bab ii a. struktur teks puisi - portal...

42
17 BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI Struktur berarti bentuk keseluruhan yang kompleks (Siswantoro, 2010: 13). Setiap objek, atau peristiwa pasti sebuah struktur, yang terdiri dari berbagai unsur, yang setiap unsurnya tersebut menjalin hubungan. Puisi adalah sebuah struktur, yang maknanya dapat diperoleh dengan cara memberi makna tiap-tiap unsur kaitannya dengan makna unsur lain di dalam puisi itu sendiri, sebagai sistem struktur. Menurut Zaidan (2007: 193) struktur adalah susunan yang memperlihatkan tata hubungan antara unsur pembentuk karya sastra, rangkaian unsur yang tersusun secara terpadu. Dalam menganalisis sebuah struktur ini terdiri dari beberapa poin sebagai berikut: diksi, gaya bahasa, pencitraan, ritme, rima, pengulangan bunyi, nada bicara, bunyi dan makna. Adapun definisinya sebagai berikut: 1. Diksi Diksi adalah pilihan kata untuk mengungkapkan gagasan (Zaidan, 2007: 58). Diksi dalam puisi terdapat poin-poin tertentu, di antaranya: 1.1 Aspek Formal Aspek formal terkait dengan ragam penggunaan bahasa yang lazim digunakan dalam suasana resmi (Siswantoro, 2010: 105). Ragam bahasa ini ditandai dengan pemakaian tata bahasa, kosakata serta ucapan secara standar.

Upload: lamnhu

Post on 11-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

17

BAB II

A. STRUKTUR TEKS PUISI

Struktur berarti bentuk keseluruhan yang kompleks (Siswantoro, 2010:

13). Setiap objek, atau peristiwa pasti sebuah struktur, yang terdiri dari berbagai

unsur, yang setiap unsurnya tersebut menjalin hubungan. Puisi adalah sebuah

struktur, yang maknanya dapat diperoleh dengan cara memberi makna tiap-tiap

unsur kaitannya dengan makna unsur lain di dalam puisi itu sendiri, sebagai

sistem struktur.

Menurut Zaidan (2007: 193) struktur adalah susunan yang memperlihatkan

tata hubungan antara unsur pembentuk karya sastra, rangkaian unsur yang

tersusun secara terpadu. Dalam menganalisis sebuah struktur ini terdiri dari

beberapa poin sebagai berikut: diksi, gaya bahasa, pencitraan, ritme, rima,

pengulangan bunyi, nada bicara, bunyi dan makna. Adapun definisinya sebagai

berikut:

1. Diksi

Diksi adalah pilihan kata untuk mengungkapkan gagasan (Zaidan, 2007:

58). Diksi dalam puisi terdapat poin-poin tertentu, di antaranya:

1.1 Aspek Formal

Aspek formal terkait dengan ragam penggunaan bahasa yang lazim

digunakan dalam suasana resmi (Siswantoro, 2010: 105). Ragam bahasa ini

ditandai dengan pemakaian tata bahasa, kosakata serta ucapan secara standar.

Page 2: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

18

Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

atau kolokial (baku). Aspek formal dalam puisi ini terdapat di dalam qa>fiyahnya.

Qa>fiyah yaitu huruf akhir bait syair Arab (Al-Hasyimiy, 1997: 108). Pada

penelitian ini terdapat lima puisi yang akan diulas oleh penulis, diantaranya:

Dalam puisi [28] terdapat kata pada akhir baitnya pada bait pertama yang

berbunyi awa>khir yang berarti akhir atau kemudian, pada bait kedua berbunyi

tuka>bir yang berarti congkak atau sombong, pada bait ketiga berbunyi nawa>dir

yang berarti langka, pada bait keempat berbunyi yufa>khir yang berarti keras

kepala, pada bait kelima berbunyi tada>bir yang berarti membelakangi.

Dalam puisi [30] terdapat kata pada akhir baitnya pada bait pertama yang

berbunyi aktsara > yang berarti lebih banyak, pada bait kedua berbunyi akbara>

yang berarti lebih besar, pada bait ketiga berbunyi fara > yang berarti dibelah, pada

bait keempat berbunyi takats-tsaran yang berarti patah.

Dalam puisi [31] terdapat kata pada akhir baitnya pada bait pertama yang

berbunyi dzuhra > yang berarti tersimpan, pada bait kedua berbunyi faqra > yang

berarti melarat, pada bait ketiga berbunyi shabra > yang berarti sabar.

Dalam puisi “Dua Macam Waktu” terdapat kata pada akhir baitnya pada

bait pertama yang berbunyi kadaru yang berarti keruh, pada bait kedua berbunyi

duraru yang berarti mutiara, pada bait ketiga berbunyi qamaru yang berarti

rembulan.

Dalam puisi [37] terdapat kata pada akhir baitnya pada bait pertama yang

berbunyi dzari>ru yang berarti rusak, pada bait kedua berbunyi nihri>ru yang berarti

cerdas.

Page 3: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

19

1.2 Struktur Leksikal Polisemi

Polisemi terkait dengan kegandaan makna yang menimbulkan ambigu.

Dalam menghadapi polisemi, pembaca maupun penulis dituntut untuk menangkap

makna yang dimaksud oleh penyair (Siswantoro, 2010:107). Dalam istilah bahasa

Arab kegandaan makna disebut muta‟addidatil ma‟a >ni (Al-khuli, 1982: 219).

Pada penelitian ini terdapat lima puisi yang akan diulas oleh penulis, di antaranya:

Dalam puisi [28] terdapat pada bait kedua yang berbunyi fana>dhir man

tuna>dhiru yang berarti berdebatlah. Secara bahasa kata ini memiliki arti maka

debatilah siapa yang kamu debati. pada bait ketiga berbunyi yufidu mas tafa>da

yang berarti saling memberi manfaat. Secara bahasa kata ini memiliki arti

memberi manfaat apa-apa yang bermanfaat.

Dalam puisi [30] terdapat pada bait pertama yang berbunyi bifalsin laka>nal

falsu minhunna aktsara > yang berarti dari uang perak bahkan lebih hina. Secara

bahasa kata ini memiliki arti dengan uang bahkan lebih dari itu.

Dalam puisi [31] terdapat pada bait kedua yang berbunyi walam

akhdzarid-dahral khau>na fainnaha > qushara>hu yang berarti ku tak takut bencana

yang berkhianat. Secara bahasa kata ini memiliki arti aku tidak takut bencana

sewaktu-waktu tiba.

Dalam puisi “Dua Macam Waktu” terdapat pada bait kedua yang berbunyi

wa fis-sama>i nuju>mun la> „ida>da laha > yang berarti di langit banyak bintang yang

bertebaran. Secara bahasa kata ini memiliki arti di langit terdapat bintang-bintang

yang tidak terhingga.

Page 4: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

20

Dalam puisi [37] terdapat pada bait kedua yang berbunyi wa nafs>i wal

hawa > yang berarti hawa serta nafsu. Secara bahasa kata ini memiliki arti hawa

nafsu.

1.3 Struktur Leksikal Sinonimi

Sinonim merujuk kepada penggunaan kata-kata yang maknanya kurang

lebih sama atau mirip. Seperti halnya repetisi (pengulangan bunyi), sinonim

memberi penekanan pada makna kata tertentu dengan cara menggunakan kata lain

(Siswantoro, 2010: 110). Dalam istilah bahasa Arab sinonim disebut muradifah

(Al-khuli, 1982: 278). Pada penelitian ini terdapat lima puisi yang akan diulas

oleh penulis, di antaranya:

Puisi Kalimat Kata

(Sinonim)

Arti

[28]

Tenang dan

sabar

[30]

Lebih agung

dan lebih besar

[31]

Qanaah dan

sabar

Tabel 1. Kata-Kata yang Bersinonim

Page 5: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

21

Dalam puisi [28] terdapat pada bait kedua yang berbunyi suku>nin,

khali>man yang berarti sabar dan tenang. Persamaan arti dalam tema puisi ini

mengandung makna yang tersirat bahwasanya ketika berdebat seseorang harus

bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi perbedaan.

Dalam puisi [30] terdapat pada bait kedua yang berbunyi ajalla wa akbara>

yang berarti lebih agung dan lebih besar. Persamaan arti dalam tema puisi ini

mengandung makna yang tersirat bahwasanya pakaian tidak menunjukan

seseorang itu kaya ataupun miskin, berakhlak mulia ataupun tercela tetapi hatilah

yang menunjukan keberhargaan tersebut.

Dalam puisi [31] terdapat pada bait kedua yang berbunyi qanu >’i wash-

shabra > yang berarti qanaah dan sabar. Persamaan arti dalam tema puisi ini

mengandung makna yang tersirat bahwasanya sikap qanaah akan membawa

seseorang untuk menerima segala ujian atau cobaan yang menimpanya, sehingga

seseorang tersebut menghadapinya dengan sabar.

2. Gaya Bahasa

2.1 Metafora

Metafora adalah membandingkan dua hal baik secara eksplisit ataupun

secara implisit. Yang dibandingkan disebut tenor dan yang menjadi pembanding

disebut vehicle (Siswantoro, 2010: 107). Menurut Zaidan (2007: 129) metafora

adalah majas yang mengandung pertandingan yang tersirat yang menyamakan hal

yang satu dengan hal yang lain. Dalam bahasa Arab disebut kalimat yang

membutuhkan terciptanya makna yang tidak semestinya (asli) (Al-khuli, 1982:

168).

Page 6: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

22

Dari data yang dianalisis penulis hanya ada satu puisi yang menggunakan

gaya bahasa metafora yaitu pada puisi [30]. Adapun gaya bahasa metafora

tersebut sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 60)

Wain takunil ayya>mu azrat bibizzati> # fakam min khussa>min fi ghila>fin

takatstsaran

Waktu yang merampas hidupku bagaikan # beberapa pedang di sarung pun sering

terpatahkan (Bahjat, 1999: 60).

Pada penggalan puisi di atas terdapat perbandingan atau suatu yang di

bandingkan. Perbandingan tersebut adalah pada kalimat “Waktu yang merampas

hidupku” dengan kalimat ”pedang di sarung pun sering terpatahkan”. Dengan

demikian penggalan puisi di atas termasuk menggunakan gaya bahasa metafora.

2.2 Sinekdoke

Sinekdoke merupakan gaya bahasa yang mempergunakan sebagian untuk

menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau sebagian untuk keseluruhan (totem

pro parte) (Siswantoro, 2010: 107).

Dari data yang dianalisis penulis terdapat dua puisi yang menggunakan

gaya bahasa sinekdoke yaitu pada puisi [28] dan puisi [30]. Adapun gaya bahasa

sinekdoke tersebut sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 60)

Idza> ma> kunta dza > fadlin wa„ilmin

Jika kau ahli ilmu dan kemuliaan (Bahjat, 1999: 60).

Page 7: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

23

Pada penggalan puisi diatas terdapat gaya bahasa yang mempergunakan

keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Yaitu pada kata “ahli ilmu dan

kemuliaan” kata tersebut merupakan makna keseluruhan dari sebagian ahli ilmu

seperti: Profesor, Doktor, Dosen dan lain-lain. Dalam puisi [30]. Adapun gaya

bahasa sinekdoke tersebut sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 61)

Wa fi>hinna nafsun law tuqa>su biba‟dhiha >

Namun di dalamnya jiwa jika diukur sebagiannya (Bahjat, 1999: 61).

Pada penggalan puisi diatas terdapat gaya bahasa yang mempergunakan

sebagian untuk menyatakan keseluruhan. Yaitu pada kata “jiwa” kata tersebut

merupakan makna sebagian dari keseluruhan, kata jiwa dalam penjelasan ini

mengandung arti manusia dan bisa juga berupa kemuliaan seseorang atau

kedermawanan seseorang.

3. Pencitraan (Imagery)

3.1 Sensasi Internal (rasa dalam)

Sensasi internal (rasa dalam) merujuk kepada pencitraan internal seperti

kesabaran, kelembutan dan lain-lain (Siswantoro, 2010: 119). Imagery merujuk

kepada gambar angan-angan (mental picture) yang tercipta akibat pemakaian

kata-kata tertentu. Imagery bisa berupa: visual (terkait dengan aspek penglihatan),

auditif (terkait dengan aspek pendengaran), tactile (terkait dengan aspek sentuhan

atau rabaan), olfactory (terkait dengan aspek penciuman dan sensasi internal

(terkait dengan aspek dalam), seperti: pikiran, rasa mual, rasa mabuk, emosi dan

lain-lain).

Page 8: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

24

Dalam puisi pertama ini terdapat sensasi internal (aspek dalam) dalam

bahasa Arab jihatud-dakhiliy (Munawwir, 2007: 64) terdapat dalam puisi [28]

fana>dhir man tuna>dhir fi suku>nin # chali>man yaitu kata suku>nin chali>man yang

mengandung arti tenang dan sabar. Seorang pendebat dituntut untuk menerima

hasil debatnya, entah hasil itu baik ataupun buruk.

Dalam puisi kedua ini terdapat aspek olfactory (sensasi internal atau

sensasi dalam) dalam bahasa Arab syu‟urud-dakhiliy (Munawwir, 2007: 791)

terdapat dalam puisi [30] kata wa fi>hinna nafsun law tuqa>su biba‟dhiha > # nufu>sul

wara > laka>nat ajalla wa akbara > yang artinya namun tubuh yang berada di

dalamnya, lebih berharga dari manusia seluruhnya. Dalam puisi ini terdapat

makna yang tersimpan, yaitu makna secara lahiriyah dan makna secara batiniyah,

menceritakan beliau Imam asy-Syafi‟i yang dikisahkan beliau waktu itu ke kota

Samara, beliau mengenakan pakaian buruk dengan rambut kusut yang tergerai.

Kemudian beliau memasuki kedai bermaksud mencukur rambutnya. Maka ketika

si tukang cukur melihat beliau, ia segera mengatakan: “Hendaklah anda keluar

mencari tukang cukur selain diriku”. Perlakuan itu yang menjadikan beliau

tersinggung berat, singkat cerita beliau menyuruh pelayannya untuk

menyedekahkan uang kepada si tukang cukur tersebut dan beliau termasuk orang

yang dermawan. Kemudian pergi seraya mendendangkan syair di atas.

Dalam puisi ketiga ini terdapat aspek tactile (aspek sentuhan atau rabaan)

dalam bahasa Arab al-massu (Munawwir, 2007: 792) terdapat dalam puisi [31]

kata tadar-ra‟tu tsauban lilqanu>ni khashi>natan yang artinya pada qana‟ah ku

ikatkan pakaian. Dalam puisi ini terdapat arti ku ikatkan pakaian, maksudnya

Page 9: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

25

seseorang menjaga martabat kehormatannya dan juga qana‟ah atau menerima apa-

apa yang telah menjadi ketentuan Allah.

Dalam puisi keempat ini tedapat aspek visual (aspek penglihatan) dalam

bahasa Arab al-basharu (Munawwir, 2007: 520) terdapat dalam puisi bertema

“Dua Macam Waktu” ama> taralbahra ta‟lu> fauqahu jiyafun # wa tastaqirru

biaqsha > qa>‟ihid-duraru yang artinya lihat laut, di atasnya terdapat bangkai, namun

di dalamnya terdapat mutiara. Seseorang pasti memandang bangkai itu buruk atau

hina, di dalam puisi ini penulis mengibaratkan suatu bangkai kapal yang mana

kapal itu terlihat buruk dan tidak berbentuk, padahal dalam hal ini terdapat sesuatu

yang tersimpan yaitu harta karun. Jadi jangan memandang sebelah mata jangan

melihat dari sisi luar saja, bahwa keburukan dan keindahan itu selalu

berdampingan.

Dalam puisi kelima ini tedapat aspek auditif (aspek pendengaran atau

bisikan) dalam bahasa Arab as-sam‟u (Munawwir, 2007: 225) terdapat dalam

puisi [37] kata bin-nabli „an qausin lahunna dzari>ru # ibli>su wad-dunya wa nafs>i

wal hawa> yang artinya dengan panah yang merusak tubuhku iblis, dunia, hawa

dan nafsu. Dalam puisi ini terdapat anak panah, penulis mengibaratkan anak

panah itu mempunyai sifat tajam dan sesuatu yang bersifat tajam itu

membahayakan, disini penyair mengibaratkan seperti iblis, dunia, hawa dan nafsu

bersifat fana dan tidak terlihat, yang bisa menjerumuskan manusia.

Page 10: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

26

4. Ritme (Rhythm)

Menurut Zaidan (2007: 175) ritme adalah irama. Ritme merujuk kepada

perulangan suara yang mengalir seperti gelombang, turun naik disebabkan oleh

tatanan tekanan (arrangement of stress) (Siswantoro, 2010: 124).

„Ilmu arudl adalah barometer musik syair arab, wazan-wazan-nya menjaga

keutuhan dan keharmonisan unsur musik yang ada di dalamnya (Ahmad asy-

Syayib, 2003: 18). Keharmonisan itu terjaga mulai dari bait yang pertama sampai

akhir. Demikian juga „ilmu qafiyah, menjaga kesatuan bunyi akhir setiap bait.

Dari definisi syair dan „ilmu „arudl di atas, tidak berlebihan jika kita

menyimpulkannya, bahwa dari sisi bentuknya syair adalah „ilmu „arudl dan „ilmu

„arudl adalah syair. Syair Arab harus berjalan di atas irama, sebuah alunan yang

tercipta oleh kalimat yang berimbang. Tanpa terbentuk irama ini, perkataan tidak

dapat disebut sebagai syair. Jadi, ritme dalam syair Arab dipelajari dalam ilmu al-

arudl wal qawafiy yang memiliki kaidah-kaidah musik yang telah berjalan secara

alami sejak awal kelahirannya. Dalam penelitian ini penulis terdapat tiga bahr

yaitu bahr wafir, bahr thawil dan bahr basith.

Ada beberapa istilah yang harus dimengerti sebelum masuk ke dalam

permasalahan „ilmu „arudl (Yammut, 1992: 24-34 dan al-Hasyimiy, 1997: 12-20).

Sebagian dari istilah-istilah ini adalah:

1. Bait ( adalah satu kesatuan syair Arab yang darinya sebuah

qashidah tersusun. Bait terdiri dari dua baris, baris pertama disebut

sebagai ash-shadru ( الص د ر ), dan baris kedua disebut al-„ajzu ( اد ع د ر ).

Contohnya:

.(Bahjat, 1999: 60)

Page 11: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

27

Kemudian bait itu sendirian, yakni tidak diikuti bait yang lain, maka

disebut sebagai yatim, jika terdiri dari dua bait disebut nutfah, jika

terdiri dari 3-6 disebut qith‟ah, dan jika terdiri dari 7 bait atau lebih

disebut qashidah.

2. Al-„Arudl ( ): taf‟ilah terakhir dari baris pertama (ash-shadru)

3. Adl-Dlarbu ( ): taf‟ilah terakhir dari baris kedua (al-„ajzu)

4. Al-Hasywu ( ): taf‟ilah bait selain al-„arudl dan aadl-dlarbu

Contoh dari al-„arudl ( ), adl-dlarbu ( ), al-hasywu ( )

// //

/ / # //.(Bahjat, 1999: 60)

4.1 Bahr Wafir

Bahr ini disebut bahr wafir karena masing-masing taf‟ilah yang

merangkainya penuh dengan harakat-harakat.

Wazan bahr ini terdiri dari enam taf‟ilah yang sama, yaitu

Akan tetapi, wazan ini tidak pernah digunakan secara shahih. Pada bagian

al-„arudl dan adl-dlarbu, bahr ini selamanya mengalami perubahan al-qathfu

(menghilangkan sabab khafif dan membaca sukun huruf sebelumnya), sehingga

wazan ( ) berubah menjadi ( ).

Imam Syihabuddin al-kafajiy telah menuliskan dalam sebuah nazam untuk

membuatnya mudah diingat:

Page 12: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

28

[28]

/ ///

/ / / /.(Bahjat, 1999: 60)

Bahr wafir hanya memiliki satu bentuk wazan yang tetap, yaitu al‟arudl dan adl-

dlarbu dalam keadaan maqthufah ( ). Contohnya:

// //

/ / # //.(Bahjat, 1999: 60)

1. Al-„arudl dan adl-dlarbu sama-sama shahih.

////

//#//.(Bahjat, 1999: 60)

// # //

/ / / / .(Bahjat, 1999: 60)

Sedangkan al-hasywu dalam bahr ini mengalami perubahan al-„ashab,

yaitu menyukun huruf kelima taf‟ilah yang berharakat ( ) seperti

dalam taqthi‟ di atas.

// # //

/ / / / .(Bahjat, 1999: 60)

Page 13: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

29

4.2 Bahr Thawil

Ada semacam kesepakatan diantara para pakar ilmu „arudl bahwa bahr

thawil adalah jenis bahr yang banyak digunakan oleh para penyair Arab, baik

pada masa klasik, pertengahan, maupun masa modern. Hampir sepertiga dari

keseluruhan syair Arab menggunakan bahr ini (Anis, 1952: 57).

Bahr thawil juga menjadi favorit bagi para penyair Arab dulu kala. Mereka

banyak menggunakan dan memilihnya daripada bahr-bahr yang lain. Rahasianya

ada karena banyak satuan nada di dalamnya sehingga dapat menampung secara

elastis syair-syair yang bertema membebaskan diri, mengolok lawan, dan

berdebat. Tema-tema itu ramai digunakan oleh para penyair Arab masa jahiliyah

sampai awal-awal masa islam. (Anis, 1952: 189).

Wazan bahr thawil sebagai berikut:

#

Dengan demikian, bahr thawil mengandung dua taf‟ilah ( + )

yang diulang-ulang sebanyak empat kali. Untuk memudahkan menghafal bahr ini,

Imam al-Khafajiy (w.1069 H./1659 M.) membuat nazam sebagai berikut:

ع

Dalam bahr thawil, al-arudl (taf‟ilah dari baris pertama syair) selama

bentuknya maqbudlah ( ). Sedangkan adl-dlarbu (taf‟ilah akhir dari

baris kedua syair) bisa berbentuk shahih ( ), maqbudlah ( ),

dan mahdzuf ( , - ).

Page 14: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

30

[30]

///

/ // # ///.(Bahjat, 1999: 61)

Dalam bait ini al-„arudlnya dalam keadaan maqbudlah, dan adl-dlarbu

dalam keadaan maqbudlah juga.

//////

/ // # / //.(Bahjat, 1999: 61)

Dalam bait ini al-„arudl dalam keadaan maqbudlah, dan adl-dlarbu dalam

keadaan mahdzuf. Contoh:

// / ///

/// # // /.(Bahjat, 1999: 61)

Sedangkan untuk al-hasywu, diantara perubahan yang banyak terjadi

adalah al-qabdlu. Perubahan ini banyak terjadi pada taf‟ilah ( - ), seperti

dialami al-hasywu pada bait-bait diatas.

//////

/ / / # // / .(Bahjat, 1999: 61)

Page 15: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

31

Kesimpulannya, beberapa perubahan taf‟ilah yang terjadi pada bahr

thawil, baik yang terjadi pada al-„arudl, adl-dlarbu, dan al-hasywu adalah sebagai

berikut:

1. ( ) dapat mengalami perubahan al-qabdlu sehingga menjadi ( ).

2. ( ):

a. Mengalami perubahan al-qabdlu sehingga menjadi ( ).

Perubahan ini bersifat wajib pada al-„arudl dan adl-dlarbu, dan

tidak wajib pada al-hasywu.

b. Mengalami perubahan al-hadzfu sehingga menjadi ( )

c. Mengalami perubahan al-kaffu sehingga menjadi ( )

Bahr Thawil dalam puisi [31]

1. Dalam bait ini al-„arudl dan adl-dlarbu dalam keadaan maqbudlah.

//////

// / # // /.(Bahjat, 1999: 62)

2. Dalam bait ini al-„arudl dalam keadaan maqbudlah, dan adl-dlarbu

dalam keadaan shahih.

/// ///

// / #/ //.(Bahjat, 1999: 62)

3. Dalam bait ini al-„arudl dalam keadaan maqbudlah, dan adl-dlarbu

dalam keadaan shahih.

Page 16: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

32

/// ///

/ // # ///.(Bahjat, 1999: 62)

4.3 Bahr Basith

Diriwayatkan dari Imam Khalil, bahr ini dinamai basith karena ia

memanjang sepanjang bahr thawil. Pada bagian tengah dan akhirnya berwazan

( ). (Rasyiq, 1981: 136). Ada juga yang berpendapat, karena adanya sabab

(suku kata yang mengandung dua huruf konsonan) yang memanjang atau

berkelanjutan di awal setiap taf‟ilah. (Yammut: 64).

Wazan bahr ini adalah:

Imam Syihabuddin al-Khafajiy menuliskan wazan bahr ini dalam sebuah nazam:

Bahr basith adakalanya digunakan dalam bentuk yang sempurna, tanpa

ada taf‟ilah yang dihilangkan. Dan adakalanya dalam bentuk majzu‟

(menghilangkan satu taf‟ilah disetiap barisnya). Sehingga wazannya seperti

berikut:

Dalam keadaan sempurna, al-arudl seringkali mengalami perubahan al-

khabnu ( - ). Sedangkan adl-dlarbu adakalanya sama dengan al-„arudl

( ), dan adakalanya mengalami perubahan al-qath‟u (menghilangkan huruf

akhir watad majmu‟dan membaca sukun huruf sebelumnya,

Page 17: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

33

Puisi “Dua Macam Waktu”

1. Al-„arudl dan adl-dlarbu dalam keadan sempurna ( )

/// ///

.(Ya‟qub, 2014: 154)

2. Al-„arudl dan adl-dlarbu berwazan ( ), seperti:

//////

//////.(Ya‟qub, 2014: 154)

///// /

/ / / / / / .(Ya‟qub, 2014: 154)

Wazan bahr thawil sebagai berikut:

#

Dengan demikian, bahr thawil mengandung dua taf‟ilah ( + )

yang diulang-ulang sebanyak empat kali. Untuk memudahkan menghafal bahr ini,

Imam al-Khafajiy (w.1069 H./1659 M.) membuat nazam sebagai berikut:

ع

Page 18: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

34

Dalam bahr thawil, al-arudl (taf‟ilah dari baris pertama syair) selama bentuknya

maqbudlah ( ). Sedangkan adl-dlarbu (taf‟ilah akhir dari baris

kedua syair) bisa berbentuk shahih ( ), maqbudlah ( ), dan

mahdzuf ( , - ).

1. Al-„Arudl dan adl-dlarbu dalam keadaan maqbudlah.

[37]

//// //

/ / / / / /.(Bahjat, 1999: 64)

2. Al-„arudl dalam keadaan shahih dan adl-dlarbu dalam keadaan

maqbudlah

//////

/ / // / /.(Bahjat, 1999: 64)

5. Analisis Rima (Sajak)

Rima, dari bahasa Inggris rhyme, yang padanannya dalam bahasa

Indonesia sajak, merupakan pengulangan bunyi yang sama, yang biasanya terletak

di akhir baris (Siswantoro, 2010:130).

Dalam syair ini dipelajari dalam „ilmu qa>fiah yaitu ilmu yang mempelajari

hal ihwal huruf akhir bait syair Arab (Al-Hasyimiy, 1997: 108).

Page 19: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

35

Puisi Kalimat Akhir bait

(qafiyah ra‟)

Arti

[28]

Akhir

Congkak

Langka

Keras kepala

Membelakangi

[30]

Lebih banyak

Lebih besar

Belah

Patah

[31]

Simpan

Miskin

Sabar

Dua Macam

Waktu

Keruh

Mutiara

Bulan

[37]

Tubuh

Cerdas

Tabel. 2 Kata-Kata Berakhiran Ra‟

Page 20: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

36

Pada analisis lima puisi qa>fiyah ra‟ini terdapat bunyi ra‟ yang diulang-

ulang pada akhir tiap baitnya atau akhir barisnya. Dalam puisi [28] terdapat lima

kata yaitu awa>khir, tuka>bir, an-nawa>dir, yufa>khir, at-tada>bir. Dalam puisi [30]

terdapat empat kata yaitu aktsara >, akbara >, fara >, takatstsaran. Dalam puisi [31]

terdapat tiga kata yaitu dzuhra >, faqra >, ash-shabra >. Dalam puisi bertema “Dua

Macam Waktu” terdapat tiga kata yaitu kadaru, duraru, al qamaru. Dalam puisi

[37] terdapat dua kata yaitu dzari>ru, nihri>ru.

6. Pengulangan Bunyi

6.1 Analisis Aliterasi

Aliterasi terkait dengan pengulangan bunyi konsonan di posisi akhir atau

awal kata (Siswantoro, 2010: 136). Adapun fungsi aliterasi adalah (1) memberi

efek suara yang enak didengar sebab terbentuknya sajak (2) memberi tekanan

makna kepada kata dimana bunyi konsonan tersebut diulang.

Menurut al-Khuli (1982: 54) charfu shamit: al-harful ladzi yarmizu ilash-

shautish-shamit. Wa yusammihil ba‟dha charfan sakinan aw charfan shahihan.

Huruf konsonan adalah huruf yang dirumuskan kepada suara yang diam. Yang

sebagian menamakannya dengan huruf sukun/mati atau yang shahih.

Dari data yang dianalisis penulis terdapat satu puisi yang menggunakan

huruf konsonan yaitu pada puisi [28]. Adapun analisis tersebut sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 60)

Fana>dhir man tuna>dhiru fi suku>nin

Berdebatlah dengan tenang Bahjat, 1999: 60).

Page 21: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

37

Pada penggalan puisi diatas terdapat huruf konsonan, yaitu pada kata

“Berdebatlah” kata tersebut merupakan kata yang menggunakan huruf sukun atau

mati pada akhir katanya.

6.2 Analisis Asonansi (a-i-u-e-o)

Menurut Siswantoro (2010: 141) asonansi merujuk kepada pengulangan

bunyi hidup seperti bunyi (a-i-u-e-o) yang memberikan kontribusi kepada

penciptaan sajak dan pengulangan itu terasa intens.

Menurut al-Khuli (1982: 54) shoutiyyun: dzu „alaqatin bish-shauti. Huruf

vokal adalah huruf yang mempunyai hubungan dengan suara. Dalam puisi ini

penulis menggunakan fatchah, kasrah, dhamah.

Dari data yang dianalisis penulis tidak terdapat satupun puisi yang

menggunakan pengulangan bunyi hidup seperti bunyi (a-i-u-e-o) yang

memberikan kontribusi kepada penciptaan sajak atau huruf yang mempunyai

hubungan dengan suara fatchah, kasrah, dhamah.

7. Nada Bicara (Tone)

Nada bicara di dalam sastra, bisa didefinisikan sebagai sikap terhadap

pokok permasalahan, terhadap pembaca, atau terhadap diri sendiri (Perrerine,

1974: 72). Nada bicara merupakan warna emosional atau warna makna dari karya

penulis tersebut dan merupakan unsur penting dari keseluruhan makna. Nada

bicara penulis terhadap pokok persoalan yang diangkat di dalam karyanya itu bisa

bersuasana (berwarna) emosi: sedih, gembira, serius, hormat, khidmat, terang,

mengkritik, mengejek dan lain-lain.

Page 22: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

38

Di bait 1, dalam puisi [28] kata fanadhir man tunadhiru fi sukunin #

khaliman yang berarti berdebatlah dengan tenang dan sabar. Dalam bait puisi ini

seorang pendebat dituntut untuk selalu berperilaku tenang, bijak, sabar dan harus

menerima hasil debat tersebut.

Di bait 2, dalam puisi [30] kata wa fi>hinna nafsun law tuqa>su biba‟dhiha > #

nufu>sul wara > laka>nat ajalla wa akbara > yang berarti namun di dalamnya jiwa jika

diukur sebagiannya, lebih berharga dari manusia seluruhnya. Dalam bait puisi ini

penyair menceritakan dirinya bahwa pakaian itu tidak bisa mengukur segalanya

tetapi hatilah yang sebenarnya lebih berharga.

Di baris 2, dalam puisi [31] kata walam akhdzarid-ahral khau>na fainnaha>

# qusha>ra>hu an yarmi > biyal mauta wal faqra> yang berarti aku tidak takut bencana

yang berkhianat, yang akan berakhir dengan maut dan melarat. Dalam bait puisi

ini seseorang harus siap bila musibah datang dan harus bersabar serta mohon

ampunan sebelum berakhir dengan maut dan kemelaratan.

Di bait 1, dalam puisi “Dua Macam Waktu” kata ad-dahru yaumaani dza

amnun wadza khatharu # wal „aysyu „aysya>ni dza > shafrun wa dza> kadaru yang

berarti waktu ada dua khawatir dan aman, keruh dan jernih ada di kehidupan.

Dalam bait puisi ini waktu ada dua yaitu khawatir dan aman, dalam kehidupan ini

pasti ada keruh dan jernihnya dalam menghadapi hidup tidak semestinya

kehidupan itu selalu keruh dan juga selalu jernih.

Di bait 2, dalam puisi [37] kata ibliisu wad-dunya wa nafsi wal hawa yang

berarti iblis, dunia, hawa serta nafsu. Dalam bait puisi ini penyair memerintahkan

Page 23: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

39

untuk menjauhi empat macam yang mengusik dalam kehidupan yaitu iblis, dunia,

hawa dan nafsu.

8. Hubungan Bunyi Dan Makna

Bunyi atau suara memainkan peran penting di dalam puisi. Peran penting

tersebut terkait dengan penegasan atau penekanan terhadap makna yang disandang

oleh kata tertentu. Peran penting bunyi kaitannya dengan makna (Perrine, 1974:

754), fungsi khusus puisi sebagai yang dibedakan dari musik, adalah

menyampaikan makna atau pengalaman lewat suara. Adapun bunyi dan makna

yang terdapat dalam lima puisi ini akan diulas oleh penulis di bawah ini.

8.1 Analisis Bunyi /i/ panjang

Di dalam puisi [28] baris ke-2 memanfaatkan bunyi /i/ panjang yaitu pada

kata chali>man yang artinya sabar. Pada kata ini terdapat ya‟ sukun yang

berasonansi bunyi /i/ panjang dan berasal dari kata ( yang maknanya ( م

sabar atau murah hati (Munawwir, 2007: 292).

8.2 Analisis Bunyi /a/ panjang

Di dalam puisi [30] baris ke-1 memanfaatkan bunyi /a/ panjang pada kata

tuba >‟u yang artinya dijual. Pada kata ini terdapat ba‟ alif yang berasonansi bunyi

/a/ panjang dan berasal dari kata yang maknanya menjual (Munawwir,

2007: 124).

8.3 Analisis Bunyi /u/ panjang

Di dalam puisi [31] baris ke-1 memanfaatkan bunyi /u/ panjang pada kata

Ashu>nu yang artinya menjaga. Pada kata ini terdapat wawu sukun yang

Page 24: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

40

berasonansi bunyi /u/ panjang dan berasal dari kata yang maknanya

menjaga atau melindungi (Munawwir, 2007: 805).

8.4 Analisis Bunyi /a/ panjang

Di dalam puisi“Dua Macam Waktu” baris ke-2 memanfaatkan bunyi /a/

panjang pada kata as-sama>i yang artinya langit. Pada kata ini terdapat mim

alif yang berasonansi bunyi /a/ panjang dan berasal dari kata )

yang maknanya langit atau cakrawala (Munawwir, 2007: 664).

8.5 Analisis Bunyi /i/ panjang

Di dalam puisi [37] baris ke-2 memanfaatkan bunyi /i/ panjang pada kata

Ibli>su yang artinya iblis. Pada kata ini terdapat ya‟sukun yang berasonansi

bunyi /i/ panjang dan berasal dari kata yang maknanya iblis

(Munawwir, 2007: 4).

B. PEMAKNAAN TEKS PUISI

Pemaknaan puisi adalah langkah-langkah untuk memaknai atau

menguraikan makna-makna yang ada dalam sebuah puisi. Adapun pemaknaan

puisi mencakup pada wacana puitik. Pada penelitian syair yang berjudul

Pemaknaan puisi Imam asy-Syafi‟i ber-qa>fiyah ra‟ ini akan menggunakan dua

langkah yang dikemukakan oleh Riffaterre, yaitu: 1) ketidaklangsungan ekspresi

atau wacana puitik, 2) pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif.

Analisis wacana puitik atau ketidaklangsungan ekspresi puisi, terdiri atas

penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of

meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning).

Page 25: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

41

Penggantian arti pada bait-bait syair Arab juga menggunakan bahasa

kiasan seperti metafora dan sinekdoke. Meskipun bermacam-macam, bahasa

kiasan tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkan sesuatu

dengan yang lain (Altenbernd dalam Pradopo, 2012: 62). Dalam bahasa Arab,

penggantian arti identik dengan tasybih, isti‟arah, dan majaz. Adapun penjelasan

ini dapat dilihat dalam diagram dibawah ini.

Tabel 3. Wacana Puitik

Tabel 4. Wacana Puitik Dalam Istilah Arab

1. Penggantian Arti

Pada umumnya kata-kata kiasan menggantikan arti sesuatu yang lain,

lebih-lebih metafora dan metonimi (Riffatere, 1978: 2). Dalam penggantian ari ini

suatu kata (kiasan) berarti yang lain (tidak menurut arti sesungguhnya). Misalnya

dalam sajak Chairil ini (1959: 19).

Page 26: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

42

SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi

Kau depanku bertudung sutra senja

Di hitam matamu kembang mawar dan melati

Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba

Meriak muka air kolam jiwa

Dam dalam dadaku memerdu lagu

Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka

Selama matamu bagiku menengadah

Selama kau darah mengalir dari luka

Antara kita Mati datang tidak membelah.....

Di hitam matamu kembang mawar dan melati: mawar dan melati adalah

metafora dalam baris ini, berarti yang lain: sesuatu yang indah, atau cinta yang

murni. Jadi, dalam mata kekasih si aku itu tampak sesuatu (cinta) yang indah atau

cinta yang menggairahkan dan murni seperti keindahan bunga mawar (yang

merah) dan melati (putih) yang mekar. Metafora itu bahasa kiasan yang

menyatakan sesuatu seharga dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama

(Altenbernd, 1970: 15). Secara umum dalam pembicaraan puisi, bahasa kiasan

seperti perbandingan, personifikasi, sinekdoke, dan metonimi itu biasa disebut

saja sebagai dengan metafora meskipun sesungguhnya metafora itu berdeda

dengan kiasan lain, mempunyai sifat sendiri (Pradopo, 1993: 212). Metafora itu

melihat sesuatu dengan perantara hal atau benda lain.

Dari data yang dianalisis penulis terdapat puisi yang menggunakan gaya

bahasa metafora yaitu pada puisi [28]. Adapun penggantian arti tersebut sebagai

berikut:

.(Bahjat, 1999: 60)

Page 27: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

43

Wa iyya>kal luju>ja wa man yura>i # bi anni qad ghalabtu wa man-yufa>khir

Dan hati-hati timbul keras kepala dari siapa yang berpendapat # bahwa diriku

pemenang dan yang jaya (Bahjat, 1999: 60).

Pada penggalan puisi di atas terdapat uslub (gaya bahasa) yang

mempergunakan sebagian untuk menyatakan keseluruhan. Yaitu pada kata wa

iyya>kal luju>ja “Dan hati-hati timbul keras kepala”. Kata iyya>ka „hati-hati‟

(Munawwir, 1997: 50). Kata luju>ja „keras kepala‟ (Al-„Ashri, 1996: 1545)

diserupakan seperti orang yang sedang berdebat (menyampaikan argumen). Jadi

yang dimaksud dengan hati-hati timbul keras kepala adalah para pendebat, sebagai

isti‟arah tashrihiyyah (mushabbah bih-nya ditegaskan). Qarinah-nya adalah kata

wa iyya>kal luju>ja.

Dari data yang dianalisis penulis terdapat dua puisi yang menggunakan

gaya bahasa sinekdok yaitu pada puisi [28] dan puisi [30]. Adapun penggantian

arti tersebut sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 60)

Idza> ma> kunta dza > fadlin wa„ilmin

Jika kau ahli ilmu dan kemuliaan Bahjat, 1999: 64).

Pada penggalan puisi di atas terdapat uslub (gaya bahasa) yang

mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Yaitu pada kata dza >

fadlin wa„ilmin “ahli ilmu dan kemuliaan”. Kata ahli ilmu dan kemuliaan

diserupakan seperti orang yang berilmu (ulama). Jadi yang dimaksud dengan ahli

ilmu dan kemuliaaan adalah Profesor, Doktor, Dosen dan lain-lain, sebagai

isti‟arah tashrihiyyah (mushabbah bih-nya ditegaskan). Qarinah-nya adalah kata

fadlin dan„ilmin.

Page 28: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

44

Dari data yang dianalisis penulis terdapat satu puisi yang menggunakan

gaya bahasa sinekdok yaitu dalam puisi [30] terdapat penggantian arti. Adapun

penggantian arti tersebut sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 61)

Wa fi>hinna nafsun law tuqa>su biba‟dhiha >

Namun jiwa yang berada di dalamnya jika diukur sebagiannya (Bahjat, 1999: 61).

Pada penggalan puisi di atas terdapat gaya bahasa sinekdok yang

mempergunakan sebagian untuk menyatakan keseluruhan. Yaitu pada kata „jiwa‟

kata tersebut merupakan makna sebagian dari keseluruhan, kata jiwa dalam

penjelasan ini mengandung arti manusia. Lalu mushabbah bih-nya (manusia)

dibuang dan diisyaratkan oleh salah satu sifat khasnya, yaitu kata nafsun „jiwa‟

(Munawwir, 1997: 1446) sebagai isti‟arah makniyyah (isti‟arah yang musyabbah

bih-nya dibuang). Qarinah-nya adalah menyandarkan isyarat kepada kemuliaan.

Dalam puisi [30] terdapat majas perbandingan adapun penggantian arti tersebut

sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 61)

Wain takunil ayya>mu azrat bibizzati> # fakam min khussa>min fi ghila>fin

takatstsaran

Waktu yang merampas hidupku bagaikan # beberapa pedang di sarung pun

sering terpatahkan (Bahjat, 1999: 61).

Pada penggalan puisi di atas terdapat perbandingan atau suatu yang

dibandingkan. Perbandingan tersebut adalah pada kalimat “Waktu yang merampas

hidupku” dengan kalimat ”pedang di sarung pun sering terpatahkan”. Pada bait

ini disebut tasybih tamtsil karena wajhu syibhu-nya berupa gambaran yang

Page 29: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

45

dirangkai dari keadaan beberapa hal yaitu kata „bagaikan‟ yang menggambarkan

pedang di sarung sering digunakan untuk memotong. Musyabbah-nya „pakaian‟

dan musyabbah bih-nya berupa gambaran waktu yang bilamana tidak

dimanfaatkan dengan baik pasti akan terpotong olehnya.

2. Penyimpangan Arti

Penyimpangan arti menurut Riffaterre dalam Pradopo (1978:2) terjadi bila

dalam sajak terdapat ambiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense. Ambiguitas

dalam puisi kata-kata, frase dan kalimat sering mempunyai arti ganda,

menimbulkan banyak tafsir atau ambigu. Misalnya dalam “Sajak Putih” Chairil

Anwar (1959: 19) bait ke-3 dan ke-4, baris-baris itu sesungguhnya ambigu:

“Hidup dari hidupku, pintu terbuka atau Selama matamu bagiku menengadah”. Ini

dapat ditafsirkan dengan arti ganda bahwa si aku akan selalu ada jalan keluar, ada

harapan-harapan, atau kegairahan selama kekasihnya masih suka memandang dia,

masih mencintainya, masih setia kepadanya, masih percaya kepadanya, masih

menghendakinya, masih membutuhkan si aku.

Kontradiksi dalam sajak modern banyak ironi, yaitu salah satu cara

menyampaikan maksud secara berlawanan atau berbalikan. Ironi ini menarik

perhatian dengan cara membuat pembaca berfikir. Sedangkan nonsense adalah

kata-kata yang tidak bermakna secara lingual. Analisis penyimpangan arti

dipaparkan dalam penjelasan berikut ini.

Ambiguitas pada teks puisi Imam asy-Syafi‟i ber-qa>fiyah ra‟ yang mana

kata tersebut dapat memiliki makna kesepakatan yang disebut dengan milik, atau

bermakna kesepakatan yang digunakan untuk menentukan pendapat. Kontradiksi

Page 30: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

46

dalam kesusasteraan Arab dibahas dalam thi>baq dan muqa>balah. Adapun

kontradiksi penyimpangan arti dalam puisi [28] sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 60)

Al-awa>ilu wal-awa>khir Awal dan akhir (Bahjat, 1999: 60).

Pada bait puisi [28] kata Al-awa>ilu wal-awa>khir yang makna aslinya awal

dan akhir bisa ditafsirkan dahulu dan sekarang, ini merupakan thibaq ijab yaitu

kata Al-awa>ilu wal-awa>khir. Dalam baris ini kedua kata tersebut menyinggung

orang dahulu (sesepuh) yang memiliki ilmu dan orang masa kini (yang akan

datang). Thi>baq ijab adalah thi>baq yang kedua katanya yang berlawanan itu tidak

berbeda positif dan negatifnya (Al-Ja>rim, 2011: 403). Adapun penyimpangan arti

dalam puisi “Dua Macam Waktu” sebagai berikut:

.(Ya‟qub, 2014: 154)

dza > amnun wa dza > khatharu # dza> shofrun wa dza > kadaru

khawatir dan aman, keruh dan jernih (Ya‟qub, 2014: 154).

Pada baris pertama diatas terdapat kata dza > amnun wa dza > khotharu yang

makna aslinya aman dan khawatir bisa juga ditafsirkan aman dan siaga, yang

berbicara tentang waktu yang tak selamanya waktu itu aman dan tak selamanya

waktu itu mengkhawatirkan. Pada baris kedua kata dza > shafrun wa dza> kadaru

yang makna aslinya jernih dan keruh bisa juga ditafsirkan bersih dan kotor, yang

menyangkut tentang kehidupan yang terkadang jernih dan terkadang keruh.

Dalam baris ini, kedua ungkapan tersebut termasuk thibaq al-ijab. Thibaq al-ijab

adalah thibaq yang kedua katanya saling berlawanan itu tidak berbeda sifat positif

dan negatifnya (Al-Jarim, 2011: 403).

Page 31: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

47

3. Penciptaan Arti

Menurut Riffaterre dalam Pradopo (1978: 2) terjadi penciptaan arti bila

ruang teks (spasi teks) berlaku sebagai prinsip pengorganisasian untuk membuat

tanda-tanda keluar dari hal-hal ketatabahasaan yang sesungguhnya secara

linguistik tidak ada artinya, misalnya simitri, rima, enjembement, atau ekuivalensi-

ekuivalensi makna (semantik) diantara persamaan-persamaan posisi dalam bait

(homologues). Dalam puisi sering terdapat keseimbangan (simitri) berupa

persejajaran arti antara bait-bait atau antara baris-baris dalam bait .

Homologues (persamaan posisi) itu misalnya tampak dalam sajak pantu

atau yang semacam pantun. Semua tanda di luar kebahasaan itu menciptakan

makna di luar arti kebahasaan. Misalnya makna yang mengeras (intensitas arti)

dan kejelasan yang diciptakan oleh perulangan bunyi dan paralellisme. Misalnya

bait sajak Rendra ini dalam Pradopo (1978: 2).

Elang yang gugur tergeletak

Elang yang tergugur terebah

Satu harapku pada anak

Ingatkan pulang pabila lelah

Dalam bait sajak itu ada persejajaran bentuk menimbulkan persejajaran

arti: bahwa bagaimanapun hebatnya elang, sekali-kali ia gugur tergeletak dan

terebah, begitu juga si anak akan lelah juga dan ingatlah akan pulang. Dengan kata

lain, penciptaan arti akan nampak dalam tipografi puisi, homologue, repetisi, dan

sajak atau rima.

Sajak dalam kesusasteraan Arab disebut dengan qa>fiyah. Qa>fiyah adalah

huruf akhir bait syair Arab (Al-Hasyimiy, 1997: 108). Analisis penciptaan arti

pada teks puisi Imam asy-Syafi‟i ber-qa>fiyah ra‟ disajikan berdasarkan tema puisi

Page 32: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

48

yang beragam, pada bagian puisi bertema etika debat, tidak terdapat pengulangan

baris.

Dalam puisi “Dua Macam Waktu” pada baris tersebut terdapat homologue

atau persamaan posisi, karena keduanya sama-sama menjelas waktu. Adapun kata

waktu ada dua juga merupakan repetisi untuk menegaskan sesuatu yang

diserupakan. Adapun penciptaan artinya sebagai berikut:

# .(Ya‟qub, 2014: 154)

Ad-dahru yauma>ni dza > amnun wa dza > khatharu wal „aysyu „aysya>ni dza > shafrun wa dza> kadaru

Waktu ada dua khawatir dan aman # kehidupan ada dua keruh dan jernih (Ya‟qub,

2014: 154).

Dalam puisi “Dua Macam Waktu” pada baris tersebut merupakan repitisi

untuk memberikan efek penegasan makna yang ingin disampaikan penyair. Kata

ad-dahru dan al-„aysyu termasuk ma‟rifat, kata yauma>ni dan „aysya>ni termasuk

mutsanna, kata dza > +dza > sebagai washal, kata amnun dan khatharu dan juga

shafrun dan kadaru termasuk nakirah. Dalam puisi ini waktu bisa diibaratkan

seperti uang yang bernilai yang kadang membuat kita aman dan kadang membuat

kita lalai, kehidupan bisa diibaratkan seperti jiwa yang kadang mengajak kita

kebaikan dan kadang mengajak kita kemaksiatan.

Repetisi adalah gaya bahasa penegasan yang mengulang-ulang suatu kata,

frase atau kalimat, baris atau bait (Atmazaki, 1993: 61). Adapun penciptaan arti

dalam puisi [31] sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 62)

Fa a‟dadtu lil mautil ilaha wa „afwahu # wa a‟dadtu lil faqrit-tajalluda wash-

shabra >

Page 33: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

49

Untuk maut aku siapkan mohon ampunan # untuk miskin aku hadapi sabar dan

tahan (Bahjat, 1999: 62).

Dalam puisi [31] pada baris tersebut merupakan repitisi untuk memberikan

efek penegasan makna yang ingin disampaikan penyair. Kata fa a‟dadtu lil mauti

dan wa a‟dadtu lil faqri yang makna aslinya untuk maut aku siapkan dan untuk

miskin aku hadapi yang ditafsirkan bersiap-siap menghahapi kenyataan. Dalam

bait ini tedapat kesejajaran baris yang diciptakan oleh penyair.

C. PEMBACAAN HEURISTIK DAN HERMENEUTIK

Pembacaan heuristik adalah pembacaan menurut sistem semiotik tingkat

pertama berdasarkan pada konvensi bahasa. Dalam pembacaan ini, karya sastra

dibaca secara linier sesuai dengan struktur bahasa secara normatif. Sementara itu,

pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang dengan memberikan tafsiran.

Karya sastra dibaca berdasarkan konvensi sastra untuk mendapatkan makna

kesusasteraannya (Pradopo, 2012: 295-296).

1. Pembacaan Heuristik

Pembacaan heuristik merupakan pembacaan karya sastra dengan

melakukan telaah terhadap kata-kata yang terdapat di dalamnya, seperti halnya

dalam menelaah kata-kata yang terdapat dalam sajak. Sajak dibaca berdasarkan

konvensi bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa sebagai sistem semiotik tingkat

petama. Sajak dibaca linier menurut struktur normatif (Pradopo, 2012: 295-296).

Secara semiotik pembacaan heuristik merupakan pembacaan tingkat

pertama berdasarkan konvensi bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa. Hal ini

dikarenakan teks puisi Imam asy-Syafi‟i ber-qa>fiyah ra‟ menggunakan bahasa

Page 34: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

50

Arab, maka pembacaan heuristik ini melalui beberapa langkah, yaitu a) membaca

sesuai dengan konvensi bahasa Arab, b) mentransliterasi teks Arab ke dalam

bahasa tulisan latin dan c) melinierkannya dengan terjemahan bahasa Indonesia.

Dengan demikian dapat dikemukakan makna utuh dari puisi Imam asy-

Syafi‟i ber-qa>fiyah ra‟ tersebut. Pembacaan heuristik ini akan diuraikan

berdasarkan pembagian sebagaimana yang terdapat dalam teks di bawah ini.

Adapun pembacaan heuristik dalam puisi [28] sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 60)

Idza> ma> kunta dza > fadlin wa„ilmin # bima khtalafal awa>ilu wal awa>khir Fana>dhir man tuna>dhiru fi suku>nin # khali>man la talijju wala > tuka>bir Yufidu mas tafa>da bilam tinanin # minannukkatil lati>fati wan nawa>dir Wa iyya>kal luju>ja wa man yura>i # bi anni qad gholabtu wa man yufa>khir Fainnas syarra fi janaba>ti ha>dza> # famayyiz bit taqa>tu’i wat tada>bir Jika kamu menjadi seorang yang mulia dan berilmu

Dengan tidak ada perbedaan awal dan akhirnya

Berdebatlah dengan tenang dan sabar

Jangan sombong dan jangan mendesak

Memberi manfaat apa-apa yang bermanfaat tanpa kekuatan

Berupa ilmu yang lembut dan yang langka

Dan hati-hati berkeras kepala dari siapa yang berpendapat

Bahwa diriku pemenang dan yang jaya

Maka sesungguhnya keburukan pada sisi-sisi ini

Dengan adanya perkelahian dan permusuhan (Bahjat, 1999: 60).

Dalam puisi [28] terdapat pada bait kedua yang berbunyi suku>nin #

khali>man yang berarti sabar dan tenang, la talijju wala> tuka>bir yang berarti

Page 35: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

51

jangan congkak dan jangan mendesak. Persamaan arti dalam tema puisi ini

mengandung makna yang tersirat bahwasanya ketika berdebat seseorang harus

bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi perbedaan. Adapun pembacaan

heuristik dalam puisi [30] sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 61)

„alayya tsiya>bun law tuba >‟u jami >‟uha # bifalsin laka>nal falsu minhunna

aktsara > Wa fi>hinna nafsun law tuqa>su biba‟dhiha > # nufu>sul wara > laka>nat ajalla wa

akbara > Wama> dhorran-nashlas-sayfi ikhla>qu ghimdihi # idza > ka>na „adhban khaytsu

wajjahtahu fara> Wain takunil ayya>mu azrat bibizzati> # fakam min khussa>min fi ghila>fin

takatstsiran

Padaku pakaian bila dijual semuanya

Dengan uang bahkan lebih hina dari uang

Namun didalamnya jiwa bila diukur dengan sebagian darinya

Tubuh yang tersembunyi lebih agung dan lebih besar

Dan tidak ada bahaya jika pedang keluar dari sarungnya

Jika ia menebas sebagaimana kamu menghadapkannya kepada apa yang dibelah

Dan jika hari-hari merampas pakaianku

Maka berapa banyak pedang di sarung sering terpatahkan (Bahjat, 1999: 61).

Dalam puisi [30] terdapat pada bait kedua yang berbunyi wa fi>hinna

nafsun law tuqa>su biba‟dhiha> # nufu>sul wara > laka>nat ajalla wa akbara > yang

berarti namun tubuh yang berada di dalamnya lebih berharga dari manusia

seluruhnya. Persamaan arti dalam tema puisi ini mengandung makna yang tersirat

bahwasanya pakaian tidak menunjukan seseorang itu kaya ataupun miskin,

Page 36: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

52

berakhlak mulia ataupun tercela tetapi hatilah yang menunjukan keberhargaan

tersebut. Adapun pembacaan heuristik dalam puisi [31] sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 62)

Tadar-ra‟tu tsauban lilqanu>ni khashi>natan # ashu>nu biha > „irdhi > wa a‟aluha > dzuhra > Walam akhdzarid-ahral khau>na fainnaha > # qusha>ra>hu an yarmi > biyalmauta wal

faqra > Fa a‟dadtu lil mautil ilaha wa „afwahu # wa a‟dadtu lil faqrit-tajalluda wash-

shabra >

Aku ikatkan pakaian untuk qana‟ah agar kuat

Aku menjaga qana‟ah seperti pahala yang tersimpan

Aku tidak berhati-hati dengan waktu yang berkhianat maka sesungguhnya

Memendekannya untuk melemparkanku kepada kematian dan kemiskinan

Maka aku persiapkan untuk maut mohon ampunan

Dan aku siapkan untuk miskin dengan tahan dan sabar (Bahjat, 1999: 62).

Dalam puisi [31] terdapat pada bait kedua yang berbunyi qanu >’i wash-

shabra > yang berarti qanaah dan sabar. Persamaan arti dalam tema puisi ini

mengandung makna yang tersirat bahwasanya sikap qanaah akan membawa

seseorang untuk menerima segala ujian atau cobaan yang menimpanya, sehingga

seseorang tersebut menghadapinya dengan sabar. Adapun pembacaan heuristik

dalam puisi “Dua Macam Waktu” sebagai berikut:

.(Ya‟qub, 2014: 154)

Ad-dahru yauma>ni dza > amnun wa dza > khatharu # wal „aysyu „aysya>ni dza > shafrun

wa dza > kadaru

Ama tara>l bahra ta‟luu fauqahu jiyafun # wa tastaqirru bi aqsha qa >‟ihid-duraru

Page 37: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

53

Wa fis-sama>i nuju>mun la „ida>da laha > # wa laysa yuksafu illasy-syamsu wal

qamaru

Waktu ada dua aman dan khawatir

Dan kehidupan ada dua jernih dan keruh

Apakah kamu melihat muncul di atasnya bangkai

Namun di dalam tersimpan mutiara

Di langit bintang-bintang tidak terhitung

Dan tidak tertutupi kecuali mentari dan rembulan (Ya‟qub, 2014: 154).

Dalam puisi “Dua Macam Waktu” terdapat pada bait pertama yang

berbunyi ad-dahru yauma>ni dza > amnun wa dza > khatharu # wal „aysyu „aysya>ni

dza > shafrun wa dza> kadaru yang artinya waktu ada dua, khawatir dan aman keruh

dan jernih ada di kehidupan, dalam bait ini menjelaskan tentang waktu yang

terkadang aman dan kadang kawatir, kadang menghantui dan kadang

menyenagkan. Adapun pembacaan heuristik dalam puisi [37] sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 68)

Inni> buli>tu bi arba‟in yarmi>nini # bin-nabli „an qousin lahunna dzori>ru

Ibli>su wad-dunya wa nafs>i wal hawa> # anna yafirru „anil hawa > nihri>ru Sesungguhnya aku diuji dengan empat hal yang selalu menderaku

Dengan anak panah yang berbahaya

Mereka adalah iblis, dunia, nafsu dan hawa

Bahwasanya hawa hafsu sangat cerdas dan tidak mau lari (Bahjat, 1999: 68).

Dalam puisi [37] terdapat pada bait kedua yang berbunyi Ibli>su wad-dunya

wa nafs>i wal hawa yang berarti iblis dan dunia, hawa serta nafsu, sebagian besar

empat macam ini selalu menghantui diri kita terutama hawa serta nafsu, berupa

keinginan yang tak terkendali dan harus kita kendalikan.

Page 38: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

54

2. Pembacaan Hermeneutik

Dalam pemaknaan puisi dari sistem semiotik terdapat dua pembacaan,

pertama pembacaan heuristik, kedua pembacaan hermeneutik, secara singkat

heuristik adalah pembacaan dari luar dan hermeneutik adalah pembacaan dari

dalam. Menurut Pradopo (2012: 297) Pembacaan hermeneutik merupakan sistem

semiotik tingkat kedua dengan membaca keseluruhan teks dengan memberikan

makna sesuai dengan konvensi sastra, bahwa “Pembacaan retroaktif dan

hermeneutik itu berdasarkan konvensi sastra, yaitu puisi itu merupakan ekspresi

tidak langsung”.

Dalam penelitian ini, pembacaan hermeneutik dimulai dengan pembacaan

tema puisi dan seterusnya dilanjutkan dengan pembacaan terhadap lima bagian

puisi berdasarkan jeda dalam teks puisi Imam asy-Syafi‟i berqa>fiyah ra‟.

Dalam puisi [28] kata Idza > ma> kunta dza > fadlin wa„ilmin # bima khtalafal

awa>ilu wal awa>khir yang berarti jika kamu seorang ahli ilmu dan kemuliaan milik

orang terdahulu dan kemudian yang dimaksud adalah Nabiyullah Rasulullah Saw

akhirul anbiya‟ akhir para Nabi yang tengah berkhutbah di hadapan para sahabat;

“Wahai manusia sekalian, Allah Saw telah mewajibkan haji pada kalian,” Namun

tiba-tiba seorang pendengar menyergah: Adakah kewajiban itu setiap tahun, wahai

Rasulullah Saw?.

Dalam bait kedua [28] kata fana>dhir man tuna>dhiru fi suku>nin # khali>man

la talijju wala> tuka>bir yang berarti berdebatlah dan seseorang yang didebati.

Dalam kesempatan ini beliau tidak menjawab, sehingga lelaki itu mengulangi

pertanyaan sampai tiga kali. Kemudian beliau berkata: “Seandainya aku katakan

ya, tentu akan wajib (setiap tahun). Namun laksanakanlah sekuat kemampuan

Page 39: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

55

kalian, kemudian tinggalkanlah aku (jangan banyak bertanya) mengenai apapun

yang aku tidak jelaskan kepada kalian. Sesunguhnya umat sebelum kalian telah

banyak binasa karena banyak pertanyaan mendebat para Nabi mereka. Akan lebih

baik jika aku menyuruh kalian untuk mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah

sekuat kemampuan kalian. Apabila aku melarang kalian mengenai sesuatu maka

segeralah kalian meninggalkannya.

Dalam puisi [30] bait pertama kata alayya tsiya>bun law tuba>‟u jami >‟uha #

bifalsin laka>nal falsu minhunna aktsara > yang berarti bila pakaianku dijual semua

dari uang perak bahkan lebih hina. Abu al-Fadhal Nashr bin Abi Nashr at-Thusiy

mengatakan: aku pernah mendengar Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Qashri

mengatakan: Sebagian guruku mengatakan kepadaku: Tatkala asy-Syafi‟i di kota

Samara, ia mengenakan pakaian buruk dengan rambut kusut yang tergerai.

Dalam bait kedua [30] kata wa fi>hinna nafsun law tuqa>su biba‟dhiha > #

nufu>sul wara > laka>nat ajalla wa akbara> yang berarti namun tubuh yang berada di

dalamnya lebih berharga dari manusia seluruhnya. Pada bait ini Kemudian beliau

memasuki kedai bermaksud mencukurkan rambutnya. Maka si tukang cukur

ketika melihat asy-Syafi‟i, ia segera mengatakan: “Hendaklah anda keluar

mencari tukang cukur selain diriku.” Perilaku ini yang menjadikan asy-Syafi‟i

tersinggung berat. Beliaupun segera memanggil bujangnya seraya menanyakan:

“Masih berapa jumlah uang yang menjadi bekal kita?”. “Masih sepuluh dinar

Tuan!” sahut si bujang. Singkat cerita asy-Syafi‟i segera menyuruh si bujang agar

menyedekahkan kepada si tukang cukur tersebut.

Page 40: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

56

Dalam bait ketiga [30] kata wama> dhorran-nashlas-sayfi ikhla>qu ghimdihi

# idza> ka>na „adhban khaytsu wajjahtahu fara > yang berarti bagai pedang tajam

yang rusak sarungnya dan apa yang ditebas tetap dibelahnya. Pada bait ini

tampaknya as-Syafi‟i pada mulanya lebih besar memperhatikan kondisi hati,

sehingga penampilan luarnya agak terabaikan, dengan bukti dalam syair diatas

adanya pihak yang memandang beliau sebelah mata atas penampilannya. Ini dapat

dikatakan wajar sebab pada lazimnya manusia hanya memandang secara

lahiriyah, sedangkan tempat pandang Allah Swt yang lebih tahu segalanya.

Dalam puisi [31] kata tadar-ra‟tu sauban lilqanu>ni khashi>natan # ashu>nu

biha > „irdhi> wa a‟aluha> dzuhra > yang berarti pada qana‟ah ku ikatkan pakaian, jaga

martabat bak pahala tersimpan. Bait kedua kata walam akhdzarid-ahral khau>na

fainnaha > # qusha>ra>hu an yarmi > biyalmauta wal faqra > yang berarti ku tak takut

bencana yang berkhianat, kan berakhir dengan maut dan melarat. Bait ketiga kata

fa a‟dadtu lil mautil ilaha wa „afwahu # wa a‟dadtu lil faqrit-tajalluda wash-

shabra > yang berarti untuk maut aku siapkan mohon ampunan untuk miskin aku

hadapi sabar dan tahan. Sikap sabar merupakan sebuah karakter yang sangat

terpuji, bahkan lebih mulia dari pada menahan amarah, sebab menahan amarah itu

hakikatnya merupakan refleksi dari berusaha bersabar. Pada permulaannya

perilaku sabar sangat memerlukan usaha yang kuat, sehingga seseorang ketika

telah membiasakan bersabar dalam jangka waktu tertentu, maka sikap itu bisa

menjadi kebiasaan, hingga akhirnya sebuah amarah tidak lagi bergejolak. Inilah

yang pada akhirnya akan menuntun kita pada kesempurnaan akal seseorang.

Page 41: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

57

Dalam puisi “Dua Macam Waktu” kata ad-dahru yauma>ni dza > amnun wa

dza > khatharu # wal „aysyu „aysya>ni dza > shafrun wa dza > kadaru yang berarti waktu

ada dua, khawatir dan aman keruh dan jernih ada di kehidupan. Bait kedua kata

ama tara>l bahra ta‟luu fauqahu jiyafun # wa tastaqirru bi aqsha qa >‟ihid-duraru

yang berarti lihat laut, bangkai muncul di atasnya namun di dalam tersimpan

mutiara. Pada bait ketiga kata wa fis-sama>i nuju>mun la „ida>da laha > # wa laysa

yuksafu illasy-syamsu wal qamaru yang berarti di langit banyak bintang yang

bertebaran yang gerhana hanya mentari dan rembulan. Allah telah menjadikan

dunia ini sebagai tempat ujian dan cobaaan agar setiap orang beramal sesuai

dengan ketentuan yang telah digariskan-Nya, amal yang akan diperhitungkan oleh

Allah nanti terutama berpangkal pada dua masalah, yaitu hawa serta nafsu.

Dalam kaitannya dengan tema diatas yaitu adanya susah dan senang yang

menyertai kehidupan, ibarat bangkai kapal yang di luarnya rusak parah namun di

dalamnya tersimpan harta karun. Dalam kehidupan walaupun keduanya selalu

menghantui pasti ada hikmah dibalik kedua hal tersebut.

Dalam puisi [37] kata inni > buli>tu bi arba‟in yarmi>nini # bin-nabli „an

qausin lahunna dzari>ru yang berarti empat macam yang selalu mendera diriku,

dengan panah yang merusakkan tubuhku. Paba bait kedua kata ibli>su wad-dunya

wa nafs>i wal hawa> # anna yafirru „anil hawa> nihri>ru yang berarti iblis, dunia,

hawa serta nafsu, sangat cerdas tak mau lari dariku. Telah jelas dalam kehidupan

ini, manusia tidak bisa terlepas dari empat musuh yang akan selalu mengajak

berbuat apapun yang menyalahi garis-garis yang ditetapkan Allah. Terutama

dipelopori oleh iblis yang telah berhasil menjungkalkan bapak manusia, yakni

Nabi Adam ke dunia.

Page 42: BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI - Portal Wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1011003_bab2.pdf · Khusus untuk kosa kata, bahasa formal menggunakan kata-kata slang (tidak baku)

58

Sebagai contoh, ketika Nabi Adam di surga, Allah telah memberi nikmat

yang melimpah ruah kepadanya. Dia hanya melarang Adam agar tidak mendekati

sebuah pohon. Oleh Iblis, Adam ditipu mentah-mentah, larangan Allah itu malah

dibaliknya dengan mengatakan bahwa memakan pohon itulah yang akan

menyebabkan Adam kekal di surga. Adam ternyata menuruti kehendak Iblis dan

akhirnya harus menuai celaka.