bab ii aja-marg15 (1)
DESCRIPTION
BAB II Aja-marg15 (1)TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Asam Urat
a. Definisi
Asam urat (AU) adalah bahan normal dalam tubuh dan
merupakan hasil akhir dari metabolisme purine, yaitu hasil degradasi
purine nucleotide yang merupakan bahan penting dalam tubuh sebagai
komponen dari asam nukleat dan penghasil energi dalam inti sel.
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam
urat darah di atas normal. Hiperurisemia dapat terjadi karena
peningkatan metabolisme asam urat (overproduction), penurunan
pengeluaran asam urat urin (underexcretion), atau gabungan
keduanya. Peningkatan kadar AU dalam darah ini akan
mengakibatkan penyakit AU (Putra, 2006).
Banyak batasan untuk menyatakan hiperurisemia, yaitu suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan kadar AU yang bisa
mencerminkan adanya keadaan patologi. Batasan pragmatis yang
biasa digunakan adalah kadar AU di atas 7 mg% pada laki-laki dan 6
mg% pada perempuan dapat dikatakan mengalami hiperurisemia
(Putra, 2006).
Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan gout
atau pirai, namun tidak semua hiperurisemia akan menimbulkan
10
11
kelainan patologi berupa gout. Gout dan pirai adalah penyakit akibat
penumpukan kristal monosodium urat pada jaringan akibat
peningkatan kadar AU (Putra, 2006).
Penyakit asam urat ini pada umumnya dapat mengganggu
aktivitas harian penderitanya. Penderita penyakit asam urat tingkat
lanjut akan mengalami radang sendi yang timbul sangat cepat dalam
waktu singkat. Penderita tidur tanpa ada gejala apapun, namun ketika
bangun pagi harinya, terasa sakit yang sangat hebat dan tidak bisa
berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama
berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik
berupa demam, menggigil, dan merasa lelah. Lokasi yang paling
sering yaitu pada metatarsofalangeal-1, yang biasanya disebut
podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain
yaitu pergelangan tangan atau kaki, lutut, dan siku. Pada serangan
akut yang tidak berat, keluhan-keluhan dapat hilang dalam beberapa
jam atau hari. Pada serangan akut berat, dapat sembuh dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu (Tehupeiory, 2006).
b. Epidemiologi
Gout jarang ditemukan pada perempuan. Sekitar 95% kasus
adalah pada laki-laki. Gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada
semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang
mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun, ada
sejumlah faktor yang agaknya memengaruhi timbulnya penyakit ini,
termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup (Carter, 2006). Di
Indonesia, penyakit asam urat bahkan terjadi pada usia yang lebih
12
muda, sekitar 32% pada pria berusia kurang dari 34 tahun. Di
Bandungan, Jawa Tengah, prevalensi pada kelompok usia muda, yaitu
antara 15-45 tahun, sebesar 0,8%; meliputi pria 1,7% dan wanita
0,05% (Manampiring, 2010).
c. Etiologi
Penyebab hiperurisemia sebagai suatu proses metabolik yang
dapat menimbulkan manifestasi gout, dibedakan menjadi 3, yaitu
hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik (Putra, 2006).
1) Hiperurisemia Primer
Hiperurisemia primer adalah hiperurisemia tanpa
disebabkan penyakit atau penyebab lain, yang terdiri dari
hiperurisemia dengan kelainan molekular yang masih belum jelas,
dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim spesifik.
Hiperurisemia dengan kelainan molekular yang belum jelas
terbanyak didapatkan yaitu mencapai 99%, terdiri dari
hiperurisemia karena underexcretion (80-90%) dan hiperurisemia
karena overproduction (10-20%). Hiperurisemia akibat
underexcretion kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan
mengakibatkan gangguan pengeluaran AU sehingga
menyebabkan hiperurisemia. Namun, tidak ada gambaran spesifik
pada kelainan patologi ginjal yang berhubungan dengan
underexcretion. Kelainan molekuler dari ginjal yang
menyebabkan gangguan pengeluaran AU kemungkinan
disebabkan karena ganguan sekresi AU dari tubulus ginjal.
Terdapat suatu kelainan yang disebut Familial Juvenile
13
Hyperuricaemic Nephrophaty (FJHN), yaitu kelainan yang
diturunkan secara genetik yang menyebabkan penurunan
pengeluaran AU pada ginjal, dan secara klinis sering terjadi pada
usia muda (Putra, 2006).
Hiperurisemia primer lainnya, yaitu hiperurisemia karena
kelainan enzim spesifik diakibatkan oleh peningkatan aktivitas
varian dari enzim phoribosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase
dan kekurangan enzim hypoxanthine phosphoribosyltransferase
(HPRT), dan diperkirakan prevalensinya hanya 1%. Akibat
peningkatan aktivitas varian dari enzim PRPP synthetase, terjadi
peningkatan pembentukan nukleotida purín melalui síntesis de
novo, sehingga terjadi hiperurisemia tipe overproduction.
Hiperurisemia primer karena kelainan enzim spesifik yang
disebabkan kekurangan ‘sebagian’ enzim HPRT disebut Sindrom
Kelly-Seegmiller. Kekurangan enzim HPRT menyebabkan
peningkatan produksi AU sebagai akibat peningkatan biosintesis
de novo (Putra, 2006).
2) Hiperurisemia Sekunder
Hiperurisemia sekunder dibagi menjadi 3 kelompok yang
dibedakan dari jenis kelainan yang menjadi penyebabnya, yaitu:
a) Hiperurisemia sekunder karena kelainan yang
menyebabkan peningkatan biosintesis de novo
Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosíntesis
de novo terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh
dari enzim HPRT pada sindrom Lesh-Nyhan, kekurangan
14
enzim glucosa 6-phosphatase pada Glycogen Storage Disease
(Penyakit Von Gierkee), dan kelainan karena kekurangan
enzim fructose-1-phosphate aldolase (Putra, 2006).
Sindrom Lesh-Nyhan merupakan suatu hiperurisemia
overproduksi yang sering disertai dengan litiasis AU serta
sindrom mutilasi diri (self-mutilation) yang aneh. Hal ini
terjadi karena tidak berfungsinya enzim HPRT yang
merupakan enzim pada penyelamatan purín. Peningkatan
konsentrasi PRPP intrasel yang menyertai, yang terhindar dari
reaksi penyelamatan purín, akan menimbulkan overproduksi
purín. Mutasi yang telah terdeteksi mencakup delesi besar dan
kecil, mutasi frameshift, subtitusi basa-tunggal, dan perubahan
yang akan mengakibatkan penyimpangan pemotongan RNA
(Putra, 2006).
Penyakit glycogen storage disease tipe I (Von Gierkee),
akibat penurunan enzim glucosa 6-phosphatase (G 6-Pase)
menyebabkan hiperurisemia yang bersifat autosomal resesif,
dan terjadi karena kombinasi overproduction dan
underexcretion. Tanda klinis yang terlihat pada sindrom ini
adalah terjadi pada usia anak-anak dengan tanda dan gejala
hipoglikemia yang berulang (Putra, 2006).
Kekurangan enzim fructose-1-phosphate aldolase pada
penyakit Hereditary Fructose Intolerance, dan dengan diet
tinggi fruktosa menyebabkan penumpukan fructose-1-
phosphate, kemudian akan diubah menjadi fructose-6-
15
phosphate dengan bantuan ATP sebagai sumber fosfat.
Peningkatan pemecahan ATP menyebabkan pembentukan AU
meningkat, dan lactic acidosis serta renal tubular acisdosis
menyebabkan hambatan pengeluaran AU melalui ginjal
sehingga terjadi hiperurisemia (Putra, 2006).
b) Hiperurisemia sekunder karena kelainan yang
menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau
pemecahan asam nukleat
Hiperurisemia karena keadaan yang menyebabkan
peningkatan pemecahan ATP atau peningkatan pemecahan
asam nukleat dari intisel dapat menyebabkan hiperurisemia
sekunder tipe overproduction. Peningkatan pemecahan ATP
akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau
purín nucleotide dalam metabolisme purin. Keadaan ini bisa
terjadi pada penyakit akut yang berat seperti infark miokard,
status epileptikus atau pada pengisapan asap rokok yang
mendadak.
Pemecahan inti sel akan meningkatkan produksi purin
nucleotide dan berlanjut menyebabkan peningkatan produksi
AU. Keadaan yang sering menyebabkan pemecahan inti sel
adalah penyakit hemolisis kronis, polisitemia, psoriasis,
keganasan dari mieloproliferatif dan limfoproliferatif, atau
keganasan lainnya (Putra, 2006).
16
c) Hiperurisemia sekunder karena kelainan yang
menyebabkan underexcretion
Penurunan masa ginjal, penuruna filtrasi glomerulus,
penurunan fractional uric acid clearance, dan pemakaian obat-
obatan dapat mengakibatkan hiperurisemia sekunder karena
menyebabkan underexcretion (Putra, 2006).
3) Hiperurisemia Idiopatik
Hiperurisemia idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak
jelas penyebab primer maupun kelainan genetiknya, tidak ada
kelainan fisiologis atau anatomis yang jelas (Putra, 2006).
d. Faktor yang Mempengaruhi
1) Faktor Genetik
Kadar AU dikontrol oleh beberapa gen. Analisis The
National Heart, Lung, and Blood Institute Family studies
menunjukkan hubungan antara faktor keturunan dengan AU
sebanyak kira-kira 40% (NIH, 2001). Kelainan genetik FJHN
(Familial Juvenile Hiperuricarmic Nephropathy) merupakan
kelainan yang diturunkan secara autosomal dominant, dan secara
klinis sering terjadi pada usia muda. Pada kelainan ini, terjadi
penurunan Fractional Uric Acid Clearance (FUAC) yang
menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (Putra 2006).
2) Peningkatan pergantian asam nukleat
Kadar AU dipengaruhi oleh peningkatan asam nukleat yang
cepat. Ini dapat dilihat pada kelainan-kelainan seperti:
mieloproliferatif dan limfotproliferatif, anemia hemolisis kronis,
17
talasemia, polisitemia sekunder, krisis sel blast leukemik,
kemoterapi untuk keganasan, dan radiasi. Pada keadaan ini,
hiperurisemia disebabkan adanya kerusakan jaringan yang
berlebihan (Ford, 2003).
3) Indeks massa tubuh
Kegemukan sering dihubungkan dengan kadar AU serum
dan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya pirai pada
hiperurisemia asimtomatis. Hal ini dihubungkan dengan insiden
hiperurisemia yang sesuai dengan beratnya kegemukan.
Penelitian pada wanita di Hongkong didapatkan adanya hubungan
yang kuat antara peningkatan indeks masa tubuh dan kadar AU.
Peningkatan masa tubuh dihubungkan dengan peningkatan
produksi AU endogen (Manampiring, 2011).
Obesitas tubuh bagian atas (obesitas abdominal)
berhubungan lebih besar dengan intoleransi glukosa atau penyakit
diabetes mellitus, hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia,
hipertensi, dan gout dibanding obesitas bawah (Boivin, 2007;
Tchernof, 2007).
4) Usia
Hiperurisemia lebih sering dialami oleh pria yang berusia di
atas 40 tahun, hal ini disebabkan karena kadar AU pada pria
cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, sedangkan pada
wanita baru meningkat setelah menopause pada rentang usia 60-
80 tahun (Fiskha, 2010).
18
5) Jenis kelamin
Hiperurisemia lebih banyak dialami oleh pria dibandingkan
dengan wanita. Hal ini disebabkan karena pria memiliki kadar AU
yang lebih tinggi daripada wanita. Hal ini berkaitan dengan
hormon estrogen. Peran hormon estrogen ini membantu
mengeluarkan AU melalui urin. Pria tidak memiliki hormon
estrogen yang tinggi, sehingga akibatnya, AU sulit dieksresikan
melalui urin, dan hal inilah yang dapat menyebabkan resiko
peningkatan kadar AU pada pria lebih tinggi (Putra, 2006).
6) Konsumsi purín
Konsumsi purin yang berlebihan melalui makanan dapat
menyebabkan peningkatan kadar AU darah (Ford, 2003). Yang
termasuk sumber purín yang tinggi diantaranya: daging dan ikan
serta makanan dari tumbuh-tumbuhan seperti padi-padian,
kacang-kacangan (seperti kacang polong dan ercis), asparagus,
bunga kol, bayam dan jamur (Wortmann, 2001).
7) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol merupakan faktor resiko terjadinya
pirai pada laki-laki dengan hiperurisemia asimtomatis. Hal ini
karena selain mengandung purín dan etanol, alkohol juga
menghambat ekskresi AU. Konversi alkohol menjadi asam laktat
akan menurunkan ekskresi AU melalui mekanisme inhibisi
kompetitif eksresi AU oleh tubulus proksimal karena
penghambatan transportasi urat oleh laktat (Ford, 2003).
19
Konsumsi minuman yang mengandung fruktosa tinggi,
seperti soda, juga sedikit berpengaruh pada peningkatan resiko
terjadinya gout, terutama pada pria (Choi, 2010).
8) Penyakit dan obat-obatan
Beberapa obat-obatan berperan dalam memicu terjadinya
peningkatan kadar AU, contohnya yaitu obat-obatan diuretika
(furosemid dan hidroklorotiazida) karena dapat menurunkan
ekskresi AU urin. Selain itu, penyakit seperti gagal ginjal juga
merupakan faktor resiko terjadinya hiperurisemia. Jika seseorang
mengalami gagal ginjal, mka tubuh akan gagal mengeluarkan
timbunan AU melalui urin (Fiskha, 2010).
e. Pemeriksaan Penunjang
Secara umum penyebab hiperurisemia dapat ditentukan dengan
melakukan anamnesis, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan, yang bertujuan untuk
mendapatkan faktor keturunan dan kelainan atau penyakit lain sebagai
penyebab sekunder hiperurisemia, seperti apakah ada anggota
keluarga yang menderita hiperurisemia atau gout (Putra, 2006).
Tujuan dilakukan pemeriksaan fisik yaitu untuk mencari
apakah ada kelainan atau penyakit sekunder, terutama menyangkut
tanda-tanda anemia, pembesaran organ limfoid, keadaan
kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan tanda kelainan ginjal
serta kelainan pada sendi. Sedangkan pemeriksaan penunjang
dilakukan untuk mengarahkan dan memastikan penyebab
hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan adalah
20
pemeriksaan darah rutin untuk AU darah dan kreatinin darah,
pemeriksaan urin rutin untuk AU rutin 24 jam dan kreatinin urin 24
jam (Putra, 2006).
2. Remaja
Masa remaja atau masa adolesensi adalah suatu fase perkembangan
yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan
periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan
percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan
berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan (Pardede, 2002).
Menurut Soetjiningsih dan Suandi, 2002, masa adolesensi atau
masa remaja ialah sejak usia 10-18 tahun untuk wanita, dan 12-20 tahun
untuk laki-laki. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan berat dan
tinggi badan yang sangat pesat yang disebut Adolescent Growth Spurt.
Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor
genetik, umur, jenis kelamin, gizi, lingkungan, psikologis, dan sosio-
ekonomi.
Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing
ditandai dengan isu-isu biologik, psikologik, dan sosial, yaitu: Masa
Remaja Awal (10-14 tahun), Remaja Menengah (15-16 tahun) dan
Remaja Akhir (17-20 tahun). Masa Remaja Awal ditandai dengan
peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan pematangan fisik. Pada
saat yang sama, penerimaan dari kelompok sebaya sangatlah penting.
Masa Remaja Menengah ditandai dengan hampir lengkapnya
pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir
yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan
21
keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan
orangtua. Masa Remaja Akhir ditandai dengan persiapan untuk peran
sebagai orang dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan
internalisasi suatu sistem nilai pribadi (Pardede, 2002).
Pertumbuhan yang sangat pesat terjadi pada masa remaja, seperti
halnya pada masa bayi. Selama masa remaja terjadi kenaikan tinggi badan
sekitar 20% tinggi dewasa dan 50% berat dewasa. Pertumbuhan ini
berlangsung sekitar 5-7 tahun, dengan persentasi tertinggi terjadi selama
18-24 bulan, yaitu pada masa pacu tumbuh. Selama masa pertumbuhan
ini, komposisi tubuh mengalami perubahan. Pertumbuhan lemak anak
perempuan berkembang lebih pesat, sehingga pada waktu dewasa menjadi
22% pada perempuan dan 15% pada laki-laki. Untuk menilai
pertumbuhan anak pada masa ini dapat dilakukan dengan mengukur tinggi
badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebalnya lipatan kulit;
kemudian dibandingkan dengan baku nasional (Soetjiningsih dan Suandi,
2002).
Kebutuhan kalori semasa pertumbuhan remaja sangat tinggi, yaitu
kira-kira 2200 untuk putri sampai 3000 kalori untuk putra. Karena
kebutuhan kalori bagi remaja putra sangat tinggi, mereka berkemungkinan
mengkonsumsi jumlah yang cukup untuk hampir semua zat gizi,
walaupun pilihan makanannya bukanlah yang terbaik. Remaja putri
mempunyai kesulitan yang lebih besar dalam mendapatkan jumlah gizi
yang cukup, dan diperparah oleh kecenderungan remaja putri untuk
mengontrol berat badannya (Moore, 2002).
22
Masalah gizi yang sering timbul pada masa remaja, diantaranya:
a. Makan tidak teratur
Para remaja umumnya memiliki tingkat aktifitas yang tinggi, baik
kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah. Tidak jarang mereka
makan di luar rumah, dengan resiko mengkonsumsi makanan dengan
gizi yang tidak seimbang.
b. Anoreksia & Bulemia nervosa
Remaja dengan gangguan anoreksia dan bulemia nervosa pada
umumnya disebabkan kesalahan dalam mengartikan cara memperoleh
berat badan yang diinginkan. Makanan yang telah dikonsumsi
dikeluarkan kembali melalui rangsangan sendiri agar muntah, atau
menggunakan laksansia atau diuretik. Keadaan ini akan menjadi
masalah psikologis serius bila sudah menjadi suatu obsesi.
c. Obesitas
Obesitas pada masa remaja dapat disebabkan oleh faktor psikologis,
fisiologis, maupun adat-istiadat. Makin lama remaja mengalami
obesitas, makin besar kecenderungannya menjadi obesitas sampai
dewasa (Soetjiningsih dan Suandi, 2002).
3. Obesitas
a. Definisi
Istilah obesitas (obese) atau kegemukan mengandung arti
jaringan lemak yang berlebihan. Di samping pertimbangan estetik,
obesitas paling baik didefinisikan sebagai derajat berapapun kelebihan
lemak yang memberi resiko kesehatan. Batas tegas antara normal dan
obes hanya dapat diperkirakan, dan resiko kesehatan yang diberikan
23
oleh obesitas mungkin merupakan rangkaian dari peningkatan lemak
(Olefsky, 2003).
Secara garis besar, obesitas merupakan dampak
ketidakseimbangan energi: asupan jauh melampaui keluaran energi
dalam jangka waktu tertentu. Obesitas, kenyataannya merupakan
penyakit rumit yang terjadi akibat jalinan faktor genetik dan
lingkungan. Pengertian tentang mengapa dan bagaimana obesitas
terjalin belum dipahami sepenuhnya. Namun, keterlibatan faktor
sosial, budaya, perilaku, metabolik dan genetik dalam jalinan ini tidak
terbantahkan lagi (Arisman, 2010).
b. Etiologi
Penyebab obesitas adalah multifaktor, dimana terdapat berbagai
faktor yang dapat terlibat, diantaranya:
1) Genetik: Anak-anak dari orangtua obese cenderung 3-8 kali
menjadi obesitas dibandingkan dari orangtua dengan berat badan
normal, walaupun mereka tidak dibesarkan oleh orangtua
kandungnya
2) Lingkungan: Pengaruh keluarga (misal, penggunaan makanan
sebagai hadiah, tidak boleh makan makanan pencuci mulut
sebelum semua makanan di piring habis) membantu pengembangan
kebiasaan makan yang dapat menyebabkan obesitas
3) Psikologi: Makan berlebihan dapat terjadi sebagai respon terhadap
kesepian, berduka, atau depresi; dapat merupakan respon terhadap
rangsangan dari luar seperti iklan makanan atau kenyataan bahwa
ini adalah waktu makan
24
4) Fisiologi: Energi yang dikeluarkan menurun dengan bertambahnya
usia, dan ini sering menyebabkan peningkatan berat badan pada
usia pertengahan; pada beberapa contoh, kelainan endokrin seperti
hipotiroidi bertanggungjawab untuk obesitas (Moore, 2002)
Sel lemak merupakan pusat berbagai kelainan pada obesitas,
namun mekanisme patofisiologis obesitas belum seluruhnya
dimengerti. Meskipun begitu, sudah ada bukti yang mengaitkan
patogenesis obesitas dengan mekanisme sinyal pada usus, jaringan
lemak, otak, dan mungkin pula jaringan tempat lain tempat masuk,
menyebar, dan menyimpan zat-zat gizi. Mekanisme ini diatur di otak,
yang melatarbelakangi perubahan dalam bersantap, kegiatan fisik, dan
metabolisme tubuh guna mempertahankan simpanan energi (Arisman,
2010). Banyak faktor yang mungkin telah berkontribusi, termasuk
perubahan lingkungan, yang dapat memengaruhi obesitas pada anak
dan remaja (Cleave, 2010).
Kelebihan kalori akibat asupan energi yang melebihi
pengeluaran akan disimpan dalam jaringan lemak. Dan jika keadaan
ini diperlama, maka akan timbul kegemukan (Olefsky, 2003) .Apapun
penyebab dasarnya, faktor etiologi primer dari obesitas adalah
konsumsi kalori yang berlebihan dari energi yang dibutuhkan (Moore,
2002).
c. Resiko kesehatan
Obesitas pada remaja merupakan resiko obesitas berat yang
akan terjadi ketika remaja tersebut dewasa. Rata-rata obesitas telah
meningkat pada seluruh kelompok umur (The, 2010). Anak-anak
25
dengan indeks masa tubuh yang tinggi seringkali tumbuh menjadi
orang dewasa yang obesitas, dan obesitas merupakan faktor resiko
untuk berbagai kondisi kronis, seperti diabetes, penyakit
kardiovaskular, kanker tertentu, dan lain-lain (Ogden, 2010).
Berdasarkan data The National Health and Nutrition Examination
Survey, prevalensi obesitas berat adalah 4,2% untuk pria dan 7,6%
untuk wanita di dewasa muda (usia 20-39 tahun) pada tahun 2008.
Peningkatan ini harus diwaspadai karena berkaitan dengan komplikasi
yang berhubungan dengan obesitas (The, 2010).
Pertambahan massa lemak selalu disertai perubahan fisiologis
tubuh yang sebagian besar bergantung pada distribusi regional massa
lemak itu. Obesitas menyeluruh (generalized obesity) mengakibatkan
volume darah total serta fungsi jantung, sementara penyebaran
regional di sekitar rongga perut dan dada akan menyebabkan
gangguan fungsi respirasi. Timbunan lemak pada jaringan viseral
(intra-abdomen), yang tergambar sebagai penambahan ukuran lingkar
pinggang, akan mendorong perkembangan hipertensi, peningkatan
insulin plasma, sindrom resistensi insulin, hipertrigliseridemia, dan
hiperlipidemia. Gangguan klinis yang ditimbulkan oleh obesitas
meliputi DM tipe 2; sindrom resistensi insulin; perubahan fungsi
kardiovaskuler; gangguan homeostasis; penyimpangan pola tidur,
fungsi reproduksi, dan fungsi hati; pembentukan batu empedu;
peningkatan resiko terhadap kanker tertentu; osteoarthritis; serta
komplikasi lain (Arisman, 2010).
26
Penelitian Framingham menunjukkan bahwa 20% kelebihan
berat badan yang diinginkan dengan jelas memberikan resiko
kesehatan. Resiko kesehatan yang bermakna pada kadar obesitas
rendah dapat terjadi pada keadaan diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung atau faktor resiko lain yang berhubungan (Olefsky,
2003).
d. Pengukuran
Menurut Moore, 2002, ada beberapa metode untuk
menentukan obesitas, yaitu:
1) Perbandingan berat dengan tabel berat badan yang diinginkan
menurut tinggi
2) Indeks masa tubuh (IMT) lebih besar dari 27,8 untuk pria, atau 27,3
untuk wanita; dengan rumus IMT = Berat (kg) : Tinggi2 (m)
3) Pengukuran lemak subkutan; lipatan kulit triseps 18,6 mm untuk
pria atau 25,1 mm untuk wanita (Moore, 2002).
Obesitas dapat dinilai paling mudah dengan berat dan tinggi
badan, salah satunya adalah dengan menghubungkan berat badan
dengan rentang tinggi badan rata-rata dan umur. Sebuah metode
lainnya untuk memperkirakan obesitas adalah body mass index (BMI)
atau indeks masa tubuh (IMT). Pengukuran IMT yaitu berat badan
(dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter)2.
Penilaian ini cukup baik dalam menghubungkan dengan resiko efek-
efek yang merugikan kesehatan dan kelanjutan usia (Olefsky, 2003).
Menurut Supariasa (2002), batasan indeks masa tubuh
berbeda-beda di setiap negara karena dipengaruhi berbagai faktor. Di
27
Indonesia, rentang indeks masa tubuh untuk pria adalah 20,1-25, dan
untuk wanita adalah 18,7-23,8. Pengkategorian indeks masa tubuh di
Indonesia dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Kategori IMT di Indonesia
Kategori IMT
KurusKekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan< 17
17-18,5
Normal 18,6-25
GemukKelebihan berat badan tingkat ringanKelebihan berat badan tingkat berat
25,1-27>27
(Depkes, 1994; dalam Supariasa, 2002)
28
B. KERANGKA TEORI
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan oleh Putra (2006), Tehupeiory
(2006), Carter (2006), Ford (2003), Boivin (2007), Tchernof (2007),
Wortmann (2001), Pardede (2002), Soetjiningsih dan Suandi (2002), Moore
(2002), Olefsky (2003), Arisman (2010), dan Cleave (2010), maka dapat
dibentuk kerangka teori penelitian yang dijelaskan melalui gambar berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Obesitas
Dipengaruhi oleh:1. Genetik2. Lingkungan3. Psikologis4. Fisiologis
Peningkatan kadar asam urat
Dipengaruhi oleh:1. Genetik2. Peningkatan pergantian
asam nukleat3. Indeks masa tubuh4. Usia5. Jenis kelamin6. Konsumsi purin7. Konsumsi alkohol
8. Penyakit dan obat-obatan
Remaja
Diukur dengan pengukuran IMT
29
C. KERANGKA KONSEP
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
D. HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep tersebut, maka
peneliti menggunakan rumusan hipotesis kerja (Ha) dalam penelitian yaitu :
Ada hubungan antara usia dan indeks masa tubuh terhadap kadar asam urat
pada remaja obese di Purwokerto.
Variabel Bebas:1. Usia (remaja)2. Indeks Masa Tubuh
Variabel Terikat:Kadar Asam Urat
Variabel Pengganggu:1. Genetik2. Peningkatan pergantian asam nukleat3. Jenis kelamin4. Konsumsi purin5. Konsumsi alkohol
6. Penyakit dan obat-obatan