bab ii fk. suprakondiler kel 2

Download BAB II Fk. Suprakondiler Kel 2

If you can't read please download the document

Upload: vianna-queen

Post on 08-Dec-2014

136 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

suprakondiler

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Fraktur suprakondiler (metafisis humerus distal daerah proksimal dari siku) adalah fraktur siku yang paling sering pada anak-anak. Terjadi sering pada usia antara 3 -10 tahun. Pasien akan menahan lengan dalam pronasi dan menolak untuk fleksi karena nyerinya. Cidera neurovascular sering terjadi pada displacement yang berat. Karena mengalir a.brachialis maka cidera sebaiknya ditangani sebagai emergensi akut. Pembengkakan, jika berat, dapat menghambat aliran arteri atau vena. Pemeriksaan neurovascular yang cermat diperlukan. Compartment syndrome pada lengan bawah volar dapat terjadi dalam 12-24 jam. Volkmanns contracture karena iskemia intrakompartemen dapat mengikuti. Pin sering digunakan untuk memfiksasi fraktur setelah reduksi terbuka atau tertutup. Fraktur suprakondiler yang umumnya tanpa gangguan neurovaskular dapat dibidai dengan posisi siku fleksi 900, dan lengan bawah dibidai dalam pronasi atau posisi netral. BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENGERTIAN Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya (Brunner dan Suddart, 2001). Sedangkan menurut Linda Juall C dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. ETIOLOGI Pukulan langsung Gaya meremuk Gerakan puntir mendadak Kontraksi otot ekstrem (Brunner dan Suddart, 2001) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FRAKTUR Faktor Ekstrinsik adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

Faktor Intrinsik. Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang. JENIS FRAKTUR

1)Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalamipergeseran.

2)Fraktur tidak komplet (parsial): patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang. Frakturparsial terbagi lagi menjadi: Fissure/Crack/Hairline tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa terjadi pada tulang pipih Greenstick Fracture biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna, clavicula, dan costae Buckle Fracture fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam

1)Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit 2)Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahantulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi : Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.

1)Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkak. 2)Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang 3)Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen 4)Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam 5)Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang) 6)Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerahperlekatannnya.

7)Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi:Transversal garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang) Oblik garis patah tulang melintang sumbu tulang (100o dari sumbu tulang)

Longitudinal garis patah mengikuti sumbu tulang Spiral garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih Comminuted terdapat 2 atau lebih garis fraktur

1)Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:Undisplace fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya Displace fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas: oShifted Sideways menggeser ke samping tapi dekat oAngulated membentuk sudut tertentu oRotated memutar oDistracted saling menjauh karena ada interposisi oOverriding garis fraktur tumpang tindih oImpacted satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.

MANIFESTASI KLINIK 1)Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2)Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah. Perrgeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (teraba maupun tidak teraba). 3)Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. 4)Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

5)Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. PENYEMBUHAN TULANG Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang: Inflamasi Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama dengan bila adanya ceera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Proliferasi sel Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan. Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetepi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensiial elektronegatif. Pembentukan kalus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang diigabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Osifikasi Pembentukan kalus mulai mengalami pengulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif. Remodeling

Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan terorganisasi tulang baru ke susunan strukttural sebelumnya. Remodeling memerlukan wakt berbulanbulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifkasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang. Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan ppemeriksaan seri sinar-X. Imobilisasi harus memadai sampai tampak tanda-tanda adanya kalus pada gambaran sinar X.

Potensial Penyembuhan Fraktur Pada Anak-Anak Fraktur pada anak-anak biasanya sembuh secara cepat dan baik. Pelindung periosteal aktif di sekitar tubulus tulang pada anak-anak masih kuat. Karena di daerah ini jarang terjadi fraktur secara lengkap, maka fragmen fraktur cenderung dipertahankan dalam posisi yang dapat diterima setelah fraktur. Tulang anak-anak memiliki potensial yang besar untuk koreksi remodeling. Sehingga, deformitas angular pascareduksi dapat diterima dengan keyakinan bahwa tulang yang matur akan tetap lurus tanpa terdapad bekas cedera. Selain itu, ekstremitas pernah cedera cenderung akan tumbuh lebih cepat daripada yang normal. Aposisi bayonet seringkali lebih baik untuk eduksi tanpa end-on-end dalam mencapai panjang ekstrimitas dewasa yang sesuai. Walaupun deformitas angular sembuh dengan cepat, tapi tidak ada kecenderungan bagi deformitas rotasional untuk sembuh secara spontan. Posisi rotasional yang normal selama penyembuhan harus dipertahankan. Kebanyakan fraktur pada anak-anak diterapi secara tepat dengan gips atau traksi. Hanya beberapa fraktur pada anak-anak yang sembuh optimal bila diterapi secara bedah. Salah satu contoh adalah fraktur pada kondilus lateral humerus yang meluas ke sendi dan dapat melibatkan cedera lempeng pertumbuhan epifisial. Kegagalan untuk menurunkan kembali fragmen secara benar ke posisi anatomic yang

normal dapat menyebabkan reduksi fungsi siku dan menahan pertumbuhan ekstremitas, sehingga dapat berakibat dalam perkembangan deformitas seluruhnya dengan meningkatnya maturitas. Growth plate atau fisis adalah lempeng kartilago yang terletak di antar epifisis (pusat penulangan sekunder) dan metafisis. Ini penting bagi pertumbuhan tulang panjang agar terjadi. Bagian ini juga menjadi satu titik kelemahan dari semua struktur tulang terhadap trauma mekanik. Fisis, secara histologik terdiri dari 4 lapisan, yaitu : Resting zone: Lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang datar dan merupakan tempan penyimpanan bahan-bahan metabolik yang akan digunakan nantinya. Proliferating zone: Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan tumbuh menjadi lempeng. Sel-sel tersebut disebut seperi tumpukan lempeng. Pada area ini, sel-selnya menggunakan bahan metabolik yang sebelumnya disimpan untuk perjalanan mereka ke metafisis. Hypertrophic zone: Sel-sel di area ini cenderung membengkak dan berubah menjadi lebih katabolik. Sel mempersiapkan matriks untuk mengalami kalsifikasi dan berubah menjadi tulang. Area ini menjadi letak terlemah secara mekanis. Calcied zone: Secara metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam kalsium, dan membentuk osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-cabang pembuluh darah kecil menjalar ke lapisan basal dari lempeng fisis. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1)Pemeriksaan Radiologi X-ray Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray adalah bayangan jaringan lunak, tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi, trobukulasi ada tidaknya rare fraction, sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi.

Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. 1)Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laborat yang diperlukan antara lain pemeriksaan Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang, Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang, Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. KOMPLIKASI FRAKUR 1)Komplikasi Awal Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. Fat Embolism Syndrom Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia. Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. 1)Komplikasi Dalam Waktu Lama Delayed Union Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang. Nonunion Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. Malunion Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik. Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang. Atrofi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis. Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi. Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips. Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema. Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot, PENATALAKSANAAN FRAKTUR

Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu: 1)Mengurangi rasa nyeri Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips. 2)Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja. 3)Membuat tulang kembali menyatu Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. 4)Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi. Prinsip penatalaksanaan fraktur 1)Rekognisi Rekognisi menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita dilakukan pemeriksaan spesifikasi untuk mencari adanya fraktur, nyeri pada tulang panjang sangat khas. Krepitus menyatakan perasaan sekan-akan seperti ada dua amplas yang digesekan. Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dijadikan petunjuk kemungkinan adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai segera dan pemeriksaan lebih lanjut. 2)Reduksi Reduksi adalah restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal. Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya. Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan. Metode reduksi :

Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. 1)Retensi dari Reduksi Sebagai aturan umum, maka gips yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas raktur. Gips sebaiknya tetap mulus dilaminasi dan sesuai dengan geometri ekstremitas yang patah tersebut. 2)Rehabilitasi dan Komplikasi Fraktur Sebagian besar penderita patah tulang akan mengalami proses penyembuhan segera apabila menggunakan teknik penatalaksanaan yang standar, tetapi ada sejumlah penderita yang mengalami komplikasi. http://nursingbegin.com/fraktur-patah-tulang/ di akses tanggal 2 Juni 2011, pukul 08.00 3)Imobilisasi Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat eksternal (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).

Tabel 1. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan Tulang Fraktur

FRAKTUR TERBUKA Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur, sebagaimana yang terlihat pada table dibawah ini Derajat Patah Tulang Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson (1976)

Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC. IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy tanpa memandang luas luka. III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)

Penatalaksanaan khusus pada fraktur terbuka Fraktur terbuka merupakan suaru keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi risiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka adalah: 1.Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan. 2.Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan kematian. 3.Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi. 4.Segera dilakukan debridemen dan dan irigasi yang baik. 5.Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya. 6.Stabilisasi fraktur. 7.Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari. 8.Rehabilitasi anggota gerak yang terkena. Sedangkan tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka adalah sebagai berikut :

1.Pembersihan luka. Dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat. 2.Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen). Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot, dan fragmen-fragmen yang lepas. 3.Penutupan kulit. 4.Pemberian antibakteri. Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan dalam dosis yang besar sebelum, pada saat, dan sesudah tindakan operasi. 5.Pencegahan tetanus. Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid. Tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin. 6.Pengobatan fraktur itu sendiri. Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat di reposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasierasi ORIF (Open Reduction Internal Fixation). ORIF adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung dengan tehnik pembedahan yang mencakup di dalamnya pemasangan pen, skrup, logam atau protesa untuk memobilisasi fraktur selama penyembuhan (Depkes, 1995: 95). Indikasi dilakukannya operasierasi ORIF yaitu fraktur yang tidak bisa sembuh, fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, fraktur yang dapat direposisi tapi sulit dipertahankan, fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi (Reksoperasirodjo. S, 1995: 513). Tanda dan gejala pada pasien post ORIF yaitu edema, nyeri, pucat, otot tegang dan bengkak, menurunnya pergerakan, menolak bergerak, deformitas (perubahan bentuk), eritema, parestesia atau kesemutan (Apley, 1995: 266). FRAKTUR SUPRAKONDILARIS HUMERUS Anatomi Suprakondilar humerus terletak di bagian distal dari humerus, tulang tersebut kurang kuat dibanding tempat lain karena adanya fossa koronoid, fossa olekranon dan

fossa radii. Kolum medial suprakondilar lebih tipis dan substansi tulang kurang disbanding dengan kolum lateral suprakondilar. Sendi diku mampu untuk melakuakn gerakan fleksi dan ekstensi, dimana gerakan fleksi dilakukan oleh muskulus brachialis, muskulus bicepsm muskulus brachioradialis dan muskulus pronator teres. Sedangkan gerakan ekstensi dilakukan oleh muskulus triceps dan muskulus anconeus. Dari proyeksi anteroposterior, perlu dinilai sudut yang dibentuk oleh garis longitudinal humerus dan garis yang melalui korona kapitulum humeri, sudut ini disebut sudut bowman. Normal didapatkan sudut bowman sebesar 80-89 derajat, bila didapatkan sudut ini kurang dari 50, dikatakan bahwa posisi tulang tersebut tidak acceptable. Sudut yang lain yaitu sudut antara diaphisis dan metaphisis sebesar 90 derajat. Proyeksi lateral, normal didapatkan garis anterohumeral akan melewati pusat osifikasi pada kondilus humeri dan bagian distal dari kondilus akan membentuk sudut ke anterior sebesar 40 derajat. Berdasarkan pergeseran fragmen distal ada 3 tipe dari fraktur suprakondilar : Fragmen tanpa pergeseran Fragmen dengan pergeseran tetapi masih ada kontak Fragmen distal dan proksimal tidak ada kontak Mekanisme dan patofisiologis, fraktur suprakondilar dapat dibedakayan menjadi dua, yaitu: Tipe ekstensi Akibat trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku, lengan bawah dalam posisi supinasi dengan siku hiperekstensi dengan tangan yang terfiksasi, olekranon terdorong ke depan sehingga terjadi fraktur. Garis fraktur selalu melewati fossa olekranon dan pada kolum medial dan lateral metaphase. Fragmen distal dari fraktur akan terdorong kea rah posterior dan proksimal, hal ini karena gaya fraktur yang diteruskan ke atas melalui tulang lengan bawah dan diseabkan tarikan muskulus biseps, sehingga fragmen ini akan miring ke lateral atau medial dan berotasi ke medial. Dari proyeksi anterior, ujung distal dari fragmen proksimal akan menembus periosteum dan mengenai muskulus brachialis dan muskulus biceps brachii. Akibatnya akan terjadi perdarahan local dan pembengkakan. Nervus dan pembuluh darah akan mengalami laserasi karena fragmen tulang.

Tipe fleksi Anak jatuh pada telapak tangan dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit fleksi. Korteks anterior akan mengalami pergeseran sehingga pada fragmen distal akan ke anterior pada bidang sagital, dan pada bidang coronal, fragmen distal akan bergeser ke lateral. Sehingga fragmen distal pada fraktur tipe ini akan bergeser kearah anterior dan proksimal. Jarang terjadi komplikasi neurovascular, yaitu cedera nervus ulna biasanya karena terkena ujung dari fragmen proksimal. Klasifikasi Pada prinsipnya, klasifikasi fraktur suprkondilar tipe ekstensi dibagi berdasarkan derajat pergeseran fragmen distal terhadap fragmen proksimal. Gartland (1959), membagi 3 tipe: I. undisplaced or minimally displaced : IA non displaced; IB medial impaction II. Displaced with angulasi and rotation : IIA posterior angulasi; IIB malrotation with or without posterior angulation. III. Displaced complete : IIIA fragmen distal kea rah posteriormedial; IIIB fragmen distal kea rah posterior lateral. Diagnosis Dari anamnesa didapatkan adanya riwayat jatuh dengan lengan sebagai tumpuan. Bila traumanya baru saja terjadi atau frakturnya tidak mengalami pergeseran atau sedikit bergeser, anak akan mengeluhkan nyeri dan bengkak yang minimal, dan temuan yang paling khas adalah perlunakan pada ujung humerus bagian distal. Pada trauma ringan kedudukan fragmen distal tidak akan bergeser atau undisplaced. Siku akan terlihat sedikit bengkak disbanding siku yang sehat, dan kadang-kadang terlihat akan terlihat normal bila jumlah perdarahan sedikit. Pada trauma yang lebih berat dapat menimbulkan angulasi ke posterior, bahkan sampai mengalami pergeseran fragmen distal ke posterior, namun hubungan kedua fragmen sebagian masih terlihat, atau pada trauma yang lebih hebat lagi maka fragmen distal akan terlepas dari fragmen proksimal dan berada di posterior dan migrasi ke proksimal. Sewaktu jatuh pada umumnya lengan dalam keadaan pronasi ini, akan menyebabkan fragmen distal mengalami rotasi ke dalam. Akibatnya kortek sebelah medial dari fragmen distal relative akan berada di arah posterior dari fragmen proksimal, sementara sisi lateral masih dalam kedudukan semula.

Dengan demikian kedudukan fragmen distal akan mengalami adduksi, rotasi ke dalam sehingga fragmen distal akan mengalami pergeseran kea rah posteromedial akibatnya ujung dari fragmen proksimal akan mencederai nervus radialis. Dan bila pergeseran fragmen kea rah posterolateral akan mencederai arteri radialis dan nervus medianus. Ujung fragmen proksimal akan berada di anterior dan dapat mencederai muskulus brakhialis, arteri brakhialis, nervus radialis, nervus medianus, atau nervus ulnaris. Dengan adanya truma yang keras dan terjadi pergeseran dari fragmen, maka pembengkakan dan deformitas pada siku akan menjadi lebih jelas. Besarnya pembengkakan tergantung pada keparahan dari fraktur dan lama terjadinya trauma. Pada pemeriksaan fisik yang penting adalah menilai fungsi dari neuromuskuler pada sebelah distalnya. Tanda-tand gangguan vaskulus meliputi nyeri, pucat, sianotik, tidak ada pulsasi atau paralisis, ini merupakan tanda terjadinya volkmans ischemi. Pemeriksaan radiologis akan terlihat fat pada sign, kedudukan kedua fragmen tidak terjadi pergeseran, kadang-kadang garis fraktur tidak terlihat. Dalam keadaan normal fat pada sign akan berada di luar sinovia tapi intra kapsuler sendi di sebelah anterior dan posterior. Dengan adanya hamarthrosis akan menyebabkan pergeseran letak fat pads. Pemeriksaan radiologis penting untuk konfirmasi diagnosis. Sebelumnya lengan harus di imobilisasi dengan posisi ekstensi, kedudukan fleksi yang berlebihan harus dihindari karena ada kemungkinan gangguan dari neurovaskulernya. Pada anteroposterior, dinilai garis fraktur apakah transversal atau oblik, fragmen distal angulasi ke lateral atau medial. Posisi lateral akan menunjukkan fragmen distal akan bergeser ke anterior atau posterior. Penatalaksanaan Pada prinsipnya mengembalikan fragmen ke posisi anatomis dan mempertahankan kedudukan tersebut dan mencegah terjadinya komplikasi. Sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis, perlu dilakukan immobilisasi dengan bidai. Pada fraktur tipe ekstensi, posisi fleksi pada siku harus dihindari karena menyebabkan kerusakan lebih lanjut dari system neurovascular. Anggota gerak dibuat immobilisasi dengan bidai pada posisi yang mengalami deformitas, dengan posisi siku ekstensi dan lengan bawah pronasi. Sirkulasi harus selalu dicek

sebelum dan selama melakukan tindakan reposisi. Penanganan fraktur suprakondilar tergantung tipe dari fraktur tersebut. Pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi :

Tipe I Tanpa pergeseran, immobilisasi dengan posisi siku fleksi tidak lebih dari 900. Bila terdapat pergeseran penanganannya dengan menggunakan back slap long arm dengan posisi siku fleksi. Fleksi dilakukan sampai 120 0 sehingga lebih stabil dan juga pada posisi ini dapat mengurangi resiko terjadinya trauma neurovascular karena tindakan. Untuk reposisi tertutup perlu relaksasi yang sempurna dan hanya bisa dicapai dengan anestesi umu, operator menarik lengan bawah sedikit fleksi 300 dan supinasi. Fleksi 300 tersebut untuk melindungi kerusakan pembuluh darah dan saraf akibat tegangan karena tarikan. Operator melakukan koreksi posisi pada fragmen distal. Bila berada di medial dilakukan dorongan ke lateral agar berada satu garus dengan fragmen proksimal, demikian juga sebaliknya. Setelah itu kedua ibu jari operator berada ada posisi posterior fragmen distal mendorong ke anterior disertai tekanan jari-jari lain yang berada di humerus proksimal ke dorsal, kemudian dilakukan fleksi maksimum. Posisi dipertahankan selama 3-4 minggu, dengan pemeriksaan radiologis pada satu minggu pertama dan minggu terakhir. Tipe II Reposisi Percutaneus pinning dengan fiksasi k-wire Reposisi terbuka Reposisi terbuka atau operasi pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi dilakukan pada reposisi tertutup yang gagal, fraktur terbuka atau gangguan neurovascular. Pada pembengkakakn yang hebat akan terjadi hematom yang banyak di daerah tersebut, maka perlu dilakukan sehingga penekanan terhadap neurovascular akan berkurang. Kejelekan dilakukannya open reduksi antara lain terjadinya kekakuan sendi, terjadinya myositis osifikan, iskhemik, dan kerusakan pada tempat pertumbuhan tulang dan adanya resiko infeksi.

Reposisi dikatakan berhasil bila baik secara klinis atau radiologis. Secara klinis dikatakan baik bila : Sendi siku dapat fleksi maksimal, bila tidak bisa fleksi maksimal kemungkinan sudut antara sumbu longitudinal humeri dengan kondilus belum tercapai atau adanya interposisi jaringan lunak antara kedua fragmen. Setelah hiperfleksi secara hati-hati, dilakukan ekstensi dan dibandingkan dengan sisi yang sehat. Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah reposisi, dengan foto posisi AP dan lateral. Untuk posisi lateral dinilai sudut longitudinal humeri dan distal kondilar. Dinilai apakah ada crescent sign, yang berarti terjadi kubitus varus. Pada posisi AP, dinilai sudut Bowman, sudut diaphisis-metaphisis. Bila fragmen distal terjadi rotasi tampak gambaran fish tail. Hasil reposisi dikatakan adekuat bila tidak terjadi angulasi ke lateral atau medial, pergeseran ke medial atau lateral tidak lebih dari 25% dan angulasi ke posterior tidak lebih dari 100. Perbedaan sudut bowman antara sisi yang sehat dan yang sakit tidaklebih dari 40. Rotasi ke medial merupakan predisposisi terjadinya kubitus varus karena akan terjadi angulasi koronal. Walaupun adanya rotasi tersebut bukan merupakan deformitas dan rotasi lengan akan dikoreksi oleh sendi bahu. Manipulasi yang berulang sebaiknya dihindari karena akan mencederai pembuluh darah dan saraf. Komplikasi Pada fraktur suprakondilar tipe ekstensi, komplikasi yang paling sering terjadi cedera pembuluh darah dan saraf. Cedera pada arteri brakhialis, dimana hal ini akan menyebabkan terjadinya volkmans iskemik. Kelainan ini akan menyebabkan nekrosis dari otot dan saraf tanpa disertai gangrene perifer. Gejala dari volkmans iskemik adanya pain, pallor, hilangnya pulsus, parestesi, dan paralysis. Cedera saraf yang paling sering terjadi adalah cedera pada nervus radialis, nervus median dan nervus ulna. Myositis osifikans, jarang terjadi dan biasanya terjadi karena manipulasi yang berlebihan atau terjadi pada reposisi terbuka yang terlambat dilakukan. Malunion dapat merupakan komplikasi dari fraktur ini, biasanya terjadi kubitus varus, disebabkan reposisi yang tidak adekuat

Sedangkan pada fraktur suprakondilar tipe fleksi komplikasinya adalah: a.Cedera nervul ulna merupakan komplikasi yang sering terjadi b.Malunion dapat juga terjadi pada fraktur ini yaitu terjadi kubitus varus.

PEMASANGAN GIBS Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner & sunder, 2000) gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999). Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass. Gips terbuat dari berbagai jenis bahan yang berbeda dan digunakan pada bagian tubuh yang berbeda pula. Gips dipasang pada anak agar area yang cedera dapat sembuh dengan baik. Perawatan gips akan sedikit bervariasi, bergantung pada jenis gips yang dipasang. Kategori gips : Gips ekstremitas atas : mengimobilisasi pegelangan dan atau siku Gips ekstremitas bawah : mengimobilisasi pergelangan kaki dan atau lutut Gips spika : mengimobilisasi pinggul dan lutut. Gips spina dan servikal : mengimobilisasi tulang belakang Tujuan dilakukan pemasangan gips adalah : oImmobilisasi dan penyangga fraktur oIstirahatkan dan stabilisasi oKoreksi deformitas oMengurangi aktifitas oMembuat cetakan tubuh orthotic Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah : oGips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan oGips patah tidak bisa digunakan oGips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien oJangan merusak / menekan gips oJangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk

oJangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama JENIS-JENIS GIBS 1)Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tanga, dan melingkar erat didasar ibu jari. 2)Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi tegak lurus. 3)Gips tungkai pendek. Gi[s ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki, kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral, 4)Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi. 5)Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai telapak untuk berjalan 6)Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh 7)Gips spika.gipsini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips spika tunggal atau ganda) 8)Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku 9)Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips spika tunggal atau ganda) BAHAN-BAHAN GIBS 1)Plester. Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus . gulungan krinolin diimregasi dengan serbuk kalsium sulfat anhidrus (Kristal gypsum). Jika basah terjadi reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas. Kristalisasi menghasilkan pembalut yang kaku, kekuatan penuh baru tercapai setelah kering , memerlukan waktu 24-72 jam untuk mongering. Gips yang kering bewarna mengkilap , berdenting, tidak berbau,dan kaku, sedangkan gips yang basah berwarna abu-abu dan kusam, perkusinya pekak, terba lembab, dan berbau lembab. 2)Nonplester. Secara umum berarti gips fiberglass, bahan poliuretan yang di aktifasi air ini mempunyai sifat yang sama dengan gips dan mempunyai kelebihan karna lebih ringan dan lebih kuat, tahan air dan tidak mudah pecah.di buat dari bahan rajuutan terbuka, tidak menyerap, diimpregnasi dengan bahan pengeras yang dapat mencapai kekuatan kaku penuhnya hanya dalam beberapa menit.

3)Nonplester berpori-pori, sehingga masalah kulit dapat di hindari . gips ini tidak menjadi lunak jika terkena air,sehingga memungkinkan hidro terapi. Jika basah dapat dikeringkan dengan pengering rambut. PERAWATAN GIBS PADA ANAK Perawatan pemasangan gips pada anak di rumah 1.Sebelum pemasangan Sebelum gips dipasang, bahan yang halus digunakan untuk melindungi kulit. Kemudian gips dipasang diatas bahan tersebut. 2.Saat pemasangan Pada saat pertama, gips akan terasa hangat hal ini akan berakhir selama kira-kira 10-15 menit. Gips plester akan tetap basah selama beberapa jam, sedangkan gips fiberglass akan kering dalam 30 menit. Jangan memasukkan apapun kedalam gips pada saat pengeringan atau sesudahnya. Selama pengeringan, sentuh gips sedikit mungkin. Bila memang harus menyentuhnya gunakan telapak tangan bukan jari. 3.Setelah pemasangan Membalikkan anak yang memakai gips plester sedikitnya setiap 2 jam akan membantu pengeringan gips. Jangan menggunakan pemanas atau pengering. Kipas angin reguler dapat digunakan untuk mensirkulasi udara di cuaca lembab. Periksa kulit sekitar gips sesering mungkin. Beri tahu tenaga kesehatan apabila terjadi: Kebas Kesemutan Nyeri yang tidak hilang Rasa terbakar Bau Perasaan aneh Perubahan suhu Ada cairan yang mengalir dari gips Gips menjadi lunak, patah, atau retaak Bila yang dipakai adalah gips lengan atau kaki, periksa warna jari tangan atau kaki. Jari-jari tersebut harus hangan bila disentuh. Bila kulit di area ini sedikit ditekan dan dilepaskan, warnanya harus kembali dengan cepat.

Untuk membantu mencegah pembengkakan tinggikan lengan atau kaki yang digips diatas jantung anak dengan mengistirahatkan gips diatas beberapa bantal atau selimut. Perawatan kulit Selama gips dipasang, perawatan khusus diperlukan untuk menjaga agar kulit disekitar gips tetap sehat. Kulit antara ibu jari dan jari telunjuk sering menjadi masalah pada pemakaian gips lengan. Bila gips bergesekan dengan kulit, plester dapat digunakan untuk menutupi tepi gips plester yang kasar. Hal ini disebut petalling dan mencakup langkahlangkah berikut : 1.Gunakan balutan adhesif atau potong plester dengan ukuran panjang 7,5 cm dan lebar 2,5 5 cm untuk menutupi tepi gips yang tajam. 2.Plesterkan satu ujungnya di bagian dalam gips. 3.Plesterkan ujung yang lain di bagian gips hingga menutupi tepi gips 4.Ulangi dengan plester yang lain. Lakukan sampai semua tepi gips tertutup untuk membuat semau permukaan gips halus. Gatal Terkadang kulit dibawah gips akan terasa gatal. Jangan menempatkan apapun dibagian dalam gips untuk menggaruk kulit. Anak-anak sering berusaha untuk memasukkan garpu, pisau, remah-remah, sisir, dan objek-objek lain dalam gips beri tahu tenaga kesehatan bila ada objek masuk kedalam gips. Bila kulit gatal, beberapa hal dapat dilakukan untuk membuat anak dapat merasa lebih nyaman, antara lain : 1.Meniupkan udara dingin dari pengering rambut ke dalam gips. 2.Usap lengan atau kaki yang berlawanan 3.Usap-usap tepi kulit disekitar gips Mandi Anak-anak dengan gips lengan dapat dimandikanatau di shower bila gips tertutup dengan baik atau tidak terkena air. Gips harus tetap kering. Gips dapat ditutupi dengan penutup plastik atau penutup gips tahan air. Penutup plastik harus dilepaskan dan disimpan dengan aman setelah mandi. Bila gips plester menjadi basah, gips akan melunak dan memerlukan penggantian. Bila gips fiberglass menjadi basah, maka gips tersebut masih dapat dikeringkan secara seksama dengan kipas angin atau pengering rambut dilingkungan yang dingin. Bila menggunakan pelapis gips, anak dapat membasahi gips tersebut. Perawatan gibs

Permukaan gips fiberglass dapat dengan mudah dibersihkan dengan lap basah. Namun, gips plaster tidak dapat dibersihkan. Bila gips dipakai dalam waktu lama, kain penutup sepeti sarung tangan yang besar dapat digunakan untuk melindungi gips. Penutup ini dapat dicuci dan diganti. Bila menggunakan penutup, penutup tersebut harus terbuat dari bahan kain bukan plastik agar udara bersirkulasi melalui gips. Izinkan anak untuk membantu mengatur jadwal harian. Disertai alasan, anak dapat memutuskan kapan saatnya untuk makan, aktivitas, pekerjaan sekolah, dan kunjungan dari teman. Pelepasan Gibs Bila cedera sudah sembuh, maka gips akan dilepas. Gips dilepas dengan getaran yang cepat dari pemotong gips. Meskipun pemotong tersebut membuat suara bising keras yang dapat menakutkan, namun hanya sedikit kemungkinan bagi anak untuk terluka karenanya. Tetapi, tetap siapkan anak untuk menghadapi pengangangkatan gips ini. Bila mungkin tunjukkan pada anak bagaimana alat pemotong tersebut bergetar dan beri kesempatan padanya agar terbiasa dengan kebisingan itu. Beri tahu anak bahwa mungkin akan terdapat rasa geli yang akan ia alamiketika alat pemotong itu digunakan. Kulit akan terasa kering, pucat, dan keras ketika gips dilepas. Untuk melunakkan dan melepaskan kulit yang mati, cuci kulit dengan air hangat dan gunakan lotion pelembab kulit. Jangan menggosok kulit untuk menghilangkan kulit kering. Bila kulit yang lama sudah terkelupas, maka kulit yang baru akan tumbuh. Dampak Masalah Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap enyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada keluarganya. a.Terhadap Klien Bio Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi. Psiko Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur,

perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta takutnya terjadi kecacatan pada dirinya. Anak usia 8 tahun sedang dalam posisi tahap perkembangan yang senang bermain dengan teman sebayanya. Berkaitan dengan fraktur yang dialami si anak, maka anak tidak dapat bergerak dengan leluasa, sehingga sebisa mungkin Sosio Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya. Spiritual Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya. a.Terhadap Keluarga Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga. Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga. PERKEMBANGAN ANAK USIA 8 TAHUN Pada usai 8 tahun anak sudah memasuki dunia sekolah. Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat

memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. Menurut Freud anak usia ini dalam tahapan operasional kongkrit (usia 7-11 tahun). Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis. Namun dalam menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa. Misalnya: Analogi 'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang mampu mereka pahami. Menurut Erikson perkembangan psikososial anak usia 8 tahun termasuk dalam tahap industri/rajin >< inferioriti (usia 6-11 tahun) . Anak usia ini sudah mengerjakan tugas-tugas sekolah - termotivasi untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut perhatian.

BAB III KASUS An. A adalah anak laki-laki (8 thn). Ia jatuh dari sepeda dan dari hasil pemeriksaan didapatkan hasil X-ray fraktur terbuka suprakondiler humerus. 2 hari paska masuk RS dilaksanakan pemasangan pen. Keluarga tampak cemas. Beberapa minggu kemudian ia dipasang gips untuk imobilisasi. Daerah terpasang gips dikeluhkan sedikit gatal. PEMERIKSAAN FISIK Gambaran Umum Perlu menyebutkan: 1.Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: oKesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. oKesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. oTanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. 1.Secara sistemik dari kepala sampai kelamin oSistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan. oKepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala. oLeher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada. oMuka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema. oMata Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan). oTelinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. oHidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. oMulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. o Thoraks Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris. o Paru (1) Inspeksi Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru. (2) Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama. (3) Perkusi Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya. (4) Auskultasi Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

o Jantung (1)Inspeksi:Tidak tampak iktus jantung. (2)Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba. (3) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. o Abdomen (1) Inspeksi :Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. (2) Palpasi :Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. (3) Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. (4) Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 kali/menit. o Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB. Keadaan Lokal Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah: 1)Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain: (a)Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). (b)Cape au lait spot (birth mark). (c)Fistulae. (d)Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi. (e)Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal). (f)Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) (g)Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) 2)Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: (a)Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. (b)Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian. (c)Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau

melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya. 3)Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.(Reksoprodjo, Soelarto, 1995) PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a) Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: 1)Bayangan jaringan lunak. 2)Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. 3)Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. 4)Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: 1)Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. 2)Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. 3)Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa. 4)Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. b) Pemeriksaan Laboratorium

1)Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. 2)Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang. 3)Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

c) Pemeriksaan lain-lain 1)Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. 2)Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. 3)Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur. 4)Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. 5)Stadium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. 6)MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.(Ignatavicius, Donna D, 1995) ANALISA DATA Data Fokus 1.DO: Hasil X-ray fraktur terbuka supercondilar sinistra Ekspresi wajah anak meringis Skala nyeri 8 Kulit telihat bengkak, tampak merah, teraba hangat DS: Anak mengatakan sakit di daerah lengan Orangtua mengatakan anak jatuh dari sepeda 1.Do: Nyeri Masalah Keperawatan

Resiko gangguan perfusi jaringan

Fraktur terbuka Perdarahan Ds: -

1.DO: Fraktur terbuka DS: -

Risiko infeksi

1.DO: Anak dilakukan pemasangan pen dan gips Hasil X-ray fraktur terbuka supercondilar sinistra DS: 1.DO: Anak dilakukan pemasangan pen dan gips Hasil X-ray fraktur terbuka supercondilar sinistra DS: 1.DO: Kulit sekitar gips berwarna merah Kulit kering DS: Anak mengatakan gatal 1.DO: Anak dilakukan pemasangan pen

Kerusakan mobilitas fisik

Risiko tinggi cedera

Risiko tinggi kerusakan integritas kulit

Kurang aktivitas pengalihan

dan gips Anak imobilisasi DS: -

Diagnosa 1: Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal, pembatasan mekanis Tujuan: Pasien memperatahankan penggunaan otot pada area yang tidak sakit Kriteria Hasil: Ekstremitas yang tidak sakit tetap mempertahankan tonus otot yang baik Anak melakukan aktivitas yang sesuai dengan usia dan kondisi anak Intervensi 1.Dorong untuk ambulasi sesegera mungkin 2.Sokong lengan yang di gips dengan ambin/ mitela 3.Ajarkan penggunaan alat mobilisasi seperti kruk untuk kaki yang di gips 4.Dorong anak dengan alat ambulasi 5.Dorong aktivitas bermain dan pengalihan 6.Dorong anak untuk menggunakan sendisendi di atas dan di bawah gips Rasional 1.Untuk meningkatkan mobilitas 2. 3. 4. Untuk berambulasi segera setelah kondisi umumnya memungkinkan 5.Untuk melatih otot yang tidaksakit 6.Untuk memperatahankan fleksibilitas dan fungsi sendi

Diagnosa 2 : Risiko tinggi cedera b.d adanya gips, pembengkakan jaringan, kemungkinan kerusakan syaraf. Tujuan: Pasien tidak mengalami kerusakan neurologis atau sirkulasi Kriteria Hasil: Jari kaki/jari tangan hangat, merah muda, sensitive, dan menunjukan pengisian kapiler yang segera. Gips mongering dengan cepat tetap bersih dan utuh. Intervensi 1. Tinggikan ekstremitas yang di gips Rasional 1.Untuk menurunkan pembengkakan, karena

2.Tinggikan lengan di atas bantal atau topang dengan sling stockinet digantung dari ujung infuse intravena baik di tempat tidur maupun selama ambulasi, sling lengan segitiga adekuat untuk elevasi dan topangan yang lebih sedikit. 3.Kaji bagian gips yang terpajan untuk mengetahui adanya nyeri, bengkak, perubahan warna (sianosis atau pucat), pulsasi, hangat, dan kemampuan untuk bergerak. 4.Rawat gips basah dengan telapak tangan, hindari menekan gips dengan ujung jari (gips plester) 5.Tutupi tepi gips yang kasar dengan petal adesif 6.Jangan menumpukan berat badan sampai gips benar-benar kering bahkan bila alat pembeban dikaitkan ke gips. 7.Jangan menutupi gips yang masih basah 8.Jangan mengeringkan gips dengan kipas pemanas atau pengering 9.Gunakan kipas biasa 10.Ganti posisi anak dalam gips tubuh atau gips spika pinggul secara periodic 11.Posisikan dengan bokong lebih rendah dari bahu selama toileting 12.Lindungi tepian gips di sekitar area perineal dari gips tubuh dengan film plastic 13.Gunakan popok sekali pakai dengan dasar plastic yang dikaitkan dibawah tepi gips untuk bayi dan anak kecil yang tidak dilatih toileting atau yang cenderung suka mengompol, popok untuk defekasi juga

peninggian ekstremitas meningkatkan aliran balik vena 2.Untuk mengurangi tekanan yang berlebih, sehingga tidak mengganggu proses pemulihan tulang, dan gibs tetap pada bentuk yang diinginkan 3.Untuk mengetahui sirkulasi lancar 4.Dapat menyebabkan area tekan 5.Untuk melindungi tepi gips dan mencegah iritasi kulit. 6.Agar gibs yang dibentuk benar-benar sesuai kebutuhan 7.Untuk mengeringkan nya dari dalam keluar 8.Karena dapat terjadi luka bakar dan gips hanya akan kering di bagian luar tetapi tidak di bagian dalam 9. untuk mensirkulasi udara di lingkungan dengan kelembaban tinggi 10.Karena membalikkan tubuh pasien pada akhirnya akan membantu mengeringkan gips. 11.untuk mencegah urin mengalir di bawah gips pada bagian punggung, tubuh dapat disokong dengan bantal 12.Agar tidak kotor selama toileting 13.Untuk menghindari gibs terkena air yang terlalu sering, karena apabila gibs terkena air terlalu sering, bisa mengikis lapisan gibs 14.Untuk mencegah kerusakan gibs, agar gibs tidak pecah sebelum dibuka 15.Untuk menjaga kebersihan gibs dari debu, dan menghindari gibs yang menebal apabila diberi cat 16.Untuk mencegah pasien jatuh

dapat digunakan bila bahan tahan air ditempatkan di antara bantalan dan gips. 14.Waspadai aktivitas-aktivitas yang dapat menyebabkan kerusakan gips 15.Bersihkan area yang kotor dari gips dengan kain basah dan sedikit pembersih putih yang rendah abrasive, janagn menutupi area yang kotor dengan semir sepatu atau cat. 16.Jaga agar jalur ambulasi tetap bersih, singkirkan mainan, barang

Diagnosa 3: Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d imobilitas, alat terapeutik (gips) Tujuan: Pasien mempertahankan integritas kulit Kriteria Hasil: Intervensi 1.Tempatkan anak pada permukaan yang mengurangi tekanan 2.Ubah posisi dengan sering, kecuali jika dikontraindikasikan 3.Lindungi titik-titik tekanan (misalnya trokanter, sacrum, pergelangan kaki, bahu, dan oksiput) Rasional 1.Untuk mencegah kerusakan jaringan dan nekrosis karena tekanan 2.Untuk mencegah edema dependen dan merangsang sirkulasi 3.

Diagnosa 4 : Kurang aktivitas pengalihan b.d kerusakan mobilitas, kerusakan muscular, keterbatasan diri di rumah sakit Tujuan : Pasien melakukan aktivitas pengalih (bermain) Kriteria hasil:

Intervensi 1.Anjurkan orangtua untuk berkunjung atau sekamar bila mungkin 2.Biarkan aman untuk mengekspresikan perasaannya, baik secara verbal dan non verbal 3.Terima rasa takut dan kekhawatiran anak serta dorong untuk diskusi 4.Libatkan anak dalam aktivitas yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi 5.Dorong kontak dengan sebaya 6.Lanjutkan dengan mengajari anak 7.Lakukan intervensi pereda nyeri

Rasional 1.