan kraton disebutdengan abdi dalem pamethakan (dalam bahasa Jawa berarti putih sehingga jugabiasa disebut dengan putihan) atau abdi dalem pengulon yang terdiri dari pengulu,katip, ngulama, damel, jaksa, ngulomiji, muazin, mudarin, kebayan, syarif, danmarbot. Kemudian kelompok agama yang dapat dimasukkan ke dalam abdi dalempamethakan adalah abdi dalem suranatan yang berfungsi mengurus MasjidSuranata dan Masjid Besar. Lihat Julianto Ibrahim, op. cit., hlm. 24.

21 Sayid adalah golongan masyarakat yang anggota-anggotanyamenganggap diri mereka sebagai cucu Rasulullah S.A.W dari satu-satunya putri

28

asal usulnya. Mereka yang berasal dari golongan sayid dan memiliki kedalaman

ilmu agama mendapat gelar penghormatan Habib. Sementara itu, varian Agami

Jawi (Kejawen) hidup secara menyebar di seluruh wilayah Kecamatan Pasar

Kliwon.

Hal yang menarik dalam data di atas (Tabel 2) adalah dimasukkannya

kategori agama Khonghucu dan kategori “lainnya” dalam data statistik tahun

1974. Hal ini menunjukkan bahwa penganut Khonghucu dan penganut penghayat

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa di kategorikan secara terpisah dari

kelima agama yang sudah diakui oleh pemerintah. Keberadaan penganut

Khonghucu di wilayah ini yang mencapai 1.005 jiwa pada 1974 menunjukkan

bahwa terdapat cukup banyak masyarakat keturunan Tionghoa. Kategori

“lainnya” mengindikasikan bahwa ketika itu penghayat kepercayaan masih

dikelompokkan tersendiri dan belum dimasukkan ke dalam lima agama yang telah

diakui pemerintah.

Dapat dilihat pada data di atas (Tabel 2) bahwa pada tahun 1984 dan 1997

agama Khonghucu tidak lagi dimasukkan dalam data statistik. Hal ini disebabkan

adanya Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor

477/74054/BA.01.2/4683/95, tanggal 18 November 1978 yang menyatakan bahwa

hanya ada lima agama di Indonesia, yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen

nabi yang memberi keturunan, Fatimah az Zahra. Seorang sayid yang memasukitempat manapun di dunia dengan sendirinya berhak atas posisi yang terhormat.Mereka dikenal memiliki kedalaman ilmu agama. Dalam masyarakat keturunanArab di Indonesia terdapat pelapisan sosial berdasarkan keturunan, yaknigolongan sayid dan bukan sayid. Baca Tugas Tri Wahyono, “Wanita KeturunanArab: Peranannya dalam Organisasi Partai Arab Indonesia (PAI) di Surakarta(1940-1942)”, dalam Patrawidya vol. 14 No.3, September 2013, hlm. 420-427.

29

Katolik, Hindu, dan Budha. Kemudian disusul Intruksi Presiden RI Soeharto

dalam Sidang Kabinet tanggal 27 Januari 197922 yang menyebutkan bahwa aliran

Konghucu bukanlah agama. Dengan demikian para penganut Khonghucu secara

administratif dan keorganisasian dimasukkan ke dalam agama Budha.

Umat beragama tentu membutuhkan tempat yang digunakan untuk

beribadah sesuai dengan ajaran agama atau kepercayaannya masing-masing. Oleh

sebab itu, di Kecamatan Pasar Kliwon juga terdapat tempat beribadah bagi

masing-masing umat beragama. Berikut pertumbuhan tempat ibadah di

Kecamatan Pasar Kliwon:

22 Matakin, “Sejarah dan Organisasi Agama Konghucu di Indonesia”,www.matakin.or.id, diakses pada 12 Oktober 2013.

30

Tabel 3.

Jumlah Tempat Ibadah Tiap Kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon tahun

1974-1997

Sumber: Diolah dari Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1974-1975 dan 1997,Koleksi Badan Pusat Statistik Surakarta.

Data di atas (Tabel 3) memperlihatkan bahwa tempat ibadah umat Muslim

merupakan yang terbanyak di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon. Pada periode

tahun 1974 hingga 1997 yang berselang selama 23 tahun terjadi penambahan

jumlah bangunan Masjid sebesar 42 bangunan Masjid dan 16 bangunan Langgar

atau Mushola. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bangunan Masjid jauh

lebih cepat daripada pertumbuhan Langgar atau Mushola. Hal ini bisa terjadi

karena adanya peningkatan fungsi bangunan Langgar atau Mushola menjadi

Masjid.

Jumlah bangunan Gereja (baik Gereja Protestan maupun Gereja Katholik)

di kawasan ini juga bertambah sebanyak tujuh bangunan Gereja pada periode

KelurahanMasjid

Langgar/Mushola

GerejaKuil/

Vihara,Klenteng

Pura

1974 1997 1974 1997 1974 1997 1974 1997 1974 1997Joyosuran 2 7 3 5 1 2 - - - -Gajahan 1 3 2 3 3 2 - - - -

Baluwarti 2 6 6 6 - 1 - - - 1Kauman 1 1 10 7 - - - - - -KampungBaru

1 2 2 7 2 2 1 - - -

Kedunglumbu - 3 2 7 2 2 1 - - 1Sangkrah - 6 3 1 - 2 - - - -Pasar Kliwon 4 7 3 4 1 - - - - -

Semanggi 3 21 3 10 - 6 - - - -Jumlah 14 56 34 50 9 17 2 0 0 2

31

1974-1975. Hal ini juga membuktikan umat Kristen juga mengalami pertumbuhan

di tengah masyarakat Muslim. Di wilayah ini juga terdapat dua tempat ibadah

umat beragama Budha, yakni Kuil/ Vihara/ Klenteng. Pada data statistik tahun

1974-1975 tercatat bahwa terdapat dua buah tempat ibadah agama Budha yang

masing-masing berada di Kedung Lumbu dan Kampung Baru.23 Namun demikian,

tempat ibadah umat Budha seperti Kuil, Vihara, dan Klenteng tidak dicantumkan

lagi dalam data statistik pada 1997.24 Tidak diketahui secara pasti penyebab tidak

tercatatnya tempat ibadah umat agama Budha di wilayah ini dalam data statistik.

Ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam data statistik karena Vihara yang ada di

Kedung Lumbu masih terus digunakan sebagai tempat ibadah sebelum akhirnya

pindah pada tahun 2005 ke wilayah Kelurahan Kepatihan Kulon.25 Sementara itu,

tidak diketahui secara pasti mengenai tempat ibadah agama Budha di Kelurahan

Kampung Baru.

Tempat ibadah umat Hindu dalam periode 1974 hingga 1997 hanya

terdapat dua bangunan Pura, yang berada di Kelurahan Baluwarti dan Kedung

Lumbu. Data statistik menunjukkan bahwa belum ada Pura atau tempat ibadah

umat Hindu yang berdiri di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon hingga tahun 1995.

Data statistik baru mencatat bahwa terdapat dua bangunan Pura di Kecamatan

23 Lihat Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1985, Koleksi Badan PusatStatistik Kota Surakarta.

24 Lihat Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1997, Koleksi Badan PusatStatistik Kota Surakarta.

25 Vihara yang ada di Kedung Lumbu adalah Vihara Maitreya Muniyang didirikan pada tahun 1960. Pada 2005 Vihara ini dipindahkan ke wilayahKelurahan Kedung Lumbu karena lokasi awal dianggap kurang strategis dan tidakdapat menampung jumlah umat yang terus bertambah. Wawancara dengan MeiQn pada tanggal 17 November 2014.

32

Pasar Kliwon yang masing-masing berdiri di Kelurahan Baluwarti dan Kelurahan

Kedung Lumbu pada tahun 1996.26 Padahal bangunan Pura yang ada di Kelurahan

Baluwarti sebenarnya telah secara resmi digunakan sebagai Pura sejak tahun

1967.27 Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kesalahan dalam pencatatan pada data

statistik. Sementara itu, tidak diketahui secara pasti mengenai keberadaan

bangunan Pura yang ada di Kelurahan Kedung Lumbu.

Tempat ibadah masing-masing agama tersebut terus berkembang seiring

dengan pertambahan jumlah penduduk dan jumlah umat masing-masing agama.

Keberadaan tempat-tempat ibadah ini tentu sangat menunjang kehidupan umat

beragama dan wujud toleransi antar umat beragama di Kecamatan Pasar Kliwon

Surakarta.

4. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon

Pendidikan merupakan salah satu indikator kualitas penduduk di suatu

wilayah yang dapat mempengaruhi sikap dan tindakan seseorang dalam

melakukan aktifitas kehidupan dalam lingkungannya. Pendidikan dapat menjadi

salah satu tolok ukur keberhasilan suatu daerah dalam melakukan pembangunan.

Melalui pendidikan, selain dapat diberikan bekal berbagai pengetahuan,

kemampuan, dan sikap, juga dapat dikembangkan berbagai kemampuan yang

dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat sehingga dapat berpartisipasi dalam

26 Lihat Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1995 dan 1996, KoleksiBadan Pusat Statistik Kota Surakarta.

27 Wawancara dengan Jatmiko Widodo pada tanggal 17 November 2014.

33

pembangunan nasional.28 Tingginya tingkat pendidikan masyarakat di suatu

daerah juga menunjukkan tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pendidikan juga dapat memelihara sistem-sistem intelektual seperti

kesusasteraan, seni hukum, dan ilmu pengetahuan. Pendidikan bisa mendorong

para pemuda belajar untuk memberi bentuk baru pada sistem intelektual yang

tradisional guna memajukan berbagai aspek modernisasi.29 Tingginya tingkat

pendidikan dapat menumbuhkan kreatifitas dan inovasi yang pada akhirnya akan

berdampak juga pada naiknya tingkat kesejahteraan. Namun, jika tingkat

pendidikan suatu masyarakat cukup rendah, maka akan dapat mempengaruhi

rendahnya tingkat kesejateraannya karena minimnya kreatifitas atau inovasi yang

bisa didapat dari ilmu pengetahuan yang diserap dari pendidikan sekolah.

Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Pasar Kliwon mayoritas memiliki

tingkat pendidikan rendah pada 1970-an. Pendidikan rendah terdiri dari mereka

yang tidak bersekolah, tidak tamat SD, dan tamatan SD. Jumlahnya sedikit lebih

besar daripada masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan menengah. Berikut

rincian jumlah penduduk Kecamatan Pasar Kliwon menurut tingkat

pendidikannya:

28 Mohammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional,(Jakarta:Grasindo, 2009), hlm. 32.

29 Werner Myron, Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, (Yogyakarta:UGM Press, 1981), hlm. 17.

Tabel 4.

Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon tahun 1974-1997

Sumber: Diolah dari Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1974-1997, Koleksi Badan Pusat Statistik Surakarta.

TahunTidak

Sekolah

SD SLTP SLTAAkademi/

PT

TamatJumlahSiswa

Drop Out TamatJumlahSiswa

Drop Out TamatJumlahSiswa

Drop Out Tamat

1974 24.414 13.683 - 9.539 8.126 - 7.866 6.585 - 5.636 1.064

1977 11.514 18.062 13.736 12.232 9.702 1.916 - 6.939 2.264 - 1.318

1980 7.363 16.491 - - 14.754 - - 10.633 - - 995

1983 - - 13.665 - - - - - - - -

1986 2.947 18.814 - 11.132 15.703 - - 12.446 - - 1.033

1989 2.600 18.960 - 11.745 16.170 - - 12.955 - - 1.086

1991 3.634 18.867 - 11.570 15.939 - - 13.432 - - 1.125

1994 3.947 16.684 - 11.867 16.305 - - 13.482 - - 1.900

1997 3.136 14.879 11.577 8.409 15.214 5.173 - 16.300 2.488 - 3.542

34

35

Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan

Pasar Kliwon cenderung mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari

penurunan angka masyarakat yang tidak bersekolah sama sekali. Namun, jumlah

masyarakat yang berpendidikan rendah masih menjadi mayoritas. Masyarakat

yang berpendidikan menengah juga mengalami peningkatan. Demikian juga yang

berhasil menempuh perguruan tinggi atau akademi. Penyebab rendahnya tingkat

pendidikan di kawasan ini karena adanya persoalan ekonomi yang membuat

mereka tidak mampu untuk bersekolah dan ada pula yang tidak mampu

meneruskan sekolahnya (drop out).

B. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon tahun

1973-1998

Kecamatan Pasar Kliwon memiliki tingkat kepadatan penduduk yang

cukup tinggi. Kondisi kepadatan penduduk yang cukup tinggi membuat wilayah

ini tidak memiliki lahan pertanian. Mayoritas lahan-lahan yang tidak digunakan

sebagai pemukiman dimanfaatkan di sektor perdagangan dan industri.

Sektor perdagangan dan industri sangat mempengaruhi kondisi sosial

ekonomi masyarakat. Pusat pemerintahan Kotamadya Surakarta berada di wilayah

Kecamatan Pasar Kliwon. Hal ini turut menunjang pertumbuhan ekonomi. Letak

kecamatan ini juga cukup strategis karena didukung dengan akses jalan utama dan

jalan penyangga yang menunjang aktivitas perekonomian. Jalan utama di

Kotamadya Surakarta adalah Jalan Slamet Riyadi yang juga melintasi sebagian

wilayah Kecamatan Pasar Kliwon. Sementara itu, jalan-jalan penyangga yang

melintasi dan sangat dekat dengan kecamatan ini diantaranya adalah Jalan Jendral

36

Sudirman, Jalan dr. Radjiman, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan

Ronggowarsito, dan Jalan Komodor Yos Sudarso.

Masyarakat yang bekerja di sektor perindustrian terdiri dari karyawan

swasta, buruh industri, dan pengrajin. Ada juga masyarakat di Kecamatan Pasar

Kliwon yang bekerja sebagai PNS atau pun ABRI (Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia). Masyarakat yang memiliki profesi sebagai pegawai negeri, ABRI,

buruh industri, pengrajin, dan karyawan swasta pada umumnya bertempat tinggal

di tengah perkampungan. Berikut rincian tabel jenis-jenis pekerjaan masyarakat di

Kecamatan Pasar Kliwon:

Tabel 5.

Jenis-jenis pekerjaan yang dimiliki oleh masyarakat Kecamatan Pasar

Kliwon tahun 1984-1997

Jenis Pekerjaan 1984 1989 1997

Pegawai Negri/ABRI

2.793 2.585 2.839

Pensiunan 1.860 1.802 2.155Pedagang 3.193 3.990 6.186Pengusaha Industri 875 619 1.946Buruh Industri 8.007 7.174 12.398Buruh Bangunan 5.457 4.905 6.195Pengangkutan 2.922 2.917 4.253Petani Sendiri - - -Buruh Tani - - -Nelayan - - -Lain-lain 31.844 27.878 29.062Jumlah 56.951 51.870 65.034

Sumber: Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1984, 1989, dan 1997, KoleksiBadan Pusat Statistik Kota Surakarta.

37

Banyaknya masyarakat yang bekerja di sektor perindustrian tidak terlepas

dari banyaknya industri yang ada di wilayah ini, mulai dari industri kecil hingga

industri besar. Di Kecamatan Pasar Kliwon, terdapat industri makanan dan

minuman, industri pertenunan, industri batik, industri pemintalan benang, industri

pakaian tekstil, industri barang dari kertas, serta industri percetakan dan

penerbitan. Keberadaan industri-industri di wilayah ini telah membuka cukup

banyak peluang pekerjaan bagi masyarakat yang tinggal di Kecamatan Pasar

Kliwon.

Masyarakat yang memiliki mata pencaharian di sektor perdagangan

memiliki usaha dengan membuka toko, kios atau warung dan berjualan di pasar.30

Mayoritas sektor perdagangan di wilayah ini dikuasai oleh warga keturunan Arab

dan keturunan Tionghoa. Tingkat perekonomian masyarakat keturunan yang

cukup baik ditandai dengan bangunan tempat tinggal yang cukup besar dan

dilindungi oleh pagar dinding yang cukup tinggi. Di antara mereka ada yang

memilih bermukim di toko, baik di belakang toko, seperti restoran-restoran,

maupun di loteng seperti toko kelontong, alat mobil dan elektronika bukan

menjadi soal. Mereka pada umumnya bertempat tinggal di tepi jalan raya.

Berbanding terbalik dengan tingkat perekonomian rata-rata masyarakat

keturunan, tingkat perekonomian sebagian besar masyarakat Jawa masih

tergolong cukup rendah atau tergolong miskin. Masalah kemiskinan seringkali

30 Pusat Riset dan Pengembangan Universitas Diponegoro, “PengamatanKegiatan Pelaksanaan Program K.B di Jawa Tengah: Suatu Kajian Pelembagaandan Pembudayaan KB di Tingkat Pedesaan”, laporan penelitian, Pusat Riset danPengembangan Universitas Diponegoro bekerjasama dengan BKKBN, 1979, hlm.175.

38

tidak disadari kehadirannya sebagai sebuah masalah. Bagi mereka yang tergolong

miskin, kemiskinan adalah sesuatu yang nyata ada dalam kehidupan sehari-hari

karena mereka merasakan dan menjalani sendiri bagaimana hidup dalam

kemiskinan.31 Masyarakat miskin di Kecamatan Pasar Kliwon umumnya terdiri

dari para pengangguran dan mereka yang memiliki pekerjaan seperti pembantu

rumah tangga, pemulung, tukang becak, tukang sampah, buruh, dan pekerja

serabutan.

Kemiskinan di wilayah ini ditandai dengan banyaknya bangunan semi

permanen dan maraknya bangunan liar di kampung-kampung yang ada di wilayah

ini.32 Tanah di perkotaan sangat sempit dan dibagi-bagi dalam petakan yang kecil-

kecil yang dapat dibeli atau disewa. Tingginya jumlah penduduk memperuncing

persaingan pekerjaan untuk memperoleh uang untuk membayar pembelian atau

sewa rumah.33 Tingkat penghasilan yang rendah serta biaya pembangunan yang

relatif tinggi mengakibatkan munculnya pemukiman-pemukiman yang tidak

memenuhi syarat sama sekali, terutama dalam hal air minum, WC-kamar mandi,

kesehatan, dan keamanan.34 Bentuk pemukiman semacam ini sering dijumpai di

kampung-kampung yang di wilayah ini. Kemiskinan juga melahirkan

permasalahan seperti kriminalitas dan sanitasi yang buruk. Bahkan di wilayah ini

31 Parsudi Suparlan (penyunting), Kemiskinan di Perkotaan,(Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1984), hlm. 11.

32 Wawancara dengan Hayati Sri Mumpuni pada tanggal 30 September2014.

33 Parsudi Suparlan, op. cit., hlm. 94-95.34 Sukanto Reksohadiprodjo dan A.R. Karseno, Ekonomi Perkotaan,

(Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1985), hlm. 69.

39

terdapat lokasi prostitusi yang cukup terkenal, yakni Silir di Kelurahan

Semanggi.35

C. Struktur Sosial Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon

Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon merupakan masyarakat kota yang

heterogen. Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari beragam etnis yang

memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Interaksi sosial dalam masyarakat yang

memiliki kebudayaan yang belainan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan

struktur sosial dalam masyarakat.

Struktur sosial adalah jalinan unsur-unsur sosial yang pokok, yakni norma-

norma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, serta lapisan-

lapisan sosial. Menurut Raymon Firth struktur sosial meliputi berbagai tipe

kelompok yang terjadi dari banyak orang dan meliputi pilar lembaga-lembaga di

mana orang banyak tersebut ambil bagian.36 Struktur sosial secara vertikal disebut

stratifikasi sosial (pelapisan sosial), yakni struktur sosial ditandai dengan adanya

kesatuan sosial berdasarkan perbedaan lapisan-lapisan sosial. Secara horisontal

disebut diferensiasi sosial, yakni struktur sosial ditandai dengan adanya kesatuan

sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, dan adat.

Unsur-unsur dalam sistem pelapisan sosial adalah kekuasaan, wewenang,

status, dan ekonomi. Bernard Barber mengemukakan bahwa ada enam dimensi

pelapisan sosial, yakni prestise jabatan atau pekerjaan, rangking dalam wewenang

35 Mengenai munculnya lokasi prostitusi di Silir Kelurahan Semanggibaca David Kurniawan, 2010, “Pelacuran di Surakarta: Studi Kasus PenutupanResosialisasi Silir Tahun 1998-2006”, Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah FSSR UNS.

36 Soleman B. Taneko, Struktur Sosial dan Proses Sosial: SuatuPengantar Sosiologi Pembangunan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1993),hlm. 47.

40

dan kekuasaan, pendapatan atau kekayaan, pendidikan atau pengetahuan, kesucian

beragama atau pimpinan keagamaan, serta kedudukan dalam kekerabatan dan

kedudukan dalam suku-suku bangsa.

Struktur sosial masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon telah mengalami

banyak perubahan setelah masa kemerdekaan Indonesia. Perubahan terjadi karena

berkurangnya pengaruh feodalisme, terutama berkurangnya pengaruh Keraton

Kasunanan Surakarta.

Pelapisan sosial dalam masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon dapat

ditentukan dari segi tingkat ekonomi. Dilihat dari segi ekonomi dapat digolongkan

tiga lapisan masyarakat, yakni lapisan ekonomi mampu atau atas, lapisan ekonomi

menengah, dan lapisan ekonomi bawah atau miskin.37

Lapisan ekonomi mampu merupakan kelompok orang memiliki kekayaan

banyak, yang dapat memenuhi segala kebutuhan hidup bahkan secara berlebihan.

Lapisan atas misalnya konglomerat, pengusaha besar, pejabat, dan pekerja

profesional yang berpenghasilan tinggi. Mereka memiliki ciri-ciri mampu

mengkonsumsi daging setiap hari, mampu memberikan sumbangan, dan memiliki

benda-benda bernilai ekonomi. Orang-orang dari lapisan ekonomi mampu ini juga

dapat dilihat dari bentuk rumah yang cukup besar dengan tembok pagar yang

cukup tinggi dan kepemilikan kendaraan bermotor seperti mobil. Kelompok

ekonomi atas dapat menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang perguruan

tinggi. Mereka ada yang tinggal di pusat-pusat perekonomian di Kecamatan Pasar

Kliwon, tepi jalan utama dan jalan penyangga. Lokasi tepatnya adalah di tepi jalan

37 Ibid., hlm. 97-100.

41

utama di Pasar Kliwon, Gajahan, Joyosuran, jalan penyangga di Kedung Lumbu

khususnya di Loji Wetan, Kauman, Sangkrah, Semanggi, dan Kampung Baru.

Beberapa di antara mereka tinggal secara menyebar di tengah perkampungan yang

ada di Kecamatan Pasar Kliwon dengan ciri yang menonjol, yakni kediaman yang

besar dan kepemilikan mobil.

Lapisan ekonomi menengah merupakan kelompok orang yang

berkecukupan, yakni mereka yang berkecukupan dalam hal kebutuhan sandang,

pangan, dan papan. Ciri-ciri mereka di antaranya adalah mampu makan tiga kali

sehari, mampu mengkonsumsi daging minimal seminggu sekali, sebagian

penghasilan dapat ditabung, memperoleh pendidikan, mampu memenuhi

kebutuhan sandang, memiliki terlevisi atau radio, dan memiliki tempat tinggal

yang layak. Kelompok ekonomi menengah juga dapat diidentifikasi dari

kepemilikan rumah permanen yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil,

meski diantara mereka ada yang mengontrak rumah. Mereka umumnya mampu

menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang Sekolah Menengah Atas dan

perguruan tinggi. Mereka umumnya tinggal di perkampungan yang ada di

Kecamatan Pasar Kliwon.

Lapisan ekonomi bawah atau merupakan kelompok orang miskin yang

masih belum dapat memenuhi kebutuhan primer, seperti kebutuhan sandang,

pangan dan papan. Ciri-ciri mereka adalah kurang mampu makan tiga kali sehari,

tidak memiliki pakaian yang cukup, dan tidak memiliki tempat tinggal permanen

yang layak. Kelompok ekonomi miskin dapat dilihat dari bentuk rumah yang kecil

dan cenderung semi permanen. Di antara mereka terdapat para pemukim liar.

42

Mereka terdiri dari pengayuh becak, buruh bangunan, buruh pabrik, dan buruh-

buruh sejenis yang tidak tetap. Kelompok ekonomi miskin di wilayah ini

umumnya memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah. Di antara mereka

banyak yang tidak mampu membiayai anak-anak mereka untuk bersekolah.

Mayoritas di antara mereka terutama menempati perkampungan di wilayah

Semanggi, khususnya di darah perbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan

wilayah Silir, perkampungan di Sangkrah, Baluwarti, dan perkampungan-

perkampungan padat penduduk yang ada di seluruh wilayah Kecamatan Pasar

Kliwon.

Pelapisan sosial di Kecamatan Pasar Kliwon juga dapat diidentifikasi dari

tingkat pendidikan mereka. Berdasarkan tingkat pendidikan terdiri dari

pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan

rendah terdiri dari tamatan SD, tidak tamat SD, dan tidak bersekolah. Pendidikan

menengah terdiri dari tamatan SLTP dan SLTA. Pendidikan tinggi terdiri dari

mereka yang berpendidikan akademi dan perguruan tinggi.

Tingkat pendidikan mereka mempengaruhi penerimaan program KB yang

dicanangkan oleh Pemerintah Orde Baru. Apalagi, sebagian besar masyarakat di

Kecamatan Pasar Kliwon memiliki pendidikan yang rendah. Masyarakat

berpendidikan rendah cenderung sulit memahami penyuluhan tentang KB.

Bahkan di antara mereka ada yang marah ketika dibujuk untuk mengikuti KB

karena merasa bahwa memiliki anak adalah hak mereka. Padahal yang dimaksud

adalah agar mereka dapat mengatur kehamilan demi kemaslahatan keluarga dan

kesejahteraan mereka sendiri. Banyak masyarakat yang masih takut untuk

43

menggunakan alat kontrasepsi karena rumor negatif tentang pemakaian alat

kontrasepsi. Banyak juga suami yang tidak ingin ber-KB karena merasa bahwa

dirinya bekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya.

Melihat hal ini, kader KB membutuhkan kesabaran dan kreatifitas untuk

membujuk mereka hingga akhirnya mereka bersedia untuk ber-KB. Mereka yang

berpendidikan rendah biasanya akan diberi pil atau kondom secara gratis sebagai

langkah awal.38

Masyarakat yang berpendidikan menengah lebih mudah dalam menerima

penyuluhan KB dari pemerintah. Mereka secara suka rela memilih menggunakan

salah satu alat kontrasepsi yang disediakan pemerintah secara gratis. Sementara

itu, masyarakat yang berpendidikan tinggi biasanya akan mencari tahu sendiri

tentang alat kontrasepsi, meski mereka juga tahu mengenai beberapa efek samping

dari penggunaan alat kontrasepsi.39 Di antara mereka melakukan pemasangan alat

kontrasepsi di Rumah Sakit atau dokter-dokter swasta yang melayani pemasangan

alat kontrasepsi.

Unsur-unsur atau dimensi-dimensi yang telah dijelaskan di atas pada

dasarnya sulit untuk dipisahkan secara tegas karena dalam kenyataannya sering

tumpang tindih antara satu dengan lainnya atau bahkan saling berhubungan.40

Penggolongan secara horisontal maupun vertikal dalam masyarakat Jawa harus

dianggap sebagai kelas terbuka dan kategori terbuka karena batas di antara

keduanya dapat dilewati dengan mudah oleh para anggota masyarakat.

38 Wawancara dengan Rochanah pada tanggal 8 Agustus 2015.39 Wawancara dengan Sri Winarti pada tanggal 6 Agustus 2015.40 Soleman B. Taneko, op. cit., hlm. 98.