bab ii dasar teori - institutional repository | satya...

42
6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Gerak Quadcopter Quadcopter memiliki empat baling-baling penggerak yang diposisikan tegak lurus terhadap bidang datar seperti pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Bentuk Dasar Quadcopter Masing-masing rotor (baling-baling dan motor penggeraknya) menghasilkan daya angkat dan memiliki jarak yang sama terhadap pusat massa pesawat. Dengan daya angkat masing-masing rotor sebesar lebih dari seperempat berat keseluruhan, memungkinkan Quadcopter untuk terbang.

Upload: nguyenanh

Post on 16-Apr-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

6

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Sistem Gerak Quadcopter

Quadcopter memiliki empat baling-baling penggerak yang diposisikan tegak lurus

terhadap bidang datar seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Bentuk Dasar Quadcopter

Masing-masing rotor (baling-baling dan motor penggeraknya) menghasilkan daya

angkat dan memiliki jarak yang sama terhadap pusat massa pesawat. Dengan daya angkat

masing-masing rotor sebesar lebih dari seperempat berat keseluruhan, memungkinkan

Quadcopter untuk terbang.

Page 2: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

7

Untuk membantu menganalisa gerak dari Quadcopter, dibentuk 2 sistem koordinat

kartesian 3 dimensi yaitu sistem koordinat lokal pesawat (body frame, Qb) dan sistem

koordinat bumi (ground frame, Qg), seperti Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Ground Frame dan Body Frame

Ground frame merupakan kerangka tetap yang berada di bumi yang dijadikan acuan

terhadap body frame yang terdapat pada pesawat. Orientasi atau arah hadap dari pesawat

dapat direpresentasikan sebagai kerangka acuan pesawat (body frame) yang dirotasi oleh

matrix rotasi R.

xg

yg

zg

Fg

Xb

Yb

Zb

ψ

φ

θ

Fp4

Fp3 Fp2

Fp1

R

Page 3: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

8

Gambar 2.3. Gaya Dorong dan Yawing Moment

Analisis gaya yang bekerja pada setiap rotor dapat ditunjukan pada Gambar 2.3.

Dengan berputarnya rotor menimbulkan efek aerodinamik yang menyebabkan gaya dorong

keatas yang berbanding lurus dengan kuadrat kecepatan angular rotor tersebut [13]:

2

p f pF k

dimana kf adalah konstanta rotor yang diperoleh dari percobaan. Semakin cepat putaran rotor

menyebabkan gaya dorong tersebut semakin besar. Setiap baling-baling memberikan gaya dorong keatas sebesar Fp yang tegak lurus

terhadap kerangka pesawat (body frame) atau searah sumbu zb. Sementara gaya gravitasi

bekerja pada pusat massa Quadcopter atau pada sumbu -zg. Jika ��⃗ adalah vektor posisi dari

quadcopter dan m adalah massa dari quadcopter dengan rotasi matrik R didapatkan:

(2.1)

(2.2)

Fg

Xb

Yb

Zb

Fp4

F p3 Fp2

Fp1

M1

M2 M3

M4

φ θ

ψ L

Page 4: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

9

2

2

0 00 0d r

dtm R

mg Fp

Perbedaan gaya dorong ke atas pada masing-masing rotor menyebabkan gerak rotasi

dengan pusat rotasi O (pusat massa Quadcopter). Jika jarak antara pusat masa O dengan

pusat rotor adalah L maka:

4 2res p p

res

F F F

L F

1 3res p p

res

F F F

L F

dimana �⃗θ adalah torsi yang bekerja searah sudut θ (roll) dan �⃗φ adalah torsi yang bekerja

searah sudut φ (pitch).

Sesuai dengan hukum III Newton tentang aksi dan reaksi, pada setiap rotor timbul

yawing moment yang berlawanan dengan arah putar propeller rotor tersebut [13], seperti

pada Gambar 2.3. Yawing moment ini berbanding lurus dengan kuadrat kecepatan angular

rotor sesuai dengan persamaan 2.8.

2

m pM k

Pada persamaan 2.8, km merupakan konstanta yawing moment yang diperoleh dari percobaan.

Berdasarkan konfigurasi arah putar rotor pada Gambar 2.3, rotor 2 dan 4 berputar searah

dengan sudut ψ positif, sedangkan rotor 1 dan 3 berputar berlawanan arah atau sudut ψ

(2.3)

(2.4)

(2.5)

Page 5: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

10

negatif. Sehingga rotor 2 dan 4 memberikan yawing moment searah sudut ψ negatif, dan

sebaliknya, rotor 1 dan 3 memberikan yawing moment searah sudut ψ positif. Sehingga bila

dikehendaki sudut ψ diam, atau = 0, maka:

2 4 1 3 0M M M M

Gerak dari Quadcopter ditentukan oleh kombinasi dari setiap gaya keatas (searah

sumbu zp) yang ditimbulkan oleh masing-masing rotor. Sehingga dengan mengatur

kombinasi kecepatan putar masing-masing rotor, gerak dari quadcopter dapat diarahkan.

Sebagai contoh, jika diasumsikan Fp1 – Fp3 = 0, atau Quadcopter tidak melakukan rotasi pada

sudut φ dan sudut φ = 0, maka dengan memberikan kombinasi kecepatan angular yang

berbeda pada rotor 3 dan rotor 1, akan menyebabkan sudut θ ≠ 0, seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Resultan Gaya Akibat Sudut θ ≠ 0

(2.6)

Fp2 cos(θ) xp

xg

zp

zg

θ

Fg = mg

Fp2 sin(θ)

Fp2

Fp4 sin(θ)

Fp2 cos(θ)

Fp4

O

Fp2 sin(θ) + Fp4 sin(θ)

Fp2 cos(θ) + Fp4 cos(θ)

θ

Page 6: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

11

Berdasarkan Gambar 2.4, pada pusat massa O timbul gaya resultan searah sumbu xg

positif yang menyebabkan Quadcopter bergerak searah dengan gaya tersebut. Semakin besar

sudut θ menyebabkan gaya searah sumbu xg semakin besar. Jika diharapkan Quadcopter

bergerak datar searah sumbu xg, maka besarnya kombinasi gaya yang searah dengan sumbu

zg harus sama dengan besarnya �⃗g. Hal yang sama pula dapat berlaku pada sudut θ. Dengan

mengatur kombinasi kedua sudut tersebut didapatkan resultan gaya yang dapat bergerak ke

segala arah.

2.2. Motor BLDC (Brushless Direct Current)

Quadcopter membutuhkan penggerak berupa baling-baling yang diputar oleh motor.

Spesifikasi yang harus dipenuhi oleh sistem gerak ini adalah torsi, efisiensi dan getaran yang

ditimbulkan oleh berputarnya motor dan baling-baling. Motor dengan getaran yang terlalu

besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan pada AHRS. Efisiensi motor

berkaitan dengan durabilitas terbang dari pesawat, mengingat sumber daya (battery) yang

digunakan terbatas.

Brushless Direct Current Motor atau biasa disebut BLDC adalah motor DC yang

proses komutasinya tidak menggunakan sikat seperti motor DC pada umumnya.

Dibandingkan dengan motor DC dengan sikat, BLDC memiliki beberapa kelebihan yaitu:

efisiensi tinggi, kecepatan dan torsi yang tinggi, respon dinamis yang tinggi, masa operasi

yang panjang dan operasi tanpa noise [15]. Sehingga dengan kelebihan-kelebihan tersebut,

BLDC banyak digunakan pada aplikasi aeromodelling dan termasuk pada quadcopter.

Motor BLDC adalah tipe motor sinkron. Artinya, medan magnet yang dihasilkan oleh

stator dan medan magnet yang dihasilkan oleh rotor mempunyai frekuensi yang sama. Rotor

Page 7: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

12

(bagian motor yang berputar) pada BLDC terdiri dari magnet permanen, sedangkan stator

terdiri dari kumparan. Berbeda dengan motor DC dengan sikat, di mana rotor berupa lilitan

dan stator berupa magnet tetap.

Pada umumnya, motor BLDC yang banyak tersedia adalah tipe 3 fasa. Gambar 2.5

menunjukan gambar mekanik dan koneksi elektrik dari motor BLDC 3 fasa. Pengkabelan

kumparan stator tergabung menjadi 4 koneksi: A, B, C dan common1. Setiap fasa terdiri dari

dua buah kumparan identik yang terpisah.

Gambar 2.5. Struktur Mekanis dan Elektik Motor BLDC 3 fasa[18]

Untuk berputar penuh, motor BLDC memiliki 6 langkah komutasi. Setiap langkah

komutasi melibatkan 2 kutub yang dieksitasi. Permasalahan yang timbul dalam menjalankan

langkah-langkah komutasi ini adalah pendeteksian posisi rotor, karena posisi rotor

menentukan langkah komutasi yang harus dilakukan. Ada dua jenis metode yang digunakan,

yaitu dengan beberapa hall effect sensor dan metode tanpa sensor (sensorless) yang

memanfaatkan BEMF (Back Electromotive Force).

1 Umumnya koneksi common merupakan koneksi didalam motor dan tidak dikeluarkan atau dihubungkan dengan kabel keluar.

Page 8: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

13

Pendeteksian posisi rotor dengan hall effect sensor memanfaatkan kepekaan sensor

ini dalam mendeteksi medan magnet permanen pada rotor. Beberapa hall effect sensor

diletakan sedemikian rupa hingga setiap posisi rotor dapat didteksi.

Metode sensorless memanfaatkan arus listrik yang dihasilkan kumparan yang tidak

tereksitasi yang diukur dari common dan kutub yang tidak tereksitasi, karena pada prinsipnya

kutub yang tidak tereksitasi merupakan kumparan yang dapat menghasilkan arus listrik jika

ada medan magnet menyinggungnya.

BLDC yang digunakan pada aeromodelling adalah BLDC sensorless 3 fasa. Untuk

menggerakannya digunakan ESC (Electronics Speed Controller). ESC merupakan

pengendali kecepatan BLDC dengan input berupa modulasi lebar pulsa (PWM). Dengan

antarmuka PWM, kecepatan motor dapat diatur dengan mudah oleh pengendali seperti

mikrokontroler. BLDC pada aeromodelling biasanya memiliki satuan kV, 1000 kV = 1000

RPM per Volt.

2.3. Baling-Baling (Propeller)

Baling-baling adalah alat yang mengubah gerak putar menjadi daya dorong. Daya

dorong inilah yang dimanfaatkan pesawat terbang dan kapal laut sebagai penghasil daya

dorong utama. Pembahasan baling-baling pada tugas akhir ini dibatasi hanya pada parameter

baling-baling yang digunakan dalam RC (Radio Control) aeromodelling.

Ada beberapa parameter penting yang dimiliki baling-baling pada RC aeromodelling.

Parameter-parameter ini bisa dijadikan pedoman untuk memilih baling-baling sesuai dengan

kebutuhan[11]:

Page 9: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

14

1. Diameter dan pitch

Semua baling-baling RC yang tersedia memiliki 2 buah ukuran, yaitu diameter

dan pitch. Diameter dihitung berdasarkan diameter lingkaran yang dibentuk saat baling-

baling berputar. Jika baling-baling dianalogikan sebagai sebuah sekrup, pitch merupakan

jarak yang ditempuh oleh baling-baling jika diputar 1 putaran penuh. Semakin panjang

diameter dan pitch baling-baling semakin banyak pula udara yang disapu dan semakin

besar pula daya dorong yang dihasilkan. Tapi diameter dan pitch dari baling-baling ini

harus disesuaikan dengan motor dan sumber daya yang digunakan. Biasanya produsen

motor sudah memeberikan spesifikasi baling-baling untuk motor-nya.

Satuan dari diameter dan pitch dari baling-baling RC adalah inch. Baling-baling

dengan ukuran 10x4.5 memiliki diameter 10 inch dan pitch 4.5 inch.

2. Jumlah bilah

Umumnya, jumlah bilah pada baling-baling RC aeromodelling adalah 2 bilah.

Tetapi ada beberapa yang menggunakan 3 bilah dan 4 bilah. Semakin banyak bilah pada

baling-baling menyebabkan semakin banyak udara yang disapu sehingga menghasilkan

daya dorong yang lebih besar. Semakin banyak bilah juga menuntut motor dengan torsi

yang lebih besar. Biasanya penambahan jumlah bilah bertujuan untuk memperkecil

diameter baling-baling, tentunya untuk menghasilkan performa yang sama (dengan

motor yang sama) pitch-nya harus dikurangi.

Page 10: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

15

Gambar 2.6. Baling-baling dengan Bermacam Jumlah Bilah

3. Arah putar

Dengan arah gaya dorong yang sama, baling-baling RC aeromodelling memiliki

dua jenis arah putaran: searah jarum jam (CW, clockwise) dan berkebalikan arah jarum

jam (CCW, counter clockwise). Arah putar ini menentukan yawing moment yang

dihasilkan dari baling-baling. Pada Quadcopter, dibutuhkan sepasang baling-baling CW

dan CCW agar yawing moment saling menghilangkan.

Gambar 2.7. Baling-baling CW(a) dan CCW(b)

a

b

Page 11: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

16

2.4. Attitude Heading Reference System (AHRS)

Informasi orientasi pesawat sangat penting untuk diketahui oleh sistem pengendali

utama pesawat. Informasi ini akan menjadi sumber masukan bagi pengendali utama untuk

mengendalikan kecepatan motor demi mempertahankan sudut orientasi yang telah

ditentukan.

Untuk mengetahui orientasi pesawat dalam ruang, Quadcopter membutuhkan sebuah

piranti elektronik yang disebut Attitude Heading Reference System (AHRS). AHRS

merupakan integrasi dari beberapa sensor dan menggunakan perhitungan tertentu untuk

memadukan data dari sensor-sensor tersebut.

Pada bagian selanjutnya akan dibahas teori dasar yang digunakan untuk membangun

AHRS. Pembahasan dimulai dengan sensor-sensor yang digunakan, teori rotasi matrik dan

algoritma yang dipakai untuk mendapatkan informasi orientasi yang akurat.

2.4.1. Akselerometer

Akselerometer adalah sensor yang digunakan untuk mengukur percepatan atau

perubahan kecepatan terhadap waktu. Sensor ini dipasang bersama benda yang akan diukur

akselerasinya, seperti mengukur perubahan kecepatan roket yang meluncur atau digunakan

untuk analisis getaran (vibration analysis) pada mesin, serta digunakan untuk mendeteksi

gerak dan kemiringan pada smart phone.

Pada aplikasinya dalam AHRS, akselerometer digunakan sebagai sensor pendeteksi

arah percepatan gravitasi yang nantinya akan diolah menjadi sudut kemiringan pesawat

terhadap bidang horisontal permukaan bumi

Page 12: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

17

2.4.1.1. Konsep Akselerometer: Sistem Massa-Pegas

Akselerometer dapat dianalogikan sebagai sebuah sistem massa-pegas (mass spring

system) yang bekerja berdasarkan Hukum Newton dan Hukum Hooke. Prinsip kerja dari

sensor ini akan dijelaskan sebagai berikut.

Gambar 2.8. Sistem Massa-Pegas sebagai Akselerometer

Hukum Newton II menyatakan jika massa m dan mengalami percepatan sebesar a,

maka ada gaya yang bekerja pada massa tersebut sesuai dengan persamaan 2.7:

F ma

Hukum Hooke menyatakan jika pegas dengan konstanta pegas k

direnggangkan sehingga berubah panjangnya sebesar Δx, maka ada gaya F yang bekerja pada

pegas tersebut dinyatakan dalam persamaan 2.8:

F k x

Pada Gambar 2.8, diilustrasikan sebuah sistem dengan massa m1 yang bebas

bergerak secara horisontal pada sebuah bidang berdinding m2. Massa m1 dihubungkan ke

dinding bidang m2 oleh sebuah pegas. Awalnya bidang m2 diam (Gambar 2.8a) dan pegas

dalam kondisi tidak merenggang. Pada Gambar 2.8b, ada percepatan horisontal a yang

(2.7)

(2.8)

Page 13: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

18

bekerja pada sistem ini yang menyebabkan pegas merenggang sebesar Δx. Renggangnya

pegas ini dikarenakan adanya gaya yang bekerja pada m1 akibat percepatan a. Dengan

menggabungkan Hukum Newton dan Hukum Hooke didapatkan:

Dimana,

k=konstanta pegas (N/m)

Δx=perenggangan pegas (m)

a=akselerasi sistem (m/s2)

Sehingga percepatan yang dialami oleh sistem sebesar:

ka x

m

Dengan persamaan 2.10, jika konstanta pegas dan massa diketahui, alat ukur

percepatan dapat dibuat hanya dengan mengukur perubahan panjang dari pegas.

2.4.1.2. Sensor Akselerometer Elektronik dengan Teknologi MEMS

Sensor akselerometer elektronik adalah sensor akselerometer yang hasil pengukuran

akselerasinya dinyatakan dalam tegangan atau data digital. Seperti dijelaskan sebelumnya,

bahwa akselerometer dapat dibangun dengan massa yang dikaitkan dengan pegas,

akselerometer elektronik memiliki prinsip yang sama dalam mengukur percepatan. Hanya

saja tidak mungkin untuk membuat sensor dengan ukuran yang relatif besar seperti Gambar

2.8. Hingga pada akhir abad 20 dikembangkan teknologi MEMS (Micro-Electro-Mechanical

Systems), yang mampu menerapkan prinsip akselerometer massa-pegas ke dalam sebuah

chip.

(2.9)

(2.10)

ma k x

Page 14: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

19

Akselerometer dengan teknologi MEMS memanfaatkan perubahan kapasitansi dua

buah plat terhadap perubahan jarak antar plat tersebut karena pengaruh akselerasi dari luar.

Prinsip kerja dari akselerometer kapasitif ini dijelaskan sebagai berikut.

Pada Gambar 2.9, terdapat plat yang tetap (Y) dan plat yang dapat bergerak secara

elastis (X). Saat sistem mendapatkan akselerasi (Gambar 2.9b), jarak antara kedua plat ini

akan berubah dan menyebabkan kapasitansi kedua plat juga berubah. Selanjutnya dengan

rangkaian elektronik perubahan kapasitansi ini diubah menjadi tegangan yang proporsional

dengan akselerasi eksternal yang dirasakan oleh sistem. Gambar 2.10 menunjukan foto

mekanika pengindraan percepatan dari sebuah chip akselerometer dengan teknologi MEMS.

Gambar 2.9. Struktur Akselerometer Elektronik

X Y

Pegas Pegas

Akselerasi

a) Jarak X-Y merenggang karena

akselerasi

Y X

b) Posisi normal tanpa percepatan

Page 15: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

20

Gambar 2.10. Foto Mikroskopik Mekanik Akselerometer

dengan Teknologi MEMS

2.4.1.3. Percepatan Statis dan Dinamis pada Akselerometer

Ada dua jenis percepatan yang dapat dideteksi oleh akselerometer, yaitu percepatan

statis dan percepatan dinamis. Percepatan dinamis adalah percepatan yang dialami oleh

benda bergerak, sedangkan percepatan statis adalah percepatan yang dialami oleh benda

diam.

Setiap benda dalam medan gravitasi bumi mendapatkan gaya tarik ke pusat bumi atau

disebut gaya berat. Sebagai contoh, meskipun batu pada permukaan tanah kelihatan diam,

tetapi ada percepatan statis yang bekerja pada batu tersebut karena pengaruh gaya tarik bumi.

Dalam mengukur percepatan dengan akselerometer, perlu ditilik apakah percepatan

statis atau dinamis yang bekerja pada sensor ini, karena hasil pengukuran akselerometer

merupakan gabungan antara kedua percepatan ini. Misalnya benda yang mula-mula diam dan

Page 16: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

21

bergerak mendatar terhadap permukaan bumi. Benda tersebut mendapatkan dua percepatan,

yaitu percepatan gerak (dinamis) dan percepatan gravitasi yang arahnya ke bawah (statis).

Gambar 2.11. Percepatan Statis dan Dinamis pada Akselerometer Massa-Pegas

Pada Gambar 2.11 diperlihatkan akselerometer massa pegas untuk menjelaskan

fenomena ini. Jika akselerometer massa pegas ini digerakkan searah tanda panah pada

akselerometer (Gambar 2.11a) maka pegas akan merenggang karena ada pengaruh gaya yang

menimbulkan percepatan. Dengan asumsi bahwa ada gaya gravitasi yang bekerja menuju

pusat bumi, jika akselerometer kita arahkan ke tanah (arah panah pada sensor menunjuk

a

g

b. pegas merenggang

karena ada percepatan

dinamis (a )

a. massa-pegas dalam

keadaan normal

c. pegas mengerut

karena ada percepatan

statis (gravitasi)

Page 17: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

22

pusat bumi, Gambar 2.11b ) pegas tidak akan merenggang tetapi mengerut. Respon pegas

terhadap percepatan statis (gaya berat) berlawanan dengan respon pegas terhadap percepatan

dinamis meskipun kedua percepatan memiliki arah yang sama.

2.4.1.4. Sumbu Pengukuran Akselerometer

Dalam mengukur percepatan, akselerometer memiliki sumbu pengukuran (axis).

Percepatan yang searah dengan sumbu ini memiliki nilai maksimum, tetapi jika arah

percepatan ini membentuk sudut maka besarnya percepatan yang terukur merupakan

proyeksi percepatan yang bekerja terhadap sumbu pengukuran.

Gambar 2.12. Pengukuran Percepatan yang Membentuk Sudut

Terhadap Sumbu Pengukuran.

Gambar 2.12 menunjukan proyeksi percepatan dinamis pada akselerometer yang

hanya memiliki satu sumbu pengukuran. Akselerometer yang banyak tersedia biasanya

memiliki lebih dari satu sumbu pengukuran yang saling tegak lurus. Sumbu pengukuran ini

sama dengan sumbu pada sistem koordinat kartesian.

akselerometer

Sumbu pengukuran

α

a

cosa

percepatan dari luar membentuk

sudut α

percepatan yang dirasakan oleh

akselerometer

Page 18: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

23

Gambar 2.13. Akselerometer dengan 3 sumbu pengukuran.

Jumlah dari sumbu pengukuran akselerometer menentukan kapabilitas dari sensor ini.

Untuk mendeteksi besar dan arah percepatan pada satu bidang dibutuhkan dua sumbu

pengukuran, dan jika dalam ruang dibutuhkan tiga sumbu pengukuran.

Pada pengaplikasiannya dalam AHRS, digunakan akselerometer 3 sumbu pengukuran

untuk mendeteksi arah percepatan gravitasi dalam ruang. Karena percepatan gravitasi

merupakan percepatan statis, maka sumbu pengukuran harus disesuaikan, mengingat arah

percepatan statis berkebalikan dengan percepatan dinamis jika diukur oleh akselerometer.

Sehingga akselerometer pada Gambar 2.13 memiliki sumbu pengukuran dinamis dan statis

seperti pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Sumbu pengukuran percepatan dinamis dan statis

x

y

z

x

z

y

sumbu pengukuran

dinamis

sumbu pengukuran

statis

Page 19: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

24

2.4.1.5. Parameter Akselerometer

Ada beberapa parameter penting yang dimiliki akselerometer yang tersedia di pasar.

Parameter ini penting untuk diperhatikan dalam memilih tipe akselerometer untuk

diaplikasikan dalam sebuah sistem.

1. Jumlah sumbu pengukuran (axis)

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa jumlah sumbu pengukuran ini

menentukan kapabilitas akselerometer dalam mengukur besar dan arah percepatan. Sebagai

contoh akselerometer ADXL202 produksi Analog Device[] memiliki dua sumbu pengukuran,

sedangkan LIS3LV02DL produksi ST Microelectronics memiliki tiga sumbu pengukuran.

2. Nilai skala penuh (full scale)

Nilai skala penuh merupakan percepatan maksimum yang dapat diukur oleh

akselerometer. Nilai skala penuh biasanya mempunyai jangkauan positif dan negatif .

Parameter ini penting untuk menentukan efektif tidaknya akselerometer yang akan dipilih

terhadap aplikasi dimana akselerometer digunakan. Sebagai contoh, untuk mengukur

akselerasi roket dengan percepatan maksimum 60g (588 m/s2, 1g=9.8 m/s2) akan sangat

tidak efektif jika menggunakan ADXL202 yang memiliki skala penuh ±10g.

3. Antarmuka

Dalam pengaplikasiannya akselerometer dihubungkan ke unit pemroses seperti

mikrokontroler atau mikroprosesor. Ada dua jenis sistem antarmuka akselerometer untuk

berhubungan dengan unit pengolah, yaitu analog dan digital. Pada antarmuka analog, hasil

pengukuran percepatan direpresentasikan dalam tegangan keluaran sedangkan pada

antarmuka digital percepatan hasil pengukuran direpresentasikan dengan data digital.

Akselerometer dengan antarmuka digital menggunakan protokol komunikasi yang banyak

Page 20: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

25

dipakai dalam sistem benam seperti I2C (Inter-Integrated Circuit), SPI (Serial Peripheral

Interface) dan PWM (Pulse Width Modulation). Di dalam akselerometer dengan keluaran

data digital sudah terdapat ADC (Analog Digital Converter) internal sehingga tidak

diperlukan lagi ADC tambahan.

4. Frekuensi cuplik

Besarnya frekuensi cuplik akselerometer merupakan kemampuan akselerometer

untuk memperbarui data percepatan dalam periode waktu tertentu. Parameter ini penting

untuk diperhitungkan pada aplikasi akselerometer untuk mengukur jarak atau navigasi.

2.4.2. Giroskop Elektronik

Sensor giroskop adalah sensor yang dapat mengukur kecepatan angular dari sebuah

objek di mana sensor ini terpasang. Sensor ini sering digunakan pada sistem navigasi pesawat

untuk menentukan arah hadap.

Pembahasan giroskop pada tugas akhir ini hanya dibatasi pada giroskop elektronik

(prinsip kerjanya dan parameter-parameternya), agar pembahasan tidak melebar.

2.4.2.1. Prinsip Kerja Giroskop Garpu Tala

Ada banyak metode untuk mendeteksi kecepatan sudut, antara lain vibrating ring

gyroscope, tuning fork gyroscope, macro laser ring gyroscope dan piezoelectric plate

gyroscope. Metode yang paling banyak digunakan dan diproduksi sampai sekarang adalah

giroskop garpu tala Draper2 (Draper tuning fork).

2 Charles Stark Draper Laboratory adalah organisasi riset non profit yang fokus terhadap perancangan dan pengembangan

teknologi mutakhir untuk solusi masalah keamanan nasional, eksplorasi ruang angkasa, kesehatan dan energi. Berlokasi di Cambridge, Massachusetts. Dibangun oleh Charles Stark Draper (1902-1987) pada tahun 1930.

Page 21: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

26

Giroskop garpu tala dibuat dengan memanfaatkan resonansi dari dua buah resonantor

yang bergetar yang disebabkan oleh efek Coriolis3. Efek Coriolis adalah defleksi yang timbul

pada kerangka acuan rotasi yang besarnya berbanding lurus dengan kecepatan rotasi.

Fenomena ini dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 2.15. Meriam pada Piring Besar yang Berputar.

Misal ada sebuah meriam pada pusat sebuah piring besar yang dapat berputar seperti

pada Gambar 2.15. Saat piring besar tersebut tidak berputar dan peluru ditembakan dari pusat

piring, pada umumnya peluru tersebut bergerak lurus dari pusat piring. Tetapi ketika piring

besar tersebut berputar dan meriam menembakan sebuah peluru, maka peluru tersebut tidak

memiliki lintasan lurus (seperti saat piring besar tidak berputar) tetapi berbelok. Hal ini

disebabkan karena adanya pengaruh rotasi piring terhadap gerak dari peluru. Semakin cepat

piring berputar, semakin besar pula pembelokan peluru yang terjadi. Fenomena inilah yang

disebut dengan efek Coriolis.

3 Coriolis efect, pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan Perancis bernama Gaspard-Gustave Coriolis

(1792-1843).

Page 22: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

27

Gambar 2.16. Efek Coriolis pada Giroskop Garpu Tala.

Pada Gambar 2.16, jika ada benda bergerak dengan kecepatan v

searah sumbu y, dan

mendapat pengaruh rotasi dengan kecepatan sudut

pada sumbu z maka akan timbul

akselerasi Coriolis cor

yang searah dengan sumbu x:

2cor v

MEMS Gyroscope dibangun berdasarkan prinsip Coriolis pada sebuah garpu tala

yang bergetar seperti pada Gambar 2.16. Jika garpu tala pada Gambar 2.16 digetarkan pada

sumbu y dan garpu tala tersebut diputar pada sumbu z, maka dengan prinsip Coriolis akan

timbul getaran juga pada arah sumbu x. Semakin cepat garpu tala ini diputar, maka akan

semakin besar getaran yang dirasakan pada sumbu x. Selanjutnya dengan rangkaian

elektronik getaran pada sumbu x ini dikonversikan ke dalam besaran elektrik sehingga

kecepatan putar dapat dengan mudah diukur dan diolah.

(2.11)

v

cor

y

x

z

vibrasi

rotasi yang diukur

respon efek Coriolis

Page 23: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

28

Dengan teknologi MEMS, sangat dimungkinkan untuk membuat giroskop dalam

ukuran sangat kecil, meskipun di dalamnya terdapat sistem mekanik yang rumit. Gambar[]

menunjukan foto mekanik giroskop garpu tala Draper dengan teknologi MEMS.

Gambar 2.17. Prototipe Pertama MEMS Gyroscope Garpu Tala Draper Laboratory

Seiring dengan berkembang pesatnya teknologi MEMS, membuat MEMS gyroscope

menjadi semakin kecil, kompak dan murah. Banyak produsen komponen elektronik yang

mengembangkan MEMS gyro ini, diantaranya adalah ST Microelectronics, Analog Device

dan InvenSense.

2.4.2.2. Sumbu Pengukuran Giroskop

Sama halnya dengan akselerometer, giroskop memiliki sumbu pengukuran. Rotasi

dideteksi berdasarkan sumbu pengukuran yang menjadi poros rotasi.

Ada banyak giroskop yang tersedia di pasar dan beberapa diantaranya memiliki lebih

dari satu sumbu pengukuran yang artinya ada lebih dari satu giroskop dalam sebuah chip.

Sumbu-sumbu rotasi pengukuran tersebut saling tegak lurus sehingga posisi masing-masing

giroskop didalamnya juga saling tegak lurus.

Page 24: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

29

Pada penggunaannya dalam AHRS pada Tugas Akhir ini digunakan giroskop dengan

tiga sumbu pengukuran seperti pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18. Sumbu Pengukuran Digital Gyroscope ITG3205[4]

2.4.2.3. Parameter Sensor Giroskop

Sensor gyroscope memiliki beberapa parameter yang menentukan karakteristik dan

kualitas dari sensor ini:

1. Resolusi

Resolusi dari gyroscope merupakan kecepatan putar minimum yang dapat dideteksi

oleh sensor. Pada gyroscope dengan keluaran data digital, resolusi dinyatakan dalam satuan

bit terkecil per kecepatan putar atau LSB/(°/s). Giroskop dengan resolusi tinggi dapat

mendeteksi perubahan orientasi yang kecil.

2. Full-scale Range

Full-scale Range merupakan jangkauan maksimum besarnya kecepatan putar yang

dapat dideteksi oleh sensor. Sebagai contoh, sensor gyroscope ITG3205[..] memiliki full-

scale range sebesar ±2000°/s. Artinya, sensor ini dapat mendeteksi kecepatan putar

maksimum 2000° dalam satu detik atau 34.8894 rad/s.

Page 25: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

30

3. ZRO (Zero Rate Output)

Zero Rate Output pada sensor gyroscope merupakan besarnya keluaran sensor saat

diam (tidak berotasi). Dalam implementasinya untuk mengukur arah hadap, yaitu dengan

mengintegralkan kecepatan sudut (keluaran gyroscope), keluaran giroskop harus di-offset

dengan ZRO-nya terlebih dahulu agar nilai ZRO ini tidak ikut diintegralkan dari waktu ke

waktu.

4. Short- or Long-term Drift

Pada saat diam, meskipun sudah di-offset dengan ZRO, data keluaran sensor

gyroscope tidak akan tetap 0°/s, tapi berubah-ubah. Perubahan ini kecil dan dengan frekwensi

yang lambat, akan tetapi sangat terasa nantinya jika diintegralkan dalam jangka waktu yang

lama. Short- or Long-term Drift merupakan nilai peak-to-peak dari keluaran giroskop saat

tidak ada rotasi.

5. Jumlah sumbu pengukuran

Ada banyak gyroscope yang diproduksi yang memiliki lebih dari satu sumbu

pengukuran. Misalnya LPY503AL produksi ST Microelectronics[20] memiliki 2 sumbu

pengukuran dan ITG3205 produksi Invensense[19] memiliki 3 sumbu pengukuran.

Jumlah sumbu pengukuran menentukan kapabilitas dari giroskop dalam mendeteksi

rotasi. Misalnya, giroskop dengan hanya dua sumbu pengukuran tidak cukup untuk

menentukan arah hadap dalam ruang. Untuk mengukur rotasi atau arah hadap dalam ruang

dibutuhkan 3 sumbu pengukuran.

Page 26: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

31

2.4.3. Orientasi Kinematik

Pada bagian ini akan membahas perhitungan kinematis dari orientasi pesawat

terhadap bumi yang direpresentasikan dengan rotasi matrik.

2.4.3.1. Sistem Koordinat

Orientasi kinematik selalu berkaitan dengan perhitungan orientasi relatif dari sistem

koordinat lokal pesawat (body frame) ke sistem koordinat bumi (ground frame)[12]. Setiap

sensor pada pesawat baik akselerometer maupun giroskop bekerja pada sistem koordinat

lokal pesawat, sedangkan orientasi dari pesawat yang berkaitan erat dengan gaya gravitasi

bumi ditilik dari sistem koordinat bumi.

Gambar 2.19. Body Frame dan Ground Frame

Pada pembahasan ini, titik asal kedua sistem koordinat dipertemukan pada titik yang

sama untuk memudahkan analisis rotasi. Sistem koordinat bumi menggunakan notasi OXYZ

dan sistem koordinat lokal pesawat dinotasikan sebagai Oxyz. Vektor satuan untuk sistem

koordinat bumi (OXYZ) adalah I, J dan K. Sedangkan vektor satuan untuk sistem koordinat

lokal pesawat adalah i, j dan k. Dua sistem koordinat ini divisualisasikan pada Gambar 2.19.

Page 27: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

32

Pada sistem koordinat bumi, vektor satuan I, J dan K ditulis sebagai:

1 0 0

0 , 1 , 0

0 0 1

I J K

Pada sistem koordinat lokal, vektor satuan i, j dan k ditulis sebagai:

1 0 0

0 , 1 , 0

0 0 1

i j k

2.4.3.2. Representasi Orientasi dengan Rotasi Matrik

Pada bagian ini akan dibahas bagaimana merepresentasikan vektor pada sistem

koordinat lokal ke sistem koordinat bumi dan sebaliknya.

Vektor i jika dilihat dari sistem koordinat bumi dinotasikan sebagai Gi

:

Gx

G Gy

Gz

i

i i

i

Selanjutnya, G

xi pada sistem koordinat bumi merupakan proyeksi vektor i

ke sumbu X pada

sistem koordinat bumi:

cos( , )Gxi i X i

cos( , )Gxi i I i

Di mana cos( , )X i

merupakan nilai kosinus sudut yang dibentuk vektor I

dan i

.

(2.12)

(2.13)

(2.14)

(2.15)

(2.16)

Page 28: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

33

Karena panjang vektor satuan I

dan i

bernilai 1, maka:

cos( , )Gxi I i

atau bisa ditulis:

cos( , )Gxi I i I i

Gxi I i

Dengan cara yang sama pada G

yi dan G

zi diperoleh:

Gyi J i

Gzi K i

Sehingga vektor Gi

dapat ditulis:

G

I i

i J i

K i

Dengan cara yang sama pada Gj

dan Gk

didapatkan:

G

I j

j J j

K j

, G

I k

k J k

K k

Selanjutnya dibentuk matrik GR dari vektor

Gi

,Gj

dan Gk

:

G G G GR i j k

(2.17)

(2.18)

(2.19)

(2.20)

(2.21)

(2.22)

(2.23)

Page 29: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

34

G

I i I j I k

R J i J j J k

K i K j K k

cos( , ) cos( , ) cos( , )

cos( , ) cos( , ) cos( , )

cos( , ) cos( , ) cos( , )

G

I i I j I k

R J i J j J k

K i K j K k

Dengan cara yang sama, vektor satuan pada sistem koordinat bumi (GI

,GJ

,GK

) jika

ditilik dari sistem koordinat lokal dapat diperoleh dengan mengganti notasi I, J, K menjadi i,

j, k:

B

I i

I I j

I k

, B

J i

J J j

J k

, B

K i

K K j

K k

Sehingga, jika dibentuk dalam sebuah matrik BR menjadi:

B B B BR I J K

B

I i J i K i

R I j J j K j

I k J k K k

cos( , ) cos( , ) cos( , )

cos( , cos( , ) cos( , )

cos( , cos( , ) cos( , )

B

I i J i I i

R I j J j J j

I k J k K k

(2.24)

(2.25)

(2.26)

(2.27)

(2.28)

(2.29)

Page 30: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

35

Matrik BR dan

GR merupakan Direction Cosine Matrix (DCM) karena berisi

kosinus dari semua kemungkinan kombinasi vektor satuan pada sistem koordinat bumi dan

sistem koordinat lokal. DCM disebut juga matrik rotasi karena mendefinisikan rotasi dari

kerangka acuan satu ke kerangka acuan lainnya.

Dengan DCM, vektor pada sistem koordinat lokal dapat didefinisikan pada sistem

koordinat bumi dan sebaliknya. Ditinjau vektor r

pada sistem koordinat lokal:

Bx

B By

Bz

r

r r

r

Vektor r

akan dihitung pada sistem koordinat bumi dengan memanfaatkan DCM. Pada

sistem koordinat bumi vektor r

dinotasikan:

Gx

G Gy

Gz

r

r r

r

Ditinjau salah satu komponen vektor G

xr sebagai proyeksi vektor r

terhadap sumbu X

(koordinat bumi):

cos( , )G G G Gxr r I r

Karena rotasi tidak mengubah panjang vektor dan sudut antara dua vektor, maka:

G Br r

(2.30)

(2.31)

(2.32)

(2.33)

(2.34)

Page 31: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

36

1G BI I

cos( , ) cos( , )G G B BI r I r

Sehingga persamaan 2.32 dapat ditulis:

cos( , )G B B B Bxr I r I r

G B B

xr I r

Berdasarkan persamaan 2.21:

Gx

G Gx y

Gz

I i r

r I j r

I k r

( ) ( ) ( )G B B Bx x y zr I i r I j r I k r

Dengan cara yang sama didapatkan:

( ) ( ) ( )G B B By x y zr J i r J j r J k r

( ) ( ) ( )G B B Bz x y zr K i r K j r K k r

Sehingga jika dituliskan dengan matrik:

(2.35)

(2.36)

(2.37)

(2.38)

(2.39)

(2.40)

(2.41)

Page 32: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

37

Bx

G By

Bz

I i I j I k r

r J i J j J k r

K i K j K k r

G G Br R r

Pada persamaan 2.43 dapat dicermati bahwa vektor r

pada sistem koordinat lokal (

Br

) dirotasikan oleh GR menjadi vektor

Gr

pada sistem koordinat bumi. Vektor r

yang

bekerja pada sistem koordinat lokal pesawat bisa berupa kecepatan translasi, kecepatan

sudut, gaya, percepatan dan vektor-vektor lainnya.

Untuk mempermudah penulisan dan membedakan setiap komponen pada GR dan

BR , digunakan notasi sebagai berikut:

Xx Xy Xy

GYx Yy Yz

Zx Zy Zz

r r r

R r r r

r r r

( )Xx Yx Zx

B G TXy Yy Zy

Xz Yz Zz

r r r

R R r r r

r r r

(2.42)

(2.43)

(2.44)

(2.45)

Page 33: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

38

2.4.3.3. Rotasi Matrik dan Sudut Euler

Sudut Euler adalah 3 sudut yang membentuk rotasi sebuah objek dalam ruang (3 ).

Sehingga dibutuhkan 3 parameter untuk merepresentasikan orientasi sebuah objek pada

sistem 3 dimensi Sudut-sudut itu antara lain:

rotasi dengan sumbu rotasi sumbu x, disebut dengan roll (φ)

rotasi dengan sumbu rotasi sumbu y, disebut dengan pitch (θ)

rotasi dengan sumbu rotasi sumbu z, disebut dengan yaw (ψ)

Dalam kaitannya dengan rotasi matrik, ketiga sudut Euler ini dapat membentuk rotasi

matrik dengan persamaan 2.46:

cos cos sin cos cos cos sin cos sin cos sin sin

cos sin sin sin sin cos sin sin sin cos

sin sin cos cos cos

R

Hal yang perlu diperhatikan pada pembentukan rotasi matrik dengan 3 sudut Euler

(atau sebaliknya) adalah urutan rotasi, karena urutan rotasi yang berbeda membentuk

orientasi yang berbeda, meskipun besarnya sudut-sudut pembentuk sama besarnya. Pada

persamaan 2.46, urutan yang dipakai adalah z-y-x atau yaw-pitch-roll.

2.4.4. Algoritma DCM-IMU (Direction Cosine Matrix Inertial Measurement

Unit)

Peran utama dari AHRS adalah mengolah data-data sensor untuk menghasilkan tiga

sudut Euler (roll, pitch dan yaw) yang tepat dan akurat. Sudut-sudut ini merupakan

representasi orientasi pesawat di udara terhadap kerangka acuan bumi. Selanjutnya, data tiga

sudut ini dimanfaatkan oleh pengendali gerak motor sebagai masukan umpan balik dari

sistem kendali loop tertutup.

(2.46)

Page 34: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

39

Sebenarnya, sensor akselerometer dapat digunakan untuk mengukur sudut roll dan

pitch, dengan menghitung arah percepatan gravitasi. Namun, ada tiga alasan yang

menyebabkan sensor ini tidak bisa langsung digunakan sebagai sumber informasi tunggal

untuk orientasi pesawat:

1. Pengaruh percepatan dinamis

Percepatan yang bekerja pada pesawat bukan hanya percepatan gravitasi, tetapi juga

percepatan dinamis. Pesawat tidak akan hanya melayang dan diam (hovering), tetapi juga

bergerak dan timbul percepatan dinamis yang dirasakan oleh akselerometernya. Sehingga

percepatan dinamis akan mengganggu pengukuran percepatan statis (gravitasi bumi), yang

mengakibatkan pengukuran arah percepatan gravitasi menjadi tidak akurat.

Akan tetapi, pesawat tidak akan selalu mengalami percepatan atau perlambatan. Ada

kondisi di mana pesawat bergerak dengan kecepatan konstan. Pada kondisi ini, arah

percepatan gravitasi dapat diukur, karena tidak ada percepatan dinamis yang bekerja pada

akselerometer.

2. Pengaruh vibrasi

Akselerometer peka terhadap getaran yang ditimbulkan oleh sistem mekanik pesawat

seperti motor dan baling-baling. Hal ini mengakibatkan pengukuran arah percepatan statis

gravitasi menjadi terganggu akibat percepatan dinamis dari getaran. Meskipun demikian,

vibrasi pada akselerometer dapat diatasi dengan beberapa metode filter digital seperti LPF

(Low Pass Filter), MA (Moving Average) dan tapis Kalman.

Page 35: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

40

3. Keterbatasan pengukuran sudut yaw

Akselerometer hanya mendeteksi arah percepatan gravitasi untuk mendapatkan sudut

roll dan pitch. Pada saat akselerometer dalam kondisi mendatar, tidak ada proyeksi

percepatan gravitasi untuk mendapatkan sudut yaw.

Berbeda dengan akselerometer, giroskop hampir tidak terpengaruh oleh getaran dan

percepatan dinamis translasi. Keluaran dari giroskop merupakan kecepatan sudut, integral

terhadap waktu dari keluaran giroskop ini adalah sudut. Namun karena giroskop memiliki

short-or-long term drift, semakin lama hasil integral tidak akan menghasilkan sudut yang

tepat.

Algoritma DCM-IMU[16] menggabungkan kedua sensor ini untuk mendapatkan

informasi orientasi pesawat yang akurat. Algoritma ini bekerja menggunakan rotasi matrik

yang selanjutnya diubah menjadi sudut-sudut Euler. Rotasi matrik dibentuk dari kecepatan

angular giroskop. Selanjutnya, dengan arah vektor gravitasi bumi oleh akselerometer, drift

dari rotasi matrik hasil pembentukan giroskop dideteksi dan menghasilkan drift error. Drift

error ini diumpankan balik dengan kontrol PI (Proposional Integral) sebagai koreksi error

yang terjadi. Gambar 2.20 menunjukan blok diagram dari proses algoritma DCM-IMU.

Page 36: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

41

Gambar 2.20. Blok Diagram Algoritma DCM-IMU

2.4.4.1. Pembentukan Rotasi Matrik dari Kecepatan Sudut Giroskop

Rotasi matrik dapat dibentuk dengan perubahan sudut sesuai dengan persamaan 2.47:

0

( ) ( ) ( ) 0

0

z y

G G G z x

y x

d d

R t dt R t R t d d

d d

1

( ) ( ) 1

1

z y

G G z x

y x

d d

R t dt R t d d

d d

karena,

d dt

maka,

(2.47)

(2.48)

(2.49)

giroskop +

-

ω update rotasi matrik

normalisasi R R R→Euler

roll(φ)

pitch(θ)

yaw(ψ)

kontrol PI

detektor drift akselerometer

magnetometer

drift error vektor gravitasi

arah utara magnet bumi

Page 37: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

42

1

( ) ( ) 1

1

z y

G G z x

y x

dt dt

R t dt R t dt dt

dt dt

dimana,

RG= matrik rotasi

x =kecepatan sudut pada sumbu x

y =kecepatan sudut pada sumbu y

z =kecepatan sudut pada sumbu z

Dengan persamaan 2.50, rotasi matrik dapat dibentuk dengan data kecepatan sudut

pada giroskop. Namun, karena adanya kemungkinan numerical error pada pembacaan sensor

giroskop, menyebabkan rotasi yang dibentuk tidak memenuhi orthogonalitas matrik rotasi.

Sehingga perlu dilakukan koreksi orthogonalitas dan normalisasi.

Matrik rotasi memiliki vektor-vektor baris yang saling tegak lurus. Seharusnya,

perkalian dot antar vektor baris pada matrik rotasi bernilai 0, karena adanya numerical error

pada pembacaan giroskop menyebabkan vektor-vektor baris (juga berlaku pada kolom) dari

matrik rotasi tidak saling tegak lurus dan perkalian dot antar vektor baris ini ≠ 0.

Xx

Xy

Xz

r

X r

r

,

Yx

Yy

Yz

r

Y r

r

,

Zx

Zy

Zz

r

Z r

r

(2.50)

(2.51)

Page 38: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

43

Yx

Yy

Yz

Xx

Xy

Xz

r

r

r

r

error X Y r

r

Selanjutnya untuk mengatasi kondisi ini, setengah dari error dibagikan kepada kedua vektor

baris:

2

Yx

orthogonalYy

Yz orthogonal

rerror

r Y Y X

r

Untuk memperoleh Zorthogonal, digunakan cross product dari kedua vektor baris yang sudah

orthogonal:

orthogonal orthogonal orthogonalZ X Y

Langkah selanjutnya adalah menjaga magnitude dari masing-masing vektor agar

bernilai 1. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah membagi setiap vektor baris dengan

magnitude-nya. Cara ini kurang efektif jika diimplementasikan dalam mikrokontroler dengan

keterbatasan memori dan kecepatan, karena melibatkan operasi akar dalam mencari

(2.52)

(2.53)

(2.54)

(2.55)

2

Xx

orthogonalXy

Xz orthogonal

rerror

r X X Y

r

Page 39: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

44

magnitude. Cara alternatif yang dapat dipakai adalah dengan menggunakan ekspansi Taylor

untuk memastikan magnitude dari setiap vektor baris agar bernilai 1.

13

2norm orthogonal orthogonal orthogonalX X X X

13

2norm orthogonal orthogonal orthogonalY Y Y Y

13

2norm orthogonal orthogonal orthogonalZ Z Z Z

2.4.4.2. Koreksi Drift

Pada proses sebelumnya telah didapatkan matrik rotasi bentukan giroskop yang

orthogonal. Namun, matrik rotasi ini belum akurat untuk merepresentasikan orientasi

pesawat terhadap kerangka acuan bumi, karena orientasi pesawat pada saat sistem mulai

bekerja belum diketahui. Masalah kedua adalah drift dan error kuantisasi dari pembacaan

giroskop menyebabkan rotasi matrik merambat berubah tidak sesuai dengan kenyataan fisik.

Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan akselerometer sebagai referensi arah

percepatan gravitasi.

Jika diasumsikan tidak ada percepatan dinamis yang bekerja pada pesawat, dari data

akselerometer didapatkan vektor gravitasi yang terukur pada sistem koordinat lokal pesawat:

Bx

B By

Bz

A

A A

A

(2.56)

(2.57)

(2.58)

(2.59)

Page 40: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

45

Berdasarkan rotasi matrik yang telah terbentuk, vektor gravitasi pada sistem koordinat bumi

jika dilihat dari sistem koordinat lokal adalah:

0

0

1

B BG R

0

0

1

Xx Yx Zx

BXy Yy Zy

Xz Yz Zz

r r r

G r r r

r r r

Zx

BZy

Zz

r

G r

r

Seharusnya vektor BA

dan BG

akan sama jika rotasi matrik yang dibentuk adalah tepat.

Tetapi karena adanya error yang telah disinggung sebelumnya, error pitch roll diperoleh

dengan cross product dari kedua vektor:

_B B

roll pitcherror A G

Kesalahan pada sudut roll dan pitch dapat dideteksi dengan menggunakan persamaan

2.63. Selanjutnya untuk mendeteksi error yaw digunakan arah hadap dari kompas digital.

(2.60)

(2.61)

(2.62)

(2.63)

Page 41: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

46

Jika vektor BM

merupakan vektor arah utara magnet bumi pada sistem koordinat lokal

pesawat:

Bx

B By

Bz

M

M M

M

Dan vektor GU

merupakan vektor arah utara pada sistem koordinat bumi:

1

0

0

GU

Maka dengan cara yang sama error yaw diperoleh:

B Byawerror M U

Selanjutnya error keseluruhan didapatkan:

_ _ _roll pitch yaw roll pitch yawerror error error

Untuk mengkompensasi kesalahan rotasi matrik yang terbentuk, error yang dideteksi

melalui perhitungan sebelumnya diumpankan ke proses pembentukan matrik rotasi dengan

kontrol PI (propotional-integral). Penggunaan kontrol loop tertutup ini bertujuan untuk

mendapatkan koreksi yang cepat dan tepat terhadap rotasi matrik yang dibentuk.

(2.64)

(2.65)

(2.66)

(2.67)

Page 42: BAB II DASAR TEORI - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2354/3/T1_612005082_BAB II… · besar dapat mengganggu sensor-sensor yang digunakan

47

2.4.4.3. Perhitungan 3 Sudut Euler dari Matrik Rotasi

Sudut-sudut Euler merupakan representasi orientasi yang tepat dan mudah

diiplementasikan sebagai input kendali gerak pesawat. Sebagai contoh, untuk menjaga

keseimbangan pesawat saat dalam kondisi hovering (melayang diam), sistem kendali gerak

harus menjaga sudut pitch dan roll agar tetap 0° (datar terhadap permukaan bumi).

Setelah matrik rotasi sudah terbentuk dan terkoreksi, selanjutnya dengan persamaan

4, dari matrik rotasi ini didapatkan sudut-sudut Euler:

arctan Zy

Zz

r

r

arcsin Zxr

arctan Yx

Zx

r

r

(2.68)

(2.69)

(2.70)