bab ii dasar teori ii.1. material baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua...

29
11 BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. Baja merupakan material campuran (alloy) dengan komponen utama berupa besi (Fe) beserta sejumlah karbon dan sebagian kecil senyawa lainnya. Berbagai variasi properti baja tersebut (kekuatan dan daktilitas) ditentukan oleh komposisi kimiawi dari sejumlah komponen pembentuknya [15] . Karbon merupakan komponen pendukung yang penting selain besi. Senyawa ini sangat signifikan dalam memberikan kontribusi peningkatan nilai kekuatan (strength) namun cenderung menurunkan sifat daktilitas (ductility) [15] . Sejumlah komponen lain yang ikut berkontribusi dalam pembentukan senyawa baja adalah mangan, tembaga, nikel, krom, molybdenum dan silikon. Berdasarkan kadar komponen kimiawi tersebut maka ketetapan ASTM A.6 secara umum menjadikannya sebagai dasar terhadap pengklasifikasian material baja dalam 5 jenis, yaitu : 1. Carbon Steel dengan tegangan leleh berkisar antara 33 s/d 36 ksi (228 dan 248 MPa), yaitu kategori baja yang beberapa klasifikasinya berdasarkan pada persentase karbon. Carbon Steel terbagi menjadi empat, yaitu : low carbon (kurang dari 0,15%), mild carbon (0,15-0,29%), medium carbon (0,3-0,59%) dan high carbon (0,6-1,7%). Tipe yang umum digunakan untuk jenis ini adalah grade A36 dan Fe37, dengan tegangan leleh nominal f y =250 MPa. 2. High strength steel dengan tegangan leleh berkisar antara 42 dan 50 ksi (290 dan 345 MPa). Contoh kategori ini adalah baja A588. 3. High Strength Low-Alloy Steel, baja ini mempunyai tegangan leleh berkisar 40- 65 ksi (278-448 MPa) termasuk pada tipe A242, A441, A572, A588 dan Fe52. 4. Quenched and Tempered carbon steel, dengan tegangan leleh berkisar antara 50 dan 60 ksi (345 dan 414 MPa) yang termasuk tipe ini adalah A537. 5. Alloy Steel, baja jenis ini mempunyai tegangan leleh berkisar 90-100 ksi (621- 689 MPa), termasuk jenis ini tipe A514 dan A517.

Upload: nguyenphuc

Post on 18-Apr-2018

222 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

11

BAB II

DASAR TEORI

II.1. Material Baja.

Baja merupakan material campuran (alloy) dengan komponen utama berupa besi (Fe)

beserta sejumlah karbon dan sebagian kecil senyawa lainnya. Berbagai variasi

properti baja tersebut (kekuatan dan daktilitas) ditentukan oleh komposisi kimiawi

dari sejumlah komponen pembentuknya[15].

Karbon merupakan komponen pendukung yang penting selain besi. Senyawa ini

sangat signifikan dalam memberikan kontribusi peningkatan nilai kekuatan

(strength) namun cenderung menurunkan sifat daktilitas (ductility)[15]. Sejumlah

komponen lain yang ikut berkontribusi dalam pembentukan senyawa baja adalah

mangan, tembaga, nikel, krom, molybdenum dan silikon. Berdasarkan kadar

komponen kimiawi tersebut maka ketetapan ASTM A.6 secara umum

menjadikannya sebagai dasar terhadap pengklasifikasian material baja dalam 5 jenis,

yaitu :

1. Carbon Steel dengan tegangan leleh berkisar antara 33 s/d 36 ksi (228 dan 248

MPa), yaitu kategori baja yang beberapa klasifikasinya berdasarkan pada

persentase karbon. Carbon Steel terbagi menjadi empat, yaitu : low carbon

(kurang dari 0,15%), mild carbon (0,15-0,29%), medium carbon (0,3-0,59%)

dan high carbon (0,6-1,7%). Tipe yang umum digunakan untuk jenis ini adalah

grade A36 dan Fe37, dengan tegangan leleh nominal fy=250 MPa.

2. High strength steel dengan tegangan leleh berkisar antara 42 dan 50 ksi (290

dan 345 MPa). Contoh kategori ini adalah baja A588.

3. High Strength Low-Alloy Steel, baja ini mempunyai tegangan leleh berkisar 40-

65 ksi (278-448 MPa) termasuk pada tipe A242, A441, A572, A588 dan Fe52.

4. Quenched and Tempered carbon steel, dengan tegangan leleh berkisar antara

50 dan 60 ksi (345 dan 414 MPa) yang termasuk tipe ini adalah A537.

5. Alloy Steel, baja jenis ini mempunyai tegangan leleh berkisar 90-100 ksi (621-

689 MPa), termasuk jenis ini tipe A514 dan A517.

Page 2: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

12

Pengetahuan mengenai data properti material merupakan persyaratan utama untuk

analisis dari sejumlah sistem struktur. Parameter kekuatan dan daktilitas dari material

adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material

sering dideskripsikan dalam bentuk hubungan tegangan regangan yang merupakan

karakteristik dari sejumlah baja struktural.

Dari Gambar II.1 terlihat 4 zona perilaku yaitu : zona elastik, zona plastik, zona

strain hardening dan zona sepanjang peristiwa terjadinya necking serta diakhiri

dengan kegagalan (failure). Keterangan berikut merupakan penjelasan dari Gambar

II.1 dibawah :

Dalam zona awal regangan, tegangan dan regangan bersifat proporsional,

kemiringan linier yang ada merupakan modulus young (E) yang disebut juga

sebagai modulus elastisitas. Daerah ini dinamakan sebagai zona elastik, zona ini

berakhir dengan ditandai tercapainya kelelehan material (fy).

Setelah awal kelelehan terjadi zona berbentuk garis datar (flat plateau), pada

zona ini setiap peningkatan nilai regangan yang terjadi tidak ada peningkatan

tegangan yang mengiringinya. Daerah ini disebut sebagai zona plato plastik.

Saat zona plato plastik berakhir, strain hardening mulai terjadi dan secara

bertahap meningkatkan nilai tegangan sampai mencapai ultimit (fu). Setelah itu

tegangan cenderung menurun dengan bertambahnya regangan sebagai indikasi

masuknya daerah necking yang akan diakhiri dengan kegagalan fraktur.

Gambar II.1 Kurva tegangan-regangan material baja[23]

Stress

Plateau Plastic

Strain Hardening Zone

Failure

Strain (ε) Elastic

fy

fu

Necking Zone

εy εs εu εr

Page 3: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

13

Bahan baja yang dinilai baik dalam kontribusinya terhadap perilaku struktur terutama

dalam memikul beban gempa (siklik) yaitu yang memiliki daerah strain hardening

dan daerah necking yang panjang. Sifat ini menyebabkan baja akan berperilaku

daktail sehingga secara struktural akan berperan besar dalam proses redistribusi

tegangan saat terjadinya plastifikasi.

II.2. Struktur Rangka Baja Eksentrik (SRBE).

Struktur Rangka Baja Eksentrik (SRBE) atau Eccentric Brace Frame (EBF) seperti

pada Gambar II.2 diperkenalkan pertama kali tahun 70-an, yang kemudian dipelajari

lebih lanjut perilakunya akibat berbagai beban siklik oleh Popov. SRBE ini memiliki

daktilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Concentric Braced Frame

(CBF).

Tingginya nilai daktilitas ini disebabkan karena adanya bagian elemen dari balok

(yang disebut link) yang akan dijadikan sebagai lokasi penyerapan energi jika terjadi

gaya inersia akibat adanya beban gempa. Serapan energi (disipasi) tersebut dilakukan

lewat mekanisme plastifikasi atau pelelehan profil link. Kelelehan tersebut

mekanismenya dapat diatur berupa leleh kegagalan lentur ataupun kegagalan geser

yang ditentukan oleh seberapa panjang elemen link itu adanya.

Dalam konsep umum disain SRBE elemen link sudah ditetapkan sebagai bagian yang

akan rusak sedangkan elemen lain diharapkan tetap berada dalam kondisi elastik.

Dengan konsep demikian stabilitas struktur secara keseluruhan dapat dipertahankan

dalam kondisi gempa kuat yang terburuk sehingga konsekuensinya keselamatan jiwa

dari penghuni bangunan dapat diselamatkan (kriteria kinerja collapse prevention

pada performance base design concept).

Page 4: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

14

Gambar II.2 Struktur rangka baja eksentrik (SRBE)

II.3. Konsep Perencanaan Link.

Klasifikasi link pada SRBE secara umum dapat digolongkan sebagai link momen

atau link geser, tergantung panjang elemen link tersebut. Berdasarkan kajian yang

telah dilakukan Popov dan Ghobarah[8], perilaku link geser terbukti memberikan

tingkat penyerapan energi yang lebih tinggi daripada link momen, karena mekanisme

kelelehan geser yang dimiliki link geser memiliki kapasitas daktilitas yang tinggi.

Link adalah elemen yang berperilaku sebagai balok pendek yang pada kedua sisinya

bekerja gaya geser dengan arah yang berlawanan serta momen yang diakibatkan oleh

gaya geser tersebut. Karena gaya geser yang bekerja berlawanan arah, momen yang

bekerja pada ujung-ujung elemen link mempunyai besar dan arah yang sama seperti

terlihat pada Gambar II.3.

Gambar II.3 Gaya-gaya yang bekerja pada link

Link

Link

M+

M+

V+

V-

Page 5: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

15

Perilaku yang penting dari link adalah diharapkannya aksi inelastik terjadi dalam

tahap awal, dengan demikian peraturan[2] memberikan jaminan bahwa stabilitas

inelastik dapat terjadi dalam elemen link. Batas lebar dan ketebalan elemen link

ditetapkan dalam peraturan tabel I-8-1[2]. Berdasarkan riset terbaru tentang tekuk

lokal pada link (Okazaki, Arce, Ryu and Engelhardt-2004, Richards, Uang, Okazaki

and Engelhardt-2004)[4] batas lebar dan tebal pelat sayap untuk link dengan panjang

1.6Mp/Vp atau kurang dapat di perlonggar dari yf

E3.0 menjadi yf

E38.0 . Batas

ini berpadanan dengan λp pada tabel B4.1 pada peraturan[2].

Sebagai aturan tambahan, perkuatan pada link dengan pelat ganda pada pelat badan

tidak diizinkan karena tidak berpartisipasi secara penuh dalam membentuk

mekanisme deformasi inelastik. Disamping itu penetrasi pelat badan pada link juga

tidak diizinkan karena mempunyai efek merugikan dalam perilaku inelastik link.

Klasifikasi link berdasarkan perbedaan panjang maka uraiannya adalah sebagai

berikut[8] :

a. Link geser murni, e ≤ 1.6 Mp/Vp

Kelelehan pada link jenis ini didominasi oleh geser.

b. Link dominan geser, 1.6 Mp/Vp ≤ e ≤ 2.6 Mp/Vp

Kelelehan pada link jenis ini merupakan kombinasi antara geser dan lentur

c. Link dominan lentur 2.6 Mp/Vp < e ≤ 5 Mp/Vp

Kelelehan pada link jenis ini merupakan kombinasi antara geser dan lentur

d. Link lentur murni e ≥ 5 Mp/Vp

Kelelehan pada link jenis ini didominasi oleh lentur

Sesuai dengan fungsinya sebagai sekering yang mendisipasikan energi lewat

mekanisme sendi plastik (fully plastic hinge mechanism) maka link tidak boleh

mengalami tekuk elastik dan tekuk inelastik (partially plastic buckling) sebelum

kapasitas rotasi sendi plastik yang disyaratkan dalam peraturan tercapai. Oleh karena

itu dalam pemilihan penampang link yang akan dipakai sesuai dengan modulus

elastisitas (E) dan mutu baja yang dipakai (fy) telah ditetapkan batasan kelangsingan

Page 6: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

16

yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan[1,2,3] yang berlaku. Setelah terpenuhinya

syarat kelangsingan suatu profil link yang dipilih dalam disain maka tahapan

selanjutnya yang harus di perhitungkan adalah syarat panjang tekuk elastik dan

inelastik dari link.

Pengecekan kapasitas geser plastis pada link dilakukan sesuai dengan rumus (II.1.a)

dan (II.1.b) :

wyp Af6.0V ⋅⋅= ................................................................................................ (II.1.a)

dimana :

( ) wwfww htt2htA ⋅=⋅−⋅= ........................................................................... (II.1.b)

dengan :

Aw = Luas efektif pelat badan

tw = Tebal pelat badan

tf = Tebal pelat sayap

h = Tinggi profil

Perumusan diatas berlaku langsung apabila nilai efek dari gaya aksial berfaktor (Pu)

yang terjadi pada elemen link dalam kondisi Pu ≤ 0.15 Py, sedangkan apabila kondisi

yang terpenuhi adalah Pu > 0.15 Py maka persyaratan tambahan yang harus dipenuhi

sesuai dengan ketentuan pada peraturan yang berlaku[2].

Tahapan selanjutnya adalah penentuan apakah link termasuk jenis link geser atau

link lentur. Panjang link yang disyaratkan (eall) untuk memenuhi kriteria sebagai link

geser adalah sesuai dengan rumus (II.2.) berikut :

P

Pall V

M6.1e ⋅= ...................................................................................................... (II.2.)

Dengan demikian apabila eada < eall berarti link bisa dimasukkan dalam kriteria

berperilaku sebagai link pendek. Dalam kriteria sebagai link pendek/geser maka

dalam pengembangan kapasitas rotasinya yang paling menentukan adalah

tercapainya kegagalan geser terlebih dahulu sebelum keruntuhan terjadi. Kegagalan

geser ditandai dengan terjadinya tekuk pelat badan atau fraktur pada pelat badan

Page 7: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

17

sebelum rotasi maksimum yang disyaratkan tercapai ketika terjadinya proses disipasi

energi.

Sedangkan apabila yang terpenuhi persyaratan link panjang seperti rumus (II.3.)

yaitu eada > eall maka dalam pengembangan kapasitas rotasinya yang paling

menentukan adalah tercapainya kegagalan lentur terlebih dahulu sebelum keruntuhan

terjadi. Kegagalan lentur ditandai dengan terjadinya tekuk lokal pelat sayap atau

fraktur las pada pelat sayap sebelum rotasi maksimum yang disyaratkan tercapai

sewaktu terjadinya proses disipasi energi.

P

Pall V

M6.2e ⋅= ...................................................................................................... (II.3.)

Dalam persyaratan disain selanjutnya yang harus dipenuhi oleh sebuah link adalah

permasalahan sudut rotasi. Definisi dari sudut rotasi link adalah sudut inelastik

diantara link dan balok diluar link ketika total drift (simpangan) tingkat sama dengan

simpangan tingkat disain. Sudut rotasi ini tidak boleh melebihi nilai-nilai berikut[2] :

0.08 radian untuk link dengan panjang 1.6MP/VP atau kurang.

0.02 radian untuk link dengan panjang 2.6MP/VP atau lebih.

Nilai bisa ditentukan dengan interpolasi linier diantara nilia-nilai diatas untuk

link dengan panjang diantara 1.6MP/VP dan 2.6MP/VP.

Rotasi link ini dapat diperkirakan dengan asumsi bahwa bentang SRBE akan

berdeformasi dalam bentuk mekanisme rigid-plastic yang diilustrasikan seperti pada

Gambar II.4. sampai Gambar II.6. dibawah untuk berbagai variasi SRBE. Dalam

gambar tersebut sudut rotasi link di simbolkan dengan γp. Sudut rotasi link ini

berhubungan dengan sudut simpangan tingkat yang dinotasikan dengan θp, dengan

menggunakan hubungan seperti yang terlihat pada gambar dibawah. Sudut plastis

simpangan tingkat selanjutnya dapat dihitung dalam bentuk besaran simpangan

tingkat plastis, Δp yang dibagi dengan tinggi tingkat h. Secara matematis formulasi

sudut rotasi link dapat disusun dalam bentuk[2]:

heL

eL p

pp ⋅

Δ⋅=θ=γ (untuk 1 link gambar II.4. dan II.5.) ..................................... (II.4.)

Page 8: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

18

he2L

e2L p

pp ⋅⋅

Δ⋅=θ

⋅=γ (untuk 2 link/gambar II.6.) ................................................ (II.5.)

Gambar II.4. SRBE tipe Split K Brace[2] Gambar II.5. SRBE tipe D Brace[2]

Gambar II.6. SRBE tipe V Brace[2]

Dimana :

L = Lebar bentang

h = Tinggi tingkat

Δp= Simpangan (drift) tingkat plastis

θp = Sudut simpangan tingkat plastis (radian)

γp = Sudut rotasi plastis link.

Detailing elemen link yang tidak kalah pentingnya adalah pengaku badan link.

Detailing yang tepat dan badan link yang kaku dapat menjamin stabilitas, daktilitas

dan perilaku yang bisa diprediksi dibawah beban siklik. Pengaku setinggi badan

penuh diperlukan pada sisi-sisi ujung link agar bisa mentransfer gaya geser sebaik

mungkin tanpa terjadi tekuk badan[2].

Page 9: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

19

Untuk link yang berperilaku sebagai link geser/pendek, jarak maximum pengaku

badan bagian tengah sangat tergantung pada besaran sudut rotasi link, semakin besar

sudut rotasi link maka akan semakin rapat pengakunya. Pengaku badan bagian

tengah pada link geser ini berfungsi untuk memperlambat terjadinya tekuk geser

inelastik pada badan[2].

Sedangkan untuk link yang berperilaku sebagai link lentur/panjang, pengaku badan

bagian tengah berfungsi untuk membatasi penurunan kekuatan yang disebabkan

tekuk lokal pelat sayap (flange local buckling) dan tekuk lateral torsi[2].

Pada kedua jenis link diatas pengaku badan link bagian tengah dipersyaratkan ada

pada kedua sisi badannya khusus untuk link dengan tinggi h=635 mm atau lebih.

Sedangkan untuk link yang lebih pendek dari 635 mm pengaku badan tadi hanya

dibutuhkan pada satu sisi saja[2].

Persyaratan yang penting untuk pengaku badan link adalah semua pengaku tersebut

dipersyaratkan untuk dilas fillet (sudut) ke badan dan sayap link. Pengaku tadi perlu

diperhatikan detailnya secara lebih seksama untuk menghindari pengelasan dalam

area-k dari link. Dari riset-riset yang dipublikasikan belakangan ini cenderung

mengindikasikan las pengaku badan yang diperpanjang sampai ke area-k dapat

menyebabkan fraktur badan dan akan mereduksi kapasitas rotasi plastis dari link[2].

Secara detail menurut peraturan perencanaan pengaku badan link adalah sebagai

berikut[2] :

a. Di titik pertemuan dengan batang bresing atau di sisi-sisi ujung link dipasang

pengaku link setinggi badan dan mempunyai lebar total tidak kurang dari (bf –

2tw) serta ketebalan yang tidak kurang dari nilai terbesar 0.75tw atau 3/8 inch

(10mm), dengan bf dan tw adalah lebar pelat sayap dan tebal pelat badan link.

b. Selain itu pada link juga dibutuhkan pengaku badan antara (link intermediate

stiffener) dengan ketentuan sebagai berikut :

Page 10: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

20

Tabel II.1 Klasifikasi jarak pengaku badan[2]

No Panjang Link Jenis Link Rotasi Jarak Pengaku

Maximum

1 P

P

VM6.1e ≤ Geser murni

0.08 30.tw - d/5

< 0.02 52.tw - d/5

2 P

P

P

P

VM

6.2eVM

6.1 ≤< Dominan geser 1 dan 3 dipenuhi

3 P

P

P

P

VM

5eVM

6.2 ≤< Dominan lentur 0.02 1.5 bf dari tiap ujung link

4 P

P

VM

5e > Lentur murni Tidak memerlukan

pengaku antara

Sebagai ilustrasi untuk memperjelas bentuk dan posisi link stiffener dapat

dilihat pada Gambar II.7 seperti dibawah ini :

Gambar II.7 Tipe detail intermediate stiffener dan bresing[2]

II.4. Konsep Perencanaan Sambungan Link.

Beberapa persyaratan dalam perencanaan sambungan link pada struktur SRBE

adalah sebagai berikut :

Sambungan harus mampu memikul sudut rotasi link maximum yang

didasarkan pada panjang link.

Kuat sambungan minimal lebih besar daripada kuat geser nominal Vn dari link.

Page 11: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

21

Sambungan dapat memenuhi kedua persyaratan diatas dengan menyediakan

bukti hasil pengujian yang memenuhi prosedur dalam peraturan. Bukti tersebut

dapat diambil dari sumber-sumber berikut :

a. Pengujian yang tercantum pada literatur penelitian atau dokumentasi

pengujian untuk proyek penelitian yang sesuai.

b. Pengujian yang dilakukan secara spesifik dan memiliki besaran berupa

dimensi profil, kekuatan material, konfigurasi sambungan dan proses

pemasangan yang representatif.

Untuk memenuhi persyaratan link harus mampu memikul sudut rotasi maksimum

secara tidak langsung berarti seluruh elemen sambungan link harus didisain dalam

kondisi lebih kuat dari link, terutama bisa mengakomodasi link dalam kondisi ultimit

atau strain hardening.

Dengan demikian baik untuk link lentur yang kekuatannya ditentukan oleh MP

maupun untuk link geser yang kekuatannya ditentukan oleh VP, maka kedua

parameter tersebut harus dikalikan dengan Ry dan faktor perkuatan lebih atau

overstrength (Ov) untuk penentuan besaran gaya dalam mendisain elemen-elemen

sambungan tersebut. Jika link yang didisain adalah link geser yang ditentukan oleh

VP, maka formulasi dalam menentukan besar momen (Mep) dan geser (Vep) yang

bekerja pada sambungan adalah sebagai berikut :

2eVR

OM adaPyvep

⋅⋅⋅= ..................................................................................... (II.6.)

Pyvep VROV ⋅⋅= ................................................................................................ (II.7.)

Dari besaran gaya Mep dan Vep itulah kekuatan baut-baut sambungan dan pelat ujung

yang ada harus didisain, serta perhitungan disain yang dilakukan bisa menggunakan

formulasi umum baik LRFD maupun ASD yang sesuai dengan spesifikasi AISC

(Specification for Structural Steel Building) edisi1999 atau 2005.

Page 12: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

22

II.5. Sambungan Baut Dengan Pelat ujung.

Sambungan dengan menggunakan baut merupakan sambungan semi rigid yang

berarti mampu memberikan tahanan terhadap momen selain geser tetapi tidak sekaku

sambungan las yang bisa di idealisasikan sebagai jepit. Pada sambungan semi rigid

putaran sudut masih bisa terjadi dalam taraf tertentu yang masih diijinkan[23]. Akan

tetapi untuk keperluan disain, besar momen yang dijadikan beban terhadap

sambungan tersebut tetap diperhitungkan secara penuh dengan alasan keamanan.

Berbagai variasi model konstruksi sambungan baut telah banyak ditetapkan dalam

berbagai peraturan baik dalam PPBBI, SNI maupun AISC. Sebagian besar baut

sebagai salah satu elemen sambungan dipergunakan bersamaan dengan profil-profil

bantu untuk menyatukan bagian yang akan disambungkan, seperti profil siku, tees

dan profil C (kanal). Selain dengan menggunakan profil-profil sebagai elemen bantu

penggabung, sambungan baut juga bisa dikombinasikan dengan las dan pelat baja

yang berfungsi sebagai elemen penyatu di ujung profil, sambungan seperti ini disebut

dengan Semi Rigid Bolted End Plate Connection.

Sambungan baut dengan pelat ujung ini dapat diklasifikasikan secara umum

berdasarkan ukuran dan bentuk pelat ujungnya ke dalam 2 jenis (Gambar II.8). Tipe I

yang disebut dengan Extended End Plate connection (EEP) dan tipe II disebut juga

dengan Flush End Plate connection (FEP)[24]. Pada tipe EEP sambungan ini dimensi

pelat ujungnya mempunyai tinggi yang lebih besar jika dibandingkan dengan profil

yang disambung, baik pada posisi atas, bawah ataupun kedua-duanya. Posisi ini

memungkinkan pemasangan baut pada elevasi yang lebih tinggi dari pelat sayap

profil, sehingga sebagai konsekuensinya lengan gaya dari momen tahanan yang ada

bisa lebih besar dari lengan gaya momen beban pada pelat sayap profil.

Sedangkan pada tipe FEP dimensi pelat ujungnya mempunyai tinggi yang sama besar

dengan profil yang akan disambung. Efek dari posisi ini baut hanya bisa dipasang

dalam posisi yang lebih rendah dari pelat sayap profil yang disambung, sehingga

Page 13: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

23

sebagai konsekuensinya lengan gaya dari momen tahanan yang ada selalu lebih kecil

dari lengan momen beban pada pelat sayap profil.

Berdasarkan referensi dari beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan EEP

mempunyai kinerja yang lebih baik jika dibandingkan dengan FEP, akibatnya secara

dimensi dan nilai ekonomis biasanya sambungan EEP akan menghasilkan dimensi

dan formasi baut yang lebih ekonomis serta ketebalan pelat ujung yang dibutuhkan

juga lebih tipis jika dibandingkan dengan FEP.

(a) (b)

Gambar II.8 Sambungan baut – pelat ujung : (a) FEP (b) EEP

II.6. Baut Mutu Tinggi.

Berdasarkan klasifikasi dari ASTM ada dua jenis baut yang biasa digunakan yaitu

baut mutu biasa (Ordinary Bolt/OB) dan baut mutu tinggi (High Strength Bolt/HSB).

Baut biasa diklasifikasikan sebagai A307 yang terbuat dari baja karbon kadar rendah

dan sering digunakan untuk struktur-struktur ringan dan sekunder. Sedangkan baut

mutu tinggi tipe A325 terbuat dari medium carbon steel dengan metode pembuatan

melalui pemanasan dan quenching-tempering. Tipe berikutnya adalah A490, baut ini

terbuat dari alloy carbon steel juga dengan metode pembuatan quenching-

tempering[15]. Baut A325 dan A490 biasa digunakan untuk semua jenis struktur[15].

Page 14: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

24

Gambar II.9 Baut tipe A490 ∅ 25 mm

Baut Tipe Tumpu (Bearing Strength)

Pada baut tipe tumpu terjadinya slip dapat diizinkan sehingga baut menerima beban

geser dengan mekanisme tumpu pada pelat di lubang baut yang bersentuhan dengan

badan baut. Pengencangan pada baut tipe tumpu tetap diharuskan, namun tidak

dengan persyaratan minimum seperti untuk tipe friksi.

Adapun daya dukung baut tipe tumpu yang mengalami gaya tarik atau geser secara

terpisah dapat dihitung dengan rumus seperti yang ditetapkan dalam AISC-360-05[3]

adalah :

bnttnt AFR ⋅⋅φ= (Tarik) .................................................................................... (II.8.)

vbnvsnv mAFR ⋅⋅⋅φ= (Geser) ........................................................................... (II.9.)

Dengan parameter :

Rnt = Daya dukung tarik baut

Rnv = Daya dukung geser baut

Ab = Luas penampang tanpa ulir baut

Fnt = Kuat tarik nominal baut

Fnv = Kuat geser nominal baut

φ = 0.75 (LRFD)

mv =Jumlah bidang geser

Page 15: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

25

Untuk baut tipe tumpu yang mengalami kombinasi gaya tarik dan geser dirumuskan

daya dukung tarik yang tersedia sebagai berikut :

bvnvs

ntnttnt Af

FF

F3.1R ⋅⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⋅φ

−⋅⋅φ= ................................................................ (II.10.a)

Dengan parameter :

fv = Gaya geser pada baut

b

vv A

Pf = .................................................................................................. (II.10.b)

Ab = Luas penampang tanpa ulir baut

Fnt = Kuat tarik nominal baut

Fnv = Kuat geser nominal baut

φs,t = 0.75 (LRFD)

Gaya Luar Yang Bekerja Pada Baut Sambungan Tipe Pelat ujung

Berdasarkan formulasi gaya-momen disain pada formasi baut dan pelat ujung yang

diperoleh dari perhitungan kapasitas Link (rumus II.6 dan II.7), maka penentuan

gaya disain yang bekerja pada 1 baut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Cara rotasi sudut elastik :

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

⎡⋅

⋅=∑=

n

1i

2bi

biepti

h

hM5.0P ......................................................................................... (II.11.)

Dengan parameter :

Pti= Gaya luar yang bekerja pada 1 baut

Mep= Momen disain untuk sambungan dari kapasitas link

hbi= Jarak layer/baris baut ke-i dari titik putar referensi

Cara distribusi tegangan elastik :

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⋅⋅

σ+σ⋅= iep

epbepati hb

25.0P ......................................................................... (II.12.)

Page 16: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

26

Dengan parameter :

Pti= Gaya luar yang bekerja pada 1 baut

bep= Lebar pelat ujung

hi= Jarak antar layer baut

σepa= Tegangan elastik pada sisi atas layer baut ke-i

σepb= Tegangan elastik pada sisi bawah layer baut ke-i

II.7. Pelat Ujung (End Plate).

Sama dengan baut, gaya luar disain yang bekerja pada pelat ujung berasal dari

kapasitas link yang ada seperti telah dijelaskan sebelumnya yaitu Mep dan Vep.

Selanjutnya gaya-gaya inilah yang akan ditransformasikan dalam bentuk gaya tarik-

tekan sebagai elemen kopel yang langsung bekerja pada penampang pelat ujung.

Tebal Pelat ujung Berdasarkan AISC 1999

Kopel gaya tarik yang bekerja pada pelat sayap atas link ke pelat ujung

(Gambar.II.10) :

fw

eptf th

MP

−= ..................................................................................................... (II.13.)

Dengan parameter :

Ptf = Gaya tarik-tekan pada pelat sayap link yang bekerja pada pelat ujung

hw= Tinggi link

tf= Tebal pelat sayap

Gambar II.10 Skema lenturan pelat ujung tipe flush

Ptf

Lep pf

φb

Mdp

Ptf Sf

Point of inflection

Mep

Ptf

Ptf

hw

Page 17: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

27

Adapun lengan momen efektif pada pelat ujung adalah :

2L

S epf = ......................................................................................................... (II.14.a.)

wbfep 707.025.0pL −φ⋅−= .......................................................................... (II.14.b.)

Untuk tipe Flush momen disain (Mdp) pelat ujung :

ftfdp SPM ⋅= ..................................................................................................... (II.15.)

Adapun momen kapasitas pelat ujung:

y

2epep

yepbpbn f4

tb9.0fZMM ⋅

⎟⎟

⎜⎜

⎛ ⋅⋅=⋅φ=φ=φ ................................................ (II.16.)

Dengan Mdp = φMn maka :

y

2epep

dp f4

tb9.0M ⋅

⎟⎟

⎜⎜

⎛ ⋅⋅= ............................................................................... (II.17.a.)

sehingga menghasilkan persamaan :

yep

dpep fb9.0

M4t

⋅⋅

⋅= ........................................................................................ (II.17.b.)

Kontrol Tumpuan Baut dan Geser Blok Pelat ujung

Kapasitas baut harus di cek ulang dengan perbandingan terhadap kapasitas tumpuan

baut pada pelat ujung, formulasinya adalah sebagai berikut :

uuctnep ftd4.2ftL2.1R ⋅⋅⋅≤⋅⋅⋅⋅φ= .............................................................. (II.18.)

Dengan parameter :

Lc = Jarak antar baut

t = Tebal pelat ujung

fu= Kuat tarik ultimit material pelat ujung

d = Diameter baut

Page 18: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

28

Kegagalan pelat ujung tidak hanya bisa terjadi dalam pola sebagai kegagalan tunggal

tumpuan, akan tetapi kegagalan kolektif berupa kegagalan geser blok juga bisa

terjadi dan direkomendasikan untuk dilakukan pengecekan kekuatannya dengan

menggunakan rumus :

( ) ( )ntubsgvybcntubsnvybcnbc AfUAf6.0AfUAf6.0R ⋅⋅+⋅⋅⋅φ≤⋅⋅+⋅⋅⋅φ= (II.19.)

Dengan parameter :

Agv =Luas area kotor yang dikenai gaya geser (mm2)

Ant =Luas area netto yang dikenai gaya tarik (mm2)

Anv =Luas area netto yang dikenai gaya geser (mm2)

φc =0.75

Secara umum diharapkan baut pada link dapat berperilaku sebagai berikut :

- Sebagai transfer gaya desain sampai menghasilkan kegagalan link.

- Tetap dalam kondisi elastik sampai batas kapasitas rotasi maksimum.

II.8. Daktilitas Struktur.

Sebelum tahun 1960-an istilah daktilitas hanya dipergunakan untuk menggambarkan

karakteristik perilaku material, namun setelah kajian yang dilakukan Housner tentang

masalah gempa dan kajian masalah disain plastis oleh Baker konsep daktilitas

diperluas ke permasalahan struktural.

Penggunaan secara umum dalam disain tahanan gempa istilah daktilitas dipakai

untuk keperluan evaluasi tentang kinerja (performance) struktur. Hal ini di

indikasikan dengan jumlah energi gempa yang dapat di disipasikan melalui

deformasi plastis. Penggunaan konsep daktilitas ini memberikan kemungkinan untuk

mereduksi gaya gempa disain dan mengizinkan untuk menghasilkan sejumlah

kontrol terhadap kerusakan dalam struktur terutama dalam kasus gempa kuat.

Secara praktis dalam konsep disain plastik struktur, daktilitas didefinisikan sebagai

kemampuan struktur mengalami deformasi setelah leleh awal (initial yield) tanpa

mengalami reduksi kekuatan ultimit yang signifikan. Daktilitas struktur mengizinkan

Page 19: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

29

kita untuk memprediksi kapasitas ultimit dari struktur yang merupakan kriteria

paling penting untuk mendisain struktur dibawah beban konvensional.

Beberapa klasifikasi daktilitas yang sering dipergunakan di dalam sejumlah literatur

seperti diilustrasikan dalam Gambar II.11 adalah[13] :

Daktilitas material (material ductility),

Merupakan karakteristik material dalam deformasi plastis untuk sejumlah tipe

beban yang berbeda serta mempertimbangkan hubungan antara tegangan dan

regangan. Daktilitas ini merupakan rasio antara regangan ultimit terhadap

regangan leleh pertama yang diformulasikan : y

um ε

ε=μ .

Daktilitas penampang (curvature ductility),

Mengacu kepada deformasi plastis dari penampang yang mempertimbangkan

interaksi diantara sejumlah bagian yang menyusun penampang itu. Hubungan

yang mesti dibentuk dalam penentuan nilainya merupakan keterkaitan antara

besaran momen dengan curvature. Daktilitas ini merupakan rasio antara

curvature ultimit terhadap curvature leleh pertama yang diformulasikan :

y

uc Φ

Φ=μ

Daktilitas elemen (rotation ductility),

Properti dari elemen yang dijadikan pertimbangan. Hubungan yang mesti

dibentuk dalam penentuan nilai daktilitasnya adalah keterkaitan besaran momen

terhadap rotasi elemennya. Daktilitas ini merupakan rasio antara rotasi ultimit

terhadap rotasi leleh pertama yang diformulasikan : y

ur θ

θ=μ

Daktilitas struktur (displacement ductility),

Mempertimbangkan perilaku secara keseluruhan dari struktur. Parameter

penentu nilai daktilitas ini ditentukan dari bentuk hubungan gaya geser

horizontal struktur terhadap besaran perpindahan atapnya (roof drift). Daktilitas

ini merupakan rasio antara perpindahan ultimit terhadap perpindahan leleh

pertama yang diformulasikan : y

us δ

δ=μ .

Page 20: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

30

Daktilitas energi,

Mempertimbangkan tingkatan dari disipasi energi gempa. Daktilitas ini

merupakan rasio antara energi ultimit terhadap energi leleh pertama yang

diformulasikan : y

ue E

E=μ

Dari seluruh tipe daktilitas tersebut terdapat hubungan yang sangat erat yaitu,

daktilitas energi merupakan akumulasi dari daktilitas struktur dan elemen sedangkan

daktilitas elemen tergantung dari daktilitas penampang serta material. Ada sejumlah

perdebatan dalam pendefinisian diatas, hal ini berkenaan dengan kenyataan

bahwasanya definisi tersebut akurat dalam arti secara kuantitatif hanya untuk kasus

yang ideal dari perilaku bersifat linier elasto perfecly plastic yang monotonik.

Penggunaannya akan menghasilkan dualisme dan keragu-raguan dalam kasus aktual

dimana perilaku struktur berbeda sacara signifikan dari yang di idealisasikan.

Nilai yang sangat penting dalam disain gempa adalah pembatasan daktilitas (ductility

limit). Batasan tersebut tidak memerlukan kemungkinan terbesar dari dissipasi

energi, tetapi diharapkan mesti adanya perubahan yang signifikan dari perilaku

struktur pada nilai daktilitas yang lebih besar dari daktilitas batasnya. Dua tipe batas

daktilitas dapat didefinisikan sebagai berikut[13] :

Daktilitas tersedia (available ductility), dihasilkan dari perilaku struktur yang

mencakup perhitungan properti material, tipe penampang, beban gravitasi,

degradasi kekakuan dan berkenaan dengan simpangan plastis.

Daktilitas diperlukan (required ductility), dihasilkan dari aksi gempa yang

seluruh faktornya dipengaruhi oleh aksi yang mempertimbangkan : besaran dan

tipe pergerakan tanah, pengaruh tanah, perioda natural dari struktur vs perioda

pergerakan tanah, jumlah siklus yang dominan dan lain sebagainya.

Page 21: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

31

Gambar II.11 Jenis-jenis daktilitas[13]

Perilaku plastis struktur tergantung dari jumlah momen yang di redistribusikan.

Pencapaian beban runtuh yang diprediksikan berhubungan dengan posisi dari sendi

plastis, dimana penampang mencapai momen plastis penuh serta rotasi plastis dan

sendi plastis lainnya dapat terbentuk dimanapun. Oleh karena itu perilaku sendi

plastis yang baik mensyaratkan jumlah tertentu dari daktilitas, sebagai tambahan

untuk persyaratan kekuatannya. Kapasitas rotasi plastis merupakan pengukuran

daktilitas yang lebih rasional.

Persyaratan untuk analisis plastis dari struktur statis tak tentu adalah rotasi besar

yang mungkin tanpa adanya perubahan yang signifikan dari momen tahanan. Tetapi

teori rotasi plastis yang besar tidak bisa dicapai karena sejumlah efek sekunder yang

terjadi. Pembatasan terhadap rotasi plastis biasanya diperoleh dari ketidakstabilan

(instabilitas) lentur–torsional, tekuk lokal dan fraktur getas dari elemen. Berkenaan

dengan reduksi dari rotasi plastis ini pengelompokan perilaku penampang yang

dipergunakan dalam praktek disain adalah[13] :

Material (axial) Ductility y

um ε

ε=μ

y

uc Φ

Φ=μ

y

ur θ

θ=μ

y

us δ

δ=μ

Cross-section (curvature) Ductility

Member (rotation) Ductility

Structural (displacement) Ductility

∅y ∅u ∅

Mp

M

εy εu ε

fy

σ

θy θu θ

Mp

M

δy δu δ

Fu

F

Fy

Page 22: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

32

Kelas 1 (Plastic Section), penampang ini memiliki karakteristik berupa

kemampuan untuk membentuk sendi plastis dengan kapasitas rotasi yang besar.

Kelas 2 (Compact Section), penampang ini mampu untuk menyediakan

kekuatan lentur plastis maximumnya, tetapi mempunyai batasan kapasitas

rotasi yang berkenaan dengan sejumlah efek tekuk lokal.

Kelas 3 (Semi Compact Section), penampang ini memiliki kemampuan

mencapai kapasitas momen lentur saat leleh pertama tanpa mencapai momen

plastis.

Kelas 4 (Slender Section), penampang tidak mampu mengembangkan tahanan

lentur total berkenaan dengan terjadinya secara prematur tekuk lokal dalam

bagian yang mengalami tekan (compression).

Hanya dua kelas diatas yang memiliki daktilitas cukup untuk menjamin terjadinya

redistribusi plastis dari momen. Klasifikasi di atas terbatas pada tingkatan

penampang saja dan memiliki sejumlah kekurangan. Klasifikasi lain yang lebih

efektif dalam tingkatan elemen diusulkan oleh Mazzolani dan Piluso (1993) sebagai

berikut[13] :

Kelas HD (High Ductility), berkenaan dengan penampang yang dalam disain

persyaratan dimensi dan pendetailannya mampu memberikan jaminan

terbentuknya rotasi plastis yang besar.

Kelas MD (Medium Ductility), berkenaan dengan penampang yang dalam

disain persyaratan dimensi dan pendetailannya mampu memberikan jaminan

terbentuknya rotasi plastis yang moderat.

Kelas LD (Low Ductility), penampang dalam disain persyaratan dimensinya

berkenaan dengan aturan yang umum sehingga menjamin hanya rotasi plastis

yang rendah.

Page 23: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

33

II.9. Energi Histeretik.

Hal terpenting pada baja yang dikenai pembebanan siklik-inelastik adalah

kemampuannya untuk mendisipasikan energi histeretik. Energi ini diperlukan untuk

perpanjangan dan perpendekan plastis dari spesimen baja dan dapat dihitung sebagai

hasil kali dari gaya plastis dan perpindahan plastis (usaha pada daerah plastis). Tidak

seperti energi kinetik atau energi regangan, energi histeretik ini terdisipasi dan tidak

dapat dikembalikan, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar II.12a, dibawah

penambahan beban yang diikuti oleh pengurangan beban secara berurutan, energi

histeretik, Eh dapat diekspresikan sebagai :

( )ymaxyh PE δ−δ⋅= .......................................................................................... (II.20.)

Yaitu, daerah yang diarsir pada Gambar II.12b untuk pembebanan siklik penuh,

energi histeretik adalah luas daerah yang dibatasi oleh kurva beban-perpindahan,

sebagaimana diperlihatkan pada gambar tersebut. Pada pengulangan beban siklik,

energi yang terdisipasi pada tiap siklusnya dijumlahkan untuk mendapatkan total

energi disipasi. Jumlah komulatif energi disipasi ini merupakan hal terpenting yang

memungkinkan struktur baja tetap bertahan pada kondisi pembebanan yang

merusakkan, seperti diakibatkan oleh gempa.

Gambar II.12 Energi histersis baja struktur : (a) Siklik sebagian (b) Siklik penuh

P

δ

P P

δ

Eh

δy δmax

+Py

P

δ

δ(i+1)- δ(i)

Eh

δy δmax

δ(i+1)- δ(i)

-δmax

(a) (b)

Page 24: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

34

II.10. Link Dengan Sambungan Baut-Pelat Ujung Tipe Flush (Replaceable

Link).

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya mengenai latar belakang eksperimen

tentang replaceable link (Baut-Pelat ujung tipe Flush), maka secara ringkas dapat

disimpulkan mengenai ide tersebut sebagai berikut :

Replaceable link dapat menyerap energi gempa secara efektif, tanpa merusak

komponen struktur lain.

Link yang rusak dapat dengan mudah diganti, salah satunya dengan

menggunakan sambungan baut.

Sambungan las bisa diganti, akan tetapi mutu material akan terganggu sebagai

akibat dari pemanasan.

Kinerja sambungan baut dilaporkan kurang kaku.

Kelemahan 2 sambungan baut diupayakan diatasi dengan:

1. Memperkuat pelat ujung, sedemikian sehingga dengan beban yang dipikul

baut tidak akan merusak pelat.

2. Memperkuat baut yaitu dengan meningkatkan mutu dan diameter.

Beberapa kajian eksperimental telah dilakukan untuk mengamati kelayakan maupun

kinerja dari replaceable link. Pengujian dalam program-program eksperimental

tersebut umumnya dilakukan pada benda uji berupa sub assembly, yaitu bagian

elemen struktur tertentu dari struktur secara keseluruhan yang ingin diamati

perilakunya. Pengujian-pengujian ini umumnya menitik beratkan pengamatannya

pada perilaku baut dan pelat ujung ketika memikul beban, baik monotonik maupun

siklik. Selain itu, perilaku histeretik dan mekanisme kegagalan link juga dikaji.

Ghobarah dan Ramadhan (1994) melakukan eksperimen sambungan link-kolom

dengan menggunakan baut dan pelat ujung tipe extended[20]. Variasi parameter yang

diuji dalam eksperimen tersebut adalah ukuran baut, ketebalan pelat dan pengaruh

pengaku pada pelat ujung. Benda uji dimodelkan sebagai link pada SRBE tipe D,

sementara itu pembebanan yang diberikan adalah beban siklik.

Page 25: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

35

Dari hasil pengujiaannya, ghobarah dan ramadhan mengambil beberapa kesimpulan

yaitu :

1. Link dengan sambungan kaku memiliki gaya ultimit yang lebih tinggi dan

dapat menyerap energi lebih banyak daripada link dengan sambungan

fleksibel.

2. Sambungan baut-pelat ujung tipe extended sebaiknya direncanakan untuk

selalu berperilaku elastis, bahkan untuk beban deformasi inelastik link yang

sangat besar.

Stratan dan Dubina (2002) melakukan eksperimen serupa namun untuk jenis

sambungan baut-pelat ujung tipe flush[26]. Link dengan sambungan ini tujuannya

untuk digunakan pada SRBE tipe split K. Variasi parameter untuk pengujian ini

adalah panjang link, sementara tebal pelat, diameter dan jumlah baut untuk seluruh

spesimen adalah seragam. Pengujian dilakukan dengan beban monotonik dan siklik.

Kesimpulan yang diambil dari hasil pengujian ini adalah :

1. Link pendek memiliki kinerja yang baik dibanding link panjang. Hal ini

ditunjukkan dengan perilaku histeretik dan penyerapan energi yang stabil tanpa

terjadinya pinching.

2. Dalam pengamatan, link panjang memiliki kelemahan sebagai berikut :

Kekuatan yang lebih rendah bila dibandingkan link pendek.

Perilaku pinching yang memicu degradasi kekakuan dan kekuatan pada

siklus dengan amplitudo yang sama.

Kegagalan berupa degradasi kekuatan secara bertahap akibat penggerusan

ulir pada baut.

Aulia Mirza (2006) melakukan eksperimen terhadap link geser dalam bentuk sub

assembly dengan ukuran WF 200x100x5.5x8 L=500 cm, specimen yang dibuat

sebanyak 2 unit dengan ketebalan pelat ujung yang sama 20 mm namun dengan

variasi 2 buah ukuran baut yaitu ∅20 mm dan ∅22 mm mutu A325. Link ini di

desain untuk keperluan sebuah ruko tiga lantai dengan bresing tipe split K. Loading

history yang diberlakukan merupakan tipe kontrol perpindahan sampai spesimen

Page 26: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

36

mengalami kegagalan. Adapun kesimpulan yang diambil dari hasil pengujian ini

adalah :

1. Gaya aksial tarik memiliki pengaruh negatif terhadap replaceable link.

Keberadaan gaya aksial tarik menambah gaya yang harus dipikul baut yang

mengakibatkan penurunan kapasitas sambungan.

2. Kelelehan pertama kali (first yield) pada replaceable link terjadi pada pelat

badan specimen yang berdekatan dengan sambungan. Deformasi dari pelat

ujung dan perpanjangan baut saat memikul gaya tarik akibat momen ikut

mempengaruhi kelelehan tersebut.

3. Kinerja pelat ujung tipe flush dipengaruhi oleh kekuatan baut. Perpanjangan

baut dapat menambah beban ultimit yang harus dipikul oleh pelat, yang dapat

menyebabkan kelelehan pelat ujung.

4. Luas penampang baut yang lebih besar mampu memberikan kekuatan dan

kekakuan elastik sambungan yang lebih tinggi sehingga memungkinkan

penyerapan energi yang lebih tinggi pada replaceable link.

II.11. Kriteria Kelelehan

Kriteria kelelehan bisa ditentukan dalam kondisi tegangan uniaxial maupun

multiaxial. Untuk kasus tegangan uniaxial terjadinya leleh pertama diketahui pada

saat material mulai berdeformasi plastis. Akan tetapi jika tegangan pada suatu titik

bukan berupa tegangan uniaxial, tetapi terdiri dari beberapa komponen tegangan

yang berbeda arahnya, maka suatu kriteria leleh diperlukan untuk menentukan

kombinasi tegangan yang menyebabkan terjadinya kondisi kombinasi maksimum

sehingga menyebabkan terjadinya leleh. Kriteria tersebut dinamakan kriteria leleh.

Kriteria Von Misses

Pada penelitian ini digunakan kriteria leleh Von Misses karena merupakan kriteria

yang lebih cocok untuk analisis plastis material baja. Tegangan geser yang

mengakibatkan terjadinya leleh pada pelat badan ditentukan oleh besarnya tegangan

geser oktahedral (octahedral shear stress) yaitu :

Page 27: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

37

k32J

32

2oct ⋅=⋅=τ ...................................................................................... (II.21.)

0kJ)J(f 222 =−=

Atau ditulis dalam bentuk tegangan utama dengan J2 merupakan invarian ke dua dari

deviatoric stress tensor :

( ) ( ) ( )[ ]213

232

2212 6

1J σ−σ+σ−σ+σ−σ⋅= , sehingga :

( ) ( ) ( ) 2213

232

221 k6 ⋅=σ−σ+σ−σ+σ−σ .................................................. (II.22.a.)

Dalam kondisi uniaxial leleh terjadi dalam kondisi σ1=σy dan σ2 = σ3=0, sehingga :

3k yσ= ............................................................................................................ (II.22.b.)

Sedangkan untuk kondisi tegangan biaxial yang di tunjukkan oleh perpotongan

lingkaran dari silinder dengan koordinat bidang σ3=0, maka : 2y21

22

21 2222 σ⋅=σσ⋅−σ⋅+σ⋅ atau 2

y2122

21 σ=σσ−σ+σ

Sehingga :

2122

21y σσ−σ+σ=σ ................................................................................... (II.22.c.)

Adapun nilai-nilai σ1, σ2, σ3 merupakan tegangan-tegangan utama yang besarannya

dari data strain gauge dapat ditentukan seperti yang akan dibahas berikut.

Regangan dan Tegangan Strain Gauge

Dari hasil pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan strain gauge uniaxial

dan rosette akan diperoleh data-data berupa regangan yang berpadanan dengan arah

strain gauge tersebut. Perhitungan data rosette yang dilakukan didasarkan pada

konsep transformasi arah regangan yang terjadi terhadap referensi dalam arah rotasi

tertentu dari suatu titik yang ditinjau. Adapun perumusan dalam kondisi elastik

berdasarkan teori elastisitas adalah sebagai berikut :

θθγ+θε+θε=ε sincossincos xy2

y2

x'x ......................................................... (II.23.)

Page 28: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

38

Karena rosette mempunyai elemen pengukur regangan dalam tiga arah dengan sudut

tertentu, maka rumus II.23 bisa disusun dalam bentuk formulasi matrix sebagai

berikut :

⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

εεε

=⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

γεε

⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

θθθθθθθθθθθθ

C

B

A

xy

y

x

CCC2

C2

BBB2

B2

AAA2

A2

sincossincossincossincossincossincos

⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

εεε

⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

θθθθθθθθθθθθ

=⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

γεε

C

B

A1

CCC2

C2

BBB2

B2

AAA2

A2

xy

y

x

sincossincossincossincossincossincos

....................................... (II.24.)

Dari regangan aksial dan geser dalam arah x dan y dapat diperoleh regangan utama

yang dirumuskan :

( ) ( )22

2xy

2yyxxyyxx

1

γ+ε−ε+

ε+ε=ε ............................................................ (II.25.a.)

( ) ( )22

2xy

2yyxxyyxx

2

γ+ε−ε−

ε+ε=ε ........................................................... (II.25.b.)

yyxx

xy2tanε−ε

γ=φ ........................................................................................... (II.25.c.)

Dengan demikian maka tegangan utama dapat dicari, tegangan utama inilah yang

akan dipergunakan dalam perumusan tegangan Von Misses.

( )2121 1E

υε+ευ−

=σ ..................................................................................... (II.26.a.)

( )1222 1E

υε+ευ−

=σ ..................................................................................... (II.26.b.)

Page 29: BAB II DASAR TEORI II.1. Material Baja. kekuatan dan daktilitas dari material adalah dua karakteristik yang sangat dibutuhkan oleh para disainer. Properti material sering dideskripsikan

39